الحمد لله جل وعلا
Segala puji bagi Allah maha agung Allah dan maha tinggi alah
أحمده لجميع الأيادي والالا
Aku memuji Allah karena seluruh pemberian dan kenikmatan
وأشكره شكر من عوفي من البلا
Dan aku bersyukur kepada Allah dengan syukur orang yang sehat dari penyakit
وأستغفره لي ولوالدي ولمن له حق على وللمسلمين من كل ذنب قولا وفعلا
Dan aku meminta ampun untukku dan kedua orang tuaku dan orang yang memiliki hak kepadaku dan orang-orang islam dari setiap dosa, ucapan dan perbuatan
وأتوب إليه من كل معصية توبة عبد لا يملك لنفسه هدى ولا يستطيع أن يدفع عنها ضلالا
Dan aku bertobat kepadanya dari setiap dosa, seperti tobatnya seorang hamba yang tidak memiliki suatu petunjuk untuk dirinya sendiri, dan tidak dapat menyingkirkan darinya suatu kesesatan
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ولا مماثلا
Dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah , maha esa nallah, tiada sekutu baginya , dan tiada yang menyamai
وأشهد أن سيدنا محمدا نبيه ورسوله ذو المقام الأعلى
Dan aku bersaksi bahwa tuan kita Muhammad adalah nabinya dan utusan-Nya, yang memiliki derajat yang tinggi
وصلى الله وسلم على سيدنا محمد الذي اختص الله به فضائلا
Semoga rahmat dan salam Allah untuk tuan kita Muhammad yang Allah menghususkan belia dengan keutamaan-keutamaan
وعلى أهله الذي أمنوا بالله ورسوله وصدقوا بما قالا
Dan untuk keluarnya yang beriman kepada Allah dan utusannya dan membenarkan terhadap apa yang beliau sabdakan
وأحبائه الذين فازوا بالاقتداء بالجهاد وغيره فنالوا الدرجات العلا
Dan para kekasihnya yang memperoleh mengikuti jihad dan lainya, lalu mereka mendapat derajat yang luhur
أما بعد فهذا شرح على بداية الهداية سميته مراقي العبودية
Setalah itu, ini adalah penjelasan kitab Bidayatul Hidaya , yang aku beri nama Muraqil Ubudiyah
وأرجوا به حصول بركة الشيخ المصنف ودعاء طلبة العلم ممن ينتصف
Dan dengan ini aku mengharap memperoleh berkah syekh yang mengarang, dan doa para pencari ilmu dari orang yang sadar
Sesungguhnya bekal ilmu dan agamaku sangat sedikit dan keimananku masih lemah karena keyakinanku yang kurang di samping waktu yang sempit dan kesedihan yang banyak.
Semoga Allah mengasihani Orang yang melihat aib dan menutupinya. Kepada Allah Yang Maha Pemurah aku memohon agar tidak menjadikannya sebagai hujjah atas diriku pada hari terjadinya berbagai peristiwa dahsyat, dan memberi manfaat kepada diriku dengannya maupun orang-orang yang bodoh seperti diriku.
Sesungguhnya Allah , Maha Pemurah lagi Maha Penyayang yang memberi karunia, dan kepada-Nya kita berserah diri dan bersandar dan Dia-lah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus. Amin.
Bismillahir rahmanir rahiim, empat kalimat basmalah. Di dalamnya terdapat isyarat kepada pertolongan Allah terhadap hamba-hambaNya yang Muslim untuk menghadapi setan, karena setan berkata,” Aku akan mendatangi bani Adam dari depan dan belakang, dari sebelah kanan dan kiri.” Maka Allah menurunkan empat kalimat kepada bani Adam supaya godaan setan tersebut tidak membahayakan mereka.
Kalimat ini mengisyaratkan bahwa perbuatan maksiat yang dilakukan Orang-orang Mukmin dalam empat keadaan, yakni dalam keadaan sembunyi, Terang-terangan, dan pada waktu malam dan siang. Maka Allah memberi mereka kalimat ini (basmalah) untuk menebus dosa-dosa mereka.
Sesungguhnya makna dari huruf-huruf tersebut, al-baa” (baroatullah), kebebasan yang diberikan Allah bagi orang-orang yang memperoleh kebahagiaan. Sim (satrullah), perlindungan Allah atas Orang-orang yang jahil. Miim (mahabbatullah), kecintaan Allah bagi Orang-orang yang beragama Islam. Alif (ulfatullah), kasih sayang Allah, laam (lathif atullah), kelembutan Allah. lfaa’ (hidayatullah), petunjuk dari Allah. Raa’ (ridhwanullah), keridaan Allah atas orang-orang yang terdahulu masuk Islam dan orang-orang yang bertobat. llua’ (hilmullah), pemberian kelonggaran oleh Allah bagi orang-orang yang berdosa. Mum (minnatullah), karunia Allah atas orang-orang yang beriman. Nuun (nuurul marifah), cahaya pengetahuan di dunia dan cayaha ketaan di akhirat. Maka Allah memberikan keduanya kepada hamba-hambaNya yang bertakwa. Dan yua’ (yadullah), pemeliharaan-Nya atas kaum Muslimin.
Pengarang kitab Bidayatu! Hidayat adalah Asy-Syeikh Al-Imam AlAlim Al-Allamah Hujjatul Islam dan Bafokatul Anaam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Ath-Thusi.
Al-Huyjah, orang yang menguasai sebagian besar sunah, kecuali sedikit saja. Al-Hafidh, orang yang hafal seratus ribu hadis. Sedangkan AlHakim, adalah orang yang hafal tiga ratus ribu hadis, dan Al-Hakim lebih dikenal sebagai gelar bagi orang yang mengusai as-sunah.
Imam Al-Ghazali dilahirkan di Ihus pada tahun 450 H dan wafat di waktu pagi, hari Senin tanggal 14 Jumadil Akhir tahun 505 H pada usia 55 tahun. Al-Ghazali merupakan nisbat kepada Ghazalah, sebuah desa diantara desa-desa Thus, sedangkan Ihus adalah kota di wilayah Naisabur. Semoga Allah menyucikan ruhnya dan menerangi kuburnya. Amin.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah termasuk semua pujian yang disebutkan oleh para malaikat pemikul Arsy dan Kursi serta penghuni lapisan-lapisan langit dan semua pujian yang disebutkan oleh nabi sejak Adam hingga Muhammad Dan seluruh pujian yang sebenar-benarnya yang disebutkan oleh para nabi dan ulama.
Salawat dan salam semoga selalu dilimpahkan Allah kepada sebaikbaik makhluk dan rasul-Nya Muhammad yang diutus kepada seluruh makhluk dan hamba-Nya yang mempunyai sifat-sifat mulia.
Seorang penyair berkata:
Thaha (Nabi ) tidak pernah mimpi yang mengelurkan mani dan tidak pernah menguap sepanjang zaman hewan-hewan mendekat kepadanya dan tidak lari sedangkan lalat tidak pernah hinggap di tubuhnya yang indah belakangnya tampak seperti depan : dan bekas kencingnya tidak terlihat secara terang hatinya tidak pernah tidur meski matanya tampak terpejam orang yang berakal tidak melihat bayangannya di sinar matahari kedua pundaknya mengungguli orang-orang ketika mereka duduk di waktu lahir beliau telah berkhitan
Semoga dilimpahkan pula kepada keluarga dan para sahabatnya sesudahnya.
Ketahuilah, wahai penuntut ilmu yang memiliki keinginan tulus dan kemauan besar. Jika engkau menuntut ilmu bermaksud untuk menyaingi dan membanggakan diri serta mengungguli para pelajar lainnya untuk menarik perhatian orang di samping mengumpulkan kesenangan dunia, maka engkau berusaha merobohkan agama dan membinasakan dirimu serta menukar akhiratmu dengan kesenangan dunia. Maka daganganmu akan bangkrut, karena dunia tidak ada artinya dibandingkan dengan pahala akhirat, dan perdaganganmu pasti binasa, yakni ilmumu tidak membawa kebaikan sedikit pun.
Maksud ungkapan di atas ialah orang yang memiliki ilmu yang tidak bermanfaat. Sedangkan guru yang membantu untuk melakukan maksiat, akan ikut menanggung kerugiannya. Ia ibarat menjual pedang kepada penyamun. Sabda Nabi :
“Barangsiapa membantu melakukan suatu perbuatan maksiat, walaupun dengan sepotong kalimat, maka ia ikut terhibat di dalamnya.”
Dalam hadis disebutkan, “Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap Muslim dan meletakkan ilmu pada orang yang bukan ahlinya seperti orang yang mengalungkan permata, mutiara dan emas kepada babi.” Yakni orang yang meletakkan ilmu di luar tempatnya adalah zalim. Maka orang alim harus bersikap tulus dalam semua urusan. Ia perlakukan semua orang sesuai dengan keadaannya seperti dokter yang mengobati pasien sesuai dengan penyakitnya.
Diriwayatkan dari Maruf Al-Karkhi bahwa ketika Abu Yusuf sahabat Abi Hanifah meninggal dunia, tidak ada seorang pun yang menghadiri jenazahnya, karena ia pernah ikut dalam urusan raja. Sebelum ia dimakamkan aku bermimpi bertemu dengannya. Aku bertanya, “Apa yang dilakukan Allah terhadapmu?”
Abu Yusuf menjawab, “Tuhanku mengampuni diriku.
Aku bertanya, “Apa yang menyebabkan engkau diampuni?”
Abu Yusuf menjawab, “Karena aku bersikap tulus kepada para pelajar.”
Kemudian aku terbangun dari tidur dan menghadiri jenazahnya.
Jika niat dan tujuanmu menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan hidayat dari Allah, atau untuk menghilangkan kebodohan diri atau menghidupkan dan mengekalkan agama Islam serta mencapai negeri akhirat dan memperoleh keridaan Allah di samping mensyukuri nikmat akal dan kesehatan badan, bukan hanya sekadar meriwayatkan dan menukil dari ulama, maka gembiralah, karena para malaikat rida dengan apa yang engkau tuntut dan mereka akan membentangkan sayap-sayapnya sebagai hamparan bagi para penuntut ilmu. Ikan-ikan di laut pun akan memohonkan ampunan bagi orang yang mau berjalan menuju orang alim (guru) untuk belajar.
Hal itu disebabkan kebaikan dunia tergantung pada orang alim dengan penyampainnya terhadap hukum-hukum syariat yang diantaranya, diharamkan menyiksa hewan sebagaimana disebabkan oleh Al-Azizi.
Tanda dari tujuan itu, bila engkau lebih menyukai pembahasan ilmu secara pribadi daripada dengan orang banyak. Dan bila engkau tidak membedakan antara tersingkapnya kebenaran melalui lisanmu atau lisan orang lain. Sebuah hikayat, Suatu ketika Al-Allamah Man’uusy AlMagribi menghadapi kerumitan dalam pelajarannya, sedang majelisnya telah dihadari oleh imam-imam dari mazhab yang empat.
Ia menyanggah perkataan Asy-Syafi’i, yang mengatakan apabila syarat masuk dalam syarat, maka tidaklah menimbulkan hukum, kecuali dengan mendahulukan yang diakhirkan.
Misalnya, jika engkau bicara ketika engkau masuk rumah, maka engkau tertalak. Menurutnya tidaklah jatuh talak, kecuali bila ia masuk.
Maka Syeikh itu berkata: “Kami tidak melihat adanya dalil bagi perkataan itu dalam bahasa Arab.”
Hamdan yang ketika itu masih anak-anak berkata: “Apa yang dikatakan oleh Imam Asy-Syafi’i adalah benar.”
Orang-orang di sekitarnya melarangnya karena ia masih anak-anak. Asy-Syeikh berkata: “Biarkan dia, karena tidak ada permusuhan antara kami dengan kebenaran, meskipun berasal anak kecil.”
Termasuk kekhususan kami adalah menerima kebenaran, walaupun ia berasal dari anak kecil, dan anak kecil boleh menyanggah orang dewasa dalam hal kebenaran.
Lain halnya dengan umat-umat terdahulu. Apabila ada orang terpandang bersalah, maka tak seorangpun berani menyanggahnya, sehingga kesalahan itu berlaku sebagai syariat yang diamalkan di dunia.
Kemudian Asy-Syeikh menoleh kepada Hamdan dan berkata: “Katakan, apa yang ada padamu!”
Anak itu menjawab:” Apa pendapatmu tentang perkataan penyair dalam Bahrul Basiith:
Mereka minta tolong kepada kami Jika mereka takut niscaya mereka dapatkan dari kami tempat-tempat kemuliaan yang dihiasi kemurahan hati.
Permintaan tolong itu dibutuhkan sesudah timbul rasa takut, bukan sebelumnya. Dan apa yang dikatakan Asy-Syafi’i itulah yang benar. Hal itu dibuktikan dalam bahasa Arab. Maka Asy-Syeikh tersenyum dan senang dengan jawaban itu.
Ia berkata: “Engkau benar wahai anakku”, dan ia pun mendoakannya.
Asy-Syeikh berkata: “Sebenarnya aku tidak pantas menyanggah, hanya saja aku mengira bahwa Imam Asy-Syaffi yang menggerakkan lisanku untuk bicara.
Betapa indahnya perkataan penyair dalam Bahrul Ihawil:
Banyak anak kecil yang mendapat perhatian dari Allah. hingga orangorang tua memerlukannya.
Di samping menuntut ilmu, engkau harus beribadat atau ilmumu akan sia-sia. Sesungguhnya ilmu itu ibarat pohon dan ibadat ibarat buahnya. Maka hal pertama yang harus engkau jalani adalah mengenal Tuhan, kemudian menyembah-Nya. Bagaimana engkau bisa menyembah Tuhan, jika engkau tidak mengenal nama serta sifat-sifat Dzat-Nya, apa yang wajib bagi-Nya dan apa yang mustahil dalam sifat-Nya.
Mungkin engkau meyakini sesuatu pada Dzat dan sifat-sifat-Nya yang bertentangan dengan kebenaran, maka ibadatmu menjadi sia-sia. Hal itu dilakukan dengan mengetahui bahwa engkau mempunyai Tuhan Yang Maha Mengetahui, Berkuasa, Berkehendak, Hidup, Berbicara,
Mendengar, Melihat, Sudah ada sebelum makhluk, tiada sekutu baginya, memiliki sifat-sifat sempurna, bersih dari kecurangan, kehilangan dan tanda-tanda kebaruan. Dan Allah mengutus hamba-Nya Muhammad , beliau adalah utusannya yang benar dalam semua hukum yang dibawanya dan kejadiankejadian akhirat seperti perhimpunan manusia, kebangkitan, siksa kubur, pertanyaan Munkar dan Nakir, timbangan amal, ash-shirot, surga dan neraka, telaga, syafa’at dan lainnya.
Kemudian engkau dituntut mengenal hidayat menempuh jalan Allah , ia merupakan buah ilmu yang memiliki permulaan yang dinamakan syariat dan tharikat. Dan ia memiliki akhir yang dinamakan hakikat, karena hakikat sesuatu adalah akhirnya dari buah syariat dan tharigat sekaligus. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam, dan buah tharigat sebagaimana dikatakan oleh Ash-Shawi.
Hidayat juga memiliki lahir dan batin. Setiap batin memiliki lahir dan sebaliknya. Syariat adalah lahirnya hakikat, sedangkan hakikat adalah batinnya, keduanya saling berkaitan. Syariat tanpa hakikat, tidaklah akan berbuah, dan hakikat tanpa syariat adalah sia-sia dan tidak mengandung kebaikan dan tidak berhasil.
Seorang penyair berkata dari Bahrul Basiith.
Tasawwu adalah bila engkau jernih tanpa kekeruhan dan mengikuti kebenaran, Al-Quran serta agama dan bila engkau terlihat khusyuk kepada Allah dan susah atas dosa-dosamu sepanjang masa dan bersedih.
Ash-Shawi berkata: ”Syariat, adalah hukum-hukum yang disampaikan oleh Rasulluah , dari Allah berupa hal-hal yang wajib, sunah, haram, makruh dan mubah kepada kita.”
Ada yang mengatakan: “Syariat adalah mengamalkan agama Allah , menjalankan perintah dan menjauhi larangan.”
Tharigat, adalah mengamalkan hal-hal yang wajib dan sunah, meninggalkan hal-hal yang dilarang maupun hal-hal yang mubah dan berlebihan serta berhati-hati (berlaku wara), dan melatih diri dengan tidak tidur, lapar dan diam.
Hakikat, adalah memahami hakikat segala sesuatu seperti menyaksikan nama-nama dan sifat-sifat Allah, menyaksikan Dzat dan rahasia-rahasia Al-Qur’an, rahasia-rahasia larangan, kebolehan dan ilmu-ilmu ghaib yang tidak bisa diperoleh dari seorang guru, melainkan dipahami dari Allah.
Allah berfirman: “Jika kamu bertakwa kepada Allah, maka Allah menjadikan bagian furqan yakni pemahaman di dalam hatimu. Yang kamu dapatkan dari Tuhanmu tanpa guru.”
Dalam firman-Nya yang lain: “Dan takutlah kamu kepada Allah, maka Allah akan mengajarimu” yakni tanpa seorang guru.
Imam Malik berkata: “Barangsiapa mengamalkan apa yang diketahuinya, maka Allah memberikan kepadanya ilmu dari apa yang tidak ia ketahui, maka hal itu menunjukkan dengan kalimat-kalimat ini syariat, tharigat dan hakikat. Dengan perkataan ilmu beliau mengisyaratkan kepada syariat dan dengan perkataan amal beliau mengisyaratkan kepada hakikat.
Wahai penempuh jalan Allah, engkau tidak akan sampai kepada akhir dari sebuah ibadat, melainkan menyempurnakan permulaannya. Tidaklah engkau bisa mengetahui batin, melainkan mengetahui lahirnya.
Salah seorang dari mereka berkata, Syariat ibarat kapal yang berlayar, tharigat ibarat lautan dan hakikat dengan mutiaranya. Mutiara tidak bisa diperoleh, kecuali di dalam laut dan laut tidak dapat diarungi, kecuali dengan kapal.
Salah seorang dari mereka berkata, ketiga macam perkara tersebut ibarat buah kelapa. Syariat sebagai kulit luar, tharigat sebagai biji dan hakikat sebagai minyak yang terdapat di dalam biji. Minyak tidak dapat diperoleh, kecuali dengan menumbuk bijinya dan biji tidak bisa didapat, kecuali dengan membuka kulit kelapa.
Syariat dinamakan Qdar, thariqat dinamakan ubudiyah dan hakikat dinamakan ubudah.
Abu Ali Ad-Daqqaq berkata: “Ibadah untuk orang-orang mukmin yang awam, ubudiyah untuk khawaash dan ubudah untuk khawaashil khawaash.”
Syaikhul Islam berkata: “Orang yang sabar atas keinginan Allah sambil menanggung kepayahan dalam melaksanakan takdir untuk mencari balasan atasnya adalah dalam tingkatan ibadat.”
Orang yang rida dengan keinginan Allah . ia masuk dalam tingkatan ubudah. Wahai pencari kebaikan, kuisyaratkan kepadamu agar menempuh awal hidayat untuk menguji diri dan hatimu. Jika engkau dapati hatimu condong kepada awal hidayat dan nafsu yang terdapat di dalam hatimu tunduk kepadanya, maka majulah terus menuju penghabisannya dan masuklah dalam lautan ilmu, yakni ilmu rahasiarahasia ledunniyah yang dalamnya seperti lautan.
Jika pada awal hidayat hatimu selalu ingin menunda-nunda, maka ketahuilah bahwa nafsumu masih condong pada hal-hal yang bersifat buruk.
Nafsu itu bangkit menuntut ilmu dan menurut kehendak setan untuk menyampaikanmu kepada tipu-dayanya, kemudian menjerumuskanmu ke jurang kebinasaan. Setan bertujuan menimpakan keburukan atas dirimu dalam bentuk kebaikan hingga membawamu bersama orang-orang yang merugi. Yakni orang-orang yang menyerahkan diri mereka dalam suatu amalan yang mereka harapkan keutamaan dengannya, tetapi mereka mengalami kebinasaan. Mereka itu sia-sia hidupnya di dunia karena mengikuti setan, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat kebaikan. Yakni mengharapkan balasan atas perbuatan yang mereka yakini kebenarannya. Di saat setan bertujuan menampilkan keburukan dalam bentuk kebaikan, maka setan membacakan kepadamu keutamaan ilmu yang berguna dan derajat para ulama, khabar-khabar (hadis-hadis Nabi dan atsar-atsar (perkataan para sahabat dan tabi’in) mengenainya.
Sebagaimana Nabi bersabda: “Pandangan kepada orang alim lebih kusukai daripada ibadat setahun, puasa dan salatnya.”
Dalam sabdanya yang lain: “Orang-orang itu adalah orang alim dan pengajar sedangkan sisanya adalah lalat.”
Sabdanya yang lain pula: “Kelebihan orang alim atas ahli ibadat adalah 70 derajat dan jarak antara setiap dua derajat ibarat langit dan bumi.”
Nabi bersabda: “Barangsiapa tidak bersedih atas kematian orang alim, maka ia adalah munafik. Karena tiada musibah yang lebih besar daripada kematian orang alim.”
Beliau bersabda: “Sesungguhnya amal yang sedikit disertai kebodohan tidaklah berguna.”
Umar berkata: “Kematian seribu ahli ibadat yang mengerjakan salat malam dan berpuasa di siang hari lebih ringan daripada kematian seorang alim yang mengetahui apa yang halal dan haram Allah, meskipun tidak melebihi dari amalan-amalan fardu.”
Ar-Rabi’ berkata: “Para ulama adalah lampu-lampu zaman. Setiap orang alim adalah pelita zamannya yang dijadikan penerang oleh orangorang di zamannya.”
Dengan bertambahnya ilmu, setan akan berusaha keras menjadikanmu lalai, sebagaimana sabda Nabi : “Barangsiapa bertambah ilmunya dan tidak bertambah kebaikannya, maka ia pun semakin jauh dari Allah.”
Dan orang yang alim yang lalai akan mendapat siksa yang berat, sebagaimana sabdanya :
“Orang yang paling keras siksanya di hari kiamat adalah orang alim yang tidak diberi Allah manfaat dengan imunya.”’
Nabi sering berdoa sebagai pengajaran bagi umatnya:
”Ya Allah, aku berlindung dengan-Mu dari ilmu yang tidak berguna, dan hati yang tidak khusyuk, (tunduk) serta amal yang tidak diangkat serta doa yang tidak diterima.”
Pada malam ketika aku di Isra’-kan dari Al-Masjidil Aqsha, aku melewati sekelompok orang yang menggunting bibir-bibir mereka dengan gunting yang terbuat dari api. Kemudian aku berkata: “Siapa kalian?”
Mereka menjawab: “Kami adalah orang-orang yang menyeru kepada kebaikan, tetapi kami tidak mengerjakan. Dan melarang berbuat keburukan, tetapi kami melakukan.”
Asy-Syarbini dalam kitab As-Siraajul Munir yang diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda: “Pada malam Isra’ aku melihat orang-orang lelaki menggunting bibir-bibir mereka dengan gunting api.”
Aku berkata: “Siapakah mereka ini, hai Jibril?”
Jibril menjawab: “Para khatib dari umatmu. Mereka menyeru kepada kebaikan, tetapi mereka lupa akan diri mereka, padahal mereka membaca Al-Kitab.”
Maka waspadalah engkau hai miskin, orang yang hina dan lemah yang tidak memiliki kecerdasan, janganlah engkau tunduk kepada kepalsuan setan sehingga engkau terperdaya olehnya.
Bilamana engkau belajar ilmu, maka wajib bagimu bertanya tentangnya, sesuai firman Allah : “Maka bertanyalah kepada orangorang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui”, maka mengamalkan ilmu sesudah mengetahuinya adalah wajib.
Maka wail (celaka, sebuah tempat siksaan atau kebinasaan di salah satu lembah Jahanam) sekali bagi orang bodoh yang tak mau belajar ilmu agama. Dan lebih celaka seribu kali bagi seorang alim yang tak mengamalkan ilmunya, sebagaimana yang dikatakan Asy-Syarbini. Dalam riwayat lain celaka 70 kali bagi orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya.
Maka perkataannya ”seribu kali” ditekankan bagi mereka yang tidak mengamalkan. Dan perkataan ”sekali” bagi mereka yang tidak mau belajar. Itu lebih jelas dan lebih baik dan boleh pula masing-masing dari kedua dharf itu berkaitan dengan perkataanya: ”Wail (celakalah di kedua tempat itu apabila dengan arti siksaan atau kebinasaan).
Dan hal itu tidak boleh apabila dengan arti lembah di Jahanam, karena ia adalah nama dzat dan ketika itu siksaan orang alim menjadi lebih besar daripada siksaan yang dialami orang bodoh. Ya, itu menurut jumlahnya saja, bukan bentuknya. Maka boleh jadi satu siksaan lebih keras daripada seribu kali lipat.
Begitu pula orang yang diharamkan dan Allah menyiksanya, maka siksaan itu merupakan penyucian baginya. Demikianlah yang dikatakan oleh seorang ulama.
Berdasarkan makna ini dikatakan, bahwa para malaikat penyiksa, menyiksa para ulama yang tidak mengamalkan ilmunya sebelum penyembah berhala.
Sebagaimana diriwayatkan dari Nabi : “Orang alim kekasih Allah, walaupun ia fasik. Dan orang bodoh itu musuh Allah, walaupun ia ahli ibadat.”
Diceritakan bahwa orang-orang berbeda pendapat tentang kemuliaan orang alim yang fasik dan kemuliaan orang bodoh yang ahli ibadat.
Salah seorang dari mereka pergi ke biara ahli ibadat yang bodoh. Ia berkata: “Hai hambaku, aku telah menerima doamu dan mengampuni dosamu, maka tinggalkanlah ibadat dan beristirahatlah.”
Ahli ibadat itu berkata: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku mengharapkan ini darimu dan memuji syukur kepadamu serta menyembahmu sejak zaman dahulu. Maka ia pun berdosa dan kafir karena kebodohannya.”
Kemudian salah seorang dari mereka pergi kepada orang alim yang fasik. Ternyata ia meminum khamar. Ia berkata: “Hai hambaku, takutlah kepadaku, karena aku Tuhanmu. Aku akan menutup dosamu sedang engkau tidak malu kepadaku, maka aku akan membinasakanmu. Tiba-tiba orang alim yang fasik itu keluar sambil menghunus pedangnya.
Ia berkata: “Hai terkutuk, engkau tidak mengetahui Tuhanmu. Aku akan memberitahu kepadamu tentang Tuhanmu sekarang.” Maka larilah orang yang berkata itu dan tahulah ia dengan itu kemuliaan ilmu dan ahlinya.
Ketahuilah, bahwa dalam menuntut ilmu ada tiga tingkatan. Menuntut ilmu dengan mengharapkan keridaan Allah dan menjadikannya sebagai bekalnya ke akhirat. Maka orang ini termasuk orang-orang beruntung, yakni selamat dari siksaan Allah dan mendapatkan kebaikan.
Tanda orang yang alim akhirat ada tiga. Tidak mencari dunia dengan ilmunya, dan tujuannya mencari ilmu untuk mencapai kebahagiaan akhirat.
Maka ia memperhatikan ilmu batin dan membimbing hatinya dengan melawan nafsu. Dan dengan ilmu itu ia mengikuti pembawa syariat Muhammad dalam perbuatan dan perkataannya.
Tanda tidak mencari dunia dengan ilmu adalah menjadi orang pertama yang mengerjakan perintah dan menjauhi larangan serta menjauhi makanan, tempat tinggal dan pakaian mewah. Dan menjauh dari pergaulan dengan raja, kecuali untuk menasihatinya atau untuk mengembalikan hak orang lain kepada pemiliknya atau memohon keringannan demi memperoleh rida Allah .
Dan ia tidak boleh terburu-buru berfatwa seperti menunjukkan orang yang lebih pandai daripada dia. Sebagaimana diriwayatkan dari Syuraih bin Hani, ia berkata: ” Aku mendatangi Aisyah menanyainya tentang mengusap di atas sepasang sepatu khuff.”
Aisyah menjawab: “Hendaklah engkau menemui Ali bin Abi Thalib dan menanyainya, karena ia pernah bepergian bersama Rasulullah ” Maka kami pun menanyainya.
Sebagaimana diriwayatkan dari Sa’ad bin Hisyam bin Amir bahwa ia mendatangi Ibnu Abbas dan menanyainya tentang salat witir Rasulullah .
Ibnu Abbas menjawab: “Maukah kutunjukkan kepadamu orang yang paling mengetahui di antara penduduk bumi salat witir Rasulullah ”
Sa’ad berkata: “Siapa?”
Ibnu Abbas menjawab: “Aisyah, pergilah kepadanya dan tanyakanlah kepadanya tentang itu.”
Diriwayatkan dari Imran bin Haththan, ia berkata: “Aku bertanya kepada Aisyah tentang sutera.”
Ia menjawab: ” Pergilah kepada Ibnu Abbas dan tanyai dia.” Maka aku menanyainya.
Ibnu Abbas berkata: “Tanyalah Ibnu Umar.” Maka aku menanyai Ibnu Umar.
Ia menjawab: “Abu Hafsh Umar Ibnul Khattab memberitahu aku bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya yang memakai sutera di dunia adalah orang yang tidak mempunyai bagian di akhirat. Semua ini termasuk nasihat.”
Seorang yang mencari ilmu untuk memenuhi kebutuhannya dengan segera untuk memperoleh kekuatan, kedudukan dan harta sedang ia mengetahui hal itu dan menyadari kelemahan keadaannya di dalam hatinya serta kehinaan tujuannya. Ini termasuk orang-orang yang menghadapi bahaya.
Jika ajalnya datang dengan tiba-tiba sebelum ia bertobat dari tujuan itu, maka ditakutkan baginya penghabisan yang buruk. Maka keadaannya terserah Allah. Jika Allah menghendaki, Dia memaafkannya atau tidak.
Jika ia sempat bertobat sebelum tiba ajalnya dan mengamalkan ilmunya serta memperbaiki kesalahan yang dilakukannya, maka ia pun termasuk orang-orang yang beruntung. Karena orang yang bertobat dari dosanya seperti orang yang tidak berdosa.
Orang ketiga dikuasai oleh setan. Maka ia menjadikan ilmunya sebagai alat untuk memperbanyak harta dan membanggakan diri dengan kedudukannya dan mencari kekuatan dengan pengikut yang banyak. Ia masukkan ilmunya ke dalam setiap tempat, yakni melancarkan banyak tipu daya dengan ilmunya, dengan harapan bisa memenuhi keperluannya.
Di samping itu orang ketiga tersebut menyembunyikan dalam hatinya bahwa ia mempunyai kedudukan di sisi Allah karena memakai tanda ulama dalam penampilannya serta perkataannya, padahal ia berambisi kepada dunia, lahir dan batin. Orang ketiga ini termasuk orang-orang binasa dan dungu yang terperdaya.
Karena harapan terputus dari tobatnya disebabkan ia mengira bahwa ia termasuk orang-orang yang berbuat baik sedangkan ia lalai dari firman Alllah : “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu lakukan.”
Orang ini termasuk mereka yang dikatakan Rasulullah :” Aku lebih takut kepada selain Dajjal terhadap dirimu daripada Dajjal.”
Dalam sebuah riwayat: “Selain Dajjal lebih aku takutkan atas dirimu.”
Maka dikatakan: ”Siapakah dia, ya Rasulullah?”
Beliau menjawab: “Ulama yang buruk.”
Maksudnya ialah setiap munafik yang pandai bicara, bodoh hati dan amalnya. Ia menjadikan ilmu sebagai pekerjaan untuk mencari makan dan kebanggaan untuk menguatkan dirinya. Ia menyeru orang-orang kepada Allah sedang ia lari darinya.
Sebagaimana sabda Nabi :
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas umarku adalah setiap munafik yang pandai berbicara ”. (HR. Ahmad bin Hanbal dari Umar Ibnu Khattab)
Dalam sabdanya yang lain:
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atasa umatku adalah para pemimpin yang menyesatkan.” (HR. Imam Ahmad dan Thabrani dari Abi Darda”)
Hal ini disebabkan Dajjal bertujuan menyesatkan umat, orang alim seperti ini, meskipun ia mengalihkan orang-orang dari cinta dunia dengan lisan dan perkataanya, namun ia menyeru mereka kepadanya dengan amal-amal dan keadaannya, sedangkan lisanul hal lebih jelas petunjuknya daripada perkataan.
Watak manusia lebih condong membantu amal perbuatan daripada mengikuti perkataan. Apa yang dirusakkan oleh orang yang diperdayakan setan ini dengan amal-amalnya lebih banyak daripada apa yang diperbaikinya dengan perkataannya yang indah.
Karena orang yang bodoh tidak akan berani mencintai dunia kecuali bila para ulama berani melakukannya. Maka ilmu orang ketiga ini menyebabkan keberanian para hamba Allah untuk mendurhakai-Nya tanpa ragu-ragu.
Nafsunya yang buruk menjadi manja. Terkadang memberinya harapan seperti masuk surga dan mendapat pahala yang banyak dan terkadang memberi harapan seperti harta dan pengikut yang banyak.
Terkadang nafsunya menyeru agar menyebut-nyebut ilmunya terhadap Allah dengan mengatakan: “Ya Robb, aku mengetahui ini dan ini.”
Terkadang nafsunya membuat dirinya berkhayal bahwa ia lebih baik daripada banyak hamba Allah, yakni dengan sebab ilmunya yang banyak.
Wahai pencari ilmu, jadilah engkau dalam golongan pertama yang selamat dan janganlah engkau dalam golongan kedua, yaitu yang mendekati kebinasaan. Karena banyak orang yang menunda tobat tibatiba datang ajalnya sebelum bertobat hingga ia merugi. Jagalah dirimu, kemudian supaya tidak menjadi golongan ketiga, yaitu golongan yang binasa karena menuruti nafsunya. Maka engkau pun binasa dengan kebinasaan yang tidak ada harapan selamat bagimu dan tidak bisa diharapkan kebaikanmu.
Jika engkau katakan kepadaku: “Apakah permulaan hidayat yang engkau sebutkan tadi untuk saya cobakan bagi diriku apakah ia menerima atau menundanya.”
Maka saya katakan kepadamu: “Hai penanya yang menginginkan kebaikan, ketahuilah bahwa permulaan hidayat adalah ketakwaan yang lahir dan penghabisannya adalah ketakwaan batin.”
Tiada keberuntungan, kecuali dengan takwa. Dan tiada kebenaran, kecuali bagi orang-orang yang bertakwa. Takwa adalah ibarat mematuhi perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Ketakwaan itu menjaga pelakunya dari bahaya-bahaya duniawi dan ukhrawi.
Keduanya (yakni mematuhi dan menjauhi itu) ada dua macam:
Selanjutnya saya kemukakan kepadamu secara ringkas dari ilmu takwa yang lahir dalam kedua macam ini semuanya, yaitu adab-adab dalam melakukan ketaatan dan adab-adab dalam meninggalkan maksiat. Dan saya sertakan bagian ketiga, yaitu adab-adab bergaul supaya kitab ini menjadi lengkap dan mencakup hubungan dengan Allah maupun hubungan dengan manusia.
Perintah-perintah Allah ada dua macam, yaitu fardu dan nawafil.
Fardu merupakan pokoknya, ia ibarat modal dagangan, yang dengannya tercapailah keselamatan dan terhindarlah segala bahaya. Sedang Nawafil (amalan sunah.) adalah keuntungan, yang dengannya tercapailah keberuntungan berupa derajat-derajat. Nabi bersabda:
“Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: “Tidaklah orang-orang mendekatkan diri kepadaku seperti menunaikan apa yang Aku wajibkan atas mereka, hamba yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil hingga Aku mencintainya. Apabila Aku mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang digunakannya untuk mendengar dan penglihatannya yang digunakannya untuk melihat dan lisannya yang digunakannya untuk bicara dan tangannya yang ta gunakan untuk bekerja serta kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.”
Dalam riwayat Bukhari: “Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu ketaatan yang lebih Aku sukai daripada melakukan apa-apa yang Aku wajibkan atasnya.”
Termasuk dalam lafaz ini adalah semua amal yang fardu ‘ain dan fardu kifayah dan meliputi fardu-fardu yang lahir seperti salat, zakat dan ibadat-ibadat lainnya di samping meninggalkan perbuatan-perbuatan yang diharamkan seperti zina dan pembunuhan. Dan perbuatan batin seperti mengenal Allah dan cinta karena Allah, bertawakal kepada-Nya serta takut kepada-Nya.
Yang dimaksud dengan wafawil adalah amalan-amalan sunah yang dilakukan setelah mengerjakan amalan fardu, bukan dengan meninggalkan amalan fardu.
Maka Aku menjaga anggota-anggota tubuhnya dan melindungi bagian-bagiannya dari bergerak tanpa rida-Ku dan supaya tidak diam kecuali untuk mentaati Aku.
Ada pula makna yang lebih rendah dari itu, yaitu ia tidak mendengar kecuali sebutan nama-Ku dan tidak merenungkan kecuali keajaibankeajaiban dari kerajaan-Ku, tidak menikmati kecuali pembacaan kitabKu, tidak merasa senang kecuali bila bermunajat dengan-Ku, tidak mengulurkan tangannya kecuali dengan sesuatu yang menimbulkan ridaKu dan tidak berjalan dengan kakinya kecuali dalam mentaati Aku.
Alhasil, siapa yang berijtihad mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan fardu dan dibarengi dengan nawafil, maka Allah akan dekat kepadannya dan mengangkatnya sampai derajat ihsan sehingga ia beribadat kepada Allah disertai kehadiran hati dan kerinduan kepada Allah hingga menyaksikan Allah dengan mata hatinya seakan-akan ia melihat Allah .
Orang yang demikian saat itu, hatinya dipenuhi dengan makrifat dan kecintaan terhadap-Nya. Kemudian kecintaannya kepada Allah akan bertambah sampai tidak tersisa lagi di dalam hatinya selain itu.
Anggota-anggota tubuhnya tidak bekerja kecuali dengan persetujuan hatinya. Apa yang dikatakan tidak menyisakan di dalam hatinya selain Allah, yakni makrifatullah – cinta Allah dan sebutan-Nya.
Wahai pencari derajat yang tinggi, engkau tidak akan sampai ke tingkat ihsan yang wujudnya adalah mengerjakan perintah-perintah Allah , dengan mengawasi hati dan anggota tubuhmu dengan kedipankedipan matamu dan nafas-nafasmu dari pagi hingga sore.
Apabila engkau menginginkan muragabah, maka ketahuilah bahwa Allah mengetahui isi hatimu dan mengawasi lahir dan batinmu serta mengetahui dengan sempurna semua pandangan dan bisikan hatimu, langkah-langkahmu, seluruh diammu dan gerakmu dalam hal maksiat dan ketaatan.
Sesungguhnya di saat bergaul dengan orang banyak maupun menyendiri engkau mondar-mandir di hadapan-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang bergerak, melainkan diketahui oleh penguasa langit dan bumi. Allah Y& mengetahui khianat mata sebagai perbuatan yang paling tersembunyi dari perbuatan lahir, yaitu isyarat mata. Demikianlah dikatakan oleh Asy-Syarbini. Dan Allah mengetahui isi hati dan mengetahui rahasia maupun yang lebih tersembunyi dari itu.
Ibnu Abbas berkata: “Rahasia adalah apa yang engkau rahasiakan di dalam hatimu. Sedang rahasia yang paling tersembunyi yang dimasukkan Allah di dalam hatimu dari jauh dan engkau tidak mengetahui bahwa engkau akan mengatakannya di dalam hatimu. Karena engkau tidak mengetahui apa yang engkau rahasiakan hari ini dan tidak tahu apa yang engkau rahasiakan besok sedangkan Allah mengetahui apa yang engkau rahasiakan hari ini dan apa yang engkau rahasiakan besok.”
Seorang ulama berkata: “Apabila ahli ibadat selalu mengucapkan Zikir, Allahu syaahidii (Allah menyaksikan aku), Allahu haadhirii (Allah menghadiri aku), maka Allah Ig membantunya untuk melakukan muragabah tersebut.”
Dengan itu pengarang telah membimbing ahli ibadat hingga melakukan ibadatnya dengan cara yang lebih sempurna berupa keikhlasan dan kekosongan hati dari urusan-urusan dunia.
Barangsiapa sanggup melakukan muraqabah itu dalam ibadatnya dan mengetahui bahwa ia bermunajat dengan Raja’ dari segala raja’, lenyaplah darinya was-was yang timbul dari kebodohan akan jalan-jalan syariat dan keengganan merenungkan makna-makna dari apa yang dikatakannya. Apabila ibadatnya demikian, terbukalah baginya pengetahuan yang sulit digambarkan oleh setiap orang yang arif.
Oleh karena itu, hai miskin, beradablah lahir batin dengan akhlak yang baik pada anggota tubuh dan hati dengan melawan keinginankeinginan nafsu yang terlarang seperti cinta dunia dan kepemimpinan di waktu bergaul dengan orang banyak dan ketika engkau menyendiri di hadapan Allah sebagai hamba yang hina dan berdosa di hadapan Raja Yang Maha Perkasa lagi Maha Penakluk.
Seorang ulama berkata: “Apabila engkau ingin melakukan sesuatu, ketahuilah bahwa Allah lebih dulu hadir dan melihat.”
Bilamana sesuatu itu baik, maka lakukanlah dengan kerendahan diri dan khusyuk, yakni dengan suara pelan demi memperhatikan dan mengagungkan Allah .
