Kitab Idhotun Nasyiin Dan Terjemah [PDF]

Saudara-saudara Generasi Muda!

Ini adalah berbagai nasihat yang sangat berguna. Ia bagaikan mutiara yang berkilauan. Kalian semua akan melihatnya tersusun rapi dalam tatanan yang indah, dan manfaatnya sangat banyak. Ia diungkapkan dengan kata-kata yang penuh hikmah, dapat memberi petunjuk ke jalan yang lurus dengan cara yang bijaksana. Ia akan menuntun kepada setiap orang yang mengamalkannya ke jalan yang benar.

 

Saya kemukakan nasihat-nasihat yang berguna ini, dengan dilandasi oleh niat yang ikhlas dan penuh keyakinan. Ia terdiri dari berbagai macam topik dan pembahasan, yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial dan moral. Di samping itu, juga mengandung berbagai macam persoalan etika dan falsafah serta hikmah.

 

Nasihat-nasihat ini sarat dengan pelajaran-pelajaran dan: saran-saran yang dapat dipergunaakan oleh generasi muda, untuk mempertahankan diri dari serangan pasukan yang menyebabkan kelemahan dan kemunduran serta bisa menolak bahaya penyakit penyakit sosial dan pengaruh-pengaruh negatif jaman.

 

Wahai, generasi muda, berpegang teguhlah pada nasihat-nasihat ini. Sebab, ia akan menjadi benteng yang menyelamatkan engkau, pada saat engkau masih muda dan akan menjadi simpanan berharga di saat engkau menjadi tua. Semoga keselamatan diberikan kepada orang yang mendengar, mengerti dan mengamalkan isi nasihat-nasihat ini.

 

Allah swt. menciptakan manusia ini, agar mereka mau bekerja untuk mendapatkan sesuatu yang menunjang kehidupannya, agar berusaha di seluruh pelosok bumi, mencari ‘hasil-hasil (kekayaan) -bumi yang manfaatnya kembali pada diri mereka sendiri dan kepada seluruh umat. Semua itu tidak akan tercapai, kecuali dengan keberanian dan pengorbanan.

 

Sesungguhnya orang-orang baik terdahulu, tidaklah dapat mencapai kejayaan yang luar biasa, tidak dapat menaklukkan rintangan-rintangan sulit dan tidak pula dapat mencapai tingkat yang membuat setiap orang menganguminya, kecuali dengan keberanian dan kobaran cita-cita yang mulia.

 

Sementara orang-orang yang hidup sekarang ini tampak tertinggal, tidak dapat mencapai derajat seperti orang-orang terdahulu dari tidak mampu meraih cita-cita itu disebabkan mereka tidak berani maju dan tidak berani melakukan usaha yang baik dan berguna serta enggan menghadapi tantangan demi tercapai keinginan.

 

Sesungguhnya semua bangsa telah bangkit dan berhasil mencapai puncak segala cita-cita. Padahal itu sebelumnya merupakan bangsa yang hina dan nista, berserakan bagaikan debu yang berhamburan, bagaikan gombal yang tiada berarti. Sementara kita, umat Islam, masih dalam keadaan tidur nyenyak dan berada dalam posisi yang terlampau jauh di belakang mereka. Padahal dulunya kita adalah bangsa yang maju dan menjadi pelopor kemajuan.

 

Oleh sebab itu, hidupkanlah kembali keagungan yang telah hancur dan tegakkan kembali kemuliaan yang telah roboh serta bangkitkan kembali kejayaan yang telah terkubur itu. Jangan engkau jadikan kejayaan yang telah lenyap itu, sebagai sesuatu yang harus ditinggalkan begitu saja. Apabila kalian semua tidak bangkit (untuk bekerja keras memperoleh kejayaan itu kembali), maka sesungguhnya saya telah melihat kain kafan sudah terbentang dan kuburan yang telah tergali. Jika hal itu terjadi, maka di situlah kita menantikan kematian, lalu kita tidak lagi menjumpai penolong dan tidak pula menemukan orang yang ingin menyelamatkan kita.

 

Maka, bangkitlah kalian semua dengan semangat yang dapat mengguncang gunung-gunung yang kukuh dan menghentikan keberingkasan kuda-kuda liar, sebelum datang suatu malapetaka dahsyat menimpa kepada kita dan sebelum terdengar oleh kita jeritan bangsa yang memekakkan telinga. Sedangkan kita di saat itu pula sedang menanti kematian diri sendiri dan tidak mendapati sesuatu, kecuali .berbagai macam bencana dan krisis di berbagai bidang.

 

Sebenarnya, di tanganmulah urusan umat ini. Kehidupan mereka terletak pada keberanianmu. Oleh karena itu, majulah dengan penuh ‘semangat dan keberanian, seperti haraimau yang garang. Bangkitlah (dengan segala semangat dan kekuatan) bagai unta yang memikul muatan dalam iringan suara genta yang membangkitkan semangat, pasti umat ini akan hidup.

 

Allah adalah penolong kalian semua. Dia-lah yang memberi balasan kepada orang-orang yang berani maju.

Sesungguhnya orang yang berakal sempurna ialah orang yang sabar terhadap segala macam kesulitan, juga sanggup menghadapinya dengan hati yang tabah dan teguh. Orang yang berakal sempurna, bukanlah orang yang mudah bingung ketika menghadapi kesulitan dan selalu gelisah.

 

Jiwa orang yang cerdik itu di dalamnya mesti ada sifat atau ‘atak tenang dan sabar, Ia berusaha dengan tenang dalam menyikirkan bencana yang menimpa dirinya dan tidak bingung dalam mencegah bencana itu.

 

Adapun jiwa orang-arang yang bodoh itu selalu bingung setiap kali menghadapi kesulitan, meskipun itu sangat kecil. Sebab, dia telah berkeyakinan, bahwa dirinya tidak sanggup menghadapinya dan tidak mampu menolaknya. Dia merasa. tidak bisa membebaskan diri dari persoalan yang dihadapinya. Itulah perbedaan antara dua jiwa manusia.

 

Wahai, generasi muda, jadilah engkau orang-orang yang berjiwa cerdik dan sabar. Hal itu bisa dicapai dengan membiasakan diri ngerjakan hal-hal yang baik dan menjauhi hal-hal yang Jelek, menghias diri dengan sifat-sifat manusia yang sempurna dan bersikap jantan. Hal yang demikian itu, mudah bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah senang pada kemuliaan, sehingga dia menanggalkan semua baju dan atribut kehinaan, tidak menuruti keinginan-keinginan jiwa bodohnya dan akan menarik cita-cita jiwanya yang mulia.

 

Dengan demikian, dia akan dapat keluar dari lingkaran pola hidup seperti binatang, menuju lingkungan kehidupan moral normal.

 

Allah swt. akan memberi balasan kepada orang yang sabar dalam mendidik jiwanya dan akan mengangkat derajat mereka, sama dengan derajat orang-orang yang mendapat idayah dan menyelematkan mereka dari kedudukannya yang tidak jelas.

 

Saya menyerukan kepada kalian semua, hendaklah bersabar dalam mendidik jiwa kalian semua. Sebab, sesungguhnya hal itu menyebabkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Saya tidak melihat suatu sifat yang telah buruk dan keji di antara sekian banyak sifat buruk dan membahayakan, yang menjalar dalam tubuh umat, seperti aliran listrik yang menjalar pada tubuh daripada sifat nifak atau kemunafikan.

 

Penyakit yang parah dan sangat mengancam jiwa tersebut (nifak), lebih berbahaya terhadap umat daripada musuh bebuyutan yang selalu mencari peluang untuk menghancurkan umat dan menggerogoti negara mereka.

 

Sesungguhnya musuh yang menyerang, apabila diketahui oleh umat, maka umat itu pasti siap siaga untuk menangkis gangguan mereka, mencegah serangan-serangan mereka dengan peralatan pertahanan maupun senjata, untuk menyerang yang mereka miliki. Andaikata umat itu tidak mampu memberantas kejahatan musuh seluruhnya, maka pasti mereka berjuang sekurat tenaga menghalau serangan-serangan musuh tersebut.

 

Adapun orang yang munafik (plin-plan) adalah musuh umat ya menyelinap di tengah-tengah mereka. Mereka tidak dapat mengetahwi, bagaimana cara memeranginya, bahkan mereka tidak mengetahui, siapa orang yang harus diberantas. Orang munafik itu melemahkan Kekuatan umat yang sebenarnya dan dapat menghambat kebangkitan umat yang membawa harapan baik dan berkah. Umat itu sebenarnya menjadi bingung karena penyakit yang menimpanya, yang tidak mereka ketahui hakikat dan sumbernya.

 

Apabila umat itu tetap dalam keadaan seperti itu, tanpa menganalisa secara cermat dan tidak melakukan penelitian yang saksama, guna mengetahui virus yang berbahaya itu, lalu berusaha membasminya dan mengetahui hakikat penyakit yang dideritanya, lalu mengobatinya dengan obat yang manjur, maka akan mengalami perpecahan dan kebejatan moral. Di situlah kehancuran luar biasa yang menghapus keberadaan umat dari dunia: Lalu umat tersebut terkubur bersama bangsa-bangsa yang telah binasa.

 

Wahai, generasi muda, saya memohonkan perlindungan kepada Allah untuk kalian semua, agar tidak termasuk golongan orang-orang munafik.

 

Waspadalah, jangan sampai usaha-usaha orang-orang munafik itu mempengaruhi hati dan pikiran kalian, sehingga kalian terjerumus ke dalam api kejahatan, yaitu api yang menghanguskan segala tanaman yang segar maupun kering, yang akhirnya menghanguskan tanah air, tempat tinggal mereka.

 

Berusahalah kalian semua -semoga Allah melindungi kalian semuauntuk memperkenalkan kepada umat, tentang orang-orang munafik dan waspadakanlah mereka terhadap tipu muslihatnya. Maka, kalian semua akan menjadi bagian dari kaum yang baik-baik.

 

Allah swt. selalu berusaha bersama orang-orang yang berusaha menangkis tipu muslihat orang-orang yang munafik, agar umat ini dapat mencapai puncak kejayaan.

Amal perbuatan itu ibarat jasad. Sedangkan rohnya berupa ikhlas.

Jasad manakala ditinggal rohnya -yang menjadi sebab jasad itu bisa tegak dan hidup-, maka jasad tersebut menjadi mati, tidak dapat bergerak dan tidak ada manfaat yang dapat diharapkan daripadanya. Demikian pula halnya amal perbuatan, yang telah ditinggalkan oleh rohnya berupa ikhlas.

 

Betapa sering kita melihat kaum yang berjuang. Tetapi kita belum melihat kesan baik (manfaat) dari usaha perjungan mereka, bahkan sebagian besar mereka gagal, tidak dapat mencapai apa yang mereka cita-citakan. Ibarat orang masuk ke laut, dia hanya sampai di tepinya. Kalaupun sudap dapat masuk ke airnya, hal itu hanyalah sampai di tempat terdangkal. Dia belum sampai berhasil memasuki dasar lautan itu, lalu mundur, kembali dengan hampa, rugi tenaga dan harta.

 

Persoalan kegagalan kamu di atas, disebabkan keikhlasan tidak .mereka jadikan landasan dalam perjuangan. Mereka berjuang hanya untuk mencari keuntungan sementara, yang tidak terpuji dan kehormatan pals.

 

Sebenarnya, ada satu rahasia yang perlu diingat dalam perjuangan, yaitu keikhlasan. Sesungguhnya orang yang berjuang dengan Hati ikhlas, murni untuk kepentingan bangsa dan negaranya, pasti orang-orang akan cenderung dan bersimpati kepadanya. Mereka memberi dorongan semangat, pujian dan bantuan. Sehingga, dengan dukungan tersebut dia menjadi semakin bersemangat dan giat dalam perjuangannya serta semakin meningkat keseriusan dan kesabaran dalam perjuangannya.

 

Adapun orang yang berjuang tidak ikhlas, meskipun dia menyembunyikannya, pasti aib atau celanya akan terbongkar. Sehingga orang-orang yang semula membantu, akan meninggalkannya. Orang-orang yang semula mendukung akan membiarkannya begitu saja, bahkan mereka mencela perjuangannya. Dengan sebab itu, semangatnya menjadi lemah dan niatnya menjadi kendur, lalu dengan terpaksa meninggalkan perjuangannya secara terpaksa. Akibatnya, dia mengalami kerugian materiil dan moral hidup dengan penuh ketidaktenangan.

 

Conto-contoh seperti itu sangat banyak.

Betapa banyak kita menyaksikan organisasi-organisasi berdiri, akan tetapi tidak lama kemudian berhenti, tidak tampak kegiatannya lagi,

 

Menghitung kejadian-kejadian seperti itu, tentulah memerlukan beberapa halaman, yang tidak mungkin dapat dimuat semuanya dalam buku ini.

 

Wahai, generasi muda, jadilah engkau orang yang ikhlas dalam perjuangan, engkau pasti dapat sampai pada puncak cita-citamu. Waspadalah engkau, jangan sampai menjual atau menukar perjuanganmu dengan emas. Sebab, hal yang demikian itu merupakan tabiat orang-orang munafik, yang biasa menukar agama dengan harta kemewahan dunia dan menukar kebenaran dengan kebatilan.

Saya mohonkan perlindungan kepada Allah,. agar engkau tidak menjadi orang yang tidak ikhlas.

Tidaklah keputusasaan melanda suatu umat, melainkan melumpuhkannya dan tidak pula sifat putus asa itu menghinggapi hati suatu kaum, kecuali akan melemahkannya.

 

Betapa sangat melumpuhkan kelemahan hati itu. Sesungguhnya, kelemahan hati itu merupakan penyakit yang lebih menyakitkan daripada penyakit jasmani dan lebih jelek bekasnya daripada hantaman pedang yang tajam.

 

Adapun kelemahan yang merupakan akibat pengaruh dari sekian banyak pengaruh sifat putus asa itu dapat membuat seseorang hidup seperti binatang. Dia tidak memahami arti kehidupan ini, kecuali seperti apa yang dipahami oleh binatang dengan instingnya, berupa makan makanan dan minum minuman yang enak serta menikmati kesenangan-kesenangan lainnya.

 

Allah swt. telah menggandengkan sifat putus asa dan kefakiran, dalam firman-Nya:

 

“Janganlah kamu semua berputus asa dari rahmat Allah. Sebab, sesungguhnya tidak ada yang suka berputus asa dari rahmat. Allah itu, melainkan golongan orang-orang kafir.”

 

Perhatikan, betapa besar dosa orang yang berputus asa itu.

 

Dosa tersebut bukan hanya menyengsarakan pelakunya di akhirat nanti. Tetapi dosa tersebut menghambatnya juga dalam kehidupan di dunia ini. Sebab, apabila dia, orang yang telah kena penyakit putus asa, diberi beberapa urusan yang harus dia kerjakan dengan berat, dan hasilnya tidak segera tampak, maka engkau pasti melihatnya berpaling atau mundur, seperti mundur orang yang penakut menghadapi orangorang pemberani, Padahal kalau dia mau tekun melakukannya, rajin mengusir perasaan yang menghalanginya dalam menyelesaikan pekerjaan itu dan mau teguh dalam menghadapi berbagai kesulitan yang ada serta berusaha menundukkan rintangan tersebut dengan keseriusan yang sungguh, dengan semangat yang menyala dan pikiran yang tajam, tentu persoalan tersebut dapat diselesaikannya dengan sempurna, dan dia akan memperoleh hasil yang dia inginkan.

 

Tetapi, dia putus asa. Putus asa adalah sifat yang menghancurkan Cita-cita dan merobohkan sendi-sendi perjuangan.

 

Kalau engkau mencoba menghadap pada sebagian besar orangorang di lingkungan kita, yang menurut pandangan kita, bahwa mereka itu mampu melaksanakan pekerjaan besar, yang manfaatnya kembali kepada bangsa dan negara untuk mengurus suatu persoalan yang bermanfaat, maka dia menolaknya dengan alasan yang tidak jelas dan tidak masuk akal.

 

Apa alasan orang yang hujahnya putus asa terhadap keberhasilan pekerjaan dan sulitnya mencapai keberhasilan? Semua itu sungguh bukan alasan. Sama sekali tidak benar alasan yang mereka ucapkan itu.

 

Tetapi, ya, hanyalah karena putus asa. Semoga Allah menghapus sifat putus asa dari dada kita semua. Semoga pula Allah memaafkan orang yang biasa putus asa dan mengangkat mereka dengan cita-cita yang luhur serta menuntun mereka pada perbuatan yang baik.

 

Sesungguhnya putus asa, telah menjangkiti seluruh hati manusia, kecuali sebagian kecil saja dan telah melingkar pada jiwa semua manusia, kecuali jiwa orang yang telah dijaga oleh Allah dengan cahaya harapan, sehingga dapat memahami akibat, lalu berusaha memperbaiki keadaan, agar dapat memetik hasil perjuangan di masa mendatang.

 

Wahai, generasi muda, janganlah kalian semua menjadi orangprang yang berputus asa, pemalas dan keterbelakangan.

 

Putus asa hanyalah suatu kematian (ketidakberdayaan) dalam hidup Putus asa adalah suatu bencana yang menyengsarakan setelah mati. Singkirkanlah keputusasaan dan tegakkan kegairahan dan kesemangatan, engkau pasti menjadi orang yang jaya dan bahagia.

 

Andaikata dalam kehidupan ini tidak ada harapan, tentu tidaklah ada orang yang berusaha mencapai cita-citanya. Tiada pula orang yang mengajak pada semangat nasionalisme, yaitu semangat memperjuangkan tanah air, dan tentu kehidupan ini terasa lebih sempit daripada lubang kadal serta terasa berat daripada memikul rantai besi yang dikalungkan di leher.

 

Saya tidak pernah melihat seseorang yang bekerja, kecuali orang yang telah yakin, bahwa usaha atau pekerjaan yang dia kerjakan itu memiliki kesan (hasil) yang baik dan bisa diharapkan manfaatnya, baik untuk diri pelakunya secara khusus atau untuk kalangan umum, yang akibat baiknya dapat dirasakan oleh umat yang sebangsa dan setanah air.

 

Hanya saja, di sana masih ada suatu persoalan yang amat penting.

 

Persoalan itu adalah adanya sekelompok orang yang sungguhsungguh tidak mau mengerjakan sesuatu, kecuali jika mereka telah meyakini dengan pasti, bahwa usaha mereka pasti membuahkan hasil. Sekelompok orang seperti itu apabila sedikit mengalami keraguan tentang keberhasilan usahanya, meskipun sangat tipis, setipis sarang laba-laba, maka mereka mundur dan tidak mau memupus keraguan tersebut. Sikap yang demikian itu bukanlah sikap orang-orang yang berhati teguh dan bukan perangai atau akhlak pejuang sejati.

 

Faktor yang menyebabkan mereka mundur itu tidak ada lain, kecuali lemahnya harapan atau rasa optimisme dalam jiwa mereka. Kelemahan sifat harapan (roja’), merupakan salah satu penyakit jiwa yang harus segera diobati dengan cara mengusir perasaan putus asa. Sebab, tipis harapan merupakan penyakit jiwa yang menjangkiti masyarakat luas dan merupakan virus yang membahayakan keberlangsungan pembangunan.

 

Kehilangan sifat Roja’ atau harapan adalah suatu penyakit tersendiri, yang berjangkit secara meluas pada tubuh setiap anggota masyarakat kita. Oleh karena itu, kita telah melihat jumlah orang-orang yang bekerja hanya sedikit dan orang-orang yang sukses dalam kehidupannya juga jarang. Bahkan mereka itu diliputi berbagai kerugian dan bencana kesengsaraan hidup, Andaikata mereka paham dan sadar, pasti mereka segera mencampakkan sifatyang tercela itu, lalu berpegang erat dengan sifat roja” atau perasaan optimisme, kemudian maju bekerja dengan keras, sebagaimana kerja orang-orang yang berkeyakinan, bahwa di dalam rasa putus asa itu terdapat penyakit. Sedangkan dalam roja atau Optimisme terdapat penawar atau tobatnya.

 

Kemudian di sana ada sekelompok orang yang tidak mempedulikan, betapa jauh cita-cita yang hendak mereka capai. Mereka itu merasa seolah-olah tidak ada penghalang yang menghadang di antara mereka dan apa yang mereka cita-citakan. Mereka itu berjuang mempertahankan prinsip dan keyakinannya, sebagaimana seorang hakim mempertahankan putusan yang dia jatuhkan. Mereka terus maju, bagaikan air bah yang terus mengalir deras. Mereka tetap konsisten, tidak bergeser dari citaCitanya sedikitpun. Mereka itulah kelompok manusia yang sejati dan karena merekalah umat atau bangsa ini akan hidup.

 

Golongan orang yang bekerja dengan semangat tersebut benar-benar mengerti, bahwa harapan keberhasilan pekerjaan (optimisme) merupakan pendorong utama untuk-maju dan merupakan sebab tercapai keberhasilan. Mereka itu sebenarnya tidak pernah dapat dibuat menganggur oleh kelemahan angan-angan dan keredupan cahaya cita-cita.

 

Golongan orang di atas berkeyakinan mantap tanpa diselubungi rasa keraguan maupun kebigungan sedikit pun, bahwa hidup disertai rasa putus asa adalah sebuah kematian. Mereka selalu berkata: Betapa sempit kehidupan ini, andaikata tidak ada angan-angan atau harapan yang luas.

 

Wahai, generasi muda, jadikanlah roja’ (optimisme) sebagai syiarmu dan angan-angan sebagai bajumu. Tinggalkanlah sikap menunda-nunda dan abaikanlah segala godaan yang membelokkan kalian semua dari apa yang telah menjadi cita-cita kalian semua. Jadilah kalian semua golongan orang-orang yang memiliki harapan besar, yang bercita-cita luhur, gemar berusaha dan giat bekerja. Allah adalah penolong kalian semua.

Saya telah meneliti tabiat-tabiat manusia, dan ternyata tidak saya temukan suatu perangai dari sekian banyak perangai yang lebih mendekati pada kehinaan, cela dan lebih dekat pada kematian dalam kehidupan, daripada sifa licik.

 

Sifat licik itu tidaklah bercokol pada jiwa suatu umat, kecuali membuat mereka hina dina. Menjadikan mereka tercela, mundur, dan hancur, lala mati.

 

Di saat umat diserang mendadak oleh lawan, jalu mereka merasa ketakutan untuk menangkal serangan-serangan lawan, tidak berani melawannya akibat perasaan takut telah berjangkit pada semua personel umat, maka musuh-musuh itu akan mudah menyusup ke lapisan umat, masuk ke rumah-rumah mereka dengan membuat berbagai kerusakan, menguasai negara dan memperbudak seluruh umat, tanpa ada seorangpun yang berani mempertahankan dan menentang kejahatan musuh tersebut.

 

Jika keadaan terus berlangsung seperti ini akan dikuasai oleh sekelompok orang jahat. Mereka dengan leluasa melakukan pengerusakan sawah, ladang dan melakukan pembunuhan terhadap anak bangsa. Mereka memperlakukan umat sebagai binatang yang tidak dapat berbicara. Andaikata umat ini tidak terkena penyakit licik, tentu mereka akan menghalau musuh-musuh tersebut sejauhjauhnya, sehingga mereka menderita kerugian. Andaikata saja tidak ada penyakit licik pada diri umat ini, pasti mereka dapat dipukul mundur, hingga mereka (para musuh itu) tidak berani kembali lagi.

 

Sikap diam, membiarkan perbuatan orang-orang yang bermaksud jahat terhadap umat adalah perilaku para pengecut. Sedangkan menentang dan memberantas kaum yang zalim, adalah bagian dari tandatanda keberadaan kehidupan yang menyenangkan bagi umat.

 

Sesungguhnya kehidupan umat yang maju dan terhormat itu, tergantung pada orang-orang yang berani.

 

Sungguh jelek, demi Tuhan yang menguasai Ka’bah, tampilnya di . tengah-tengah kita orang-orang yang bodoh berlagak seperti ulama, orang-orang curang berpenampilan seperti orang yang bersih, orang yang beku berlagak seperti orang maju dan cerdik, orang yang lemah, tidak mampu berjuang berpenampilan seperti orang yang cakap dan orang-orang yang mestinya sudah mati jadi bangkai, tetapi pakaiannya seakan-akan masih hidup tegar.

 

Ada yang lebih buruk daripada hal di atas, yaitu sikap kita sendiri yang menyerahkan segala macami persoalan kepada sekelompok orang seperti yang tersebut di atas dengan cara munafik, semata-mata ingin mendapatkan keuntungan pribadi atau memang karena kelemahan jiwa kita dan kemerosotan akhlak kita sendiri.

 

Yang paling jelek .lagi adalah sikap kita yang membela dan mempertahankan kedudukan orang-orang zalim, yang suka merampas hak-hak rakyat kecil dan suka menggunakan kekuasaan untuk mengeruk keuntungan pribadi serta orang yang bermaksud jahat terhadap umat. Lebih parah lagi, bila kita menganggap si zalim tersebut sebagai orang-orang yang baik, mempunyai niat atau maksud baik dan jujur atau profesional kerjanya.

 

Sesungguhnya sikap atau perangai seperti itu, yang sumbernya adalah licik, pengecut dan penakut, merupakan tindakan penipuan dan penghancuran terhadap umat. Sebab, perbuatan yang demikian itu berarti menyerahkan ‘umat kepada orang yang merusak kehidupan mereka, menghancurkan sendi-sendi kehidupan sosial mereka dan merusak sendi-sendi norma atau akhlaknya.

 

Wahai, generasi muda, saya memohonkan perlindngan kepada Allah untuk kalian semua, dari menjadi orang-orang yang pengecut, bodoh dan hina. Sesungguhnya kelicikan atau sikap pengecut merupakan induk dari segala penyakit umat.

 

Biasakanlah diri kalian semua dengan berani, pasti kalian semua menjadi orang yang bisa menjaga atau mempertahankan harga diri, jujur dalam berbicara dan berhasil dalam berjuang.

 

Sesungguhnya licik atau sikap pengecut, benar-benar membahayakan umat, bahkan dapat menjadikannya hina dina. Sebab, mereka hidup dibawah kekuasaan orang-orang zalim, diperlakukan sewenang-wenang oleh orang-orang bodoh dan diperdayakan oleh orang-orang yang lacur. Apabila keadaan umat tetap seperti itu, maka hancurlah masa depan Mereka.

 

Janganlah kalian semua takut dicela dalam usaha kalian menegakkan kebenaran dan janganlah kalian jerah oleh kekuasaan orang-orang yang zalim. Sebab sesungguhnya dalam ketakutan itu terdapat kehancuran. Sedangkan dalam keberanianlah terletak kehidupan yang menjanjikan.

 

Kalian semua kelak bakal menjadi bapak. Oleh karena itu, jadilah kalian semua sebagai teladan yang baik untuk anak-anak kalian semua. Jika kalian bisa seperti itu, maka umat ini akan hidup seperti layaknya kehidupan orang-orang yang bahagia.

 

 

 

Jika sifat licik atau pengecut merupakan perangai yang hina dan cacat yang luar biasa bagi orang yang terjangkit olch sifat tersebut, maka tindakan tanpa berpikir tidak kalah hina dengan sifat licik, karena dalam dua tingkah laku itu terdapat unsur yang membahayakan secara langsung terhadap umat manusia.

 

Kelicikan dalam semua pekerjaan menyebabkan kegagalan, sedangkan kecerobohan melakukan pekerjaan sebelum diperhitungkan secara mendalam, merupakan sebab ketidakberhasilan pula.

 

Kita telah menyaksikan sekelompok orang yang bersemangat bekerja keras mengurus berbagai persoalan, tetapi tidak lama kemudian mereka kembali tanpa membawa hasil (rugi). Mereka gagal dalam pekerjaan yang telah mereka kerjakan tanpa pikir panjang itu. Tidak lama kemudian, cita-cita mereka membeku.

 

Apa rahasia di balik semua yang terjadi itu?

 

Sesungguhnya rahasia dari semua kejadian tersebut jelas dan tampak bagi setiap orang yang berpikir. Sebenarnya, setiap pekerjaan dari berbagai pekerjaan itu, di antaranya ada yang kemungkinan bisa mencapai keberhasilannya dan ada yang tidak. Orang yang berakal adalah orang yang mempertimbangkan pekerjaan yang akan dikerjakan, sebelum menanganinya. Apabila dia melihat, bahwa pekerjaan itu dapat diupayakan berhasil, maka dia memusatkan perhatiannya pada pekerjaan Itu, lalu memulai mengerjakannya dengan semangat. Tetapi, apabila dia memperhitungkan, bahwa pekerjaan yang akan ditanganinya tidak membawa hasil, maka dia tidak mau menyia-nyiakan waktu terbuang sia-sia dalam mengerjakannya.

 

Kecerobohan adalah membahayakan. Ia seperti sifat licik. Keduanya sama-sama tidak menghasilkan keuntungan (kedua sifat tersebut merupakan penyebab kegagalan).

 

Apabila engkau melihat orang yang menyimpang dari tujuan yang benar, dan mengikuti jalan yang tidak benar dan engkau terlambat memberi petunjuk atau takut memulai memberi nasihat kepadanya, maka orang tersebut pasti terus berada dalam kesesatan. Begitu pula, apabila engkau ingin menasihati orang itu dengan keras atau mencegahnya secara kasar, maka dia tidak akan mendengarkan peringatanmu. Bahkan mungkin dia malah membandel dan semakin melampaui batas. (Apabila ini terjadi), maka lenyaplah kebaikan yang engkau idam-idamkan dan pupuslah hasil yang engkau cari.

 

Kecerobohan (bekerja tanpa perhitungan) adalah suatu rahasia besar dari berbagai rahasia kegagalan dalam semua pekerjaan. Pada sifat kecerobohan inilah berpusat sebab-sebab utama hilang hasil jerih payah kita dan lepasnya keberhasilan dari tangan kita.

 

Wahai, generasi muda, hindarilah sikap ceroboh, sebab ia penyeyab kegagalan. Jauhkanlah dirimu daripada cara bekerja yang tidak disertai perhitungan yang cermat, sebab hal itu berakibat jatuh dan gagal.

 

Jadilah, engkau termasuk orang-orang yang berjiwa sedang, tentu engaku menjadi bagian dari orang-orang yang bahagia dunia dan akhirat.

Dasar utama keberhasilan berbagai pekerjan itu terletak pada diri pelaksana itu sendiri, yaitu rendahnya dalam jiwa pelaksana terdapat keberanian yang mendorongnya terus bekerja. Dia tidak akan mundur setelah berhasil mendapatkan sesuatu yang dicita-citakan.

 

Para pekerja (pejuang) tidak mungkin berhasil tanpa sifat atau perangai yang mulia ini. Keberanian dapat membuat orang yang memiliki sifat ini menguasai berbagai persoalan penting dan segala kesulitan dapat teratasi.

 

Keberanian adalah garis yang menengahi antara dua sifat: yang tidak terpuji, yaitu antara sifat pengecut dan sikap kecerobohan. Di dalam sifat pengecut terdapat keteledoran dan di dalam sikap ceroboh terdapat pengawuran, sedangkan dalam sifat berani ada keselamatan.

 

Keberanian, yaitu bertindak maju ke depan dengan penuh kemantapan dan mundur dengan tetap teguh.

 

Keberanian itu ada dua bagian, yaitu keberanian moril dan materiil. Keduanya merupakan bagian dari hidup.

 

Keberanian material, yaitu pembelaan seseorang terhadap negara dan dirinya sendiri dari bahaya yang ditimbulkan sendiri, dan memenangkan musuh-musuh dalam rangka memuliakan umat. Usaha itu dia lakukan terus hingga Allah melakukan suatu urusan yang mesti dilakukan (kemenangan untuk dirinya dan kehancuran musuhmusuhnya). Apabila dia menang, maka berarti dia telah berhasil.

 

Apabila dia belum dapat berhasil menggapai apa yang dia cita-citakan, maka dia tetap mendapatkan pahala orang yang bekerja dengan ikhlas.

 

Adapun keberanian yang bersifat moril, adalah keberanian menegur atau mencegah kezaliman penguasa yang zalim dan mencegah kesesatan orang yang scsat, memberi petunjuk kepada umat dengan nasihat yang baik, menuju jalan yang lurus dan terang.

 

Apabila keberanian seperti ini hilang, maka orang (penguasa) yang zalim itu tidak henti-hentinya melakukan kezaliman, kesesatan orang yang sesat itu semakin meningkat dan umat ini berjalan di atas jalan yang tidak benar. Akibatnya, dari semua ini adalah kehancuran total bagi umat.

 

Apabila keberanian seperti itu telah hilang, maka negara ini tidak ubahnya seperti harta jarahan yang terbagi-bagi. Negara ini kehilangan sesuatu yang kecil, hingga yang paling berharga. Umat berteriak-teriak, tetapi tidak ada yang memperhatikan. Golongan perusak dan penjarah itu terus melakukan kejahatan, tetapi tidak ada seorang pun yang mencegahnya. Kalau sudah demikian yang terjadi, maka negara benarbenar dalam ancaman bahaya besar, yang membuat setiap warganya sebagai hamba sahaya yang tidak berdaya dan harus menurut pada tongkat komandan sang penguasa. Kemudian, muncul bencana hebat yang menghapus karakteristik umat dan menghancurkan kemerdekaan dan kebebasannya, dan membuat umat ini lenyap atau musnah.

 

Begitulah keadaan umat, apabila mereka terjangkiti sifat takut, dan tidak memiliki keberanian moril maupun materiil.

 

Apabila umat tersebut bertindak secara gegabah dan berjuang mengatasi keadaan tersebut, maka besar sekali kemungkinannya tertimpa bencana, seperti yang mereka rasakan ketika dalam keadaan takut, sebab umat apabila mereka bertindak secara dadakan, sebelum membuat rencana dan persiapan, maka akibatnya buruk juga.

 

Apabila dipertanyakan jika seseorang itu harus memilih satu di antara dua perkara, yaitu: Bertindak secara nekat sebelum membuat perhitungan atau bersikap apatis dan takut. Mana di antara kedua sikap itu yang lebih baik bagi umat?

 

Jawabannya adalah, sesungguhnya di dalam sikap apatis, takut dan pengecut, sama sekali tidak ada kebaikan. Sedangkan tindakan tanpa perhitungan (tahawwur) itu bila dilakukan kadang-kadang atau mungkin membawa kesukseskan.

 

Tetapi yang paling dapat menyelamatkan umat dari bahaya di atas adalah penanaman jiwa berani pada diri setiap umat. Keberanian adalah benteng yang kukuh dan tempat berlindung yang aman.

 

Wahai, generasi muda, berjiwalah berani. Peganglah dengan teguh, jangan membiarkan penyakit takut dan rayuan untuk bertindak gegabah bersarang di hati kalian. Sesungguhnya licik merupakan suatu kebodohan dan tindakan gegabah merupakan kepongahan, sedangkan berani adalah perangai orang-orang yang beriman.

 

Ada seorang rakyat pedalaman menghadap kepada Khalifah Hisyam bin Abdul Malik seraya berkata:

 

“Hai, Amirul Mukminin, kami telah berada dalam masa paceklik selama tiga tahun berturut-turut. Tahun pertama telah mencairkan lemak, tahun kedua telah menahan daging dan tahun ketiga menyedot sumsum tulang belulang, (maksudnya selama tiga tahun berturut-turut rakyat dalam keadaan menderita atau terkena krisis ekonomi). Sedangkan engkau memiliki kelebihan banyak harta. Apabila kelebihan harta itu untuk Allah, maka bagi-bagikan kepada hamba-hamba-Nya. Apabila untuk orang banyak, mengapa tidak diberikan kepada mereka daa apabila kelebihan harta tersebut untukmu, maka sedekahkanlah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersedekah.”