Kalau tidak bisa, maka tinggalkanlah itu karena takut kepada Allah dan hukuman-Nya. Berusahalah sekuat tenaga untuk menjauhi maksiat dan melakukan ketaatan supaya engkau bisa mencapai tujuan akhir dari pagi hingga sore. Kerjakanlah perintah-perintah Allah yang sampai kepadamu sejak engkau bangun dari tidurmu hingga saat engkau kembali lagi ke tempat tidurmu.
Apabila engkau bangun dari tidur dan berniat untuk menghasilkan keutamaan terbesar, maka berusahalah sekuat tenaga untuk bangun sebelum terbit fajar, supaya bisa salat di awal waktu, karena salat dalam suasana masih gelap lebih baik daripada salam dalam suasana sudah terang.
Apabila seseorang mengerjakan salat pada awal waktu dan masih dalam keadaan gelap, maka para malaikat malam hadir menyaksikan salatnya. Dan apabila salat itu lama disebabkan bacaan yang tartil hingga nampak cahaya, maka para malaikat siang hadir pula sambil menyaksikan salatnya.
Juga apabila seseorang mengerjakan salat sejak awal waktu, dengan bacaan yang panjang, maka di tengah-tengah bacaan tersebut alam berubah dari gelap menjadi terang.
Kegelapan itu sesuai dengan kehidupan kematian dan ketidakadaan, sedangkan cahaya itu sesuai dengan kehidupan wujud. Maka ketika manusia bangun dari tidurnya, seakan-akan ia berpindah dari kematian menuju kehidupan dan dari tidak ada menjadi ada, dan dari diam menjadi bergerak. Keadaan yang menakjubkan ini menunjukkan kepada akal bahwa tidak ada yang dapat melakukan perubahan ini kecuaii AlKhalig dengan hikmah. Ketika itu akal menjadi terang dengan cahaya makrifat ini dan terbebas dari penyakit hati. Karena kebanyakan manusia ditimpa penyakit hati, yaitu cinta dunia, keserakahan, dengki saling membanggakan diri.
Para nabi seperti halnya para dokter mengajak manusia untuk melakukan ketaatan dan ubudiyah mulai bangun dari tidur, karena sangat bermanfaat dan bisa menghilangkan penyakit. Demikianlah dikatakan oleh Asy-Syarbini. Hendaklah mengawali waktu dalam harimu dengan berzikir menyebut asma Allah .
Diriwayatkan oleh Bukhari bahwa Rasulullah bersabda:
”Setan mengikat belakang kepala salah seorang dari kamu di waktu tidur dengan tiga ikatan. Ia memukul pada setiap ikatan seraya berkata: Tetaplah di tempatmu, malam masih panjang, maka tidurlah. Jika ia terbangun sambil menyebut nama Allah terlepasiah satu ikatan. Dan Jika ia salat, terlepaslah seluruh ikatan. Maka ta pun menjadi giat dan baik jiwanya. Kalau tidak, maka ia pun berjiwa buruk dan malas.” Pada waktu itu bacalah:
“Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan kami dan kepada-Nya kami dibangkirkan (dari kubur).” (HR. Bukhari dari Hudzaif ah dan Abi Dzar)
“Ketika memasuki waktu pagi dan kerajaan itu hanya bagi Allah, keagungan dan kekuasaan itu bagi Allah, keperkasaan dan kekuasaan itu bagi Allah, keperkasaan dan kekuasaan itu bagi Allah Tuhan sekalian alam. Di waktu pagi kami berada di atas agama Islam yang benar dan kalimat ikhlas (syahadat) dan di atas agama Nabi Muhammad serta agama bapak kita Ibrahim yang lurus sebagai orang muslim dan bukanlah ja termasuk orang-orang musyrik.”
Zikir ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
“Ya Allah, dengan menyebut nama-Mu kami memasuki wakru pagi, dengan menyebut nama-Mu kami memasuki waktu sore, dengan menyebut namaMu kami hidup dan dengan menyebut nama-Mu kami mati dan kepadaMu kami kembali. Ya Allah, kami mohon kepada-Mu agar mengarahkan kami pada hari ini kepada setiap kebaikan dan kami berlindung kepadaMu agar kami tidak berbuat kejahatan atau menimpakannya kepada seorang muslim atau seseorang menimpakannya kepada kami. Kami mohon kepada-Mu kebaikan hari ini dan kebaikan segala yang ada di dalamnya dan berlindung kepada-Mu dari keburukan hari ini dan keburukan segala yang ada di dalamnya.”
Diriwayatkan dari Abi Hurairah dari Nabi beliau bersabda:
“Apabila seseorang dari kamu bangun, hendaklah ia mengucapkan: Segala puji bagi Allah yang mengembalikan ruhku kepadaku dan menyehatkan aku dalam tubuhku serta mengizinkan aku menyebut nama-Nya.”
Dari Abi Hurairah berkata: Rasulullah bersabda:
“Tidaklah seseorang bangun dari tidurnya, lalu mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang menciptakan tidur dan jaga. Segala puji bagi Allah yang membangkitkan aku dalam keadaan selamat dan sempurna. Aku bersaksi bahwa Allah menghidupkan orang mati dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”, kemudian Allah berkata: ”Benarlah hamba-Ku.”
Dari Aisyah bahwa Rasulullah apabila bangun di waktu malam, beliau mengucapkan:
“Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Ya Allah, aku mohon kepada-Mu ampunan atas dosaku dan aku mohon kepada-Mu rahmat-Mu. Ya Allah, tambahlah ilmuku dan jangan sesatkan aku setelah Engkau beri perunjuk kepadaku dan berilah aku rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.”
Demikianlah disebutkan oleh An-Nawawi dalam kitab Adzkar-nya.
Apabila engkau memakai baju, maka niatkanlah mematuhi perintah Allah untuk menutup auratmu dan waspadalah agar jangan sampai tujuanmu memakai baju untuk riya kepada manusia sehingga engkau rugi.
Apabila engkau memakai baju, sandal dan lainnya dengan niat agar dihormati orang banyak atau dicintai para ulama dan pemuka dengan tujuan menguatkan mazhab ahlil hag dan menyiarkan ilmu serta mendorong orang-orang untuk beribadat, bukan sekadar memuliakan diri sendiri maupun untuk memperoleh kesenangan dunia, maka hal itu merupakan kebaikan dan termasuk amal akhirat, karena ini adalah niat terpuji. Yang demikian tidaklah termasuk riya, karena yang dimaksud adalah urusan akhirat. Sebagaimana dikatakan oleh Al-Ghazali dalam bab riya.
Salah seorang dari mereka berkata: “Patutlah para ulama dan pelajar di zaman kita ini lebih bagus bajunya, lebih besar surbannya dan lebih luas lengan bajunya daripada orang-orang bodoh, yakni supaya ilmu menjadi kuat dan agung.”
Sebagaimana dikatakan oleh Abi Hanifah kepada para pengikutnya: ”Besarkanlah surbanmu dan luaskanlah lengan bajumu supaya orangorang tidak meremehkan ilmu dan ahlinya.”
Dari Said bin Malik bin Sinan bahwa Nabi apabila memakai baju gamish, rida (selendang) atau imamah (surban), beliau mengucapkan:
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan pemakarnya.”
Dari Mu’adz bin Anas bahwa Rasulullah , bersabda:
“Barangsiapa memakai baju baru, lalu mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang memberikan pakatan ini dan mengaruniakannya kepadaku tanpa daya dan kekuatan dariku, melainkan Allah mengampuni dosanya yang terdahulu.”
Apabila engkau hendak ke kamar kecil (WC), maka dahulukanlah kaki kirimu di waktu masuk dan kaki kananmu di waktu keluar.
Semua tempat kotor adalah tempat yang tidak terhormat (hina). Dan setiap memasuki tempat yang kotor, dahulukan kaki kiri. Demikian dikatakan oleh Al-Wana’iy. Janganlah engkau membawa sesuatu yang bertuliskan nama Allah dan rasul-Nya ke dalam tempat kotor dan janganlah masuk tanpa memakai penutup kepala. Dan cukuplah menutup kepala dengan lengan bajunya untuk melindungi dari gangguan jin sebagaimana dikatakan oleh Ar-Ramli. Dan jangan memasukinya dalam keadaan telanjang kaki untuk menghindari najis, saat di depan pintu pada waktu masuk ucapkanlah doa di bawah ini, apabila terlanjur masuk baru ingat, maka ucapkanlah di dalam hati:
”Dengan nama Allah, Aku berlindung kepada Allah dari kotoran yang najis, setan yang jahat dan menjadikan jahat, yaitu setan yang terkutuk.”
Dalam riwayat Ibnu Adiy:
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu perlindungan dari kotoran yang najis dan setan yang jahat dan menjadikan jahar, yaitu seran yang terkutuk,”
Doa ini terdapat pula dalam riwayat Ibnu Abi Ayaibah, tetapi dengan taawud lain.
Di waktu keluar dari tempat buang air ucapkan:
“Ya Allah, ampunilah aku. Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan dariku kotoran yang menggangguku dan menyisakan padaku kekuatan yang berman aat bagiku.”
Disunahkan mengucapkan: ”Ghufranaka”, dua atau tiga kali sebagaimana disebutkan oleh Al-Wana’iy.
Hendaklah menyiapkan batu-batu sebelum buang hajat untuk istinja sesuai dengan sabda Nabi : ”Hindarilah tempat-tempat yang menimbulkan laknat dan sediakanlah batu-batu.”
Janganlah engkau beristinja dengan air di tempat buang hajat yang bukan pada tempatnya, karena ditakutkan terkena percikan air kencing hingga menajiskannya. Lain halnya jika dengan batu, karena tidak menimbulkan percikan. Lain halnya dengan tempat yang telah disediakan, dan istinja di tempat itu menjadikannya bersih, kecuali bila di tempat tersebut ada udara yang berlawanan arah sehingga ditakutkan percikan air kencingnya kembali.
Menuntaskan sisa air kencing dengan berdehem dan mengusapnya atau memijit dari pangkal hingga ujung kemaluan tiga kali dengan tangan kirimu dengan pijitan yang lembut. Jika perempuan hendaknya meletakkan jari-jari tangannya yang kiri pada rambut kemaluannya dan memijitnya perlahan. Demikian dinukil oleh Al-Bujairami dari Syarh Ar-Raudh oleh Syaikhul Islam.
Setiap orang berbeda dalam menyucikan anggota tubuhnya.
Hukumnya sunah jika diyakini bahwa kencingnya sudah berhenti, dan wajib bila besar dugaannya kencingnya belum habis, kecuali dengan berdchem.
Jika engkau berada di padang terbuka, maka menjauhlah dari pandangan orang-orang schingga sosokmu tidak terlihat. Kejauhan ini lebih baik daripada menjauhkan diri dari orang-orang ke tempat di mana orang yang keluar dari situ tidak mendengar suaranya dan tidak mencium baunya sebagaimana dinukil oleh Al-Wana’iy dari Ar-Ramli.
Tutuplah auratmu meski tidak ada orang melihatmu. Apabila engkau berada di dalam bangunan, maka hal itu sudah cukup, jika tidak ada orang yang melihatnya. Kalau tidak, maka wajib menutup aurat, karena diharamkan membuka aurat di hadapan orang banyak sebagaimana dikatakan oleh Al-Wana’iy. Janganlah engkau membuka auratmu sampai di tempat duduk.
Apabila engkau sampai ke situ, maka bukalah pakaianmu sedikit demi sedikit. Kecuali bila engkau takut terkena najis, maka engkau boleh mengangkatnya sesuai keperluanmu. Kemudian turunkan lagi sebelum engkau berdiri tegak.
Janganlah menghadap matahari dan bulan di waktu buang air kecil maupun buang air besar di waktu terbit atau terbenamnya tanpa penutup seperti awan. Tidaklah mengapa bagimu bila engkau membelakanginya. Janganlah menghadap kiblat dan jangan membelakanginya. Menghadap dan membelakangi kiblat pada saat buang hajat, walaupun dada tidak menghadap ke arah kiblat tanpa penutup ketika buang hajat adalah haram di tempat yang tidak disiapkan baginya, Adapun di tempat yang disediakan, maka berlawanan arah dengan adalah lebih utama, jika mudah menyimpang dari kiblat.
Yang dimaksud dengan membelakangi kiblat adalah menampakkan kemaluan depan atau belakang ke arahnya di saat membuang hajat.
Barangsiapa menunaikan dua hajat sekaligus, tidaklah wajib baginya menutut aurat, kecuali dari arah kiblat saja jika ia menghadap atau membelakanginya.
Disyaratkan penutup itu meliputi semua bagian tubuhnya yang menghadap kiblat, yaitu dari pusat sampai ke tanah. Sama halnya antara orang yang berdiri dan yang duduk.
Andaikata ia buang hajat sambil berdiri, maka ia harus menutupi dari pusatnya sampai ke dua telapak kakinya demi memelihara kiblat, meskipun aurat itu sampai ke lutut.
Disyaratkan antara ia dan penutup itu berjarak tiga hasta atau kurang sepanjang hasta manusia yang sedang.
Diharamkan menghadap atau membelakangi Mushaf di waktu buang hajat bilamana menimbulkan kesan penghinaan, bahkan bisa menjadi kufur. Demikian pula dikatakan tentang menghadap atau membelakangi kubur orang yang dimuliakan sebagaimana disebutkan oleh Al-Wana’iy.
Janganlah buang hajat di tempat berkumpulnya orang-orang, tempat umum milik orang banyak tempat mencari nafkah atau tempat untuk beristirahat. Hal itu tidaklah disukai jika mereka berkumpul untuk suatu perkara yang mubah. Tetapi jika bukan tempat untuk berkumpul, maka tidak ada larangan, bahkan wajib, jika hal itu bisa menghilangkan maksiat.
Janganlah kencing pada air yang diam. Adapun air yang mengalir, maka tidaklah dilarang. Diharamkan pula kencing di tempat yang diwakafkan dan air yang berhenti di situ, meskipun sedikit. Buang air pada malam hari di air tidaklah disukai, baik pada air yang mengalir atau diam, yang luas atau tidak, karena air di waktu malam adalah tempat tinggal jin. Dan di bawah pohon berbuah, walaupun buahnya boleh dimakan, tetapi demi memelihara buah yang jatuh, meskipun di masa musim buah. Hal itu tidak disukai selama tidak ada sesuatu yang dapat menghilangkan najis di tempat itu seperti, hujan dan lainnya.
Janganlah kencing di dalam lubang, karena dikatakan lubang adalah tempat tinggal jin. Mereka (jin) telah membunuh Saad bin Ubadah ketika kencing di dalamnya.
Diharamkan buang hajat di dalam lubang apabila diduga terdapat binatang yang tidak dianjurkan untuk dibunuh, karena ia terganggu oleh barang najis itu atau dapat menyebabkannya mati. Demikian dikatakan oleh Al-Wana’iy.
Janganlah kencing di tanah yang keras atau kencing di tempat angin bertiup yang berlawanan arah sebagaimana dikatakan oleh Ar-Ramli. Maka janganlah menghadappya demi menghindari percikannya atau bau dari kotoran tersebut.
Ibnu Hajar dan Asy-Syarbini mengatakan bahwa: ”Yang diperhitungkan dalam karohah (bau yang ditimbulkan) itu adalah bertiupnya angin yang kencang pada saat itu, meskipun tidak selalu bertiup, karena boleh jadi ia bertiup setelah mulai kencing atau buang air besar sehingga terganggu olehnya.”
Bertumpulah di atas kaki kiri di waktu engkau duduk sambil meletakkan kaki kanan di atas tanah dan mengangkat anggota lainnya di atas tanah, karena hal itu lebih memudahkan keluarnya kotoran disamping istirahatnya anggota-anggota utama seperti lambung yang penuh. Jika dimiringkan, mudahlah keluarnya kotoran dan apabila ditegakkan, maka sulitlah keluarnya. Dan karena yang sesuai bagi kita kaki kanan adalah dijaga dari penggunaannya di tempat yang kotor ini.
Apabila kencing sambil berdiri, maka bertumpulah di atas dua kaki, sebagaimana dikatakan oleh As-Syeikh Athiyyah yang menukil dari Al-Minhaaj.
Usahakan waktu kencing maupun buang air besar tidak dengan berdiri, karena hal itu makruh, kecuali dalam keadaan darurat, maka tidak ada larangan dan tidak bertentangan dengan yang utama. Karena Nabi pernah mendatangi tempat pembuangan sampah umum, lalu kencing sambil berdiri.
Mengenai hadis tersebut ada tiga pendapat, Pertama, Rasulullah melakukan itu karena tidak bisa duduk akibat adanya bagian tubuhnya yang sakit.
Kedua, karena beliau berobat dengan cara itu untuk mengatasi sakit pada sulbinya sebagaimana kebiasaan orang arab yang mengobatinya dangan cara kencing sambil berdiri.
Keriga, beliau tidak bisa duduk di situ karena terdapat banyak barang najis.
Kumpulkanlah antara penggunaan batu dan air di waktu beristinja dengan mendahulukan batu dan ini lebih utama daripada membatasi pada salah satunya untuk menghindari najis guna menghilangkan bendanya dengan batu dan tercapailah sunah.
Diriwayatkan bahwa ketika turun firman Allah :”Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri, Dan Allah menyukai orangorang yang bersih.” OS. At-Taubah: 108
Rasulullah berkata kepada penduduk Suba’: “Sesungguhnya Allah telah memujimu mengenai bersuci. Apakah itu?”
Mereka menjawab: ”Kami beristinja dengan air.” Sebelumnya Rasulullah berkata dengan mereka: “Apabila seseorang dari kamu mendatangi tempat buang air, hendaklah ia beristinja dengan tiga buah batu. Demikianlah istinja dilakukan pada mulanya.”
Ada yang mengatakan, ketika mereka ditanya tentang hal itu, mereka menjawab: “Kami menggunakan air sesudah batu.” Demikianlah disebutkan dalam Awaaritul Ma’ari .
Jika engkau ingin membatasi salah satunya, maka lebih utama menggunakan air. Jika engkau menggunakan batu saja, maka hendaklah engkau menggunakan tiga batu yang suci dan mengeringkan bendanya. Janganlah menggunakan batu yang najis maupun yang basah dan yang halus seperti tanah.
Usaplah bagian tubuhmu yang kotor secara merata dari depan ke belakang supaya najis tidak berpindah dari tempatnya. Begitu pula usaplah kemaluanmu di tiga tempat dengan sebuah batu yang besar atau dengan tiga batu atau tiga kali pada sebuah dinding hingga tidak terlihat kebasahan di tempat usapan. Demikianlah disebutkan dalam Al-Ihya’. Jika tercapai pembersihan dengan dua kali, wajiblah engkau sempurnakan untuk kali yang ketiga. Jika dengan tiga kali usapan masih ada bekas, maka engkau gunakan batu keempat dan demikian seterusnya. Apabila dengan dengan batu keempat sudah bersih, maka sempurnakan dengan batu kelima supaya menjadi bilangan ganjil. Jika engkau membersihkan dengan enam batu, maka sempurnakan menjadi tujuh. Demikianlah seterusnya hingga bersih dengan bilangan ganjil. Mengusap dengan bilangan ganjil adalah mustajab sedang membersihkan adalah wajib.
Ketahuilah, bahwa pengarang menyebut enam syarat dalam menggunakan batu. Dua kali membersihkan kotorannya, yaitu harus sampai Suci untuk menghilangkan najisnya, sedangkan yang ketiga mengusap tiga kali dengan meratakan setiap usapan pada seluruh tempat yang dibersihkannya. Salah satunya tempat di mana ia beristinja, yaitu tidak berpindahnya benda yang keluar.
Janganlah beristinja, kecuali dengan tangan kiri, yaitu mengambil batu dengan tangan kiri dan menuangkan air dengan tangan kanan, lalu menggosoknya dengan tangan kiri hingga tidak tersisa bekasnya yang dapat diraba. Cukuplah dalam hal itu jika diduga najis telah lenyap dan tidak disunahkan mencium tangan.
Hendaklah ia mengendorkan anggota supaya bekasnya tidak tertinggal di sela-sela lubang dubur. Maka perhatikanlah hal itu. Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Hajar. Sehabis beristinja, ucapkanlah:
“Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari si at muna ik dan lindungilah kemaluanku dari perbuatan-perbuatan keji.”
Ketahuilah bahwa berbicara ketika memasuki tempat buang hajat adalah makruh sekali pun tidak buang hajat. Misalnya masuk untuk meletakkan kendi atau menyapu, kecuali untuk suatu kepentingan. Tidaklah dihukum makruh seperti berzikir di dalam hati. Cukuplah dalam keadaan ini bila kita malu kepada Allah dan melakukan muragabah serta mengingat nikmat Allah dalam mengeluarkan kotoran, andaikata tidak keluar, niscaya akan membunuhnya. Ini termasuk peringatan besar, walaupun tidak mengucapkan dengan lisan sebagaimana dikatakan oleh Umar Al-Bashri.
Setelah selesai beristinja, gosokkan tanganmu di tanah atau di dinding untuk menghilangkan bau yang melekat, kemudian cucilah tanganmu. Termasuk adab pula adalah duduk lama tanpa keperluan mendesak dan tidak mempermainkan tangan, tidak melihat ke kanan dan ke kiri, tidak memandang ke langit atau kemaluan atau ke luar tanpa keperluan.
Yang dimaksud dengan adab disini meliputi tuntunan dari yang wajib sampai sunah-sunahnya sebagaimana disebutkan oleh guru kami Abdul Hamid.
Apabila engkau selesai beristinja, maka jangan tinggalkan siwak dan niatkanlah dengan siwak itu mengerjakan sunah dan membersihkan mulut untuk membaca Al-Qur’an dan mengingat Allah dalam salat, sebagaimana engkau niat jimak (senggama) untuk mendapatkan keturunan. Karena siwak itu membersihkan mulut dari bau busuk dan menimbulkan keridaan Tuhan serta membangkitkan kemarahan setan. Ketahuilah salat dua rakaat dengan bersiwak lebih utama daripada salat 70 rakaat tanpa bersiwak berdasarkan kabar yang diriwayatkan oleh AlHumaidi:
“Dua rakaat dengan bersiwak lebih utama daripada 70 rakaat tanpa siwak.”
Dalam riwayat lain: “Dua rakaat dengan bersiwak menyamai 70 rakaat.”
Hadis ini tidak menunjukkan bahwa keutamaan siwak melebihi keutamaan salat jamaah yang mencapai 27 derajat, karena pahala keduanya tidaklah sama, sebab satu derajat dari salat jamaah bisa menyamai banyak dari 70 rakaat dengan bersiwak.
Dikatakan oleh Al-Wanna’iy, terkadang bersiwak itu wajib bagi seorang istri apabilah disuruh oleh suaminya dan wajib bagi hamba sahaya bila disuruh oleh tuannya.
Hal itu juga wajib bagi siapa yang makan bawang putih atau bawang merah pada hari Jumat, dan penghilangan bau itu tergantung pada siwak untuk salat Jumat.
Diriwayatkan dari Abi Hurairah , ia berkata, Rasulullah bersabda:
“Kalau saja tidak memberatkan umatku, niscaya kusuruh mereka bersiwak setiap hendak mengerjakan salat.”
Dalam riwayat lain Nabi bersabda: “Aku disuruh bersiwak hingga aku takut diwajibkan atasku.”
Kemudian duduklah untuk berwudu dengan menghadap kiblat di atas tempat yang tingi supaya tidak terkena percikan kencing. Ini sesuai dengan perkataan Ar-Ramli dan Al-Mawardi bahwa tempatnya sebelum membasuh kedua telapak tangan.
Berlainan dengan Al-Imam dan Ibnu Shalah, Ibnu An-Nagib, Ibnu Hajar dan Asy-Syarbini bahwa tempatnya antara membasuh kedua telapak tangan dan berkumur.
Dan ucapkanlah: Bismillahi rahmanir rahiim. Jika engkau ucapkan: Bismillah, maka itu sudah cukup. Jika engkau lupa mengucapkan basmalah di awal wudu, maka bacalah ditengahnya. Namun jika sudah selesai engkau baru ingat, maka janganlah membacanya, karena bukan pada tempatnya.
Setelah itu ucapkanlah:
“Segala puji bagi Allah yang menjadikan air ini suci.”
Dalam Al-Adzkar disebutkan:
“ya Tuhanku. Aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan setan dan
aku berlindung kepada-Mu dari kehadiran mereka kepadaku.” Kemudian basuhlah kedua telapak tanganmu tiga kali, dan sebelum memasukkan tanganmu ke dalam bejana ucapkanlah:
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu keberuntungan dan keberkahan serta berlindung kepada-Mu dari kesialan dan kebinasaan.” Atau ucapkanlah seperti yang dinukil dari Ar-Ramli, yaitu:
“Ya Allah, jagalah kedua tanganku dari seluruh kedurhakaan terhadap-Mu.”
Kemudian niatkanlah untuk menghilangkan hadas atau mengerjakan salat. Pertahankan niat ini hingga membasuh muka. Tidaklah mengapa bila niat menghilangkan hadas dilakukan sejak awal pembasuhan kedua telapak tangan, meskipun sunah-sunah yang sebelumnya tidak menghilangkan hadas. Sebab sunah-sunah dalam setiap ibadat masuk dalam niatnya sebagai tambahan. Maka makna menghilangkan hadas adalah bertujuan menghilangkannya dengan semua amalan wudu sedang ia menghilangkan hadas secara pasti. Demikianlah disebutkan dalam Haasyiyah Al-Igna. Janganlah melupakan niatmu sebelum membasuh muka sehingga wudumu tidak sah.
Kemudian ambillah air dengan tanganmu dan berkumurlah tiga kali hingga ke ujung tenggorokan. Kecuali engkau sedang puasa, maka berkumurlah dengan lembut supaya tidak membatalkan puasamu, sambil mengucapkan:
“Ya Allah, tolonglah aku untuk membaca kitab-Mu dan banyak mengingatMu.” Atau sebagaimana disebutkan dalam Al-Adzkar, yaitu:
“Ya Allah, berilah aku minum dari telaga nabi-Mu segelas sehingga aku tidak haus untuk selama-lamanya.” .
Atau mengucapkan: ‘
“Ya Allah tolonglah aku dalam mengingat-Mu dan mensyukuri-Mu.”
Kemudian ambillah air untuk membasuh hidungmu dan hiruplah air tiga kali, kecuali dalam keadaan puasa, dan keluarkanlah air dan kotoran di hidung dengan jari kelingking kirimu, sambil mengucapkan di waktu beristinsyaq:
“Yg Allah, berilah aku ban surga sedang Engkau rida kepadaku.”
Dalam Al-Adzkar disebutkan:
”Ya Allah, janganlah Engkau haramkan aku bau kenikmatan dan surgaMu.”
Di waktu mengeluarkan air dari hidung ucapkanlah:
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari bau api neraka dan tempat tinggal yang buruk.”
Kemudian ambillah air untuk mukamu dan basuhlah dari dahi hingga dagu, dan dari batas telinga hingga telinga yang lain melebar. Usapkanlah air ke rambut di tepi kepala, yaitu bagian antara ujung telinga hingga sudut dahi. Usapkan pula air ke tempat-tempat tumbuh rambut yang empat, yaitu alis, kumis, bulu mata dan jambang serta wajib mengusapkan air ke tempat tumbuh jenggot yang tipis, bukan yang lebat.
Ketika membasuh muka ucapakanlah:
“Ya Allah, putihkan wajahku dengan cahaya-Mu ketika wajah-wajah para wali-Mu menjadi putih. Dan Janganlah Engkau hitamkan wajahku dengan kegelapan-Mu ketika wajah-wajah para musuh-Mu menjadi hitam.”
Lebih ringkasnya:
“Ya Allah, putihkanlah wajahku ketika wajah-wajah menjadi putih dan wajah-wajah menjadi hitam.”
Renggangkanlah sela-sela jenggot yang lebat sebelum membasuh muka sebagaimana dikatakan oleh Athiyyah menurut Al-Inani, kecuali bila engkau dalam keadaan ihram. Maka janganlah melakukanya supaya rambutnya tidak tercabut. Ini pendapat Ar-Ramli dan diikuti oleh Ibnu Qasim, Az-Ziyadi dan Asy-Syabramalsi.
Kemudian basuhlah kedua tanganmu dari ujung jari sampai ke siku, dimulai dengan tangan kanan kemudian tangan kiri karena perhiasan di surga mencapai tempat-tempat wudu. Gerakkan cincin dan renggangkanlah sebelum membasuh jari-jarimu.
Ketika mulai membasuh tangan kanan, ucapkan:
“Ya Allah, berilah kitabku dengan tangan kananku dan hisablah aku dengan hisab yang ringan.”
Dan ketika membasuh tangan kiri, ucapkan:
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu agar jangan Engkau berikan
kitabku dengan tangan kiriku atau dari belakang punggungku.”
Kemudian usaplah kepalamu setelah membasuh kedua tanganmu dengan merapatkan telapak tangan kanan dan kirimu dari depan kepala sambil menggerakkan kedua tangan ke belakang, lalu mengembalikan ke depan supaya air mengenai seluruh kepala. Ini adalah sekali, lakukan hal tersebut tiga kali, begitu pula terhadap anggota-anggota yang lain. Dan ucapkanlah:
“Ya Allah, penuhilah aku dengan rahmat-Mu dan turunkan kepadaku dari berkah-Mu dan naungilah aku di bawah naungan Arsy-Mu pada hari tiada naungan, kecuali naungan-Mu.” :
Dalam Al-Adzkar disebutkan pula:
“Ya Allah, haramkan rambut dan kulitku atas api neraka dan naungilah aku dibawah Arsy-Mu pada hari nada naungan selain naungan-Mu.”
Kemudian usaplah kedua telingamu bagian luar dan dalamnya dengan air baru. Masukkan kedua ujung jari telunjukmu ke dalam telinga dan usapkanlah bagian luar telingamu dengan kedua ibu jarimu.
Wajah adalah anggota tubuh termulia, tetapi terdapat lubang-lubang yang isinya pahit seperti kotoran kedua telinga dan sebagiannya asin seperti air mata, sebagiannya asam seperti yang terdapat dalam hidung, dan sebagiannya tawar seperti air ludah. Jumlah lubangnya ada enam, yaitu kedua mata, kedua telinga, mulut dan hidung. Demikianlah dikatakan oleh Asy-Syeikh Athiyyah.
Ketika membasuh telinga ucapkanlah:
“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang terbaik darinya. Ya Allah, perdengarkanlah kepadaku seruan juru azan di surga bersama orang-orang yang berbakti.”
Kemudian usaplah tengkukmu sambil mengucapkan:
“Ya Allah, lepaskanlah batang leherku dari api neraka dan aku berlindung kepada-Mu dari ikatan rantai dan belenggu.”
Menurut An-Nawawi: “Mengusap tengkuk adalah bid’ah, karena tidak disunahkan, dinukil dari Syarah Ar-Raundh.”
Kemudian basuhlah kedua kakimu dari atas mata kaki hingga tumit. Renggangkan jari-jari kakimu dengan memasukkan jari-jari tanganmu dari bawah dan usaplah mulai dari kelingking kanan hingga berakhir pada kelingking kiri sambil mengucapkan:
“Ya Allah, teguhkanlah telapak kakiku di atasjalan yang lurus bersama kaki-kaki para hamba-Mu yang salih.”
Dan ketika membasuh kaki kiri, ucapkan:
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu agar kakiku tidak tergelincir di atas shirot ke dalam api neraka bersama kaum munafik.”
Dalam Al-Adzkar disebutkan oleh An-Nawawi, ketika membasuh kedua kaki bacalah: “Allahumma tsabbit qadamii ‘alaa ash-shirot (Ya Allah, teguhkan kakiku di atas shirot).”
Siramkanlah air hingga mencapai tengah kaki dan ulangi tiga kali dalam semua perbuatanmu. Adapun doa ketika membasuh anggota tubuh, An-Nawawi mengatakan, tidak ada sesuatu keterangan dari Nabi mengenai hal itu. Akan tetapi semua itu adalah doa-doa yang diriwayatkan dari para salaf yang salih. Ada yang menambah dan ada yang menguranginya.
Ibnu Hajar berkata: Hal itu diriwayatkan dari jalan-jalan yang tidak kosong dari dusta. Akan tetapi Al-Mahalil dan Ar-Ramli Al-Kabir dan Ash-Shaghir menyukainya karena hal itu disebutkan dalam Tarikh Ibnu Hibban dan lainnya, meskipun dha’if, karena hadis dha’if diamalkan mengenai amalan-amalan utama. Syarat mengamalkan hadis dha’if adalah bilamana tidak sangat lemah masuk di bawah asal umum serta termasuk dalam ibadat.
Apabila selesai berwudu, arahkan pandanganmu ke langit dan menghadaplah ke kiblat dengan dadamu, karena langit adalah kiblat doa, dan kebutuhan-kebutuhan manusia berada dalam perbendaharaan di bawah Arsy. Ulurkan kedua tanganmu dan mohonlah semua kebutuhanmu, karena Kakbah adalah arah termulia. Dan katakanlah:
“Aku bersaksi bahwa tidak Tuhan selain Allah, riada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. Maha Suci Engkau Ya Allah dan dengan memuji-Mu, Aku bersaksi bahwa nada Tuhan selam Engkau. Aku berbuat keburukan dan menganiaya diriku. Aku mohon ampun dan bertobat kepada-Mu, maka ampunilah dosaku dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bersuci dan jadikanlah aku termasuk hamba-hamba-Mu yang salih. Jadikanlah aku seorang yang penyabar dan sangat bersyukur dan Jadikanlah aku sering mengingat-Mu dan bertasbih kepada-Mu pagi dan petang.”
Setelah itu ucapkanlah salawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad serta para sahabatnya. Lebih disukai jika doa itu dibaca tiga kali.
Barangsiapa membaca doa-doa yang diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi dan Al-Hakim ketika selesai berwudu, maka keluarlah dosadosanya semua dari anggota tubuhnya dan dicatat di atas wudunya pahalanya, dan dilindungi pelakunya dari kesia-siaan amal serta diangkat wudunya hingga mencapai bawah Arsy. Wudu tersebut terus bertasbih kepada Allah $& dan menyucikan-Nya serta ditulis pahala itu baginya sampai hari kiamat. Hal tersebut berulang setiap kali ia berwudu. Apabila ia mengucapkannya tiga kali sesudah wudu, maka ditulis tiga kali. Hal itu tidaklah sulit bagi Allah.
Kemudian bacalah surah Al-Qadr tiga kali, karena siapa yang membacanya sekali sesudah berwudu, maka ia termasuk golongan shiddigin. Siapa yang membacanya dua kali, ia dicatat dalam diwan para syuhada dan siapa yang membacanya tiga kali, maka Allah menghimpunnya bersama para nabi sebagaimana disebutkan dalam hadis.
Setelah membaca surah itu disunahkan membaca:
”Ya Allah, ampunilah dosaku dan luaskan bagiku dalam rumahku dan berkatilah aku dalam rezekiku dan janganlah Engkau timpahkan fitnah atasku dengan apa yang Engkau jauhkan dariku.”
Usahakan mempertahankan wudu sebagainana diriwayatkan dalam hadis Qudsi, “Hai Musa, apabila engkau mengalami musibah sedang engkau tidak dalam keadaan berwudu, maka janganlah engkau menyalahkan kecuali dirimu.”
Juga dalam sebuah hadis Nabi bersabda: “Tetaplah engkau dalam keadaan bersuci, niscaya dilapangkan rezeki bagimu.” Disebutkan oleh AlBujairami dengan menukil dari Sayyidi Mustafa Al-Bakri.
Jauhilah tujuh perkara di waktu berwudu: “Janganlah engkau kebaskan kedua tanganmu hingga memercikkan air dan jangan mengeringkannya tanpa alasan.”
Adapun bila ada alasan yang kuat, dahulukanlah anggota yang kiri sebelum yang kanan, karena ia menghilangkan bekas ibadat hingga patut memulai dari sebelah kiri supaya bekasnya tetap ada pada anggota yang lebih mulia.
Seperti ketika engkau keluar setelah berwudu dalam tiupan angin yang mengandung najis atau merasakan kedinginan yang sangat.
Sebaiknya jangan menggunakanbaju, sebagaimana dinukil oleh Al-Wan’iy dari Adz-Dzakhaair. Tetapi disunahkan mengeringkan mayit sesudah memandikannya.
Janganlah engkau siram wajah dan kepalamu dengari air, tetapi engkau ambil air dengan kedua tanganmu dan engkau basuh wajahmu dengan keduanya serta engkau usap kepalamu dengan keduanya.
Jangan berbicara di tengah wudu tanpa alasan kuat, tetapi hal ini tidak dikatakan makruh, karena Nabi berbicara kepada Ummu Hani pada hari penaklukan kota Makkah di saat sedang mandi sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar.
Janganlah melebihi dari tiga gerakan ketika membasuh dan mengusap dan jangan pula menguranginya. Karena hal itu makruh, kecuali dengan alasan yang kuat. Misalnya karena waktunya sempit sehingga andaikata ia mengerjakannya tiga kali, niscaya habis waktunya. Saat itu diharamkan mengerjakan tiga kali. Atau airnya sedikit sehingga tidak cukup bagimu kecuali untuk salat fardu. Maka hal itu diharamkan menambahinya. Atau sisa airnya digunakan untuk minum, maka diharamkan atasmu mengerjakan tiga kali. Sedang mendapati salat jamaah lebih utama daripada berwudu dengan membasuh tiga kali.
Begitu pula adab-adab lainnya yang tidak dikatakan wajib seperti mengusap seluruh kepala dan menggosok anggota-anggota badan. Kalau tidak, maka tentulah ia dahulukan sebelum jamaah.
Jangan, menuangkan banyak air sehingga melebihi kadar yang cukup bagi anggota, meskipun tidak melebihi tiga kali tanpa keperluan, sekalipun di sungai. Hal itu makruh apabila hanya disebabkan was-was sedang air itu miliknya atau mubah. Apabila diwakafkan, maka haramlah melampaui batas. Dan orang yang sering was-was, maka memiliki setan yang bernama Walhan.
Seorang ulama mengatakan bahwa iblis mempunyai sembilan anak. Masing-masing dari mereka mempunyai nama dan tugas.
Yang pertama bernama Khinzib, ia bertugas menimbulkan rasa waswas di dalam salat.
Yang kedua Walhan adalah setan yang bertugas menimbulkan rasa was-was dalam taharah.
Yang ketiga bernama Zalanbur ia bertugas di pasar untuk menggoda orang-orang yang berjual beli hingga berbicara sia-sia, bersumpah bohong, memuji barang dagangannya, mencurangi takaran dan timbangan.
Yang keempat adalah Al-A’war dan ia adalah setan zina. Ia meniup kemaluan laki-laki dan perempuan.
Yang kelima adalah Washan. Ia adalah setan tidur yang memberatkan kepala dan kelopak mata hingga tidak bangun untuk mengerjakan salat dan sebagainya, sedangkan ia membangunkan orang untuk melakukan perbuatan buruk seperti zina dan sebagainya.
Yang keenam bernama Tabar, yaitu setan musibah, bertugas menggoda wanita untuk menjerit dan menampar pipi dan sebagainya.
Yang ketujuh bernama Dasim, bertugas menemani manusia yang makan atau memasuki rumah dengan tidak menyebut nama Allah, tidur di atas tempat tidur mereka serta memakai baju yang dilipat dengan tidak menyebut nama Allah. Ada yang mengatakan, ia adalah setan yang berusaha menimbulkan permusuhan di antara suami istri untuk memisahkan antara keduanya.
Yang kedelapan bernama Mathun ada yang mengatakan Masuth, bertugas penyiarkan berita bohong yang ditiupkan ke telinga manusia, sedangkan berita tersebut tidak ada sumbernya.
Yang kesembilan bernama Al-Abyadh, bertugas menggoda para nabi dan wali. Adapun para nabi, maka mereka selamat darinya. Sedang para wali, maka mereka memeranginya. Dan siapa yang disesatkan Allah, ia pun tersesat. Demikianlah disebutkan oleh Husein bin Sulaiman ArRasyidi.
Janganlah berwudu dengan air yang terkena sinar matahari. Diriwayatkan dari Aisyah bahwa ketika ia memanaskan air di sinar matahari untuk Rasulullah Maka beliau berkata: “Janganlah engkau lakukan itu, hai Humaira’, karena bisa menyebabkan belang.”
Meskipun hadis ini dhaif karena sanadnya lemah, namun ia dikuatkan oleh khabar Umar bahwa ia tidak suka mandi dengan air yang terkena sinar matahari.
Diriwayatkan bahwa Umar berkata: “Janganlah kalian mandi dengan air yang terkena sinar karena bisa menyebabkan belang. Dan Janganlah membersihkan makanan di sela-sela gigi dengan bambu, karena bisa membusukkan gigi. Ini masyhur dikalangan para sahabat hingga menjadi ijjma sukuti.”
Janganlah berwudu di bejana yang terbuat dari kuningan, tanah liat atau wadah kulit dan wadah kayu. Diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Abi Hurairah bahwa dihukum makruh memakai bejana kuningan.
Inilah tujuh perkara yang dihukum makruh di waktu berwudu dan berlawanan dengan yang utama seperti mengebaskan air dan berbicara.
Disebutkan dalam khabar yang diriwayatkan oleh Abdur Razzag dari Hasan Al-Kufi:
“Sesungguhnya siapa yang menyebut nama Allah diwaktu berwudhu, maka Allah menyucikan seluruh tubuhnya. Dan siapa yang tidak menyebut nama Allah, maka tidaklah suci darinya kecuali bagian yang terkenaan:”
Ali bin Ahmad Al-Azizi berkata mengenai makna hadis ini, yakni: ”Siapa yang menyebut nama Allah di awal wudu, maka Allah menyucikan tubuhnya yang lahir dan batin. Jika ia tidak menyebut nama Allah ketika berwudu, maka tidaklah disucikan darinya, kecuali yang lahir saja tanpa yang batin.”
Disunahkan wudu di setiap waktu sebagaimana dijelaskan sebagai berikut: “Wudu syar’i dituntut di banyak tempat, yaitu ketika membaca Al-Quran, di waktu mendengarkan Al-Quran, di waktu mendengarkan riwayat hadis dari syeikh (guru), di waktu belajar ilmu syar’i berupa tafsir, hadis, fikih, dan mengajarkannya kepada para pelajar. Adapun alat-alatnya, maka tidak disunahkan wudu baginya. Di waktu berzikir menyebut nama Allah , di waktu melakukan sa’i antara Shofa dan Marwah, di waktu wukuf di Arafah, di waktu menziarahi kubur Nabi dan kubur-kubur lainnya, di waktu berkhutbah selain hari Jumat, di waktu tidur malam atau siang, walaupun sedikit dalam keadaan duduk yang tegak, ketika menyerukan azan, ketika mandi janaba dan mandi wajib atau sunah lainnya, ketika menyerukan iqamat unruk salat, di waktu beribadat seperti menulis fikih, melempar jumrah, ketika orang yang junub ingin makan, walaupun makanan yang diharamkan seperti yang dirampas atau ingin minum atau ingin tidur atau ingin menggauli istrinya sekali lagi, meskipun janaba yang pertama tanpa menggauli.”
Adapun yang diharamkan seperti zina, maka tidaklah disunahkan baginya berwudu. Dan ketika berbekam (canduk mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh), dan sebelum atau sesudah memikul mayit, ketika menyentuh bagian tubuh mayit, meskipun tidak membatalkan wudu seperti rambut dan kuku. Maka disunahkan berwudu sesudahnya.
Dan ketika orang lelaki atau perempuan menyentuh badan orang banci, dan ketika seorang menyentuh kemaluannya, maka disunahkan untuk menyempurkan wudu.
Ketika orang lelaki dan perempuan menyentuh kemaluan orang lain dan ketika menyentuh laki-laki yang mulus mukanya dan tampan berdasarkan khilaf mengenai pembatalan wudu oleh sebab itu. Setelah makan daging unta, dan ketika melakukan ghiba. Maka disunahkan wudu sesudahnya, walaupun engkau dalam keadaan wudu.
Dan ketika melakukan namimah, (mengadu domba) di antara orang-orang, dan melakukan perbuatan keji seperti mengejek orang lain, melakukan sumpah palsu, bersaksi bohong, menuduh orang berzina tanpa bukti, berdusta tanpa ada maslahat dan tertawa keras di dalam salat.
Karena tertawa keras di dalam salat membatalkan wudu menurut pendapat Abi Hanif ah. Adapun tertawa keras di luar salat, maka ia tidak membatalkan wudu menurutnya sebagaimana ditetapkan oleh Asy-Syeikh Abdul Hamid dan Asy-Syeikh Yusuf As-Sunbulawi.
Dan disunahkan wudu ketika mencukur rambut kepala dan di waktu marah, walaupun karena Allah berdasarkan sabda Nabi :
“Sesungguhnya amarah itu berasal dari setan dan sesungguhnya setan diciptakan dari api dan sesungguhnya api itu bisa dipadamkan dengan air: Maka apabila seseorang dari kamu marah, hendaklah ia berwudu.”
Dan ketika mencapai usia baligh. Maka disunahkan wudu baginya disertai anjuran mandi pula, karena dituntut baginya wudu tersendiri tanpa mandi.
Sebabnya ialah hikmah mandi mengandung kemungkinan keluarnya mani tanpa disadari. Oleh karena itu diniatkan dengannya menghilangkan janaba dan ini tidak nampak pada wudu.
Dan ketika menyentuh kemaluan hewan disunahkan wudu sesudahnya, karena menyentuh bagian yang terpotong darinya membatalkan wudu menurut mazhab lama. Adapun dubur hewan, maka tidaklah membatalkan tanpa ada perselisihan sebagaimana disebutkan oleh Ad-Dimyari.
Juga disunahkan wudu di waktu murtad dan ketika memutuskan niat setelah selesai berwudu dan ketika mengangkat pembalut luka bila disangka sudah sembuh, tetapi ternyata belum sembuh. Dan ketika menyentuh bagian yang terbuka dibawah perut sedangkan aslinya tetap terbuka.
Dan di waktu membawa kitab-kitab tafsir bilamana tafsirnya lebih banyak daripada Al-Qur’an. Ini adalah mushaf Sayyidina Usman yang dikhususkan bagi dirinya dengan menamakan Mushaf Al-Imam. Adapun tafsir, maka dengan pertimbangan bentuk tulisannya berdasarkan kaidahkaidah ilmu khat. Inilah yang diandalkan oleh Ibnu Hajar.
Dan disunahkan memperbaharui wudu ketika sehabis melakukan tiap salat, walaupun wudu yang diperbarui itu disempurnakan dengan tayamum, baik wudu yang pertama itu seluruhnya dengan air atau disempurnakan dengan tayamum. Maka dituntut baginya mengulangi wudu. Perkara-perkara ini sebagiannya dituntut wudu sebelumnya dan sebagiannya dituntut sesudahnya sebagaimana telah menjadi jelas.
Dalam seluruhnya ia berniat wudu dan tidak cukup meniatkan sebabnya seperti berniat wudu untuk membaca Al-Qur’an dan seperti berniat sunah wudu karena marah. Lain halnya dengan mandi-mandi yang disunahkan, karena sah meniatkan sebabnya.
Bedanya ialah tujuannya yang terbesar adalah kebersihan sedangkan tujuan wudu ini adalah ibadat. Apabila berwudu dengan niat sujud tilawah atau syukur, maka boleh baginya mengerjakan salat fardu dengannya. Andaikata berwudu dengan niat membaca Al-Qur’an atau tinggal di masjid tidak boleh baginya mengerjakan salat fardu dengannya. Bedanya ialah taharah tidak disyaratkan untuk membaca, karena ia dibolehkan dalam keadaan berhadas. Lain halnya dengan sujud tilawah, karena syarat sahnya adalah suci. Oleh karena ini dibolehkan baginya mengerjakan salat fardu.
Yang dimaksud dengan mandi adalah mandi wajib atau mandi sunah. Apabila seseorang terkena janaba yang disebabkan karena mimpi atau persetubuhan, maka ambillah bejana ke tempat mandi dan letakkanlah di sisi kanan jika akan menciduk, dan di sisi kiri jika akan menuangkan. Menyebut nama Allah sambil membasuh kedua tangan terlebih dahulu tiga kali, kemudian beristinja dan menghilangkan kotoran yang melekat di anggota tubuh seperti mani atau lendir serta najis bilamana ada.
Berwudulah sebagaimana wudu untuk salat beserta semua doa dan sunah-sunahnya. Hendaklah membasuh kedua telapak kakimu atau kedua kakimu supaya airnya tidak sia-sia.
Apabila selesai berwudu, maka yang lebih utama sesudah itu membersihkan sela-sela anggota tubuh, merenggangkan rambut kepalamu sekalipun dalam keadaan ihram, lakukan dengan perlahan jika ada rambut di atasnya dengan memasukkan sepuluh jarimu di dalamnya. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar. Lalu menggosoknya tiga kali sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam dalam At-Tahrir, kemudian tuangkan air di atas kepala tiga kali sambil berniat menghilangkan hadas, karena janaba atau semacamnya. Kemudian tuangkan air di atas sisi yang kanan tiga kali, dan di atas sisi yang kiri tiga kali.
Dengan cara ini tercapailah semua sunah sebagaimana dikatakan oleh Al-Bujairami. Cara lainnya ialah dengan membasuh kepala tiga kali, kemudian sisi kanan dari depan tiga kali, dan belakang tiga kali. Menggosok badan bagian depan dan belakang masing-masing tiga kali dan dilakukankan secara berurutan.
Renggangkan sela-sela rambut dan jenggotmu, baik lebat maupun tipis, namun bagi orang perempuan tidak wajib menguraikan jalinan-jalinan rambut kecuali bila ia mengetahui bahwa air tidak sampai pada lekuk-lekuk tubuh seperti kelopak mata, ujung mata, ketiak, telinga, bagian dalam pusar dan di bawah hidung, karena hal itu biasa dilupakan.
Hendaklah sangat memperhatikan telinga, terutama pada orang yang puasa dengan mengambil segenggam air dan memasukkannya ke dalam telinga dengan perlahan supaya mengenai lekuk-lekuknya tetapi tidak sampai mengenai gendang telinga karena bisa membahayakan.
Dan sampaikan pula air ke tempat-tempat tumbuh rambut yang tipis maupun lebat. Ketahuilah bahwa berkumur dan istinsyaq (menghirup air ke hidung) adalah sunah tersendiri di waktu mandi sbagaimana keduanya adalah sunah tersendiri di waktu mandi sebagaimana disebutkan dalam Fathul Jawad.
Tidaklah disukai meninggalkan keduanya seperti meninggalkan wudu, dan disunahkan melakukannya walaupun sehabis mandi, karena tidak disyaratkan tertib (berurutan) dalam perbuatan-perbuatannya.
Menurut Imam Malik keduanya adalah sunah di waktu mandi dan wudu sebagaimana mazhabnya, wajib dalam mandi dan wudu menurut Imam Ahmad serta fardu dalam mandi, sunah dalam wudu menurut Imam Abi Hanifah.
Jagalah jangan sampai engkau menyentuh kemaluan sesudah wudu, yakni sebelum mandi, sebagaimana disebutkan dalam Al-Ihya’. Jika tanganmu menyentuh, maka ulangilah wudu. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dan ini adalah jelas supaya keluar dari khilaf.
Al-Bujairami berkata: “Andaikata setelah wudu dan sebelum mandi engkau berhadas, maka tidaklah disunahkan mengulangi wudu, ini menurut pendapat yang mu’tamad dari Ar-Ramli, karena wudu tidak dibatalkan oleh hadas, tetapi dibatalkan oleh jimak.”
Ada teka-teki, wudu mana yang tidak dibatalkan oleh hadas.
Dalam bait-bait syairnya As-Suyuthi berkata:
Katakanlah kepada ahli fikih dan para syeikh, juga kepada siapa yang mempunyai pengetahuan luas. Apa jawabmu mengenai orang yang berwudu. la telah melakukan perbuatan yang tepat. Mereka tidak membatalkan wudunya meskipun ta buang air besar atau lebih dan wudunya tidak batal kecuali dengan persetubuhan baru.
Salah seorang dari mereka menjawab dalam bait-bait syair pula:
Hai pembuat teka-teki yang benar,
Hai orang alim yang riada bandingannya dimasanya, Hudu inilah yang disunahkan untuk mandi sebagaimana engkau beritahukan.
Dan wudu itulah yang tidak batal, kecuali dengan persetubuhan baru.
Yang ardu dari semua itu adalah niat dan menghilangkan najasah serta membasuh seluruh badan.
Fardu wudu adalah membasuh muka dan kedua tangan sampai dengan kedua siku, mengusap sebagian kepala dan membasuh kedua kaki sampai tumit disertai niat dan tertib. Selain itu adalah sunah muakkadah. Keutamannya dan pahalanya banyak sedangkan yang meremehkannya akan rugi.
Bahkan ia pun nyaris merusakkan fardu-fardunya. Karena nawafil bisa mengganti kekurangan fardunya, yakni jika seseorang mati dan tidak mengerjakan salat-salat fardu, maka setiap 70 rakaat nawafil (sunah) menggantikan satu rakaat fardu.
Begitu pula setiap 70 riyal dari sedekah tathawwu’ (sunah) sama dengan satu riyal zakat. Adapun di dunia, maka amalan fardu tidak bisa diganti dengan nawafil, tetapi harus dikerjakan.
Adapun wudu maka ia menghapus dosa-dosa kecil. Jika ia tidak mempunyai dosa kecil, maka diambillah dari dosa besar.
Kemudian, fardu-fardu di sini terhadap wudu adalah menjauhi maksiat. Yaitu bilamana yang dimaksud dengan nawafil adalah sunahsunah wudu, maka arti perkataan: Nawafil mengganti kekurangan faraidh adalah pengamalan sunah-sunah wudu menggantikan faraidh yang berarti meninggalkan dosa-dosa besar yang berkaitan dengan hak-hak Allah , yakni menghapus dosa-dosa itu di samping penghapusan dosa oleh wudu tanpa sunah-sunahnya.
Adapun dosa-dosa besar, maka tidaklah bisa dihapus kecuali oleh tobat atau haji mabrur.
Begitu pula dosa-dosa yang berkaitan dengan hak-hak manusia, maka haruslah meminta maaf dengan yang bersangkutan. Kalau tidak, maka ia dikenakan qishash jika tidak mendapat karunia dari Allah Wallahu a’lam
Ia adalah rukhsah di saat tidak ada air, sebagian ada yang mengatakan azimah. Rukhsah adalah menggugurkan qadha’. Sebagian yang lain mengatakan, bilamana airnya tidak ada secara nyata, maka tayamum itu merupakan azimah.
Apabila tidak demikian, maka ia adalah rukhsah dengan dalil keabsahan tayamum orang yang durhaka dalam perjalanan sebelum bertobat jika tidak ada air secara nyata dan kebatalan tayamumnya sebelum itu jika tidak ada air secara syara’ seperti bertayamum karena sakit. Jika engkau tidak sanggup menggunakan air karena salah satu dari enam sebab, maka bolehlah bagimu bertayamum.
Sebab-sebab itu ialah karena tidak ada air setelah mencarinya atau karena halangan seperti sakit atau karena air tidak bisa sampai kepadanya lantaran dikurung tanpa alasan yang benar atau air yang ada dibutuhkan untuk minum atau untuk orang yang bukan murtad dan bukan peninggal salat maupun kafir (harbi)?
Apabila air itu dibutuhkan suatu kepentingan, maka wajib menyimpannya dan haram dipakai untuk berwudu, demi memelihara nyawa atau anggota atau manfaat dari kerusakan. Atau airnya milik orang lain dan tidak dijual kecuali lebih dari yang semestinya, dimasa dan tempat itu atau seseorang menderita luka.
Diriwayatkan oleh Al-Hakim bahwa sesorang lelaki menderita luka di zaman Rasulullah Kemudian ia mimpi hingga keluar mani, orang-orang menyuruhnya mandi. Maka ia pun mandi hingga mati, beritanya sampai kepada Rasulullah , maka beliau mengatakan: “Mereka telah membunuhnya, bukankah kalau tidak tahu harus bertanya.”
Atau engkau menderita sakit yang dikhawatirkan atas dirimu. Maka apabila ingin bertayamum, hendaklah engkau sabar hingga masuk waktu salat fajar. Karena tayamum adalah taharah yang bersifat darurat dan tiada darurat sebelum waktunya. Kemudian carilah debu yang baik dan murni suci tidak bercampur dengan barang najis.
Tepukkan kedua tanganmu dengan merapatkan jari-jarimu di atas debu dengan niat, istibahah fardhi as-sholah. Kemudian usapkan kedua telapak tanganmu pada seluruh wajahmu sekali. Janganlah memaksakan sampainya debu ke tempat-tempat tumbuhnya rambut, baik tipis maupun tebal karena tidak disunahkan, mengingat kesulitannya.
Lepaskanlah cincinmu, karena melepas cincin pada kali yang kedua adalah wajib supaya debu sampai ke tempatnya dan tidak cukup dengan hanya menggerakkannya, karena debu tidak masuk di bawahnya lantaran ketebalannya. Lain halnya dengan air, maka kewajiban melepaskannya adalah di waktu mengusap. Demikian dikatakan oleh Ahmad Al-Mahiy.
Adapun dalam tepukan pertama, hukumnya sunah supaya seluruh wajah bisa diusap dengan tangan sebagaimana dikatakan oleh AlMahalli. Tepuklah untuk kali yang kedua dengan merenggangkan antara jari-jarimu dan usapkanlah dengan kedua telapak tanganmu pada kedua tanganmu sampai dengan kedua sikumu.
Jika tidak bisa memenuhi keduanya, maka tepuklah sekali lagi hingga memenuhi keduanya. Kemudian usapkan salah satu telapak tanganmu pada telapak tangan yang lain dan usapkan pada sela-sela jari-jarimu dengan merenggangkannya dan salatlah fardu sekali dan nawafil yang engkau inginkan. Jika engkau ingin mengerjakan salat fardu lainya, maka bertayamum lagi, meskipun tidak berhadas. Demikianlah setiap salat fardu dikerjakan dengan satu tayamum.
Ya, apabila salat kedua adalah muakkadah (ulangan), boleh menggabungkan dengan satu tayamum, karena muakkadah menjadi sunah, meskipun engkau berniat fardu di dalamnya. Boleh juga engkau gabungkan antara salat Zuhur dan Jumat dengan satu tayamum.
Apabila engkau selesai bersuci dari hadas, maka salatlah dua rakaat sebelum Subuh di rumah jika fajar telah terbit, dan bacalah di dalamnya surah Al-Kafirun dan Al-Ikhlash atau bacalah surah An-Nasr dan Al-Fiil.
Barangsiapa membaca dalam dua rakaat sebelum fajar, surah An-Nasr dan Al-Fiil, maka tangan setiap musuh tidak bisa menjangkaunya dan mereka tidak mempunyai jalan untuk mengganggunya. Ini adalah shahih mujarab tanpa diragukan. Demikianlah yang dinukil oleh Al-Bujairami dari Al-Ghazali.
Begitulah yang dilakukan oleh Rasulullah , yakni menunaikan salat sunah dua rakaat sebelum Subuh di rumah. Disunahkan memisahkan antara sunah Subuh dan fardu dengan berbaring di atas sisinya yang kanan atau kiri dan yang kanan lebih utama, walaupun di dalam masjid, sekalipun diakhirkannya sesudah salat fardu sebagaimana dikatakan oleh Al-Wanna’iy.
Hikmah dari hal itu ialah mengingat berbaring di dalam kubur di awal siang supaya mendorongnya untuk mengerjakan amal-amal akhirat atau untuk menampakkan ketidak mampuan di awal siang.
Ia berkata di waktu berbaring:
“Ya Allah, Tuhan Jibril, Mikail. Israfil dan Izrail serta Tuhan Muhammad Lindungilah aku dari api neraka (tiga kali).
Kemudian pergilah menuju masjid sesuai sabda Nabi :
Allah berfirman: “Sesungguhnya rumahku di bumi-Ku adalah masjid dan tamu-tamu-Ku didalamnya adalah orang-orang yang memakmurkannya. Maka beruntunglah hamba yang bersuci di rumahnya, kemudian mengunjungi Aku di rumah-Ku. Maka wajiblah tuan rumah menghormati tamunya.”
Janganlah engkau meninggalkan salat jamaah, sebagaimana disabdakan oleh Nabi :
“Barangsiapa mengerjakan salat-salat dalam jamaah selama 40 hari tanpa ketinggalan takbiratul ihram, maka Allah menulis baginya dua kebebasan, kebebasan dari sifat munafik dan kebebasan dari api neraka.”
Utamanya adalah salat Subuh, karena jamaah dalam salat Subuh lebih utama daripada salat jamaah dalam salat Isya dan jamaah dalam salat Isya lebih utama daripada jamaah salat lainnya. Adapun salat yang paling utama adalah salat Asar.
Dalam hadis disebutkan: “Barangsiapa mengerjakan salat Isya dalam jamaah, seakan-akan ia salat separuh malam dan siapa mengerjakan salat Subuh dalam jamaah, seakan-akan salat semalam penuh.” Kemudian penulis mengemukan alasan larangan meninggalkan salat jamaah dengan perkataannya: Karena salat jamaah lebih baik 27 derajat daripada salat sendiri sebagaimana disebutkan dalam hadis. Jika engkau mengabaikan keuntungan seperti ini, yakni keutamaan jamaah maka apakah gunanya engkau menuntut ilmu?
Sesungguhnya buah ilmu adalah mengamalkannya. Apabila engkau pergi ke masjid, maka berjalanlah dengan perlahan dan tenang dan jangan terburu-buru. Dan ucapkanlah dalam perjalananmu: ,
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu, demi hak orang-orang yang memohon pada-Mu dan hak orang-orang yang berharap kepada-Mu dan demi perjalananku kepada-Mu ini. Sesungguhnya aku tidak keluar (ke masjid) dengan sombong dan congkak maupun karena riya’ dan mencari ketenaran. Akan terapi aku keluar dari rumahku untuk menghindari kemarahan-Mu dan mencari keridaan-Mu. Maka aku mohon kepada-Mu agar menyelamatkan aku dari api neraka dan mengampuni dosa-dosa-Ku, Sesungguhnya tiada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau.”
Dalam kitab Ibnu Hajar ada tambahan sesudahnya, Ya arhamar raahimiin, Ya akramal akramiin (wahai Tuhan yang Maha Penyayang di antara para penyayang, wahai Tuhan yang Maha Pemurah di antara para pemurah).
Jika engkau akan memasuki masjid, maka lepaskanlah sandal kirimu lebih dulu dan letakkan kaki kirimu di atasnya. Kemudian lepaskan sandal kananmu, dan dahulukan kaki kananmu ketika akan memasukinya. Sama halnya dengan masjid, setiap tempat yang mulia, dan setiap tempat tidak diketahui keadaannya, maka dahulukan kaki kananmu. Apabila keluar dari masjid menuju masjid, dahulukanlah kaki kanan.
Di saat memasuki Kakbah maupun keluar dari situ, ia dahulukanlah kaki kanan. Demikianlah yang disebutkan oleh Al-Wanna’iy.
Ketika hendak masuk, maka ucapkan:
“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung dan Dzat-Nya yang mulia serta kekuasaan-Nya yang lama dari setan yang terkutuk, segala puji bagi Allah.”
Sebagaimana disebutkan dalam Al-Adzkaar. Kemudian ucapkanlah:
“Ya Allah, impahkanlah salawat dan salam kepada Muhammad dan keluarga Muhammad serta para sahabatnya. Ya Allah, ampunilah dosadosaku dan bukalah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu.”
Kemudian ucapkan Basmallah, dan masuklah. Apabila engkau keluar, maka dahulukan kaki kirimu dan ucapkanlah sama seperti di atas, dan yang terakhir diganti:
“Dan bukalah bagiku pintu-pintu karunia-Mu.”
Hikmah menyebut rahmat di waktu masuk dan menyebut karunia di waktu keluar, adalah Allah akan memberi rahmat bagi para hambaNya, dan akan membukakan pintu-pintu rezeki serta dicukupkan sesuai dengan ibadatnya.
Ini termasuk karunia yang diberikan Allah kepada para hambaNya sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar. Siapa saja yang engkau lihat melakukan transaksi berjual beli di dalam masjid, maka katakanlah, semoga Allah tidak menjadikan perdaganganmu beruntung. Dan apabila engkau lihat orang yang mencari barangnya yang hilang di dalam masjid. Maka katakanalah, semoga Allah tidak mengembalikan barangmu yang hilang. Demikianlah yang diajarkan Rasulullah , diriwayatkan dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:
“Apabila kalian melihat seseorang melakukan jual-beli sesuatu di dalam masjid, maka katakanlah, semoga Allah tidak menjadikan perdaganganmu beruntung. Dan apabila kalian melihat seseorang yang mencari barangnya yang hilang di dalamnya, maka katakanlah, semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.”
Diriwayatkan pula dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa melihat seseorang mencari barang yang hilang di dalam masjid, maka hendaklah ia mengatakan, “Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu, karena masjid tidak dibangun untuk ini.”
Apabila engkau memasuki masjid, maka janganlah duduk sampai engkau kerjakan salat dua rakaat tahiyyatul masjid. Akan tetapi bila engkau memasuki Masjidil Haram dan hendak melakukan thawaf, maka yang lebih utama adalah engkau mulai dengan thawaf, kemudian engkau niatkan dua rakaat sunah thawaf serta tahiyyatul masjid sekaligus. Jika engkau berniat salah satunya, maka termasuk pula yang lain, meskipun engkau tidak meniatkannya. Karena tahiyyat Al-Masjidil Haram tidak luput dengan thawaf sebagaimana dinukil oleh Al-Wan’iy dari Abu Qasim.
Makruh mengerjakan salat tahiyyat bila mendapati salat fardu telah diserukan igomahnya dengan kalimat -kalimat yang telah dikenal. Makruh pula bila ia khawatir meninggalkan salat, baik fardu maupun salat sunah. Adapun bila ia meyakini ketinggalan salat fardu, maka diharamkan salat tahiyyatul masjid. Namun jika salatnya nafilah maka hukumnya makruh.
Disunahkan membaca Subhanallah walhamdullilah wa laa ilaha illallah wallahu akbar empat kali bagi siapa yang memasuki masjid namun enggan untuk salat tahiyyat masjid dikarenakan sibuk atau sesuatu yang lain, karena keutamanya menyamai salat dua rakaat. Ini adalah bila tidak bsia berwudu di dalam masjid sebelum waktu yang lama. Kalau tidak, maka tidaklah cukup hal itu karena ia ceroboh dengan meninggalkan wudu padahal ia mampu melakukannya.
Jika engkau belum melakukan salat dua rakaat fajar di rumah, maka engkau boleh menunaikannya sebagai ganti tahiyyat, karena ia bisa tercapai dengan setiap salat sunah maupun wajib. Meskipun engkau tidak meniatkannya. Karena yang dimaksud adalah adanya salat sebelum duduk dan telah terwujud dengan itu Al-Bujairami berkata: ” Apabila ia berniat tahiyyat dengan salat fardu misalnya, maka ia mendapat pahalanya, sesuai ijma’ para ulama. Namun jika tidak diniatkan, maka tidaklah terwujud, sesuai ijma’ ulama.” Jika engkau selesai salat sunah dua rakaat fajar atau tahiyyat, maka berniatlah iktikaf, yaitu tinggal di masjid dengan niat iktikaf, karena hukumnya sunah muakkadah dalam setiap waktu.
Telah diriwayatkan dari Rasulullah bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa melakukan iktikaf selama waktu orang memeras susu, maka seakan-akan ia membebaskan hamba sahaya.”
Kemudian berdoalah sebagaimana doa Rasulullah setelah salat sunah fajar sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Akan
tetapi diriwayatkan oleh Tirmidzi dan lainnya dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah membaca doa ini setelah selesai salat pada malam Jumat:
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu rahmat dari sisi-Mu yang dengannya Engkau menunjuki hatiku dan menyatukan keadaanku yang bercerai berai dan Engkau perbaiki urusanku yang berantakan dan Engkau kembalikan kecintaanku, dengan rahmat itu Engkau pelihara batinku dan Engkau angkat derajat lahirku, Engkau bersihkan amaiku, Engkau ilhami kebenaranku, Engkau penuhi hajatku bagiku dan Engkau pelihara aku dengannya dari setiap keburukan.”
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu iman yang murni dan kekal yang memasuki hatiku dan keyakinan yang tulus hingga aku mengetahui bahwa tidak akan menimpa diriku kesulitan apa yang Lengkan tetapkan bagiku dan jadikan aku rida dengan apa yang Lengkan berikan kepadaku.”
Doa ini tidak tercantum dalam Al-Ihya’, Asy-Syifa’ dan Al-Jaami .. Akan tetapi disebutkan dalam Al-Ihya’ bahwa ini doa Adam sedang doa yang sebelum dan sesudahnya terdapat dalam Al-Ihya’ dan Al-Jaami’.
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu iman yang tulus dan keyakinan yang tiada kekafiran sesudahnya dan aku mohon kepada-Mu rahmat untuk mencapai kemuliaan karomah-Mu di dunia dan akhirat.”
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu keberuntungan di waktu bertemu dan kesabaran ketika menerima takdir dan aku mohon kepada-Mu derajat para syuhada dan kehidupan orang-orang yang bahagia, kemenangan dalam melawan musuh serta berkumpul dengan para nabi.”
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu agar Engkau penuhi hajatku meskipun aku sulit menjangkau yang lebih baik dan kurang ibadatku sedang aku membutuhkan rahmat-Mu, Wahai Tuhan yang menyembuhkan penyakir hari, sebagaimana Engkau melindungi lautan dari percampuran, maka lindungilah aku dari siksa neraka dan seruan celaka serta itnah kubur.”
“Ya Allah, sesuatu yang tidak tercapai oleh akalku dan tidak dikerjakan olehku dan tidak tercapai oleh niat dan keinginan ku berupa kebaikan yang Engkau janjikan kepada salah seorang hamba-Mu atau kebaikan yang Engkau berikan kepada salah seorang makhluk-Mu, maka aku benar berharap kepada-Mu untuk memperolehnya dan aku memohonnya kepada-Mu, wahai Tuhan semesta alam.”
“Ya Allah, jadikanlah kami sebagai pemberi petunjuk yang mengikuti kebenaran, tidak sesat dan tidak menyesatkan, berperang melawan musuh-musuh-Mu dan berdamai dengan para wali-Mu. Kami cintai orang-orang karena kami mencintai-Mu dan kami musuhi penentang-Mu di antara makhluk-Mu karena Engkau memusuhinya.”
“Ya Allah, inilah doa kami dan terserah kepada-Mu untuk mengabulkannya. Dan inilah kemampuan kami dan kepada-Mu kami bertawakal, Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada-Nya kami kembali dan tiada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Ya Allah, Tuhan yang memiliki tahi yang kuat (Al-Qur’an) dan ajarannya benar: Aku mohon kepada-Mu keamanan pada hari ancaman dan mohon surga pada hari kekekalan bersama orang-orang yang dekat dengan Allah dan memandang kepada Tuhan mereka beserta orang-orang yang rukuk dan sujud dan menepati janjinya kepada-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan Sesungguhnya Engkau melakukan apa yang Engkau inginkan. Maha Suci Tuhan yang memiliki segala kekuatan dan mengalahkan setiap sesuatu yang kuat dengannya. Maha Suci Tuhan yang memiliki segala kebesaran dan menganugerahkannya kepada para hambaNya. Maha Suci Tuhan yang tidak parut disucikan selai Dia. Maha Suci Tuhan yang memiliki segala karunia dan kenikmatan. Maha Suci Tuhan yang banyak memberikan dan Maha Pemurah. Maha Suci Tuhan yang mengetahui jumlah segala sesuatu.”
“Ya Allah, jadikanlah bagiku cahaya di dalam hatiku, cahaya di dalam kuburku, cahaya di dalam pendengaranku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya dalam rambutku, cahaya dalam kulitku, cahaya dalam dagingku, cahaya dalam darahku, cahaya dalam tulang-tulangku, cahaya di hadapanku, cahaya di belakangku, cahaya di sebelah kananku, cahaya di sebelah kiriku, cahaya dari atasku dan cahaya di bawahku. Ya Allah, tambahilah aku cahaya dan berilah aku cahaya, yaitu cahaya terbesar dan jadikanlah cahaya bagiku dengan rahmat-Mu, Ya Tuhan yang Maha Penyayang di antara para penyayang.”
Al-Qurtubi berkata: “Yang jelas mengenai makna cahaya ialah pemandangan dari apa yang dinisbahkan kepadanya dan berbeda-beda menurut keadaannya. Cahaya pendengaran menampakkan apa-apa yang di dengar, cahaya penglihatan menyingkapkan apa-apa yang dilihat cahaya hati menyingkapkan apa-apa yang diketahui, cahaya anggota-anggota badan ialah amal-amal ketaatan yang nampak padanya.”
An-Nawawi berkata, menukil dari para ulama: “Cahaya dicari dalam anggota-anggota tubuhnya, tindakan-tindakannya, berbagai keadaannya, semua perbuatannya yang halal serta keseluruhannya dalam keenam penjurunya hingga tidak luput sedikitpun darinya.”
Doa ini terdapat dalam Al-ihya’ tanpa ditambah maupun dikurangi, dan berlainan dengan yang terdapat dalam Al-Jaami’. Apabila engkau selesai berdoa, maka janganlah melakukan sesuatu hingga salat fardu, kecuali berfikir atau bertasbih atau membaca Al-Qur’an atau lainnya seperti membaca tahmid dan istigfar.
Diriwayatkan dari Anas dari Nabi , beliau bersabda:
“Barangsiapa mengucapkan pada pagi hari Jumat sebelum salat Subuh, Aku mohon ampun kepada Allah yang tiada Tuhan selai Dia, yang hidup kekal dan selalu mengurusi makhluk-Nya serta bertobat kepada-Nya tiga kali, maka Allah mengampuni dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih air laut.”
Diriwayatkan dari Ummi Raafi’ , bahwa Rasulullah berkata kepadanya: “Hai Ummi Raafi, apabila engkau hendak mengerjakan salat, maka bacalah tasbih (subhanallah) sepuluh kali, tahlil (laa ilaha illallah) sepuluh kali, tahmid (alhamdulillah) sepuluh kali, takbir (Allahu akbar) sepuluh kali dan mohonlah ampun (istigfar) sepuluh kali kepada-Nya. Karena apabila engkau bertasbih, maka Allah berkata: “Ini adalah bagiKu.” Dan apabila engkau membaca tahlil, maka Allah berkata: “Ini adalah bagi-Ku.” Apabila engkau membaca tahmid, maka Allah berkata: Ini adalah bagi-Ku.” Apabila engkau bertakbir, maka Allah berkata: ”Ini adalah bagi-Ku.” Dan apabila engkau memohon ampun, maka Allah berkata: “Aku telah mengampuninya.” Demikianlah yang disebutkan dalam Al-Adzkar oleh An-Nawawi. Dalam hadis disebutkan:
“Barangsiapa mengucapkan antara terbit fajar dan salat Subuh, Maha Suci Allah yang Maha Agung dan segala puji bagi-Nya. Maha Suci Tuhan yang memberi karunia dan tidak menerima pemberian. Maha Suci Tuhan yang melindungi dan tidak menerima perlindungan, Maha Suci Tuhan yang tiada daya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan-Nya Maha Suci Tuhan yang tasbih merupakan pemberian dari-Nya atas siapa. Yang bersandar kepada-Nya, Maha Suci Tuhan yang segala sesuatu bertasbih dengan memujinya, Maha Suci Engkau tiada Tuhan selain Engkau, Ya Tuhan, yang bertasbih kepada-Nya segala sesuatu selamatkan lah aku dengan maaf-Mu, karena aku tak sabar lagi.”
Kemudian ia memohon ampun kepada Allah seratus kali, maka tidak genap empat puluh hari, melainkan telah datang dunia seluruhnya kepadanya. Hal itu dengan syarat takwa. Demikianlah yang dinukil oleh Al-Bujairami dari Sayyidi Ahmad Zaruq. Apabila engkau mendengar azan di tengah pembacaan wirid-wirid tersebut, maka hentikanlah apa yang sedang engkau lakukan dan dengarkanlah azan itu, karena mendengarkannya pada waktunya telah lebih utama daripada mendengarkan Al-Quran, meskipun lebih utama darinya.
Demikianlah yang disebut oleh Al-Wan’iy dengan menukil dari Az-Ziyadi. Jawablah muazin, walaupun engkau sedang melakukan thawaf atau mengajar atau dalam keadaan junub dan semacamnya, dan bukan di saat engkau buang hajat atau saat melakukan jimak atau mendengarkan khatib, atau dalam keadaan salat. Akan tetapi bila engkau selesai dari salat, maka jawablah sebagaimana biasanya. Apabila engkau menjawabnya di waktu salat, maka hukumnya makruh dan tidak membatalkan salat, kecuali bila engkau ucapkan, shodagta wa barorta (engkau berkata benar dan berbuat baik), maka batallah salatmu. Begitu pula ketika engkau keluar dari tempat buang air, maka jawablah muazin.
Apabila muazin mengucapkan: Allahu Akbar, Allahu Akbar, maka katakanlah seperti itu. Begitu pula dalam setiap kalimat kecuali maka ucapkanlah: Laahaula wala quwwata ilia billahil ‘alryyil Adhim.
Apabila muazin mengucapkan , maka ucapkanlah dalam jawabanmu,
“Engkau berkata benar dan berbuat baik dan aku termasuk orang-orang yang bersaksi atashal itu.”
Apabila engkau mendengar iqamat, maka jawablah seperti apa yang di katakannya, kecuali dalam perkataan gad gaamatish sholah, maka engkau jawab masing-masing:
“Semoga Allah terap menegakkanya dan mengekalkannya selama adanya langit dan bumi.”
Apabila engkau selesai dari menjawab azan dan iqamat atau selesai menyerukan azan dan iqamat, jika engkau sebagai muazin atau orang yang menyerukan iqamat, maka bacalah salawat dan salam atas Nabi kemudian ucapkanlah
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu di waktu kehadiran salat-Mu dan ketika mendengar suara-suara dari orang-orang yang menyerukan panggilan-Mu di waktu perginya malam dan datangnya siang-Mu agar Engkau berikan kepada Muhammad kedudukan tinggi di surga dan keutamaan serta derajat yang tinggi dan berilah dia kedudukan terpujiyang Engkau Janjikan. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji, Ya Tuhan Maha Penyayang di antara para penyayang.”
Doa ini khusus di waktu Subuh. Adapun doa yang disunahkan bagi muazin dan orang yang menyerukan iqamat serta pendengarnya di setiap waktu adalah doa yang masyhur:
“Ya Allah, pemilik seruan yang sempurna dan salat yang berdiri ini, berilah Muhammad kedudukan wasiilah dan keutamaan serta berilah dia kedudukan terpuji yang Engkau janjikan kepadanya.”
Yakni setelah selesai menyerukan azan dan iqamat, disunahkan bagi muazin, pendengar dan siapa yang mendengarnya selain imam Jumat di waktu iqamat agar bacaan doa ini, sesudah membaca salawat dan salam atas Nabi sebagaimana disebutkan oleh Al-Wina’iy. Yang dimaksud seruan yang sempurna adalah azan, karena ia mengumpulkan akidahakidah secara lengkap.
Yang dimaksud dengan magam mahmud (kedudukan terpuji) adalah syafa’at terbesar dalam memutuskan perkara yang dipuji oleh orangorang yang terdahulu dan yang kemudian, karena Nabi sujud empat kali di bawah Arsy hingga dikabulkan. Sebelumnya mereka mengandalkan Adam , kemudian ulul azmi, Nuh , Ibrahim , Musa , dan Isa dan masing-masing mengemukakan uzurnya.
Dan apabila engkau mendengar suara azan sedang engkau berada dalam salat, maka selesaikanlah salatmu dan jangan menjawabnya, karena jawabanmu ketika itu adalah makruh.
Kemudian bacalah jawabannya sesudah salam menurut cara dan tertibnya. Begitu pula jika engkau berada di luar salat dan tidak menjawab muazin selesai dari dari azan atau iqamat, maka di anjurkan menyusulkan jawabannya walaupun tanpa uzur, jika selang waktunya tidak lama menurut kebiasaan.
Andaikata engkau hanya mendengar azan atau iqamat terakhir, maka engkau jawab dari permulaan lalu engkau jawab seluruhnya dan engkau jawab pula di waktu melakukan Tarjii’, meskipun engkau tidak mendengarnya menurut pendapat Al-Wana’iy.
Apabila imam mengucapkan takbiratul ihrom untuk salat fardu, maka janganlah menyibukkan diri kecuali dengan mengikutinya dan kerjakanlah salat fardu sebagaimana akan dikemukan kepadamu dalam cara salat dan adab-adabnya. Apabila engkau selesai dari mengerjakan salat fardu, maka ucapkanlah setelah istigfar tiga kali. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dari Tsauban bekas sahaya Rasulullah “Ya Allah, limpahkanlah salawat dan salam atas Muhammad dan keluarga Muhammad, Ya Allah, Engkau adalah pemberi keselamatan dan dariMu berasal keselamatan serra kepada-Mu kembali keselamatan. Maka hidupkanlah kami, Ya Tuhan kami dengan kesclamatan dan masukkanlah kami ke dalam surga negeri keselamatan. Maha suci Engkau, Tuhan yang memiliki keagungan dan kemuliaan.”
Kemudian mulai berdoa sesudah salat dengan perkataannya:
“Maha Suci Tuhan yang Maha Tinggi lagi Maha Pemberi karunia.”
Diriwayatkan oleh Salamah Ibnul Akwa’ bahwa Nabi , memulai doanya dengan perkataan subhana robbiyal aliyyil a’laa al-wahhaab tiga kali, kemudian membaca:
“Tiada Tuhan selain Allah sendiri rada sekutu bagi-Nya, Dia memiliki segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, Dia menghidupkan dan mematikan, Dia hidup kekal tidak bisa mati, di tangan-Nya terdapat segala kebaikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada Tuhan selain Allah Pemberi kenikmatan dan karuma dan pemilik pujian yang baik, Tiada Tuhan selain Allah dan kami tidak menyembah selain Dia dengan memurnikan agama bagi-Nya, walaupun tidak disukai oleh orang-orang kafir.”
Ini adalah sebagaimana yang tercantum dalam Al-Ihya”: An-Nawawi berkata dalam Al-Adzkar. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Abdullah bin Zubair bahwa setiap habis salat setelah memberi salam dianjurkan membaca:
“Tiada Tuhan selain Allah sendiri, nada sekutu bagi-Nya. Dia memiliki segala kekuasaan, Bagi-Nya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah. Tiada Tuhan selam Allah dan kami tidak menyembah selain dia. Bagi-Nya segala kenikamaran dan karunia dan bagi-Nya pujian yang baik. Tiada Tuhan selain Allah dengan memurnikan agama bagi-Nya, walaupun tidak disukai oleh orang-orang yang kafir.”