 

Khalifah Hisyam bin Abdul Malik berkata: “Hai, Arab: (orang pedalaman), apakah ada keperluan lainnya?” Si Arabi menjawab: ”Saya datang kepadamu dari tempat yang jauh, diterpa terik matahari yang amat panas dan kedinginan malam yang amat gelap, sama sekali bukan karena kepentingan pribadi, tetapi demi kepentingan orang banyak.”

 

Khalifah Hisyam bin Abdul Malik memerintahkan agar diambilkan harta untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang, dan beliau memerintahkan agar si Arabi itu diberi harta yang bisa dibagi-bagikan kepada kabilahnya.

 

Wahai, generasi muda, sesunguhnya si Arabi, orang pedalaman ini, memiliki jiwa yang besar, perasaan yang sehat dan kecemburuan yang luar biasa terhadap bangsanya sendiri dan yang lainnya. Hal itulah yang menyebabkan dia tidak memiliki keinginan monopoli keuntungan, selain untuk umum. Dia benar-benar tahu pasti, bahwa kehidupan diri pribadi yang mewah, sedangkan bangsanya hidup dalam keadaan sengsara, merupakan kehidupan yang hina, tidak terpuji dan merupakan kehidupan yang celaka.

 

Bagaimana mungkin, orang yang berakal sehat bisa merasa senang dalam kehidupan yang mewah, sedangkan orang-orang di sekelilingnya dalam keadaan hidup sengsara?

 

Bagaimana dia tidak gelisah melihat kesengsaraan telah melanda semua lapisan umat. Sementara dia tidak mempedulikan penderitaanpenderitaan yang dirasakan umat, dan dia tidak ikut merasakan sakit terhadap penderitaan yang mereka rasakan?

 

Sesungguhnya sikap seperti itu (dia hidup senang tanpa peduli terhadap umat yang hidup sengsara) bagian dari kelemahan perasaan dan merupakan kematian perasaan serta kebobrokan moral. Sesungguhnya orang yang merasa senang dengan kehidupan yang lemah, sementara umat sengsara dan dia tidak mau merasakan apa yang menimpa kepada umat, berarti dia itu termasuk binatang, yang tidak mengerti arti hidup, kecuali bersenang-senang, makan dan minum belaka.

 

Masih ada lagi yang lebih besar sifat kebinatangannya dari yang telah disebutkan dan lebih merusak terhadap kehidupan sosial, yaitu orang yang berusaha mencari keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan kepentingan umat, adalah dia sadar, bahwa yang demikian itu membahayakan dan merugikan kepentingan orang banyak (ibarat anak panah menembus jantung) dan merupakan pukulan telak terhadap kehidupan umat.

 

Sesungguhnya orang-orang (yang mempunyai kepentingan) seperti itu merupakan beban berat bagi masyarakat dan merupakan penyakit yang sangat berbahya, yang bersarang di tubuh masyarakat.

 

Bukankah orang-orang seperti sadar, bahwa perbuatannya itu akan mendatangkan kerugian yang menimpa dirinya?

 

Bukankah dia sadar, bahwa dirinya salah seorang dari anggota masyarakat yang berusaha menyengsarakan mereka?

 

Tidakkah dia mengerti, bahwa bencana yang melanda masyarakat ini akibatnya kembali kepada tiap-tiap individu? Ataukah dia menduga, bahwa dia akan selamat dari perbuatan jahatnya dan bebas dari akibat buruk yang ditimbulkannya?

 

Apabila orang yang berbuat sedemikian itu menyangka, bahwa dirinya akan selamat, maka sangkaannya sangat keliru, sebab kita belum pernah melihat seseorang yang membahayakan (mengorbankan) umat untuk mencari keuntungan (kepentingan) diri pribadinya sendiri, melainkan bahaya perbuatannya itu pasti kembali (mengenai) dirinya sendiri. Contoh-contoh yang demikian itu banyak sekali, tiada terhitung jumlahnya.

 

Ingat, di sana ada sekelompok orang yang di antara mereka dan kebenaran telah dipasang pagar pembatas oleh Allah, dari luar tampak terdapat rahmat di dalamnya, tetapi di dalamnya hanyalah siksaan (penderitaan). Sebab, mereka itu sebenarnya berusaha mematahkan umat, melemahkan kekuatannya, . menghilangkan haknya dan membiarkan umat dalam keadaan lemah dan hina. Sama sekali perbuatan dan sikap jahat mereka lakukan tidak berfaedah bagi diri mereka dan tidak membawa keuntungan, kecuali sekadar mendapat pujian penguasa. Muka manis dan simpatik penguasa itu hanya sesaat di hadapan mereka. Kalau toh mereka mendapat keuntungan materi. maka keuntungan itu tidak dapat menggemukkan dan tidak dapat menghilangkan kelaparan (sangat tidak berani). Perbuatan mereka tersebut hanyalah kemunafikan dan pamer.

 

Kemunafikan dan pamer (riya) itulah yang mendorong orang-orang seperti kelompok kaum di atas memuji perbuatan-perbuatan orangorang yang egois, bahkan mereka menganggap orang-orang egois (kalangan penguasa) itu telah bekerja dan berbuat dengan sebaikbaiknya. Padahal mereka benar-benar sadar, bahwa mereka saling melakukan perbuatan yang mengakibatkan keruntuhan umat, mengupayakan sesuatu yang melemahkan umat dan melakukan tindakan yang menghancurkan umat. Mereka itu sesat dan menyesatkan, mereka itu adalah makhluk yang paling buruk dan jahat.

 

Wahai, generasi muda,-menjauhlah kalian semua dari amal perbuatan yang mereka lekukan. Selamatkan dirimu dari kejelekan perbuatan mereka. Janganlah engkau seperti pengikut-pengikut Abu Firas AlHamdani yang berkata:

 

Jadilah engkau seperti para pengikut Abu Al-‘A’la Al-Ma’arry yang menyerukan:

 

”Mudah-mudahan tidak turun padaku dan tidak membasahi bumiku hujan deras, jika hujan itu tidak dapat memakmurkan tanah tumpah darahku.”

 

Tentu kalian semua akan medapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.

 

”Mengapa aku harus menghubungkan perbuatanku, bukankah kematian itu pasti datang kepadaku: Tatkala aku mati karena kehausan, naka apakah ada nanti tetesan hujan yang turun?”

Saya telah melakukan pengamatan terhadap tingkah laku atau perangai umat manusia dan melakukan penelitian tentang jiwa meteka, hingga saya memperoleh satu kesimpulan, bahwa tidak ada seorang .pun yang tidak mengakui dirinya mulia.

 

Bertanyalah kepada orang yang pandai dan orang yang bodoh. Bertanyalah kepada orang yang baik dan orang yang jahat. bertanyalah kepada orang yang ikhlas dan orang yang munafik. Bertanyalah kepada setiap orang yang bertingkah aku terpuji atau buruk, maka pasti setiap orang dari mereka menjawab, bahwa dia adalah orang yang mulia.

 

Setiap orang boleh mengaku demikian, bahwa dirinya mulia, Hanya saja tidak setiap orang menganggap benar pengakuan-pengakuan itu, sebelum dibuktikan kebenaran atas sesuatu penelitian saksama. Jika tidak, maka menjadi kacau atau tidak jelas persoalan yang sebenarnya.

 

Banyak orang mengira, bahwa kemuliaan ini terletak pada kekayaan yang dimiliki seseorang, dengan kadar (sedikit atau banyak) harta yang ada. Dia bersikap besar diri, membanggakan diri dan cenderung congkak. Meremehkan orang-orang lemah dan tidak menghargai orang-orang miskin.

 

Anehnya, orang yang mulia palsu bisa mendapatkan pendukungpendukung setia. Di antaranya ada yang menjunjung kedudukan, ada pula yang secara hina tunduk dan sujud di bawah kakinya. Kadangkadang mereka dengan melakukan penghormatan seperti itu, tidak mendapat apa-apa yang dapat menutup dan memperbaiki kehidupan mereka. Perbuatan yang mereka lakukan itu hanyalah karena kemunafikan dan kehinaan. Hal itu hanyalah akibat kesalahan (kerusakan) dalam mendidik mereka, di samping disebabkan penyakit (kebobrokan) di dalam akhlak mereka.

 

Andaikata orang yang mengaku mulia karena melimpah kekayaannya itu mengetahui, bahwa dia bisa berubah total oleh jaman, hingga dia menjadi miskin sesudah kaya dan menjadi serba kekurangan setelah mengalamu serba kecukupan. Maka orang-orang yang dulu mengagungagungkan, berubah menjadi merendahkan dan orang yang dulu mendekatinya, berbalik menyakitinya, maka pasti orang tersebut melepas sifat sombongnya dan dia tidak lagi bersikap seperti di atas.

 

Ada pula sekelompok orang lain yang beranggapan, bahwa kemuliaan .itu berupa kekuatan fisik yang ada pada seseorang atau beranggapan seperti ini, mudah sekali meremehkan orang-orang lemah, meskipun – mereka (orang-orang yang kuat) itu memiliki pikiran (kecerdasan) yang luar biasa dan dapat mencapai cita-cita tinggi, setinggi bintang orion.

 

Andaikata orang yang beranggapan seperti itu mengetahui (sadar), bahwa harimau lebih berani dan lebih kuat daripadanya, unta itu lebih kuat dan kukuh badan serta tulang-tulangnya, lebih besar tubuhnya dan lebih angker daripada dirinya, maka pasti orang tersebut menarik anggapannya, dengan merasa rendah diri dan tidak mengunggulunggulkan diri dengan kekuatannya.

 

Sekelompok orang lain menduga, bahwa kemuliaan itu terletak pada kesehatan seseorang di saat umat sedang sakit, kemapanan hidupnya di saat umat menderita, kekuatannya di saat umat lemah, kemajuannya di saat umat mengalami kemunduran, kemuliaannya di saat umat hina dan terletak pada keagungan seseorang pada waktu umat dalam keadaan terhina.

 

Andaikata sekelompok orang yang anggapannya tentang kemuliaan seperti ini mau berpikir sedikit, pasti mereka mengetahui (sadar), bahwa anggapan seperti itu adalah salah, keliru dan merasa bahwa diri mereka tetap tertipu oleh nafsu dan setan. Orang yang mulia adalah orang yang mulia sebab kemuliaan umat, dia hidup enak sebab kemakmuran hidup umat. Apabila umat terbina, maka dia menjadi hina dan jika umat hancur, maka dia juga hancur.

 

Kemuliaan yang sejati dan keagungan yang pasti itu hanya milik orang yang benar-benar sempurna dan perkasa, bersih jiwanya, beriman cukup dan memberi semangat dukungan kepada orang-orang yang menyerukan giat mencari ilmu. Barangsiapa yang dapat melakukan hal tersebut, berarti dia termasuk orang yang baik hatinya dan baik akhlaknya dalam pandangan orang banyak (masyarakat).

 

Sangat tidak mungkin menjadi mulia, orang yang bodoh, yang menyepelekan orang-orang yang pandai dan tidak mempedulikan orang-orang yang berpikiran sehat, tidak mau merangkul para ulama serta tidak senang melihat umat Islam maju dalam segala bidang.

 

Sama sekali tidak dapat dianggap mulia orang yang merampas kebebasan umat, memonopoli kekayaan umat, meremehkan dan berusaha menghancurkan mereka, demi kepentingan pribadinya.

 

Orang yang mulia adalah orang yang berkhidmat pada negara dengan arti sebenarnya, menjunjung tinggi negaranya. Dia rela terhina demi kemuliaan negaranya dan rela mati demi berlangsung kehidupan negaranya.

 

Wahai, generasi muda, itulah kemuliaan yang sejati. Berpegang teguhlah dengan sifat kemuliaan yang sejati itu, sebab itulah tali penghubung yang kuat antara kalian semua dengan Allah. Berlindunglah di dalam benteng yang berupa perangai yang mulia, sebab hal itu merupakan benteng Allah yang kukuh.

 

Sesungguhnya negara telah memanggil kalian semua untuk berkhidmat padanya, agar menjadi baik. Oleh karena itu, penahilah panggilan itu. Dan sesungguhnya, umat telah mengulurkan tangam mereka untuk menahan bantuan kepadamu, maka bantulah mereka dengan apa saja yang menyebabkan mereka bangkit dan bantulah mereka dengan kekuatan yang ada padamu, pasti engkau bisa hidup baik dan dapat menggapai tingkat yang tinggi.

Keadaan umat atau bangsa itu sama dengan keadaan perorangan (individu), sama-sama memiliki sifat lengah dan waspada. Kadang-kadang sifat kelengahan lebih menguasai pada umat, hingga membuat mereka beku dan terbelakang. Akan tetapi kadang-kadang sifat kewaspadaan lebih menonjol dan membuat mereka semangat, hingga selalu sadar dan waspada. Kedua sifat ini senantiasa bersaing dan berebut posisi. Dua sifat itu tidak dapat berkumpul dan tidak akan berkumpul pada satu orang dan di antara keduanya tidak bisa saling mereda. Hal itu disebabkan keduanya berlawanan dan dua perkara yang berlawanan, pasti tidak dapat berkumpul dalam satu tubuh.

 

Kemenangan yang dicapai dua sifat ini mempunyai beberapa sebab. Sebab-sebab ini mungkin berbeda lahirnya, tetapi hakikatnya sama. Karena, sebab-sebab tersebut membuahkan kemenangan satu Narijah, yaitu timbulnya kesadaran dan kewaspadaan dalam tubuh umat atau kelengahan dan kebekuan kesadaran, atau kelengahan itu berbeda tingkat kekuatan dan kelemahannya, sesuai dengan bedanya sebab-sebab yang berpengaruh dalam sctiap orang dari umat yang telah terjangkit sifat itu.

 

Adapun faktor yang menyebabkan umat menjadi beku, terbelakang, mundur dan jatuh itu banyak.

 

Di antara sebab-sebab yang menjadikan umat ini beku dan terbelakang, adalah kebekuan pemikiran sebagian besar pemuka-pemuka agama dan sikap yang menghambat arus keinginan kuat umat untuk maju menjadi bangsa dan berpengaruh. Di antara pemuka-pemuka (ulama) agama tersebut ada yang menjadikan agama sebagai alat untuk mencapai maksudnya sendiri dan sebagai pengakuan untuk mencegah pemikiran orang banyak, agar menjabel (tidak memberikan) dukungan kepada golongan pembaruan dan agar tidak mengikuti gagasan para cendekiawan dan para pakar ilmu sosial, ekonomi dan politik, yang menghendaki segera dilakukan reformasi dalam segala bidang demi kejayaan umat.

 

Ulama yang berpendirian seperti itu, tidak segan-segan mengafirkan dan menganggap fasik orang yang tidak sejalan dengan pikirannya, menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, bahkan kadang-kadang menganggap halal darah orang-orang baik. Semua itu merupakan akibat keterbatasan pengetahuan (kebodohan) mereka, karena mereka tertipu oleh nafsunya sendiri atau kelemahan akhlak mereka, apabila mereka mau memahaminya.

 

Di antara sebab-sebab kemunduran umat itu adalah sikap diktator para pemimpin dan orang yang berpengaruh, juga kezaliman dan sikap intimidasi (penekanan) mereka terhadap orang yang bermaksud bangkit bersama umat membebaskan diri dari belenggu kerendahan, kebodohan dan kemunduran menjadi bangsa mulia, berpengetahuan dan penuh sadar dan waspada.

 

Di sini, masih ada lagi sebab-sebab lain, selain yang tersebut di atas, yang tidak mungkin diungkapkan dalam kitab singkat ini. Sebabsebab lain ini, sebagaimana sebab-sebab yang telah diuraikan, dapat menyebabkan kemunduran dan kebekuan umat serta mendorongnya pada kehinaan dan keterbelakangan.

 

Itulah keadaih umat ketika sedang dalam kelengahan atau ketidaksadaran. Ketidaksadaran imilah yang membuat mereka dalam belenggu penguasa yang hina.

 

Adapun keadaan umat ketika sadar dan waspada, tentu tidak sama dengan yang telah disebutkan di atas. Sebab, umat yang berada dalam kesadaran dan kewaspadaan, saat itulah mereka menjadi umat (bangsa) terhormat, tinggi kedudukannya, disegani, kuat, dan berbobot (diperhitungkan) suaranya serta luas kekuasannya.

 

Suatu umat atau bangsa tidak dapat berada dalam keadaan seperti itu, kecuali didahului oleh sebab-sebab yang bisa mengantarkan mereka pada tujuan (kejayaan) yang telah diterangkan di atas.

 

Sebab-sebab yang membuat umat memperoleh kejayaan itu banyak sekali.

 

Di antara sebab-sebab itu adalah tampilnya orang-orang yang berjiwa besar di tengah umat itu sendiri, yang merasa sakit hati atau sedih melihat umatnya dalam kebodohan, keterbelakangan dan kemunduran. Orang-orang tersebut lalu bangkit menanamkan di kalangan umat, nilai cita-cita yang luhur dan cara-cara membebaskan diri dari hal-hal yang membahayakan, menghidupkan semangat mereka dalam mempersiapkan diri, dan berjuang mencapai kedudukan yang luhur. Jika tiba waktunya, mereka tciah siap, maka mereka dapat mendorong atau menekan para penguasa, pejabat dan orang-orang penting yang bertindak sewenangwenang, agar segera mengubah keadaan masyarakat yang telah rusak menjadi lebih baik. Dengan cara seperti inilah hambatan-hambatan yang menghadapi kemajuan umat dapat tersingkirkan.

 

Manakala maksud tersebut telah terselesaikan (menghentikan kediktatoran penguasa), maka orang-orang berjiwa besar tersebut menyadari, bahwa apa yang baru berhasil mereka lalui, masih belum apa-apa jika dibandingkan dengan rintangan-rintangan yang bakal menghadang mereka dalam perjuangan memperbaiki umat. Sebab, menyingkirkan kezaliman, kesewenang-wenangan dan reformasi sosial dan politik itu, sama sekali belum cukup mengangkat derajat umat, jika mereka itu masih -tetap bodoh terbelakang. Sesungguhnya menyingkirkan kebodohan umat adalah persoalan yang lebih berat daripada menghilangkan kezaliman pemerintah dan sesungguhnya keterbelakangan dan kebekuan umat juga merupakan hambatan berat dalam usaha menjadikan mereka hidup terhormat dan disegani. Rintangan kedua ini lebih sulit dihadapi daripada para penguasa diktator dan pemuka-pemuka agama yang kolot dan jumud.

 

Apabila orang-orang terkemuka (yang memperjuangkan umat) itu mengetahui rintangan-rintangan yang mesti mereka hadapi, maka mereka harus berpikir tentang cara-cara menghilangkan kebekuan dan kebodohan umat. Juga paling cocok untuk itu tidak lain adalah dengan cara mengabarkan gerakan revolusi (perubahan) moral yang dapat membasmi moral penguasa yang bejat, tatanan peraturan-peraturan dan kebiasaan-kebiasaan yang berbahaya.

Cara yang paling ampuh adalah gerakan ini selain daripada penyebaran koran-koran yang benar, bebas dan jujur, yang tidak punya tujuan menjual kemuliaan dan harga diri dengan imbalan upah yang tdak berarti, yang diterima oleh pemilik koran-koran dengan cara tidak terpuji dan curang. Di samping itu, juga harus digalakkan penyebaran buku-buku yang bermanfaat di semua lapisan masyarakat atau umat. Sebab, mungkin sekali pengaruh buku-buku ini lebih besar daripada pengaruh koran-koran tersebut.

 

Oleh sebab itu, para pemikir wajib memperbanyak menulis dan menyebarkan buku-buku yang bermanfaat, yang dapat menggugah perasaan umat dan dapat menyadarkan mereka dari kelengahan. Hendaknya para cendekiawan tersebut mendukung koran-koran nasional yang jujur dan majalah-majalah yang bermanfaat dengan tulisan-tulisan mereka. Hal itu untuk mendorong umat menggemaninya dalam rangka meningkatkan jumlah para pembeli (pembaca)nya. Dengan cara itulah umat akan terus berjalan menuju kejayaan dan kebahagian.

 

Wahai, generasi muda, sadarlah kalian semua. Janganlah engkau menjadi golongan orang-orang yang mundur dan keterbelakang. Bacalah koran-koran yang nasionalismenya kental dan bacalah pula buku yang berbobot bahasanya, pasti kalian semua menjadi orang-orang yang berjaya.

 

 

 

 

 

Umat atau bangsa yang sedang dihinggapi suatu penyakit sosial, maka mereka itu benar-benar membutuhkan penyembuhan. Kebutuhan umat tersebut pada perbaikan akhiak mereka yang rusak dan perbaikan terhadap budaya mereka yang tidak baik, itu lebih serrus daripada kebutuhan orang yang sakit pada obat.

 

Bilamana ada orang yang sedang sakit, maka keluarga dan sangk kerabatnya pasti mendatangi seorang dokter yang mereka percayai (dapat menyembuhkannya). Dokter itu lalu memeriksanya dan memberikan resep obat yang dianggap cocok untuk orang yang sakit tersebut.

 

Kadang-kadang umat atau bangsa seluruhnya itu tertimpa penyakit, kecuali orang-orang yang memperoleh kasih sayang Tuhan. Tetapi mereka ternyata enggan pergi ke dokter spesialis penyakit sosial, untuk minta bantuan kepadanya, agar mengobati penyakitnya, meringankan sakitnya dan meyembuhkannya dari penyakit yang menimpanya.

 

Keengganan bangsa yang sedang sakit untuk berobat pada dokter spesialis penyakit sosial tersebut, bersumber pada dua perkara: Pertama, mungkin mereka tidak mengetahui penyakitnya sama sekali, sehingga mereka yang sedang dalam keadaan koma akibat penyakit yang menyakitinya, menganggap diri mereka tidak sakit dan bebas dari segala penyakit, Kedua, mungkin mereka itu benar-benar mengetahui, bahwa dirinya sakit dan mengetahui obat-obat yang mereka perlukan, hanya saja mereka itu tidak memiliki kepercayaan dan kemantapan terhadap adanya dokter yang dapat menyembuhkannya atau mereka itu enggan berpikir (berupaya) mencari dokter.

 

Banyak sekali umat yang mengirimkan putra-putrinya ke sekolahsekolah kedokteran, agar setelah mereka tamat, dapat mengobati tubuh umat atau bangsanya yang sakit. Tetapi, hampir tidak ada, kecuali sedikit sekali dari umat yang mengirimkan putra-putrinya ke lembagalembaga pendidikan yang mengajarkan moral dan ilmu sosial, agar mereka nanti dapat mendidik akhlak umatnya dan memperbaiki sistem kehidupan sosial mereka. Keadaan yang memprihatinkan seperti itu, tidak lain kecuali disebabkan kerusakan jiwa anggota umat itu sendiri yang lebih mementingkan kebutuhan materi daripada kebutuhan moril.

 

Umat memang membutuhkan kedua golongan sarjana (dokter) tersebut. Tetapi kebutuhan mereka pada sarjana-sarjana yang ahli dalam bidang persoalan sosial dan para pakar ilmu akhlak itu lebih besar dari kebutuhan mereka pada dokter ahli pengobatan penyakit yang menonjol.

 

Apabila umat telah tertimpa wabah suatu penyakit, maka wabah itu tidaklah menekan korban jiwa, kecuali sekitar sepuluh persen dari jumlah keseluruhan umat. Kemudian ditentukan obat pembasmi wabah penyakit tersebut. Tetapi, apabila umat telah dilanda penyakit sosial atan krisis moral, maka yang menjadi korban bisa mencapai sembilan puluh sembilan persen dari keseluruhan umat. Padahal, kalian semua pasti mengerti, wahai, generasi muda, bahwa menghancurkan kehidupan perorangan itu, lebih mudah daripada menghancurkan kehidupan umat.

 

Kemudian kalian tentu mengerti, bahwa umat atau bangsa itu tidak mungkin bisa bergerak dan bangkit, kecuali apabila di tengah-tengah mereka ada orang-orang yang aktif memperbaiki moral bangsa itu sendiri, mendorongnya untuk maju, menggugah kesadaran dan memacunya untuk terus maju hingga dapat mencapai keagungan.

 

Tingkat kesadaran umat atau kemunduran mereka itu bergantung pada kecakapan orang-orang yang berusaha mengobati (memperbaiki) mereka.

 

Umat atau bangsa mana pun tidak akan bisa bangkit, kecuali dengan meningkatkan akhlak yang baik mereka, yang didahului dengan membasmi akar akhlak (kebiasaan) mereka yang bobrok serta memperbaiki sistem kehidupan sosial mereka. Apabila urusan tersebut dapat diatasi dengan baik, maka persoalan-persoalan yang lain, misalnya reformasi tatanan sistem politik, ekonomi dan pembangunan, akan mudah diselesaikan.

 

Usaha meningkatkan moral bangsa dan memperbaiki kebobrokan tatanan dalam masyarakat itu tidak dapat berhasil, tanpa melaksanakan perubahan besar-besaran dalam bidang moral yang perlu dikobarkan dalam jiwa seluruh umat oleh para tokoh pembaruan dari kalangan sarjana-sarjana ilmu sosial dan moral sedikit demi sedikit, sehingga akar-akar kebobrokan moral dapat dijebol, kemudian diganti dengan moral atau kebiasaan-kebiasaan yang baik.

 

Gerakan moralitas itu berupa tampilnya individu umat yang baik tingkah lakunya, bersih (tulus) hatinya dan jelas tujuannya, yaitu mengubah kondisi sosial dan moral umat. Merekalah yang barus mengerahkan umat, agar meninggalkan kebiasaan buruk dan perangai yang tidak terpuji. Mereka harus terus-menerus bergerak memotifasi umat dengan segala upaya, tanpa mengenal lelah, hingga mereka dapat mencapai apa yang mereka cita-citakan.

 

Syarat utama (dalam mencapai keberhasilan gerakan moralitas) ini adalah gerakan tersebut harus dimulai sesuai dengan kondisi, sehingga apabila umat sekiranya telah siap untuk diajak maju, maka bawalah para pelopor gerakan ini melontarkan pikiran-pikiran yang lurus dan gagasan-gagasan yang tepat dan cocok dengan pertimbangan umat. Apabila gerakan moralitas tidak dilakukan dengan cara demikian itu, maka gerakan ini lebih mengakibatkan nasib umat itu dalam keadaan lebih buruk daripada keadaan mereka sebelumnya.

 

Hendaklah langkah pelopor gerakan moralitas ini sama dengan langkah yang ditempuh oleh para dokter jasmaniah dalam ha memberikan resep-resep kepada pasiennya.

 

Seorang dokter tidak akan memberikan makanan kepada pasiennya, kecuali sesuai dengan perkembangan kesehatannya. Sehingga apabila dia benar-benar sehat, maka barulah dokter memperbolehkannya makan makanan yang tidak membahayakan terhadap kesehatan, Langkahlangkah seperti itu hendaknya diperhatikan oleh para pelopor gerakan moralitas dalam usahanya mengubah moral umat.

 

Seluruh umat pada saat ini benar-benar memerlukan adanya gerakan moralitas, untuk memperbaiki keadaan nasib mereka dan mengentas mereka dari dekadensi moral.

 

Wahai, generasi muda, engkaulah dokter-dokter penyakit sosial itu. Engkaulah yang diharapkan menjadi pelopor gerakan moralitas ini. Di tanganmulah segala urusan umat. Engkaulah yang bakal disertai tanggung jawab mengubah cara berpikir umat dan menyebarkan nilainilai akhlak mulia di kalangan mereka.

 

Oleh sebab itu, bersiap-siaplah mulai saat ini menjadi orang-orang yang gigih dan berkemauan keras. Beranggapanlah, bahwa kalian adalah sama, bakal menjadi dokter, penasihat dan pembimbing umat yang tulus serta menjadi penasihat yang sejati, yang dapat mengamalkan petuahnya. Jika demikian, maka kalian akan dihargai oleh umat.

 

 

 

Urusan yang dihadapi itu sama dengan urusan yang dihadapi oleh perorangan. Orang yang menyandarkan dirinya kepada orang lain dalam segala urusan -untuk mencukupi apa saja yang menjadi kebutuhannya-, adalah orang yang telah jatuh, hina dan lemah. Begitu pula halnya, umat yang tidak bisa mengurus persoalan dengan sendirinya dan tidak mau berupaya dengan sungguh untuk memperoleh kejayaan. Umat yang demikian adalah umat yang mundur, terbelakangan, hina dan bukanlah umat yang bebas atau merdeka. Bahkan mereka adalah umat yang terbelenggu dengan nilai perbudakan.

 

Pemerintah itu menghendaki umat, agar mengendalikan urusan pemerintahannya. Ta tidak ingin menyimpang dari garis yang telah ditentukan umat sejengkal pun. Apabila ada umat yang berlindung kepada pemerintahan dan meminta bantuan kepadanya dalam segala persoalannya, maka umat itu berarti telah mengikat dirinya dengan tali-tali pemerintah dan mereka harus sejalan dengan pemerintah dalam kehidupan sosial atau intelektual, sesuai dengan kemauan kemauan pemerintah. Tidak dapat diragukan lagi, bahwa pemerintah itu pastilah telah membentuk atau menunjuk orang-orang yang sckiranya cocok dan loyal serta dapat memenuhi kemauannya, tidak mau membentuk atau menunjuk orang-orang yang dapat mengurus hal-hal yang dibutuhkan umat.

 

Apabila tampak di lingkungan sekolah-sekolah pemerintah atau lembaga-lembaga pemerintahan, orang-orang yang bekerja untuk kepentingan umat -hal ini sangat jarang sekali-, maka mcreka itu adalah orang-orang yang banyak belajar hidup bermasyarakat dan bernegara dari lingkungan mereka, sama sekali tidak belajar dari guru-guru mereka atau dari buku-buku kurikulum yang ditetapkan dalam pendidikan mereka.

 

Apabila kita ingin menjadi umat yang baik dan maju, maka kita wajib berusaha memajukan umat melalui umat itu sendiri, tidak melalui pemerintah, dengan mencurahkan segala tenaga dan cita-cita, demi tercipta umat yang maju. Sebagimana keadaan umat-umat yang maju dewasa ini. Umat itu telah dapat mendirikan sckolah sekolah, lembagalembaga dan pabrik-pabrik tanpa meminta bantuan (uluran tangan) dari pemerintah mereka. Andaikata mereka meminta bantuan kepada pemerintah, tentu mereka menjadi mundur, seperti keadaan kita.

 

Umat atau bangsa mana pun yang menggantungkan diri kepada pemerintah untuk keberhasilan maksud-maksudnya, maka umat itu berarti telah masuk ke lingkaran (keluarga) pemerintah dan terikat dengan ikatan-ikatannya. Manakala umat itu terikat dan butuh kepada umat Jain, berarti umat itu bukanlah umat yang merdeka. Kalau memang demikian, maka dari mana mereka bisa maju? Bagaimana pula mereka bisa bangkit?

 

Pemerintah adalah bagian daripada umat dengan pekerjaan-pekerjaan khusus dan tertentu. Ia senantiasa meminta bantuan umat untuk mengukuhkan kekuatannya dan pasti mengandalkan umat dalam segala urusan. Sebab, yang sedikit pasti bergantung kepada yang banyak. Kita tidak pernah mendengar kelompok yang banyak atau besar bergantung kepada kelompok kecil, kecuali jika kelompok besar (umat) itu lemah, terbelakang dan pengecut.

 

Apabila umat ingin mempunyai pemerintahan yang baik dan maju, maka umat itu sendirilah yang harus lebih dulu memperbaiki diri dan berusaha mencari jalan menuju kemajuan dan kebahagiaan. Sehingga, apabila umat telah baik dan maju, maka pemerintah ikut baik dan maju, sebab bagian yang kecil mengikuti bagian besar. Selain itu, karena pemerintah harus merupakan gambar dan cermin umat. Oleh karena itu, apabila umat baik, maka pemerintah juga baik dan sebaliknya, bila rakyat tidak baik, maka pemerintah juga tidak baik. Andaikata kita memperkirakan ada sebuah pemerintahan baik dan rakyat atau umat rusak, maka pasti pemerintah itu tidak lama akan turut rusak. Apabila ada umat baik, sedangkan pemerintahannya rusak, maka tidak lama kemudian pemerintahan itu menjadi baik dan mengikuti perjalanan umat.

 

Ringkasannya, sesungguhnya pada dasarnya pemerintahan itu ikut atau tergantung pada keadaan umat dalam hal pandai dan bodohnya, kemajuan, kemunduran, kepandaian dan kebodohannya serta kebaikan dan kerusakannya. Oleh sebab itu, kita tidak boleh bergantung, kecuali pada diri kita sendiri, dan kita tidak boleh berangan-angan, kecuali dengan kesungguhan dan keseriusan yang telah kita curahkan, kalau memang kita ingin menjadi bangsa yang baik, agar kita mempunyai pemerintah yang baik.

 

Wahai, generasi muda, kepadamulah kami berharap, hendaknya kalian semua menjadikan tujuan kalian untuk berkhidmat kepada umat dengan sebenarnya. Berusaha keras mencapai keberhasilan dan kemajuan untuk umat, hingga kejayaan dan kemuliaan mereka yang telah bilang kembali lagi. Sesudah itu, terbentuklah pemerintahan yang maju, baik di bidang sosial, ilmu pengetahuan, ekonomi maupun pembangunan. Dengan upaya seperti itulah, engkau akan menjadi orang nasionalisme sejati.

 

Semoga Allah merealisasikan harapan-harapan kalian semua. Semoga kalian semua selalu dalam lindungan dan pertolongan Allah. Sesungguhnya Allah itu Maha Mendengar semua doa.

 

 



Orang yang berjiwa lemah itu umumnya memandang dirinya tidak dengan pandangan orang lain terhadapnya. Orang yang berjiwa lemah selalu memandang dirinya sebagai orang-orang agung dan mulia Padahal mereka sama sekali tidak memiliki sebab-sebab yang menyebabkan mereka dianggap orang-orang mulia.

 

Mereka menganggap diri mereka sebagai orang-orang pandai, tetapi kebodohan tetap menyelimuti diri mereka, bagaikan awan tebal di hari yang selalu menyelubungi bumi dan menutup seluruh permukaan langit.

 

Mereka menganggap dirinya sebagai manusia. Tetapi sifat-sifat kebinatangan telah menguasai kendali jiwanya, mengendalikan hatinya, mendominasi wataknya, membiarkan nafsunya merusak akalnya dan mencabik-cabik ciri atau sifat kemanusiaannya. Mereka selalu kebingungan dalam kesesatan dan terus-menerus berada dalam kegelapan kefasikan dan kemaksiatan (kebatilan).

 

Semua itu, tiada lain karena mereka telah tertipu oleh perasaan dirinya sendiri (ghurur) dan karena kecintaan nafsunya pada kebatilan. Sifat ini merupakan perangai yang hina, yang dapat membinasakan sifat-sifat mulia yang ada dalam jiwa dan dapat menghapus harapan mendapatkan kebahagiaan serta menghilangkan sisa-sisa kemuliaan yang ada pada jiwa orang-orang yang berakal sehat.

 

Di antara sesuatu yang menyedihkan adalah adanya sekelompok pemuda -yang mereka itu sebenarnya merupakan tiang bangsa, sandaran kehidupan mereka dan penopang kemakmuran bangsa di masa depan-, bahkan telah kejangkitan sifat ghurur ini (tertipu oleh perasaan sendiri). Mereka telah membiasakan diri dengan kebiasaan ini (menurut hawa nafsu yang selalu menipunya) hingga menjadi tabiat mereka, yang sulit dihilangkan, sebab telah meresap pada jiwa mereka dan akar-akarnya menancap ke dalam hati mereka. Akibatnya, umat menjauhi mereka sebab perilakunya sendiri. Orang-orang yang dekat dengan mereka menghindarinya dan orang-orang yang mempunyai tali persahabatan dengan mereka berbalik membencinya.

 

Kadang-kadang salah seorang dari sekelompok pemuda yang terjangkit penyakit ghurur di atas baru mempelajari beberapa masalah kecil dari satu disiplin ilmu tertentu, yang belum sampai matang dan mendalam hingga benar-benar paham. Tetapi dia sudah memperlihatkan diri sebagai sosok cendekiawan di masanya dan sebagai pemikir di jamannya.

 

Kadang-kadang dia itu baru membaca sebagian kecil ilmu sastra, tetapi dia telah menempatkan diri sebagai tokoh sastrawan atau pujangga besar.

 

Kadang-kadang salah seorang dari pemuda yang terjangkiti penyakit ghurur itu menyusun suatu ucapan dalam puisi, atau menulis beberapa artikel yang dimuat beberapa koran, tetapi dalam susunan puisinya sama sekali tidak ada bobotnya dan di dalam tulisannya sama sekali tidak ada pesan yang menarik hati. Sebagian besar ungkapan yang dia sebut sebagai puisi atau karya ilmiah itu, penuh dengan kesalahan, baik dalam makna atau lafal, atau bahkan dalam makna dan lafalnya. Kendatipun demikian, dia mengaku tanpa rasa malusebagai penulis berbakat dan penyair terkenal di jamannya, yang tidak tertandingi.

 

Kadang-kadang sekelompok pemuda tersebut tampil di depan dalam rapat umum dan pertemuan-pertemuan khusus. Mereka berbicara dalam berbagai tema dan mengembara di setiap lembah. Satu saat engkau melihat mereka seolah-olah naik ke langit (sebagai astronot), di saat lain engkau melihatnya seolah menyelam ke dasar laut (sebagai pelaut). Kadang-kadang mereka berbicara tentang peristiwa sejarah bangsabangsa yang telah silam maupun yang sedang terjadi. Kemudian mereka beralih membicarakan ilmu sastra dan sejarahnya, lalu membahas masalah ilmu-ilmu agama dan segala macamnya. Kemudian beralih ke masalah falsafah dan segala macamnya. Mereka gegabah dan tanpa sadar dalam tindakannya tersebut. Mereka bagaikan unta yang rabun matanya dan berjalan di malam yang gelap. Semua itu mereka lakukan hanya agar dianggap oleh khalayak sebagai cendekiawan.

 

Engkau akan melihat lagi sekelompok orang yang egois, kaki mereka di air, sedangkan hidungnya di langit. Mereka itu adalah ampas orangorang yang bodoh. Mereka dengan congkak seperti para pembesar. Bersikap kasar seperti algojo. Duduk seperti duduk kisra dan berjalan seperti jalan kaisar. Padahal mereka, orang-orang yang egois itu, tidak ada apa-apanya dalam pendangan umat. Ibarat dalam suatu pertempuran, mereka itu bukan anggota pasukan dan bukan anggota pasukan infantri.

 

Apabila engkau bertanya kepada salah seorang dari sekelompok orang yang egois itu tentang faktor-faktor yang mendorong mereka dan sombong, maka pastilah dia menjawab: Ini adalah bagian dari AlIba’, keenggananku melakukan sesuatu yang dipandang rendah dan hina. Tetapi apa sebenarnya Al-Iba’, kalau mereka itu mengerti? Padahal Al-Iba’ yang sebenarnya adalah menyucikan diri dari segala bentuk kotoran yang bersarang di hati, membersihkan diri dari semua kotoran dan mendorong jiwa untuk mencapai kemuliaan, agar mau menolak kezaliman, tidak menekuni perbuatan yang kurang baik, tidak senang terhadap kehinaan dan tidak cenderung pada perbuatan yang tercela. Tetapi sebaliknya, dia mesti berpegang pada perbuatan-perbuatan yang baik dan mengikuti jalan menuju pada akhlak yang mulia.

 

Sesungguhnya perbuatan yang dilakukan oleh sekelompok orang egois tersebut, bukanlah bagian dari Al-/ba’: Tetapi yang demikian itu menandakan, bahwa mereka itu berjiwa lemah, berwatak jelek, berakal tidak sempurna dan berpendidikan rendah. Mereka itu hanya berpegangan pada khayalan-khayalannya.

 

Wahai, generasi muda, saya memohon kepada Allah, agar menjaga kami semua dari sifat ghurur, tertipu oleh perasaan diri sendiri. Sebab, ghurur itu mendorong seseorang pada perbuatan-perbuatan tercela, seperti tersebut di atas dan memperindah perbuatan-perbuatan yang hina, hingga tampak baik olehmu, dan ghurur itu juga mendorongmu untuk melakukan kehinaan.

 

Ketahuilah keterbatasanmu dan berusahalah untuk meningkat lebih ke atas, dengan mencurahkan segala keseriusan dalam usaha mendapatkan kemuliaan. Allah pasti merahmati setiap orang yang benar-benar mengetahui batas kedudukan dan kemampuan, lalu berhenti (mengakui) keterbatasannya. :

 

Semoga Allah menuntunmu, menghilangkan tutup yang menutupi hatimu dan semoga Dia memberi petunjuk kepadamu pada jalan yang paling lurus.

 

 

 

 

Pembaruan adalah kehidupan. Ia merupakan hukum alam yang telah ditentukan Allah berlaku dalam kehidupan segala sesuatu.

 

Segala makhluk yang hidup, pasti mengalami pembaruan (perubahan) dalam setiap masa tertentu. Bagian-bagian (sel-sel) yang tidak cocok untuk dipertahankan, tentu akan rusak, kemudian tumbulah yang lain menggantikannya, yang bisa bertahan untuk hidup. Andaikata tidak ada pembaruan atau peremajaan Seperti itu, pasti makhluk yang hidup tidak akan dapat bertahan hidup hingga sepuluh tahun lamanya. Sesudah Itu barulah sirna.

 

Sesungguhnya kematian itu pasti akan datang pada setiap makhluk yang hidup. Kematian itulah yang menghambat pembaruan atau peremajaan makhluk itu. Virus kematian itu adakalanya lemah. Ia bereaksi menghambat peremajaan tubuh secara bertahap, sehingga apabila virus-virus yang menyerang tubuh tersebut menjadi kalah, berarti ia telah sampai pada tujuannya, yaitu mematikan makhluk yang semula hidup. Adakalanya virus kematian itu kuat, hingga menyebabkan kematian mendadak, yang berarti telah menghambat peremajaan dalam tubuh secara cepat sekali.

 

Keadaan (adanya peremajaan dan kematian secara lambat dan cepat) itu juga berlaku pada tumbuh-tumbuhan. Sebab, tumbuh-tumbuhan itu termasuk makhluk yang hidup. Kebun yang dirawat dengan alat-alat pertanian, yang memadai dan dirawat oleh tukang kebun yang ahli, dengan sering-sering membajak tanahnya, menyirami tanamannya, menata dahan-dahan tamannya dan membersihkan tanahnya dari binatang-binatang serangga yang mengganggu dan rumput-rumput yang merusak, itu berarti di dalam kebun telah mengalami proses peremajaan. Kebun itu akhirnya menghasilkan buah-buahan yang banyak dan sempurna serta memberikan kepada pemiliknya, buah-buah yang paling enak dan paling baik.

 

Sedangkan kebun yang dibiarkan oleh tukang kebunnya, tidak digarapnya, tidak mau menyirami dan tidak merawatnya, tidak mau menghilangkan binatang-binatang atau rumput-rumput yang dapat merusaknya serta tidak mau mengayunkan sabitnya untuk membersihkan kebun itu, maka tanahnya akan sakit, tidak dapat menyuburkan tanaman, pohon-pohonnya menjadi lemah, tidak kukuh, dan dahan-dahannya menjadi layu dan tidak bisa berubah dengan baik.

 

Semua itu, tiada lain hanyalah karena tidak ada peremajaan dalam tanaman itu. Pembaruan atau peremajaan adalah rahasia kekekalan dalam kehidupan.

 

Umat itu ibarat pohon-pohon yang hidup di kebun atau taman, sedangkan pemimpin atau pembimbing mereka ibarat orang yang menggarap taman. Apabila para pemimpin itu tidak memperhatikan urusan pendidikan umat, membiarkan persoalan pendidikan mereka, tidak meningkatkan pola pikirnya (kecerdesannya), tidak mau mendidik akhlaknya, tidak mau menyingkirkan kebiasaan-kebiasaan yang rusak dan merusak akhlak dari lingkungan umat, tidak mau mengurus umat dengan cara-cara baru, hingga tidak menjemukan dan dengan saranasarana yang dapat membuat umat hidup serta tidak mau menyerukan umat agar bangkit dan hidup dengan bahagia dan terhormat, maka umat menjadi beku, tidak berkembang, layu dan kering, lalu tersingkir dari arena hidup (mati).

 

Pembaruan itu berlaku di dalam perkara yang abstrak, sebagaimana berlaku di alam yang kongkret.

 

Apabila benda yang hidup itu membutuhkan pembaruan -supaya bisa mempertahankan kehidupan-, maka rohani umat wajib ada pembaruan, sesuai dengan perkembangan kebutuhan-kebutuhannya.

 

Adapun kebun yang dirawat dengan baik oleh tukangnya -dengan perawatan yang maksimal-, pasti di antara tanaman yang bagus itu tumbuh rumput-rumput yang merusak dan binatang-binatang yang mengganggu. Demikian pula halnya dengan akhlak dan adat (kebiasaan), harus terus menerus diusahakan dijaga. Jangan sampai terkena gangguan yang dapat mengganggu atau merusak perilaku dan kebiasaan yang baik itu.

 

Tukang kebun tidak boleh membiarkan tumbuh tanam-tanaman yang merusak dan tidak boleh membiarkan binatang-binatang pemakan tanaman, agar tidak merusak semua tanaman yang ada.

 

Umat itu harus selalu waspada terhadap perilaku-perilaku yang patut ditolak dan waspada terhadap adat (kebiasaan) yang patut dibuang, lalu berusaha membasminya, agar bahayanya tidak menular dan merusak akhlak umat yang terbiasa dari adat (kebiasaan) mereka yang baik.

 

Pembaruan adalah hukum Allah yang diberlakukan dalam kehidupan di alam ini. Oleh sebab itu, Allah swt. mengutus beberapa utusan, seorang demi seorang, yang satu diganti oleh yang lain. Utusan baru yang menggantikan yang lama itu membarui ajaran-ajaran yang dibawa utusan yang lama, dengan beberapa tambahan yang sesuai dengan tuntutan keadaan dan kebutuhan umat. Persoalan yang demikian itu telah dituangkan dalam hadis:

 

“Allah mengutus pada permulaan setiap seratus tahun (satu abad), seorang yang ditugasi untuk melakukan pembaruan di kalangan umat ini dalam persoalan agamanya.”

 

Manakala jiwa pembaruan telah menjalar ke dalam tubuh umat, maka umat dengan sendirinya akan sadar dan bergerak untuk membasmi perilaku yang jelek dan mendobrak tatanan umat yang telah rusak serta adat istiadat yang telah rapuh. Sehingga, umat akan bergairah, kembali seperti masih muda yang serba sempurna.

 

Wahai, generasi muda, sesungguhnya umat sangat membutuhkan pada pembaruan di segala bidang. Sebab, dalam umat, tingkah laku, peraturan, hukum, bahasa dan segala persoalan penting mereka, dewasa ini telah rapuh dan lapuk.

 

Bangkitlah -semoga Allah menjaga dan memberimu: pertolongan dan hembuskanlah roh pembaruan di kalangan umat. Sebab, pembaruan merupakan rahasia utama dalam kelangsungan hidup.

 

 

Kemewahan, apabila telah mendapat jalan yang leluasa menuju jiwa umat, maka hanyalah akan merusak umat itu. Kemewahan itu dapat menjadikan hina terhadap kejayaannya, mencabik-cabik kekayaannya, menjatuhkan kemuliannya dan menghancurkan hasil pembangunan umat.

 

Orang-orang yang hidup mewah, biasanya akhlaknya bejat. Hal itu disebabkan mereka banyak memiliki hal-hal yang menunjang kemewahan dan tersedia sarana-sarana yang mendorong mereka berbuat kefasikan dan melanggar hukum-hukum Allah.

 

Kemewahan menjurus pada pemborosan dan pemborosan mengarah pada kebangkrutan. Orang-orang yang suka kemewahan, ialah orang-orang yang lemah akalnya, lemah tubuhnya, lemah cita-citanya dan terbelakang cara berpikirnya. Mereka tidak mengerti arti hidup, kecuali senang-senang menuruti kemauan nafsu binatangnya dan memburu kelezatan, seperti yang dirasakan binatang (misalnya makan, tidur dan berhubungan badan). Mereka enggan berusaha melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi umat dan enggan berpikir tentang kemajuan negara. Perkara yang baik mereka anggap mungkar. Kemungkaran mereka anggap sesuatu yang biasa dan kebaikan harus mereka kubur. Sedangkan kemaksiatan, mereka sebar luaskan.

 

Apabila engkau menyerukan mereka untuk meringankan penderitaan orang-orang yang terkena bencana, mengeringkan air mata orang miskin (karena menangis sebab kekurangan), dan mengorbankan harta untuk kelangsungan pendidikan orang-orang yang bodoh, maka tenggorokan mereka terasa seret, tidak dapat menelan ludah, memalingkan leher dan menggeleng-pelengkan kepala. Tetapi, apabila mereka dimintai sumbangan uang untuk pelaksanaan acara-acara yang tidak terpuji (dalam pandangan agama dan akal sehat), mereka pasti berlomba-lomba memenuhi ajakan dan seruan orang yang mengajaknya dengan cepat. Saking cepatnya, mereka itu ibarat anak panah yang melesat dari busur dan seperti putusan yang dikeluarkan, yang harus dilaksanakan.

 

Tidak ada kerusakan yang merajalela di tengah-tengah umat atau masyarakat, kecuali orang-orang yang suka berfoya-foya itulah sebagai sumbernya. Tidak ada bencana yang melanda umat, melainkan merckalah yang menjadi penyebab atau virusnya dan tidak ada pclanggaran terhadap hukum Allah yang terjadi di tengah umat, melainkan merckalah orang-orang yang suka kemewahan dan foyafoya scbagai dalang dan pelopornya.

 

Pada dasarnya, hati manusia itu cenderung menyukai kesenangan, hingga kesenangan itu menguasai hati manusia. Kesenangan (syahwat) tidak pernah membiarkan lubang menuju hati, melainkan segera memasukinya dan tidak pula membiarkan kesempatan luas, kecuali ia memenuhinya. Kesenangan itu selalu berusaha menundukkan hati manusia. Kegemaran menuruti hawa nafsu itu tidak lain, kecuali disebabkan kesukaan hidup mewah. Sebab, kesukaan hidup mewah itu selalu mendorong seseorang untuk bebas leluasa menikmati hal-hal yang dirasa enak dan meriuruti apa yang menjadi kesenangan hawa nafsunya serta memenuhi keinginan-keinginannya. Apabila suatu umat telah biasa menuruti hawa nafsunya dan sibuk dengan kesenangankesenangan, meremehkan kepentingan-kepentingan umat dan melupakan hal-hal yang menopang kehidupannya, maka tidak lama lagi umat itu rusak, dilanda oleh berbagai musibah yang tidak henti-hentinya menyelubungi mereka.

 

Perhatikanlah bangsa-bangsa yang telah silam, engkau pasti mengetahui, bahwa kegemaran hidup mewah yang mereka lakukan, itulah yang telah membinasakan mereka, sehingga dapat dijadikan pelajaran bagi generasi sesudahnya, agar tidak suka hidup mewah.

 

Perhatikanlah bangsa Romawi, Persi dan Arab, yang dulunya telah mencapai puncak kejayaan, telah jatuh disebabkan oleh kesukaan mereka pada kemewahan hidup dan runtuh disebabkan mereka selalu menuruti kemauan nafsunya. Memang, mungkin sekali sebab ini bercampur dengan sebab-sebab lain, yang mendorong pada kehancuran. Tetapi, sebab yang paling utama di balik sebab-sebab lain itu, tiada lain hanyalah kegemaran hidup mewah dan foya-foya.

 

Bandingkanlah sendiri umat terdahulu dengan ketiga bangsa tersebut, lalu selidikilah, pasti diketahui, bahwa penyakit gemar hidup mewah merupakan bibit dari segala penyakit yang membinasakan mereka.

 

Sekarang, bandingkanlah antara akhlak orang-orang pedalaman dengan akhlak orang-orang kota. Bandingkanlah tubuh penduduk desa dengan tubuh penduduk kota, lalu perhatikanlah kemuliaan jiwa, kesetiaan, keperwiraan, kemuliaan, keberanian dan berbagai tingkah laku mulia orang-orang pedalaman dengan sikap dan tingkah laku orang-orang perkotaan. Pasti perbedaannya sangat mencolok. Sesudah itu, apa yang menjadi sebab terjadi perbedaan itu, kegemaran hidup mewah sajalah yang menyebabkan terjadi kebobrokan akhlak dan kerapuhan jasad orang-orang perkotaan.

 

Dengan uraian di atas, bukannya kami menyerukan kalian agar hidup seperti orang-orang pedesaan atau pedalaman. Tetapi kami menyerukan, agar kita berakhlak seperti akhlak orang-orang pedalaman. Kami menyerukan dirinya sebagai manusia, agar menghindari adat istiadat atau tradisi yang tidak terpuji dan menjauhi tingkah laku yang bodoh dan meninggalkan kegemaran hidup mewah dan foya-foya. Kegemaran hidup mewah inilah yang menghilangkan perilaku yang mulia dan mewariskan perilaku yang hina. Hendaknya kita bersikap tengah-tengah (tidak terlalu royal dan tidak terlalu menghemat), agar tidak menjadi kikir.

 

Wahai, generasi muda, waspadalah kalian semua terhadap kesenangan dan kemewahan yang selalu menggoda hati kalian. Isyarat serigala yang siap menerkam tubuhmu. Janganlah berakhlak seperti akhlak orang-orang yang gemar hidup mewah dan foya-foya dan jangan pula bertingkah seperti tingkah laku orang-orang melampaui batas, agar kalian tidak tercatat sebagai golongan orang-orang yang telah jatuh. Dalam uraian tersebut mengandung beberapa pelajaran berharga buat kalian semua, apabila kalian semua mau memperhatikan.

 

 

 

“Pastilah keluhuran itu milik jiwa yang bersih;

yang jauh dari jiwa itu kata kotor dan dusta.

 

Jiwa yang berilmu dan bertameng:

dengan agama, agama itu menjadi penopang kemuliaannya.

 

Agama, jika tak ada agama, pasti tidaklah putus;

bungkul-bungkul dari tali alam ini.

 

(jika tak ada agama, tentu kegelapan umat ini menjadi awet).

 

Dan takkan keraslah, kebengkokan persoalan mereka:

tak dapatlah diluruskan kebengkokan mereka yang tangguh.

 

Dan pastilah mereka tetap tinggal di Najed yang gelap:

dan pastilah mereka tetap tinggal di Tihanah yang jauh dari petunjuk.”

 

Agama yang benar itu, bagaikan lampu yang menerangi umat berjalan menuju ke arah kemajuan. Sedangkan mengamalkan ajaranajaran agama adalah petunjuk jalan untuk seluruh umat manusia.

 

Agama adalah ciptaan Allah, maka betapa janggal bagi akal sehat, ika sekiranya Allah memerintahkan kepada sekalian hamba-Nya untuk melaksanakan sesuatu yang menyebabkan mereka lebih suka duduk berdiam diri, tidak berusaha melakukan amal baik, dan yang menghambat mereka mencapai kehidupan yang layak dan ridhai Allah swt.

 

Kemajuan yang baik dan benar adalah inti utama dalam jiwa agama yang besar. Kalaupun tidak dapat dikatakan bahwa keduanya itu identik, maka keduanya merupakan dua saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu. Ayahnya adalah hak (kebenaran) dan ibunya adalah hakikat (kenyataan).

 

Tidak ada sesuatu pun yang dapat membahagiakan manusia, kecuali agama dan tidak ada sesuatu pun yang dapat mencelakakan mereka, kecuali mengabaikan agama atau berpegangan dengan bagian luar (kulit) agama dan meninggalkan inti ajarannya.

 

Agama ibarat pedang bermata dua (dua sisinya sama-sama tajam). Apabila ada orang yang mengaku beragama, berusaha memperbaiki pengamalannya (mengamalkan dengan baik, menggunakannya sebagaimana mestinya), maka agama itu menjadi penolong dalam menghadapi segala kesulitan dan menjadi petunjuk jalan di kala dalam keadaan kebingungan (bagai orang yang tersesat di padang sahara) dan agama ibarat lentera yang bersinar dalam kegelapan. Apabila orang yang mengaku beragama itu salah (tidak baik) dalam menjalankan (ajaran)nya, maka alam membawa petaka (bahaya) bagi dirinya sendiri dan orang lain.

 

Apa yang kita saksikan tentang kesengsaraan yang dialami sebagian besar orang-orang yang beragama itu, disebabkan hanya kebodohan mereka sendiri terhadap ajaran agama dan hanya karena mereka menjauh dari mutiara ajaran agamanya yang murni, bersih dari segala kotoran, bersih dari pemikiran-pemikiran yang disusupkan oleh orang-orang yang ingin merusak kemurniaan agama dan bebas dari perbuatan orang-orang yang tidak mengenal agama, kecuali namanya dan amalan-amalan luarnya saja bersih dari tujuan-tujuan orang-orang yang menjadikan agama sebagai suatu permainan, untuk memenuhi keinginan dan sebagai suatu permainan, untuk memenuhi keinginan dan sebagai alat (kendaraan) untuk mencapai tujuan-tujuan mereka yang hina.

 

Agama di jaman sekarang ini ibarat suatu momok atau hantu yang tidak bernyawa dan kandungan makna kalimat-kalimat ajarannya, disepelekan oleh banyak orang. Ia dimanfaatkan oleh orang-orang yang memakai baju agama sebagai alat untuk mempengaruhi pikiran-pikiran orang awam, agar mau mengangungkan mereka dan untuk mengisi kocek (koper) dengan uang dari mereka tersebut. Mereka yang memanfaatkan untuk tujuan tersebut, sama sekali bukan orang yang mengerti agama, tetapi yang mereka lakukan itu merupakan kebodohan yang parah, akhlak yang tidak terpuji, kepribadian yang hina, jauh dari perbuatan baik dan menyimpang jauh dari tujuan agama yang sebenarnya. Orang-orang yang menggunakan agama untuk tujuan-tujuan tersebut, umumnya adalah orang-orang yang suka pada khayalan, penganut fanatik paham taklid dan budak-budak hawa nafsu.

 

Sesungguhnya, orang-orang awam tidak dapat disalahkan, apabila mereka meyakini sesuatu yang tidak ada sumbernya dalam agama. Yang patut dipersalahkan hanyalah orang-orang yang menamakan diri sebagai kelompok elit; Merekalah yang menanamkan pada jiwa orang-orang awam, sesuatu paham atau ajaran yang tidak sesuai dengan syaniat, mereka yang menyebarkan kepalsuan atau kebohongan yang mereka sebut sebagai kemajuan akal pikiran (ilmu) dan mereka yang terus memperluas jarak perselisihan (perpecahan) di kalangan putra (penduduk) negara yang telah bersatu.

 

Ancaman (kerusakan) agama itu timbul dari dua macam orang (macam orang yang pertama) ialah:

 

“Orang yang menduga, bahwa agama Allah itu mengharuskan menjauhi dunia;

dan dia mengira berpaling darinya itu sangat berguna.

 

Tapi, andaikata dia didatangkan seribu dirham;

segeralah melepas takwanya dan menceraikan kewarakannya.

 

Ia bukanlah orang yang zuhud sejati dan menjauhi harta dunia:

tetapi kesungguhan (usaha) dianggapnya menghancurkan tulang.

 

Sehingga ia takut berusaha (bekerja) yang bisa membuat kakinya berdarah:

ia hanya istirahat yang dianggapnya perlu dilakukan.

 

Bukanlah dinamakan zuhud di dunia seseorang:

yang berpakaian kain kasar dan suka pakaian tambalan.

 

Sesungguhnya orang zuhud sejati hanyalah orang:

yang bisa menahan diri (dari hidup bersenang-senang) dan enggan menjadi orang hina dina.”

 

Macam orang kedua yang menjadi ancaman kerusakan agama ialah orang yang menganjurkan kebatilan dengan kedok agama, mengafirkan orang lain, menganggap bid’ah dan fasik terhadap orang lain, agar orang-orang menilainya, bahwa dia merupakan orang yang agamis, padahal dia sebenarnya adalah orang yang jauh dari agama, laksana jauhnya langit dan bumi.

 

Waspadalah, hai, pemuda yang baik, terhadap dua macam orang tersebut, karena mereka itu adalah ancaman yang membahayakan pada agama.

 

Agama adalah suatu cahaya, sedangkan perbuatan dua macam orang tersebut merupakan kegelapan. Agama adalah hak kebenaran, sedangkan tindakan dua macam orang tersebut adalah batil. Agama adalah mengajarkan kemajuan atau pembangunan, sedangkan apa yang diserukan oleh dua macam orang tersebut mengakibatkan kehancuran.

 

“Janganlah engkau menduga, bahwa agama sebagai sesuatu yang didiktekan kemauan nafsu:

Agama Allah tidaklah mengandung bid’ah-bid’ah seperti itu.

 

Agama adalah cahaya terang yang berkilau;

Seluruh alam menjadi terang, tatkala agama memancarkan cahaya.

 

Budi yang luhur itu memancar dari agama yang mengenyahkan kegelapan hingga terbitlah terang.”

 

Wahai, pemuda, berperang teguhlah terhadap agama kalian semua. Janganlah engkau biarkan orang-orang berbuat sesuatu atas nama agama, padaal agama tidak mengajarkan sesuatu itu, agar engkau semua mencapai dua kebahagiaan dan kebaikan dunia dan akhirat.

Peradaban yang benar adalah suatu perilaku yang dapat membuat orang yang beradab sehat fisik dan akal pikirannya serta membungkusnya dengan pakaian yang membuatnya tampak indah mempesona di kalangan keluarga, golongan dan masyarakat lingkungannya serta bakal menjadikannya bahagia di dunia dan akhiratnya.

 

Barangsiapa yang mengenakan pakaian peradaban dan berusaha sesuai dengan arti peradaban yang sebenarnya, maka dia pantas disebut orang beradab. Sebaliknya, barangsiapa yang memahami arti peradaban tidak sebagaimana semestinya -berbaju peradaban yang tidak seperti aslinya-, maka dia termasuk orang yang keblinger (tertutup hatinya): Telah berdiri tegak sesuatu tembok penghalang antara mereka dengan kebahagiaan yang hendak dicapai, yang penghalang tersebut tidak dapat diterobos oleh dorongan-dorongan cita-cita. Bahkan cita-cita untuk mencapai keberhasilan menjadi kabur dan melemah, yang akhirnya putus asa.

 

Peradaban tidak lain adalah akhlak terpuji, yang dapat membuahkan kerukunan antarindividu dan persatuan antargolongan. Ia merupakan usaha dan amal perbuatan yang melahirkan kemajuan negara dan meningkatkan kondisi sosial, upaya secara intensif membersihkan jiwa dari sifat-sifat tidak terpuji, untuk memperoleh kemuliaan, menahan diri dari perbuatan yang membahayakan manusia, menghindari perangaiperangai yang buruk, dan ia (peradaban) merupakan usaha maksimal meringankan penderitaan orang yang susah serta upaya membangun sekolah-sekolah (lembaga-lembaga pendidikan).

 

Bangsa Timur (Asia), dahulu terkenal memiliki peradaban yang sangat tinggi dan memiliki kekuasaan meneguhkan sendi-sendinya. Kemudian, jaman berubah dan terjadilah apa yang menimpa peradaban bangsa timur itu, sehingga hancur leburlah kemakmuran yang telah dicapainya dan koyaklah kemajuannya. Itulah Sunatullah, yang telah ditetapkan-Nya kepada orang (bangsa) yang tidak mengamalkan normanorma sosial kemasyarakatan dan mereka tidak lagi berjalan di atas rel peradaban yang benar. Akhirnya, khazanah ilmu pengetahuan dan peradaban mereka (bangsa timur) itu berbalik pada suatu bangsa yang mengerti nilai keutamaan peradaban (bangsa barat). Mereka menempatkan pada tempat yang tinggi: melapangkan dadanya untuk mengembangkan peradaban itu, serta meningkatkannya berdasarkan tuntutan kemajuan dan kebutuhan, sehingga mereka dapat mencapai kesempurnaan yang luar biasa dalam bidang peradaban, mereka terus mengalami kemajuan yang pesat dan berhasil menguasai bangsa-bangsa yang mundur dan mengendalikannya.

 

Hanya saja, peradaban mereka (bangsa barat) itu juga tidak sunyi dari cela dan kekurangan, yang terdapat pada setiap bangsa yang meluas kemakmurannya dan berkembang pesat peradabannya. Meskipun mereka tidak senang terhadap rintangan-rintangan yang menimpa mereka di luar kesadaran mereka itu. Tetapi, engkau melihat mereka berusaha menyingkirkan roda dan cela mereka itu dan berusaha menurunkan peradabannya.

 

Bangsa timur sekarang ini telah mulai sadar dari kelengahannya, mulai bangun dari tidurnya dan meniru kemajuan peradaban barat. Sebagaimana bangsa barat meniru peradaban bangsa timur dahulu, hanya saja, perjalanannya lamban dan usahanya lambat. Sebagian besar orang-orang yang mencontoh peradaban orang barat tersebut hanya terbatas pada sisi atau kulitnya saja dan mengabaikan inti yang sebenarnya. Apa yang mereka pelajari, hanyalah teori-teori yang tidak bisa menggemukkan dan menghilangkan kelaparan. Ilmu itu tidak lain harus diamalkan, padahal mereka tidak mau mempraktikkan apa yang mereka (orang-orang barat) praktikkan. Manfaat ilmu pengetahuan kosmologi (ilmu modern) itu adalah untuk mencapai apa yang telah dapat dicapai bangsa barat, berupa tercipta lapangan kerja dan pabrikpabrik yang mengucurkan kekayaan berlimpah pada negara, mengurangi kemiskinan dan menghapus pengangguran.

 

Di kalangan bangsa timur masih ada sekelompok orang lagi yang mengaku mencontoh bangsa barat, tetapi mereka itu tidak mengikutinya dalam mengkaji ilmu pengetahuan yang berguna dan tidak pula mencontoh dalam usahanya yang menghasilkan kemanfaatan. Namun, mereka itu hanya meniru tingkah laku orang-orang barat yang rusak dan bejat moralnya, tidak mengerti tentang peradaban selain menuruti kesenangan, berbuat kemungkaran, berpakaian dengan beraneka mode pakaian, berperang pada adat kebiasaan yang hina dan menghamburhamburkan harta untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang hina dan mesum.

 

Waspadalah, hai, pemuda, terhadap pemahaman tentang peradaban yang tidak sesuai dengan hakikat peradaban, sehingga menyebabkan engkau rugi di dunia dan kahirat, badanmu sakit dan akal pikiranmu menjadi rusak.

 

Ketahuilah, peradaban yang sebenarnya adalah sebagaimana yang telah saya terangkan di atas. Pegang teguhlah dengannya, amalkanlah tuntutan-tuntutannya, maka jiwamu yang berpikiran akan dapat mencapai tujuan, yang selanjutnya dapat memperoleh kebahagiaan yang kalian inginkan.

 

 

Saya belum pernah merasa heran sama sekali, melebihi keheranan saya terhadap orang yang mengaku berjiwa nasionalisme dan mengklaim, bahwa dia telah berkorban dengan darah dan hartanya demi negara: Namun, orang tersebut ternyata berupaya keras merusak benteng-benteng ketahanan negara, dengan berbagai macam tindakan kesewenang-wenangan.

 

Tidak setiap orang yang menganjurkan semangat nasionalisme itu berjiwa nasionalisme sejati. Sebelum engkau melihatnya sendiri ia telah melakukan pekerjaan yang dapat menghidupkan negara dengan mengorbankan segala miliknya yang berharga dan yang tidak berarti demi kemajuan negara serta mau berusaha bersama-sama orang lain untuk menjunjung tinggi martabat negara dan bekerja keras bersama kawan-kawan senasib membela negaranya.

 

Adapun orang yang berusaha melakukan sesuatu yang dapat melemahkan kekuatan negara dan mematahkan sendi-sendinya, maka dia masih jauh disebut orang nasionalis, walaupun dia telah berteriakteriak dengan suara yang dapat didengar ke seluruh penjuru negeri dan berulang-ulang menyatakan: “Saya adalah orang nasionalis tulen”.

 

Nasionalisme yang sejati adalah kecintaan berusaha untuk kebaikan negara dan bekerja demi kepentingannya, sedangkan seorang nasionalis tulen adalah orang yang rela mati demi tegaknya negara dan rela sakit demi kebaikan rakyatnya.

 

Ingatlah, bahwa negara itu memiliki beberapa hak yang harus dipenuhi penduduknya. Seorang anak, baru dianggap sebagai anak yang sebenarnya, apabila dia telah melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap ayahnya. Begitu pula putra bangsa, tidak bisa disebut putra yang baik, kecuali jika dia mau bangkit, sanggup memikul beban dan tanggung jawab untuk mengabdi pada negara, mempertahankan negara dari rongrongan para provokator dan membendung usaha-usaha para pengkhianat atau pejuang-pejuang palsu.

 

Di antara kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap putra bangsa adalah meningkatkan jumlah orang-orang terpelajar yang bermoral tinggi dan baik, yang telah tertanam kuat dalam dadanya kata mutiara yang amat terkenal, yakni:

 

“Cinta tanah air itu bagian dari keimanan”.

 

Upaya meningkatkan jumlah orang-orang terpelajar tersebut tidak akan terwujud, kecuali dengan mengorbankan harta dengan niat ”demi kemaslahatan umum”, mencurahkan tenaga dan pikiran untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang dapat menghembusk jiwa nasionalisme pada jiwa para pelajar, yang dapat menumbuhkan gagasan-gagasan mulia dan amal saleh dalam jiwa mereka dan yang sanggup membangkitkan mereka -tatkala mereka menjadi dewasaunti berkhidmat, demi kepentingan negara yang sedang berada di ambang kehancuran akibat ulah putra-putra negara yang tidak bertanggur jawab, yang kejahatannya melebihi kejahatan musuh-musuh yang sebenarnya.

 

Dari orang-orang terpelajar yang sedang tumbuh itu, akan keluar gagasan dan upaya-upaya yang dapat menegakkan kehidupan umat ini, yakni umat yang hampir lenyap -karena kebodohan dan kehinaannyamasuk dalam catatan bangsa-bangsa yang telah punah.

 

Manakala kaum terpelajar yang telah terdidik dengan pendidikan yang benar itu tumbuh dan mulai melibatkan diri dalam kehidupan sosial, maka di antara mereka pasti ada yang membuat kejutan hebat, yang belum pernah dilihat mata, belum pernah terdengar oleh telinga, bahkan belum pernah terbayangkan dalam benak pikiran manusia sebelumnya.