Kemudian berdoalah sesudah itu doa Al-Kawaamil (yang lengkap dan sempurna), yaitu doa yang diajarkan Rasulullah kepada Aisyah :
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu segala kebaikan, yang segera maupun yang akan datang, yang aku ketahui maupun yang tidak aku ketahui. Dan aku berlindung kepada-Mu dari segala keburukan, yang segera maupun yang akan datang, yang aku ketahui maupun yang tidak aku ketahui. Aku mohon kepada-Mu surga dan segala yang mendekatkan kepadanya berupa perkataan, perbuatan, niat dan itikad dan aku berlindung kepada-Mu dari api neraka dan segala yang mendekatkan kepadanya berupa perkataan, perbuatan, niat, dan itikad. Aku mohon perlindungan kepada-Mu dari kebaikan yang dimohon kepada-Mu oleh hamba dan nabi-Mu Muahammad , dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang dimohonkan perlindungan darinya oleh hamba dan nabi-Mu Muhammad Ya Allah, perkara apa saja yang Engkau putuskan atas diriku, maka jadikanlah kesudahannya kebaikan.”
Dalam riwayat lain dari Ibnu Majah dari Aisyah adalah: “Dan aku mohon kepada-Mu agar Engkau jadikan setiap keputusan yang Engkau putuskan bagiku merupakan kebaikan.”
Kemudian berdoalah seperti yang diwasiatkan oleh Rasulullah kepada Fatimah :
“Ya Tuhan yang hidup kekal dan selalu mengurusi makhluk-Nya, Ya Tuhan yang memiliki keagungan dan kemuliaan, tiada Tuhan selain Engkau, dengan rahmat-Mu aku meminta tolong dan aku memohon perlindungan dari siksa-Mu. Janganlah Engkan serahkan aku kepada diriku maupun kepada salah satu seorang makhluk-Mu sekejap matapun dan perbaikilah bagiku urusanku seluruhnya sebagaimana Engkau memperbaiki orangorang yang salih.”
Kemudian katakanlah apa yang yang dikatakan oleh Sayyidina Isa
“Ya Allah, di waktu ini aku tidak dapat menolak apa yang tidak aku sukai dan aku tidak berkuasa untuk memberi manfaat yang aku harapkan sedangkan segala urusan berada di tangan-Mu bukan di tangan selain Engkau. Diriku bergantung pada amalku, maka nada orang miskin yang lebih membutuhkan Engkau dari pada aku, dan tiada yang lebih kaya dan tidak membutuhkan aku dari pada Engkau. Ya Allah, janganlah Engkau Jadikan musuhku gembira atas penderitaanku dan janganlah Engkau Jadikan temanku sedih atas musibah yang menimpaku. Janganlah Engkau Jadikan musibahku dalam agamaku dan janganlah Engkau jadikan dunia keinginanku yang terbesar maupun puncak pengetahuanku dan janganlah Jadikan orang yang tidak kasihan padaku menguasai aku lantaran dosaku.”
Kemudian berdoalah sesukamu dengan doa-doa yang masyhur, yang paling utama adalah sayyidul istigfar, yaitu:
“Ya Allah, Engkau Tuhanku, tiada Tuhan selain Engkau. Engkau ciptakan aku sedang aku adalah hamba-Mu dan aku dalam jaminan dan janjiMu sesuai kemampuanku. Aku mengakui bagi-Mu kenikmatan-Mu atas diriku dan aku mengakuai dosaku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa-dosa selain Engkau. Aku berlindung dengan-Mu dari kejahatan perbuatanku.”
Diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah “ bersabda: ,
“Barangsiapa di waktu pagi dan sore mengucapkan: Di waktu pagi aku jadikan Engkau dan para pemikul Arsy-Mu dan para malaikat-Mu serta semua makhluk-Mu sebagai saksi bahwa Engkaulah Allah tiada Tuhan selain Engkau dan Mulommad dan rasul-mu, maka Allah membebaskan seperempatnya dari neraka. Barangsiapa mengucapkannya dua kali, maka Allah membebaskan separuhnya dari neraka. Dan siapa mengucapkannya tiga kali, maka Allah membebaskan tiga perempatnya dari neraka. Dan siapa mengucapkan empat kali, maka Allah membebaskan seluruhnya dari neraka.”
Diriwayatkan dari Ummi Salamah, ia berkata: Rasulullah apabila selesai dari salat Subuh, beliau mengatakan:
“Ya Allah, aku mohon kepadamu imu yang berguna dan amal yang diterima serta rezeki yang baik.”
Demikianlah disebutkan dalam Al-Adzkar oleh An-Nawawi .
Al-Ghazali berkata kepada salah seorang muridnya: “Bacalah doa ini dalam waktuwaktumu, terutama sesudah salat-salatmu.”
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu nikmat yang sempuna, perlindungan yang terus-menerus, rahmat yang menyeluruh, tetapnya kesehatan, kehidupan yang paling sejahtera, umur yang paling bahagia, waktu yang paling baik, kebaikan yang paling sempurna, kenikmatan yang paling menyeluruh, karunia yang paling nyaman, kelembutan yang paling berguna dan rezeki yang paling luas. Ya Allah, jadikah Engkau penolong kami dan janganlah Engkau memusuhi kami, Ya Tuhan yang Maha Perkasa. Ya Allah, akhirilah ajal kami dengan kebahagiaan dan tambahilah amal-amal kami, berilah kami kesehatan di waktu pagi dan sore, jadikanlah kesudahan dan penghabisanku dalam ampunan dan rahmat-Mu. Tuangkanlah maaf-Mu yang deras kepada dosa-dosa kami dan karuniatlah kami dengan memperbaiki kejelekan-kejelekan kami, Jadikanlah ketakwaan sebagai bekal kami dan ijtihad kami dalam agamaMu, dan kepada-Mu tawakal dan sandaran kami, tetapkan kami di atas Jalan yang lurus dan lindungilah kami di dunia dan aklurat dari hal-hal yang menyebabkan penyesalan di hari kiamat.”
“Ya Allah, ringankanlah dari kami beban dosa-dosa kami dan anugerahilah kami penghidupan orang-orang salih dan Iidungilah kami serta jauhkanlah dari kami kejahatan orang-orang yang jahat. Bebaskanlah batang leher kami dan batang leher bapak-bapak, ibu-ibu, saudara-saudara lelaki dan saudar-saudara perempuan kami dari api neraka dengan rahmat-Mu, Ya Tuhan yang Maha Perkasa, Ya Tuhan yang Maha Pengampun, Ya Tuhan yang Maha Pemurah, Ya Tuhan yang menutupi kejelekan, Ya Tuhan yang Maha Penyantun, Ya Tuhan yang Maha Perkasa, Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah, Ya Tuhan yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Semoga Allah melimpahkan salawat atas Sayyidina Muhammad dan keluarganya semua.”
Hafalkanlah doa-doa itu yang kami sebutkan dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, lalu berdoalah dengan semuanya jika engkau mampu melakukannya atau hafalkanlah darinya mana yang lebih cocok dengan keadaanmu dan lebih menyentuh hatimu serta lebih ringan pada lisanmu sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Ghazali.
Di antara doa-doa yang tersebut dalam Al-Ihya’ adalah doa Sayyidina Ibrahim Al-Khalil , siapa yang berdoa dengannya ketika memasuki waktu pagi, maka ia telah menunaikan syukur di hari itu, yaitu:
“Ya Allah, ini adalah mahluk baru, maka bukalah dia bagiku dengan mentaati-Mu dan akhirilah bagiku dengan ampunan dan keridaan-Mu dan anugerahilah aku di dalamnya kebaikan yang Engkau terima dariku dan bersihkanlah dia serta lipar gandakanlah bagiku sedangkan dosa yang aku lakukan di dalamnya, maka ampunilah dia bagiku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pemurah.”
Di antaranya adalah doa Atabah Al-Ghulam. Ada orang mimpi berjumpa dengannya. Ia berkata: Aku masuk surga dengan sebab kalimatkalimat ini:
“Ya Allah, pemberi petunjuk kepada orang-orang yang menyesatkan dan pengasih orang-orang berdosa serta pemaaf kesalahan orang-orang yang bersalah, kasihanilah hamba-Mu dalam menghadapi bahaya besar dan kaum muslimin semuanya dan jadikanlah kami termasuk orang-orang baik yang mendapar rezeki dan Engkau beri kenikmatan kepada mereka, yaitu para nabi, shiddiq syuhada dan orang-orang salih. Amin, Ya Tuhan semesta Alam.”
Bagilah waktu-waktumu sehabis salat hingga terbit matahari menjadi empat wirid. Pertama, satu wirid berupa pembacaan doa-doa, Yang dimulai dengan menyebut nama Allah, sebagaimana telah di kemukakan di atas dan janganlah memulai dengan meminta.
Salamah Ibnu Akwa’ berkata, tidaklah aku mendegar Rasulullah memulai doa, melainkan beliau memulai dengan perkataan: “Subhana robbiyal aliyyil alaa al-wahhab.” Kemudian itu membaca salawat atas nabi . Barulah setelah itu mintalah keperluan, dan akhirilah dengan membaca salawat atas Nabi Karena Allah menerima kedua salawat itu dan tidak menyia-yiakan doa di antara keduanya. Demikianlah disebut dalam Al-Ihya”.
Kedua, satu wirid dalam bentuk zikir-zikir dan tasbih dan engkaufbaca dengan bantuan biji tasbih. Ketiga, satu wirid berupa bacaan Al-Qur’an, karena Al-Qur’an mengumpulkan antara keutamaan zikir , berfikir dan berdoa bilamana dilakukan dengan penuh renungan. Maka dianjurkan bagimu membaca sejumlah ayat yang disebutkan dalam khabar-khabar tentang keutamaannya, yaitu membaca Al-Fatihah, ayat Kursi dan penghabisan surah Al-Bagarah, Akhir surah At-Taubah, lima ayat dari awal surah Al-Hadid dan empat ayat terakhir dari surah Al-Hasyr da beberapa ayat lainnya. Demikianlah disebutkan dalam Al-Ihya’. Keempar, satu wirid dengan renungan. Maka renungan apa pun yang bisa engkau lakukan, maka ia adalah ibadat yang paling mulia, karena di dalamnya terdapat makna dzikrullah dan tambahan dua perkara.
Yang pertama, tambahan makrifat, karena renungan adalah kunci makrifat dan kasyaf. Yang kedua, ialah tambahan mahabbah (cinta), karena hari tidak mencintai selain siap yang diagungkannya dan tidaklah tersingkap kebesaran Allah , kecuali dengan mengenal sifat-sifat dan kekuasaan serta keajaiban perbuatan-perbuatannya. Maka dari renungan itu timbul makrifat dan dari makrifat timbul pengagungan dan dari pengagungan timbul cita.
Maka renungkanlah dosa-dosa dan kesalahan-kesalahanmu serta ke cerobohanmu dalam beribadat kepada Tuhanmu dengan akibatnya berupa hukuman-Nya yang pedih dan kemurkaan-Nya yang besar.
Dengan renungan engkau atur wirid-wiridmu dalam seluruh harimu untuk menyusul ketinggalanmu dan menghidari kemurkaan Allah pada harimu dan engkau niatkan kebaikan bagi seluruh orang muslim.
Engkau putuskan untuk tidak menyibukkan diri dalam seluruh siangmu kecuali dengan mentaati Allah dan engkau maksudkan dalam hatimu ketaatan yang bisa engkau lakukan dan engkau pilih mana yang paling utama, engkau persiapkan sebab-sebabnya untuk mengerjakan dan jangan lupa memikirkan dekatnya ajal dan datangnya kematian yang memutuskan angan-angan dan timbulnya hal itu secara pasti serta terjadinya kesedihan dan penyesalan di akhirat disebabkan kelalaian yang lama di dunia. Rasulullah bersabda:
”Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan (yakni kematian).”
Aisyah berkata:” Ya Rasulullah, apakah ada orang yang dihimpun bersama para syuhada?”
Nabi menjawab: “Ya, yaitu siapa yang mengingat kematian 20 kali dalam sehari semalam. Hendaklah diantara tasbih-tasbih dan zikirzikirmu adalah sepuluh kalimat.” Salah satunya:
“Tiada Tuhan selain Allah sendiri, tiada sekutu bagi-Nya, Dia memiliki segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, Dia menghidupkan dan mematikan dan Dia hidup kekal tidak bisa mati, di tangan-Nya terdapat segala kebaikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Yang kedua ialah:
”Tiada Tuhan selain Allah Raja yang Maha Benar dan menjelaskan kebenaran. ”
“Tiada Tuhan selai Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Penakluk, Tuhan Penguasa langit dan bumi dan segala yang terdapat di antara keduanya, yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Keempat:
”Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selai Allah dan Allah Maha Besar, nada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.”
Perkataan ini sampai perkataannya, “Wallahu Akbar” dinamakan Al-Baaqiyaatush salihaat. Ada yang mengatakan sampai perkataannya: ”Illaa billah.”
Rasulullah bersabda:
”Perkataanku: Subhanallah walhamdu lillah wa laa ilaha illallah allahu Akbar lebih aku sukaidari pada tempat naiknya matahari.”
Kelima:
“Tuhan yang disucikan dan Maha Suci, Tuhan para malaikat dan ruh (jibril).”
Beda antara tasbih dan tagdis, tasbih diwujudkan dengan melakukan berbagai ketaatan dan ibadatnya sedangkan tagdis diwujudkan dengan mengenal Dzat Allah sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. Maka tagdis adalah merenungkan semua itu. Diriwayatkan oleh Abi Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ibnu Sunni dari Az-Zubair.
Nabi bersabda:
“Tidaklah para hamba memasuki waktu pagi, melainkan ada suara berseru: Hai para makhluk, sucikanlah Raja Yang Maha Suci, Tuhan para malaikat dan ruh.”
Asy-Syarbini berkata, Ruh itu adalah Jibril ada yang mengatakan ruh itu adalah seorang malaikat yang kepalanya berada dibawah Arsy dan kedua kakinya berada di lapisan bumi yang ketujuh. Ia mempunyai seribu kepala dan setiap kepala lebih besar dari pada dunia. Pada setiap kepala ada seribu muka dan pada setiap muka ada seribu mulut dan pada setiap mulut ada seribu lisan yang bertasbih menyucikan Allah Pada setiap lisan ada seribu magam tasbih, tahmid dan tamjin dan setiap lisan mempunyai bahasa yang tidak sama dengan bahasa lisan lainnya. Apabila ia membuka mulut-mulutnya dengan bertasbih, maka para malaikat di langit ketujuh menyungkur sujud karena takut terbakar oleh cahaya yang keluar dari mulutnya.
Keenam:
”Maha Suci Allah dengan segala puji bagin-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Agung.”
Jabir berkata bahwa Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa mengucapkan, Subhanallahi wa bihamdihi, ditanamlah baginya sebatang pohon kurma di surga.”
Ketujuh:
“Aku mohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung yang tiada Tuhan selain Dia Yang hidup kekal dan selalu mengurusi makhluk-Nya dan aku bertobat kepada-Nya.”
Dalam salah satu naskah ada tambahan: “Dan ampunan”, sedangkan dalam Al-Ihya’ tidak ada tambahan ini. Kedelapan,
“Ya Allah, tiada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan dan tiada yang dapat memberikan apa yang Engkau cegah dan tiada yang dapat menolak apa yang Engkau takdirkan dan tidaklah bermanfaat kekayaan seseorang di sisi-Mu (bila tanpa amal).”
Kesembilan:
“Ya Allah, limpahkanlah salawat dan salam kepada Muhammad dan keluarga Muhammad serta para sahabatnya.”
Kesepuluh:
“Dengan nama Allah yang tidak berbahaya dengan menyebut nama-Nya sesuatu apa pun di bumi maupun di langit dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Kalimat-kalimat ini berbeda dengan yang terdapa: dalam Al-Ihya’ sebagaimana dan tertibnya.
Kalimat pertama sama, kalimat kedua tanpa al-aliyyil adhim, kalimat ketiga sama, kalimat keempat: perkataanya subhanallahil adhim wa bihamdihi, kalimat kelima sama, kalimat keenam sama, kalimat ketujuh sama, kalimat kedelapan sama, kalimat kesembilan:
“Ya Allah, limpahkanlah salawat dan salam atas Muhammad, hamba-Mu, nabi dan rasul-Mu, nabi yang ummiy dan keluarga serta sahabatnya.”
Kalimat kesepuluh:
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari godaan setan yang terkutuk. Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari godaan setan dan aku berlindung kepada-Mu, Ya Tuhanku dari kehadiran mereka kepadaku.”
Kemudian pengarang berkata: “Jika engkau baca sepuluh kalimat yang dihadiahkan Al-Khidhir kepada Ibrahim At-Taimi, maka telah lengkap keutamaan dan mengumpulkan keutamaan semua doa tersebut.”
Yaitu engkau baca sebelum terbit dan sebelum terbenam matahari surah Al-Fatihah, An-Naas, Al-Falag, Al-Ikhlash, Al-Kafirun dan avat
Al-Kursi masing-masing tujuh kali. Kemudian membaca ”subhanal walhamdu lillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar” tujuh kali, dan bersalawat atas Nabi tujuh kali serta memohon ampunan bagi dirimu, ayah dan ibumu serta orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan sebanyak tujuh kali. Dan jangan engkau meninggalkan bacaan tersebut setiap pagi dan sore. Kemudian bacalah:
“Ya Allah, perlakukanlah aku dan mereka di waktu dekat maupun di masa yang akan datang dalam urusan agama, dunia dan aklurat dengan sesuatu yang pantas bagi-Mu dan jangan perlakukan kami Ya Tuhan kami dengan sesuatu yang kami pantas menerimanya. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyantun, Maha Pemberi lagi Maha Pemurah, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Ulangilah masing-masing kalimat ini seratus atau tujuh puluh atau sepuluh kali, paling sedikit supaya seluruhnya berjumlah seratus.
Hal itu lebih baik daripada mengulangi setiap kalimat seratus kali, karena masing-masing kalimat ini mempunyai keutamaan tersendiri sedangkan setiap kalimat menimbulkan semacam kegiatan dan kenikmatan di dalam hati dan perpindahan dari satu kalimat ke kalimat yang lain menimbulkan ketenangan di dalam jiwa dan keamanan dari kebosanan. Demikianlah disebutkan oleh pengarang dalam Al-Ihya”. Bacalah selalu wirid-wirid ini. Janganlah bicara sebelum terbit matahari. Di dalam khabar disebutkan bahwa hal itu lebih utama daripada membebaskan delapan orang keturunan Ismail Yakni terus berzikir hingga terbit matahari tanpa diselingi bicara.
Nabi bersabda:
” Aku lebih suka duduk di majelisku dengan menyebut nama Allah sejak salat Subuh hingga terbit matahari daripada membebaskan empat orang hamba sahaya.”
Diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:
“Allah berfirman, “Hai anak Adam, ingatlah Aku sesudah salat Subuh dan sesudah salat Asar sesaat, niscaya aku melindungimu di antara kedua waktu itu.” Demikianlah disebutkan dalam Al-Ihya”.
Diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah bersabda: ”Barangsiapa mengerjakan salat Subuh berjamaah, kemudian duduk menyebut nama Allah hingga terbit matahari, kemudian mengerjakan salat dua rakaat, maka pahalanya seperti pahala haji dan umrah yang sempurna, sempurna, sempurna.” Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’.
Apabila matahari sudah terbit dan naik setinggi tombak, maka kerjakanlah salat dua rakaat. Hal itu dilakukan sesudah hilangnya waktu yang dilarang mengerjakan salat, karena salat di waktu itu makruh.
Yaitu setelah fardu Subuh hingga naiknya matahari. Apabila matahari telah tinggi dan lewat seperempat siang, maka kerjakanlah salat Dhuha empat atau enam atau delapan rakaat, masing-masing dua rakaat dan itu lebih utama.
As-Suyuthi menyebutkan bahwa yang lebih utama adalah dalam rakaat pertama sesudah Al-Fatihah membaca surah Asy-Syams dan rakaat kedua sesudah Al-Fatihah membaca surah Adh-Dhuha. Ibnu Hajar sependapat dengannya, akan tetapi Ar-Ramli berpendapat bahwa ia membaca dalam rakaat pertama Al-Kafirun dan dalam rakaat kedua Al-Ikhlash. Ia lalukan itu dalam setiap dua rakaat darinya. Jumlah ini seluruhnya telah diriwayatkan dari Rasulullah sebagaimana dikatakan oleh Ummu Hani, Nabi mengerjakan salat Dhuha dan memberi salam dari setiap dua rakaat. HR. Abi Dawud. Dan salat itu adalah baik seluruhnya, maka siapa yang mau ia boleh mengerjakan banyak dan siapa mau ia boleh mengerjakan sedikit sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani dari Abi Hurairah : Tiada salat sunah di antara terbitnya matahari dan waktu tergelincirnya, kecuali salat Dhuha.
Maka waktumu yang lebih dari itu ada empat keadaan. Keadaan pertama, yang paling utama adalah bila engkau gunakan waktumu untuk menuntut ilmu agama, bukan ilmu yang tidak berguna seperti ilmu sihir dan ilmu nujum.
Orang alim menggunakan waktunya untuk mengajar dan mengarang. Jika engkau orang awam, maka kehadiranmu di majelis pengajian dan ilmu lebih baik dari pada membaca wirid-wirid dan mengerjakan salat sunah. Dalam hadis Abi Dzaar disebutkan bahwa menghadiri majelis zikir lebih utama daripada salat seribu rakaat dan menghadiri seribu jenazah serta menjenguk seribu orang sakit.
Ilmu yang berguna ialah ilmu yang menambah rasa takutmu kepada Allah dan menambah pengetahuanmu tentang kejelekan dirimu, menambah pengetahuan tentang ibadat kepada Tuhanmu, mengurangi keinginanmu terhadap dunia dan menambah kesukaanmu terhadap akhirat serta membuka mata hatimu terhadap cacat-cacat dari amalamahnu hingga engkau bisa menghindarinya disamping membantumu untuk menempuh jalan akhirat bila engkau belajar ilmu itu dengan tujuan tersebut. Ilmu itu bisa menunjukkanmu kepada kejahatan setan serta tipudayanya dan cara penyesatannya terhadap ulama yang buruk, yaitu mereka yang menggunakan ilmu dengan tujuan menikmati kesenangan dunia dan mencapai suatu kedudukan.
Mereka itu akan mendapat murka Allah karena mencari kesenangan dunia dengan menjual agama. Mereka menjadikan ilmu sebagai dalih dan alat untuk mengambil harta raja-raja dan makan harta wakaf dan anak yatim serta orang miskin.
Mereka rujukan kemauan mereka yang kuat dan mereka habiskan siang hari yang lama untuk mencari kedudukan dan pangkat yang tinggi dalam pandangan manusia. Perbuatan itu menyebabkan mereka bersikap riya, suka mendebat dan meyelidik di dalam pembicaraan.
Dalam salah satu naskah disebutkan, persaingan, yakni kesukaan akan ilmu dan amal dengan cara menentang dan membanggakan diri. Ilmu berguna yang semacam ini telah kami kumpulkan dalam kitab Ihya Ulumuddin.
Saya sebutkan ringkasanya, yaitu bahwa ilmu yang berguna itu ada dua macam. Ada macam yang sedikit dan banyaknya adalah terpuji. Semakin banyak jumlahnya semakin baik. Ada macam lain yang terpuji bila mencukupi, tetapi tidak baik bila lebih dari itu.
Yang pertama adalah pengetahuan tentang Allah , sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya, serta sunah-Nya pada makhluk-Nya dan hikmah-Nya dalam menertibkan akhirat di atas dunia. Yang kedua terbagi menjadi empat bagian, yaitu Ushul, Furu’, pendahuluan dan pelengkap.
Ushul ada empat, yaitu Kitabullah dan sunah nabi Muhammad Bahasa dan nahwu bukanlah termasuk ilmu vang mulia secara tersendiri, tetapi harus dipelajari dengan sebab syara”, karena syariat ini datang dengan bahasa Arab dan setiap syariat dengan setiap bahasa. Maka belajar bahasa itu adalah alat ilmu dan termasuk alat adalah ilmu tentang tulisan. Mutammimaat (pelengkap) ada dalam ilmu Al-Qur’an, karena ia terbagi menjadi tiga macam. Satu macam berkaitan dengan hafal seperti belajar Al-Qur’an dan makhraj huruf. Satu macam berkaitan dengan makna seperti tafsir, karena ia mengandalkan nukilan, dan bahasa semata-mata tidak cukup.
Dan satu macam berkaitan dengan hukum-hukum Al-Qur’an seperti pengetahuan vasikh dan mansukh, aam dan khaash, nash dan dhahir, cara menggunakan sebagiannya dengan sebagian lainnya, yaitu ilmu yang dinamakan Ushulul Fikih.
Adapun mutammimaat dalam atsar dan khabar, maka ia adalah pengetahuan tentang para perawi, nama-nama mereka, nasab-nasab mereka, nama para sahabat dan sifat-sifat mereka, ilmu tentang keadilan para perawi dan keadaan mereka untuk membedakan antara yang lemah dan yang kuat, ilmu tentang umur-umur mereka untuk membedakan antara yang mursal dan yang musnad.
Inilah ilmu-ilmu syar’iyah dan seluruhnya termasuk fardu kifayah. Jika engkau menyenangi macam ilmu tersebut, maka pelajarilah dia dan amalkanlah, kemudian ajarkanlah kepada orang-orang dan serukanlah agar orang-orang mempelajarinya.
Maka siapa yang menguasai ilmu berguna dan mengamalkannya, kemudian mengajarkannya dan menyeru orang-orang untuk mempelajarinya, ia dinamakan orang besar di kerajaan langit dengan kesaksian Isa . Karena Sayyidina Isa berkata: “Siapa yang belajar dan mengamalkan serta mengajarkan, maka ia dinamakan orang besar di kerajaan langit.”
Nabi bersabda: “Siapa yang belajar satu bab ilmu untuk mengajari orang-orang, ia pun diberi pahala tujuh puluh Shiddig.” Apabila engkau selesai dari mempelajari ilmu yang berguna itu dan selesai memperbaiki dirimu lahir batin sedangkan waktumu masih tersisa, maka tidaklah mengapa bila engkau sibukkan dirimu dengan ilmu mazhab Fikih untuk mengetahui cabang-cabang yang jarang dalam ibadat dan cara menengahi persengketaan di antara para makhluk ketika mereka menuruti keinginan nafsu. Belajar ilmu mazhab juga termasuk fardu kifayah setelah mempelajari ilmu-ilmu yang wajib dipelajari. Termasuk fardu kifayah adalah belajar ilmu kedokteran. Az-Ziyadi berkata: Belajar ilmu syar’i ada tiga macam.
Fardu ain, yaitu belajar ilmu yang wajib. Fardu kifayah, yaitu belajar ilmu yang menyampaikan kepada derajat pemberian fatwa, dan sunah, yaitu yang lebih dari itu.
Al-Ghazali berkata, Jadilah engkau salah satu dari dua orang. Yaitu sibuk dengan dirimu atau sibuk untuk orang lain setelah selesai dari mengurusi dirimu. Janganlah engkau mengurusi orang lain sebelum mengurusi dirimu.
Jika engkau sibuk dengan dirimu, maka jangalah engkau sibukkan diri kecuali dengan ilmu yang wajib bagimu sesuai dengan keadaanmu dan segala yang berkaitan dengan amalan-amalan lahir seperti belajar salat, taharah dan puasa.
Yang lebih penting adalah ilmu sifat-sifat hati, mana yang terpuji dan tercela, darinya, karena manusia tidak luput dari sifat-sifat tercela seperti serakah, dengki, riya’, sombong, suka membanggakan diri dan sebagainya.
Jika nafsumu mengajakmu untuk meninggalkan wirid-wirid dan Zikir-zikir yang kami sebutkan karena menganggapnya berat, maka ketahuilah bahwa setan telah memasukkan dalam hatimu penyakit cinta harta dan kedudukan.
Maka janganlah engkau terpedaya olehnya sehingga menjadi bahan tawaannya. Karena ia akan membinasakanmu dan mengejekmu.
Jika engkau biasakan dalam waktu lama membaca wirid-wirid dan mengerjakan ibadat-ibadat sunah sehingga engkau tidak merasa berat karena malas, tetapi nampak keinginanmu untuk menghasilkan ilmu yang berguna dan engkau hanya mengharapkan rida Allah serta negeri akhirat, maka itu lebih utama dari pada ibadat sunah meskipun niatnya benar. Misalnya dalam belajar ilmu itu engkau bermaksud menghidupkan syariat dan menyiarkannya. Maka amal yang disertai niat ini lebih utama dari pada puasa dan salat malam, khalwat, riyadhah dan segala sesuatu lainnya.
Andaikata pelakunya membatasi pada amalan-amalan fardu disertai niat yang baik ini, maka hal itu berlipat-lipat kali lebih baik dari pada lainnya, karena manfaat yang meluas lebih besar pahalanya daripada manfaat yang terbatas.
Akan tetapi yang diperhitungkan adalah keabsahan niat. Jika niatnya tidak sah, maka belajar adalah tempat kesesatan orang-orang bodoh dan tempat tergelincirnya para ulama.
Keadaan kedua, adalah engkau tidak dapat menghasilkan ilmu yang berguna dalam agama, tetapi engkau sibukkan dirimu dengan wirid-wirid seperti Zikir, tasbih, membaca Al-Qur’an dan salat.
Semua itu termasuk derajat-derajat para ahli ibadat dan perilaku orang-orang salih. Dengan melakukan itu engkau menjadi orang yang beruntung. Diantara para sahabat ada yang wiridnya dalam sehari membaca 12.000 tasbih, ada yang wiridnya 30.000 tasbih, ada yang wiridnya 300 rakaat hingga 600 rakaat, bahkan 1.000 rakaat.
Di antara mereka ada yang wiridnya dalam sehari mengkhatamkan Al-Qur’an. Ada pula yang menghabiskan waktunya dalam sehari semalam untuk merenungkan satu ayat dan di ulang-ulang.
Karzin bin Wabrah yang bermukim di Makkah, bertawaf 70 kali dalam sehari dan 70 kali dalam semalam. Di samping itu ia juga mengkhatamkan Al-Qur’an dalam sehari semalam dua kali.
Ketahuilah bahwa membaca Al-Qur’an di dalam salat sambil berdiri dengan merenungkannya telah mencakup semuanya, tetapi boleh jadi sulit dilakukan terus-menerus. Maka yang lebih utama menurut kemampuan masing-masing. Tujuan wirid adalah membersihkan dan menyenangkan hati dengan menyebut nama Allah .
Hendaklah pencari kebaikan melihat kepada hatinya. Mana yang dilihatnya lebih berpengaruh dalam hatinya, hendaklah ia menekuninya. Apabila ia merasa jemu, maka hendaklah ia berpindahlah kepada yang lain, karena kejemuan merupakan tabiat manusia. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya”.
Keadaan ketiga, hendaknya engkau sibukkan dirimu dengan sesuatu yang menimbulkan kebaikan bagi kaum muslimin dan memasukkan kegembiraan dalam hati orang-orang mukmin dengan memenuhi hajat dan menolong mereka dalam kebajikan dan ketakwaan. Telah diriwayatkan dalam khabar bahwa amalan yang paling utama adalah menimbulkan kegembiraan dalam hati orang-orang mukmin. Atau kerjakanlah amalamal baik bagi untuk orang-orang salih seperti mengabdi para fuqaha dan orang-orang sufi serta ahli agama. Memberi makan kaum fakir miskin, menjenguk orang sakit, melayat jenazah dan mengantarkannya ke kuburan. Semua itu lebih utama dari pada salat sunah, karena merupakan ibadat dan mengandung manfaat bagi orang-orang muslim.
Al-Jailani berkata: “Tidaklah aku sampai kepada Allah dengan salat malam dan puasa di siang hari, tetapi aku sampai kepada Allah dengan kemurahan hati, rendah hati dan hati bersih.”
Keadaan keempat, jika engkau tidak sanggup melakukan ketiga keadaan yang di atas. Maka bekerjalah untuk memenuhi kebutuhanmu atau keluargamu, karena bekerja juga termasuk ibadat dan wajib bagi umat Islam. Wiridmu adalah memasuki pasar dan bekerja mencari nafkah.
Kaum muslimin telah selamat darimu dan aman dari lisan serta tanganmu dan selamat pula agamamu, karena engkau tidak melakukan pelanggaran sehingga dengan itu engkau mencapai derajat ashabul yamiin, meskipun tidak termasuk orang-orang yang naik ke kedudukan orang-orang yang bergegas dalam menunaikan ibadat di samping mengajar dan belajar. Mencari nafkah dengan sifat ini adalah derajat yang paling sedikit dalam tingkatan-tingkatan agama.
Adapun bila engkau terus mencari nafkah dan tidak lupa menyebut. nama Allah dalam pekerjaanmu, dengan membaca tasbih dan zikir zikir serta membaca Al-Qur’an dan menyedekahkan kelebihan dari hajatmu, maka semua itu lebih baik dari pada zikir-zikir yang saya sebutkan disini, karena ibadat yang menyangkut orang lain lebih berguna daripada yang untuk diri sendiri.
Mencari nafkah dengan niat ini adalah ibadat bagimu dalam dirimu yang mendekatkanmu kepada Allah , kemudian timbul faidah bagi orang lain disamping engkau mendapat berkah doa kaum muslimin dan berlipat kali pahalanya. Selain dari keadaan keempat yang tersebut ini adalah tempat berkeliarannya setan.
Karena sekain keadaan keempat itu engkau akan bekerja dengan sesuatu yang merobohkan agamamu atau mengganggu seorang hamba Allah. Ini adalah kedaan orang-orang yang binasa. Maka janganlah engkau termasuk golongan ini. Pepatah mengatakan: Waktu itu bagai pedang. Jika engkau tidak memotongnya, maka ia akan memotongmu.
Dan nafsumu, jika tidak engkau sibukkan dengan tindakan yang benar, maka ia akan menyibukkanmu dengan sesuatu yang batil.
Ketahuilah bahwa hamba terhadap agamanya ada tiga derajat. Pertama orang yang selamat dari dosa, ia adalah orang yang membatasi dengan menunaikan amalan-amalan fardu dan meninggalkan maksiat. Kedua orang yang beruntung untuk akhiratnya, yaitu mereka yang menyumbang-kan amalan-amalan dan salat-salat sunah. Dan yang ketiga orang yang merugi, yaitu mereka yang binasa dan berdosa dan ia adalah orang yang ceroboh dalam menunaikan amalan-amalan wajib.
Allah berfirman:
“Diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat baik dengan izin Allah.” (QS. Faathir :32)
Abu Bakar Al-Waraq berkata: “Keadaan hamba ada tiga, yaitu bermaksiat, lalai dan bertobat, kemudian mendekatkan diri kepada Allah. Apabila durhaka, ia masuk dalam golongan orang-orang yang zaiim. Apabila bertobat, ia masuk dalam golongan orang-orang yang pertengahan. Bila sah tobatnya dan banyak ibadat serta mujahadahnya ia akan masuk golongan orang-orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan. Jika tidak bisa beruntung dengan amalan-amalan sunah, maka berijtihad untuk menjadi orang yang selamat dengan menunaikan amalan-amalan yang wajib dan menjauhi semua larangan. Oleh karenanya jagalah dirimu, agar tidak menjadi orang yang merugi dengan tidak adanya perhatian dalam menunaikan amalan-amalan fardu.
Meskipun hamba masuk surga dengan karunia Allah, namun setelah ia mempersiapkan diri dengan mentaati-Nya, karena rahmat Allah dekat dari orang-orang yang berbuat kebajikan.
Diceritakan bahwa seseorang lelaki dari kalangan Bani Israil beribadat kepada Allah selama 70 tahun. Lalu Allah mengutus kepadanya seorang malaikat yang mengabarinya bahwa meskipun ia beribadat selama itu, namun ja tidak pantas masuk surga. Ketika mendengar itu, ahli ibadat tersebut berkata: “Kita diciptakan untuk beribadat, maka haruslah kita menyembah-Nya.”
Ketika malaikat itu kembali, ia berkata: “Wahai Tuhanku, Engkau mengetahui apa yang dikatakannya.” Kemudian Allah berfirman: “Oleh karena ia tidak berpaling dari menyembah Kami, maka Kamipun tidak berpaling darinya dengan kemurahan Kami. Saksikanlah hai para malaikat, bahwa aku telah mengampuni dosanya.”
Hamba itu terhadap para hamba lainnya ada tiga tingkatan. Pertama, hamba yang menempati kedudukan para malaikat yang mulia dan berbakti. Hamba tersebut bekerja untuk memenuhi keinginan mereka dengan menolong mereka dan memasukkan kegembiraan dalam hati mereka. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadis: Tidaklah Allah di sembah dengan sesuatu yang lebih baik daripada menggembirakan hati orang lain. Kedua, hamba yang menempati kedudukan hewan dan benda mati terhadap mereka. Maka kebaikannya tidak mencapai mereka, tetapi tidak menganggu mereka.
Ketiga, hamba yang menempati kedudukan kalajengking dan ular serta binatang buas yang berbahaya terhadap mereka sehingga tidak diharapkan kebajikannya dan dihindari kejahatannya.
Jika engkau tidak bisa meniru para malaikat yang mulia, maka janganlah engkau turun dari derajat hamba yang pertengahan, yaitu tingkatan hewan dan benda mati, menjadi tingkatan kalajengking, ular dan binatang buas yang berbahaya.
Jika engkau rela dirimu turun derajat malaikat ke derajat malikat ke derajat orang-orang yang pertengahan, maka jangalah engkau rela dirimu turun ke derajat yang paling rendah, yaitu derajat binatang buas.
Maka barangkali engkau selamat sekadar kebutuhanmu, tidak kurang dan tidak lebih, engkau tidak mendapat manfaat dan juga tidak dirugikan. Oleh sebab itu, kerjakanlah di waktu siangmu sesuatu yang bermanfaat bagimu untuk dunia dan akhiratmu yang engkau butuhkan.
Jika engkau seorang pedagang, maka berdaganglah dengan benar dan jujur. Jika engkau seorang pekerja, maka bekerjalah dengan baik dan jangan lupa menyebut nama Allah dalam semua pekerjaanmu. Batasilah pencaharianmu sesuai dengan kebutuhan harimu.
Sesanggup apapun engkau mencari nafkah dalam sehari dan telah cukup memperoleh keuntungan, hendaklah engkau luangkan waktu untuk menyiapkan bekal akhiratmu, karena kebutuhan akan akhirat lebih banyak dan kenikmatannya lebih kekal.
Jika engkau tidak sanggup menunaikan kewajiban agamamu ketika bergaul dengan orang banyak sedangkan engkau juga tidak dapat selamat dari maksiat, ghibah, riya, tidak dapat ber-amar ma’ruf dan nahi munkar serta tidak menunjukkan akhlak yang mulia dan selalu berbuat jahat sebagai akibat keserakahan terhadap dunia, maka sebaiknya engkau lakukan uzlah.
Hendaklah engkau jauhkan dirimu (uzlah) dari orang banyak karena di dalam uzlah terdapat keselamatan dari berbagai fitnah, permusuhan dan kejahatan orang lain serta keserakahan orang lain terhadap milikmu dan keserakahanmu terhadap milik orang lain. Karena terputusnya keserakahan orang-orang darimu mengandung faidah yang banyak. Sedangkan keridaan orang-orang adalah tujuan yang tidak tercapzsi. Maka sebaiknya manusia lebih mengutamakan perbaikan dirinya. Dan sesungguhnya terputusnya keserakahanmu dari mereka mengadung faidah yang banyak. Maka siapa yang memandang kepada keindahan dunia dan kebagusannya, bangkitlah keserakahannya.
Bilamana ia melakukan uzlah, maka ia tidak menyaksikan, dan jika tidak disaksikan, ia pun tidak menyukai dan tidak serakah. Bilamana engkau merasa was-was yang tidak diridai Allah di waktu uzlah sedang engkau tidak mampu mengatasi-nya dengan wirid, hendaklah engkau tidur. Karena tidur adalah keadaan yang terbaik. Bilamana tidak sanggup mendapat keuntugan dari kemenangan, kita rela dengan keselamatan dalam kekalahan.
Artinya bila kita tidak sanggup mengerjakan amal-amal Salih, maka janganlah melakukan amal-amal yang buruk. Seburuk-buruk keadaan adalah orang yang ingin selamat agamanya tanpa mengerjakan ibadat, dan meluangkan seluruh waktunya untuk tidur. Karena dengan tidur ia menganggurkan kehidupannya dan masuk dalam golongan benda mati.
Abu Thalib Al-Makki menyebutkan perselisihan mengenai keadaan jaga yang kosong dari ibadat-ibadat seperti zikir dan lainnya dan keadaan tidur yang bukan untuk takwa dengan mentaati Allah , maupun untuk meninggalkan maksiat.
Maka dikatakan, keadaan jaga lebih utama daripada tidur itu, karena merupakan kekurangan. Ada yang mengatakan, tidur lebih utama, karena boleh jadi ia bermimpi melihat nabi atau orang-orang salih. Adapun tidur yang bertujuan mencari keselamatan dan berniat salat malam, maka ia adalah ibadat.
Setelah engkau salat Dhuha dan melakukan ibadat yang lainnya, hendaklah engkau bersiap-siap untuk menunaikan salat Zuhur sebelum matahari tergelincir dan didahului dengan tidur sebentar.