 

Pendidikan yang hak (benar) merupakan roh (jiwa) kehidupan dan ilmu pengetahuan merupakan darah segar suatu negara. Tidak mungkin kita hidup bahagia tanpa pendidikan yang benar, dan ilmu pendidikan mendorong pada usaha dan bekerja, sedangkan ilmu pengetahuan menunjukkan pada jalan kebahagiaan.

 

Kita sangat memerlukan industri-industri dan perusahaan-perusahaan nasional serta perdagangan yang dikelola secara nasional, agar negara dapat mencapai kemerdakaan (independensi) dalam bidang ekonomi dan terbebas dari sikap menggantungkan diri kepada pihak asing. Barangsiapa yang berusaha memerdekakan negara dan membebaskannya dari meminta-minta bantuan kepada pihak asing, maka dia adalah orang nasionalis tulen yang dihormati oleh setiap orang.

 

Setiap akhir (hasil) usaha, pasti ada pendahuluan-pendahuluannya, sedangkan pendahuluan kemerdekaan adalah meningkatkan pendidikan dan pengajaran kepada generasi muda, agar mereka menjadi tangan-tangan (pejabat-pejabat) negara yang mau bekerja, menjadi rohnya yang kuat dan menjadi darah yang mengalir ke dalam seluruh bagian urat negara. Oleh karena itu, tingkatkanlah pendidikan anak-anak, maka negara pasti berjaya.

 

Cinta tanah air merupakan tabiat atau naluri (sifat yang melekat pada jiwa) setiap orang, yang tidak seorang pun mengingkarinya, kecuali orang-orang pembohong dan yang cemas jiwanya. Hal yang memalingkan seseorang dari cinta tanah air, hanyalah pendidikan yang salah satu ketidakberesan dalam cara berpikir otaknya atau adanya darah keturunan asing, orang semacam inilah yang memprovokasi orangorang pribumi, agar memasuki negara tempat ia dilahirkan, dibesarkan dan menikmati hasil-hasil buminya. Darah asing itulah yang membuatnya tiba-tiba merindukan tanah air, yang sama sekali belum pernah dia kenal.

 

Tanah air kita tidak lain adalah tempat kelahiran ayah dan leluhurnya. Darah keturunan asing itulah yang menjadikan dia merindukan pada sekelompok bangsa yang belum pernah dia kenal adat istiadat, belum dia mengerti bahasanya dan belum pernah sama sekali terjadi ikatan dengan mereka. Dia bersikap seperti itu, hanya karena dia merasa bagian dari bangsa tersebut. Orang yang demikian ini, sebaiknya cukup dengan kerinduannya itu saja, tidak perlu berusaha menjelekkan dan membuat kerusakan negara yang memberinya tempat tinggal dan perlindungan, lebih-lebih sesudah negeri yang dirindukan itu tidak lagi menganggap penting leluhurnya, bahkan telah mencampakkannya bagaikan mencampakkan biji buah saja dan orang berdarah asing itu tidak perlu berbuat menghalang-halangi atau menggagalkan setiap usaha pribumi membangkitkan negara.

 

Wahai, generasi muda, semua harapan bangsa ditumpahkan kepada kalian, maka bangkitlah engkau, giat menuntut ilmu -semoga Allah swt. melindungimudan berperangailah dengan perangai dan akhlak orang-orang terdahulu, karena negara telah memanggilmu dan engkau adalah orang yang ditunggu-tunggu.

 

Berhati-hatilah terhadap para pengkhianat perjuangan, waspadalah terhadap jebakan-jebakan mereka dan sadarilah kejahatan-kejahatan atau perbuatan-perbuatan makar mereka. Sebab, mereka itu adalah penyakit Degaramu yang sangat berbahaya dan racun yang mematikanmu. Ingatiah, bahwa tidak ada yang menyebabkan negara menjadi berantakan dan enggan melakukan usaha perbaikan, kecuali orang-orang pengkhianat dan pejuang-pejuang palsu tersebut, mereka itu adalah musuh yang paling jahat dan penyakit yang paling berbahaya.

 

Jadilah engkau seperti bencana dahsyat, penyakit ganas, maut yang mengerikan dan pengawas yang terus memata-matai terhadap mereka. Hati-hatilah engkau, jangan sampai terburu-buru tergiur oleh kedudukkan, sebelum engkau siap melancarkan perjuangan pada sasaran dan janganlah engkau berhenti memantau orang-orang yang hendak berbuat kerusakan.

 

Realisasikan cita-citamu, maka negara dan bangsamu akan hidup sejahtera bersamamu.

 

 

Sesungguhnya setiap bangsa itu memiliki kematian, dan kematian setiap umat ini adalah hari kelenyapan (hilang) kemerdekaan umat atau bangsa itu sendiri.

 

Kemerdekaan adalah sebuah karunia Allah, Tuhan Yang Mahapencipta kepada makhluk-Nya, yang diharapkan makhluk itu bisa memanfaatkan dengan baik untuk dirinya sendiri dan orang lain.

 

Hurriyyah (kemerdekaan) dalam bahasa, berarti “pembahasan” dari segala ikatan. Al-Hurru (orang yang merdeka) adalah lawan Al-‘Ahdu (hamba sahaya), sebab dia (Al-Hurru) bebas dari ikatan perbudakan. Al-Hurru juga berarti “pilihan”. Bisa juga berarti “baik”, jika digabungkan dengan kata Ath-Thin atau Ar-Ramlu. Ramlatun Hurrun artinya: “Pasir yang bagus ditanami”, Ardhum Hurrun artinya “tanah yang bagus”.

 

Dari uraian makna kata Al-Hurriyyah-tersebut, engkau mengerti, bahwa kata Al-Hurriyyah (kemerdakaan) menunjukkan pengertian suci, bersih, bagus dan kemurnian sesuatu dari hal-hal yang mengotori dan menodainya.

 

Orang yang merdeka -dalam pengertian baru dan benar-, ialah orang yang murni pendidikannya, bersih jiwanya, berpegang teguh dengan sifat-sifat terpuji, menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela, melepaskan diri dari segala bentuk ikatan perbudakan dan melaksanakan kewajiban yang menjadi kewajibannya.

 

Sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah swt. tidak untuk menjadi budak atau hamba orang lain. Tidak untuk menjadi bola yang ditendang ke sana-kemari sesuka hati, dibuat permainan tangan-tangan penguasa, dipermainkan menurut kemauan dan kesenangan hati para pembesar, tetapi manusia diciptakan oleh Allah swt., agar dia bekerja dan beramal, baik secara individu atau kolektif, sesuai hukum Allah yang berlaku, yakni kebebasan atau kemerdekaan.

 

Anugerah Allah yang besar berupa kemerdekaan ini tidak akan dicabut oleh Allah -dari umat manusia-, kecuali disebabkan rusak jiwa dan mental mereka yang dibuat oleh orang-orang yang zalim. Mereka yang zalim itu, tidak membiarkan mereka (bangsa yang hendak dijajah) mencurahkan hatinya dengan ilmu pengetahuan. Sebab mereka tahu benar, bahwa ilmu yang benar itu justru akan menunjukkan mereka mengetahui hak-haknya. Ilmu yang benar itu bagaikan percikan api yang mengobarkan cita-cita (membebaskan diri) dalam jiwa mereka dan membuat orang yang berakal peka, manakala diperalat oleh kekuasaan yang bertindak sewenang-wenang.

 

Khalifah Umar bin Al-Khaththab r.a. bertanya kepada ‘Amer bin Al-‘Ash. gubernur Mesir, tatkala anaknya berani memukul orang Mesir.

 

“Sejak kapan engkau memperbudak orang-orang yang dilahirkan Oleh ibu-ibu mereka dalam keadaan bebas (merdeka).”

 

Ingat, seseorang itu belum bisa dianggap merdeka, kecuali jika jiwanya telah mendapatkan pendidikan sempurna, tumbuh dalam hatinya kemauan keras, memiliki ilmu tidak sedikit, kemudian berani membebaskan diri dari cengkeraman dan kungkungan orang yang menguasainya dengan kekuatan dan paksaan. Barangsiapa yang belum bisa seperti itu, maka orang tersebut masih jauh dikatakan sebagai orang yang merdeka dan antara dia dengan kebebasan atau kemerdekaan, masih terhalang oleh hamparan hutan belukar yang sangat angker.

 

Tidak bisa disebut orang merdeka, orang yang menjadikan kemerdekaan sebagai kesempatan melakukan perbuatan yang hina, jalan menuju kerusakan, atau menjadikannya pedang untuk melenyapkan baju iffah,’ menggunakannya sebagai tombak untuk menusuk sifat-sifat keutamaan atau memanfaatkannya sebagai anak panah untuk merobekrobek kehormatan orang.

 

Bukanlah kemerdekaan, perbuatan seseorang yang dapat menimbulkan bahaya pada dirinya sendiri dan orang lain, misalnya memboroskan harta kekayaan, melecehkan sifat kemanusiaan, membelokkan perbuatan kemungkaran, melakukan pengerusakan tatanan kemasyarakatan dengan perbuatan-perbuatan yang menyakiti hati orang, mengadu domba, menggunjing, bermusuhan dan perbuatanperbuatan lainnya, yang tidak sesuai dengan akhlak mulia.

 

Sebenarnya, banyak orang yang mengaku sebagai orang merdeka, tetapi memakai pakaian budak, dia menjadi tawanan nafsunya, budak pemimpin atau penguasa, dan budak hawa nafsu amarah, yang jika mendorongnya berbuat kerusakan, patuh melakukannya. Jika nafsu amarah itu menggelitiknya, agar memfitnah dan mengancam orang lain, maka dengan cepat memenuhinya. Namun, apabila akal sehatnya mendorongnya untuk mengerjakan hal-hal yang dapat menghidupkannya, dan orang yang tajam pikirannya menganjurkan, agar melakukan sesuatu yang dapat mengangkat derajatnya serta apabila para kesatria mengajaknya agar bangkit bersama rakyat dan mendukungnya. Maka, dia berpura-pura tidak mendengar seruan tersebut, atau bahkan dia menempuh jalan berpolemik dengan orang yang menyerukan hal tersebut. Kemudian dia mengklaim dirinya sebagai orang yang merdeka. Kemanusiaan dan kebebasan tiada lain adalah dua faktor utama, kemakmuran dan dua unsur pokok kehidupan masyarakat yang harmonis.

 

Bangsa mana pun yang ingin mencapai puncak peradaban yang tinggi dan kemakmuran yang merata, maka harus bekerja keras mendidik individu-individu bangsa, memahami arti kebebasan dan kemerdekaan yang sebenarnya, harus mencekoki putra-putranya dengan nilai-nilai luhur bangsa yang bersih dan murni.

 

Wahai, generasi muda, bangkitkan berjuang untuk mencapai kemerdekaan yang sejati, yang bebas dari campur tangan orang munafik dan pengkhianat, karena kemerdekaan yang murni itulah jalan satusatunya mencapai kejayaan. Kemerdekaan yang sejati adalah jalan menuju kehidupan yang bahagia.

 

 

 

Kemerdekaan atau kebebasan itu ada beberapa macam, antara lain: Kemerdekaan individu, berorganisasi, ekonomi dan politik. Suatu bangsa tidak mungkin berdiri kokoh, tanpa kemerdekaan atau kebebasan dalam empat bidang tersebut.

 

Kemerdekaan individu, disebut juga kebebasan pribadi, yang . merupakan persoalan yang sangat penting. Dengan adanya kemerdekaan individu ini, dapat tercipta kemerdekaan organisasi, sebab organisasi itu terdiri dari banyak individu. Karena itu, kemerdekaan organisasi tidak akan terwujud, kecuali dengan adanya kemerdekaan individuindividu dalam organisasi tersebut. Oleh sebab itu, umat atau bangsa yang ingin merdeka, harus berjuang keras mendidik tiap-tiap individu dengan pendidikan yang bersifat independen, agar terbentuk kelompok yang independen, merdeka terdiri dari individu-individu tersebut.

 

Kemerdekaan individu itu meliputi kebebasan berbicara, menulis, mencetak dan mengemukakan gagasan atau pendapat secara terbuka, tanpa ada pengawasan, kontrol atau tuntutan, dengan syarat semua itu tidak mengganggu atau menodai kebebasan orang lain.

 

Setiap orang bebas menganut ideologi yang dia kehendaki, baik ideologi keagamaan, ilmu pengetahuan, politik maupun sosial. Bebas pula menyebarluaskan semua itu, asal tidak menimbulkan perpecahan di kalangan rakyat dan membelanjakan atau mentasarufkan kekayaan berupa uang, tanah bangunan dan lainnya, dengan catatan perbuatan yang dia lakukan tidak menjurus pada pemborosan secara bodoh. Kalau dia sampai menjurus pada tindakan yang bodoh, maka dia harus dinyatakan sebaga Mahjur “alaihi, yakni dilarang membelanjakan hartanya.

 

Kesimpulan bahasan tentang kebebasan individu adalah, bahwa kebebasan individu itu suatu kebebasan yang tidak boleh benturan dengan kebebasan orang lain. Oleh sebab itu, setiap orang (individu) wajib menjaga kebebasan orang lain, sebagaimana dia menjaga kebebasan diri pribadinya.

 

Kemerdekaan berorganisasi, maksudnya adalah setiap golongan itu memiliki hak mengadakan pertemuan atau rapat di mana saja dan kapan saja, kecuali jika dipersenjatai, maka harus dilarang, sebab perbuatan golongan atau organisasi yang mengadakan rapat dengan membawa senjata tersebut, barangkali dapat menimbulkan tindakan-tindakan yang melanggar arti kebebasan yang sejati. Di samping itu, setiap golongan memiliki hak untuk mendirikan berbagai organisasi yang berbeda-beda visinya, baik organisasi yang bergerak di bidang keilmuan, kesustraan, keagamaan, perindustrian, sosial maupun politik, dengan syarat peraturan dan undang-undangnya sesuai dengan aturan dan undang-undang yang telah digariskan oleh Majelis Pemusyawaratan Rakyat.

 

Oleh sebab itu, orang-orang yang duduk di majelis tersebut harus terdiri dari orang-orang yang dikenal independen, berpengetahuan luas, jujur, baik pendapatnya, dan sehat akal dan pikirannya, agar mereka tidak menetapkan undang-undang yang membelenggu kebebasan atau kemerdekaan rakyat dan bertentangan dengan kepentingannya.

 

Kemerdekaan ekonomi. Kebebasan di bidang ekonomi merupakan kehidupan rakyat dalam bidang materi. Apabila rakyat tidak diberi kebebasan di bidang perdagangan, pertanian, pendirian pabrik dan eksplorasi tambang untuk memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang terkandung dalam bumi, maka kehidupan rakyat ini sama halnya dengan orang yang ditawan dan lehernya diikat dengan tali, sementara kedua ujung tali tersebut dipegang oleh dua orang yang kuat, berbadan kekar yang selalu menakut-nakutinya akan menarik dua ujung tali itu hingga mencekiknya dan kedua orang itu mengancamnya pula dengan kematian. Demikianlah orang tawanan tu, hanya bisa menanti kematiannya di setiap saat.

 

Sesungguhnya orang Eropa Itu bisa mengusai sumber kekayaan atau peekonomian, setelah mereka berhasil melepaskan belenggu-belenggu yang mengikat kebebasan dan kemerdekaan perekonomian, di samping kebebasan-kebebasan di bidang lain, Sekarang ini, perekonomian bangsa-bangsa timur berada di tangan mereka, bangsa Eropa. Apabila bangsa Eropa itu hendak membunuh bangsa timur, agaknya tidak sulit, mereka cukup menghentikan ekspor barang-barang mereka ke negaranegara timur dan menarik kembali uang atau modal-modal yang mereka infestasikan di negara-negara bangsa timur.

 

Sebenarnya, negara kita ini kaya, banyak kekayaan alamnya, hanya saja miskin sumber daya manusia atau tenaga-tenaga yang sanggup mengelola kekayaan tersebut, untuk memenuhi kebutuhan rakyat belum mencukupi.

 

Orang-orang asing itu berdatangan ke negeri kita, lalu membeli atau menyewa tanah-tanah kita untuk diambil hasilnya, mungkin juga mereka itu mendapatkan hak istimewa atau izin khusus mengelola (dari pihak pemerintah). Lalu mereka mengembangkan kawasan-kawasan tertentu di negara kita ini dan melakukan eksplorasi tambang-tambang yang terdapat dalam perut bumi, yang menghasilkan miliaran emas dan perak. Sementara kita masih tetap lalai, tidak peduli, bersenangsenang menuruti hawa nafsu dan masih saling bertengkar memutus tali persatuan.

 

Kemerdekaan berpolitik, maksudnya setiap bangsa bebas dengan sebebas-bebasnya menentukan segala persoalannya sendiri, tanpa ada Ikatan aau tekanan bangsa lain. Berarti, umat itulah yang berkata sepenuhnya menetapkan peraturan dan undang-undang yang sesuai dengannya, bebas membuat perjanjian apa saja dengan bangsa mana pun, menetapkan pajak atau cukai barang-barang dari negara-negara asing yang masuk dan bebas membuat perluasan dan peningkatan produksi sektor pertanian, perekonomian, perindustrian nasional dan lan-lannya, yang diperlukan sebagai bangsa yang berdaulat.

 

Kebebasan berpolitik ini tidak terlaksana secara sempurna, jika bangsa yang bersangkutan belum sepakat memantapkan tiga macam kemerdekaan atau kebebasan yang disebutkan sebelumnya (yakni kemerdekaan individu, organisasi dan ekonomi). Jika tidak demikian, maka perjalanan bangsa itu untuk menuju kemajuan, tentu lamban, sebab mengalami kepincangan, Sedangkan mana mungkin orang yang pincang itu bisa mengejar jalan orang yang kuat.

 

Apabila suatu bangsa ingin hidup, maka bangsa itu harus berusaha secara maksimal menanamkan empat macam kemerdekaan tersebut dalam jiwa seluruh warga bangsa yang bersangkutan. Sesungguhnya, bangsa yang kehilangan kemerdekaannya -yang merupakan penopang kehidupannya-, maka bangsa itu berarti semakin lebih dekat pada kehancuran daripada dekat pada kekekalannya.

 

Wahai, generasi muda, bekerjalah dengan semangat tinggi, pelajarilah segala pelajaran dan persoalan yang berkaitan dengan kemerdekaan yang benar. Waspadalah, jangan sampai mempunyai pemahaman terhadap kemerdekaan, sebagaimana pemahaman orangorang yang tidak, mengerti teori-teori kemerdekaan. Kemudiar, berusahalah menyosialisaskan arti kemerdekaan itu kepada bangsamu. Berjuanglah membebaskan negaramu dari belenggu tradisi-tradisi yang tidak baik dan moral yang bejat. Bekerjalah dengan gigih melepaskan segala bentuk perbudakan yang melilit bangsa, semoga kalian berhasil membebaskan bangsa dari belenggu perbudaan, sehingga dengan keberhasilan usaha kalian itu, bangsa menjadi merdeka dan mampu bertahan hidup mengikuti arus kemajuan bangsa-bangsa lain di dunia.

 

Ingat, setiap bangsa itu memiliki ajal, dan ajal setiap bangsa itu apabila bangsa itu telah kehilangan kemerdekaannya.

 

 

 

 

Saya belum pernah melihat seseorang yang meneguhkan kemauannya untuk mencapai sesuatu, melainkan sesuatu itu pasti tercapai. Tidak ada juga seseorang yang bersungguh-sungguh menggapai sesuatu, melainkan dia berhasil mencapainya.

 

Demikianlah kenyataannya, sebab arti kemauan itu sendiri adalah keinginan terhadap sesuatu, diikuti dengan usaha untuk mencapainya, mencurahkan segala kemampuan untuk merealisasikannya, mempersiapkan alat-alat atau Sarana yang dapat membantu mewujudkannya dan terus bekerja tanpa mengenal lelah. Tidak dapat diragukan, bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat terwujud, manakala cara-cara tersebut di atas dipenuhi semuanya oleh orang yang mempunyai keinginan.

 

Para ulama ahli tasawuf mengungkapkan arti kemauan di atas dengan bahasa mereka:

 

“Sesungguhnya Allah itu memiliki banyak hamba, yang jika mereka itu menghendaki sesuatu, maka Allah pun menghendakinya.”

 

Kalimat di atas secara sepintas, sepertinya para ulama ahli tasawuf menjadikan kemauan Allah swt. itu mengikuti kemauan hamba yang mempunyai keinginan. Tetapi para ulama tasawuf tidak mengartikan kalimat di atas, kecuali seperti yang kami uraikan sebelumnya. Sebab, perkara yang dihasilkan itu tergantung pada sebab-sebabnya. Allah swt. telah menetapkan, bahwa tercapainya hal-hal yang diinginkan itu tergantung pada kesungguhan kemauan.

 

Dalam hadis Nabi Muhammad saw. disebutkan:

 

“Semua perbuatan itu menurut niatnya. “

 

Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa barangsiapa yang benar tekadnya, baik niatnya, menghadap pada kemauannya dengan sepenuhnya dan terus maju mengupayakan apa yang dia inginkan dengan hati yang penuh kemauan, maka dia akan memperoleh apa yang dia cita-citakan, dan mendapatkan apa yang diinginkannya, karena keberhasilan perkara yang diinginkan itu bisa terwujud, jika ada sebab, dan sebab itu adalah berupa kemauan.

 

Kemauan adalah melatih jiwa, agar teguh dan maju melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dapat dikerjakan, sehingga menjadi watak yang melekat pada jiwa tersebut. Kemauan merupakan kebahagiaan yang tidak ada tandingannya bagi orang yang memiliki sifat itu. Dengan kemauan itu orang mau bekerja dan taraf hidupnya meningkat. Dengan kemauan itu pula dia mau meninggalkan kebiasaan-kebiasaan berbahaya dan akhlak-akhlak tercela, mampu mengendalikan atau pemimpin hawa nafsunya. Karena kemauan itu pula seseorang menjadi manusia sempurna. Manusia yang benar-benar sempurna ialah manusia yang tidak mau dihalang-halangi oleh siapa pun dalam usahanya mencapai cita-citaya dan tidak mau dihentikan oleh kesenangan hawa nafsunya, demi mencapai apa yang dikehendakinya.

 

Sesungguhnya para nabi, ahli filsafat dan tokoh-tokoh terkemuka, semuanya tidak mungkin dapat berhasif menyebarluaskan apa saja yang menjadi tujuannya, berupa paham-paham (ideologi-ideologi) dan beberapa ajaran serta tidak pula mereka itu bisa berhasil melaksanakan proyek-proyek yang mereka inginkan, sebagaimana yang telah tercatat dalam lembaran sejarah, kecuali dengan adanya kemauan. Keberhasilan mereka, semua itu hanya karena kemauan mereka yang gigih. Bagian terpenting dalam kemauan mereka, adalah keteguhan dan ketetapan hati untuk terus bekerja, sehingga berhasil, meskipun di tengah-tengah usaha itu mereka tertimpa musibah besar, yang mampu merobohkan gunung dan meremukkan besi.

 

Apa yang kita lihat tentang kegagalan kerja orang-orang bekerja itu, sebenarnya akibat dari tidak diperhatikannya pendidikan pembinaan kemauan dalam jiwa mereka. Mereka tidak bisa bertahan dan samar menekuni apa yang sedang mereka kerjakan, bahkan mereka cenderung mundur tatkala pertama kali menghadapi cobaan, padahal sabar yang sebenarnya adalah tabah ketika menghadapi awal musibah.

 

Kemauan itu menuntut kesabaran, tidak ragu-ragu dan menganggap remeh rintangan-rintangan yang menghalangi usaha-usaha yang bermanfaat. Hal seperti itulah yang menjadi sebab utama keberhasilan pekerjaan.

 

Apabila kemauan itu telah meresap dalam jiwa seseorang, maka akal pikirannya menjadi semakin bijak dan nafsu amarahnya jatuh (tidak berperan), sedangkan manusianya menjadi sempurna derajatnya. Karena kemauannya yang meresap pada jiwa itu benar-benar melekat dan membekas dalam jiwa yang mulia, sehingga jiwa tersebut menjadi baik, bersih dan bahagia.

 

Apabila di kalangan suatu bangsa terdapat banyak orang yang jiwanya telah didasari kemauan keras, maka bangsa tersebut melaju dengan cepat pembangunan dan kemajuannya dengan cukup mengagumkan. Sedangkan setiap bangsa yang sendi-sendi keagungannya rapuh dan pilar-pilar kemuliannya ambruk, semua itu disebabkan bangsa tersebut kurang memiliki orang-orang yang berkemauan keras.

 

Ingatlah, bahwa barangsiapa yang lemah kemauannya, maka orang itu pasti kerdil jiwanya dan rendah derajatnya. Mudah diombangambingkan hawa nafsunya dan dipermainkan oleh kemauan orangorang kecil, lebih-lebih orang besar, sehingga dia bagaikan bola yang ditendang ke sana-kemari, sesuai dengan kehendak orang yang mempermainkannya. Dia tidak ubahnya sebagai sasaran bidikan panah. Apabila dia didatangi oleh seseorang dengan menyodorkan suatu persoalan, dan orang itu mendesaknya agar mengakui kebaikan persoalan tersebut, maka dia pun menurut.

 

Akan tetapi, jika di kemudian hari didatangi orang lain dan mempengaruhinya agar mengakui ketidakbaikan persoalan tersebut, maka dia pun terpengaruh. Orang yang demikian ini adalah orang yang tidak memiliki pendirian dan mudah terombang-ambing oleh kemauankemauan orang lain serta dipermainkan oleh hawa nafsunya sendiri. Hal ini karena dalam jiwa orang itu tidak terdapat daya yang mampu menolak kebatilan dengan kebenaran dan tidak memiliki akal cerdas yang dapat membedakan antara perkara yang baik dan yang buruk. Orang seperti itu, jelas bukan termasuk manusia yang sempurna.

 

Suatu bangsa yang menginginkan hidup layak dan senang, maka mereka harus mengajari putra-putrinya menanamkan kemauan keras dalam jiwa mereka. Sebab, kemauan keras adalah kunci kebahagiaan (keberhasilan).

 

Wahai, generasi muda, kalian semua adalah tiang-tiang bangsa, pilar-pilar keagungan dan pemimpin-pemimpin bangsa di masa mendatang. Sebab itu, biasakanlah sejak sekarang menjadi orang yang berkemauan keras, jangan mempedulikan rintangan-rintangan yang menghalangimu dalam mencapai cita-cita. Berkemauan keras itu merupakan pangkal akhlak terpuji. Kemauan keras itu ibarat mata akhlak yang jeli dan merupakan hatinya yang dapat berpikir.

 

Berkonsentrasilah pada kemauan, maka apa yang kalian inginkan mudah tercapai. Ingatlah, kata-kata:

 

“Sesungguhnya Allah swt. memiliki hamba-hamba yang jika mereka mempunyai kemauan, maka Allah mengabulkannya.”

 

 

 

Hukum Allah (Sunatullah) telah menetapkan, bahwa dalam setiap bentuk makhluk yang diciptakan Allah, pasti ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Ada yang mengatur dan ada yang diatur. Hal itu agar pemikiran-pemikiran tidak tumpang tindih dan keinginan-keinginan tidak bersimpang siur, yang mengakibatkan keretakan kerukunan, putus tali kasih sayang, pudar persatuan dan perselisihan.

 

Setiap golongan yang tidak memiliki pemimpin yang bisa mereka jadikan tempat mengadukan kesulitan-kesulitan mereka itu, sama halnya mereka sedang naik kuda (kendaraan) liar yang nakal, pada malam hari yang gelap gulita (dalam keadaan panik dan bingung mengatasi kesulitan yang dihadapi).

 

Apabila roh berfungsi sebagai ketegakan (kehidupan) rasa, maka para pemimpin setiap bangsa adalah roh persatuan mereka dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Apabila para pemimpin itu rusak, maka rusaklah umat atau bangsa itu, dan jika mereka baik, maka umat atau bangsa itu menjadi baik juga. Karena, umat akan berdiri tegak, kokoh dan sejahtera, manakala pemimpin-pemimpin umat itu menggerakkannya. Jika mereka (umat) sedang loyo, lalu mereka meluruskannya ketika bengkok, menarik tangannya ketika mereka (umat) jatuh dan membimbingnya ketika sedang sesat.

 

Pemimpin itu belum bisa dianggap sebagai pemimpin yang sejati, kecuali dia telah memenuhi syarat-syarat kepemimpinan, yakni berpikiran cerdas, berwawasan luas, baik pendapatnya, bisa mengendalikan diri. perkasa, bersih atau tulus hatinya, baik perilakunya, dermawan, banyak memberikan bantuan keuangan demi kesejahteraan umat dan giat menyebarkan ilmu pengetahuan ke seluruh pelosok tempat tinggal umat. Barangsiapa yang jejak perjalanannya seperti itu dan sanggup memikul tanggung jawab berat sebagaimana tersebut, maka dia baru bisa disebut sebagai ”tokoh dan pemimpin sejati”. Jika ada orang yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut untuk menjadi pemimpin, maka orang itu termasuk perampas yang bodoh, tetapi mengaku pintar ingin menjadi pemimpin, karena gila pangkat semata.

 

Banyak sekali orang yang akalnya berebut menjadi pimpinan, padahal mereka tidak memenuhi syarat-syarat menjadi pemimpin sedikit pun. Mereka itu tidak sadar, bahwa pemimpin bangsa itu sebenarnya adalah juru bicara yang menyuarakah hati nurani rakyat, pemikir mereka, tempat pengaduan rakyat ketika mereka menghadapi kesulitan dan pelindung mereka ketika dalam keadaan bahaya, tempat meminta pertolongan saat dilanda krisis dan sebagai tempat sandaran rakyat di waktu mereka menghadapi.persoalan besar.

 

Setiap umat memiliki periode-periode yang dalam periode itu mereka tidak dipimpin, kecuali oleh pemimpin-pemimpin yang tulus, pemimpinpemimpin yang baik dan reformis. Kemudian, masa berubah dan periode kepemimpinan itu turut berubah, dan keadaan berbaik. Umat itu pun akhirnya dipimpin oleh orang-orang fasik, rendah budi pekertinya, tidak ambil pusing dengan kebodohan dan kemaksiatan, lacur, bodoh dan menjadi pengikut-pengikut setan.

 

Ingatlah, bahwa jaman itu berputar, umat atau bangsa (timur) telah bangun dari tidurnya dan telah bangkit. Sadar dari kelalaiannya, mereka tidak rela terus-menerus menjadi tawanan orang yang berusaha menghancurkan dan memperbudaknya. Mereka tidak mau mengakui pemimpin, kecuali yang berjiwa reformis dan baik, yang rela mati demi kehidupan umat, senang atau susah payah demi kemampuan umat dan sanggup hidup sengsara demi kebahagiaan umat.

 

Majulah, wahai, generasi muda, untuk menuntut ilmu secara sempurna, berpegang teguhlah dengan akhlak mulia dan rajinlah beramal saleh dengan bimbingan akal yang sehat, agar engkau kelak menjadi pemimpin bangsamu dan kepala dalam keluargamu.

 

Waspadalah terhadap bisikan hatimu untuk berambisi memegang jabatan pemimpin atau rayuan yang merayumu dengan keenakan memegang jabatan kepemimpinan. Sedangkan engkau belum layak mendudukinya, engkau justru akan menjerumuskan umatmu ke jurang kesengsaraan dan engkau sendiri menjadi hina dina.

 

Suatu bangsa takkan hidup baik tanpa pemimpin;

dan tidak ada guna pemimpin, jika orang-orang bodoh tampil menjadi pemimpin.

Rumah takkan bisa terjadi tegaj tanpa pilar:

dan tiada arti pilar yang berdiri tanpa dasar.

Jika lengkap dasar dan pilar-pilar:

maka suatu saat rakyat itu sampai pada apa yang diharap.

Apabila ada suatu bangsa yang tidak memiliki pemimpin yang bisa memberi arahan kepada mereka, maka bangsa itu ibarat kafilah berjalan di padang sahara yang penuh bukit-bukit, yang hampir sama, jalan-jalannya sangat menakutkan, sangat luas hingga tidak terlihat batas-batasnya dan seolah-olah warna tanahnya seperti warna langit. Nah, kalau dalam suatu bangsa terdapat orang-orang yang berambisi menjadi pimpinan, bahkan jumlah orang seperti ini terus berkembang, maka bangsa itu lebih semrawut, lebih banyak kekacauannya dan lebih besar bahaya dan kerusakannya.

 

Kecintaan terhadap jabatan kepemimpinan (ambisi menjadi pemimpin) adalah merupakan penyakit bangsa timur yang amat berbahaya, sedangkan berebut atau bersaing menjadi pemimpin adalah merupakan penyakit orang timur yang kronis. Begitu juga setiap ada pemumpin yang tampil, pasti timbul kecemburuan terhadapnya di hati bangsanya dan rasa dendam pada jiwa mereka semakin membara. Lalu, mereka melakukan adu domba, menjelek-jelekkan pemimpin tadi, mencurahkan segala kekuatan yang mereka miliki untuk menjatuhkannya, menyatakan terang-terangan menentang (menjadi oposisi) dan menghujatnya secara terang-terangan.

 

Apabila pemimpin tersebut pemimpin yang sejati, maka dia tidak mempedulikan serangan-serangan itu dan tidak menghiraukannya. Tetapi, dia malah semakin teguh melanjutkan apa yang dia rencanakan, berupa menciptakan kemakmuran untuk rakyatnya, tanpa mempedulikan hambatan-hambatan, pergolakan dan kesulitan-kesulitan serta tidak mau mengumpulkan massa untuk unjuk kekuatannya. Sebaliknya, apabila pemimpin tersebut guncang saat pertama kali mendapat tantangan, maka dia adalah orang yang lemah keinauan dan jiwanya. Semestinya, orang seperti ini tidak mau dijadikan pemimpin bangsanya.

 

Belum pernah saya melihat seseorang yang hatinya tidak menginginkan untuk menjadi pemimpin. Padahal orang yang benarbenar ahli untuk memegang jabatan kepemimpinan itu sangat sedikit sekali. Jabatan kepemimpinan itu bukanlah seperti barang yang bisa dibeli dan bukan seperti baju, yang jika dipakai oleh seseorang, lantas orang itu sudah dapat, maka dianggap sebagai pemimpin.

 

Sesungguhnya, pemimpin itu roh umat atau bangsa, apakah ada suatu bangsa yang rela jika yang menjadi pimpinannya adalah orang yang tidak mereka kenal, yang ayahnya tidak diketahui asal usulnya, orang yang sesat jalannya, putra orang yang rusak tingkah lakunya, orang yang bodoh, keturunan orang yang tolol, orang yang fasik atau anak dari orang yang suka berbuat maksiat?

 

Setiap bangsa yang dipimpin oleh orang yang tidak jelas pendiriannya, pemerintahannya dikendalikan oleh orang-orang yang bodoh dan pemuka-pemuka atau tokoh-tokoh mereka terdiri dari orang-orang yang rendah dan berakhlak tercela, maka bangsa itu positif bobrok, kacau dan akhirnya hancur.

 

Pemimpin yang sejati itu, bukanlah orang yang suka bagi-bagi uang dan merangkul tokoh-tokoh, yang tujuannya hanya agar orang-orang menyukai dan mendukung kepemimpinannya. Namun, pemimpin yang sebenarnya ialah orang yang kepemimpinannya itu dapat mencerminkan budi pekertinya yang luhur. Kepemimpinan yang demikian itu tidak bakal terwujud, kecuali dalam diri orang yang telah dikenal sifat-sifat kemuliannya, tidak berlaku negatif, murni gagasannya, teguh hatinya, tinggi cita-citanya, bersih janjinya (tanpa menginginkan timbal balik), cerdas pikirannya, kuat fisiknya, ramah, bersih kepribadiannya, jelas moralnya, bersih nasabnya dari cacat moral, tanggap terhadap tuntutan rakyat, dan bekerja keras demi kepentingan dan kemajuan mereka. Barangsiapa yang memiliki sifat dan kepribadian seperti yang diuraikan di atas, maka dia pasti memimpin dan memerintah orang banyak, semua ucapan dan petuahnya pasti didengar dan ditaati oleh rakyat, memiliki wibawa dan kedudukan yang tinggi di kalangan mereka.

 

Sungguh saya heran dan benar-benar mengherankan saya-, sekelompok orang yang tidak pernah berjuang, apalagi berperang membela negara, berusaha mati-matian mempengaruhi rakyat, agar mereka mau mengangkatnya sebagai pimpinan. Kelompok orang seperti ini adalah lebih hina daripada sesuatu yang paling hina. Mereka sama sekali tidak memiliki jasa atau keistimewaan yang dapat mengantarkannya pada kedudukan kepemimpinan yang mereka upayakan. Orang-orang seperti ini biasanya suka menggunjing dan memprovokasi rakyat, agar melakukan dan merongrong pemimpinpemimpin umat yang sebenarnya sudak baik dan mencemarkan nama baik pemimpin-pemimpin itu, sehingga terjadi krisis kepercayaan, yang akhirnya terjadi kefakuman. Situasi seperti itu oleh golongan tersebut dimanfaatkan sebagai jalan mencapai apa yang mereka maksud, yaitu mengambil alih kekuasaan dan kepemimpinan, sehingga mereka bisa menjadi pemimpin. Padahal mereka tidak menyadari, bahwa apa yang mereka lakukan itu sebenarnya membuka cacat dan kejahatan mereka sendiri, yang pada akhirnya rakyat menjauhi mereka, tidak memperhatikannya, bahkan membenci dan marah kepada mereka.

 

Di sana ada lagi sekelompok orang lain, yang jika mengalami kegagalan dalam usahanya (memenuhi ambisinya) merebut kekuasaan (dari pemimpin yang sebenarnya sudah baik), yang mereka inginkan, maka mereka mulai bangkit memprovokasi umat dengan atas nama agama, padahal kelompok ini sebenarnya paling ingkar dengan agama. Mereka gampang mengatakan orang lain sebagai kafir, ateis, sesat dan fasik.

 

Untuk memenuhi keinginan yang sesat itu, mereka menggunakan cara-cara yang hina dan keji, menghasud umat atau rakyat, agar tidak mendukung pemimpin yang sedang berkuasa (yang sebenarnya sudah baik) dan sudah menjalankan tugasnya. Mereka mempengaruhi rakyat, agar berpaling dari pemimpin yang ada itu dan mereka menyerahkan persoalannya kepadanya (yakni kepada golongan yang memperalat agama untuk mencapai ambisinya). Umumnya, yang membenarkan propaganda golongan ini adalah rakyat awam yang primitif dan yang dangkal pengetahuan agamanya. Namun, sebagian besar rakyat tidak mau memperhatikan, tidak mau mempedulikan seruan-seruan mereka yang penuh kebohongan dan kepalsuan yang menyesatkan.

 

Wahai, generasi muda, aku mohonkan engkau perlindungan kepada Allah, janganlah kalian merebut jabatan kepemimpinan dengan caracara yang terkutuk, sebagaimana disebutkan di atas. Sebab, cara seperti itu menyebabkan hubunganmu sebagai pemimpin dengan rakyat terputus, rakyat menjauhimu dan engkau sendiri akan jauh dari sifat mulia (menjadi tidak terhormat).

 

Jangan sekali-kali kalian memiliki sifat senang (ambisi) menjadi pemimpin, kecuali jika jabatan itu datang sendiri atau rakyat memaksa harus menduduki jabatan pemimpin, karena mereka memang melihatmu sebagai orang yang mau bekerja dengan baik, bersih dan baik akhlak serta mulia kepriadiannya.

 

Waspadailah, apabila di antara kalian sudah ada seorang pemimpin yang cakap dan memiliki bakat memimpin, sementara hati kalian sudah mantap, maka jangan sekali-kali kalian hasud kepadanya, yang akibatnya kalian terdorong untuk berupaya menjatuhkan dan berusaha mempengaruhi orang-orang agar berpaling daripadanya. Tetapi, berusahalah kalian membantu dan mendukung terhadap apa yang dilakukan pemimpin yang cakap itu dan mendukung programprogramnya. Jadilah kalian sebagai tangan-tangan yang membantunya dan pendukung-pendukung setianya. Apabila kalian melakukan hal itu, maka kalian termasuk orang-orang yang berbuat baik demi kepentingan umat atau bangsamu.

Benar dan dusta yang kami maksud dalam pembahasan ini, bukanlah seperti yang dikenal oleh setiap orang selama ini, yakni dusta dan benar dalam berkata, sebab hal seperti itu sudah jelas dan anak kecil pun mengerti. Akan tetapi yang kami maksud benar dan dusta dalam judul ini adalah benar dan dusta dalam perbuatan, sebab wujud dan tidak wujud suatu perbuatan, sebenarnya hasil dari ucapan dusta atau benar.

 

Janganlah engkau berkata (memulai) kepada seseorang, sesungguhnya engkau adalah yang benar atau dusta, sebelum engkau mengetahui benar atau dustanya dalam praktik amalnya (umpamanya diamalkan atau tidak). Janganlah engkau menilai benar atau bohong terhadap suatu ucapan, sebelum engkau mengetahui pengaruh (praktik) ucapan itu. Sebab, ucapan itu akan menjadi besat atau kecil nilainya bergantung pada praktiknya, dan ucapan itu dinilai benar, jika dibuktikan oleh amalan.

 

Kebenaran (kejujuran) perbuatan itu merupakan’hasil kerja orangorang yang memiliki kemauan keras. Mereka itu tidak dapat dihalangi oleh siapa pn dalam merealisasikan apa yang mereka ucapkan.

 

Engkau sering melihat banyak orang termasuk mereka yang mempunyai kedudukan terpandang, karena mereka memegang jabatan tinggisering mengatakan sesuatu yang tidak mereka amalkan. Apabila engkau menuntut mereka supaya melaksanakan ucapan dan memenuhi janji-janji mereka, maka mereka selalu mencari-cari alasan. Mereka mengemukakan macam-macam bahasan yang sudah menjadi watak mereka, yakni usaha membela diri dan kemunafikan, dan mereka selalu mengulur-ulur waktu untuk memasarkan alasan-alasannya. Hal itu bisa terjadi, hanya karena kemauan yang ada dalam jiwa mereka itu sangat lemah dan karena tidak terlatihnya mereka berkata benar dan dibuktikan dengan pelaksanaan (amal).

 

Apabila orang (yang pernah mengemukakan ucapan atau janji) ketika dituntut pelaksanaannya itu menjawab tidak atau dapat memenuhi, maka tidak ada seorang pun yang mencemoohnya. Bahkan menolak tuntutan itu lebih baik daripada janji yang tidak ditepati. Lebih parah lagi adalah orang yang berkata atau berjanji akan melakukan sesuatu, kemudian dia mundur (menghilang) dan tidak menepati janjinya. Mengingkari janji itu sama sekali bukan kebiasaan orang-orang yang sempurna pekertinya, dan dusta atau bohong itu adalah kebiasaan dan perangai orang-orang yang hina dina.

 

Setiap orang, sebelum menjanjikan sesuati kepada orang lain, hendaknya dia berpikir secara mendalam. Apabila dia yakin bahwa dirinya mampu memenuhi apa yang akan dijanjikan, maka tidak ada larangan dia berjanji, tetapi jika sekiranya tidak mampu memenuhi, maka sebaiknya tidak berjanji. Adapun orang yang berjanji sebelum berpikir dan angan-angan, apa dia mampu menepati janjinya atau tidak, maka orang itu termasuk orang yang sangat bodoh.

 

Kebanyakan orang yang bodoh itu, sering terlempar oleh kebodohannya sendiri ke lembah kebinasaan, yang menimbulkan penyesalan untuk selama-lamanya.

 

Sesudah memahami uraian di atas, maka perhatikanlah masalah berikut ini.

 

Apabila engkau heran pada suatu permasalahan, maka heranlah terhadap suatu kelompok orang yang berkata dan berjanji, sedangkan mereka memastikan dalam hati, bahwa mereka tidak akan menetapi perkataardan janjinya. Sesuatu yang mendorong mereka berkata bohong dan berjanji palsu itu tidak lain adalah karena salah (rusak) pendidikan mereka. Barangsiapa yang membiasakan sesuatu, maka sesuatu itu akan menjadi watak dan tabiatnya yang sulit dihilangkan. Kebiasaan itu tetap melekat padanya hingga dia masuk ke liang kubur.

 

Apabila seseorang sudah terkenal tidak pernah menepati janji dan selalu bohong, maka orang-orang, bahkan kolega terdekatnya akan menjauhinya, mereka tidak lagi mau mempercayai jika dia berkata dan mereka tidak bergeming, jika dia berjanji, bahkan mereka menganggapnya seperti fatamorgana yang tampak di padang luas, yang dikira oleh orang yang haus sebagai air, tetapi setelah didekati ternyata tidak ada sesuatu pun.

 

Watak atau perangai yang buruk ini apabila telah berjangkit dalam jiwa suatu umat, maka hilanglah kepercayaan dari jiwa anak-anak mereka, sedangkan kehilangan kepercayaan adalah pertanda lenyapnya kehidupan.

 

Wahai, genersi muda, hindarilah kebiasaan berdusta, sebab dusta itu menyebabkan retak (cacat) mahkota kemuliaan dan hindarilah ingkar janji, sebab ingkar janji itu menyebabkan umat menjauhimu.

 

Apabila kalian mampu menepati janji, berjanjilah, apabila kalian bisa melakukan pekerjaan, berkatalah. Jika tidak mampu, janganlah berjanji dan jangan mengobral perkataan, agar engkau tidak dicap sebagai pembohong.

 

 

 

Barangsiapa yang menginginkan kemuliaan, maka carilah dalam sikap sederhana (moderat).

 

Kesederhanaan itu berlaku dalam berpikir, bermazhab, makan, minum, berpakaian, memberi dan dalam setiap urusan yang bersifat kongkret atau abstrak. Semua itu merupakan keutamaan.

 

Barangsiapa yang menetapi jalan tengah-tengah (moderat), maka dia pasti selamat. Dan kedua ujung sikap tengah-tengah itu tercela.

 

I’tidal atau moderat adalah sederhana (sikap tengah-tengah) dalam semua permasalahan.

 

Asy-Syaja’ah (keberanian) itu mulia, karena ia adalah tengah-tengah antara dua sikap negatif. Yakni tahawwur (berani tanpa perhitungan atau gegabah) dan jubun (penakut).

 

Al-Jud (kedermawanan) itu mulia, karena ia adalah tengah-tengah antara dua sikap yang tidak terpuji, yakni Israf (boros) dan Bakhil (kikir).

 

Demikianlah keadaan segala sesuatu. Kalian pasti menjumpai setiap sikap atau perbuatan terpuji pada kesederhanaan atau kemoderatan, yakni sikap tengah-tengah antara dua sikap tercela.

 

Kecerdasan, jika melampaui batas, bisa menyebabkan cacat dalam perbuatan, bisa mendorong pada hal-hal yang tidak patut dikerjakan oleh orang-orang yang berakal dewasa. Tetapi, apabila kecerdasan itu kurang, tentu menimbulkan kebodohan dan kegoblokan.

 

Ketakwaan, jika melewati batas, maka akan menimbulkan waswas (kekurangmantapan), yang sering menyebabkan meninggalkan ibadah dan mengikuti perbuatan orang-orang fasik yang durhaka.

 

Karena itu, syariat atau peraturan dari langit (Islam) melarang tindakan melewati batas dalam menjalankan ibadah dan memerintahkan bersikap tengah-tengah dalam hal ibadah. Tersebut dalam hadis Nabi saw.:

 

“Sesungguhnya orang yang terpisah (dari teman-teman seperjalanan) itu tidak lagi tahu jalan yang harus dilalui dan tidak ada kendaraan yang terasa nyaman.”

 

Ilmu pengetahuan, apabila semakin luas dalam diri manusia, maka ilmu yang luas justru menimbulkan kebodohan (orang semakin banyak ilmu, semakin merasa bodoh). Kadang-kadang orang yang melampaui batas dalam menguasai ilmu itu, akan semakin banyak tidak mengetahui keperluan-keperluan dirinya sendiri.

 

Menurut kaidah umum, bahwa segala sesuatu yang telah melampaui batas maksimal, pasti akan berbalik sepenuhnya. Kaidah berlaku umum, untuk binatang, tumbuh-tumbuhan, benda padat, dan hal-hal abstrak maupun yang kongkret, yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial ataupun pembangunan.

 

Orang yang berakal adalah orang yang mewajibkan dirinya bersikap moderat, sederhana atau tengah-tengah dalam semua permasalahan, baik masalah ekonomi, sosial maupun keagamaan. Sebab, mengambil sikap tengah-tengah atau moderat itu membuat selamat. Tidak ada sesuatu yang paling membahayakan umat, kecuali mengabaikan sikap tengah-tengah atau moderat.

 

Wahai, generasi muda, berpegang teguhlah dengan sikap moderat (sedang). Janganlah kalian membiarkan setan mendorongmu bersikap terlampau berlebihan (ekstrem) atau terlampau kurang (konservatif). Sebab, perkara yang paling baik adalah yang tengah-tengah, karena di dalamnya terdapat kemuliaan, dan kemuliaan itulah yang dicari oleh orang-orang yang menginginkan hidup mulia.

 

 

 

 

Harta kekayaan -seperti halnya kekuasaanitu berfungsi sebagai pelayan bagi manusia, di saat manusia terdesak oleh kebutuhan.

 

Apabila engkau melihat seseorang hendak menghantam dirimu, maka sudah pasti engkau akan memipertahankan diri dan menahan hantaman Orang itu dengan kekuatan yang engkau miliki.

 

Apabila engkau melihat seseorang yang memusuhi salah seorang yang lemah, maka semangat keberanian spontan mendorongmu untuk memprotesnya dan membela orang yang lemah, yang tidak berdaya itu sebagai sedekah, berupa kekuatan buat orang yang lemah tersebut. Semangat keberanianmu itu akan lebih keras dan ganas, jika engkau melihat musyh yang berdatangan hendak memerangi umat dan menghancurkan negara suatu bangsa.

 

Demikian pula halnya, apabila hatimu merasa membutuhkan sesuatu yang akan engkau manfaatkan, maka engkau pasti sanggup mengeluarkan sebagian hartamu untuk mendapatkan sesuatu yang engkau butuhkan itu.

 

Apabila engkau menjumpai orang miskin atau lemah, yang tidak memiliki daya kekuatan, maka sifat kesatria dan kasih sayang pasti menggerakkanmu. Lalu engkau memberikan sesuatu sesuai kerelaan hati untuk membantu meringankan penderitaan dan menutup kebutuhan Si miskin itu.

 

Apabila engkau menyaksikan seluruh bangsa membutuhkan uluran bantuan -sedangkan engkau mampu untuk memperbaiki kebobrokan dan kekacauan mereka-, maka sudah barang tentu engkau lebih terdorong untuk mengulurkan bantuan kepada mereka dan perasaan muntah memenuhi kebutuhan mereka itu lebih kuat.

 

Apabila sifat licik itu dapat menyebabkan orang enggan melawan orang yang hendak berbuat jahat kepada dirinya sendin atau lainnya, sehingga dia selalu menjadi sasaran kejahatan orang-orang yang jahat. Maka, begitu pula sifat bakhil atau kikir, juga dapat menyebabkan orang enggan memberikan sesuatu yang sedang dibutuhkan orang lain, sekalipun yang dibutuhkan itu sangat mendesak sekali. Barangsiapa yang licik atau takut membela dirinya sendiri dari gangguan dan kikir membelanjakan harta untuk menutup kebutuhannya sendiri, maka dia sudah pasti lebih takut membela orang lain dan lebih kikir membelanjakan hartanya, walaupun hanya sedikit demi kepentingan orang lain.

 

Sebagaimana halnya Tahawwur (berani tanpa perhitungan), sering-sering menyebabkan tersia-sianya kehidupan orang-orang yang ingin maju menghadapi segala rintangan, tanpa angan-angan dan perhitungan itu sendiri, sehingga keberanian mereka sama sekali tidak berguna dan tidak memberikan manfaat, maka seperti itu pulalah sifat israf atau pemborosan dan menghamburkan harta untuk hal-hal yang tidak perlu, ia dapat menyebabkan lenyap harta, sehingga pelakunya akan terus menerus dalam keadaan susah dan cemas.

 

Semua kesalahan di atas, adalah akibat diabaikannya sikap tengah-tengah (i’tidal). Karena itu, kalian harus menetapi sikap tengah-tengah, sedang, moderat atau i’tidal.

 

Orang yang kaya raya, hartanya bisa habis karena boros dan dibelanjakan untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya, baik untuk dirinya sendiri atau umat. Alubatnya, dia yang semula kaya raya menjadi miskin, kosong kantongnya, hampa kedua tangannya dan tidak memiliki apa-apa.

 

Kebakhilan itu sebenarnya menggiring seseorang pada kesengsaraan. Orang yang kikir itu sebenarnya semakin sengsara dalam mencari harta (emas), dan sifat kikir itu akhirnya menghalanginya untuk bisa hidup senang dan tenteram. Harta kekayaan itu hanyalah suatu perantara untuk dapat hidup berkecukupan, digunakan membantu meringankan beban penderitaan orang-orang miskin dan mengobati kesedihan orang-orang yang melarat.

 

Seperti halnya, kekuatan tanpa keberanian, juga tidak ada gunanya, karena yang memiliki kekuatan itu boleh jadi penakut atau berami, tetapi tanpa perhitungan. Demikian pula halnya harta kekayaan tanpa disertai kedermawanan, sama sekali tidak ada manfaat dan kebaikannya, sebab pemiliknya boleh jadi kikir atau pemboros.

 

Jika pemborosan itu menyebabkan harta ludes, maka kikir (tidak memberikan harta) itu memaksa orangnya hidup susah. Pemborosan dan kekikiran itu menyebabkan kehancuran dan bencana bagi orang yang memiliki kedua sifat tersebut, yakni boros dan kikar.

 

Sederhana atau sikap tengah-tengah, yaitu berbuat kedermawanan. Hal itu bisa mendatangkan kebahagiaan berupa harta. Allah swt. berfirman:

 

“Janganlah kamu menjadikan tanganmu sendiri terbelenggu ke lehermu, jangan pula tangan itu kamu ulurkan seluas-luasnya, sebab kamu akan duduk dalam keadaan tercela dan penuh penyesalan.”

 

Dengan demikian, bersikap sedang dan mengambil jalan tengahtengah dalam segala permasalahan itu menyebabkan terhindar dari segenap malapetaka. Oleh sebab itu, hendaklah seseorang menginfakkan hartanya untuk kepentingan diri, keluarga, orang-orang yang membutuhkan bantuan dan proyek-proyek yang mendatangkan kemanfaatan bagi orang banyak, dengan tidak berlebihan dan tidak pula sangat bakhil.

 

Perlu diketahui, bahwa berderma itu harus disesuaikan dengan jumlah harta yang dimiliki. Banyak sekali orang yang dermawan, yang dianggap oleh orang lain kikir, jika dibandingkan dengan orang lain, begitu sebaliknya.

 

Di tengah masyarakat ini, sebenarnya ada sekelompok orang -semoga Allah menjadikan mereka baikyang menganggap, bahwa kekikiran itu bisa menyebabkan hidup kekal di dunia, sehingga apabila engkau meminta kepada mereka, agar mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk membantu meringankan penderitaan orang-orang miskin atau untuk membiayai sebagian proyek-proyek penting, maka orang tersebut merasa sepertinya engkau mengajaknya untuk mengangkat senjata tombak melawan musuh, menghunus pedang dan mengorbankan nyawa dalam suatu pertempuran (gemetar, ketakutan dan merasa keberatan memenuhi permintaanmu). Di antara mereka ada yang kikir terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Orang seperti ini adalah orang yang paling jelek. Di antara mereka ada yang kikir terhadap orang lain, tetap! royal untuk dirinya sendiri. Orang seperti ini adalah orang yang egois (mementingkan diri sendiri), yang lemah perasaannya dan tidak sehat pikirannya. Orang-orang yang berjiwa seperti ini mempunyai prinsip asal dirinya hidup, meskipun bangsanya mati, yang penting dirinya senang, meskipun bangsanya sengsara.

 

Di sana, ada lagi sekelompok orang yang menghambur-hamburkan dan memboroskan harta kekayaannya. Jika mereka melihat ada acara kemungkaran, maka cepat sekali tanggap dan mendukungnya, jika mereka mendengar di suatu tempat ada pesta (yang bersifat kesenangan hawa nafsu), maka dia langsung terbang ke tempat itu dan memberikan sumbangan uang, emas dan perak yang banyak, demi memeriahkan pesta tersebut. Tetapi, apabila mereka diajak melakukan kegiatan sosial, mereka pura-pura tidak tahu dan tidak mendengar. Kelompok orang seperti ini adalah orang-orang ketiga yang paling buruk dan mereka itu adalah orang-orang yang melampaui batas.

 

Wahai, generasi yang baik, menjauhlah dari kelompok orangorang tersebut. Tirulah jejak orang-orang dermawan yang mulia, sebab jejak para dermaw an itu adalah jalan yang jelas dan lurus. Sesungguhnya kedermawanan itu adalah sikap sedang dalam membelanjakan harta. di situlah tempat tumpukan permohonan bantuan, itulah sifat yang diidamidamkan setiap orang dan medan amal orang-orang mulia.

 

Berpegang teguhlah dengan sifat dermawan. Berlindunglah dalam benteng kedermawanan, jika engkau berbuat demikian, maka engkau bersama bangsamu akan hidup senang dan bahagia.

 

Orang-orang ahli pikir agaknya tidak pernah berpendapat tentang tafsir atau interpretasi suatu persoalan, sebagaimana mereka berbeda pendapat tentang tafsir kata bahagia.

 

Hal yang demikian itu dikarenakan bahagia itu termasuk sesuatu yang nisbi (relatif) dan pelengkap. Bahagia itu bukan merupakan sesuatu yang baik, yang disepakati semua orang. Namun, bahagia itu merupakan Sesuatu yang baik menurut seseorang yang memandangnya baik.

 

Mungkin si Zaid menilai baik pada suatu perkara, dan dia menganggapnya (menurut perasaannya) sebagai hal yang membahagiakan, serta menganggap orang yang menerima sesuatu tersebut sebagai orang yang bahagia. Tetapi Amar melihat sesuatu itu dan menganggapnya sebagai bencana, serta menganggap orang yang menerima sesuatu tersebut sebagai orang yang celaka.

 

Kebahagiaan itu sama halnya dengan kecantikan. Banyak pendapat dan pemahaman tentang itu dan interpretasinya berbeda, karena kecondongan setiap orang memang berbeda-beda. Kepastian pemikiran itu kembali pada perasaan dan kecenderungan masing-masing individu. Aneka ragam perbedaan dalam menilai kebahagiaan itu, semata-mata timbul dari aneka ragam perasaan dan kecenderungan.

 

Sebagian orang ada yang berpendapat, bahwa kebahagiaan itu terletak pada kebebasan makan, minum, kesenangan, pakaian, menghabiskan waktu untuk rekreasi dan bersenang-senang. Ada lagi yang beranggapan, bahwa kebahagiaan itu terletak pada asal mencari uang dan menyimpannya dalam kotak. Ada yang berpendapat, bahwa kebahagiaan itu terletak pada membaca buku-buku, mendalami ilmu-ilmu yang penting-penting dan membicarakan atau mendiskusikan tentang makna-makna yang terkandung dalam beberapa karya sastra. Ada lagi pendapat yang mengatakan, kabahagiaan itu ada pada perbuatan menyendiri di tempat yang sepi, jauh dari keramaian, menjauhi hidup mewah dan serba ada. Di antara orang-orang yang tersebut di atas, ada orang yang menyangka, bahwa kebahagiaan itu ada pada kekuasaan, karena dapat memilih secara bebas siapa yang berhak diangkat menjadi pejabat dan siapa yang perlu dilengserkan atau dipecat dari jabatannya, agar mereka loyal kepadanya, dan menuruti kemauannya.

 

Orang yang memperoleh kebahagiaan, ialah orang-orang yang melihat (menilai) sesuatu dengan akal pikiran, kemudian dia menetapkan garis tengah sebagai jalan yang harus dilaluinya dalam mencapai berbagai persoalan. Jalan tengah inilah yang disebut i’tidal, yakni berlaku sedang, sedangkan I’tidal (jalan tengah) dalam segala sesuatu itu adalah yang menyebabkan tercapai kebahagiaan.

 

Berlaku sedang dalam hal makan dan minum, merupakan kunci utama keselamatan jasmani dari berbagai penyakit dan gangguangangguan.

 

Berlaku sedang dalam rekreasi dan mencari hiburan, menyebabkan tumbuh kegembiraan dan pulih semangat dalam jiwa serta dapat menghilangkan kepenatan badan. Jika tidak pernah sama sekali rekreasi dan mencari hiburan, maka jiwa menjadi tidak bersemangat. Sebaliknya, jika berlebihan (terlalu sering) rekreasi (pelesir) dan mencari hiburan, akan menimbulkan kemalasan, kelelahan dan cenderung melakukan hal-hal yang merusak moral.

 

Berlaku sedang atau sederhana dalam mencari uang dan membelanjakannya, dapat menunjukkan ke arah yang baik dalam cara kerja (mencari uang) dan mendorong meninggalkan kerakusan dalam mengumpulkan harta halal dan tidak halal. Sedangkan kesederhanaan bekerja itu dapat menunjukkan pada cara-cara menginfakkan harta, sesuai dengan hukum agama, sehingga orang yang bersangkutan tidak menjadi orang yang kikir dan tidak pemboros. Tetapi dia bisa hidup dengan penuh kebahagiaan dan berkecukupan.

 

Berlaku sedang dalam belajar dan pengkajian tentang ilmu pengetahuan, dapat menyebabkan hati terasa senang dan dapat mengusir kejenuhan dan kebosanan.

 

Mencari kebutuhan hidup di dunia dan mencari ilmu serta amal untuk kepentingan agama (akhirat) disertai memperhatikan hal-hal yang menyehatkan badan dan menjernihkan akal pikiran itu, merupakan jalan untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

 

Adapun menekan hati agar jauh dari sifat-sifat tidak terpuji dan bersih dari sifat-sifat kesombongan, merupakan ketinggian harga diri yang terpuji, yang menyebabkan jiwa menjadi mulia dan agung. Sebab, dia tidak mau menjadi hina dan selalu menjaga dirinya jangan sampai menjadi sasaran penghinaan, menghina orang lain atau mementingkan diri sendiri dan monopoli hak orang lain.

 

Semua yang diterangkan di atas, berupa keterangan-keterangan berkaitan dengan sikap.sedang dalam berbagai persoalan itu, dapat menimbulkan kebahagiaan bagi orang yang memiliki sikap sedang atau berlaku sederhana, yang kebahagiaan tersebut membuat hidupnya tenteram dan kehidupannya senang.

 

Barangsiapa yang ingin merasakan kebahagiaan dalam diri, keluarga, harta kekayaan, anak keturunan, teman-teman dan semua usahanya, maka harus menempuhnya melalui jalan tengah-tengah atau sedang. Untuk menempuh jalan tengah atau sedang ini, harus berpatokan pada ajaran agama, akal pikiran dan perasaan. Tiga hal itulah patokan terbaik dalam mengambil sikap tengah-tengah.

 

Wahai, generasi muda yang mulia, sesungguhnya jalan menuju kebahagiaan itu terbentang di hadapanmu. Carilah kebahagiaan dalam ilmu dan amal saleh serta akhlak yang terpuji. Jadilah engkau orang yang selalu mengambil sikap tengah-tengah atau sedang dalam segala persoalan, pasti engkau akan menjadi orang yang bahagia.

 

 

 

Andaikata semua orang mau melaksanakan kewajiban yang telah dibebankan kepada mereka, niscaya mereka itu seperti berada dalam , surga yang kekal, meskipun mereka sebenarnya masih di dunia.

 

Mula-mula setiap orang itu mengetahui dengan sebenarnya tentang apa saja yang menjadi tugas dan kewajiban, yang dibebankan kepadanya. Kemudian melaksanakannya dengan baik.

 

Mengetahui kewajiban adalah suatu persoalan yang besar, namun melaksanakan kewajiban adalah persoalan yang lebih besar dan lebih penting.

 

Apabila di sana (di tengah-tengah masyarakat) terdapat banyak orang yang tidak mengetahui apa yang menjadi kewajiban mereka, lebih banyak lagi adalah orang yang mengetahui tugas dan kewajibannya, tetapi mereka enggan melaksanakannya. Orang yang mengetahui sesuatu yang benar, kemudian menyeleweng dari kebenaran, adalah lebih jelek dan lebih tercela daripada orang yang menyimpang dari kebenaran, karena memang tidak mengerti, bahwa hal itu adalah suatu kebenaran.

 

Saya merasa heran kepada sebagian orang yang menghendaki orang lain melaksanakan kewajibannya terhadap dirinya, tetapi dia sendiri tidak mau mempedulikan kewajibannya terhadap orang lain (haknya minta dipenuhi, sedangkan dia tidak mau memenuhi hak orang lain).

 

Timbulnya kelengahan dalam melaksanakan kewajiban itu ada dua macam penyebabnya: Yaitu mementingkan diri sendiri dan lemah kemauan.

 

Mementingkan diri sendiri (egois) mendorong seseorang pada perbuatan suka menghina atau melecehkan orang lain dan memonopoli segala kepentingan. Sebab sifat tgois ini dia tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap orang lain dan kewajiban-kewajiban terhadap masyarakat serta tidak mau bekerja demi kebaikan masyarakat, sebagaimana dia bekerja untuk kebaikan dan kepentingan dirinya sendiri.

 

Lemah kemauan itu merupakan penghalang yang menghalangi seseorang melakukan kewajiban yang telah dibenarkan kepadanya. Apabila secara tiba-tiba hatinya tergerak untuk melaksanakan kewajibannya, maka pendidikannya yang keliru, yang dia terima waktu kecil menghalangi niatnya, hendak melakukan kewajiban tersebut (akibatnya dia tidak melakukan kewajiban apa pun).

 

Melaksanakan kewajiban bisa mendatangkan manfaat secara umum dan merata. Manfaat itu tidak hanya kembali kepada diri orang yang bersangkutan, tetapi juga kembali kepada orang lain. Sebab, jika engkau melaksanakan apa yang telah menjadi kewajibanmu terhadap orang lain, maka orang itu pun akan berusaha semaksimalnya untuk mengimbangimu dengan melakukan seperti apa yang kamu kerjakan, dan dia akan memenuhi kewajibannya terhadap dirimu. Apabila kamu telah mengerjakan kewajiban-kewajiban terhadap umat, dan kamu menyerukan orang lain agar melakukan kewajibannya terhadap umat, maka umat itu niscaya menjadi baik dan bahagia. Kebahagiaan umat itu juga merupakan kebahagiaan setiap anggota umat itu sendiri, yang salah satunya adalah kamu sendiri.

 

Penuhilah kewajiban terhadap kedua orangtuamu. Niscaya kedua Orangtuamu itu pasti memenuhi kewajibannya sebagai orangtua kepadamu. Dengan demikian, kamu akan memperoleh kebahagiaan yang kamu cita-citakan.

 

Kerjakanlah kewajibanmu terhadap guru-gurumu, dengan cara bersikap atau berakhlak yang baik, penuh perhatian pada pelajaran dan berusaha sekuat tenaga memenuhi kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan sekolahan, maka mereka akan lebih mencintaimu daripada mencintai anak-anaknya sendiri.

 

Laksanakanlah kewajiban terhadap teman-temanmu, dengan cara memberi bantuan atau pertolongan kepada mereka, di saat mereka dalam keadaan sengsara, menampakkan rasa senang, ketika mereka dalam keadaan senang, siap mati membela mereka, ketika mereka terancam bahaya maut, mau hidup asal mereka bisa hidup pula (tetap setia kawan), berusaha menyelamatkan mereka ketika tertimpa bahaya dan membantu mereka ketika mereka memerlukan bantuan. Apabila engkau dapat mengerjakan scmua itu, maka engkau bakal memiliki banyak penolong di saat engkau menghadai kesulitan dan keadaan bahaya tertimpa musibah.

 

Penuhilah kewajiban terhadap sanak keluargamu, dengan cara menampakkan kasih sayang kepada mereka yang fakir, dan memenuhi kebutuhan kebutuhan mereka. Jika hal ini engkau lakukan, maka mereka akan sanggup mempertaruhkan nyawanya demi membelamu dan mengorbankan segala yang mereka miliki, untuk mengangkat derajat dan kedudukanmu.

 

Kerjakanlah kewajibanmu terhadap anak-anakmu, dengan cara mendidik mereka dengan pendidikan yang baik, mengusahakan mereka supaya berakhlak mulia, yang bisa menjadikan mereka mencapai derajat Orang mulia, maka mereka (anak-anak) itu akan mengerjakan kewajibannya kepadamu, akan mengangkat derajatmu dan akan membantu dalam melayanimu, di saat engkau memasuki usia tua, yaitu pada saat engkau tidak mendapatkan orang yang mau membantumu, selain anak-anakmu yang berpendidikan itu, yang engkau dengan susah payah mereka pada waktu kecilnya.

 

Penuhilah kewajiban terhadap istrimu, dengan cara memperlakukannya sebagaimana perintah agama, yaitu dengan sikap penuh kasih, ceria dan ramah, memberi pendidikan akhlak dan mengajarinya tentang hal-hal yang menjadi kewajibannya. Jika melakukan hal itu, maka istrimu akan sangat patuh kepadamu, memenuhi segala yang menjadi kewajibannya kepadamu sebagai suami dam akan menjadi teman setiamu, baik dalam keadaan senang maupun susah.

 

Penuhilah kewajibanmu terhadap perdagangan, profesi dan semua pekerjaanmu, dengan cara tidak melakukan pemalsuan, penipuan, tidak menjual barang-barang yang rusak dan tidak menutup-nutupi barang cacat, maka engkau akan menyaksikan banyak orang condong dan senang kepadamu serta banyak orang senang berlangganan kepadamu. Semua itu hanya karena engkau tepercaya. Dapat dipercaya orang, itu merupakan perkara besar dan sangat penting, dan tidak mungkin ada kepercayaan, kecuali dengan memenuhi kewajiban.

 

Bagi pemerintah, wajib melaksanakan kewajibannya terhadap rakyatnya, dengan cara menghargai bahasa, sastra, adat istiadat, ciri khas, hak-hak mereka dalam bidang seni sastra dan hukum serta hak-hak lainnya. Apabila pemerintah melaksanakan kewajiban di atas, maka rakyat akan siap mendukungnya sepenuh hati dan aktif memenuhi tanggung jawab dan kewajiban mereka terhadap pemerintah.