Tidur menjelang Zuhur itu sunah, kecuali pada hari Jumat, bilamana engkau menunaikan salat Tahajjud di waktu malam. Salat Tahajjud ini dilakukan sesudah tidur dan tiada batas bagi jumlah rakaat. Karena Nabi berkata kepada Abi Dzarr. ”Salat sunah itu sebaik-baiknya ibadat yang ditentukan, maka kerjakanlah yang banyak atau sedikit.” HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakim.
Apabila di malam hari engkau banyak mengerjakan kebaikan seperti mempelajari kitab-kitab sehingga kalau tidak tidur siang, engkau tidak bisa mengerjakan kebaikan. Maka tidur tengah hari membantu untuk salat malam sedangkan makan sahur membantu puasa di siang hari.
Rasulullah bersabda:
“Tidurlah siang supaya bisa membantu untuk salat malam dan makanlah sahur supaya bisa membantu untuk puasa siang hari dan makanlah kurma dan kismis supaya bisa mengatasi musim dingin.” (HR. Abi Dawud)
Tidur siang tanpa salat di malam hari seperti makan sahur tanpa puasa di siang hari. Apabila engkau tidur siang (menjelang Zuhur), maka berusahalah keras untuk bangun sebelum matahari tergelincir dan berwudulah, lalu pergilah ke masjid. Waktu itu adalah sebelum waktu salat. Karena ia termasuk amalan utama, meskipun engkau tidak tidur dan tidak bekerja mencari nafkah.
Waktu tersebut merupakan waktu terbaik, karena pada waktu-waktu itu banyak orang lalai dari mengingat Allah karena disibukkan oleh urusan dunia. Demikian disebut dalam Al-Ihya’
Kerjakan salat tahiyyat masjid sambil menunggu muazin mengumandangkan azan Dhuzur. Kemudian kerjakanlah salat sunah empat rakaat sesudah matahari tergelincir dengan satu salam. Mazhab Asy-Syafi’i, masing-masing dua rakaat dengan satu salam seperti salat nawafil lainnya, Ini adalah berdasarkan kabar-kabar yang sah. Demikian yang disebutkan dalam Al-Ihya”: Rasulullah memanjangkan rakaatrakaat ini.
Beliau berkata: ”Ini adalah waktu dimana pintu-pintu langit di buka. Maka aku ingin amal salihku diangkat di waktu ini.”
Demikian diriwayatkan oleh Abu Ayyub Al-Anshori: Keempat rakaat sebelum Zuhur ini adalah sunah muakkad menurut sebuah pendapat.
Pendapat yang kuat adalah empat rakaat sebelum Zuhur lebih di tekankan daripada dua rakaat sebagaimana disebutkan dalam Al-Ihya’ dan inilah yang dipegangi.
Diriwayatkan dalam hadis dari Abi Hurairah dari nabi bahwa siapa yang mengerjakan empat rakaat sesudah matahari tergelincir dan membaca dengan baik di dalam rukuk dan sujudnya, maka ikut salat bersamanya 70.000 malaikat yang memohonkan ampun untuknya sampai malam. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baqdadi dari Anas:
“Barangsiapa mengerjakan salat sebelum Luhur empat rakaat, diampunilah dosa-dosanya pada hari itu.”
Diriwayatkan oleh Thabrani dari seorang laki-laki Anshar: “Barangsiapa mengerjakan salat sebelum Zuhur empat rakaat, maka ia seperti membebaskan seorang sahaya dari keturunan Ismail.”
Yakni pahalanya seperti pahala membebaskan seorang sahaya dari keturunan Ismail bin Ibrahim Al-Khalil .
Kemudian kerjakan salat Zuhur berjamaah, diteruskan dengan salat sunah dua rakaat sesudah Zuhur. Keduanya termasuk salat rawatib yang muakkad (sangat dianjurkan) dan diriwayatkan dari Nabi .
Di samping kedua rakaat itu ada dua rakaat yang bukan muakad berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abi Dawud. Tirmidzi Nasxi, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Ummu Habibah:
“Barangsiapa memelihara empat rakaat sebelum Zuhur dan empat rakaat sesudahnya, maka Allah mengharamkan api neraka atasnya.”
Al-Ghazali berkata: Dianjurkan baginya membaca dalam salat nafilah (sunah) ini ayat Al-Kursi dan akhir surah Al-Bagarah. Janganlah engkau sibukkan dirimu hingga Asar, kecuali dengan belajar ilmu agama, menolong sesama muslim, membaca Al-Qur’an atau mencari nafkah supaya engkau bisa mengarnalkan agamamu dengan baik.
Nabi bersabda: “Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya.”
Tungguhlah salat Asar dengan beriktikaf, karena termasuk amalan utama. Telah dikatakan, menunggu salat sesudah salat itu adalah sunah para salaf.
Kerjakanlah salat sunah empat rakaat sebelum Asar.
Salat itu adalah sunah muakkad, karena mengharapkan doa Rasulullah berikut ini sedangkan doa beliau sangatlah mustajab, ini semata-mata bukan karena Nabi selalu mengerjakannya. Namun Nabi jarang melakukan salat sunah sebelum Asar seperti menekuni dua rakaat sebelum Zuhur. Demikian disebutkan dalam Al-lhyz, Oleh karena itu empat rakaat sebelum Asar ini tidak muakkad menurut Asy-Syafi’i sebagaimana disebutkan oleh Al-Azizi.
Doa Nabi untuk mereka yang salat sunah sebelum Asar:
“Semoga Allah mengasihi orang yang mengerjakan salat empat rakaat sebelum Asar:” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban dari Umar)
Maka berusahalah sekuat tenaga supaya mendapatkan doa Nabi ini dan jangan bekerja sesudah Asar kecuali seperti yang dikerjakan sebelumnya.
Tidaklah patut engkau sia-siakan waktumu dan dalam waktu itu tidak disukai tidur. Salah seorang ulama berkata: “Tiga perkara dibenci Allah, yaitu tertawa tanpa ada keheranan, makan tanpa merasa lapar, dan tidur di siang hari tanpa salat di malam hari. Maka janganlah sibukkan dirimu dalam setiap waktu dengan cara yang sembarangan menurut keinginanmu.
Akan tetapi engkau dituntut untuk mengoreksi dirimu atas kesalahan-kesalahanmu. Sedikitnya dalam sehari, adalah sejak sesudah Zuhur atau Asar sampai malam. Salah seorang ulama mencatat gerakgeriknya di waktu siang dalam sebuah kitab. Apabila tiba waktu sore ia letakkan kitab itu di depannya dan mengoreksi dirinya atas kesalahan yang ada di dalamnya. Sebagaimana mereka, mengoreksinya atas bisikan-bisikan hatinya dalam sehari semalam. Dalam koreksi itu terdapat berkah yang besar.” Demikianlah disebutkan oleh Abdullah Asy-Syarqawi dalam Rabi’ul Fuaad.
Luangkanlah waktumu siang dan siang dengan wirid-wirid dan tentukan suatu pekerjaan bagi setiap waktu. Janganlah engkau melampauinya dan jangan memilih selain itu. Dengan itu tampaklah berkah waktunya. Adapun apabila engkau biarkan dirimu tanpa wirid dan terlantar seperti hewan hingga engkau tidak tahu apa yang engkau kerjakan dalam setiap waktu, maka habislah sebagian besar waktumu dan umurmu dalam keadaan sia-sia. Umurmu adalah modalmu dan di atasnya terdapat perdaganganmu, dengannya engkau mencapai kenikmatan di negeri abadi di sisi Allah
Maka setiap nafasmu adalah permata yang tak ternilai, karena tidak ada gantinya. Apabila nafas itu lepas darimu, maka ia tidak bisa kembali. Oleh karena itu patutlah engkau bersikap sopan terhadap Allah dan memperhatikan-Nya dalam setiap nafasmu sehingga dalam setiap nafas engkau menempuh jalan menuju Allah
Itulah makna perkataan mereka, jalan menuju Allah adalah sebanyak nafas manusia. Salah seorang ulama berkata: “Sesungguhnya hari berseru kepada manusia setiap waktu dengan perkataannya, hai anak Adam, aku adalah hari baru dan aku menjadi saksi atas apa yang engkau kerjakan. Maka manfaatkanlah aku, karena engkau tidak akan mencapai aku bila matahari terbenam. Janganlah engkau menjadi seperti orang-orang dungu yang terpedaya oleh dunia dan setan yang gembira setiap hari dengan tambahan harta mereka di samping berkurangnya umur-umur mereka. Maka kebaikan manakah dalam harta yang bertambah dan umur yang berkurang. Janganlah engkau gembira, kecuali dengan tambahan ilmu atau amal salih, karena keduanya adalah temanmu yang menemanimu di alam kubur. Ketika itu engkau ditinggalkan oleh istri, harta, anak-anak dan teman-temanmu.”
Seorang penyair berkata:
Berbekallah dengan teman dari perbuatan-perbuatranmu sesungguhnya teman manusia di dalam kuburnya adalah amalnya.
Kemudian apabila matahari menguning, berusahalah keras untuk kembali ke masjid sebelum matahari terbenam dan engkau sibukkan dirimu dengan bertasbih dan beristigfar seperti:
Sebaiknya mengucapkan istigfar dengan nama-nama yang terdapat dalam Al-Quran seperti:
Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’. Karena sesungguhnya keutamaan waktu ini adalah seperti keutamaan waktu sebelum terbit | matahari.
Allah berfirman:
“Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit mataliari dan sebelum terbenamnya.” (OS. Thaaha: 130)
Yakni sibukkanlah dirimu dengan menyucikan Allah di kedua ujung siang sebagaimana dikatakan oleh Abu Muslim.
Bacalah empat surah sebelum matahari terbenam, yaitu surah Asy-Syams, Al-Lail dan Al-Mu’awwidzatain. Barangsiapa, membaca surah Asy-Syams, maka Allah mengaruniainya pemahaman yang cerdas dan kecerdasan mengenai segala sesuatu. Barangsiapa membaca surah AlLail, ia akan terpelihara dari tersikapnya kejelekan. Barangsiapa membaca surah Al-Falaq, ia terpelihara dari gangguan. Dan siapa membaca surah An-Naas, ia terlindung dari berbagai cobaan dan terlindung dari setan. Barangsiapa yang terus-menerus membacanya, ia mendapat rezeki seperti hujan.
Hendaklah engkau sering beristigfar ketika matahari terbenam. Apabila engkau mendengar azan Magrib, maka jawablah dan berdoalah seperti di bawah ini:
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu kerika malam-Mu telah tiba dan siang-.Mu telah pergi dan salat-Mu telah datang serta suara-suara para muazin-Mu telah terdengar agar Engkau beri Muhammad gasilah (kedudukan di surga).
Bacalah doa itu selengkapnya seperti dalam doa Subuh. Dalam Sunan Abi Dawud dan Tirmidzi diriwayatkan dari Ummi Salamah ia berkata: Rasulullah mengajariku membaca di waktu mendengar azan Magrib.
“Ya Allah, ini adalah saat kedatangan malam-Mu dan kepergian siang-Mu dan terdengarnya suara-suara para muazin-Mu, maka ampunilah aku.”
Demikianlah disebutkan dalam Al-Adzkar dan ini sesuai dengan yang terdapat dalam Al-Ihya’. Al-Ghazali berkata: Maka patutlah seorang hamba memperhatikan keadaannya. Jika keadaan hari ini lebih baik dari kemarin, maka ia beruntung. Jika keadaan hari ini sama dengan hari kemarinnya, maka ia merugi. Jika lebih buruk darinya, maka ia terkutuk. Jika ia melihat dirinya berbuat banyak kebajikan seluruh harinya, maka hendaklah ia bersyukur kepada Allah atas taufiknya dan mensyukuri Allah atas kesehatan tubuhnya dan umurnya yang panjang. Kemudian kerjakanlah salat fardu setelah menunaikan dua rakaat ringan. Salat sunah sebelum salat Magrib bukanlah sunah muakkadah sebagaimana disahkan oleh An-Nawawi.
Kemudian kerjakanlah sesudah salat sunah dua rakaat sesudah salat Magrib sebelum bicara. Bacalah dalam dua rakaat itu Al-Kafirun dan Al-Ikhlash. Dua rakaat sebelum Magrib adalah sunah muakkadah. Jika engkau kerjakan empat rakaat, maka salat itu adalah sunnat awwabin.
Jika engkau bisa melakukan iktikaf hingga Isya dan menghidupkan waktu antara Magrib dan Isya, maka lakukanlah. Sebanyak-banyaknya salat awwabin adalah 20 rakaat. Ada yang mengatakan enam rakaat sebagaimana disebutkan oleh Al-Bujairami dan sebagaimana dikatakan oleh Al-Ghazali dalam kitab Ihya’nya. Diriwayatkan, Rasulullah pernah mengerjakan salat sunah sebanyak enam rakaat antara waktu Magrib dan Isya.
Dalam riwayat lain yang dikatkan oleh Ar-Ramli, salat awwabin antara Magrib dan Isya jumlahnya 20 rakaat, dan dalam riwayat lain enam rakaat, empat rakaat dan dua rakaat, sedikitnya.
Diriwayatkan pula oleh Al-Ghazali dalam Al-Ihya’nya, barangsiapa tinggal antara Magrib dan Isya dalam masjid berjamaah tanpa berbicara kecuali salat atau membaca Al-Qur’an, maka Allah akan mendirikan baginya dua buah istana di surga yang masing-masing istana jaraknya seratus tahun dan menanamkan baginya diantara keduanya sebatang pohon yang andaikata dikelilingi oleh penduduk bumi, niscaya cukuplah bagi mereka. Al-Ghazali berkata pula, “Bilamana masjidnya dekat dengan rumahmu, tidaklah mengapa bagimu untuk mengerjakan salat di rumah, jika engkau tidak bermaksud tinggal di masjid.”
Menghidupkan waktu antara Magrib dan Isya ini adalah naasyiatul laili (permulaan malam) yang disebutkan dalam firman Allah :
“Sesungguhnya permulaan malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (OS. Al-Muzzammil: 6)
Yakni permulaan malam yang di isi dengan salat lebih menjaga kebaikan hati, mata, telinga dan lisan karena terputusnya berbagai suara dan gerak serta lebih besar pengaruhnya di dalam hati karena kehadiran hati di saat tidak terdengar suara dan dunia tenang.
Sayyidina Ali bin Husein berkata: “Mengerjakan salat di antara Magrib dan Isya adalah permulaan malam sebagaimana disebutkaan dalam Siraajul Munii: Dan salat itu adalah salat awwabin, yakni orangorang yang bertobat.”
Nasyiatul laili dalam ayat itu telah ditafsirkan sebagai permulaan malam oleh Atha dan Ikrimah dan ditafsirkan oleh Ali bin Husein sebagai salat awwabin. Ia dinamakan pula sholatul ghaflah (salat kelalaian), karena di saat itu orang-orang lalai darinya dengan sebab makan malam tidur dan semacamnya.
Rasulullah ditanya tentang firman Allah : ”Lambung-lambung mereka jauh dari tempat tidur.” Maka Rasulullah menjawab: “Ia adalah salat di antara Magrib dan Isya, karena salat itu menghilangkan perkataan yang tidak berguna di siang hari dan membersihkan akhirnya.”
Disebutkan dalam Al-Ihya”: Diriwayatkan dari Al-Hasan bahwa Nabi ditanya tentang ayat ini. Maka Rasulullah menjawab: “Ia adalah salat antara Magrib dan Isya.” Kemudian Rasulullah berkata: Hendaklah kalian kerjakan salat antara Magrib dan Isya, karena ia menghilangkan perkataan tak berguna di siang hari dan membersihkan akhirnya. Anas ditanya tentang orang yang tidur di antara Magrib dan Isya. Ia menjawab: “Jangan lakukan, karena ia adalah saat yang dimaksud dengan firman Allah : ”Lambung-lambung mereka jauh dari tempat tidur.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abi Hazim, ia berkata mengenai ayat ini: Diantara Magrib dan Isya terdapat salat awwabin.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata mengenai ayat: “Lambung-lambung mereka jauh dari tempat tidur”, lalai dalam mengingat Allah di dalam salat, di waktu berdiri atau duduk atau sambil berbaring mereka selalu menyebut nama Allah. Asy-Syarqawi berkata dalam Rabi’ul Fund: Kemudian setelah mengerjakan salat awwabin, salatlah dua rakaat dengan niat melapangkan kubur. Jika mau, dahulukanlah salat itu sebelum salat awwabin. Bacalah dalam rakaat pertama surah Al-Kafirun dan dalam rakaat kedua surah An-Nashr. Atau rakaat pertama surah Az-Zalzalah dan rakaat kedua surah At-Takatsur. Apabila masuk waktu Isya, salatlah empat rakaat sebelum fardu untuk menghidupkan wakru di antara dua azan, yakni antara azan dan iqamat berdasarkan khabar: antara setiap dua azan terdapat salat. Tidak ada hadis secara khusus mengenai salat empat rakaat ini sebagaimana disebutkan oleh Al-Barkawi.
Yang tersebut dalam At-Tahrir ialah bahwa salat ratibah sebelum Isya adalah dua rakaat, tetapi tidak muakkadah. Oleh karena itu An-Nawawi tidak menyebutkan dalam Al .Winhaaj. Banyak keutamaan terdapat dalam menghidupkan antara azan dan iqamat. Dalam khabar (hadis) disebutkan bahwa doa antara azan dan iqamat tidak ditolak. Khabar ini bukanlah dalil atas salat sunah ratibah yang sebelum Isya. Kemudian kerjakan salat fardu dan salat ratibah sesudahnya dua rakaat dan keduanya muakkadah, walaupun sedang melakukan haji di Muzdalifah. Meninggalkan salat sunah mutlak disunahkan baginya supaya ia bisa beristirahat dan bersiap-siap untuk menghadapi amalan-amalan yang berat pada hari penyembelihan korban. Bacalah dalam kedua rakaat itu surah Alif Laam Miim As-Sajdah dan Al-Mulk atau surah Yaa-siin dan Ad-Dukhan. Jika engkau tidak salat, maka jangan tinggalkan membaca surah ini atau sebagiannya sebelum tidur.
Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’. Diriwayatkan dari Jabir, ia berkata: “Nabi tidak tidur hingga membaca surah Al-Mulk dan Alif Laam Miim Tanziil dan beliau berkata: Keduanya melebihi setiap surah dalam Al-Quran dengan 70 kebaikan. Dan siapa membaca kedua surah itu ditulis baginya 70 kebaikan daan diangkat baginya 70 derajat.” Dari Ubaiy bin Ka’ab bahwa Nabi bersabda: “Barangsiapa membaca surah Alif Laam Miim Tanjziil, ia pun diberi pahala seperti orang yang menghidupkan malam Oadar.”
Diriwayatkan oleh Abi Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya ada sebuah surah dari Kitabullah yang terdiri dari 30 ayat dan memberi syafa’at bagi seseorang pada hari kiamat, lalu mengeluarkannya dari neraka dan memasukkannya ke dalam surga.”
Diriwayatkan dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa membaca surah Yaa-Sun dalam suatu malam, ia pun memasuki waktu pagi dalam keadaan terampuni dosanya.”
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata:
Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa memasuki tempat kuburan, lalu membaca surah Yaa-Sun, maka diringankan siksanya dari mereka pada hari itu dan ia mendapat kebaikan sebanyak penghuni kuburan itu.”
Diriwayatkan bahwa Nabi bersabda: “Barangsiapa membaca Haa miim Ad-Dukhan pada malam Jumat, ia pun memasuki waktu pagi dalam keadaan terampuni dosanya.”
Demikian disebutkan dalam As-Sirrajul Muniir. Keterangan tentang surah-surah itu diriwayatkan dari Rasulullah yakni beliau banyak membacanya dalam setiap malam. Begitu pula Rasulullah banyak membaca surah Az-Zumar, Al-Waaqi’ah dan Bani Israil. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’.
Setelah itu salatlah empat rakaat dan bacalah di dalamnya ayat Kursi dan ayat terakhir surah Al-Bagarah, atau permulaan surah Al-Hadid dan akhir surah Al-Hasyr atau lainnya. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’
Ungkapan Al-Ihya’ dhahirnya menunjukkan bahwa ke empat rakaat ini dilakukan dengan satu salam sebagaimana mazhab Abi Hanifah yang mengatakan cara itu lebih utama: Ada yang mengatakan: “Sesungguhnya keempat rakaat ini seluruhnya dilakukan apabila ia kerjakan salat Isya di luar waktu yang tidak dianjurkan untuk memperbaiki kekurangan itu. Adapun bila ia kerjakan salat itu dalam waktu yang diajurkan, maka ia boleh memilih antara empat dan dua rakaat sebagaimana dikatakan oleh Al-Barkawi.”
Dalam khabar terdapat keterangan yang menunjukkan keutamaannya yang besar. Seperti khabar Muslim: “Salat yang paling utama sesudah salat fardu adalah salat malam.”
Diriwayatkan pula bahwa dalam setiap malam terdapat saat ijabah. Demikian disebutkan dalam At-Tuhfah. Diriwayatkan dari Aisyah, ia pernah ditanya tentang salat Rasulullah maka Aisyah menjawab: “Tidaklah beliau selesai mengerjakan salat Isya, lalu memasuki rumahku melainkan beliau kerjakan salat empat atau enam rakaat.” HR. Abi Dawud.
Khabar ini menunjukkan bahwa empat rakaat sesudah salat Isya adalah keutamaan dan yang muakkadah adalah dua rakaat. Demikian dikatakan oleh Al-Barkawi. Yang jelas keempat rakaat ini adalah sunah mutlak di waktu malam.
Asy-Syarqawi berkata: “Apabila selesai mengerjakan sunah Isya disunahkan baginya salat dua rakaat sebelum witir dengan niat tetap iman. Bacalah dalam rakaat pertama surah Az-Zalzalah dan dalam rakaat kedua surah At-Takatsur. Kemudiaan lanjutkan dengan salat witir, tiga rakaat dengan dua salam atau satu salam. Pemisahan antara satu rakaat dan setiap dua rakaat dengan salam adalah lebih utama daripada menyambungnya.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah salat witir, pada rakaat pertama membaca surah Al-A’laa, rakaat kedua surah Al-Kafirun dan rakaat ketiga surah Al-Ikhlash dan Al-Mu-awwidzatain. Apabila beliau mengerjakan salat witir itu dengan tiga rakaat yang terpisah dari yang sebelumnya delapan atau enam atau empat rakaat, maka beliau baca semua surah itu dalam tiga rakaat terakhir. Apabila beliau kerjakan salat witir dengan lebih dari tiga rakaat yang bersambung, misalnya lima rakaat, maka beliau membaca surah Al-Muthaffifin dan Al-Insyigaag dalam rakaat pertama, dan Al-Buruuj serta Ath-Thaarig dalam rakaat kedua supaya dalam rakaat ketiga tidak kosong dari bacaan surah-surah sunah. Disunahkan membaca sesudah salat witir, subhanal malikil qudduus tiga kali sebagaimana diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan Ibnu Sunni. la ucapkan itu dengan suara keras sebagaimana dalam riwayat Ahmad dan Nasa’i. Kemudian ia membaca:
“Ya Allah, aku berlindung dengan keridaan-Mu dari kemarahan-Mu dan aku berlindung dengan pemaa an-Mu dari hukuman-Mu. Dan aku berlindung denganMu dari keburukan takdir-Mu, Aku tidak bisa menghitung pujian kepada-Mu sebagaimana Engkau memuji diri-Mu.” (HR. Abi Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i dari AH)
Apabila engkau bermaksud mengerjakan salat malam sesudah tidur, maka akhirkan salat witir supaya akhir salatmu di waktu malam menjadi witir berdasarkan hadis Syaikhain: “Jadikanlah akhir salatmu di waktu malam dengan salat witir.”
Dan berdasarkan hadis Muslim:
“Barangsiapa takut tidak bisa bangun di akhir malam, hendaklah ia kerjakan salat witir pada malamnya. Dan siapa yang ingin bangun pada akhirnya, hendaklah ia kerjakan salat witir pada akhir malam.” Kemudiaan setelah mengerjakan salat witir gunakanlah waktumu untuk mempelajari Ilmu atau membaca kitab, karena waktu itu adalah sebab bagi keberhasilan sebagaimana dikatakan oleh salah seorang ulama.” Seorang penyair berkata: Barangsiapa mendapat ilmu daan mempelajarinya, baiklah dunia dan akhiratnya teruslah engkau pelajari mu karena kehidupan ilmu adalah dengan mempelajarinya.
Janganlah engkau habiskan harimu dengan bersenda-gurau dan bermain-main, karena amal-amal itu tergantung penghabisannya. Ini menurut pengetahuan kita dan sebagian orang pada sebagian keadaan.
Adapun menurut pengetahuan Allah dan kehendak-Nya, maka amalamal itu tergantung permulaannya. Akan tetapi oleh karena permulaannya tertutup dari kita sedangkan penghabisannya jelas bagi kita, maka Nabi bersabda: “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung penghabisannya.”
Semua yang engkau kerjakan dalam harimu mempunyai adabadab, demikian juga dengan tidur. Sebelum engkau tidur hendaknya mengerjakan adab-adabnya yang enam,
Pertama, menghadap kiblat. Menggelar alas tidur dengan menghadap kiblat. Menghadap kiblat itu ada dua macam, yang pertama:
- Menghadap kiblat seperti orang yang menghadapi ajal, yakni berbaring di atas punggungnya, wajah dan perutnya menghadap kiblat. Cara berbaring ini dibolehkan bagi orang lelaki dan makruh bagi perempuan.
- Tidur di atas sisi kanan sebagaimana mayit berbaring di dalam lahatnya, dan dengan bagian depan badan menghadap kiblat. Adapun tidur di atas wajah, maka itu adalah tidurnya setan dan hukumnya makruh. Adapun tidur di atas sisi sebelah kiri, dianjurkan para dokter, karena mempercepat pencernaan makanan. Untuk memenuhi sunah dan segi kedokteran patutlah ia berbaring di atas sisi kanan sebentar sesudah makan, kemudian berbalik di atas sisi kiri.
Kedua, ketahuilah bahwa tidur ibarat kematian dan jaga ibarat kebangkitan, karena setiap orang tidak tahu kapan ia akan dicabut nyawanya. Barangkali Allah mencabut nyawamu di saat tidur. Maka bersiaplah untuk berjumpa dengan-Nya dengan tidur dalam keadaan suci.
Ketiga, hendaklah menulis wasiat yang diletakkan di bawah bantal. Karena boleh jadi nyawamu diambil di waktu tidur. Maka jika seseorang mati tanpa wasiat, ia tidak berbicara di alam barzakh. Sesungguhnya orang-orang mati saling mengunjungi di dalam kubur-kubur mereka. Seseorang berkata kepada yang temannya: “Kenapa orang yang miskin ini?”
Dijawab: “Ia mati tanpa meninggalkan wasiat.” Demikian dinukil dari Ibnu Sholah. Al-Bujairami berkata, hal itu bisa diartikan bila ia mati tanpa meninggalkan wasiat yang wajib karena telah dinazarkannya.
Keempat, tidurlah dalam keadaan bertobat dari dosa-dosa dan memohon untuk tidak mengulangi berbuat dosa.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abi Said Al-Khuudfi dari Nabi beliau bersabda:
“Barangsiapa ketika hendak tidur mengucapkan, “Aku mohon ampun kepada Allah yang rada Tuhan selam Dia Yang Hidup Kekal dan selalu mengurusi makhluk-Nya tiga kali, maka Allah mengampuni dosa| dosanya.”
Berusahalah untuk selalu berbuat kebaikan kepada sesama muslim jika Allah membangkitkanmu dari tidur.
Nabi bersabda:
“Barangsiapa tidur tanpa berniat untuk menganiaya seseorang dan tidak mendendam kepada seseorang, diampunilah dosanya.”
Ingatlah bahwa engkau akan berbaring dalam lahatmu seperti itu dalam keadaan sendirian dan terasing. Engkau tidak mempunyai sesuatu apa pun selain amal dan tidak dibalas kecuali dengan usahamu. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya hasil usahanya akan dilihatnya.”
Yakni dalam timbangannya pada hari kiamat tanpa ada keraguan dengan janji yang tidak akan meleset, meskipun setelah waktu yang lama.
Kelima, janganlah membiasakan dirimu tidur di atas kasur yang empuk, dan janganlah tidur bila tidak sangat mengantuk, kecuali kalau ingin tidur supaya bisa bangun di akhir malam. Adalah mereka tidur bila sangat mengantuk, dan makan bila sangat lapar dan berbicara hanya seperlunya.
Janganlah paksakan tidur, karena tidur itu menganggurkan kehidupan, kecuali bila jagamu berakibat buruk atas dirimu, dan tidurmu menimbulkan keselamatan bagi agamamu, maka ketika itu engkau boleh tidur.
Disunahkan bagi untuk merapikan dan membersihkan tempat tidurnya bila ingin kembali tidur sesuai dengan sabda Nabi :
“Apabila seseorang dari kamu ingin tidur, hendaklah ia mengebas alas tidurnya dengan bagian dalam sarungnya, karena ia tidak tahu apa yang ditinggalkannya di situ.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah)
Ketahuilah bahwa dalam sehari semalam 24 jam, maka gunakan waktumu untuk tidur siang dan malam tidak lebih dari 8 jam.
Jika engkau tidur di waktu malam lebih dari 8 jam, maka tidak ada artinya tidur di siang hari. Maka cukuplah bagimu jika engkau hidup misalnya 60 tahun bahwa engkau menyia-nyiakan 20 tahun darinya, yaitu sepertiga umurmu.
Siapkan siwakmu dan air untuk bersuci ketika akan tidur dan bertekadlah untuk bangun malam atau bangun sebelum Subuh. Diriwayatkan dari Rasulullah , bahwa beliau bersiwak beberapa kali setiap malam ketika hendak tidur dan di waktu bangun dari tidur.
Adalah dua rakaat di tengah malam merupakan salah satu simpanan kebaikanmu untuk memenuhi kebutuhanmu di dalam kubur dan di hari kiamat. Simpanan hartamu di dunia tidak akan cukup bagimu bila engkau mati. Nabi bersabda: “Barangsiapa mendatangi tempat tidurnya sedang ia berniat bangun malam dan mengerjakan salat, tetapi ia tertidur sampai pagi, maka ditulis baginya apa yang diniatkannya dan tidurnya menjadi sedekah atas dirinya dari Allah
Keenam, berdoa ketika akan tidur dan ketika bangun dari tidur, katakanlah ketika hendak tidur.
“Dengan menyebut nama-Mu ya Tuhanku, aku letakkan lambungku dan dengan menyebut nama-Mu aku mengangkatnya, maka ampunilah dosaku. Ya Allah, lindungilah aku dari siksa-Mu pada hari Engkau bangkirkan hamba-hamba-Mu Ya Allah, dengan menyebut nama-Mu aku hidup dan aku mati. Dan aku berlindung kepada-Mu ya Allah dari kejahatan setiap makhluk yang jahat dan kejahatan setiap makhluk yang nyawanya berada di tangan-Mu, sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. Ya Allah, Engkaulah yang permulaan, maka nada sesuatu pun sebelum Engkau. Dan Engkaulah yang penghabisan, maka tiada sesuatu pun selai Engkau. Engkaulah Yang Tampak dan tiada sesuatupun di atas-Mu dan Engkaulah Yang Tersembunyi, maka nada sesuatu pun di dekat-Mu. Lunaskanlah hutangku daan cukupilah aku dan jauhkan aku dari kemiskinan.”
Di dalam Al-Ihya’ dan Al-Adzkar yang diriwayatkan oleh Abi Dawud, sampai pada kata “anta al-awalu”.
Adapun riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah, maka seperti itu, kecuali lafaz: “Lunaskanlah hutang kami dan cukupilah kami dan jauhkan dari kemiskinan.”
“Ya Allah, Engkau ciptakan diriku dan engkau mematikannya. Engkaulah yang berkuasa mematikan dan menghidupkannya sewaktu-waktu. Jika Engkau mematikannya, maka ampunilah dia dan jika Engkau menghidupkannya, maka peliharalah dia sebagaimana Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang salih. Ya Allah, aku mohon kepadaMu maaf dan keselamatan dalam agama, dunia dan akhirat.”
(HR. Muslim dari Ibnu Umar)
“Ya Allah, bangunkanlah aku dalam saat yang paling aku sukai dan Jadikanlah aku sebagai pelaku amal yang paling Engkau sukai untuk mendekatkan aku kepada-Mu sedekat-dekatnya dan menjauhkan aku dari kemarahan-Mu sejauh-jauhnya. Aku memohon kepada-Mu hingga Engkau memberiku dan aku mohon ampun kepada-Mu hingga Engkau ampuni aku dan aku berdoa kepada-Mu hingga Engkau mengabulkannya bagiku.”
Kemudian bacalah ayat Kursi. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi bahwa siapa membacanya ketika hendak tidur, maka Allah mengamankannya atas dirinya, tetangganya dan rumah-rumah di sekitarnya. Demikian disebutkan dalam As-Siraajul Munir. Kemudian diteruskan dengan membaca ”Aamanaar rasuul” hingga akhir surah Al-Baqarah. Diriwayatkan dari Nabi bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari surah Al-Bagarah dalam suatu malam, maka kedua ayat itu akan melindunginya.” Asy-Syarbini menambahi, yakni dari ketidak-mampuan bangun malam atau dari segala yang menyedihkannya.
Diriwayatkan oleh Abu Bakar dari Ali bahwa ia berkata: “Tidaklah kulihat seorang yang berakal tidur sebelum membaca tiga ayat terakhir dari surah Al-Bagarah dan Al-Ikhlas tiga kali sebagaimana disebutkan oleh An-Nawawi dalam Al-Adzkar dan Al-Mu’ awwidzatain.”
Kemudian tiuplah dalam kedua tanganmu ketika membaca dan usaplah kepala, wajah dan bagian tubuhmu yang lain dan lakukan itu tiga kali. Kemudian bacalah surah Al-Mulk, dan ucapkanlah dalam keadaan terjaga:
“Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa lagi Maha Penakluk, Tuhan Penguasaa langit dan bumi dan segala yang terdapat di antara keduanya. Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Demikian diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dari Aisyah Hendaklah engkau tertidur dalam keadaan berzikir dan dalam keadaan suci.
Barangsiapa bersuci sebelum tidur, ruhnya dinaikkan ke Arsy dan ditulis sebagai orang yang salat hingga ia bangun dan mimpinya benar. Jika tidak tidur dalam keadaan suci, maka mimpi-mimpinya kacau dan tidak benar. Saya maksudkan dengan ini kesucian batin dan lahir sekaligus. Kesucian batin itulah yang berpengaruh dalam tersingkapnya tabir kegaiban. Apabila engkau bangun, maka kembalilah kepada apa yang saya beritahukan kepadamu pertama sekali dalam bab adab-adab di waktu bangun dan peliharalah tertib ini dalam sisa umurmu. Jika berat bagimu memeliharanya, maka sabarlah dengan kesabaran orang sakit yang menahan pahitnya obat sambil menunggu kesembuhan dan pikirkanlah umurmu yang pendek.
Jika engkau hidup seratus tahun misalnya, maka umur itu sedikit dibandingkan tinggalmu di negeri akhirat yang abadi.
Renungkanlah bagaimana engkau menanggung kepayahan dan kehinaan dalam mencari dunia selama sebulan atau setahun karena berharap bisa beristirahat dengan kenikmatan dunia itu selama 20 tahun misalnya. Mengapa engkau tidak sanggup menanggung kepayahan dengan mengamalkan wirid-wirid dalam masa yang sebentar dari hidupmu di dunia demi mengharapkan istirahat untuk selama-lamanya. Kenikmatan dunia dibanding pahala akhirat tidak ada artinya.
Janganlah engkau panjangkan angan-anganmu sehingga menjadi berat bagimu untuk beramal sementara kematian telah dekat.
Katakanlah dalam hatimu: Aku menanggung kepayahan hari ini dengan membaca wirid-wirid, karena boleh jadi aku mati nanti malam. Dan aku bersabar malam ini dengan menanggung pahitnya berjaga dalam melakukan ibadat, karena boleh jadi aku mati besok. Maka ibadat itu menjadi bekal bagiku di akhirat.
Sesungguhnya kematian tidak akan datang kepada seorang hamba dalam waktu yang telah ditentukan, tetapi ia kan datang sewaktu-waktu dalam setiap keadaan, baik keadaan sehat, sakit, lalai maupun ingat. Dan kematianpun tidak datang dalam umur tertentu, tetapi ia akan datang kepada anak kecil, pemuda maupun orang tua.
Maka kematian itu pasti menyerang dalam setiap keadaan sehingga persiapan untuk menghadapinya lebih patut daripada persiapan untuk mendapatkan kenikmatan dunia, sedangkan engkau tahu bahwa engkau tidak tinggal di dalamnya kecuali sebentar. Barangkali ajalmu hanya tinggal sehari atau sedetik, maka pikirkanlah serangan kematian ini dalam hatimu setiap hari.
Nabi bersabda: “Hadiah bagi orang mukmin adalah kematian.” Nabi mengatakan ini karena dunia adalah penjara bagi orang mukmin di mana ia bersusah payah dan mematahkan syahwat serta memerangi setannya. Maka kematian merupakan pembebasan baginya dari siksaan ini, sedangkan pembebasan itu adalah hadiah baginya.
Ar-Rabi bin Khaitsam berkata: ”Andaikata hatiku tidak mengingat kematian sesaat, niscaya rusaklah dia.”
Paksakan dirimu untuk sabar dalam mentaati Allah hari demi hari karena jika engkau bisa hidup selama 50 tahun misalnya, dan engkau memaksanya bersabar dalam mentaati Allah, niscaya nafsu itu putus asa dan menjadi sulit bagimu.
Maka jika engkau lakukan itu, engkau pun gembira di saat kematian dengan kegembiraan yang tak berakhir, setelah engkau melihat tempatmu di surga, karena engkau telah bersiap-siap untuk akhirat dengan beribadat dan membersihkan jiwa. Jika engkau menunda-nunda ketaatan dan menggampangkannya, maka datanglah kematian kepadamu secara mendadak dalam waktu yang tidak engkau sangka dan engkau pun menyesal dengan penyesalan yang tak berakhir. Amalan orang-orang di waktu malam berupa ibadat akan dipuji di pagi hari sebagaimana halnya orang-orang yang melakukan perjalanan malam akan terpuji di waktu pagi karena mempersingkat perjalanan.
Saat kematian adalah kabar yang jelas kepadamu, yakni gembira dengan mendapat rida Tuhan sekalian alam atau bersedih karena mendapat kemurkaan-Nya dan kamu akan mengetahui kabar tersebut setelah waktu tertentu, yakni setelah habis umurmu.
Setelah kami tunjukkan kepadamu tertib dari wirid-wirid, maka akan kami sebutkan bagimu cara salat dan puasa, adab-adabnya dan adab-adab imam, makmum dan salat Jumat.
Apabila selesai membersihkan kotoran di badan dan telah suci dari hadas tutuplah aurat dari pusat sampai ke lutut, berdirilah menghadap kiblat sambil merenggangkan kedua telapak kaki dan bacalah surah AnNaas untuk melindungi diri dari godaan setan.
Hadirkan hatimu dengan apa yang sedang engkau hadapi dan kosongkan dari rasa was-was dan ingatlah di hadapan siapa engkau berdiri dan bermunajat serta agungkanlah munajat itu dalam dirimu.
Hendaklah engkau merasa malu untuk bermunajat kepada Tuhanmu dengan hati yang lalai dan dada yang dipenuhi dengan urusan dunia serta keinginan-keinginan buruk, bukan memikirkan urusan akhirat seperti surga dan neraka. Ini adalah makruh pula sebagaimana di sebutkan oleh Ar-Ramli. Ketahuilah bahwa di saat engkau berdiri di hadapan Allah 48 Dia mengetahui isi hatimu dan melihat kepada hatimu. Bayangkan dalam salatmu bahwa surga ada di sebelah kananmu dan neraka di sebelah kirimu, karena jika hati sibuk mengingat akhirat, terputuslah rasa was-was darinya. Maka perumpamaan ini menjadi obat untuk menolak rasa waswas. Demikian disebutkan dalam Awaariful Ma’arif. Sesungguhnya Allah menerima dari salatmu sesuai dengan kadar kekhusyukan, ketundukanmu dan kerendahan diri serta doamu yang tulus. Ada yang mengatakan, salat itu terdiri dari empat bagian, yaitu kehadiran hati, penyaksian akal, ketundukan jiwa dan ketundukan anggota tubuh.
Kehadiran hati menyingkap tabir, penyaksian akal menghilangkan teguran, ketundukan jiwa membuka pintu-pintu dan ketundukan anggota tubuh mendatangkan pahala.
Maka siapa yang mengerjakan salat tanpa kehadiran hati, maka ia lengah. Dan siapa yang mengerjakannya tanpa penyaksian akal, maka ia lalai. Dan siapa yang mengerjakannya tanpa ketundukan jiwa, maka ia berdosa. Sedangkan siapa yang mengerjakannya tanpa ketundukan anggota tubuh, maka ia sia-sia. Barangsiapa menunaikannya sebagaimana digambarkan, maka ia adalah mushalli yang memenuhi kewajibannya. Demikian disebutkan dalam Awaari ul Ma’ari .
Diriwayatkan dalam khabar: “Tidaklah manusia mendapat dari salatnya kecuali apa yang ia pahami dari salatnya.” Dan telah diriwayatkan dalam khabar bahwa siapa yang khusyuk dalam salatnya, wajiblah surga baginya dan ia pun keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya. Beribadatlah kepada Allah dalam salatmu seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Jika hatimu tidak hadir dan anggota badanmu tidak tenang lantaran kurangnya pengetahuan terhadap kebesaran Allah , maka hadirkan dalam salat seorang salih dari pemuka keluargamu melihat kepadamu untuk mengetahui bagaimana salatmu. Saat itu hatimu hadir dan anggota-anggota tubuhmu akan tenang karena takut dikatakan salatmu kurang khusyuk.