 

Pelaksanaan kewajiban oleh masing-masing pihak (pihak pemerintah dan rakyat) secara timbal balik, itu adalah sebuah kebahagiaan dan kejayaan yang tiada bandingannya dalam kehidupan (bermasyarakat dan bernegara).

 

Wahai, generasi muda, kalian wajib melaksanakan apa yang telah menjadi kewajiban kalian semua, sebab memenuhi kewajiban itu merupakan roh setiap barang yang ada di dunia ini. Ia merupakan rahasia kemakmuran hidup sebagai sumber akhlak yang mulia.

 

Bersikaplah adil kepada orang lain, mereka pasti bersikap adil kepadamu.

 

Kerjakanlah kewajiban yang menjadi tanggung jawab kalian terhadap Orang lain, pasti orang lain pun akan melaksanakan kewajibannya kepadamu.

 

 

 

 

Andaikata sifat tsiqah (dapat dipercaya) tidak ada, maka orangorang ini selama hidupnya dalam keadaan penuh gelisah dan ketakutan. Apabila lenyap sifat tsiqah (dapat dipercaya), berarti pertanda hilang kehidupan yang bahagia.

 

Sifat tsiqah itu merupakan roh segala perbuatan dan sebagai keindahan (bunga) semua cita-cita.

 

Apabila tsiqah (kepercayaan) telah lenyap dari jiwa manusia: maka sikap manusia ini terhadap sesamanya semakin buas dan garang, satu sama lain enggan melihat, dan saling siap menyerang dan menerkam.

 

Tidak ada rasa percaya di antara satu sama lain, khususnya dalam. harta kekayaan, dan di antara mereka tidak bakal pernah terjadi keakuran dalam segala hal.

 

Perdagangan adalah merupakan pusat kegiatan perekonomian, yang dibangun atas dasar saling percaya di antara para pelaku perdagangan. Andaikata dalam dunia perdagangan ini tidak ada rasa saling percaya | di antara pelaku-pelakunya, maka akan terjadi resesi dan kemacetan kerja. Dari sinilah muncul kesengsaraan hidup dan semakin sempit harapan untuk bisa bertahan hidup. Hal tersebut memang egois, sebab, apa ada orang berakal sehat mau menyerahkan uang atau hartanya kepada orang yang tidak dapat dipercaya? Jika ada orang mau : menyerahkan hartanya kepada orang yang dikenal tidak dapat dipercaya, maka itu merupakan suatu bentuk kegilaan yang parah.

 

Sebagaimana halnya hilang sifat tsiqah (kepercayaan) dalam bidang materiil itu, menyebabkan berantakan dan kehancuran harta dan kehidupan, maka demikian pula halnya dalam bidang moral.

 

Apabila engkau bertemu dengan seseorang, tiba-tiba engkau mengerti, bahwa dia tidak dapat dipercaya, sebab orang tersebut telah menjualmu hanya dengan imbalan sepiring makanan atau lebih sedikit dari itu. Atau orang itu menggunjing (ngrasani)mu bersama orang yang dia kenal sering menggunjingmu atau orang itu jelas enggan mencegah kejelekan yang diarahkan kepadamu sewaktu engkau pergi. Bahkan dia takut, jika membelamu atau orang itu diam-diam berusaha keras ingin mencuri hartamu dengan suatu tipu daya atau orang itu mengorek rahasia-rahasiamu, kemudian membeberkannya kepada orang banyak, maka sudah pasti tidak sreg berteman dengannya dan engkau tentu tidak ingin melanggengkan tali persahabatan dengannya. Apabila engkau masih mengokohkan tali persahabatan dengan orang tersebut, berarti engkau orang yang tertipu, bodoh, penakut dan tidak memiliki (lemah) kemauan.

 

Orang yang melakukan penipuan dalam usahanya itu bisa melenyapkan kepercayaan orang banyak kepadanya, mereka tidak akan tertarik dengan dagangannya, tidak tertarik dengan hasil karyanya dan acuh tak acuh atau tidak mempedulikan pekerjaannya.

 

Orang yang penipu, pamer, munafik, pembohong, rakus, pengkhianat dan egois itu, semuanya perlu dihindari dan disingkirkan, sebab mereka tadak lagi memiliki sifat tsiqah (dapat dipercaya).

 

Penipu itu mengusahakan agar engkau menjadi tidak baik dan terjerumus pada kemelaratan, tanpa engkau sadari. Penipu itu selalu menampakkan kecintaan kepadamu dan mengharapkan kebaikan untukmu. Akan tetapi ketika engkau mengetahui tipu daya dan makarnya, maka segeralah menjauhinya, karena dia tidak lagi dapat dipercaya.

 

Orang yang pamer (riya) itu selalu memperlihatkan kepadamu kebalikan dari hal yang sebenarnya ada pada dirinya. Dia itu sebenarnya orang fasik dan hina, tetapi tampil di hadapanmu sebagai orang yang baik dan tinggi cita-citanya. Dia sebenarnya orang yang hina dan rendah cita-citanya, tetapi menampakkan diri kepadamu seolah-olah orang yang mulia dan mempunyai semangat kerja yang kuat. Dia itu penahan harta orang dengan jalan tidak benar, tetapi di hadapanmu bersikap seperti orang yang jujur, dapat memelihara setiap harta yang dititipkan kepadanya. Orang yang pamer senantiasa menampakkan diri kepadamu yang tidak semestinya. Apabila engkau telah mengetahui perangai dan kebiasaannya yang jelek itu, maka segeralah membuangnya, seperti engkau membuang biji kurma, karena engkau sudah tidak memiliki kepercayaan dengannya.

 

Orang munafik itu seperti orang yang pamer (riya), sama-sama menyembunyikan kebalikan sesuatu yang dia tampakkan, hanya saja akhlak orang munafik itu lebih rendah daripada akhlak orang yang riya. Karena, akibat kelakuan orang munafik itu tidak terbatas pada dirinya sendiri dan orang yang dimunafiki. Orang yang riya (pura-pura) itu hanya memperlihatkan kepadamu apa yang dia perlihatkan, agar engkau senang kepadanya dan supaya engkau percaya kepadanya. Tapi orang yang munafik itu berusaha menutupi ideologi keagamaannya, paham sosial dan aliran politiknya. Lalu dia memberi pernyataan kepada penganut-penganut mazhab dan aliran yang berbeda-beda itu, bahwa dirinya sama dengan mereka, begitu juga ideologinya, sama dengan ideologi mereka.

 

Kadang-kadang si munafik itu tidak menganut suatu ideologi salah satu kelompok aliran-aliran tersebut dan kadang-kadang dia cenderung pada suatu kelompok, padahal dia mengerti, bahwa pengikut kelompok itu sesat. Lalu dia memuji-muji pemimpintpemimpin dan anggota kelompok ini, dan tidak segan-segan menganggap para pengikut aliran tersebut sebagai orang-orang yang berkedudukan tinggi dan mulia. Dia melakukan yang demikian ini, semata-mata mencari keuntungan materi yang membuatnya berkantong tebal (hidup kaya). Tetapi ketika kemunafikan orang itu diketahui oleh orang banyak, maka akan segera dicampakkan oleh masyarakat, karena mereka sudah tidak percaya kepadanya.

 

Orang yang bohong, adakalanya karena takut pada perkara yang tidak disukai atau ingin mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Bohong karena alasan apa saja itu menyebabkan lenyap kepercayaan masyarakat kepadanya, sebab ucapannya sendiri dan menyebabkan semua ucapannya diyakini masyarakat sebagai kebohongan, meskipun sebenarnya dia berkata benar.

 

Orang yang rakus itu selalu berusaha mendapatkan apa saja yang lebih dari yang semestinya menjadi haknya dan selalu berusaha secara serius mengambil hak orang lain untuk dimifiki sendiri. Jadi, orang yang rakus itu tidak bisa dipercaya, khususnya dalam masalah hak milik dan dia tidak bisa diserahi amanat, maka bagaimana mungkin masyarakat percaya kepadanya?

 

Adapun orang yang pengkhianat, sudah jclas tidak bisa dipercaya Ketiadaan sifat tsiah pada diri pengkhianat itu lebih pasti, dibandingkan ketiadaannya pada golongan lainnya, dan pengkhianat itu lebih dijauhi oleh masyarakat, sebab pengkhianat itu merupakan gabungan dari perbuatan penipuan, riya, kemunafikan, kebohongan dan kerakusan. Ini adalah pengkhianat kelas berat, dan itulah yang dimaksud dengan pengkhianatan, yang sebenarnya dalam bahasan-bahasan tentang khianat.

 

Setiap sifat tersebut adalah suatu pengkhianatan, sebab orang menipumu, pura-pura padamu, bermunafik kepadamu, membohongimu atau rakus mengambil hakmu, itu nyata-nyata mengkhianatimu dan menampakkan sikap yang tidak sebenarnya kepadamu.

 

Orang yang egois, yakni orang yang tidak mau memperhatikan selain kepentinan dirinya sendiri, itu sebenarnya tertipu oleh dirinya sendiri, sehingga dia terdorong untuk berbicara tentang dirinya dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan. Orang yang tertipu oleh dirinya sendiri itu sudah terkenal berlebihan dalam memuji dirinya sendiri dan menyimpang dari jalan yang benar. Jika dia berkata tentang dirinya, maka tidak bakal dipercaya dan semua ucapannya tidak mendapat perhatian.

 

Perlu diingat, bahwa poros kepercayaan itu ada pada tiap-tiap individu anggota umat. Apabila kadar kejujuran dan kemuliaan jiwa dalam umat itu besar, maka kepercayaan di antara mereka juga besar. Dan apabila kadar dua sifat mulia tersebut rendah, maka kepercayaan di antara mereka juga sangat rendah dan tatanan kerja pun menjadi rumit. Semua itu dapat mengusik ketenteraman dan kebahagiaan semua umat.

 

Kepercayaan secara timbal balik di antara anggota masyarakat, itu merupakan tali pengikat hubungan sosial, ekonomi dan politik. Sebagaimana saling percaya di antara orang itu amat diperlukan, maka saling percaya antargolongan lebih diperlukan. Lebih penting lagi adalah saling percaya antarsatu bangsa dengan bangsa lain dan saling percaya antarsatu negara dengan negara lain. Apabila kepercayaan tersebut pudar, maka tali hubungan tentu terputus dan akhirnya tatanan masyarakat menjadi berantakan.

 

Wahai, generasi muda, biasakanlah jujur (benar) dalam bertutur kata dan beramal. Paksakan dirimu memenuhi janji, kalian akan memperoleh kepercayaan dan jika engkau telah mendapat kepercayaan dari masyarakat, maka kalian termasuk orang-orang yang bahagia. Hatihatilah, jangan sampai kalian meremehkan tsiqah atau kepercayaan, sebab dengan modal kepercayaan itulah kalian bisa hidup.

 

 

Orang-orang yang berjiwa besar tidak mungkin memiliki sifat dengki atau iri hati (hasud), sebab hasud itu bagian dari jiwa yang kerdil, lemah kemauan dan watak yang jahat. Orang yang berjiwa besar, yang enggan berbuat jahat, ialah orang yang jarak antara diri orang itu dan akhlak atau tingkah laku jahat (hasud) ini sangat jauh.

 

Ada sebuah pepatah Arab:

“Orang yang hasud tidak bakal bisa berkuasa.”

 

Pepatah tersebut -andaikata engkau mengetahuiadalah sangat agung dan penting. Kalimat tersebut mengandung makna dan pengertian yang besar. Kalimat ini meskipun cukup singkat, tetapi besar maknanya dan agung kandungan isinya.

 

Orang yang hasud itu sempit akhlaknya, tidak lapang dadanya dan kacau pikirannya. Apabila melihat orang yang mendapat nikmat atau menyaksikan salah seorang mendapatkan kedudukan tinggi di kalangan masyarakat yang-hal itu sudah selayaknya, maka dia berharap nikmat yang diterima orang tersebut beralih kepada dirinya dan kedudukannya bisa pindah kepadanya, meskipun dia harus bersusah payah memperolehnya dari orang yang memiliki nikmat dan kedudukan tersebut.

 

Angan-angan sebagaimana pendapat mereka adalah modal orang yang bangkrut. Bagaimana mungkin orang yang tidak memiliki kemauan, tidak memiliki harga diri dan tidak memiliki jiwa yang mulia dapat memperoleh kedudukan yang terhormat atau dapat mencapai nikmat orang-orang yang dihasudi. Dia dengan angan-angan yang hina Itu, tidak akan dapat mengambil alih suatu pemberian Allah kepada hamba-Nya dan dia tidak akan mampu merampas kedudukan orang lain dan menguasainya. Namun, orang yang hasud itu bakal tetap keadaannya, yaitu jarang mendapat nikmat, rendah kedudukannya, hina jiwanya dan rendah pangkatnya. Apa mungkin orang seperti itu dapat memegang kemuliaan atau masuk di gelanggang kemuliaan? Sungguh dia dengan sifat hasud itu tidak akan dapat menjadi penguasa, meskipun dia tetap iri hati selama hidupnya.

 

Adapun orang yang besar jiwanya, yaitu apabila dia melihat orang lain dipuji, karena memiliki suatu kebaikan atau melihat orang lain menduduki kedudukan yang banyak diminati, maka hatinya tidak bergerak sedikit pun untuk mendengki orang itu dan tidak berusaha menurunkan orang tersebut dari kedudukannya. Tetapi, dia (orang yang berjiwa besar) berusaha keras untuk dapat mencapai nikmat, seperti yang telah dicapai oleh orang tersebut dan berjuang agar bisa mendapatkan kedudukan seperti yang didapatkan oleh orang lain tersebut, bahkan kalau bisa melebihinya.

 

Kerendahan jiwa itu mendorong orang untuk mengharapkan lenyapnya kenikmatan dari orang lain, agar pindah kepada dirinya, sedangkan ketinggian jiwa mendorong orang untuk berusaha, agar mendapatkan kebaikan dan kenikmatan yang diidam-idamkan, sama sekali tidak disertai rasa ingin berbuat keburukan (kerugian) kepada orang lain, sementara dirinya mendapatkan kebaikan (keuntungan). Perbedaan dua sifat tersebut amat besar (sifat pertama disebut hasud, sedang sifat kedua disebut ghibthah).

 

Engkau telah menyetuhui apa yang kami uraikan, yakni tentang arti kata hikmah :

 

(orang yang dengki tidak mungkin bisa menjadi pemimpin). Karena aitat orang yang dengki atau hasud adalah lemah kemauan, berjiwa kerdil, penakut dan tidak memiliki keberanian untuk bekerja keras, seperti kerja orang orang terpandang. sudah sepantasnya orang yang bersifat seperti tersebut di atas tidak menjadi pemimpin. Karena kepemimpinan (sifat yang harus dipenuhi seseorang yang menjadi pemimpin) dan sifat sifat tersebut di atas adalah sangat berlawanan.

 

Sungguh mengherankan, jika ada orang mengharapkan sesuatu yang tidak dapat dicapai, kecuali dengan kesungguhan dan kerja keras, padahal dia pemalas, tidak mau berusaha dan menganggur. Orang itu sebenarnya mengharapkan sesuatu yang malah mendapatkan kerugian dan kerusakan (karena mempunyai harapan tanpa dibarengi usaha). Itulah sifat orang-orang yang dalam hatinya terdapat sifat hasud atau dengki. Oleh karena itu, hati-hatilah, wahai, generasi muda, jangan sampai kalian menjadi golongan orang-orang bodoh.

 

Kobaran api kedengkian orang yang hasud itu kadang-kadang sampai pada suatu batas yang mendorongnya untuk menyakiti atau mengganggu orang yang dihasudi, berusaha menyengsarakan orang yang dihasudi dan menggerakkan segala upaya untuk menimpakan berbagai kejahatan kepadanya. Orang yang hasud itu tega melakukan yang demikian terhadap orang yang dihasudi, hanya karena menuruti gejolak jiwanya yang hina dengan mengira, bahwa perbuatannya itu dapat memadamkan bara kedengkian tabiatnya yang hina dan tercela.

 

Apabila kedengkian itu sudah sampai pada batas ini, maka orang yang dengki (hasud) itu sudah berubah menjadi binatang buas atau binatang predator dan menjadi ular yang taringnya mengandung racun yang amat berbahaya. Namun, sering sekali bahaya kedengkian itu kembali pada dirinya sendiri, akhirnya diamati karena kemarahan serta kejengkelannya sendiri dan terbakar oleh apt kedengkiannya.

 

Perlu diingat, bahwa kedengkian (hasud) pada jaman dahulu merupakan penyakit yang paling berat, yang dapat meruntuhkan keagungan kita dan menghancurleburkan kemajuan dan peradaban kita. Menurut hemat saya, kedengkian pada saat sekarang ini merupakan penyakit atau wabah yang meluas di kalangan masyarakat kita.

 

Apabila engkau melihat seseorang melakukan sesuatu untuk kemaslahatan negara dan kebaikan umat, maka di sana pasti anda jumpai sejumlah orang yang menentang orang tersebut hanya semata-mata karena kedengkian, iri hati dan menentang kebenaran. Apabila kita tidak segera meninggalkan sifat tercela ini, maka jangan harap mendapatkan kebaikan dan tidak ada lagi jalan menuju kebahagiaan.

 

Wahai, generasi muda, jauhilah sifat dengki, iri hati atau hasud, sebab dengki itu bagian dari akhlak orang-orang hina dan termasuk sifat orang-orang yang bodoh. Apabila engkau melihat orang yang menegakkan kebenaran, maka dukunglah dan mudahkanlah jalannya. Apabila engkau melihat nikmat atau kesenangan yang dilimpahkan Allah kepada salah seseorang hamba-Nya, maka berusahalah engkau agar bisa meraih nikmat seperti itu, dengan hati bersih dan pemikiran yang jernih. Dengan izin Allah kalian akan dapat mencapainya.

 

Berhati-hatilah, jangan sampai kalian mau didorong oleh sifat dengki untuk memusuhi orang yang mendapat kenikmatan, sebab dengan kedengkian kalian tidak bakalan dapat memperoleh apa yang engkau inginkan daripadanya. Bahkan bisa jadi kalian terjerat oleh pukat kedengkian kalian sendiri.

 

Betapa baik dan adil keputusan Allah. Karena kedengkian itu begitu muncul, langsung menyiksa hati si pendengki itu sendiri, kemudian membunuhnya.

 

 

Jadilah kalian orang yang mau membantu orang lain, pasti orang lain pun akan membantu kamu. Gemarlah berbuat baik kepada orang lain, sudah tentu orang lain juga gemar berbuat baik kepada kamu. Tolong-menolong adalah salah satu persoalan yang harus dilakukan oleh setiap orang secara timbal balik. Sedikit sekali rasanya, orang yang tidak menginginkan kamu mendapatkan kebahagiaan, dan sedikit pula orang yang tidak mau memberikan bantuan kepada kamu, jika mereka telah mengetahui, bahwa kamu merasa senang apabila melihat orang lain bahagia dan kalian cepat-cepat memberikan pertolongan kepada orang lain, kecuali orang yang bejat akhlaknya dan rendah pendidikannya. Orang-orang seperti ini, termasuk orang yang tidak tahu cara membalas budi kepada orang lain, yang telah berbuat kebaikan untuknya. Karenanya, masyarakat tidak akan sudi membantu atau menolong orang-orang seperti itu dan tidak akan memandangnya sebagai orang yang patut dihormati.

 

Seringkali golongan orang tersebut datang (orang-orang yang tidak tahu cara balas jasa dan budi baik orang lain) karena terdorong oleh kebejatan akhlaknya, hingga tega membalas kebaikan dengan kejahatan, menukarkan sesuatu yang hina miliknya dengan sesuatu yang baik milik orang lain. Barangsiapa yang melakukan perangai yang buruk seperti itu, maka dia termasuk orang yang harus selalu diwaspadai, termasuk dalam peringatan:

 

“Berhati-hatilah terhadap kejahatan orang-orang yang telah menerima kebaikan.”

 

Tingkat tolong-menolong yang paling rendah adalah memberikan pertolongan kepada orang lain, agar orang lain menolongmu, ketika engkau memerlukan bantuan. Sedangkan tingkat tolong-menolong yang tinggi dan terpuji adalah memberikan pertolongan kepada orang lain, tanpa mengharap balasan apa pun dari orang yang kalian tolong. Bahkan engkau memberikan pertolongan itu hanya engkau melihat, bahwa perbuatan tolong-menolong sebagai suatu perbuatan mulia dan menyebabkan kemuliaan jiwa serta berpengaruh baik kepada orang banyak, agar mereka mau meneladaninya, sehingga tolong-menolong itu menjadi budaya di kalangan masyarakat dalam suatu bangsa. Di balik membudayanya sikap tolong-menolong itu timbul persatuan, kerukunan, kesamaan visi dan persepsi.

 

Sesungguhnya sikap dan usahamu berbuat baik kepada orang lain, berarti engkau telah menanamkan (mengukir) rasa cinta dalam hati Orang itu, yang tidak bisa dihapus, kecuali jika engkau berbuat jahat kepadanya. Tetapi orang yang berhati mulia dan berakhlak baik, tidak mungkin akan melakukan perbuatan jahat sesudah dia berbuat baik.

 

Apabila engkau berbuat baik kepada seluruh umat, maka berarti engkau ibarat orang yang membangun sebuah monumen dan panggung (mimbar) kecintaan dalam setiap hari tiap-tiap anggota umat tersebut yang tidak mungkin terlupakan selama umat itu masih ada. Artinya kebaikan atau jasa baik kalian kepada masyarakat akan tetap dikenang mereka selama-lamanya, selama mereka masih hidup.

 

Setiap orang atau warga suatu umat itu pasti saling membuahkan di antara satu dengan lainnya. Apabila semua anggota umat (masyarakat) itu mau gotong royong (tolong-menolong), yang kuat menolong yang lemah, yang kaya mau meringankan beban penderitaan yang miskin, yang pandai mengajar yang bodoh, yang mengetahui jalan petunjuk memberi tahu yang sesat, dan mencintai orang lain, sebagaimana mencintai dirinya sendiri, maka di balik semua itu akan tercipta kebahagiaan yang merata, kebangkitan dari keterperosokannya, dan kesadaran dari kelengahan dan kemundurannya.

 

Tolong menolong itu tidak terbatas pada persoalan-persoalan materi atau kebendaan saja, tetapi tolong-menolong itu umum dan mencakup juga persoalan-persoalan moral, bahkan tolong-menolong dalam hal moral ini justru lebih penting.

 

Apabila engkau melihat orang sedang kebingungan menghadapi problemnya, maka tolonglah dia dengan memberikan gagasan atau pemikiranmu yang baik atau dengan cara menjelaskan tentang cara-cara penyelesaiannya.

 

Apabila engkau melihat orang yang sedang dirundung kesedihan, maka ringankanlah kesedihannya, dengan cara memberikan saran-saran yang dapat menghiburnya, mengutarakan ucapan-ucapan yang dapat menyebabkan ketenangan hatinya dan menyenangkan hatinya. sehinga penderitaan dan tekanan kesedihannya bisa hilang.

 

Jika engkau menjumpai orang yang menyimpang dari jalan kebenaran, berlaku hina, mengalami kebingungan dalam kesesatan, maka hendaklah engkau berupaya keras, untuk memberikan petunjuk kepadanya melalui kata-kata yang halus, nasihat yang baik dan ucapanucapan baik dan manis, sehingga apa yang engkau lakukan itu dapat mendorongnya insaf dan mendorongnya mau menempuh jalan yang lurus dan bisa sadar menghiasi diri dengan akhlak yang mulia.

 

Cara-cara seperti itulah yang telah dilalui dan dijalankan oleh orang-orang saleh terdahulu. Mereka menempuh jalan gotong royong atau tolong-menolong, baik bersifat meteriil atau moril, sehingga mereka dapat mengungguli bangsa-bangsa lain.

 

Apa yang membuat kita sengsara dan bangsa-bangsa sebelum kita itu tidak Jain adalah terabaikannya sendi kehidupan bermasyarakat yang pokok, yakni tolong-menolong. Mereka (bangsa-bangsa) menukar budaya tolong-menolong ini dengan budaya yang bersumber dari hati yang keras, melebihi batu dan sikap atau kebiasaan-kebiasaan yang hina. Akibatnya, seseorang di antara kita ibarat kalajengking yang menyengat lainnya atau ibarat ular berbisa mematuk atau menggigit lainnya. Padahal kita tdak diperintahkan untuk melakukan perbuatan Seperti itu bukan untuk berbuat seperti itu kita ciptakan.

 

Wahai, generasi muda, kita tidak diciptakan, kecuali agar kita saling tolong-menolong memberantas kesengsaraan yang menimpa kita dan saling bahu-membahu, baik dalam keadaan senang atau sengsara dan bekerja sama.mengenyahkan penderitaan yang menimpa umat.

 

Sesungguhnya umat ini sangat membutuhkan pertolongan, maka ulurkanlah bantuan kepada mereka.

 

Bangsa itu bodoh, maka berilah mereka pertolongan dengan ilmu pengetahuan.

 

Bangsa itu bobrok, maka berilah mereka pertolongan dengan reformasi.

 

Bangsa itu miskin, maka berilah mereka bantuan dengan ‘kucuran dana keuangan, untuk dibuat mendirikan sekolah-sekolah, untuk menciptakan lapangan-lapangan kerja dan membangun pabrik-pabrik.

 

Apabila kalian melakukan semua itu, maka kalian termasuk putraputri bangsa yang baik dan digolongkan pemuka-pemuka yang mau bekerja. Oleh karena itu, bergotong royonglah (tolong-menolong) dalam semua bidang tersebut, sesungguhnya Allah swt,. menyukai orangorang yang tolong-menolong.

 

 

 

Saya telah melihat banyak orang yang senang mendengar pujian, meskipun pujian itu berisi kebatilan (palsu), dan susah hatinya jika mendengar kritikan, meskipun kritikan itu sarat dengan kebenaran. Hal yang demikian, timbul dari jiwa yang sudah tertipu oleh dirinya sendiri dan suka melakukan kebatilan.

 

Orang yang tertipu oleh dirinya sendiri itu, pasti beriang gembira jika dipuji, menari-nari jika mendengar pujian dan bergoyang-goyang kepalanya tatkala mendapat pujian. Pujian baginya ibarat arak yang jika telah merasuk dalam jasadnya, maka dia mengira telah berhasil memiliki bumi dan seluruh isinya. Padahal semestinya dia tidak memiliki hak apa-apa, kecuali harus ditempeleng dan ditinju, jika yang memuji itu jujur dan adil. Apabila ada seseorang mengritik pekerjaannya dan menerangkan kepadanya tentang pekerjaan yang sebenarnya, maka dia cemberut, bermasam muka, memalingkan muka, dengan penuh kesombongan, marah-marah, lalu berteriak-teriak dan menghardik-hardik.

 

Adapun orang yang berakal dan bijak, dia tidak suka dipuji oleh siapa pun, sebab orang memuji itu pasti hanya menyebut tentang kebaikan-kebaikan orang yang dipujinya dan pasti menutup-nutupi kejelekannya. Padahal setiap itu sebenarnya lebih mengetahui kebaikankebaikan yang dimilikinya, sehingga tidak perlu dikukuhkan (dengan pujian-pujian). Bahkan orang yang berakal dan bijak itu merasa lebih senang melihat ada pendapat yang menandingi atau menentangnya melalui kritikan yang sehat atau yang bersifat membangun. Sebab orang yang mengritik itu selalu mengemukakan kekurangan-kekurangan Orang yang dikritik, mengungkap kekeliriruan-kekeliruan dan menjelenterehkan kesalahan-kesalahannya, sehingga dengan kritikan itu dia terus mengetahui kekurangan, kekeliruan dan kesalahan dirinya. Akhirnya dia segera menjauhi segala kekurangan dan kesalahannya. Dengan demikian dia semakin berkurang cacatnya dan semakin bersih dari sifat-sifat negatif. Jika demikian, maka benarlah kata-kata mutiara:

 

“Temanmu yang sejati ialah orang yang berkata benar kepadamu, bukan orang yang selalu membenarkan ucapanmu.”

 

 

Andaikata tidak ada kritikan, maka banyak orang-orang yang bingung tertipu oleh nafsunya, banyak melakukan perbuatan-perbuatan dosa, menyimpang dari kebenaran dan banyak di antara mereka melakukan apa saja menurut kemauan hawa nafsunya. Kritik merupakan jalan ‘ yang lurus dan bukti paling kuat (untuk menilai adanya penyelewengan, pelanggaran, kesalahan dan sifat negatif lainnya). Dengan adanya kritik, semua kebenaran akan menjadi murni, keutamaan menjadi tampak jelas, kebatilan menjadi sirna dan benih-benih kesesatan menjadi lenyap.

 

Apabila suatu umat sudah berani melemparkan baju kebodohannya dan membebaskan akal pikirannya dari belenggu-belenggu kelemahan, lalu bekerja keras untuk mencapai kemakmuran, hingga mencapai kemajuan yang pesat, maka penyebabnya tidak ada lain, kecuali keberanian mereka menyampaikan dan menerima kritikan.

 

Sebaliknya, apabila suatu umat telah tertipu oleh manisnya pujian, yang terlena sebab pujian dan terbius oleh morfin sanjungan, maka umat itu akan tergilas oleh perubahan-perubahan Jaman dan akhirnya hancur sebab diterpa berbagai krisis.

 

Rahasia hidup dan mati suatu umat atau bangsa, tergantung adanya kritik. Sebab, kritik itu hakikatnya dapat membangkitkan cita-cita, mendorong seseorang menjauhi segala kekurangan dan keburukannya, memaksa setiap orang untuk terus bekerja, agar dia menjadi orang terpuji di hari kemudian. Orang itu mencurahkan segala kemampuannya untuk dapat menjadi orang yang maju tanpa kenal lelah dalam mewujudkan amal baik yang mendatangkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, mendatangkan kemanfaatan dan kemaslahatan untuk dirinya sendiri dan umat di dunia dan akhirat.

 

Adapun sanjungan atau pujian -terutama sanjungan yang paling buruk adalah sanjungan yang berisi kebatilanitu meniupkan tipuan ke lubang hidung orang yang senang pujian dan memasukkan setan kesombongan dan kecongkakan di ubun-ubun orang yang senang pujian, sehingga orang tersebut merasa kebaikannya telah mencapai setinggi langit, melebihi bintang orion. Akibatnya, cita-cita orang itu mencari kemuliaan merosot dan lemah, keuletan dan keteguhannya menghadapi segala kesulitan menjadi patah. Akhirnya, ilmu pengetahuan dan pengaruhnya itu tidak berkembang, apabila dia berilmu, berbudi pekerti. Dia menjadi Orang yang bodoh dan hina dina, seperti sampah, jika dia tidak berilmu dan tidak berbudi pekerti.

 

Sementara itu, di sana ada sekelompok orang yang enggan bekerja, kecuali jika yakin, bahwa orang-orang akan memuji pekerjaan dan usahanya, menuju kemajuan dan keberanian mereka dalam usaha. Ada pula sekelompok orang yang makin bertambah semangat mencapai citacitanya, sesudah mendengar ada pujian yang diberikan kepada mereka dan semakin luar biasa giatnya dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam hal ini tidak ada masalah diberikan pujian terhadap mereka dan pekerjaan yang mereka kerjakan, agar lebih bertambah maju dan semangat dalam melaksanakan tugas untuk umat atau bangsa.

 

Kami tidaklah mengecam pujian secara mutlak, tetapi yang kami kecam adalah orang yang mengharapkan pujian orang lain, dengan pujian yang semestinya atau tidak, dan merasa sakit hatinya, terhadap orang lain yang mengritik tindakannya, meskipun dia melakukan suatu perbuatan yang memang tidak boleh dibiarkan. Barangsiapa yang sikapnya seperti itu, maka jelaslah, bahwa dia itu termasuk golongan orang-orang yang gemar dipuji dengan tidak semestinya dan mereka itu adalah orang-orang yang berada dalam perangkap akhlak yang hina yang telah membuat banyak orang-orang tertipu dirinya binasa. Jadi orang yang senang dipuji itu, mestinya tidak sakit hati jika dikritik. Apabila pujian itu dianggap sebagai pendorong semangat untuk melakukan amal yang baik, maka kritikan itulah yang dapat menggerakkan hati nurani setiap orang agar menghindari hal-hal yang mengundang pemikiran negatif atau hal-hal yang membuatnya terperosok ke persoalan-persoalan yang sangat membahayakan.

 

Amar makruf dan nahi mungkar, yakni menganjurkan kebaikan dan melarang keburukan, itu tidak lain -kecuali merupakan sebuah bentuk kritik yang membangun. Andaikata tidak amar ma’ruf dan nahi mungkar, maka orang yang bodoh dan orang-yang bejat moralnya akan berbuat apa saja menurut keinginan hawa nafsunya tanpa mempedulikan akibatnya, semakin berani menyebarkan kebatilan dan semakin besar saja bendera atau pengaruhnya.

 

Kemudian di antara umat ini sebenarnya ada satu kelompok yang menggunakan kritik itu sebagai alat untuk tujuan menjatuhkan sekelompok masyarakat dan untuk mencemarkan nama baik mereka. Kelompok orang seperti ini tidak segan-segan melancarkan cacian, kata- kata kotor atau ucapan-ucapan tidak baik berupa gosip-gosip kepada orang-orang tertentu yang mereka anggap saingannya. Mereka tidak segan pula melancarkan teror dan caci maki terhadap orang-orang (kelompok) yang hendak mengritiknya. Pendeknya, kalian akan menyaksikan kelompok orang seperti di atas itu selalu mengarahkan ucapan-ucapan yang jijik dan kotor, hina dan rendah serta penuh kebatilan kepada orang-orang yang hendak mengritiknya. Sikap dan ucapan kelompok orang seperti itu tidaklah bisa disebut sebagai kritikan. Sikap seperti itu yang paling tepat disebut balas dendam. Perbuatan seperti itu jelas tercela dan menunjukkan kerendahan watak yang dihindari oleh orang-orang yang berbudi luhur.

 

Sebenarnya tujuan utama kritikan itu hanya untuk memalingkan orang yang dikritik dari perbuatan yang salah, baik perbuatan itu dilakukan secara sadar atau tidak. Jadi sikap ceroboh dan kasar (mengabaikan sikap lemah lembut) dalam mengemukakan kritikan ‘itu justru menimbulkan kecenderungan atau kefanatikan orang yang dikritik terhadap apa yang dia lakukan, meskipun jelas sekali kesalahannya. Tersebut dalam satu hadis:

 

”Barangsiapa yang menganjurkan kebaikan, maka hendaknya anjurannya itu dikemukakan dengan baik.”

 

Jadi, kritik itu harus disampaikan dengan cara yang baik, agar membawa hasil sebagaimana yang dimaksud. Allah berfirman:

 

“Tidak akan sama kebaikan dan keburukan, tolaklah kejahatan itu dengan cara yang sebaik-baiknya, maka tiba-tiba orang antaramu dan dia ada permusuhan seolah-olah tidak menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan, melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan, melainkan kepada orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.”

 

Wahai, generasi muda, janganlah engkau tertipu oleh ucapan orang-orang yang menganggap bagus pada perbuatan kalian dan jangan pula tertipu oleh kata-kata manis orang-orang yang memuji-muji kalian. Sebab, sebagian besar apa yang mereka katakan tentang dirimu itu tidak benar, sebagian besar orang seperti itu hanya bermaksud untuk menyenangkan hati kalian saja atau bertujuan agar kalian suka memberikan sekadar sedekah beberapa rupiah kepadanya.

 

Janganlah sekali-kali kalian menempuh jalan yang buruk seperti di atas itu, sebab, hal itu pasti akan membawa kalian suka berkata dusta, padahal kalian telah mengerti betapa besar dan jelek dosa orang-orang yang berkata bohong. Perhitungkanlah atau peganglah komentar orang-orang yang mau menyampaikan kritikan terhadap tindakantindakan kalian dan mau menjelaskan kesalahan kalian, tentu kalian akan mendapat petunjuk ke jalan yang paling benar dan lurus.

 

Apabila kalian melihat pada diri orang lain sesuatu yang perlu di Kritik, maka luruskanlah langkah-langkah yang menuju kebenaran dan nasihatilah dia, agar melenyapkan kesalahannya dengan bahasa dan ucapan yang baik dan sopan.

 

Jangan sekali-kali menggunakan kata-kata kasar, sebab kata-kata yang kasar itu lebih menusuk daripada tusukan anak panah dan lebih menyakitkan daripada tikaman pedang. Perkataan yang kasar itu tidak akan mendatangkan manfaat, bahkan bisa membuat hati orang-orang tidak senang dan benci.

 

Jadilah kalian orang-orang yang lemah lembut dalam bertutur kata dan penuh kasih kepada sesama, maka kalian akan berhasil mendapatkan apa yang kalian inginkan.

 

Tersebut dalam kata hikmah:

 

“Air, meskipun lembut dan lemah, dapat memotong (melubangi) batu, meskipun keras”.

 

Allah swt. sudah jelas-jelas lebih menyukai ucapan-ucapan yang halus dan ramah. Sebagaimana firman-Nya kepada dua Nabi-Nya, yakni Musa dan Harun dalam menghadapi Fir’aun yang angkara murka itu. Dia berfirman:

 

“Pergilah kalian berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, maka berbicaralah kamu berdua dengan katakata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia sadar atau menjadi takut kepada Allah.”

 

Berfanatiklah terhadap kebangsaan, bahasa, agama, paham sosial dan aliran politik yang kalian anut. Tetapi kalian jangan sakit hati, jika melihat orang lain yang fanatik seperti kalian. Oleh karena itu, biarkanlah orang-orang lain mempunyai fanatisme terhadap ideologinya, sebab kalian tidak bakalan mampu mengendalikan siapa pun, dan setiap orang itu memiliki hak asasi dan kebebasan memeluk agama yang dia yakini kebenarannya, bahkan boleh memperlihatkan fanatismenya terhadap apa yang dikehendakinya.

 

Semua agama memutuskan membolehkan kepada setiap orang memiliki jiwa yang fanatik. Begitu pula semua aliran atau mazhab yang berkembang di kalangan masyarakat, tidak melarangnya. Cara seperti inilah yang ditempuh oleh bangsa-bangsa yang maju dengan pesat sekarang ini, sebagaimana yang dianut oleh nenek moyang kalian pada masa lampau.

 

Fanatisme adalah suatu sikap yang baik, jalan yang lurus jelas dan benar. Hanya dengan fanatisme seperti itulah umat dapat melestarikan bahasa, rasionalismenya, akhlak-akhlak yang terpuji dan adat istiadat yang baik. Fanatisme itulah yang mendorong mereka menjadi bangsa yang kuat, berani dan tidak mudah goyah oleh pengaruh-pengaruh luar.

 

Manakala akhlak ini, yakni akhlak atau sikap fanatisme yang mulia ini lenyap dan tidak berkembang, akibat kesalahan pendidikan yang diterima bangsa itu, maka hilanglah ciri-ciri bangsa, lenyaplah kekuatan dan keberaniannya dan akhirnya menjadi bangsa yang lemah dan sirna dari permukaan bumi, mengikuti jejak bangsa-bangsa terdahulu. Kiranya yang menjadi sebab kebinasaan itu hanyalah karena matinya rasa fanatisme, kebejatan moral dan sebab kehilangan identitasnya. Sesungguhnya bangsa yang sempurna adalah bangsa yang berbudaya dan berakhlak mulia.

 

Sikap fanatisme kalian terhadap agama yang kalian anut dapat mendorong orang lain selalu menjaga kehormatan kalian, sedangkan sikap tidak tahu-menahu terhadap agama, menyebabkan orang lain tidak mau peduli kepada kalian.

 

Pengertian fanatisme terhadap agama adalah aktif menjalankan segala hal yang diwajibkan oleh agama, mengikuti semua petunjuk, melaksanakan semua perintah dan menjauhi segala larangannya serta menetapi akhlak-akhlak yang mulia, yang menjadi tujuan utama beragama. Memang, tujuan utama beragama adalah, agar yang bersangkutan terdorong memupuk cita-cita menuju budi pekerti yang luhur.

 

Tidak benar sama sekali, jika fanatisme dalam agama itu diarukan harus membenci orang yang tidak menganut agama yang kalian anut, melakukan tipu daya untuk menyengsarakannya, melakukan usaha keras, untuk memeras dan mencelakakannya. Semua ini sama sekali bukan termasuk fanatisme agama. Tetapi, yang demikian itu tidak lain hanyalah merupakan fanatisme liar, yang membahayakan terhadap proses kemajuan, merupakan suatu kebiadaban dan merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Sebab, tindakan benci kepada orang yang berlainan agama dan melakukan teror kepadanya itu adalah perbuatan orang-orang yang tidak mengerti tentang agama yang dianutnya, kecuali namanya saja. Dia bukan penganut sejati agama tersebut. Ajaran agama dan perbuatan orang seperti itu jelas bertolak belakang.

 

Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan oleh sebagian orang yang tidak mengerti isi ajaran agama dari kalangan orang-orang yang suka memutarbalikkan agama untuk kepentingan pribadi, maka orangorang seperti itu bukan orang-orang penting, tidak berarti bagi agama, dan mereka sama sekali tidak bisa menjadi hujah atau bukti bagi agama. Allah memiliki hujah yang kuat, apa yang mereka omongkan dan lakukan itu, tidak termasuk agama Allah sedikit pun.

 

Sesungguhnya orang-orang yang mengaku fanatik terhadap agama itu, sebagian besar tidak mau berpikir dan mereka sebenarnya tidak mengenal agama. Mereka itu beragama hanya semata-mata karena bapak-bapaknya beragama. Mereka itu tampak agamis, tetapi hakikatnya mereka itu hanya ikut-ikutan. Kalau mereka berbicara tentang agama yang dipeluknya, sebenarnya tidak mengerti tentang apa yang dikatakannya, mereka bersandar pada sesuatu yang mereka tidak memakainya, mereka marah dan membenci orang-orang yang tidak seagama dengannya. Namun demikian, mereka itu yakin, bahwa dengan cara beragama seperti itulah mereka akan selamat dan dengan cara seperti itulah mereka bisa dekat kepada Allah. Sungguh, betapa buruk apa yang mereka pikul itu dan alangkah jelek apa yang mereka lakukan.

 

Di sana ada lagi sekelompok orang yang bukan golongan orang awam yang bodoh, tetapi bukan pula golongan tertentu yang tinggi pengetahuan agamanya. Mereka itu mengklaim sebagai orang yang fanauk dalam beragama, tetapi tidak pernah menegakkan syiar-syiar agama, tidak berpegang pada ajaran agama yang telah digariskan, baik yang sunah maupun yang fardu, dan menyeru kepada orang-orang dengan menggunakan nama agama yang dianutnya. Kelompok orangorang seperti ini mungkin hatinya kosong, tidak berisi akidah, bahkan lebih kosong daripada kendang.

 

Bukankah fanatisme terhadap agama, sebagaimana yang kami uraikan, hanyalah berakhlak sesuai dengan tuntutan akhlak dalam agama, menjalankan apa saja yang diperintahkan agama dan menjauhi apa yang dilarangnya. Jadi, apa yang dilakukan oleh orang-orang yang mengklaim dirinya fanatik dalam beragama di atas sebenarnya mereka itu hendak menipu orang-orang awam untuk menyesatkan pemahaman mereka. Golongan orang-orang seperti ini tidak dapat menjadi hujah atau tolak ukur agama yang dipeluknya. Karena pengakuan mereka sebagai pemeluk agama itu hanya untuk mengharapkan keuntungan tertentu dan tindakan mereka meneror orang-orang yang tidak seagama dengannya, karena mereka ingin menguasai atau menundukkan akal pikiran mereka dan untuk mengendalikan jiwa umat sesuai dengan kehendak hawa nafsu mereka. Allah swt. bebas dari golongan orang seperti tersebut di atas dan segala perbuatannya.

 

Fanatisme kalian terhadap kebangsaan dan bahasa kalian menjadikan kalian sebagai pribadi yang diperhitungkan kekuatannya (disegani) oleh bangsa lain dan sebagai orang tinggi kedudukannya dalam pandangan bangsa lain tersebut. Sebaliknya, sikap kalian meremehkan kebangsaan dan bahasa kalian sendiri itu menjadikan kalian orang yang remeh dalam pandangan orang yang tidak sama bahasa dan kebangsaannya dengan bahasa dan kebangsaan. Persoalan ini jelas dan tidak lagi memerlukan bukti.

 

Seperti halnya interpretasi fanatisme terhadap agama yang tidak semestinya itu tercela -sebagaimana kalian ketahui-. Begitu pula perigertian fanatisme terhadap kebangsaan dan bahasa dengan melecehkan bahasa-bahasa orang dan kebangsaannya, menimpakan teror dan tekanan kepada mereka, itu sama sekali tidak makin fanatisme yang terpuji dan tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, wahai, generasi muda, kalian wajib menghormati bahasa dan kebangsaan orang lain, sebagaimana kalian senang, jika orang lain menghormati bahasa dan kebangsaan kalian.

 

Kemudian, fanatisme kalian terhadap dpa yang kalian yakini benar, berupa partai-partai politik, organisasi massa dan perjuangan kalian: membela sesuatu yang telah kalian yakini kebenarannya tersebut, adalah suatu hal yang menyebabkan kalian harus melaksanakan kewajiban yang dituntut olehnya. Karenanya, perjuangkanlah apa yang kalian yakini kebenarannya dengan bukti-bukti yang jelas, dalil yang tepat, hujah yang kuat dan dialog yang membawa manfaat, lalu bersihkanlah diri kalian. Jangan sampai mempergunakan kata-kata yang terlampau tidak patut didengar untuk dapat mencapai tujuan yang kalian inginkan. Ingatlah, bahwa orang lain itu memiliki sesuatu pendapat yang wajib kalian hormati dan dia miliki. Aliran yang tentu dia amat senang jika alirannya itu dihormati, sebagaimana kalian sendiri yang senang jika pendapat dan aliran kalian dihormati. Apabila kalian mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi atau menarik orang lain bergabung dengan aliran yang kalian ikuti, dengan hujah yang tepat, bukti yang kuat dan kata-kata yang halus, maka laksanakanlah usaha kalian itu. Tetapi, jika tidak mampu dengan-cara-cara seperti tersebut, maka tinggalkanlah dan biarkan orang lain itu mengikuti pendapat dan alirannya, karena bagaimanapun kalian tidak mungkin bisa menguasainya.

 

Berhati-hatilah, jangan sampai kalian menjadikan fanatisme sebagai lantaran untuk balas dendam, sebab hal seperti ini sama sekali bukan watak orang-orang yang berhati mulia. Janganlah kalian membiarkan perbedaan pendapat, agama, kebangsaan dan bahasa menimbulkan keresahan masyarakat, menghambat kemajuan dan merobek-robek persatuan, khususnya jika perbedaan itu terjadi antara sesama bangsa yang satu bahasa, satu tanah air dan satu haluan politiknya.

 

Wahai, generasi muda, kami mengajak kalian semua pada sikap fanatisme yang terpuji, sebab fanatisme yang demikian itu bagaikan duta (pembawa) kebahagiaan dan utusan menuju kemajuan.

 

Fanatiklah terhadap apa yang kalian yakini kebenarannya dan berpeganglah erat-erat agama kalian, kebangsaan kalian dan bahasa kalian dengan cara seperti yang telah kami uraikan. Semoga kalian menjadi orang-orang yang berjaya.

 

 

 

 

Barangsiapa yang dapat memperlakukan sesuatu dengan baik, maka dia adalah orang yang pantas menguasai sesuatu tersebut, meskipun sesuatu itu tidak diwariskan oleh ayah atau nenek moyangnya. Sebaliknya, barangsiapa yang tidak dapat memeliharanya, bahkan merusaknya, maka apa yang ada pada kekuasaannya itu akan terlepas dari tangannya dan berpindah ke tangan orang lain yang dapat memeliharanya dengan baik, meskipun orang yang pertama (yang tidak bisa memelihara apa yang dimiliki dengan baik) itu memiliki akte-akte yang menetapkan, bahwa dialah pewaris sesuatu tersebut dan didukung oleh saksi-saksi yang adil.

 

Segala sesuatu yang ada di alam ini adalah milik Allah swt. Allah mengaturnya sesuai dengan kehendak-Nya, memindahkannya dari orang yang dikehendaki kepada orang yang dikchendaki-Nya. Semuanya adalah hak Allah swt., tetapi meskipun demikian Dia menghubungkan kehendak-Nya itu pada adanya sebab-sebab, sesuai dengan iradah-Nya. Oleh sebab itu, barangsiapa yang berusaha menempuh sebab-sebab untuk memperoleh sesuatu yang telah digariskan oleh Allah dan memasuki pintu-pintu yang disediakan untuk meraihnya, maka orang seperti itulah yang paling berhak mendapatkan warisan suatu perkara daripada orang yang tidak layak menguasai perkara itu.

 

Semua bangsa di atas hamparan bumi ini adalah pelayan-pelayan Allah swt. dan buruh-buruh yang diperintahkan bekerja demi kemakmuran bumi. Oleh sebab itu, siapa saja yang lebih dahulu mengabdinya, maka Allah akan melapangkan jalan bagi orang tersebut memegang kekuasaan di permukaan bumi. Sebaliknya, siapa pun yang tidak baik pengabdiannya dalam memakmurkan bumi, maka Allah akan mencabut kekuasaan orang tersebut dengan paksa.

 

Apabila kalian menunjuk seseorang sebagai pembantu untuk melakukan suatu pekerjaan, maka kalian pasti akan selalu mengawasinya dengan ketat. Apabila kalian menilai baik kerja orang tersebut, maka kalian pasti mempertahankan dan menetapkannya pada pekerjaan tersebut, bahkan jika pekerjaannya tambah baik, maka kalian tentunya akan menaikkan upahnya. Sebaliknya, jika orang yang kalian tunjuk sebagai pembantu tersebut buruk cara kerjanya atau bahkan menyimpang dari apa yang kalian inginkan, maka kalian masih menoleransinya untuk pertama kalinya dengan memberi peringatan kepadanya. Tetapi, jika orang itu tidak mengindahkan peringatan kalian (tidak berusaha memperbaiki kerjanya) dan dia tidak lagi bisa diharapkan kebaikan kerjanya, maka sudah pasti kalian mengambil pekerjaan yang dikerjakan orang itu dan kalian memecatnya sebagai pembantu. Dengan menarik pekerjaan dari tangan orang yang bisa melaksanakan dengan baik dan memberhentikannya sebagai pembantu itu, kalian berarti melakukan tindakan atau kebijakan yang benar-benar tepat. Tetapi, apabila kalian lengah, tidak memperhatikan keteledoran pembantu tersebut atau kalian tidak mengetahui ketidakbaikan pekerjaan pembantu itu, maka, kalian akan mengalami kemaslahatan kalian menjadi berantakan. Tentu saja tidak seorang pun ingin usahanya berantakan, kecuali orang yang tidak sehat akalnya.

 

Manusia adalah khalifah Allah yang diserahi tugas memakmurkan dan membangun bumi oleh-Nya. Apabila manusia berlaku baik di seluruh bumi ini, mengaturnya dengan baik, membangun kawasankawasan yang perlu dibangun, mengeluarkan hasil buminya dan mengolah kekayaannya dengan cara sebaik mungkin, berbuat adil dalam segala persoalan, menyebarkan ilmu pengetahuan di kalangan penduduk dan tidak menyimpang dari peraturan yang telah digariskan oleh Sang Pencipta, yakni Allah swt., maka manusia seperti itulah yang benarbenar dinamakan khalifah Allah dan semua urusan pengendalian tugastugas berada di tangan kekuasaannya.

 

Sebaliknya, barangsiapa yang buruk perilakunya dan tidak baik dalam melaksanakan tugas-tugas yang diserahkan kepadanya, sesuai hukumhukum Allah serta melupakan apa yang sudah diamanatkan, maka manusia seperti itu akan dikenai apa yang telah dialami oleh manusia yang semacam dengannya. Keadaannya berbalik total, kalau semula mulia berubah menjadi hina. Kalau semula tinggi kedudukannya berbalik menjadi rendah. Kalau semula berkuasa, berbalik dikuasai (hilang kekuasaannya). Kalau semula kaya berbalik menjadi miskin. Apa yang dimilikinya (berupa kehormatan dan kekayaan) dicabut oleh Allah dan diwariskan kepada orang lain. Kekuasaan yang ada padanya dicabut oleh-Nya dan diberikan kepada orang lain. Hal ini sudah dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:

 

“Dan sungguh telah Kami tulis dalam Zabur sesudah Kami tulis dalam Loh Mahfudz, bahwasannya bumi ini diwarisi oleh hambahamba-Ku yang saleh.”

 

Yang dimaksud dengan kata-kata Ash-Shalihun (orang-orang yang saleh) dalam ayat tersebut adalah orang-orang yang mampu menata atau memanage bumi dengan baik, mengatur pekerjaan-pekerjaan dengan sempurna dan memperbaiki kondisi penduduknya, dengan cara menyebarkan ilmu pengetahuan, menegakkan keadilan, berhati-hati menghadapi lawan dan menciptakan usaha-usaha yang bermanfaat, seperti bidang pertanian, perindustrian dan perdagangan. Jadi, kata Ash-Shalihun tersebut, sama sekali bukan orang-orang yang sering rukuk dan sujud, sementara enggan berusaha melakukan hal-hal yang menyebabkan dapat menguasai bumi. Masalah ibadah adalah masalah spiritual (keagamaan), yang membuatnya hanya kembali pada yang melakukannya saja di akhirat nanti, sedangkan urusan menata bumi adalah persoalan material (duniawi) yang tidak mungkin ditempuh, kecuali melalui usaha yang telah ditunjukkan oleh Allah swt. dan perantaraan-perantaraan yang siapa saja mau menggunakan lantaran itu, pasti dapat memegang atau menguasai kekuasaan di bumi ini.

 

Wahai, generasi muda, sesungguhnya bangsamu sekarang ini telah dilanda krisis moral yang menyebabkan mereka enggan melakukan pekerjaan yang bermanfaat dan meninggalkan usaha-usaha yang menjadi sebab mereka layak memakmurkan dan mewarisi bumi. oleh sebab itulah, bangsa kalian saat sekarang ini tertimpa kesengsaraan, berbagai bencana, kesulitan-kesulitan dan semakin hari semakin bertambah parah penyakitnya. Kalianlah yang menjadi sumber kebahagiaan bangsa, tumpuan harapan bangsa, dapat meringankan penderitaan bangsa dan dokter-dokter yang mampu mengobati penyakit-penyakit yang berjangkit pada mereka.

 

Oleh karena itu, perbaikilah kondisi bangsa kalian, luruskan langkah mereka, dan ajaklah mereka bekerja atau beramal yang baik, sehingga mereka layak menjadi pewaris bumi dan pelaku-pelaku pembangunan kemakmurannya, sehingga bangsa kalian akan kembali seperti semula, dengan memperoleh kejayaannya di masa lampau. Cukuplah sudah, apa yang diperbuat oleh musuh kalian, yang mengeruk kekayaan negara bangsa kalian dan cukuplah kiranya apa yang diperbuat oleh lawan dalam merusak moral, identitas dan segala sesuatu yang membuat bangsa kalian jaya.

 

Wahai, generasi muda, kalian sekali lagi kalian semua, adalah pelita harapan, bintang penunjuk dan tumpuan harapan bangsa. Oleh sebab itu, berbuat baiklah untuk bangsa kalian, curahkanlah segala kemampuan kalian untuk mereka dan kobarkanlah api semangat cita-cita kalian, maka bangsa kalian akan menjadi bangsa yang baik, kehidupan kalian bersama mereka menjadi baik dan kalian bersama bangsa kalian bangkit menjadi bangsa yang besar dan maju.

 

 

Ingatlah, terhadap tragedi atau kejadian yang pertama kali terjadi, sebab dalam kejadian pertama itu terdapat grafika naik, turun, maju, mundur, bahkan mati atau hidup.

 

Kita telah menyaksikan banyak sekali di antara orang-orang yang tidak memperhatikan tragedi atau kejadian yang pertama terjadi, mereka tidak mempedulikan dan menganggapnya sebagai suatu persoalan biasa. Padahal andaikata mereka mengerti, bahwa akibat segala persoalan itu tergantung pada permulaannya, dan berjalan sesuai dengar perjalanan permulaannya, maka sudah barang tentu mereka akan sadar dan memperhatikan pada peristiwa-peristiwa pertama yang terjadi, mereka akan berusaha keras mengerahkan segala kekuatan untuk mencegah berlangsungnya tragedi pertama itu dan menghadapinya dengan segala kekuatan untuk menolak tragedi pertama itu, bagaikan gunung kokoh menghadapi setiap bahaya yang menyerangnya.

 

Akibat atau kesudahan segala sesuatu, baik atau buruk itu mengikut baik-buruk permulaannya. Apabila permulaan sesuatu itu baik, maka dapat dipastikan hasil atau akhir sesuatu itu, baik pula. Sebaliknya, jika permulaan sesuatu itu buruk, maka hasil atau kesudahan perkara itu juga buruk.

 

Ada sebagian orang melakukan suatu usaha. Dia melaksanakan usahanya itu dengan penuh kesungguhan. Di saat dia giat melakukan usahanya itu, tiba-tiba dia tertimpa suatu musibah, kecil atau besar. Lalu orang tadi menjadi ciut nyalinya untuk melanjutkan usahanya dan takut menyempurnakan usahanya sesuai rencana semula, menjadi malas dan patah semangatnya sebelum dia meraih hasil yang dia harapkan. Penyebab utama kegagalan seperti itu tidak ada lain kecuali ketiadaan sifat sabar dalam diri orang tersebut dan kecil nyalinya.

 

Dalam hadis Nabi Muhammad saw. disebutkan:

 

“Ukuran kesabaran itu semata-mata dapat dilihat pada waktu pertama kalinya terjadi tragedi”

 

Di sana ada lagi orang yang giat melakukan suatu usaha, secara terus-menerus menghadapi cobaan, dirundung berbagai rintangan dan hambatan dari segala sisi. Tetapi orang ini menghadapinya dengan hati yang teguh dan tabah, hingga dia mampu mengalahkan cobaan, rintangan dan hambatan tersebut, dan terus maju melanjutkan usahanya, meraih apa yang diinginkan dengan semangat yang tidak mengenal lelah, sampai akhirnya berhasil mencapai apa yang diharapkannya. Keberhasilan orang tersebut hanya karena dia tetap teguh dan sabar dalam menghadapi trapedi yang mula-mula menimpanya, selalu waspada terhadap rintangan-rintangan yang menghadangnya pada awal-awal usahanya dan dia berusaha keras menepis segala bisikan yang menakut-nakuti serta membuang semua keluhan hati, Dia dapat melakukan yang demikian itu, sebab dia memiliki keberanian dan kebiasaan sabar ketika pertama tertimpa musibah.

 

Apa yang kita saksikan berupa kegagalan, sebagian besar orang yang melakukan banyak usaha itu semata-mata disebabkan gampang gelisah dan mengeluh tatkala menghadapi rintangan pada tahap-tahap awal usahanya. Oleh sebab itu, waspadalah selalu dan bertabahlah menghadapi tragedi yang pertama terjadi dalam permulaan usaha.

 

Sikap diam dan acuh tak acuh terhadap kerusakan yang muncul pertama kali dalam hal yang berkaitan dengan ideologi atau akidah yang kalian percaya itu, akan menyebabkan meluasnya kerusakan tersebut dan menjalar pada persoalan-persoalan yang lain.

 

Ketakutan atau keciutan nyali kalian dalam mempertahankan hak kalian yang sah itu, menyebabkan lawan semakin berani merongrong dan menggerogoti hak-hak kalian yang lain.

 

Kegemaran manusia melakukan kejahatan dan kebiasaan mereka melakukan kemungkaran itu semata-mata karena mereka selalu menganggap enteng pentingnya mengendalikan hawa nafsunya, yang selalu mendorong pada perbuatan jelek pada saat mula-mula dia condong berbuat kerusakan.

 

Hujan itu mulanya berupa gcrimis, kobaran ap: dalam kebakaran berasal dari sepercik percikan bara api dan pohon yang besar-besar itu awalnya hanyalah berupa  biji yang sangat kecil.

 

Penyakit kecanduan minuman keras dan ketergantungan pada obatobat terlarang (drug) itu hanya bermula dari coba-coba mencicipi segelas arak atau secuil tablet setan itu. Begitu pula gelora cinta dalam jiwa yang membuat gila itu, juga bermula dari panah asmara yang sekali menancap pada pandangan pertama.

 

Perang itu mulanya hanya berupa ucapan yang kadang-kadang sangat sepele, lalu berkembang menjadi ketegangan dalam hubungan, kemudian berakhir dengan pembunuhan yang menyebabkan kematian. Permulaan peristiwa besar dan dahsyat ini, juga karena perkara kecil yang tidak berarti.

 

Apabila kalian segera bertindak menyingkirkan setiap tragedi yang muncul pertama kali, sebelum tragedi melumpuhkan kalian dan berusaha menolak setiap rintangan sebelum rintangan itu menghantam kalian, maka kalian akan selamat dari segala macam malapetaka kehancuran, kalian akan hidup tenang tentram dan berhasil dalam usaha serta terhormat di kalangan masyarakat kalian.

 

Wahai, generasi muda, sesungguhnya salah satu penyakit kita yang menghalangi kita mencapai cita-cita adalah sifat mudah berkeluh kesah ketika menghadapi tragedi pertama yang menimpa kita dan ketidaksabaran kita ketika pertama menghadapi cobaan. Akhlak atau watak seperti itu (mudah berkeluh kesah dan tidak sabaran) apabila telah bersarang pada jiwa sesuatu kaum atau bangsa, maka bangsa itu pasti mudah diperbudak, hina, segala usahanya sia-sia dan perbuatannya bagaikan debu yang berhamburan diterpa angin kencang. Angin yang melenyapkan hasil jerih payah usaha itu, tiada lain kecuali sifat takut dan ketidaksabaran menghadapi rintangan pertama.

 

Oleh sebab itu, kalian -semoga Allah melindungimuharus membiasakan diri bersabar dan teguhkanlah jiwa kalian ketika menghadapi tragedi pertama dalam usaha, maka kalian pasti akan merasa gampang dan merasa ringan menghadapi tragedi berikutnya. Selanjutnya, kalian akan selalu sukses dalam segala usaha.

 

 

 

 

Keberhasilan suatu pekerjaan itu, apabila yang menangani memang orang-orang yang ahli. Sebaliknya, kegagalan suatu pekerjaan itu apabila pekerjaan tersebut diserahkan kepada orang-orang yang bukan ahlinya.

 

Kita belum pernah mengetahui suatu pekerjaan dari sekian banyak pekerjaan, yang para pekerjanya merasa cocok dan puas serta membawa hasil yang memuaskan pula, kecuali para pekerja itu. Memang, orang-orang yang ahli dalam bidangnya. Kita juga tidak pernah menyaksikan suatu usaha baik, yang para pekerjanya gagal mewujudkannya, kecuali para pekerjanya itu bukan orang-orang yang ahli, yakni orang-orang yang latah dalam menangani pekerjaan.

 

Sesungguhnya setiap pekerjaan yang diserahkan kepada orangorang yang bukan ahlinya, maka akan berakhir berantakan dan orangorang yang menanganinya, memperoleh kegagalan dan penyesalan. Persoalan inilah yang telah disinyalir dalam hadis Nabi saw.:

 

“Apabila suatu perkara itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka nantikan saja saatnya.”

 

Maksud kata saat dalam hadis di atas adalah saat atau masa kegagalan dan kehancurannya.

 

Manakala dunia ini rusak, karena para penghuninya melakukan berbagai kefasikan dan kemaksiatan, memperlebar jarak (mempertajam) perpecahan sesudah bersatu, lebih suka melakukan tindakan anarki atau penghancuran sesudah giat melakukan pembangunan dan mengufuri hukum-hukum Allah setelah mengimaninya, maka mulailah tampak gejala kehancurannya, makin dekat saja saat kiamat, benturan-benturan mulai menggoyang dan disusul berbagai macam bencana secara bertubi.tubi. Saat itu bumi terasa bergoncang dengan dahsyat sekali, disusul berbagai macam tragedi yang menimpanya, hati semua orang berdebar ketakutan dan semua pandangan tunduk ke bawah.

 

Peristiwa-peristiwa seperti terjadi dan mengguncang dunia karena para penghuni dan penduduk bumi sudah tidak patut dan tidak layak hidup di atasnya. Mereka telah melakukan berbagai macam penyimpangan dari peraturan-peraturan yang dibuat oleh Allah untuk diamalkan. Tetapi mereka melanggar dan mengikuti jalan lain, dan sesungguhnya Allah masih memberi kesempatan, tetapi tidak membiarkan mereka. Sekiranya sudah tidak ada harapan lain untuk kembali lagi ke jalan yang benar, maka Dia segera menyiksa orang-orang yang menyimpang dari hukum-Nya itu, sebagai siksaan dari Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa. Dia mengirimkan orang-orang tersebut ke tempat penyiksaan dan menyiksanya, sesuai dengan dosa dan kesalahan yang telah diperbuatnya.

 

Semua itu sudah menjadi Sunatullah dan tidak mungkin ada seorang pun yang dapat mengubah Sunatullah.

 

Tidak ada suatu bangsa yang diserahi suatu urusan, dan mereka tidak dapat mengatur dan memilih orang dengan sebaik mungkin, melainkan urusan itu ditarik kembali oleh orang yang menyerahinya. Selanjutnya, urusan itu diserahkan kepada bangsa lain yang dipandang patut dan layak diserahi. Tetapi apabila urusan itu dibiarkan tetap di tangan orang yang tidak bisa mengaturnya dengan baik, maka nantikanlah saat kehancurannya.

 

Kesuksesan dalam berbagai pekerjaan itu, apabila diserahkan kepada orang patut atau layak menanganinya.

 

Persoalan ilmu pengetahuan, apabila diserahkan kepada orangorang yang bodoh, maka kebodohan semakin merata, orang-orang yang bodoh tentu akan leluasa berkuasa dan akibatnya adalah keburukan dan kesengsaraan bertambah merata.

 

Apabila perindustrian dipercayakan kepada orang-orang yang tidak dapat menjalankannya dengan baik, maka akibatnya adalah kerugian, dan semua pekerjaan menjadi berantakan.

 

Apabila orang-orang fasik dan bodoh atau dangkal pengetahuan agamanya diserahi memegang posisi penting dalam bidang bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat, diserahi tugas-tugas mengajar atau diberi jabatan yang bertanggung jawab dalam bidang keagamaan, maka orang-orang seperti itu jelas menyesatkan dan membawa orang banyak ke jalan yang tidak benar. Di dalam kasus seperti tersebut, mungkin juga terdapat upaya melemahkan agama dalam pandangan orang awam dan menodai kebaikan agama dalam pandangan orang-orang yang tidak mengenal agama.

 

Manakala tugas-tugas pemerintahan diserahkan kepada orang-orang yang tidak berpengalaman dalam bidang pemerintahan, bahkan mereka tidak mengetahui tugas-tugas tersebut, kecuali nama-nama pekerjaan itu saja -atau diserahkan kepada orang-orang yang tidak memelihara kemaslahatan bangsa dan tidak pula mengindahkan perjanjian-, bahkan siang malam mereka melakukan perbuatanperbuatan yang menyebabkan negara atau pemerintahan lemah. Mereka juga bekerja siang malam hanya untuk memperkaya diri dan ke perutnya sendiri, meskipun perbuatannya itu Mengarah pada kehancuran, jika keadaan pemerintahan atau ncgara sudah se pada maka nantikanlah kehancurannya. perti itu, maka nantikanlah kehancuran.

 

Persoalan seperti tersebut di atas sebenarnya telah diisyaratkan oleh Rasulullah saw., dalam hadisnya:

 

 

“Mintalah bantuan kalian semua untuk mengatasi semua pekerjaan kepada orang-orang yang ahli dan cocok dalam bidangnya.”

 

Apabila kita meminta pertolongan untuk mengerjakan segala macam pekerjaan kepada orang-orang yang ahli, sesuai bidangnya, maka pekerjaan itu akan membuahkan kesuksesan besar. Sebaliknya, apabila pekerjaan itu kita serahkan kepada yang bukan ahli dalam bidangnya, maka berarti kita mienyerahkan pekerjaan itu pada kebinasaan dan kita lemparkan pekerjaan itu ke jurang kehancuran.

 

Wahai, generasi muda, kami pesan kepada kalian, jangan sekali-kali menyerahkan suatu pekerjaan dari banyak pekerjaan kalian, kecuali kepada orang-orang yang telah memiliki keahlian dalam bidang pekerjaan itu. Jika tidak demikian, maka kalian akan merugi dalam usaha. akan mengalami kegagalan dan penyesalan.

 

Berhati-hatilah kalian, jangan sampai kalian menangani suatu pekerjaan yang bukan bidang keahlian kalian, agar kalian tidak mengalami penyesalan yang mendalam, sedangkan orang-orang yang menyerahkan pekerjaan itu kepada kalian, tentu mengalami kerugian. Di kala kalian mengalami kesialan itu, kalian dan hasil kerja kalian akan terlempar ke lembah kehinaan, dicerca dan dikutuk semua orang. Oleh karena itu, hindarilah hal yang demikian, jangan sekali-kali mencoba mengerjakan pekerjaan yang kalian tidak ahli di bidangnya. Sesungguhnya kami adalah termasuk orang-orang yang mengharapkan baik kepada kalian.

 

 

 

 

Menyempurnakan suatu pekerjaan dengan baik, meskipun lambat, adalah lebih baik daripada mengerjakan secara cepat, namun hasilnya buruk dan tidak memuaskan.

 

Kalian berjalan selama satu jam setiap hari dan istirahat penuh pada jam-jam selebihnya sepanjang hari itu, hingga kalian sampai ke tujuan dalam keadaan senang dan segar bugar, itu tentu lebih baik daripada kalian berjalan sehari penuh tanpa istirahat, hingga sampai ke tempat tujuan dengan penuh keletihan dan kepayahan.

 

Pekerjaan seuap hari yang kalian kerjakan dalam beberapa jam saja dengan teliti dan sempurna, itu lebih baik daripada kalian kerjakan dengan menguras semua tenaga sehari penuh, namun akhirnya merasa jemu dan bosan. Scbab, kejenuhan itu menyebabkan hasil pekerjaan tidak baik, di samping itu menimbulkan kemacetan dan ketiadalangsungan dalam bekerja.

 

Ibadah kepada Allah swt. itu suatu perbuatan yang baik dan setiap Orang mukmin, pasti gemar melakukannya. Namun demikian, jika dilakukan terus-menerus tanpa berhenti dan tenaganya dihabiskan untuk ibadah saja, maka hal yang demikian itu justru dicela oleh agama. Sebab, berlebihan dalam memperbanyak ibadah itu dapat menimbulkan ketidakbaikan atau ketidaksempurnaan, yang pada akhirnya menimbulkan kebosanan. Dalam hadis Nabi Muhammad saw. disebutkan:

 

“Sesungguhnya engkau mempunyai kewajiban terhadap Tuhan, engkau mempunyai kewajiban terhadap dirimu sendiri dan engkau mempunyai kewajiban terhadap istrimu, maka penuhilah kewajiban kepada masing yang berhak.”