Kemudian katakan dalam hatimu: “Hai diri yang buruk, engkau mengaku mengenal Allah dan mencintai-Nya. Tidakkah engkau merasa malu terhadap Pencipta dan Tuhanmu, karena engkau telah berbuat riya dalam salatmu dengan mengumpamakan seorang hamba yang hina melihatmu sedang ia tidak berkuasa membahayakanmu maupun memberimu manfaat, namun anggota badanmu tunduk dan salatmu menjadi baik. Engkau pun tahu bahwa Allah melihatmu sedang engkau tidak tunduk kepada kebesaran-Nya. Apakah Allah di sisimu lebih kecil dari pada salah seorang hamba-Nya.
Betapa besarnya kedurhakaan dan kebodohanmu dan betapa besar permusuhanmu terhadap dirimu, karena engkau menghormati seorang hamba yang hina dan tidak menghormati Allah , engkau takut kepada manusia dan tidak takut kepada Allah sedangkan engkau seharusnya lebih takut kepada-Nya.”
Obatilah hatimu dengan cara ini, barangkali hatimu hadir bersamamu dalam salatmu, karena engkau tidak mendapat dari salatmu, kecuali yang engkau perhatikan sepenuhnya. Adapun bacaan dan zikir yang engkau lakukan dalam keadaan lalai dan lupa, maka ia memerlukan istigfar dan kaftarat (tebusan), karena salatmu mengalami cacat. Khusyuk dalam salat, walaupun dalam sebagian darinya adalah wajib. Akan tetapi ia bukan syarat sahnya salat sebagaimana disebutkan oleh Ahmad Al-Bahrawi.
Jika hatimu hadir, maka janganlah tinggalkan iqamat meskipun sendirian, karena ia adalah untuk pembukaan salat. Jika engkau menunggu kehadiran jamaah, maka serukanlah azan dan iqamat. Pendapat ini bahwa azan tidak disunahkan bagi orang yang salat sendirian, ini berdasarkan mazhab yang lama, karena yang dimaksud dengan azan adalah pemberitahuan sedangkan hal itu tidak terdapat pada orang yang salat sendirian. Pendapat ini lemah.
Dalam mazhab baru azan disunahkan bagi orang yang salat sendirian dengan mengeraskan suara di dalam bangunan atau di padang luas, meskipun ia mendengar azan orang lain. Cukuplah dalam azannya bila ia memperdengarkan dirinya.
Lain halnya dengan azan untuk pemberitahuan. Apabila engkau menyerukan iqamat, maka niatkanlah tujuan salat sesuai dengan jenisnya. Ketahuilah bahwa istihdhar (menghadirkan salat) ada dua macam, hakiki dan urfi. Yang hakiki ialah menghadirkan bentuk salat secara terinci dengan menghadirkan salat yang dimaksud, setiap bagiannya. Sedangkan urfi ialah menghadirkan salat secara keseluruhan. Kemudian mugaranah ada dua macam, hakiki dan urfi. Hakiki ialah bila bertujuan mengerjakan salat yang di maksud, misalnya Zuhur, dan tidak melalaikannya dari permulaan takbir hingga akhirnya. Para ulama menukil dari Imam Asy-Syafi’i bahwa yang wajib menurutnya adalah istihdhar urfi disertai mugaranah hakiki. An-Nawawi memilih pendapat Imam Haramain, yaitu mencukupkan dengan mugaranah urfiah bersama istihdhar urfi. Ini adalah ringkasan pendapat yang disebutkan dalam Kasybun Nigaab leh Asy-Syeikh Ali bin Abdul Barr Al-Wanna’iy.
Selalu niatkan dalam hatimu setiap engkau akan salat sesuai dengan waktunya untuk membedakan dari yang qadha’ dan sunah serta dari waktu lainnya. Hendaklah makna-makna dari lafaz-Iafadz ini hadir dalam hatimu ketika engkau bertakbir dan pertahankan sampai akhir takbir supaya niatnya tidak lepas darimu sebelum selesai bertakbir, karena itulah yang wajib menurut Imam Asy-Syafi’i dan lebih sempurna menurut Imam Haramain.
Apabila semua itu sudah hadir dalam hatimu, maka angkatlah kedua tanganmu di waktu bertakbir sampai batas kedua pundakmu dengan kedua telapak tangan terbuka. Jangan merapatkan jari-jarimu dan jangan merenggangkannya, tetapi biarkan menurut apa adanya hingga kedua telapak tanganmu sejajar dengan kedua telingamu.
Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’. Akan tetapi Ibnu Hajar berkata seperti Syaikhul Islam, disunahkan membuka kedua telapak tangan dan merentangkan jari-jari serta merenggangkannya secara sedang.
Apabila kedua telapak tanganmu sudah berada tepat di tempatnya, maka bertakbirlah dengan menghadirkan niat yang lalu. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’.
Ibnu Hajar dan An-Nawawi berkata: ” Pendapat yang lebih sahih ialah bahwa yang lebih utama di waktu mengangkat tangan adalah bertepatan dengan permulaan takbir.”
Al-Wanna’iy berkata: “Dianjurkan mengakhiri takbir bersama meletakkan kedua tangan.”
Kemudian turunkan kedua tangan dengan perlahan dan jangan mendorong kedua tanganmu ketika mengangkat dan menurunkannya ke depan dengan keras maupun mengangkatnya dengan keras ke belakang ketika selesai bertakbir.
Dan jangan mengebaskannya ke kanan dan ke kiri, yakni bila engkau selesai bertakbir. Apabila engkau menurunkan kedua tanganmu, maka angkatlah lagi ke dadamu setelah menurunkannya. Muliakanlah tangan kanan dengan meletakkannya di atas tangan kiri dan bentangkan jari-jari tangan kanan sepanjang tangan kirimu dan peganglah pergelangan tangan kirimu dengan telapak tangan kananmu, sambil membaca, “Allah Maha Besar sebesar-besarnya dan segala puji yang banyak bagi Allah. Maha Suci Allah di waktu pagi dan petang. Kuhadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan urus dan berserah diri dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Sesungguhnya salatku, ibadatku, hidup dan matiku adalah bagi Allah Tuhan sekalian alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan dengan semua itu aku disuruh dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”
Jika engkau berada di belakang imam, maka ringkaslah dalam membaca doa iftitah karena takut tidak bisa membaca Al-Fatihah sebelum rukuknya imam.
Bacalah “A’udzu billahi min asy-syaithaanir rajiim” setiap mengawali membaca surah dengan suara pelan dalam setiap rakaat, karena taawud dianjurkan ketika hendak membaca surah.
Bacalah surah Al-Fatihah secara benar dan berusahalah sekuat tenaga untuk membedakan antara dhaad dan dhaa’ dalam bacaanmu di dalam salatmu dan ucapkanlah Amin, setelah membaca Al-Fatihah, karena separuhnya adalah doa. Maka dianjurkan kita memohon kepada Allah agar mengabulkannya, baik di dalam salat maupun di luarnya.
Akan tetapi lebih dianjurkan di dalam salat. Janganlah menyambung perkataan dengan kalimat sebelumnya, tetapi berhentilah sebentar di antara keduanya untuk membedakan zikir dari Al-Qur’an. Bacalah surah dengan suara keras dalam salat Subuh, Magrib dan Isya, yakni dalam dua rakaat pertama, kecuali bila menjadi makmum. Dan ucapkanlah Amin dengan suara keras dalam salat yang keras bacaannya, walaupun engkau sendirian.
Bacalah dalam salat Subuh surah-surah yang panjang dari AlMutashshal sesudah Al-Fatihah. Permulaan Al-Muf ashshal adalah surah Al-Hujuraat dan penghabisannya adalah surah An-Naba dan surahsurahnya yang panjang adalah seperti surah Al-Mursalaat.
Dan bacalah dalam salat Magrib surah-surah yang pendek, yaitu dari Adh-Dhuha hingga akhir Al-Qur an.
Dalam salat Zuhur, Asar dan Isya bacalah surah-surah yang sedang seperti Al-Buruuj dan yang hampir sama dengannya.
Dalam salat Subuh di hari Jumat bila waktunya luas, bacalah Alif Laam Miim Tanziil dalam rakaat pertama dan Al-Insaan dalam rakaat kedua. Jika salat Subuh di perjalanan bacalah Al-Kafirun dan Al-Ikhlash. Kedua surah ini dinamakan kemurnian ibadat dan agama sedang AlIkhlash untuk kemurnian tauhid.
Begitu pula salam dua rakaat fajar, thawaf dan tahiyyat serta di waktu membaca surah dianjurkan bagi imam, orang yang sendirian dan makmum yang tidak mendengar bacaan imamnya. Janganlah menyambung akhir surah dengan takbir rukuk, tetapi diamlah sebentar seperti lamanya ucapan Subhanallah. Disunahkan pula diam sebentar antara ucapan Amin dan surah yang dibacanya.
Jika ia tidak membacanya, maka di antara Amin dan rukuk. Dan disunahkan bagi imam untuk diam sesudah mengucapkan Amin dalam salat yang keras bacaannya sekadar pembacaan Al-Fatihah oleh makmum jika diketahuinya bahwa makmum membacanya di waktu diamnya.
Hendaklah di waktu berdiri engkau memandang ke tempat sujudmu, walaupun engkau salat di dalam Kakbah atau di belakang seorang nabi atau mensalati jenazah. Hal ini dilakukan sejak permulaan hingga akhir salat, karena lebih menyatukan dan lebih menghadirkan hati.
Apabila membaca tasyahud, maka disunahkan membatasi pandangannya pada jari telunjuknya selama terangkat setelah memberi isyarat dengannya: Illallah dalam tasyahud dan hendaklah membungkuk mengahadap kiblat. Hal itu berlangsung terus hingga berdiri dari tasyahud awal atau salam dalam tasyahud akhir.
Janganlah engkau menoleh ke kanan atau ke kiri dalam salatmu dan seandainya engkau bermaksud bermain dengan menoleh, maka batallah salatmu. Kemudian bertakbirlah untuk rukuk dan angkatlah kedua tanganmu bersama permulaan takbir dan jangan terus mengangkatnya sampai selesai sebagaimana disunahkan mengangkat kedua tangan dalam takbiratul ihram. Panjangkan takbirnya sampai selesai rukuk, kemudian letakkan kedua telapak tanganmu di atas kedua lututmu sementara jarijarimu terbuka sedikit menghadap kiblat sepanjang betis dengan lurus. Tegakkan kedua lututmu secara terpisah dan ulurkan punggung dan leher serta kepalamu dengan lurus seperti papan dan jauhkan kedua sikumu dari kedua lambungmu. Untuk wanita cukup merapatkan yang satu dengan yang lain.
Ucapkanlah “subhana robbiyal adhiim” tiga kali. Jika engkau sendirian, maka boleh ditambah hingga 27 kali.
Mengucapkan tasbih sekali telah menghasilkan sunah, tetapi makruh. Kemudian angkatlah kepalamu hingga engkau berdiri tegak dan angkatlah kedua tanganmu seraya mengucapkan “sami allahu liman hamidah”. Apabila engkau berdiri tegak, lepaskanlah kedua tanganmu dan ucapkanlah:
“Ya Tuhan kami, segala puji bagi-Mu sepenuh langit dan sepenuh bumi dan apa pun yang engkau kehendaki selam itu.”
Jika engkau mengerjakan salat Subuh, maka bacalah qunut dalam rakaat kedua sesudah bangkit dari rukuk. Ounut terwujud dengan setiap kalimat yang mengandung doa dan pujian kepada Allah. Akan tetapi yang paling utama adalah qunut Nabi , yaitu:
“Ya Allah, berilah aku perunjuk di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk dan berilah aku kesehatan di antara orang-orang yang Engkau beri kesehatan, pimpinlah aku di antara orang-orang yang Engkau pimpin, berkatilah dalam apa yang Engkau berikan dan lindungilah aku dari keburukan takdir-Mu. Sesungguhnya Engkaulah yang memutuskan dan tidak menerima keputusan. Sesungguhnya tidaklah hina siapa yang engkau cintai dan tidaklah mulia siapa yang engkau musuhi, Maha Suci Tuhan kami dan Maha Tinggi.”
Dianjurkan membaca sesudah ini:
Demikian disebutkan dalam Al-Adzkar.
Kemudian sujudlah sambil bertakbir, tanpa mengangkat kedua tangan dan letakkan lebih dulu kedua lututmu, kemudian kedua tanganmu, yakni kedua telapak tanganmu dalam keadaan terbuka, kemudian dahimu dalam keadaan terbuka dan letakkan hidungmu sejajar dengan dahi.
Wajib menempelkan dahi pada tempat sujud, sedang membuka anggota sujud yang selain itu adalah mandub dan kedua lutut adalah makruh sedangkan meninggalkan tertib dalam meletakkan anggotaanggota ini adalah makruh.
Jauhkanlah kedua sikumu dari lambungmu dan angkatlah perutmu di atas kedua pahamu, sedangkan wanita jangan melakukan itu. Dan letakkan kedua tanganmu di atas tanah sejajar dengan pundak sambil mengucapkan “subhana robbiyal a’laa” tiga kali atau tujuh kali atau sepuluh kali bilamana engkau berada sendirian.
Demikian pula bila engkau salat berjamaah dan sujud lama, karena di dalam sujud tidak boleh diam.
Adapun bagi seorang imam, maka jangan lebih dari tiga kali. Kemudian angkatlah kepalamu dari sujud seraya bertakbir tanpa mengangkat kedua tanganmu hingga engkau duduk tegak dan duduklah di atas tumit kakimu yang kiri dan tegakkan telapak kakimu yang kanan dan letakkan kedua telapak tanganmu di atas kedua pahamu dengan jarijari terbuka, jangan merapatkan maupun merenggang-kannya. Tidaklah mengapa bila terus meletakkan kedua telapak tangan di atas tanah hingga sujud yang kedua.
Ucapkanlah dalam keadaan duduk itu:
”ya Tuhanku, ampunilah aku, kasihanilah aku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk dan perbaikilah aku, berilah aku keselamatan dan maafkanlah aku. ”
Dalam .Al-Adzkar diriwayatkan oleh Baihagi dari Ibnu Abbas bahwa Nabi apabila mengangkat kepalanya dari sujud, beliau mengucapkan:
“Ya Tuhanku, ampunilah aku, kasihanilah aku, perbaikilah aku, angkatlah derajarku, berilah aku rezeki dan berilah aku perunjuk. Dalam riwayat Abi dawud: “Dan berilah aku keselamatan.”
Janganlah memanjangkan duduk ini, kecuali dalam salat tasbih. Kemudian sujudlah untuk kali yang kedua seperti itu, kemudian duduklah tegak sejenak untuk istirahat dalam setiap rakaat yang tidak ada tasyahud sesudahnya.
Tidaklah mengapa bila makmum ketinggalan dari imam lantaran duduk ini, karena hanya sebentar. Bahkan melakukannya pada waktu itu adalah sunah. Ini tidak disunahkan sesudah sujud tilawat.
Kemudian engkau berdiri dari sujud dan duduk istirahat dan engkau letakkan kedua tangan di atas tanah dengan bertumpu pada bagian bawah kedua telapak tanganmu dan jari-jarinya. Janganlah engkau majukan salah satu dari kedua kakimu di waktu bangkit dan mulailah mengucapkan takbir untuk bangkit ketika mendekati batas duduk istirahat dan panjangkan takbir itu hingga tengah-tengah kebangkitanmu untuk berdiri. Hendaknya duduk ini cepat sekali, maka tidak boleh memanjangkannya seperti duduk di antara dua sujud sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar. Duduk ini tidak disunahkan bagi orang yang duduk, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dan Ar-Ramli.
Kerjakanlah rakaat yang kedua seperti rakaat pertama, yakni dalam meletakkan kedua tangan di bawah dada, membaca Al-fatihah dan surah serta memusatkan pandangan pada tempat sujud. Ulangilah membaca taawud dalam permulaan berdiri, karena ia disunahkan untuk membaca surah dan jangan ulangi membaca doa iftitah.
Kemudian duduklah dalam rakaat kedua untuk membaca tasyahud pertama dan letakkan tangan kanan di waktu duduk tasyahud di atas paha kanan dengan jari-jari tergenggam, kecuali jari telunjuk dan ibu jarimu.
Bentangkan telunjuk kananmu dengan memiringkannya sedikit supaya tidak keluar dari arah kiblat engkau mengucapkan.” “Illallah”, bukan ketika mengucapkan: ”Laa ilaha.”
Dan letakkan tangan kiri dengan jari-jari terbentang di atas paha kiri dan duduklah di atas kakimu yang kiri dalam tasyahud ini seperti di antara dua sujud dan dalam tasyahud akhir duduk tawarruk (di atas paha).
Lengkapilah tasyahud akhir dengan doa yang terkenal di antara orang-orang yang diriwayatkan dari Rasulullah , sesudah membaca salawat untuk Nabi seperti:
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahanam dan siksa kubur, dari irnah di masa hidup dan sesudah mati serta kejahatan Al-Masih ad-Dajjal. Ya Allah, aku telah menganiaya diriku dengan penganiayaan yang banyak dan besar dan tiada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau. Maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan kasihanilah aku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Duduklah dalam tasyahud akhir di atas pantatmu yang kiri dan letakkan kakimu yang kiri di luar dari bawahmu dan tegakkan telapak kaki kanan. Kemudian setelah selesai membaca tasyahud, sambil menoleh ke kanan dan ke kiri ucapkanlah:
Tidaklah dianjurkan mengucapkan: wa barokaatuhu, karena bertentangan dengan yang masyhur dari Rasulullah meskipun telah disebutkan dalam sebuah riwayat oleh Abi Dawud. Demikian disebutkan dalam Al-Adzkar.
Pada kali pertama engkau menoleh hingga terlihat pipimu yang kanan dari belakangmu dan pada kali kedua hingga terlihat dari belakangmu pipimu yang kiri. Niatkanlah keluar dari salat dengan salam yang pertama dan niatkanlah salam bagi para malaikat dan muslimin dari golongan manusia dan jin. Dengan salam yang pertama engkau niatkan bagi siapa saja yang ada di sebelah kananmu dan dengan salam yang kedua bagi siapa saja yang ada di sebelah kirimu dan boleh engkau niatkan pula bagi yang di belakang dan di depanmu. Disunahkan menjawab oleh orang yang tidak salat dan tidak wajib menjawab karena salam itu untuk tahallul.
Ini adalah bentuk salat munfarid dan akan datang sifat salat jamaah yang melebihi sifat ini. Tiang salat adalah khusyuk dan kehadiran hati disertai bacaan dan zikir dengan pemahaman Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: “Setiap salat yang hati tidak hadir di dalamnya, maka ia lebih cepat mendapat hukuman.” Diceritakan dalam suatu hikayat: “Apabila engkau memasuki salat, maka berilah aku kekhusyukan dari hatimu dan ketundukan dari badanmu serta air mata dari matamu, karena sesungguhnya Aku adalah dekat,”
Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya hamba mengerjakan salat dan tidak ditulis baginya dari salat itu seperenam maupun sepersebuluhnya, tetapi ditulis bagi hamba itu dari salatnya sebanyak yang ia perhatikan darinya.”
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abi Hurairah bahwa apabila hamba mengerjakan salat di depan orang banyak dengan sebaik-baiknya dan mengerjakan salat tersembunyi dengan sebaikbaiknya, maka Allah berkata: Ini adalah hamba-Ku yang sejati. Maksudnya ialah apabila seorang hamba mengerjakan salat fardu atau sunah yang terlihat oleh banyak orang, lalu ia kerjakan salat itu dengan sebaik-baiknya dan melakukan apa yang dituntut dalam salat itu serta tidak bersikap riya dengannya atau mengerjakan salat yang tidak terlihat oleh seseorang dan mengerjakannya dengan baik dengan memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya sedang ia memenuhi perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, maka Allah memujinya dan menyiarkan pujian itu di antara para malaikat sehingga mereka mencintainya, kemudian ia dicintai oleh para penghuni bumi. Inilah hamba yang digambarkan sebagai hamba yang melakukan ketaatan. Maka ja adalah hamba sejati.
Seorang imam harus mengetahui adab-adabnya yang delapan.
Pertama, ia ringankan salat, yakni di waktu membaca surah, meskipun diriwayatkan bahwa Nabi membaca dalam salat Zuhur surah yang panjang dari jenis Al-Mufashshal hingga 30 ayat, dan membaca separuhnya dalam salat Asar dan membaca akhir Al-Mufashshal dalam salat Magrib.
Diriwayatkan bahwa dalam salat Magrib terakhir yang dikerjakan Rasulullah beliau membaca surah Al-Mursalat.
Ringkasnya adalah lebih utama meringankan salat, terutama apabila jamaahnya banyak.
Nabi bersabda:
“Apabila seseorang dari kamu mengimami orang banyak, maka hendaklah ia meringankan salatnya, karena di antara mereka ada yang lemah dan orang tua serta orang yang mempunyai keperluan. Apabila ia salat sendiri tak apalah ia memanjangkan sesuai keinginannya.”
Anas bin Malik pernah menjadi pelayan Rasulullah selama sepuluh tahun. Beliau berkata: “Tidak pernah aku salat di belakang seseorang imam yang salatnya lebih ringan dan lebih sempurna dari pada salat Rasulullah ”
Kedua, imam tidak bertakbir sebelum muazin menyelesaikan 1gamatnya dan selama saf-saf makmumnya belum lurus.
Maka hendaklah ia menoleh ke sebelah kanan dan sebelah kiri. Jika melihat penyimpangan, ia suruh orang-orang meluruskan saf.
Muazin mengakhirkan iqamat sesudah azan sekadar persiapan orangorang untuk menunaikan salat, karena Nabi $£, melarang menahan kentut dan kencing dan beliau menyuruh mendahulukan makan malam untuk mengosongkan hati.
Ketiga, imam bertakbir dengan suara keras sedang makmum tidak mengeraskan suaranya, kecuali sekadar yang terdengar olehnya.
Imam meniatkan imaman supaya mendapat keutamaan jamaah. Jika imam tidak berniat imaman, maka salatnya tetap sah begitu juga dengan makmumnya bila mereka berniat menjadikannya sebagai panutan dan mereka mendapat keutamaan sebagai makmum. Apabila makmum meninggalkan niat ini atau meragukannya dan mengikutinya dalam perbuatan atau salam selama mengikutinya, maka batallah salatnya karena ia menghentikan salat tanpa ada ikatan antara imam dan makmum.
Keempar, imam membaca doa iftitah dan taawud dengan suara pelan seperti munfarid (pada salat sendiri). Membaca Al-Fatihah dan surat dengan suara keras dalam kedua rakaat Subuh dan dua rakaat pertama dari Magrib dan Isya, begitu pula munfarid. Imam mengucapkan amin dengan suara keras dalam salat yang keras bacaannya dan begitu pula makmumnya, baik jamaahnya sedikit atau banyak. Begitu pula ucapan amin itu untuk bacaan imamnya, bukan untuk bacaannya sendiri.
Tidaklah disunahkan membaca amin oleh makmum untuk bacaan dalam salat yang pelan bacaannya, meskipun imam mengeraskan bacaannya. Makmum mengucapkan amin serentak dengan ucapan amin imamnya, bukan sesudah dan sebelumnya. Tidak ada dalam salat suatu tempat di mana dianjurkan ucapan serentak oleh makmum dan imam, melainkan dalam ucapan amin. Adapun dalam perkataan-perkataan lainnya, maka hendaklah perkataan makmum diucapkan sesudah perkataan imam.
Kelima, sesudah membaca Al-Fatihah hendaknya imam diam sejenak supaya kembali nafasnya dan makmum membaca Al-Fatihah dalam salat yang keras bacaannya (jahriyah) dalam diamnya ini.
Diamnya imam selama ini adalah supaya makmum bisa mendengarkan pembacaan surat oleh imam. Makmum tidak membaca surat dalam salat jahriyah kecuali bila ia tidak mendengar suara imam karena sesuatu hal seperti jauh atau tuli atau mendengar suara yang tidak dipahami atau membaca dengan suara pelan di depannya, walaupun dalam salat jahriyah. Maka boleh ia membaca sebuah surah atau lebih hingga imam rukuk, karena salat itu tidak ada diamnya, kecuali yang disyariatkan.
Keenam, imam tidak melebihi dari tiga kali ketika membaca tasbih dalam rukuk dan sujudnya.
Diriwayatkan bahwa ketika Anas bin Malik salat di belakang Umar bin Abdul Aziz yang menjadi Amir di Madinah, ia berkata: “Tidak pernah aku salat di belakang seseorang yang salatnya lebih menyerupai Rasulullah dari pada pemuda ini.” Kami bertasbih di belakangnya sepuluh kali dan itu adalah baik.
Akan tetapi tiga kali itu bila jamaahnya lebih banyak. Maka hal itu lebih baik. Bilamana yang hadir adalah orang-orang yang hanya memusatkan perhatiannya pada agama, maka tidaklah mengapa bertasbih sepuluh kali. Ini adalah cara menggabungkan riwayat ini. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya”.
Ketujuh, imam tidak menambahi setelah mengucapkan Allahumma sholli ‘ala Muhammad dalam tasyahud awal.
Adapun makmum, maka disunahkan baginya berdoa setelah selesai membaca tasyahud dan salawat atas Nabi sebelum imam.
Kedelapan, imam membatasi dalam dua rakaat terakhir pada AlFatihah, demikian pula munfarid.
Adapun makmum, maka disunahkan baginya membaca surat dalam rakaat ketiga dan keempat bila selesai dari membaca Al-Fatihah sebelum imam rukuk, karena tiada arti bagi diamnya.
Janganlah imam memanjangkan bacaan terhadap para makmum dan Jangan lebihkan doanya dalam tasyahud akhir dari tasyahud dan salawat atas Rasulullah Akan tetapi yang lebih utama adalah doanya kurang dari kedua bacaan itu, karena doa mengikuti keduanya dan dihukum makruh atas imam bila melebihkan doanya dari kedua bukaan itu. Akan tetapi hal itu tidak menjadi masalah bagi lainnya.
Ketika mengucapkan salam, imam berniat memberi salam kepada para makmum dan para makmum berniat menjawabnya dengan ucapan salam mereka di samping niat tahallul.
Disunahkan bagi makmum untuk tidak mengucapkan salam sampai imam selesai dari mengucapkan kedua salamnya.
Andaikata sunahnya ditinggalkan dengan mengucapkan salam sebelum salam yang kedua dari imamnya, maka disunahkan bagi imam untuk menjawabnya. Hendaklah imam tinggal sebentar sesudah selesai mengucapkan salam. Dalam kabar disebutkan bahwa Nabi , tidak duduk, kecuali sekadar mengucapkan:
“Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan dan dari Engkau berasal keselamatan. Maha Suci Engkau wahai Tuhan yang memiliki keagungan dan kemuliaan.”
Imam menghadapkan wajahnya kepada Orang-Orang dan yang lebih utama menjadikan sebelah kanannya menghadap orang-orang dan sebelah kirinya menghadap mihrab untuk mengikuti sunah Nabi , di luar masjid Nabi Adapun di dalam masjidnya, maka ia hadapkan sisi kanannya kepadanya demi sopan santun terhadap Nabi
Menurut Abi Hanifah: “Ta hadapkan wajahnya kepada mereka”, sebagaimana dikatakan oleh Athiyah dan Al-Bujairami.
Janganlah menoleh bila di belakangnya ada orang-orang perempuan. Biarlah mereka pergi lebih dulu. Disunahkan bagi mereka pergi sesudah imam memberi salam, karena percampuran dengan mereka bisa menimbulkan fitnah. Janganlah seseorang makmum berdiri sebelum imam berdiri, karena berdirinya makmum sebelum imam beranjak adalah makruh. Imam berpindah dari tempat salam ke tempat lain, walaupun di tengah masjid atau dari bagian masjid atau ke jalan yang diinginkannya di sebelah kanan atau sebelah kirinya sedangkan sebelah kanan lebih disukai.
Janganlah imam mengkhususkan doa bagi dirinya dalam qunut Subuh. Maka Janganlah ia katakan: “Allahumma ihdini?” (Ya Allah, berilah aku petunjuk), tetapi ia katakan: “Allahumma ihdinaa” (Ya Allah, berilah kami petunjuk).
Demikianlah berdasarkan kabar yang diriwayatkan oleh Tirmidzi: “Janganlah seseorang mengimami orang-orang, tetapi mengkhususkan doa bagi dirinya tanpa mereka. Jika ia lakukan, maka ia telah mengkhianati mereka.” Yakni telah mengurangi pahala mereka dengan menghilangkan apa yang dibutuhkan bagi mereka. Maka hal itu tidak disukai. Adapun nash yang menyebutkan doa bagi diri sendiri, maka itu adalah di luar qunut. Imam membaca qunut dengan suara keras, walaupun dalam salat yang pelan bacaannya menurut mazhab yang sahih. Para makmum mengucapkan Amin dengan suara keras bila mereka mendengar qunut imam, apabila mereka tidak mendengarnya, maka mereka baca qunut dengan suara pelan.
Mereka tidak perlu mengangkat tangan, karena tidak ada dasarnya dalam kabar-kabar. Pendapat ini lemah.
Akan tetapi yang shahih adalah disunahkan mengangkat kedua tangan dalam seluruh qunut dan mengucapkan salawat dan salam sesudahnya.
Telah diriwayatkan hadis mengenai mengangkat tangan di waktu qunut. Tidaklah disunahkan mengusap kedua tangan sesudahnya dalam salat dan dianjurkan diluarnya.
Makmum membaca sisa qunut sejak perkataannya:
Dengan suara pelan dan ia adalah pujian. Maka tidaklah patut baginya mengucapkan amin, tetapi ia baca bersama imam dan mengucapkan seperti perkataannya dan itu lebih utama. Atau ia katakan: Balaa wa anaa alaa dzalika min asy-syaahidin atau ia katakan: Asyhadu atau ia diam sambil mendengarkan imamnya.
Makmum mengucapkan amin sesudahnya mengucapkan salawat untuk Nabi , berdasarkan pendapat yang kuat, karena ia adalah doa.
Janganlah makmum berdiri sendirian di luar saf, tetapi hendaklah ia masuk dalam saf bila tidak ada halangan atau menarik orang lain kesampingnya dan berdiri bersamanya agar keluar dari perselisihan mengenai batalnya salat sendirian di belakang saf. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Ibnul Mundziir, Ibnu Khuzaimah dan Al-Humaidi.
Ketahuilan bahwa syarat-syarat menjadi seorang imam ada enambelas.
- Tamyiz, 2. Berakal, 3. Islam, 4. Laki-laki bila mengimami orang lelaki atau banci, 5. Ia harus seorang mukallaf bilamana menjadi imam Jumat dan termasuk empat puluh orang, 6. Tidak ada keharusan mengulangi salat seperti orang yang bertayamum karena dingin atu karena tidak ada air di tempat yang besar dugaan adanya air di situ, 7. Ia tidak boleh bertindak sembarangan tanpa ijtihad jika ia memerlukannya mengenai bejana atau baju atau kiblat. Salat semacam itu adalah batal dan harus diulang, 8. Mengetahui cara salat, 9. Tidak salah ucap sehingga merusak makna di waktu membaca Al-Fatihah, 10. Tidak bisu, meskipun makmumnya bisu pula, 11. Bukan seorang yang ummi, yaitu tidak bisa membaca Al-Fatihah dengan baik sedang makmumnya pandai membaca, 12. Ia tidak boleh mengikuti lainnya, 13. Bukan pelaku bid’ah yang bisa dikafirkan, 14. Perbuatan-perbuatannya harus jelas bagi makmum supaya bisa mengikutinya, 15. Berkumpulnya syarat-syarat salat pada imam secara yakin atau dugaan taharah, menutup aurat dan menjauhi najasah yang tidak dimaafkan, 16. Berniat imaman dalam salat yang wajib niat itu di dalamnya, yaitu Jumat dan salat muakkadah (salat yang diulang) dan salat yang dijamak karena hujan dan yang dinazarkan secara jamaah seperti salat led dan semacamnya, misalnya seseorang yang bernazar untuk mengerjakan salat itu secara jamaah, kemudian ia salat sebagai imam, maka wajiblah niat imaman.
Tidaklah patut makmum mendahului imam dalam perbuatan| perbuatannya atau menyamainya, tetapi ia harus berada di belakangnya dan tidak bergerak untuk rukuk, kecuali bila imam sudah rukuk dan tidak bergerak untuk sujud, selama dahi imam belum menyentuh tanah. Ketahuilah bahwa syarat-syarat makmum ada sembilan.
- Mengikuti imamnya dalam semua perbuatannya. Maka ia tidak boleh mendahuluinya dengan dua rukun fi’li (perbuatan) walaupun sebentar dengan sengaja sedang ia mengetahui pengharamannya dan tidak ketinggalan dua rukun fi’li tanpa alasan, 2. Niat mengikuti imam atau jamaah atau menjadi makmum secara mutlak selain salat Jumat, karena mengikuti imam adalah perbuatan sengaja sehingga memerlukanniat. Begitu juga dengan salat Jumat, atau semua salat yang dikerjakan secara berjamaah, 3. Kesesuaian makmum dengan imamnya dalam sunah-sunah yang pelanggarannya merupakan kesalahan besar di waktu melakukan dan meninggalkannya seperti sujud tilawat, 4. Meyakini kedahuluan imamnya atas semua perbuatannya, 5. Mengetahui perpindahan-perpindahan dalam semua perbuatan imam supaya bisa mengikutinya, 6. Tidak boleh mendahului imam dalam perbuatannya, 7. Tidak meyakini kebatalan salat imamnya. Andaikata makmum bermazhab Syafi’i ragu mengenai perbuatan yang wajib pada makmum bermazhab Hanafi misalnya, maka hal itu tidak berpengaruh pada keabsahan untuk terus mengikuti imam yang demi berbaik sangka dalam menghindari perselisihan. Andaikata makmum bermazhab Syafi’i mengetahui imam tidak membaca basmalah, maka tidak sah ia mengikutinya, meskipun imam yang diikutinya adalah seorang imam yang agung. Demikian dikatakan oleh Muhammad As-Samanudi, 8. Berkumpulnya imam dan makmum di satu tempat, 9. Kesesuaian antara bentuk salat imam dan makmum dalam perbuatanperbuatan nyata.
Ketahuilah bahwa hari Jumat adalah hari raya Orang-orang mukmin. Salat Jumat adalah salat yang paling utama dan harinya adalah hari yang paling utama.
Hari Jumat lebih besar di sisi Allah dari pada hari raya Fitri dan Adha. Adapun hari Arafah, maka ia lebih utama darinya dan ini berbeda dengan imam Ahmad.
Jumat adalah hari yang mulia, Allah mengkhususkan umat ini dengannya. Dalam khabar disebutkan bahwa dalam setiap Jumat Allah membebaskan 600.000 orang dari api neraka. Nabi bersabda: “Barangsiapa mati pada hari Jumat atau malam Jumat, ditulis baginya pahala orang yang mati syahid dan dilindungi dari fitnah kubur.”
Di hari Jumat terdapat saat yang disembunyikan Allah di dalamnya. Tidaklah seorang hamba muslim mendapatinya dan memohon sesuatu keperluan kepada Allah di saat itu, melainkan Allah memberikannya kepadanya. Sebagian dari mereka mengatakan, waktu ijabah itu ada di akhir siang, karena Allah menciptakan Adam sesudah Asar pada hari Jumat dan karena sumpah menjadi berat sesudah Asar hari Jumat.
Oadhi Iyadh berkata: Waktu ijabah itu hanya sebentar dan terbatas antara duduknya imam di atas mimbar hingga ia memberi salam dari salat, yakni tidak keluar dari waktu itu.
Bukanlah yang dimaksud bahwa waktu itu meliputi seluruh waktu antara duduknya imam dan akhir salat, karena ia adalah waktu yang sedikit.
Kemudian pengarang menyebutkan di sini bahwa adab-adab Jumat ada tujuh.
Pertama, bersiap untuk menyambut Jumat sejak hari Kamis dengan membersihkan baju dan menyiapkan wangi-wangian, banyak mengucapkan tasbih dan istigfar pada sore hari Kamis, karena ia adalah saat yang keutamaannya menyamai keutamaan pada hari Jumat.
Seorang ulama salaf berkata: “Sesungguhnya Allah mempunyai karunia selain rezeki untuk para hamba. Dia tidak memberikan karunia itu, kecuali kepada siapa yang memintanya pada sore hari Kamis dan siang hari Jumat.”
Berniatlah puasa hari Jumat, tetapi bersama Kamis atau Sabtu, karena tidak boleh pada hari Jumat saja.
Nabi berkata:
“Janganlah seseorang puasa pada hari Jumat, kecuali bila berpuasa pada hari sebelumnya atau berpuasa sesudahnya.” (HR. Syaikhain)
Nabi bersabda: “Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu, kecuali puasa yang diwajibkan atasmu.”
Kedua, apabila tiba waktu Subuh, maka mandilah, karena waktu mandi Jumat masuk dengan masuknya waktu Subuh.
Jika engkau tidak pergi ke masjid di awal waktu, maka sebaiknya engkau mandi di saat hendak berangkat ke masjid supaya kebersihanmu lebih dekat waktunya.
Mandi di hari Jumat sangat dianjurkan bagi setiap orang yang sudah baligh, tetapi tidak wajib berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abi Dawud dan lainnya:
“Barangsiapa berwudu pada hari Jumat, maka ia sudah berbuat benar dan baik. Dan siapa yang mandi, maka mandi lebih utama.”
Kemudian berhiaslah dengan memakai baju putih. Baju putih adalah baju terbaik di setiap zaman di mana tidak ada uzur sebagaimana dikatakan oleh pengarang. Karena ia adalah baju yang paling disukai Allah Nabi bersabda:
“Pakailah baju putih, karena ia adalah bajumu yang terbaik. Dan kafanilah mayitmu dengan baju itu.” (HR. Tirmidzi)
Pakailah minyak wangi yang paling harum yang engkau miliki.
Sebaik-baiknya minyak wangi bagi laki-laki adalah yang semerbak baunya dan tersembunyi warnanya sedangkan sebaik-baik minyak wangi bagi perempuan adalah yang nampak warnanya dan samar baunya.
Ketiga, bersihkan badanmu dengan mencukur bulu ketiak dan bulu kemaluan serta menggunting kumis hingga tampak bibirnya, tetapi dihukum makruh menghabiskannya.
Disunahkan menggunting kuku. Yang paling utama dalam menggunting kuku pada kedua tangan adalah memulai pada yang kanan dengan jari telunjuk hingga jari kelingking berturut-turut dan menyudahinya dengan ibu jari. Pada tangan kirinya ia mulai dengan jari kelingking dan menyudahinya dengan ibu jari secara berturut-turut. Pada kedua kaki ia mulai dari kelingking kaki kanan hingga kelingking kaki kiri secara berturut-turut.
Disunahkan pula bersiwak dan melakukan berbagai macam kebersihan lainnya serta mengharumkan bau. Yang paling utama adalah dengan misik, kecuali bila engkau dalam keadaan ihram sehingga wajib meninggalkannya atau dalam keadaan puasa sehingga dihukum makruh memakai minyak wangi. Imam Asy-Syaffi berkata: “Barangsiapa membersihkan bajunya sedikitlah kesusahannya. Dan siapa yang harum baunya, bertambahlah pemahamannya.”
Keempat, pergilah ke masjid pada awal waktu. Ini adalah sunah bagi selain imam dan khatib. Adapun imam, maka disunahkan baginya mengakhirkan hingga waktu khutbah. Berjalanlah dengan pelan dan tenang menuju masjid tanpa bermain-main dan selalu bersikap sopan. Nabi , bersabda: “Barangsiapa pergi ke masjid untuk menunaikan salat Jumat dalam saat pertama, maka seakan-akan ia mengorbankan seekor unta. Dan siapa yang berangkat ke masjid dalam saat kedua, maka seakanakan ia mengorbankan seekor sapi. Dan siapa yang berangkat dalam saat ketiga, seakan-akan ia mengorbankan seekor domba yang besar tanduknya. Dan siapa yang berangkat dalam saat keempat, seakan-akan ia mengorbankan seekor ayam, sedangkan siapa yang berangkat dalam saat kelima seakan-akan mengorbankan sebutir telur. Apabila imam sudah masuk untuk naik mimbar, maka lembaran-lembaran di lipat dan penapena di angkat. Para malaikat berkumpul di dekat mimbar mendengarkan khutbah.”
Dalam sebuah riwayat, saat keempat seekor itik, dan saat kelima seekor ayam. Dalam riwayat An-Nasa’i, dalam saat kelima seperti orang yang menyembelih korban seekor burung. Dan saat keenam seperti menghadiahkan sebutir telur.
Ibnu Hajar berkata: “Yang dimaksud ialah waktu antara fajar dan naiknya khatib ke atas mimbar terbagi menjadi enam bagian yang sama, baik harinya panjang maupun pendek.”
Menurut riwayat, kedekatan para hamba di waktu memandang wajah Allah adalah sesuai dengaan keberangkatan mereka di awal-awal waktu untuk menunaikan salat Jumat. Nabi bersabda: “Tiga perkara yang andaikata Orang-orang mengetahui keutamaan yang terdapat di dalamnya, niscaya mereka memacu unta untuk mencarinya, yaitu azan, saf pertama dan pergi di awal waktu untuk menunaikan salat Jumat.”