 

Kita telah menyaksikan, bahwa banyak orang melakukan pekerjaan yang banyak dalam waktu yang amat singkat. Tetapi di kala menuat hasil pekerjaan itu tiba, maka hasilnya sangat mengecewakan. Hal itu karena sebagian besar orang tidak bisa memilih antara pekerjaan yang baik dengan biaya lebih mahal dalam tempo yang agak lama dan pekerjaan asal-asalan dengan biaya sedikit serta selesai dalam tempo yang singkat. Apabila orang-orang itu mengambil tenaga kerja yang asal-asalan, maka tentu mereka memberi sedikit imbalan kepadanya yang seimbang dengan kualitas kerjanya.

 

Kita juga telah menyaksikan sebagian orang mengerjakan pekerjaan yang sedikit dalam waktu yang lama, dengan maksud agar pekerjaan yang dilakukan itu tambah baik, sempurna dan memuaskan. Kemudian ketika waktu memetik hasil tiba, mereka dapat meraih hasil pekerjaannya dalam jumlah yang besar dan sangat memuaskan. Hal ini tidak lain adalah hasil kerja secara baik dan sempurna.

 

Melakukan pekerjaan dengan baik dan sempurna itu merupakan sesuatu yang sangat penting dalam dunia kerja dan merupakan suatu keharusan bagi orang yang menginginkan kesuksesan dalam pekerjaan. Dalam hadis Nabi saw. disebutkan:

 

 

“Sesungguhnya Allah swt. telah mewajibkan kepada hamba-Nya, agar berbuat baik terhadap segala sesuatu.”

 

Kata ihsan dalam hadis tersebut adalah bertindak secara baik dan profesional. Barangsiapa yang melakukan pekerjaannya dengan baik dan profesional, maka dia akan memetik hasil yang hanya diketahui . oleh orang-orang yang biasa mengerjakan pekerjaan dengan baik. Barangsiapa yang jelek (tidak baik) dalam melakukan pekerjaannya, maka hasilnya tidak tampak dan menimbulkan kerugian dan penyesalan.

 

Pekerjaan itu tidak lain adalah ibarat kebun atau taman.

 

Apabila kebun atau taman itu dirawat dengan baik oleh tukang kebun dan dirawat dengan semestinya, maka kebun itu akan memberikan hasil buah yang sangat menyenangkan. Demikian pula halnya pekerjaanpekerjaan yang lain. 

 

Tergesa-gesa menyelesaikan suatu pekerjaan adalah bukan hal yang dapat mengantarkan pada keberhasilan, tetapi justru mengakibatkan kelambatan dan menimbulkan penyesalan. Sebaliknya, bekerja dengan memikirkan kebaikan serta kesempurnaan pekerjaan, itulah yang menjadi faktor penentu kesuksesan.

Tersebut dalam hadis:

 

“Sesungguhnya agama Islam ini kuat, karena masuk ke dalam dengan sikap ramah, lemah lembut dan disiplin (istikamah), jangan membuat dirimu sendiri jengkel dalam beribadah kepada Allah. Sebab, sesungguhnya yang disebut orang terputus dari rombongan adalah orang yang tidak dapat melanjutkan perjalanan dan tidak tetap punggungnya.”

 

Wahai, generasi muda, berhati-hatilah, jangan sekali-kali tergesagesa dalam melakukan pekerjaan, tanpa memperhitungkan kebaikan dan kesempurnaannya. Sebab, sikap tergesa-gesa yang tidak didahului pemikiran yang matang, menyebabkan kegagalan dan kerugian. Sedangkan perlahan-lahan dalam bekerja dengan tujuan agar hasilnya baik adalah menyebabkan kesuksesan. Sesungguhnya manusia sebagaimana dikatakan oleh seorang pujanggatidak bakal ditanyai tentang Cepat atau lambatnya suatu pekerjaan, tetapi mereka hanya ditanyai tentang baik dan buruk amal atas pekerjaannya.

 

 

 

 

Dalam bahasa Arab ada sebuah pepatah:

 

“Setiap wanita yang berkutang (BH) adalah bibi.”

 

Maksud pepatah Arab tersebut adalah di antara kewajiban setiap orang laki-laki adalah cemburu kepada setiap wanita, sebagaimana dia cemburu kepada istrinya sendiri. Karena setiap wanita adalah saudara perempuan ibu dalam jenis kelamin. Maka, dengan sendirinya setiap wanita itu adalah bibi laki-laki tersebut.

 

Keadaan kaum wanita dalam kehidupan sosial -senantiasa- berbeda menurut perbedaan dan perubahan jaman dan lingkungan. Ada yang sudah meningkat perannya dan ada yang masih rendah. Ada yang sudah mendapatkan kehormatan dan ada yang masih tertindas. Ada yang sudah menjadi intelektual dan ada yang masih bodoh. Semua itu mengikuti kemajuan dan kemunduran lingkungan,terang dan gelap jaman.

 

Kaum wanita tidak diciptakan, kecuali agar dia bersama kaum pria. Keduanya bisa kerja sama dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Hanya saja masing-masing dari keduanya memiliki pekerjaan atau tugastugas tertentu, yang tidak boleh dilanggar oleh masing-masing jenis tersebut. Kalau diibaratkan petani, maka laki-lakilah yang membajak tanah, menancapkan tanaman dan menabur benih. Sedangkan yang perempuan bertugas merawat benih dan tanaman dengan menyiraminya dan menyingkirkan segala sesuatu yang mengganggu atau merusak, yang ada di sekeliling benih dan tanaman tersebut.

 

Kebun itu bagaikan rumah yang dihuni satu keluarga. Tugas lakilaki tidak ada lain, kecuali berusaha bekerja untuk menghadapi seluruh keluarga, agar mereka bisa hidup bahagia. Adapun tugas perempuan, hanyalah mengatur rumah tangga, mendidik anak-anak, menanamkan akhlak terpuji pada jiwa mereka dan menyingkirkan kebiasaan-kebiasaan buruk dari hati mereka, agar nantinya dapat tercipta putra-putri terdidik Ini, Suatu masyarakat yang baik, yang mampu membangkitkan umat dan menegakkan serta mempertahankan negara. 

 

Apabila kaum laki-laki mengabaikan apa yang telah menjadi tugas dan kewajibannya, sedang kaum wanitanya telah melampaui batas kodratnya atau justru tidak melakukan tanggung jawabnya, maka keharmonisan dalam rumah tangga akan rusak dan sendi-sendi kehidupan rumah tangga menjadi berantakan. Situasi rumah tangga yang seperti itu mempunyai pengaruh kepada umat dan negara. Kekuatan umat pudar dan pertahanan negara patah, sebab kebaikan umat dan kebangkitan negara itu tergantung pada kebaikan keluarga-keluarga dalam rumah tangga-rumah tangga.

 

Tidak dapat diragukan lagi, bahwa Kebahagiaan generasi muda yang merupakan penopang utama umat, itu lebih banyak bergantung pada kaum ibu (wanita). Sebab, kaum ibu atau wanita apabila ingin merusak akhlak mereka, maka rusaklah akhlak mereka dan jika ingin memperbaiki moral mereka, maka jadilah mereka, generasi muda, itu bermoral baik. Hal yang demikian itu disebabkan kendali pendidikan generasi muda berada di tangan kaum ibu atau wanita. Oleh karena itu, kaum wanita harus diupayakan menjadi wanita terhormat, tinggi kedudukannya, terpelajar, berpendidikan, berkepribadian baik, mampu mengatur kehidupan rumah tangga, mengerti tugas dan kewajibannya terhadap dunia rumah tangga.

 

Sesungguhnya mayoritas kaum wanita dunia timur sekarang ini dan beberapa ratus tahun sebelumnya, telah dibiarkan dan diperlakukan seperti binatang ternak. Kaum laki-laki waktu itu menganggap, bahwa wanita adalah sebuah alat yang dikendalikan kaum laki-laki, dioperasikan sesuai keinginan mereka dengan anggapan yang keliru, bahwa mereka, kaum wanita, itu diciptakan sebagai tawaran atau budak. Kaum laki-laki itu merampas hak-hak kaum wanita, baik hak yang berkaitan dengan hukum maupun materi dan mereka tidak memberikan kebebasan belajar atau menunut ilmu pengetahuan bagi kaum wanita. Akibat dari semua itu, kehidupan rumah tangga menjadi tidak harmonis, keluarga rusak dan masyarakat menjadi pudar, karena kemunduran pribadi-pribadi yang merupakan komponen masyarakat terkecil.

 

Dunia timur sekarang ini benar-benar mulai menyadari kelemahan dan kekurangan tersebut, dan orang-orang telah mendapat petunjuk Allah ke jalan yang lurus mulai bangkit. Mereka itu mulai sibuk mengupayakan pengajaran dan pendidikan anak-anak wanita mereka, sebab bangsa timur benar-benar yakin, bahwa kaum wanita merupakan sendi kehidupan sosial yang kokoh, dan menjadi sandaran kebangkitan umat yang kuat. Tetapi kesadaran bangsa timur seperti ini masih sangat lemah. Mudah-mudahan kesadaran seperti itu terus: bertambah meningkat bersama kalian semua, wahai, generasi muda yang mulia. Sesungguhnya para, generasi muda wanita itu mempunyai hak-hak besar yang harus kalian penuhi, karena mereka itu adalah bibi-bibi kalian, dan bibi itu seperti ibu, bahkan berfungsi sebagai ibu. Setiap orang, mesti menginginkan ibunya hidup bahagia.

 

Sesungguhnya kemunduran masyarakat yang kalian saksikan itu, semata-mata timbul atau akibat langsung dari keterbelakangan, kebodohan dan kerusakan pendidikan kaum wanita. Oleh karena itu, perhatikanlah pendidikan anak-anak wanita, didiklah mereka (dengan pendidikan yang benar), maka kalian akan meraih pahala semua amal kebaikan.

 

Ada perkara penting yang perlu diingat, yaitu sikap pemborosan, berlebihan dan penyimpangan kaum wanita dari kesederhanaan dalam berpakaian, perhiasan dan lain-lainnya, sehingga menghabiskan kekayaan laki-laki (suami) dan menimbulkan bencana dan fitnah di masyarakat. Hal itu sebenarnya karena mereka tidak mendapatkan pelajaran ilmu-ilmu yang berguna dan tidak mendapatkan pendidikan yang benar, meskipun mereka itu mengaku terpelajar.

 

Wahai, generasi muda, kalian wajib mendidik putra-putri kalian, manakala kalian nanti sudah menjadi kepala rumah tangga dengan pendidikan yang benar dan mulia. Berilah mereka pelajaran berupa ilmu pengetahuan yang bermanfaat, yang dapat mengantarkan pada kebangkitan negara dan kemuliaan umat.

 

 

 

 

Kami belum pernah mengetahui orang yang picik sekali akal pikirannya dan lemah sekali daya nalarnya, melebihi orang yang berani memulai melakukan suatu urusan sebelum mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengannya.

 

Ya, ada yang lebih bodoh lagi daripada orang tersebut di atas, yaitu orang yang telah menerjuni medan pekerjaan, sebelum mempersiapkan segala sesuatu yang perlu dipersiapkan, padahal dia mengetahui, bahwa siapa saja yang bekerja seperti itu, pasti berakhir dengan kegagalan, kerugian dan berantakan.

 

Ada lagi yang tidak kurang tololnya daripada kedua orang tersebut, yaitu orang yang membiarkan segala urusannya penuh pasrah dan bergantung sepenuhnya pada nasib dan ketentuan takdu, tanpa berusaha bagaimana cara mendekatkan dirinya pada sesuatu yang jauh dan memudahan perkara yang sulit.

 

Kegagalan dalam mencapai sesuatu yang dicari atau yang diciptakan itu, muncul dari salah satu di antara dua perkara, yang keduanya itu paling banyak merusak segala usaha. Dua perkara itu adalah kelicikan (jubun) dan kecerobohan (tahawwur).

 

Sifat licik itu memalingkan orang untuk maju berusaha, mendorongnya pasrah pada ketentuan takdir. Padahal Allah swt. telah membuat sebab untuk segala sesuatu. Dengan kata lain, segala sesuatu Itu diciptakan oleh Allah melalui sebab, dan sebab keberhasilan dalam segala urusan adalah berusaha atau bekerja melalui jalur pintu yang semestinya.

 

Adapun kecerobohan, yakni bekerja tanpa perhitungan, itu mendorong orang mencapai tujuan sebelum mempertimbangkan atau memikirkan sebab-sebab yang dapat mengantarkan pada tujuan tersebut dan tidak mau memilih lantaran atau cara yang paling memungkinkan dapat mencapai tujuannya. Kecerobohan atau bertindak secara gegabah itu seringkali membawa akibat buruk, kesengsaraan dan kecelakaan. Pepatah Arab mengatakan :

 

 

”Barangsiapa yang selalu memikirkan akibat dari semua perbuatan, maka bakal selamat dari berbagai macam bencana.”

 

Cara agar dapat selamat dari berbagai macam bencana itu, cukup tidak tergesa-gesa dalam bertindak, artinya tidak terburu-buru melakukan pekerjaan, kecuali setelah mengetahui dengan tepat atau mendekati tepat, bahwa dia tidak mengalami kegagalan dalam pekerjaan yang akan dikerjakan, Ini bukan berarti mundur sebelum bertindak atau mundur karena benturan cobaan pertama, dan bukan berarti menunda karena ada keragu-raguan, lalu dijadikan alasan tidak bekerja, maka hal yang demikian itu adalah sama dengan kelicikan ‘jubun), bahkan itulah hakikat kelicikan.

 

Banyak juga orang yang menangani pekerjaan-pekerjaan besar, tetapi lama kemudian mengalami kegagalan. Untuk kasus seperti itu, tentu saja ada sebab-sebabnya, antara lain karena mengabaikan persiapan dan ketiadaan sebab atau perantara-perantara yang mendukung. Dalam pepatah Arab disebutkan:

 

”Ketika dua kambing bertumbukan, maka kambing yang tak bertanduk itu kalah.”

 

Pepatah itu sendiri untuk orang yang mengerjakan pekerjaan tanpa persiapan, yang tentu saja mengalami kegagalan.

 

Banyak sekali orang yang membiarkan persoalan dengan hanya pasrah (tawakal), bahwa persoalan itu telah ditentukan dalam takdir, Allah sudah pasti menyelesaikan urusan tersebut. Padahal yang seharusnya, adalah dia sendirilah yang lebih dulu mengatur penyelesaian persoalannya, kemudian pasrah atau menyerahkan kepada Dzat yang mengaturnya, yaitu Allah swt.

 

Ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi saw:

 

“Saya biarkan saja unta saya itu lepas, tanpa saya ikat dan saya pasrah (tawakal). ”

Mendengar perkataan laki-laki tersebut, maka Nabi saw. langsung bersabda:

 

“Ikatlah dulu untamu, lalu bertawakallah. ”

 

Dalam pepatah Arab disebutkan: “Kedatangan ke tempat air dengan membawa air, itu suatu pertanda orang yang berakal cerdas.”

 

Maksud pepatah di atas, ialah orang yang hendak melakukan pekerjaan itu harus mantap dan percaya.

 

Pepatah lain menyebutkan:

 

“Belilah untuk dirimu sendiri dan untuk orang-orang di pasar.”

Maksud pepatah di atas, ialah seseorang itu hendaknya selalu berhatihati menjaga dirinya sendiri, sebelum melakukan suatu pekerjaan, dan agar selalu.meminta pertimbangan kepada orang-orang yang dipercaya dapat menunjukkan pada sesuatu yang membawa kebaikan.

 

Sebagian orang ada yang ketika berhasil memperoleh apa yang dicitacitakan, maka dia tidak serius mempertahankan dan memelihara keberhasilan itu. Ketika terlepas dari tangannya, maka dia menyesalinya bagaikan di Kusa’i. Tetapi penyesalan itu sama sekali tidak ada gunanya.

 

Perlu dungat, bahwa orang seperti itu adalah orang yang sangat sedikit ilmu pengetahuannya dan tidak memiliki akal yang cerdas Sebab, akal itu sebenarnya tidak mau mendorong seseorang ke arah kenistaan dan kepasrahan yang keterlaluan. Orang yang berakal adalah orang yang tidak enggan mendatangi suatu tempat yang ada airnya, sebelum dia benar-benar mengetahui jalan yang harus dilewati ketika kembali dari tempat tersebut. Orang yang berakal adalah orang yang mampu membandingkan dua perkara yang sama-sama berbahaya, untuk diambil yang paling ringan risiko bahaya, karena kejelekan itu masih bisa dipilih. Orang yang berakal itu bukanlah orang yang danat membedakan antara perkara baik dan buruk. Tetapi, orang berakal sebenarnya adalah orang yang dapat mengetahui yang terbaik di antara dua kejelekan, sebab kejelekan sebenarnya bertingkat-tingkat, sebagian kejelekan lebih ringan daripada yang lainnya.

 

Wahai, generasi muda, inilah nasihat yang sengaja ditujukan kepada kalian, yaitu:

 

Hendaklah kalian berhati-hati, jangan sampai kalian mengerjakan suatu pekerjaan secara langsung, sebelum cukup sempurna persoalan kalian dan jangan sekali-kali membiarkan suatu pekerjaan dari sekian banyak pekerjaan kalian, karena pasrah sepenuhnya pada takdir yang bakal datang kemudian. Jadi, orang yang berpikiran cemerlang adalah orang yang menyadari pentingnya suatu usaha atau ikhtiar, baru kemudian tawakal.

 

 

 

Tidak ada sesuatu yang lebih membahayakan kepada seseorang daripada kelengahannya terhadap urusan dirinya sendiri dengan mempercayakan sepenuhnya kepada orang lain untuk mengurusi persoalan-persoalannya itu. Ini apabila benar-benar jelas, bahwa orang yang dipercayanya itu selalu siap memenuhi panggilannya dengan secepat mungkin dan melaksanakan perintahnya, kapan saja dipanggil dan diperintah. Adapun apabila orang yang dipcrcayanya mengurusi persoalan itu masih diragukan kesctiaannya, maka mempercayakan urusan kepada orang tersebut merupakan salah satu bentuk kegilaan.

Dalam pepatah Arab disebutkan:

 

“Pamanmu itulah tempat kamu mengeluarkan perbekalanmu”.

Pepatah tersebut digunakan untuk orang menyerahkan segala urusan kepada orang lain. Asal usul pepatah tersebut ialah: Pada suatu hari ada seseorang hendak pergi bersama pamannya. Lalu dia berkata kepada keluarganya: Buatkanlah untukku makanan dan letakkanlah dalam kantong perbekalan (khurjun)ku, agar aku bisa mengambilnya sewaktu aku butuhkan. Keluarganya tidak ingin membuatkan makanan, karena pamannya yang mengajaknya pergi sudah siap makanan. Mereka hanya berkata ‘Ammuka khurjuka, maksudnya bersandariah saja kepada paman itu. Minta saja kepada paman, bila kamu hendak makan.

 

Orang yang menggantungkan segala urusannya kepada orang lain, pasti dia orang yang lemah kemauannya, tumpul akalnya dan goblok. Penyakit seperti ini apabila telah menjalar di kalangan suatu bangsa, maka keutuhan bangsa akan pudar, hukum dan tata tertib menjadi rusak, sehingga bangsa itu menjadi bangsa yang paling mundur dan terbelakang. Menggantungkan atau mempercayakan urusan secara penuh kepada orang lain adalah menyebabkan kehancuran, sebab sifat seperti itu menjadikan seseorang hina dan lemah serta membuatnya enggan berpikir tentang apa saja yang bisa mengantarkannya mencapai benteng pertahanan yang kuat.

 

Anak kecil itu tumbuh dan menggantungkan segala urusan pribadinya kepada ayah dan ibunya, sampai dia mencapai usia dewasa. Dia mulai merasakan kehidupan yang penuh rintangan dan kesulitan, sementara dia belum mengerti arti mandiri, karena memang dia belum terbiasa mandiri pada masa pertumbuhan usianya yang pertama. Setiap orang memiliki kebiasaan. Kalau orang itu mempunyai kebiasaan menggantungkan diri kepada orang lain, maka akan membuat bangsa semakin sengsara dan hina.

 

Oleh sebab itu, apabila seorang anak sudah mulai timbul pikirannya, maka kedua orangtuanya wajib membiasakan anaknya itu mandiri dalam semua urusannya, sehingga ketika dia menginjak usia remaja, akan menjadi orang yang berjiwa gemar mengabdi kepada bangsanya, seperti pengabdian orang-orang besar dan kuat. Manakala pemuda-pemuda yang biasa hidup mandiri itu semakin banyak jumlahnya, maka dari mereka inilah terbentuk bangsa yang baik dan layak menjadi pewaris bumi.

 

Kita sebenarnya sangat membutuhkan pemuda-pemuda yang terlatih berpikir bebas, mandiri atau percaya kepada dirinya sendiri. Kita ini tidak mungkin mengalami kemunduran seperti sekarang ini, kecuali setelah melemahnya dua sifat, yakni kebebasan berpikir dan kepercayaan pada diri sendiri di kalangan kita.

 

Bangsa barat itu tidak akan mengalami kemajuan dan tidak akan mencapai kemajuan dalam bidang peradaban, pandangan dan pemerintahan, kecuali setelah mereka mendidik para generasi muda mereka untuk bebas berpikir dan percaya pada diri sendiri.

 

Apa yang kami uraikan di atas, sama sekali bukan berarti anakanak harus dididik berpikir sendiri, berpikir seenaknya sendiri, tanpa meminta pertimbangan kepada orang ahli berpikir dan ahli agama. Akan tetapi maksud kami adalah mendidik anak supaya tidak mengabaikan berpikir dan bekerja sendiri dengan kepercayaan, bahwa orang lain sedang berpikir dan bekerja. Apabila dia menilai pemikiran atau gagasan orang lain itu lebih menjamin kesuksesan usahanya, maka dia mengikutinya dan berpegang dengannya. Apabila dia tidak melihat itu, maka dia terus berpikir dan berusaha, sehingga pekerjaannya wujud.

 

Wahai, generasi muda, biasakanlah diri kalian mandiri, percaya kepada diri sendiri dan berpikir secara bebas, sesuai dengan apa yang telah kami uraikan, tentu kalian akan menjadi orang-orang yang sukses.

 

Berhati-hatilah, jangan sekali-kali mengikuti pendapat atau pemikiran yang mendorong kalian ke jurang kegagalan dan jangan tunduk kepada orang yang belum pasti dapat membawa kalian ke jalan yang lurus.

 

Janganlah kalian mengikuti perintah orang yang menjamin keselamatan kalian dari perkara yang mengkhawatirkan, padahal dia dengan cara itu justru ingin menjerumuskan kalian ke dalam persoalan yang mengkhawatirkan itu. Tetapi turutilah perintah orang yang menakuti (memperingatkan) kalian terhadap akibat-akibat buruk dari tindakan kalian, agar kalian berhati-hati. Sebab, orang yang menakutnakuti kalian agar kalian selamat, itu sebenarnya orang yang lebih menyayangi diri kalian daripada orang yang menjamin selamat, tapi engkau justru selalu ketakutan dan dalam keadaan bahaya. Dalam pepatah Arab disebutkan:

 

“Turutilah perintah orang yang menyebabkan kamu menangis (demi keselamatan) dan janganlah mendengarkan perintah orang yang menyebabkan engkau tertawa (yang akhirnya menyesatkan)”.

 

Siapa saja yang menentang nasihat di atas, maka akan mengalami kerugian. Begitu pula orang yang tidak mau mengikuti nasihat orang tulus. Dalam pepatah Arab disebutkan:

 

“Barangsiapa yang menentang orang yang menasihati secara tulus, maka makan makanannya jatuh di depan serigala (maka bakal mendapatkan kerugian).

 

Nasihat itu adalah benar dan merupakan suatu kenyataan. Maka, janganlah kalian ragu, ikutilah apa yang telah disampaikan kepada kalian, pasti kalian akan diberkahi oleh Allah swt.

 

 

Anak-anak kita yang masih kecil sekarang ini kelak di masa mendatang akan menjadi pemimpin-pemimpin. Apabila mereka membiasakan diri dengan akhlak yang baik, yang dapat meninggikan derajat mereka dan berhasil mempelajari ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk dirinya dan bermanfaat untuk negara, maka anak-anak itu berarti menjadi dasar yang kokoh bagi kebangkitan umat. Ini adalah perkara yang tidak dapat dipungkuri oleh siapa pun. Sebaliknya, apabila anakanak itu telah terbiasa dengan akhlak yang tidak terpuji dan enggan menuntut ilmu pengetahuan yang menjadi sebab utama bangsa-bangsa bisa hidup, maka mereka, anak-anak itu, akan menjadi bencana bagi umat dan menjadi pengacau negara yang mereka diami.

 

Wahai, generasi muda, dalam bab-bab terdahulu telah kami uraikan kepada kalian, sebagian yang perlu dalam hal-hal yang berkartan dengan akhlak yang baik dan sebagian akhlak yang jelek. Kami jelaskan pula kepada kalian akhlak yang wajib kalian lakukan dan akhlak jelek yang harus kalian jauhi. Sebagaimana orang sehat menjauhi orang yang berpenyakit kudis, setelah itu pilihlah akhlak yang kalian anggap bermanfaat. Kami percaya, bahwa kalian tidak akan memilih, kecuali apa yang telah kami tunjukkan kepada kalian untuk kalian pilih, sebab kalian telah mengerti dengan benar, bahwa kami adalah pemberi nasihat tepercaya bagi kalian.

 

Pendidikan adalah suatu persoalan, maka penting dan agung nilainya. Imam Al-Ghozali berkata: Bahwa anak adalah sebuah amanat Allah kepada kedua orangtuanya. Hati anak yang bersih dan suci itu bagaikan suatu permata mahal, yang bersih dari segala macam lukisan dan gambar. Apabila anak itu dibiasakan melakukan hal-hal yang baik dan selalu diberi tahu tentang segala sesuatu yang baik, maka anak itu akan tumbuh dengan baik, bahagia di dunia dan akhirat serta ayah-ibunya, guru dan pendidiknya, turut mendapatkan pahala kebaikan anak tersebut. Sebaliknya, apabila anak itu dibiasakan melakukan hal-hal yang jelek dan ditelantarkan, maka anak itu akan menjadi orang yang celaka, sengsara dan durhaka. Jika demikian, maka ayah-ibu dan orang yang mengasuhnya, ikut menanggung kesalahan dan dosa-dosa yang diperbuat anak tersebut.

 

Pendidikan adalah usaha menanamkan akhlak terpuji dalam jiwa anak-anak. Akhlak yang sudah tertanam itu harus terus disirami dengan bimbingan dan nasihat, sehingga menjadi watak atau sifat yang melekat dalam jiwa. Sesudah itu buah tanaman akhlak itu akan tampak berupa amal perbuatan yang mulai dan baik serta gemar bekerja demi kebaikan negara.

 

Anak itu wajib diberi pendidikan tentang keberanian, maju, kedermawanan, kesabaran, ikhlas dalam beramal, mementingkan kemaslahatan umum di atas kepentingan pribadi, kemuliaan jiwa, harga diri, keberanian yang beradab, pemahaman agama yang bersih dari khurafat, peradaban yang bersih dari kerusakan, kebebasan berbicara dan bertindak yang baik dan cinta tanah air.

 

Kita berkewajiban juga memberi pendidikan kepada anak-anak tentang iradah, yakni kemauan yang keras, kejujuran, senang memberi bantuan dan pertolongan kepada orang-orang yang melarat dan tertindas, proyek-proyek yang bermanfaat dan melatihnya, biasa melakukan kewajiban dari sebagainya, yang berkaitan dengan akhlak yang mulia. Tentu saja kita berkewajiban menjauhkan anak-anak itu dari kebiasaan dan akhlak yang berlawanan dengan kebiasaan dan akhlak terpuji yang tersebut di atas.

 

Tetapi kenyataan keadaan di sekeliling kita sekarang ini, tidak seperti apa yang telah kami uraikan.

 

Anak-anak yang masih dalam gendongan pun sudah ditakut-takuti oleh ayah-ibunya dengan hantu, gendruwo dan wewe gombel, hanya sekadar supaya mereka tidak dibuat gerak oleh jeritan atau tangisan si anak. Padahal mereka tidak menyadari, bahwa jiwa anak kecil itu bagaikan bahan lilin yang lembek yang dapat diukir dengan bentuk apa saja, sesuai keinginan yang mengukir. Ia bagaikan kamera photographi yang mampu mencetak setiap gambar yang dijepret melalui lensanya.

 

Apabila anak itu tambah besar, maka lukisan dan gambar yang ditorehkan oleh ayah-ibunya dalam daya hayalnya itu akan terulang kembali kepadanya secara otomatis, sehingga anak tersebut -akan gampang menganggap macam-macam terhadap apa yang dilihatnya. Akhirnya, kehidupan anak tersebut -akibat kesalahan kitadiikuti dengan ketakutan, kelicikan dan bayangan-bayangan yang serba jelek.

 

Apabila anak kecil itu telah melewati masa kecilnya dan menginjak masa pertumbuhannya, mulai bisa berjalan, mulai tumbuh giginya. kemudian memasuki masa puber, sedang ayah dan ibunya baru mulai mendidiknya, maka bal itu seperti mendidik binatang yang bodoh, sebab tidak jarang mereka membentak-bentak, bahkan memukulnya. Apabila kalau mendengar ucapan-ucapan ayah dan ibunya yang dilontarkan kepadanya, berupa ucapan-ucapan kasar, kotor, bohong dan munafik. Tinggalkanlah dan jauhkanlah perangai perangai buruk seperti itu dari anak-anak. Selain itu, banyak sekali kehidupan anak-anak di sekolah itu tidak lebih baik daripada kehidupannya di rumah. Khususnya, jika guru dan pendidiknya terdiri dari orang-orang yang berwatak keras, kasar perangainya dan rusak ketulusan hatinya. Apabila anak-anak itu diserahkan sepenuhnya ke sekolah seperti itu, maka dia tentu menyia-nyiakan apa yang pesan dari segalanya.

 

Apabila ana anak-anak (tunas-tunas bangsa) itu tumbuh menjadi besar dan dewasa, maka kehidupan anak-anak di tengah bangsanya itu sebenarnya tidak ubahnya gambar yang diperbesar dari kehidupannya di lingkungan rumah dan sekolah. Adakalanya anak itu dapat menciptakan kebahagiaan bagi kehidupan bangsanya, jika dia mendapatkan pendidikan dan asuhan yang benar dan baik, baik di, lingkungan rumah maupun sekolah. Mungkin juga anak itu kelak akan menyengsarakan kehidupan umatnya, jika dia mendapatkan pendidikan dan asuhan yang salah dan keliru.

 

Oleh karena itu, seluruh umat atau bangsa haruslah memperhatikan pendidikan anak secara serius, agar nanti menjadi pembantu kalian dan berjuang bersama kalian mengentas kalian dari lembah kehinaan, kelemahan dan kebodohan.

 

Kalian wahai, generasi muda, biasakanlah diri kalian berlaku sesuai dengan akhlak yang baik dan majulah terus menuntut ilmu yang bermanfaat.

 

Sesungguhnya lapangan kerja berada di hadapan kalian, maka bersiap-siaplah kalian terjun ke dalamnya.

 

Sekarang, persiapan untuk berkhidmat kepada bangsa, dan di sana nanti -setelah berlaku masa kanak-kanakada kompetisi Kalian nanti hakal menyaksikan siapa yang bakal menang. Siapa saja sekarang ini yang sungguh-sungguh dalam persiapan, maka pasti akan berhasil di hari esok. Perbuatan apa pun yang dikerjakan pemuda pada usia sekarang ini, pasti dia mendapati hasilnya di hari-hari tuanya.

 

Wahai, tunas banpsa, jika kalian di tanya, apa yang kalian persiapkan sekarang ini untuk menyongsong hari esok? Pekerjaan apa yang kalian kerjakan sekarang, agar bangsamu bahagia di masa mendatang?

 

Berilah jawaban pertanyaan itu, aku telah mempersiapkan cita-cita yang luhur, ketangkasan, ilmu pengetahuan, akhlak yang mulia, keparahan, semangat dan rasa cinta pada tanah air.

 

Semoga Allah memberkati kalian, merealisasikan cita-cita kami pada kalian Sebab kalianlah negara akan makmur dan sebab kalian pula bangsa ini bisa menikmati kehidupan yang baik.

 

 

 

 

Semoga keselamatan dan kesejahteraan tetap dilimpahan oleh Allah kepada kalian semua, wahai, generasi muda. Demikian juga rahmat dan berkah-Nya.

 

Sesungguhnya teman kalian -pemberi nasihatingin berpamitan, meskipun terasa berat sekali, sebagai perpisahan orang yang sangat mencintai kalian, sangat mengharapkan keberhasilan kalian, dengan harapan agar kalian tidak mengesampingkan atau melupakan kitab yang berisi nasihat-nasihat ini. Sebab, roh penelaahan adalah pengamalan . apa yang telah dibaca. Dunia fana ini menjadi terancam bahaya, hanya karena tidak mengamalkan apa yang telah diketahuinya.

 

Sungguhnya bangsa ini telah memanggil kalian, maka Jawablah mereka dengan tindakan nyata, berupa melakukan pekerjaan yang menyebabkan bangsa itu hidup dan melakukan usaha memperbaiki kondisi mereka. Ketahuilah, bahwa kalian tidak akan dapat menikmati kebahagiaan hidup tanpa adanya kebahagiaan hidup, kekalahan, kekuatan atau ketahanan adalah meratanya kemakmuran dari besarnya kekuasaan bangsa kalian. Olefi karena itu, teguhkanlah hati kalian dan bekerjalah dengan keras, sebab bekerja keras itu mendatangkan , kebahagiaan dalam hidup.

 

Jika kalian ingin hidup mulia:

ditakuti kekuatannya dan kuat pusakanya.

Maka janganlah kalian mengharap bisa tanpa keteguhan;

yang dapat menumpulkan pedang yang amat tajam.

Meninggalkan cedera padanya sepanjang masa;

yang membuat dokter bingung mencarai abatnya.

Hai, generasi muda, apakah ada gerakan yang mendekatkan:

pada cita-cita yang jauhnya bukan kepalang?

Apakah ada kekuatan dari kalian yang dapat mengantarkan;

pada ketinggian bintang-bintang yang cemerlang.

Apakah ada kemauan, ketabahan dan keuletan;

yang berguna untuk merobohkan gunung yang menjulang.

Telah lama kita berada dalam kebodohan;

lupa pada akhlak yang mencegah kehinaan.

Banyak sudah para pemberi peringatan.;

namun peringatan itu tak mampu menyadarkan.

Wahai. generasi muda, bangkitlah menuju keagungan dan berjalanlah mencari kemuliaan, sesungguhnya aku;

Aku tahu, keagungan yang dicari telah terpampang:

menanti pencarinya di depan halaman.

Bergegaslah kepadanya dan tinggalkan kelambatan;

kerjakanlah seperti orang yang paham jalan.

Tidakkah mengherankan, jika kita tetap tiduran,;

terbelenggu dan jauh dari kemuliaan.

Kami hanya menasihati kalian, dan pemberitahuan;

buat bangsa yang membenci kejumudan dan kebekuan.