Ahmaad bin Hanbal berkata: “Yang paling utama dari semua itu adalah berangkat di awal waktu untuk menunaikan salat Jumat.”
Diriwayatkan dalam kabar: “Pada hari Jumat para malaikat duduk di pintu-pintu masjid dengan membawa kitab-kitab dari perak di tangan dan pena dari emas. Mereka menulis siapa yang datang pertama, lalu yang pertama sesuai dengan tingkatan-tingkatan mereka.”
Kelima, disebutkan dengan perkataannya, apabila engkau telah memasuki masjid maka carilah saf pertama karena keutamaannya banyak. Ini adalah bila tidak melakukan kemungkaran di depan khatib dan tidak melangkahi pundak orang-orang.
Said bin Amir berkata:” Aku salat di samping Abi Darda kemudian ia terus mundur dalam saf-saf hingga kami berada di saf terakhir. Setelah selesai salat, aku berkata: Bukankah dikatakan: Saf pertama yang terbaik adalah pemulaannya?”
Abi Darda’ menjawab: ”Benar, akan tetapi umat ini mendapat rahmat dan diperhatikan di antara umat-umat. Maka apabila Allah memandang kepada seorang hamba di dalam salat, diampunilah dosanya dan orang-orang yang berada di belakangnya.”
Sesungguhnya aku mundur karena berharap Allah akan mengampuni dosaku dengan sebab salah seorang dari mereka yang Allah memandang kepadanya. Maka siapa yang mundur dari saf pertama dengan niat ini karena mengutamakan orang lain dan menampakkan akhlak yang baik, maka ia lebih utama dan sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya.
Keenam, apabila orang-orang berkumpul, maka janganlah engkau melangkahi pundak-pundak mereka.
Adapun melewati saf-saf untuk mencapai saf terdepan misalnya bukanlah termasuk melangkahi pundak-pundak, tetapi menyibak saf bila tidak terdapat celah di dalam saf-saf itu untuk berjalan.
Melangkahi pundak-pundak hukumnya sangat makruh, karena Nabi melihat seorang lelaki melangkahi pundak orang-orang, lalu berkata kepadanya: “Duduklah, engkau telah mengganggu orang karena datang terlambat.” Larangan ini tidak menunjukkan keharaman, karena gangguan disini untuk suatu tujuan sebagaimana disebutkan oleh Al-Bujairami.
Ketujuh, janganlah engkau lewat di depan mereka di saat mereka sedang salat.
Nabi , bersabda: “Andaikata orang yang lewat di depan orang yang sedang salat mengetahui dosa yang menimpanya, niscaya ia lebih baik berdiri empat puluh (hariltahun) dari pada lewat di depannya.”
Duduklah di dekat dinding atau tiang supaya mereka tidak lewat di depanmu. Jika tidak menemukan tiang, maka letakkanlah sesuatu di depanmu sebagai tanda batas.
Janganlah engkau duduk hingga engkau kerjakan salat tahiyyat masjid. Yang lebih baik adalah engkau kerjakaan salat empat rakaat dengan satu salam. Karena salat tahiyyat masjid hanyalah dengan satu salam walaupun seratus rakaat sebagaimana dikatakan oleh Al-Fasyani. Dalam setiap rakaat engkau bacaa sesudah Al-Fatihah surah AlIkhlash sebanyak 50 kali. Maka surah Al-Ikhlash dalam empat rakaat itu berjumlah 200 kali. Diriwayatkan dalam kabar bahwa siapa yang melakukan itu, ia pun tidak mati sebelum melihat tempatnya di surga atau ditunjukkan kepadanya.
Janganlah engkau tinggalkan tahiyyat masjid, meskipun imam sedang berkhutbah. Akan tetapi pada saat itu engkau harus meringankannya dengan hanya mengerjakan dua rakaat saja dan membaca yang wajib saja. Juga tidak dibolehkan bagi salah seorang yang hadir salat selain tahiyyat setelah khatib duduk, meskipun ia tidak mendengar khatib. Andaikata ia masuk masjid di akhir khutbah, maka jika besar dugaannya bahwa apabila ia kerjakan salat dua rakaat yang ringan, ia akan ketinggalan takbiratul ihram bersama imam, tidaklah disunahkan tahiyyat baginya, tetapi berdiri hingga diserukan iqamat dan janganlah ia duduk supaya ia tidak duduk di masjid sebelum mengerjakan tahiyyat.
Termasuk sunah adalah engkau baca dalam empat rakaat surah AlAn’aam, Al-Kahfi, Thaahaa dan Yaa-Siin.
Dalam Al-ihya’ disebutkan anjuran mengerjakan salat ini dengan membaca surah-surah ini dihari ini atau di waktu malamnya. Jika tidak mampu, maka engkau baca surah Yaa-Siin, Ad-Dukhan, Alif Laam Miim As-Sajdah dan surah Al-Mulk.
Janganlah engkau tinggalkan pembacaan surah-surah ini di malam Jumat, karena di dalamnya terdapat keutamaan yang banyak.
Menurut riwayat: “Barangsiapa membaca surah Al-An’aam, ia pun terpelihara agamanya dan mendapat rezeki yang baik serta dikaruniai keberuntungan dalam dunia dan akhiratnya.
Nabi , bersabda: “Barangsiapa membaca surah Al-Kahfi pada malam Jumat atau siang hari Jumat, ia diberi cahaya dari tempat ia membacanya sampai ke Mahsyar dan diampuni dosanya sampai Jumat berikutnya, ditambah tiga hari, didoakan oleh 70.000 malaikat sampai pagi dan dilindungi dari dabiilah (semacam penyakit perut yang sangat keras atau jantung), radang paru, lepra, belang dan fitnah Dajjal.”
Nabi , bersabda: “Tidaklah penghuni surga membaca Al-Quran, kecuali Yaa-Siin dan Ihaahaa.”
Menurut riwayat: Barangsiapa membaca surah Ihaahaa ia pun menyukai salat malam dan melakukan kebaikan serta menyukai pergaulan dengan para ahli agama. Dan siapa yang membaca surah Yaa-Siin, maka agamanya menjadi kuat. Diriwayatkan dari Ubaiy bin Ka’ab bahwa Nabi bersabda: “Barangsiapa membaca surah Alif Laam Miim Tanzil, ia diberi pahala seperti orang yang menghidupkan malam Oodar.”
Menurut riwayat: “Barangsiapa membaca surah As-Sajdah, ia pun kuat tauhidnya dan selamat keyakinannya.” Nabi bersabda:
“Barangsiapa membaca Haa Mim Ad-Dukhan pada malam Jumat atau hari Jumat, maka Allah membangun baginya sebuah rumah di surga.”
Menurut riwayat: “Barangsiapa membaca surah Al-Mulk, Allah nemberinya kebaikan dunia dan akhirat, harta milik dan kekayaannya menjadi banyak.”
Barangsiapa tidak bisa melakukan itu dengan baik, hendaklah ia banyak membaca surah Al-Ihklash dan banyak mengucapkan salawat untuk Nabi pada hari ini secara khusus dan banyak membaca surah Al-Kahfi. Al-Wanna’iy berkata: “Sedikitnya salawat atas Nabi adalah 300 kali di waktu malam dan 300 kali di waktu siang.”
Sedikitnya membaca surah Al-Kahfi adalah tiga kali dan membacanya di siang hari lebih utama, yang paling utama adalah sesudah Subuh.
Begitu khatib naik mimbar hentikanlah salat dan pembicaraan dan jawablah muazin, kemudian dengarkanlah khutbah dan ambillah pelajaran darinya. Al-Wanna’iy berkata: “Ketika khatib sudah berada di atas mimbar, maka seseorang yang salat harus meringankan bacaannya guna mendengar nasihat khatib. Akan tetapi memulai salat sebelum khatib duduk dan sesudah ia mulai naik tidaklah diharamkan.”
Adapun sesudah ia duduk, maka diharamkan. Salat tidak dikerjakan sama sekali, kecuali dua rakaat tahiyyat berdasarkan ijma’ sebagaimana disebutkan dalam Haasyiyah Al-Iqma. Janganlah bicara sama sekali di waktu imam menyampaikan khutbah.
Dalam khabar disebutkan bahwa siapa yang mengatakan kepada temannya: “Diamlah, maka ia pun telah berbuat dosa dan siapa yang berdosa tiada pahala Jumat baginya.” Maka patutlah ia melarang orang lain dengan isyarat, bukan dengan lafaz. Dalam mazhab jadid (baru) tidak diharamkan bicara di waktu khutbah, tetapi dihukum makruh.
Diam di saat imam menyampaikan khutbah adalah sunah. Yang di maksud dengaan perkataan Al-Laaghwi dalam khabar yang masyhur adalah menyalahi sunah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar. Yang dimaksud dengan perkataan: “Tiada Jumat baginya adalah tidak sempurna Jumatnya, bukan tidak sah Jumatnya.” Dalam mazhab godim (lama) diharamkan bicara pada waktu itu seperti imam-imam yang tiga dan wajib diam.
Al-Bujairami berkata: “Tidaklah dikatakan makruh berbicara sebelum khutbah dan sesudahnya dan di antara dua khutbah, walaupun tanpa keperluan. Kemudian ikutilah apa yang dilakukan imam dalam salat Jumat. Apabila engkau mendengar bacaan imam, maka janganlah membaca selain Al-Fatihah.
Apabila engkau selesai dari salat Jumat dan memberi salam, maka bacalah Al-Fatihah sebelum bicara tujuh kali, Al-Ikhlash tujuh kali dan Al-Mw’awwidzatain masing-masing tujuh kali.
Surah-surah tersebut melindungimu dari bahaya sejak hari Jumat itu hingga hari Jumat berikutnya dan menjadi pelindung bagimu dari gangguan setan sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dari Aisyah dari Rasulullah akan tetapi tanpa Al-Fatihah.
Diriwayatkan oleh Al-Hafidh Al-Mundzini dari Anas bahwa nabi , bersabda:
“Barangsiapa membaca setelah imam memberi salam pada hari Jumat sebelum melipat kakinya Al-Fatihah dan Qul huwallahu Ahad serta Al-Mu’aumridzatain masing-masing tujuh kali, diampunilah dosanya yang terdahulu dan yang kemudian dan ia diberi pahala sebanyak orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya.” Ucapkanlah empat kali sesudah salam dari salat Jumat sebagaimana diriwayatkan dari Ad-Dimyari dari Abi Thalib Al-Makki sebagaimana lisebutkan dalam Al-Ihya’.
”Ya Allah, Ya Tuhan Yang Maha Kaya, Ya Tuhan Yang Maha Terpuji, Ya Tuhan Yang Memulai Penciptaan, Ya Tuhan Yang Mengulangi Penciptaan, Ya Tuhan Yang Maha Pengasih, Ya Tuhan Yang Maha Penyayang,
cukupilah aku dengan segala yang engkau halaikan dan jauhkanlah aku dari segala yang Engkau haramkan. Cukupilah aku dengan mentaati-Mu daanjauhkan aku dari bermaksiat kepada-Mu serta cukupilah aku dengan karunia-Mu tanpa membutuhkan selain Engkau.”
Menurut riwayat: “Barangsiapa yang terus membaca doa ini, Allah mencukupiny a hingga tidak membutuhkan makhluk-Nya dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak disangkanya.”
Kemudian kerjakan salat dua rakaat sesudah Jumat sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Umar atau empat rakaa’at sebagaimana diriwayatkan oleh Abi Hurairah atau enam rakaat sebagaimana diriwayatkaan oleh Ali dan Abdullah bin Abbas masing-masing dua rakaat dan perkataan ini tidak disebutkan dalam Al-Ihya’
Semua itu, yakni keterangan jumlah dua rakaat empat dan enam rakaat itu diriwayatkan dari Rasulullah dalam berbagai keadaan.
Nabi , bersabda:
”Barangsiapa di antara kamu salat sesudah Jumat, hendaklah ia salat empat rakaat.”
Dalam sebuah riwayat Muslim:
“Apabila seseorang dari kamu selesai mengerjakan salat Jumat hendaklah ia salat sesudahnya empat rakaat.”
Al-Barkawi berkata mengenai makna hadis ini: Hai para mukallaf, barangsiapa di antara kamu yang ingin menunaikan salat sesudah menunaikan fardu Jumat, hendaklah ia salat empat raka’aat dengan satu malam.
Hadis ini menunjukkan bahwa yang muakkad dari keenam rakaat ini sehabis salat Jumat adalah empat rakaat.
Ini adalah pendapat Abi Hanifah dan Muhammad dan Asy-Syafi’i dalam satu pendapat. Menurut Abi Yusuf: Yang sunah muakkadah sesudah salat Jumat adalah enam rakaat. Empat rakaat sunah Jumat dan dua sunah waktu.
Yang lebih utama adalah salat empat rakaat, kemudian dua rakaat. Berdasarkan ini, maka kedua rakaat yang lebih dari empat rakaat termasuk nawafil yang berdasarkan waktu, bukan nawafil mutlak.
Kemudian tinggallah di masjid sampai Magrib atau Asar. Menurut riwayat: Barangsiapa menunaikan salat Asar di masjid, maka ia mendapat pahala haji. Dan siapa yang menunaikan salat Magrib, maka ia mendapat pahala haji dan umrah. Jika ia takut mendapat bencana karena pandangan manusia kepada iktikafnya atau takut membicarakan sesuatu yang tidak pantas, maka yang lebih utama adalah kembali ke rumahnya dengan mengingat Allah, memikirkan nikmat-nikmatnya, mensyukuri Allah atas taufik-Nya, merasa takut atas kecerobohannya, mengawasi hati dan lisannya hingga matahari terbenam supaya tidak ketinggalan saat yang mulia dan janganlah ia membicarakan urusan dunia di masjid atau lainnya.
Berusahalah mendapatkan saat yang mulia, karena ia tersembunyi dalam seluruh hari. Mudah-mudahan engkau menemukannya sedang engkau tunduk kepada Allah merendahkan diri dan berdoa dengan tulus. Janganlah engkau menghadiri majelis-majelis ta’lim di masjid pada waktu itu.
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar bahwa Nabi melarang menghadiri majelis ta’lim pada hari Jumat sebelum salat, kecuali bilamana di situ terdapat orang yang alim dan mengingatkan tentang hari-hari Allah, dan mengajarkan agama Allah sedang ia berbicara di masjid di waktu pagi, lalu duduk mendengarkannya supaya ia kumpulkan antara kedatangan di awal waktu dan mendengarkan pelajaran, karena mendengarkan perkataan yang berguna tentang akhirat lebih utama daripada menyibukkan diri dengan nawafil.
Janganlah engkau hadiri majelis-majelis tukang dongeng, karena taida kebaikan dalam perkataan mereka. Akan tetapi hadirilah majelis ilmu yang berguna, yaitu yang menambah rasa takutmu kepada Allah dan mengurangi keinginanmu terhadap kesenangan dunia. Telah diriwayatkan oleh Abi Dzar bahwa menghadiri suatu majelis ilmu lebih baik dari pada salat seribu rakaat.
Lebih baik engkau tidak mengetahui suatu ilmu bilamana ilmu itu tidak mengalihkanmu dari dunia ke akhirat. Maka berlindunglah engkau kepada Allah dari ilmu yang tidak berguna. Katakanlah:
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak berguna, hari yang tidak tunduk, mata yang tidak menangis, nafsu yang tidak pernah puas, amal yang tidak diangkat (diterima) dan doa yang tidak didengar”
Perbanyaklah berdoa di waktu matahari naik, matahari tergelincir, matahari terbenam, di waktu mendengar iqamat, di waktu khatib menaiki mimbar dan di waktu orang-orang berdiri untuk menunaikan salat. Maka tidaklah patut engkau dalam keadaan kosong di seluruh hari Jumat dari berbagai kebaikan dan doa hingga datang kepadamu saat yang mulia sedang engkau dalam keadaan baik. Tidaklah mengapa bila engkau mengucapkan doa ini:
“Ya Allah, kami mohon kepada-Mu pengertian tentang agama, tambahan dalam ihmu, kecukupan dalam rezeki, afiat dan kesehatan dalam badan, tobat sebelum mati, ketenangan di waktu mari, ampunan sesudah mati dan kenikmatan memandang wajah-Mu yang mulia, Ya Tuhan Yang Maha Penyayang di antara para penyayang, Ya Tuhan yang paling suka bila dimintai.” Saat yang mulia itu ada di antara waktu-waktu ini. Para ulama berselisih mengenainya dalam beberapa pendapat. Ada yang mengatakan: ”AIlah menyembunyikannya dalam hari itu.” Ada yang mengatakan: ”la adalah permulaan siang. Ada yang mengatakan: Ia terdapat pada akhirnya dan ini adalah pendapat sebagian besar ulama.”
An-Nawawi berkata, yang benar ialah yang disebutkan dalam hadis Muslim bahwa Nabi bersabda: “Saat itu terdapat antara duduknya imam di atas mimbar hingga ia memberi salam dari salat.”
Dhahir hadis ini menunjukkan bahwa doa itu dianjurkan ketika imam sibuk berkhutbah. Masalah ini dirumitkan dengan perintah untuk diam ketika imam berkhutbah. Al-Bulqini menjawab tentang kerumitan ini bahwa bukanlah termasuk syarat doa mengucapkannya dengan jelas. Akan tetapi menghadirkannya di dalam hati sudah cukup.
Al-Hulaimi berkata: “Sesungguhnya doa itu diucapkan apabila imam duduk sebelum ia memulai khutbah atau di antara dua khutbah atau antara khutbah kedua dan salat atau di dalam salat sesudah tasyahud.”
Apa yang dikatakan oleh Al-Hulaimi lebih tepat. Demikian yang dinukil oleh Al-Bujairami dari Al-Ajhur.
Berusahalah mengeluarkan sedekah menurut kemampuanmu walaupun sedikit, karena sedekah di waktu itu mendapat pahala yang berlipat ganda. Maka engkau kumpulkan antara salat, puasa, sedekah, pembacaan Al-Qur’an, berzikir, beriktikaf dan menunggu salat demi salat.
Seorang ulama salaf berkata: “Barangsiapa memberi makan orang miskin pada hari Jumat, kemudian pergi di awal waktu ke masjid dan tidak mengganggu seseorang, kemudian ia mengucapkan setelah imam memberi salam:
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ”Yang Hidup Kekal dan Yang selalu mengurusi makhluk-Nya, aku mohon
kepada-Mu agar Engkau meengampuni aku dan menyayangi serta menyelamatkan aku dari api neraka.”
Kemudian ia ucapkan doa yang diinginkannya. Maka dikabulkanlah doanya. Jadikanlah hari ini khusus bagi akhiratmu dan perbanyaklah membaca wirid di waktu itu. Mudah-mudahan hari ini menjadi penebus bagi hari-hari yang lain dalam minggu ini. Ringkasnya, siapa yang ingin sampai kepada Allah agar menambah wiridnya dan berbagai macam kebaikannya, karena apabila Allah mencintai seorang hamba, Dia menjadikannya sebagai pelaku amal-amal utama. Dan apabila Allah membencinya, Dia menjadikannya sebagai pelaku amal-amal buruk dalam waktu-waktu yang mulia itu supaya lebih pedih dalam hukumannya dan menunjukkan kebencian-Nya yang sangat karena ia tidak mendapat berkah waktu dan melanggar kehormatannya.
Tidaklah patut engkau membatasi pada puasa bulan Ramadhan dengan meninggalkan puasa sunah untuk mencapai derajat yang tinggi di surga firdaus sehingga engkau menyesal. Ka’ab berkata: “Tidak ada surga di antara surga-surga yang lebih tinggi daripada surga Firdaus. Di dalamnya terdapat orang-orang yang menyuruh berbuat ma’ruf dan orang-orang yang mencegah dari yang mungkar.”
Apabila engkau memandang ke tempat orang-orang yang puasa seakan-akan engkau memandang bintang-bintang yang bersinar sedangkan mereka berada di puncak Illiyyin.
Dalam kabar disebutkan bahwa di surga ada sebuah pintu bernama Ar-Rayyan. Orang-orang yang Puasa masuk di dalamnya pada hari Jumat dan tidak ada yang masuk dari situ selain mereka. Apabila mereka telah masuk, maka pintu itu akan ditutup kembali, dan tidak ada seorang pun memasukinya. Dalam kabar disebutkan pula bahwa di dalam surga ada sebuah pintu bernama Adh-Dhuha. Pada hari kiamat seorang juru panggil berseru: “Dimana orang-orang selalu mengerjakan salat Dhuha. Inilah pintumu, maka masuklah kalian ke dalamnya.”
Dalam kabar disebutkan pula bahwa di dalam surga ada sebuah pintu bernama Al-Farah (kegembiraan). Tiada yang masuk dari situ selain orang yang menggembirakan anak-anak kecil. Alhasil, setiap orang yang memperbanyak jenis ibadat, ia pun dikhususkan dengan balasan yang sesuai dengannya dan diseru dari berbagai pintu yang ada di surga.
Demikian juga orang yang melakukan berbagai ketaatan, ia dipanggil dari semua pintu sebagai penghormat sedangkan masuknya tidak dilakukan kecuali dari sebuah pintu, yaitu pintu amal yang paling banyak dikerjakannya.
Ketahuilah bahwa puasa sangat dianjurkan dalam hari-hari mulai sedangkan sebagian hari-hari itu terdapat dalam setiap tahun dan sebagiannya terdapat dalam setiap bulan sedangkan sebagiannya terdapat setiap minggu. Adapun hari-hari mulia yang terdapat dalam setiap tahun dan disebutkan kemuliaan dan keutamaannya dalam kabar-kabar dengan pahala-pahalanya yang banyak adalah hari Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Maka disunahkan puasa pada hari itu bagi mereka yang tidak dapat melakukan ibadat haji. Adapun orang haji, disunahkan baginya untuk tidak puasa sedangkan puasa bertentangan dengan yang lebih utama jika ia sampai di Arafah pada siang hari. Apabila ia sampai di sana pada malam sembilan, maka tidak makruh dan tidak bertentangan dengan yang lebih utama. Hari Arafah adalah hari yang paling mulia, karena puasa di hari itu menghapus dosa-dosa kecil selama dua tahun.
Kemudian puasa hari Asyura pada tanggal 10 Muharram, karena puasa di hari itu menghapus dosa-dosa kecil dalam tahun yang lalu. Dan sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah. Dalam khabar disebutkan: “Tidak ada hari-hari yang amalnya lebih disukai Allaah azzaa wajalla dari pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhjjjah.
Sesungguhnya puasa sehari darinya sama dengan puasa setahun dan salat di malamnya sama dengan salat di malam Oadar.
Dan sepuluh hari pertama dari bulan Muharram. Dalam kabar disebutkan: “Puasa yang paling utama sesudah Ramadhan adalah puasa di bulan Muharram dan salat yang paling utama sesudah salat fardu adalah salat malam. Yakni dibandingkan dengan selain Arafah dan dibandingkan dengan selain salat rawatib.”
Dan puasa di bulan Rajab dan Sya’ban. Sebagian sahabat Nabi tidak menyukai puasa di bulan Rajab seluruhnya supaya tidak menyamai bulan Ramadhan. Rasulullah banyak berpuasa di bulan Sya’ban hingga disangka bahwa ia berada di bulan Ramadhan.
Dalam khabar disebutkan: Apabila Sya’ban mencapai separuhnya, maka tiada puasa hingga bulan Ramadhan.
Puasa di bulan-bulan haram termasuk amalan ulama, yaitu bulan Dzulqa’idah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Rajab berdiri sendiri sedangkan yang tiga berturut-turut. Inilah hari-hari yang mulia dalam setahun. Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah Muharram, kemudian Rajab, kemudian Dzulhijjah, kemudian Dulga’dah, kemudian Sya’ban. Al-Bujairami menyusun keutamaan bulan-bulan itu menurut tertibnya.
Bulan yang paling utama secara multak bulan puasa, yaitu bulan Ramadhan kemudian bulan Tuhan kita yaitu Muharram kemudian Dzulhijah yang diagungkan kemudian Dzulga’dah dan Sya ban sesudahnya Semua ini sudah diterangkan.
Adapun hari-hari mulai yang terulang dalam sebulan, maka ia adalah permulaan bulan dan pertengahan serta penghabisannya.
Ibnu Hajar berkata: “Disunahkan puasa hari-hari hitam karena takut kegelapan dosa-dosa, yaitu hari ke tujuh atau ke delapan dan dua hari berikutnya.”
Disunahkan puasa pada hari-hari putih, yaitu hari ketigabelas, ) keempatbelas dan kelimabelas.
Di bulan Dzulhijjah hari ketigabelas diganti dengan hari keenambelas atau sehari sesudahnya. Adapun hari-hari mulia dalam seminggu adalah hari Senin, hari Kamis dan hari Jumat.
Maka dianjurkan puasa dalam hari-hari itu dan memperbanyak kebaikan supaya pahalanya berlipat ganda, karena Nabi, mengutamakan puasa hari Senin dan hari Kamis. Beliau berkata: “Sesungguhnya kedua hari itu adalah hari-hari di mana amal-amal ditunjukkan. Maka aku ingin amalku ditunjukkan ketika aku sedang puasa.”
Yakni amal-amal seminggu ditunjukkan kepada Allah dalam kedua hari itu secara garis besar. Maka aku suka amalku ditunjukkan di saat aku puasa, karena penunjukkan amal berlangsung sesudah matahari terbenam dan faidah penunjukkan amal adalah menampakkan keadilan dan menegakkan hujjah, karena tidak tersembunyi sesuatu apa pun terhadap Allah.
Amal-amal ditunjukkan kepada anak-anak, bapak-bapak dan ibu-ibu pada hari Jumat dan ditunjukkan kepada Nabi pada hari-hari yang lain sedangkan amal-amal seluruh alam ditunjukkan kepada Allah secara garis besar pada malam dan sekali di waktu siang.
Dihukum makruh puasa pada hari Jumat saja tanpa sebab, dengan puasa sunah mutlak. Larangan puasa di hari Jumat saja adalah karena ja merupakan hari ibadat dan berbagai sunah lainnya. Oleh karena itu disunahkan tidak puasa pada hari itu untuk membantu dalam mengerjakan amalan-amalan sunah pada hari itu. Demikian dinukil oleh Al-Bujairami dari An-Nawawi. Disebutkan dalam khabar yang diriwayatkan oleh Baihagi dan Al-Hakim:
“Sesungguhnya hari Jumat dalam hari raya dan zikir, maka janganlah kalian menjadikan hari rayamu sebagai hari puasamu, tetapi jadikanlah ia hari makan minum dan zikir, kecuali bila kalian menggabungkannya dengaan beberapa hari.”
Maka puasa hari Senin, Kamis dan Jumat menghapus dosa-dosa seminggu dan puasa hari pertama dari setiap bulan, hari tengah dan hari akhir serta hari-hari putih menghapus dosa-dosa sebulan.
Sedangkan dosa-dosa setahun dihapus dengan puasa di hari-hari yang tersebut ini dan bulan-bulan tersebut, yaitu yang terulang dalam setiap tahun. Pengarang tidak menyebut puasa enam hari di bulan Syawwal. Sesungguhnya dianjurkan berpuasa enam hari di bulan Syawwal.
Nabi bersabda:
“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian ia menambahnya dengan enam hari dari bulan Syawal, maka seakan-akan ia berpuasa setahun.” .. Terkadang puasa mempunyai dua sebab seperti hari Arafah dan Asyura yang bertepatan dengan hari Senin atau Kamis dan seperti adanya hari Senin dan Kamis dalam enam hari Syawwal.
Maka sangat dianjurkan puasa dalam hari yang mempunyai dua sebab demi memelihara kehormatan masing-masing dari keduanya. Jika meniatkan kedua-duanya, maka diperoleh pahalanya semua.
Seperti sedekah kepada kerabat adalah sedekah dan memelihara hubungan keluarga. Demikian pula jika meniatkan salah satu dari keduanya sebagaimana disebutkan oleh Al-Bujairami. Janganlah engkau mengira bahwa puasa itu hanya meninggalkan makan, minum serta persetubuhan saja.
Nabi , bersabda:
“Betapa banyak orang yang puasa, tetapi ia hanya merasakan lapar dan haus dari puasanya.”
Nabi bersabda:
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan pengamalannya, maka Allah tidak mempunyai keperluan agar ia meninggalkan makanan dan minumannya.”
Akan tetapi puasa yang sempurna adalah dengan mencegah anggotaanggotaa tubuh dari perbuatan dosa yang dibenci Allah. Itu adalah puasa orang-orang shahih yang dinamakan puasa khusus.
Maka puasa sempurna dilakukan dengan empat perkara.
Pertama, patutlah engkau menjaga mata dari pandangan kepada yang diharamkan dan kepada setiap sesuatu yang melalaikan hati dari zikrullah.
Nabi , bersabda:
“Pandangan terlarang adalah salah satu panah beracun dari iblis yang dilaknat Allah. Maka siapa meninggalkannya karena takut kepada Allah, ia pun diberi Allah iman yang ia rasakan kemanisannya di dalam hatinya.”
Kedua, menjaga lisan dari perkataan yang tidak berguna. Perkataan yang berguna bagi seseorang adalah yang berkaitan dengan keselamatannya di akhirat dan kebutuhan hidupnya dalam penghidupan yang mengenyangkannya dari lapar dan haus dan menutup auratnya serta memelihara kemaluannya, bukan yang digunakan untuk bersenangsenang.
Keriga, Mencegah telinga dari mendengarkan apa-apa yang diharamkan Allah , karena pendengar bersekutu dengan orang yang mengucapkannya dan ia adalah satu dari orang-orang yang menggunjingkan orang, karena mendengarkan ghibah adalah haram.
Allah berfirman: “Jika begitu sesungguhnya kalian adalah seperti mereka.”
Nabi bersabda: “Penggunjing dan pendengar sama-sama berdosa.”
Begitu pula engkau cegah semua anggota tubuh dari perbuatan tercela sebagaimana engkau mencegah perut dan kemaluan dari melampiaskan syahwatnya. Disebutkan dalam khabar yang diriwayatkan oleh Jabir dari Anas dari Rasulullah bahwa beliau bersabda:
“Lima perkara membatalkan puasa, yaitu berkata dusta, ghibah, namimah, sumpah palsu, dan pandangan dengan syahwat.”
Perkataan, membatalkan puasa menurut mazhab Sayyidah Aisyah dan Imam Ahmad adalah batal seluruhnya. Menurut mazhab Asy-Syafi’i dan para sahabatnya, hanya membatalkan pahala puasa, bukan puasa itu sendiri.
Diriwayatkan khabar ini oleh Abu Path Al-Azadi dan Ad-Dailami dari Anas dengan isnad yang di dalamnya terdapat seorang pendusta, yaitu: “Lima perkara membatalkan puasa dan membatalkan wudu, yaitu berkata dusta, ghibah, namimah, memandang dengan syahwat dan sumpah palsu.” Ini merupakan peringatan terhadap perbuatan atas hal-hal tersebut dan bukan yang sebenarnya. Demikian disebutkan oleh Al-Azizi.
Nabi bersabda:
“Sesungguhnya puasa itu perisai. Maka apabila seseorang dari kamu berpuasa, janganlah ia berkata keji dan jangan melakukan perbuatan terlarang dan jangan mengganggu orang lain.
Jika seseorang mengajaknya berkelahi atau memakinya, maka hendaklah ia mengatakan: “Aku puasa.”
Yakni di dalam hatinya bilamana puasanya sunah dan dengan lisan dan hatinya bilamana puasanya di bulan Ramadhan. Demikian disebutkan oleh Al-Azizi.
Kemudian berijtihadlah untuk berbuka dengan makanan halal. Tidaklah ada artinya berpuasa, yaitu menahan diri dari makanan halal, bila ia berbuka dengan makanan haram. Perbuatan itu adalah seperti orang yang membangun istana dan merobohkan kota.
Keempar, janganlah memperbanyak makanan sehingga engkau menambah makanan selain waktu puasa. Maka tiada bedanya bagimu antara berbuka dan berpuasa bila engkau penuhi makanan yang biasa engkau makan di waktu siang dan malam dalam sekali makan.
Sesungguhnya yang dimaksud dengan puasa adalah mematahkan sy ahwatmu dan melemahkan kekuatanmu untuk melakukan maksiat supaya , engkau menjadi kuat untuk bertagwa. Apabila engkau makan di waktu petang untuk menebus ketinggalan makananmu dari pagi hingga malam, maka tiada faidah dalam puasamu.
Para ulama berkata: “Barangsiapa yang sempurna laparnya di bulan Ramadhan, ia pun terlindung dari setan hingga Ramadhan berikutnya, karena puasa adalah perisai pada tubuh orang yang berpuasa selama tidak dirusak oleh sesuatu apapun. Apabila ia rusak, masuklah setan dari tempat kerusakan itu.
Demikian dinukil oleh Al-Bujairami dari Asy-Syarani. Perutmu – menjadi berat bagimu dan apa yang terdapat di dalamnya lebih dibenci Allah dari pada perut yang penuh dengan makanan halal sebagaimana disebutkan dalam hadis. Karena perut yang penuh dengan makanan menyebabkan kerusakan agama dan dunia.
Kebanyakan penyakit disebabkan oleh banyak makan dan pemasukan makanan dalam tubuh sebelum mencernakan makanan yang pertama.
Demikian disebutkan oleh Al-Azizi.
Maka bagaimana halnya bila perut menjadi penuh dari makanan haram. Apabila engkau telah mengetahui makna puasa, maka perbanyaklah puasa menurut kemampuanmu, karena ia adalah dasar ibadat dan kunci kedekatan dengan Allah.
Sebagaimana Nabi bersabda:
“Allah berfirman: Setiap kebaikan mendapat pahala sepuluh kali lipat hingga 700 kali, kecuali puasa. Karena ta adalah untuk-Ku dan Akulah yang membalasnya.”
Artinya Allah telah menentukan besarnya pahala berbagai macam amal bagi manusia dan jumlahnya berlipat kali dari sepuluh hingga 700 kali kecuali puasa, karena hanya Allah sendiri yang mengetahui jumlah pahalanya dan melipat gandakan kebaikannya.
Maka perkataan, “dan Aku-lah yang membalasnya”, yakni memberi balasan yang banyak tanpa menentukan jumlahnya. Ada yang mengatakan, artinya ialah bahwa puasa itu adalah ibadat yang paling Aku sukai dan paling utama di sisi-Ku.
Nabi bersabda:
“Sesungguhnya bau mulut orang yang puasa lebih harum di sisi Allah daripada bau musik.”
Artinya bau mulut orang yang puasa lebih banyak pahalanya daripada misik yang disunahkan dalam salat Jumat dan majelis zikir. AnNawawi menguatkan makna ini dan mengartikan makna harum sebagai penerimaan puasa dan keridaan atasnya. Al-Mawardi berkata, artinya ia lebih banyak mendekatkan dirimu dari pada misik.
Seorang ulama berkata: “Ketaatan-ketaatan pada hari kiamat mempunyai bau semerbak. Maka bau puasa di antara ibadat-ibadat itu seperti misik.” Ini adalah sebagaimana disebutkan dalam hadis: “Orang yang ihram dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan sedang mengucapkan Talbiyah.” Sebagaimana diriwayatkan bahwa peniup seruling di bangkitkan sementara serulingnya tergantung di tanganya dan ja melemparkannya, tetapi seruling itu kembali ke tangannya dan tidak berpisah darinya.
“Allah yang Maha Mulia perkataannya berfirman: Sesungguhnya ia meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya karenaAku. Maka puasa itu untuk-Ku dan Aku yang membalasnya.”
Ini adalah hadis Imam Ahmad dari malik dan awalnya ialah sabda Nabi kepada orang yang menanyainya tentang amal yang paling utama.
Maka beliau menjawab: “Hendaklah engkau berpuasa, karena puasa itu tiada bandingannya. Kemudian beliau melanjutkan, Allah berfirman, hingga akhirnya.”
Nabi bersabda:
“Surga mempunyai sebuah pintu bernama Ar-Rayyan yang tidak dimasuki, kecuali orang-orang yang berpuasa.”
Ini adalah janji untuk berjumpa dengan Allah dalam membalas puasanya. Keterangan tentang ketaatan-ketaatan ini sudah cukup bagimu dari kitab Bidaayatul Hidayat. Apabila engkau memerlukan keterangan zakat dan haji atau penjelasan tambahan tentang salat dan puasa, maka carilah dia dari apa yang telah kami sebutkan dalam kitab Ihya’ Ulumiddin. Penjelasan salat dan puasa telah ditemukan sebagiannya dalam syarah ini dari kitab Al-Ihya” dan sebagiannya dari berbagai kitab.
Ketahuilah bahwa agama memiliki dua ketentuan. Meninggalkan perbuatan-perbuatan terlarang dan melakukan ketaatan. Meninggalkan perbuatan terlarang lebih berat dan lebih sulit dari pada melakukan ketaatan. Oleh karena itu pahalanya lebih besar. Karena ketaatan dapat dilakukan oleh setiap orang sedangkan meninggalkan syahwat tidak dapat dilakukan kecuali oleh orang-orang yang benar. Mereka adalah orangorang yang mengetahui hujjah-hujjah dan ayat-ayat serta membersihkan hati dan melakukan riyadhah menuju puncak Irfan hingga mengetahui segala sesuatu dan memberitahukannya menurut apa adanya.
Oleh karena itu Rasulullah , bersabda: “Muhajir itu orang yang meninggalkan keburukan sedangkan mujahid adalah orang yang berjihad melawan hawa nafsunya.”
Dalam riwayat Tirmidzi dan Ibnu Hibban: “Muhajir ialah orang yang berjihad melawan nafsunya, yakni menekan nafsunya yang buruk untuk melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat.
Jihad melawan hawa nafsu adalah puncak dari semua jihad, karena bila ia tidak bisa memeranginya, maka ia pun tidak bisa memerangi musuh.
Tentara hawa nafsu ada sepuluh, dengki, kesewenang-wenangan, sombong, dendam, tipu-daya, was-was, melawan perintah, berburuk sangka dan suka mendebat. Demikian disebutkan oleh Al-Hamadani.
Ketauilah bahwa sesungguhnya engkau mendurhakai Allah dengan anggota tubuhmu yang merupakan nikmat dari Allah atas dirimu serta amanat padamu yang harus engkau pelihara dari perbuatan yang dilarang Allah. Maka penggunaan nikmat Allah olehmu untuk melakukan maksiat merupakan puncak pengingkaran nikmat sedangkan pengkhiatanmu terhadap amanat yang dititipkan Allah $& padamu adalah puncak pelanggaran dalam kedurhakaan yang engkau lakukan. Anggota-anggota tubuhmu adalah di bawah pengawasanmu, maka lihatlah bagaimana engkau memeliharanya dengan menunaikan haknya. Karena masingmasing dari kamu adalah pemimpin dan masing-masing dari kamu bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.
Orang laki-laki pemimpin dalam keluarganya dan bertanggungjawab atas yang dipimpinnya dan orang perempuan pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung-jawab atas yang dipimpinnya sedangkan pelayan adalah penjaga harga tuannya dan bertanggung-jawab atas harta yang dijaganya. Demikian disebutkan dalam Az-Zawuayir:
Seorang penyair berkata:
Kiranya kita dibiarkan begitu saja setelah mari niscaya kematian merupakan istirahat bagi setiap orang yang hidup akan tetapi setelah ini kita ditanya tentang segala sesuatu
Ketahuilah bahwa semua anggotamu akan menjadi saksi atas dirimudi tempat-tempat berkumpul pada hari kiamat dengan perkataan yang fasih dan jelas.
Anggota tubuhmu akan mengungkapkan semua keburukan dengan lisan itu dihadapan orang banyak.
Allah berfirman dalam surah An-Nur: ”Pada hari dimana lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas apa yang mereka kerjakan.” Yakni berupa perkataan dan perbuatan di hari kiamat. Pada hari itu Allah akan memberi mereka balasan yang sebenarnya.
Dalam surah yang lain Allah berfirman:
“Pada hari ini kami tutup mulut mereka dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yaa-Siin: 65)
Setiap anggota menceritakan apa yang pernah dilakukannya. Mengenai cara penutupan mulut mereka ada dua pendapat. Yang terkuat adalah pendapat bahwa Allah membungkam mulut mereka dan menjadikan anggota tubuh mereka berbicara, lalu bersaksi atas diri mereka sedangkan itu adalah mudah dalam kekuasaan Allah Adapun pembungkaman mulut, maka sudah jelas.
Adapun pengadaan bicara, maka lisan adalah anggota yang bergerak dengan gerak tertentu. Bilamana demikian, maka anggota lainnya bisa digerakkan pula seperti itu. Sedangkan Allah berkuasa atas segala sesuatu.
Pendapat lainnya ialah mereka tidak mengucapkan sesuatu apa pun, karena mereka tidak mempunyai uzur dan tabir mereka telah tersingkap. Maka mereka berdiri dengan kepala tertunduk tidak bisa mengajukan uzur dan tidak bisa menyatakan tobat.
Pembicaraan tangan-tangan adalah nampaknya kejadian yang tidak bisa diingkari. Yang shahih adalah pendapat pertama. Demikian disebutkan dalam As-Siraajul Munir.
Oleh sebab itu, hai manusia yang miskin, peliharalah seluruh anggota badanmu dari maksiat, terutama anggota-anggotamu yang tujuh. Karena neraka mempunyai tujuh lapisan dan setiap lapisan mempunyai bagian tertentu.
Ibnu Juraij berkata: “Neraka mempunyai tujuh lapis. Lapis pertama adalah Jahannam, kedua Ladha, ketiga Al-Huthamah, keempat As-Sa’ir, kelima Sagar, keenam Al-Jahiim, dan ketujuh Al-Haawiyah.
Pengkhususan jumlah ini adalah karena penghuninya terdiri dari tujuh golongan. Dan jumlah itu sesuai dengan tujuh anggota badan, yaitu mata, telinga, lidah, kemaluan, tangan dan kaki, karena semua itu adalah sumber perbuatan-perbuatan dosa.
Maka tempat-tempat masuknya adalah pintu-pintu yang berjumlah tujuh. Oleh karena anggota-anggota itu adalah sumber kebaikankebaikan dengan syarat niat, sedangkan niat termasuk amalan hati, maka anggotanya bertambah satu sehingga pintu-pintu (lapisan) surga dijadikan delapan.
Dalam setiap lapisan pertama ada golongan bertauhid yang dimasukkan neraka. Mereka disiksa sesuai dengan dosa-dosa mereka, kemudian dikeluarkan. Sedang lapisan kedua dihuni kaum Nasrani, lapisan ketiga dihuni kaum Yahudi, lapisan keempat kaum Shabi’in, lapisan kelima kaum Majusi, lapisan keenam kaum Musrikin, dan lapisan ketujuh kaum Munafik.
Diriwayatkan dari Umar bahwa Rasulullah bersabda: ”Neraka Jahanam mempunyai tujuh pintu (lapisan) dan salah satunya diperuntukkan bagi orang yang menghunus pedang terhadap umatku. Demikian disebutkan dalam As-Siranjul Munir. Tidaklah dimasukkan dalam pintu-pintu itu melainkan siapa yang mendurhakai Allah dengan ketujuh anggota ini, yaitu mata, telinga, lidah, perut, kemaluan, tangan dan kaki. Masing-masing kenikmatan ini harus disyukuri oleh pemiliknya dengan menggunakannya dalam ketaan terhadap Allah
Mata diciptakan bagimu untuk menunjukimu dalam kegelapan dan memenuhi kebutuhanmu serta memandang kerajaan bumi dan langit dan mengambil pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan Allah yang terdapat di dalamnya, yakni petunjuk-petunjuk yang jelas atas ke-Esa-an Allah.
Allah berfirman: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, kapal yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda (kekuasaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” Al-Baqarah: 164.
Maka jagalah mata dari empat perkara, memandang yang bukan mahramnya. Jagalah matamu dari memandang aurat wanita, walaupun mahramnya. Tidaklah berdosa seseorang yang melihatnya pertama kali tanpa disengaja. Lain halnya bila ia mengulangi pandangangnya. Demikian dikatakan oleh Ar-Ramli.
Atau memandang bentuk rupa yang tampan dengan syahwat. Diriwayatkan bahwa suatu kaum datang kepada Nabi , sedang diantara mereka terdapat seorang pemuda tampan yang mulus wajahnya. Maka Nabi mendudukkannya di belakang punggungnya.
Beliau berkata: “Sesungguhnya fitnah yang menimpa Dawud adalah dari sebab pandangan. Janganlah engkau memandang kepada seorang muslim dengan pandangan penghinaan atau menggunakannya untuk menyelidiki aib seorang muslim.”
Allah berfirman: “Katakanlah kepada orang-orang mukmin supaya mereka menjaga pandangan mereka.”
Seorang penyair berkata:
Semua kecelakaan diawali dari pandangan dan api yang besar disebabkan oleh percikan api yang kecil manusia itu selama mempunyai mata yang digerakkannya di antara mata-mata yang lunak ia pun cenderung menghadapi bahaya betapa banyak pandangan berbuat dalam hati pemiliknya seperti panah tanpa busur dan talinya pemandangnya merasa senang dengan apa yang membahayakan hatinya tiada kebaikan bagi kegembiraan yang menimbulkan bahaya
Penyair lain berkata:
Bilamana manusia itu seorang yang berakal dan wara maka kewara’annya mencegahnya dari mengurusi aib orang lain seperti orang yang sakit parah rasa sakitnya mencegahnya dari mengurusi penyakit orang lain
Adapun telinga, maka jagalah dari mendengarkan bid’ah, nyanyian atau alat musik seperti gitar dan seruling, mendengarkan ghibah dan perkataan keji, menceritakan rahasia suami istri dan pembicaraan batil atau ceritera tentang keburukan-keburukan orang lain. Sesungguhnya telinga itu diciptakan bagimu untuk mendengarkan kalam Allah dan sunah Rasulullah serta hikmah para wali-Nya. Engkau gunakan telinga itu setelah mendapat ilmu dengannya untuk mencapai kedudukan dan kenikmatan abadi di sisi Tuhan. Apabila engkau gunakan untuk mendengarkan hal-hal yang buruk, maka apa yang berguna bagimu menjadi bahaya bagimu sehingga penyebab keberuntunganmu berubah menjadi penyebab kebinasaanmu dan ini adalah puncak kerugian.
Janganlah engkau mengira bahwa dosa itu hanya menimpa orang yang mengatakannya saja tanpa pendengarnya. Dalam kabar disebutkan bahwa pendengar ikut menanggung dosa bersama dengan orang yang membicarakannya, dan ia salah satu dari kedua penggunjing. Mengenai hal itu seorang penyair berkata:
Jagalah pendengaranmu dari mendengarkan perkataan buruk seperti menjaga lisan dari mengucapkannya karena ketika mendengar perkataan yang buruk engkau ikut berdosa dengan yang mengatakannya, maka waspadalah.
An-Nawawi berkata: Hendaklah ia membenci ghibah dengan perkataannya jika ia khawatirkan bahaya yang nyata bila mencegahnya dengan tangan atau lisan.
Apabila terpaksa berada di majelis berlangsungnya ghibah dan tidak sanggup mengingkarinya tetapi tidak diterima sedang ia tidak bisa meninggalkan majelis itu, maka diharamkan atasnya mendengarkan pembicaraan di situ. Dengan menyebut nama Allah dengan lisan dan hatinya atau dengan hatinya atau memikirkan masalah lain supaya ia tidak sempat mendengarkannya. Dalam keadaan itu tidaklah mengapa bila ia mendengar tanpa mendengarkannya.
Jika sanggup meninggalkan majelis sesudah itu sedang mereka terus melakukan ghibah dan semacamnya, wajiblah ia meninggalkan majelis.
Diriwayatkan dari Ibrahim bin Adham bahwa ia diundang menghadiri walimah. Kemudian orang-orang di majelis itu menceritakan bahwa seorang laki-laki tidak datang kepada mereka. Kemudian yang lain berkata, orang itu berat.
Kemudian Ibrahim berkata: “Aku telah mengatakan ini dalam hatiku ketika menghadiri suatu tempat di mana orang-orang melakukan ghibah. Maka ia pun keluar dan tidak makan selama tiga hari.”
Adapun lisan, maka ia diciptakan bagimu untuk memperbanyak dzikrullah, membaca kitab-Nya dan menggunakannya untuk membimbing makhluk Allah menuju jalan-Nya, yakni agama-Nya yang benar dan ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya.
Di samping itu engkau menggunakannya untuk menampakkan isi hatimu. berupa keperluan-keperluan agama dan duniamu. Maka apabila engkau menggunakannya di luar fungsinya, engkaupun telah mengingkari nikmat Allah padanya sedangkan ia adalah anggotamu yang paling menonjol terhadapmu dan para makhluk lainnya.
Seorang penyair berkata:
Jagalah lisanmu dan berlindunglah dari kejahatannya sesungguhnya lisan itu adalah musuh yang membantai dan timbanglah perkataanmu bila engkau mengucapkannya di suatu majelis dengan timbangan yang menampakkan kebenaran
Nabi Dawud berdoa: “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu empat perkara dan berlindung kepada-Mu dari empat perkara. Aku mohon kepada-Mu lisan yang berzikir, hati yang bersyukur, badan yang sabar dan istri yang membantuku dalam urusan dunia dan akhiratku. Aku berlindung kepada-Mu dari anak yang mendurhakai aku, dan istri yang membuat rambutku beruban sebelum waktunya dan harta yang merupakan siksaan dan bencana bagiku serta tetangga yang bila melihat kebaikan dariku disembunyikannya dan bila melihat keburukan dariku disiarkannya.”
Tidaklah mejerumuskan kebanyakan orang dalam neraka, kecuali sebagai akibat korban kejahatan lisan mereka, yaitu perbuatan dosa seperti berdusta, menuduh orang berzina tanpa bukti, suka memaki orang lain, melakukan namimah dan lainnya.
Asy-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu berkata:
Jagalah dirimu, wahai manusia Jangan sampai ia menyengatmu sesungguhnya ia seperti ular banyak orang yang mati karena terbunuh oleh perbuatan hisannya padahal banyak pemberani takut kepadanya
Berusahalah sekuat tenaga dengan segenap kekuatanmu untuk mengatasi lisanmu supaya ia tidak mejerumuskanmu di dasar Jahannam.
Dalam kabar disebutkan bahwa ada orang mengucapkan perkataan supaya teman-temannya tertawa sehinggaa menjerumuskannya ke dalam neraka Jahannam selama 70 tahun.
Maksudnya ialah tertawa yang mengganggu orang muslim dan semacamnya, bukan sekadar bercanda yang dibolehkan. Karena terdapat dosa-dosa di dalamnya yang dilalaikannya atau bila ia tidak bertobat dasnya.
Maksudnya ia naik turun dalam waktu yang sangat lama di dalam neraka. Waktu tujuh puluh tahun adalah untuk menunjukkan waktu yang sangat lama, bukan pembatasan. Demikian dinukil oleh Al-Azizi dari AlManawi.
Diriwayatkan bahwa ada seorang mati syahid dalam perang di zaman Rasulullah , yakni dalam perang Uhud. Ternyata ditemukan sebuah batu di perut orang itu yang diikatkannya untuk menahan lapar. Kemudian ada orang berkata setelah mengusap tanah di wajahnya: Sungguh beruntung ia masuk surga.
Nabi berkata: “Bagaimana engkau tahu? Barangkali ia berbicara yang tidak perlu baginya atau kikir dengan apa-apa yang tidak membuatnya kaya.”
Seorang ulama berkata: “Perkataan itu ada empat macam. Ada yang menimbulkan bahaya, ada yang menimbulkan manfaat, ada yang menimbulkan keduanya, dan ada yang tidak menimbulkan keduanya.
Yang menimbulkan bahaya harus didiamkan. Begitu pula yang menimbulkan bahaya dan manfaat. Adapun yang menimbulkan bahaya maupun manfaat, maka itu adalah perkataan yang sia-sia sedangkan mengatakan perkataan itu berarti membuang waktu dan itu merupakan kerugian. Maka tinggallah saru macam sehingga menggugurkan tiga perempat perkataan.
Dalam perkataan itu ada bahaya bila menimbulkan dosa dengan berbuat riya dan pura-pura dan sebagainya.
Lugman berkata kepada putranya: “Andaikata bicara itu adalah perak, maka diam itu adalah emas.” Maksudnya sebagaimana di katakan oleh Ibnul Mubarak: Andaikata bicara dalam mentaati Allah itu dari perak, maka berdiam diri dari mendurhakai Allah adalah dari emas.
Ibrahim Al-Atki berkata:
Mereka berkata, diammu berarti tidak mendapat rezeki, maka aku katakan kepada mereka apa yang ditakdirkan Allah datang kepadaku tanpa susah payah andaikata perkataan yang kuwcapkan itu terbuat dari perak maka diamku itu terbuat dari emas
Seorang ulama berkata: “Di dalam diam terdapat 7000 kebaikan dan semua itu berkumpul tujuh perkataan, dalam setiap perkataan terdapat seribu kebaikan.”
Pertama, bahwa diam itu ibadat tanpa kepayahan. Kedua, keindahan tanpa perhiasan. Keriga, wibawa tanpa kekuasaan. Keempat, benteng tanpa penjaga. Kelima, tidak ada keperluan mengajukan uzur kepada orang banyak. Keenam, Mengistirahatkan para malaikat yang mulia dan penulis. Ketujuh, menutupi aib-aibnya, karena diam itu perhiasan orang alim dan menutupi kebodohan orang yang bodoh.
Ada yang mengatakan: Tiga perkara membuat hati menjadi keras, tertawa tanpa merasa heran, makan tanpa merasa lapar dan bicara tanpa keperluan.
Maka jagalah lisanmu dari delapan perkara.
- Berdusta. Maka jagalah lisanmu dari berdusta, baik dalam keadaan serius maupun bercanda. Janganlah engkau biasakan lisanmu berdusta dalam bercanda sehingga menyebabkan engkau berdusta dalam keadaan serius.
Berdusta termasuk sumber dosa-dosa besar. Rasulullah bersabda:
“Hendaklah kalian selalu berkata benar, karena perkataan yang benar menyebabkan kebajikan dan kebajikan menyebabkan masuk surga. Manusia selalu berkata benar dan mengutamakan kebenaran hingga dirulis di sisi Allah sebagai shiddig. Jagalah dirimu dari perkataan dusta, karena perkataan dusta menyebabkan perbuatan jahat sedangkan perbuatan Jahat menyebabkan masuk neraka. Adalah hamba selalu berdusta dan mengutamakan dusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.”
Jika engkau dikenal sebagai pendusta, maka gugurlah keadilanmu, orang-orang tidak percaya semua ucapanmu, serta meremehkan dan menghinakanmu. |
Apabila engkau ingin mengetahui keburukan dusta dari dirimu, maka lihatlah kepada dusta orang lain dan ketidak sukaan dirimu terhadap dusta serta sikapmu yang meremehkan pelakunya dan menganggapnya buruk. Begitu pula, lakukanlah seperti itu terhadap semua kejelekan dirimu, karena engkau tidak mengetahui kejelekanmu dari dirimu, tetapi dari orang lain. Maka apa yang engkau anggap buruk dari orang lain, ia pun pasti dianggap buruk oleh orang lain pada dirimu.
Ketahuilah bahwa lisan itu adalah alat untuk mencapai tujuan. Maka setiap tujuan terpuji yang dapat dicapai dengan perkataan benar maupun dusta, diharamkan berdusta untuk itu karena tidak perlu melakukannya.
Jika tujuan itu dapat dicapai dengan dusta dan tidak dapat dicapai dengan perkataan yang benar, maka dusta dalam keadaan itu adalah mubah bilamana pencapaian tujuan itu mubah. Dan menjadi wajib bilamana tujuan itu wajib dicapai.
Apabila seorang muslim bersembunyi dari seorang yang zalim dan ditanyakan tentang dia, maka wajiblah berdusta untuk menyembunyikannya. Begitu pula bila ada titipan padanya atau orang lain dan seorang yang zalim menanyakannya untuk mengambilnya, wajiblah ia berdusta untuk menyembunyikannya. Bahkan andaikata ia mengabarinya bahwa ada titipan barang padanya lalu di rampas oleh seorang yang zalim, wajiblah ia menggantinya.
Andaikata ia disuruh bersumpah mengenai titipan itu, wajiblah ia bersumpah dan menggunakan kata samaran dalam sumpahnya. Jika tidak menggunakan kata samaran, ia pun melanggar sumpah menurut pendapat yang lebih shahih dan wajib baginya membayar kafarat. Ada yang mengatakan, ia tidak melanggar sumpah. Begitu pula bila tujuannya adalah meredakan peperangan atau mendamaikan orang-orang yang berselisih atau membujuk orang yang disakiti agar memaafkan orang yang menyakitinya sedangkan hal itu hanya bisa tercapai dengan dusta, maka berdusta tidak haram.
Akan tetapi patutlah ia menghindarinya sedapat mungkin, karena ia membuka pintu dusta bagi dirinya, maka dikhawatirkan bisa menyebabkan dusta yang terus-menerus dan tidak terbatas pada keadaan darurat. Maka dusta itu asalnya haram, kecuali untuk kebutuhan mendesak dimana tujuannya tidak tercapai kecuali dengan dusta.
Untuk berhati-hati dalam semua ini digunakanlah tauriyah (kata samaran), yaitu kalimat yang maksudnya benar dan bukan dusta terhadapnya, meskipun ia berdusta pada lafaznya yang lahir.
Andaikata ia tidak bermaksud ini, tetapi mengucapkan perkataan dusta, maka tidaklah haram di tempat ini. Demikian disebutkan dalam AlAdzkar dan Al-Ihya’. Maka janganlah engkau senang melakukan itu.
- Menyalahi janji. Janganlah berjanji jika tidak dapat menepati. Akan tetapi hendaklah kebaikanmu kepada orang-orang merupakan perbuatan tanpa perkataan. Jika engkau terpaksa berjanji, maka janganlah engkau mengingkarinya, kecuali bila engkau tidak sanggup atau terpaksa. Karena ingkar janji tanpa alasan mendesak termasuk tanda orang munafik dan merupakan akhlak yang buruk.
Nabi bersabda:
“Tiga perkara yang apabila berkumpul pada seseorang, maka ia menyerupai munafik, meskipun ta berpuasa dan salat. Yaitu orang yang apabila berbicara ia berdusta. Apabila berjanji, ia ingkar: Dan apabila Aiserahi amanar, ia berkhianat.”
Yang dimaksud dalam pembicaraan ini adalah orang yang sifat-sifat ini menjadi kebiasaan dan cirinya tidak terlepas darinya.
Diriwayatkan oleh Syaikhain dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash bahwa Nabi bersabda:
“Empat perkara yang apabila terdaparpada seseorang, maka ia menjadi seorang munafik yang murni. Dan siapa yang ada padanya salah satu sifat padanya, maka ia mempunyai salah satu sifat munafik hingga ditinggalkannya. Apabila diserahi amanat ia berklianat. Apabila berbicara, ia berdusta. Apabila berjanji mengingkarinya. Dan apabila bertengkar, ia melampaui batas.”
Yang dimaksud dengan sifat munafik adalah perbuatan, bukan iman. Atau nifag urfi, bukan syar’i. Karena kedua makna ini tidak menyebabkan kufur yang dimasukkan dalam lapisan neraka yang paling bawah. Demikian dikatakan oleh AlAzizi.
- Ghibah. Maka jagalah lisanmu darinya. Ghibah itu lebih besar dosanya dari tiga puluh kali zina. Demikianlah yang disebutkan dalam khabar. Ghibah artinya bila engkau menyebut sesuatu pada seseorang yang tidak disukainya andaikata didengarnya, baik engkau menyebutnya dengan lisanmu atau dalam bentuk tulisan atau pun dengan isyarat mata, kedua tangan atau kepalamu.
Definisi ghibah adalah membuka atau membeberkan aib orang lain tentang kekurangan yang ada padanya seperti, cacat tubuh, nasabnya, perbuatannya, perkataannya, agama, harta miliknya seperti, pakaiannya, rumah atau hewan peliharaannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah perilaku ghibah yang zalim, meskipun apa yang dikatakan benar.
Sebagaimana sabda Nabi : “Jika padanya terdapat kekurangan seperti apa yang engkau katakan itu, maka engkau telah menggunjingnya. Dan jika tidak terdapat padanya, maka engkau telah memfitnahnya. Maka jagalah lisanmu dari ghibahnya orang yang bersifat riya’, karena yang demikian itu macam dari ghibah yang terburuk”, diriwayatkan oleh Muslim, Abi Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i.
Ketika engkau ditanya misalnya, “Bagaimana keadaan si Fulan?” Dan engkau menjawab: “Semoga Allah memperbaikinya. Aku merasa sedih atas apa yang dilakukannya. Maka kita mohon kepada Allah agar memperbaiki kami dan dia.”
Maka ucapan tersebut adalah gabungan antara dua perbuatan yang buruk. Yang pertama adalah ghibah bilamana dengan perkataan ini bisa memahami orang yang dimaksud. Adapun bila tidak bisa memahami orang yang dimaksud, bolehlah mengatakan itu. Adapun Rasulullah apabila tidak menyukai pada seseorang, beliau berkata: “Mengapa orang-orang melakukan begini dan begini?” Dan beliau tidak menunjuk orangnya.
Memuji diri dengan mencela orang lain serta menganggap dirinya lebih baik. Maka yang demikian itu adalah pengagungan terhadap diri sendiri dan merendahkan orang lain.
Engkau memuji dirimu baik dalam mencela orang lain sehingga engkau gabungkan dua perbuatan buruk, yaitu ghibah dan memuji dirimu, bahkan empat, yaitu riya dan menganggap dirimu baik.
Engkau berbuat riya dan karena kebodohanmu mengira bahwa engkau termasuk orang salih yang tidak mau melakukan ghibah.
Maka siapa yang beribadat dalam kebodohan, ia pun dipermainkan setan. Dengan demikian ia menyebut kejelekan seseorang dan menyebut Allah serta menggunakan nama-Nya sebagai alat dalam mewujudkan kejahatannya. Juga dusta ketika merasa sedih dan susah dan di saat ia berdoa.
Akan tetapi jika maksud perkataanmu: ”Semoga Allah memperbaikinya” adalah doa, maka doakanlah dia dengan diam-diam sesudah salat. Dan jika engkau merasa sedih dengan sebabnya dan menampakkan aibnya. Sedangkan penampakan kesedihan atas aibnya itu sendiri berarti menjelekkannya.
Cukuplah bagimu peringatan atas perbuatan ghibah firman Allah : “Dan janganlah sebagian dari kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah seseorang dari kamu ingin makan daging saudaranya yang sudah mati sehingga kamu tidak menyukainya.”
Allah telah mengumpamakanmu dengan pemakan daging orang yang sudah mati. Dalam perumpamaan ini terdapat petunjuk bahwa kehormatan manusia adalah seperti darah dan dagingnya, karena manusia merasa sakit hatinya bila kehormatannya disakiti sebagaimana tubuhnya merasa sakit bila dagingnya dipotong.
Untuk mencegahmu dari menggunjing orang muslim, hendaklah engkau pikirkan dengan memeriksa dirimu apakah pada dirimu ada aib batin atau lahir dan apakah engkau lakukan maksiat secara diam-diam atau terang-terangan. Apabila engkau telah mengetahui hal itu dari dirimu, maka ketahuilah bahwa ketidakmampuan orang yang engkau gunjingkan untuk membersihkan dirinya sama dengan ketidakmampuanmu dan uzurnya sama dengan uzurmu.
Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas “Apabila engkau ingin menyebut kejelekan temanmu, maka sebutlah kejelekanrnu.” Abi Hurairah juga berkata: “Seseorang dari kami melihat debu di mata saudaranya dan tidak melihat batang pohon di depan matanya.”
Sebagaimana engkau tidak suka kejelekanmu diketahui dan disebutsebut orang lain, maka ia pun tidak menyukainya. Maka jika engkau menutupi kejelekannya, Allah pun menutupi kejelekanmu. Dan jika engkau mengungkapkan kejelekannya, maka Allah menurunkan orangorang yang tajam lisannya dan mencemarkan kehormatanmu di dunia, kemudian Allah mencemarkanmu di akhirat di hadapan khalayak pada hari kiamat. Jika engkau memandang kepada lahir dan batinmu, namun engkau tidak menemukan kekurangan dalam urusan agama dan dunia pada: keduanya, maka ketahuilah bahwa ketidaktahuanmu akan aib-aib dirimu adalah macam kedunguan yang terburuk dan tiada aib yang lebih besar daripada kedunguan.
Seandainya Allah menghendaki kebaikan bagimu, niscaya Dia menjadikanmu mengetahui aib-aib dirimu. Maka penglihatanmu terhadap dirimu dengan pandangan keridaan adalah puncak kedunguan dan kebodohanmu.
Kebanyakan manusia tidak mengetahui kejelekan dirinya. Seseorang dari mereka bisa melihat debu di mata saudaranya sedangkan ia tidak bisa melihat batang pohon di depan matanya. Maka siapa yang ingin mengetahui kejelekan dirinya, ia mempunyai empat jalan.
Pertama, ia duduk di depan seorang guru yang memahami kejelekankejelekan nafsu dan mengetahui cacat-cacat tersembunyi serta mengikuti petunjuknya dalam mengatasinya.
Kedua, hendaklah ia mencari teman yang bisa dipercaya, bijaksana dan taat beragama, lalu menjadikannya sebagai pengawas atas dirinya untuk mengawasi keadaan dan perbuatannya. Mana yang tidak disukainya dari akhlak dan perbuatan serta kejelekannya yang batin dan lahir, ia pun mengingatkannya.
Ketiga, ia ambil faidah dari lisan musuh-musuhnya untuk mengetahui keadaan dirinya, karena pandangan kebencian itu serasa menampakkan keburukan sedangkan tabiat itu diciptakan untuk mendustakan musuh dan mengartikan perkataannya sebagai dengki. Akan tetapi orang yang bijaksana tidak segan mengambil manfaat dari perkataan musuhnya.
Keempat, ia bergaul dengan orang-orang. Maka setiap sesuatu yang dianggap tercela di antara masyarakat, hendaklah ia tuntut dirinya dengan sifat itu, karena orang mukmin adalah cermin orang mukmin. Kemudian jika dugaanmu benar bahwa engkau tidak memiliki kekurangan dalam agama dan duniamu, maka bersyukurlah kepada Allah atas hal itu dan jangan merusakkannya dengan mencela mereka dan mencemarkan kehormatan mereka, karena perbuatan itu termasuk aib terbesar. Umar berkata: “Hendaklah kalian sering menyebut nama Allah , karena ja adalah obat. Dan jagalah dirimu dari ghibah dan menyebut kejelekan orang lain, karena itu adalah penyakit.”
Ketahuilah bahwa buruk sangka adalah haram seperti perkataannya. Sebagaimana diharamkan bagimu berbicara kepada orang lain tentang keburukan-keburukan seseorang, maka diharamkan pula berbicara dalam hatimu tentang hal itu dan berburuk sangka kepadanya.
Allah berfirman: “Jauhilah banyak sangkaan.”
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Jagalah dirimu dari sangkaan, karena sangkaan itu adalah pembicaraan yang paling dusta.” Yang dimaksud dengan sangkaan adalah pemastian hati terhadap keburukan orang lain. Adapun lintasan pikiran dan bisikan hati yang tidak menetap dan dibiarkan lewat oleh orang yang mengalaminya, maka hal itu dimaafkan menurut ijma’ ulama, karena ia tidak mempunyai kemauan atas kejadian itu dan tidak bisa melepaskan diri darinya. Itulah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah :
“Sesungguhnya Allah memaa kan bagi umatku apa yang dibisikannya dalam hatinya selama belum dibicarakannya atan dikerjakannya.”
Para ulama berkata: Yang dimaksud dengan itu adalah lintasan pikiran yang tidak menetap, sama halnya apakah lintasan pikiran itu merupakan ghibah atau kufur atau lainnya.
Maka siapa yang mengalami lintasan kufur tanpa disengaja untuk melakukannya, kemudian di singkirkannya seketika itu, maka ia bukan kafir dan tidak berdosa. Sebab pemaafannya adalah karena tidak mungkin menghindarinya. Yang mungkin hanyalah mencegahnya untuk terus berlangsung.
Oleh karena itu kelangsungannya dan ketetapan hati atas hal itu adalah haram. Apa pun lintasan pikiran yang menimpa dirimu seperti ghibah dan maksiat lainnya, wajiblah engkau mengusirnya dengan berpaling darinya dan menyebut takwil-takwil yang menjauhkannya dari lahirnya. Demikian di sebutkan An-Nawawi dalam Al-Adzkarnya..
- Membantah dan mendebat. Yang dimaksud adalah mencela pendapat orang lain dan mendustakannya serta meremehkan orang yang mengatakannya dan tiada tujuan baginya selain itu.
Dan pertengkaran yang berlarut-larut dengan orang lain. Inilah yang dinamakan khusumat. Hal itu merupakan kekerasan sikap dalam berbicara untuk memperoleh harta atau hak tertentu. Kadang-kadang dilakukan dari permulaan dan kadang-kadang sebagai sanggahan. Perbuatan itu menimbulkan gangguan terhadap orang yang diajak bicara dan ejekan serta celaan terhadapnya. Dalam hadis disebutkan: Tidaklah orang mukmin itu suka menyerang kehormatan orang lain. Dalam perbuatan itu pula terdapat pujian kepada diri sendiri sebagai orang yang pandai dan berilmu, kemudian ia pun mengeruhkan kehidupan. Karena tidaklah engkau membantah seorang yang bijaksana, melainkan ia membencimu dan mendendam kepadamu.
Barangsiapa siap memulai pertengkaran, ia pun telah mengacaukan pikirannya sehingga dalam salatnya ia sibuk mengurusi lawannya.
Nabi $£ bersabda:
“Barangsiapa meninggalkan perdebatan sedang ia mengakui kesalahannya, maka Allah mendirikan baginya sebuah rumah di tepi surga. Dan siapa meninggalkan perdebatan sedang ia mengakui benar, maka Allah mendirikan baginya sebuah rumah di surga yang paling atas.”
Meninggalkan perdebatan dibolehkan bila hal itu tidak menghilangkan hak yang wajib dan tidak menimbulkan kerusakan.
Dalam sebuah riwayat Abi Dawud dan Tirmidzi dari Abi Umamah bahwa Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa meninggalkan perdebatan sedang ia mengaku salah, didirikan baginya sebuah rumah di tepi surga. Dan siapa meninggalkannya sedang ia mengaku benar, didirikan baginya sebuah rumah di tengahnya.
Sedangkan siapa yang baik akhlaknya, didirikan baginya sebuah rumah di surga yang paling atas.”
Tidaklah pantas bagimu bila setan menipumu dan berkata kepadamu: ”Tampakkan kebenaran dan janganlah bersikap lunak dalam membela kebenaran”, karena setan selalu berusaha menjerumuskan orang-orang yang dungu ke dalam kejahatan dalam bentuk kebaikan.
Maka janganlah engkau menjadi bahan tertawaan setan sehingga ia mengejekmu. Menampakkan kebenaran adalah baik terhadap siapa yang mau menerimanya darimu.
Hal itu dilakukan dengan cara nasihat secara diam-diam, bukan dengan cara perdebatan. Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnyaa di dalam surga terdapat kamar-kamar yang bagian luarnya terlihat dari dalamnya dan bagian dalamnya terlihat dari luarnya. Allah menyediakannya bagi siapa yang memberi makan orang lain dan bersikap lunak di waktu bicara.”
Beliau berkata pula: “Perkataan yang baik adalah sedekah.”
Nasihat adalah sifat dan keadaan sedang ia memerlukan sikap lunak atau ia akan menyingkap kejelekan orang lain dan kerusakannya lebih banyak daripada kebaikannya.
Barangsiapa bergaul dengan para pelajar fikih di zaman ini, maka ia pun bertabiat suka membantah dan berdebat dan sulit untuk diam karena diajarkan kepadanya oleh para ulama. yang buruk bahwa itu adalah keutamaan sedangkan kemampuan untuk mengalahkan lawan dengan hujjah dan menyelidiki sesuatu perkara adalah perbuatan terpuji. Maka hindarilah mereka seperti engkau menghindari singa, dan ketahuilah bahwa perdebatan adalah penyebab kebencian di sisi Allah dan para makhluk.
Nabi bersabda: “Tinggalkanlah perdebatan, karena hikmahnya tidak dipahami dan fitnahnya tidak bisa dihindari.” Beliau bersabda pula: “Tidaklah seorang hamba menyempurnakan hakikat iman hingga ia tinggalkan perdebatan, meskipun ia mengaku benar.
Muslim bin Yasar berkata: “Jagalah dirimu dari perdebatan, karena ia adalah saat kejahilan orang alim dan ketika itu setan mengharapkan kesalahannya.”
Abi Darda berkata: “Cukuplah dosa bagimu bila engkau selalu berdebat.”
Umar berkata: “Janganlah engkau belajar ilmu karena tiga perkara dan jangan meninggalkannya karena tiga perkara. Janganlah engkau belajar untuk berdebat dan membanggakan diri serta bersikap riya. Janganlah meninggalkannya karena malu untuk mempelajarinya maupun untuk menghindarinya dan karena tidak ingin mengetahuinya.”
- Memuji diri dengan cara membanggakan diri. Adapun untuk mengakui nikmat, maka itu adalah baik, karena menyebut kenikmatan berarti mensyukurinya.
Hal itu hanya boleh bila bertujuan mensyukurinya dan untuk mengikuti teladan orang lain dan tidak mengkhawatirkan fitnah atas dirinya sedangkan menutupi hal itu lebih utama. Demikian dikatakan oleh Asy-Syarbini.
Allah berfirman: “Janganlah kamu memuji dirimu, Dia (Allah) lebih mengetahui siapa yang bertakwa di antara kamu kamu.” Yakni Allah mengetahui siapa yang bertakwa di antara kamu sebelum Dia mengeluarkan kamu dari sulbi bapakmu Adam .”
Dikatakan kepada orang bijak: ” Apakah kebenaran yang buruk itu?” Maka ia menjawab: “Pujian manusia terhadap dirinya.” Perbuatan itu termasuk tanda seseorang yang tertutup dari Allah sebagaimana dinukil oleh Asy-Syarbini dari Al-Ousyairi.
Maka janganlah engkau membiasakan dirimu di antara orang banyak serta menyebabkan engkau dibenci di sisi Allah Apabila engkau ingin mengetahui bahwa pujian atas dirimu tidak menambah derajatmu di sisi orang lain, maka lihatlah kepada teman-teman yang sebaya denganmu ketika mereka memuji diri mereka dengan kebaikan dan kedudukan yang tinggi sebagaimana hatimu tidak menyukai mereka dan tabiatmu tidak bisa menerimanya. Lihatlah bagaimana engkau mencela mereka atas pujian itu ketika engkau tinggalkan mereka dari majelis itu.
Apabila demikian halnya, maka ketahuilah bahwa mereka pun mencelamu dalam hati mereka di saat engkau memuji dirimu dan mereka akan menampakkan celaan itu dengan lisan mereka ketika engkau tinggalkan mereka. Orang mukmin itu cermin dari orang mukmin. Ia melihat aib-aib orang lain, karena tabiatnya hampir sama dalam mengikuti hawa nafsu.
Cukuplah ini sebagai pendidikan bagimu. Andaikata orang-orang meninggalkan apa yang tidak mereka sukai dari selain mereka, niscaya mereka tidak memerlukan pendidik.
An-Nawawi berkata: “Ketahuilah bahwa penyebutan kebaikankebaikan seseorang ada dua macam, tercela dan disukai.
Yang tercela ialah bila seseorang menyebutnya untuk membanggakan diri dan menunjukkan keunggulan di atas teman-temannya dan sebagainya. Yang disukai ialah bila di dalamnya terdapat maslahat keagamaan. Hal itu dilakukan dengan menyuruh berbuat yang maruf atau mencegah yang mungkar atau menasihati atau menunjukkan suatu maslahat atau mengajar atau mendidik atau mengingatkan atau mendamaikan antara dua orang atau menolak kejahatan dari dirinya atau semacam itu, lalu ia sebut kebaikan-kebaikannya dengan meniatkan bahwa hal ini lebih dekat untuk menerima perkataannya dan mengandalkan apa yang disebutnya. Atau bahwa perkataan yang saya katakan tidak kalian temukan pada orang lain, maka peliharalah dia atau semacam itu.
- Melaknat sesuatu, atau mendoakan orang lain agar dijauhkan dari rahmat Allah Maka jagalah dirimu dari melaknat sesuatu dari makhluk Allah, berupa hewan, makanan atau seseorang, walaupun orang kafir. Seperti mengatakan, semoga Allah melaknat si fulan, meskipun ia orang Yahudi misalnya. Hal itu sangat bahaya, mungkin kelak ia mendapat hidayat dari Allah dan masuk Islam, kemudian mati dan dekat di sisi Allah Adapun melaknat tanpa menunjuk pribadi, maka hal itu dibolehkan. Seperti mengatakan, semoga Allah melaknat orang-orang zalim, semoga Allah melaknat orang-orang kafir, semoga Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani, semoga Allah melaknat orang-orang fasik, semoga Allah melaknat para pematung dan sebagainya.
Janganlah engkau pastikan dengan kesaksianmu atas seseorang dari ahlil giblah bahwa ia seorang musyrik, kafir atau munafik, karena hal itu adalah perkara yang sulit sekali. Sebab yang mengetahui isi hati hanyalah Allah, maka janganlah masuk antara hamba dan Allah
Nabi bersabda:
“Tidaklah seseorang bersaksi atas seseorang bahwa ia kafir, melainkan salah saru dari keduanya akan mendapatkannya. Jika ia seorang kafir, maka jadilah ia seperti yang dikatakannya. Jika ia bukan seorang kafir, maka ia pun telah ka ir karena mengka irkannya.”
Jika dikatakan: “Bolehkah melaknat Yazid, karena ia pembunuh Husein atau menyuruh membunuhnya?” Kami jawab: ”Ini tidak terbukti pada asalnya. Maka tidak boleh dikatakan bahwa ia membunuhnya atau menyuruh membunuhnya selama tidak terbukti. Terlebih pula melaknatnya, karena seorang muslim tidak boleh dituduh melakukan dosa besar tanpa memastikannya.Namun boleh mengatakan, Ibnu Muljam membunuh Ali dan Ibnu Luluah membunuh Umar, karena hal itu terbukti secara mutawatir.” Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’
Ketahuilah di hari kiamat tidak dikatakan kepadamu: “Mengapa engkau tidak melaknat si fulan dan mengapa engkau mendiamkannya.” Bahkan seandainya engkau tidak melaknat iblis seumur hidupmu dan tidak menyibukkan urusanmu dengan menyebutnya, maka engkau tidak ditanya tentang hal itu dan tidak dituntut pada hari kiamat. Apabila engkau melaknat sesuatu yang tidak patut dilaknat, .hendaklah engkau segera mengatakan: “Kecuali bila tidak patut dilaknat.” Demikian disebutkan dalam Adzar An-Nawawi. Janganlah engkau mencela sesuatu dari makhluk Allah.
Nabi tidak pernah mencela makanan yang tidak disukai. Tetapi bila menyukai sesuatu, beliau memakannya, dan bila tidak suka beliau meninggalkannya tanpa mencelanya. Diantara kata-kata tercela yang biasa dipakai adalah perkataan seseorang kepada musuhnya, Hai keledai, hai bandot, hai anjing, ini adalah perkataan yang buruk dari dua jalan. Pertama ia adalah dusta, kedua ia adalah gangguan.
Berbeda dengan perkataan: “Hai zalim dan semacamnya”, karena perkataan ini diperbolehkan dalam keadaan darurat dan pada umumnya benar. Setiap manusia tentu pernah berbuat zalim kepada dirinya atau orang lain. Demikian disebutkan dalam Adztar An-Nawawi.
- Mendoakan orang lain supaya binasa. Maka jagalah lisanmu dari doa yang tidak baik, sekalipun pada orang menganiayamu. Serahkan urusannya kepada Allah , dalam hadis disebutkan, Seorang yang teraniaya mendoakan kebinasaan penganiayanya hingga sebanding dengannya. Kemudian orang yang zalim mempunyai kelebihan padanya yang dituntutnya pada hari kiamat.
Diceritakan bahwa orang-orang mencaci-maki Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsagafi, seorang menguasa alim tetapi zalim. Maka berkatalah seorang ulama salaf yang salih Al-Imam Muhammad bin Sirin di hadapan orang banyak, dan beliau melarang mencaci-maki Al-Hajjaj: “Sesungguhnya Allah akan menghukum orang yang mencaci-maki Al-Hajjaj sebagaimana Dia menghukum Al-Hajjaj karena menganiaya yang lain.”
Menurut riwayat dikatakan bahwa Al-Hajjaj telah membunuh dan menyalib Sayyidina Abdullah bin Zubair salah seorang sahabat Nabi Dan ia juga telah membunuh Said bin Jubair salah seorang tokoh tabi’in dan ulama yang beramal, namun ketika ia membunuh Saiddarahnya terus mendidih hingga memenuhi baju-bajunya dan surut ketika ia berada di tempat tidurnya, dan tidak berhenti pada dirinya dan belum pernah terlihat darah yang lebih banyak daripada itu. Al-Hajjaj terus dalam ketakutan hingga tidak bisa tidur. Dalam ketakutannya itu ia berkata: “Mengapa aku dan kenapa engkau hai Said bin Jubair, ini terjadi terusmenerus selama enam bulan, sampai perutnya menjadi kering dan pecah, dan akhirnya ia pun mati. Ketika dikubur, bumi menelan jasadnya. Ia hidup enam bulan setelah meninggalnya Said bin Jubair. Menurut riwayat ada orang-orang tahanan telah kematiaannya 33.000 orang teraniaya. Juga telah di hitung jumlah orang tahanan dibunuh oleh Al-Hajjaj, ternyata ada 120.000 orang. Demikian disebutkan dalam Syarah Asy-Syifa’.
- Jagalah dirimu dari bergurau dan mengejek serta menghina orang lain. Yang dimaksud senda gurau di sini adalah senda gurau yang tercela.
Adapun ejekan, maka bisa dilakukan dengan meniru perkataan dan perbuatan dan terkadang dengan isyarat. Bilamana dilakukan di hadapan orang yang diejek, maka hal itu tidak dinamakan ghibah, meskipun mengandung makna ghibah. Maka jagalah dirimu dari semua itu dalam keadaan serius maupun bercanda, karena ia bisa menumpahkan air muka, menghilangkan wibawa, menyebabkan kesusahan dan menyakiti hati orang lain.
Perbuatan itu menimbulkan permusuhan, kemarahan dan pemutusan hubungan serta menanamkan dendam di dalam hati. Maka menjauhlah dari senda gurau, karena ia tidak membawa manfaat. Jika seseorang bergurau denganmu, janganlah engkau menjawabnya.
Dalam sebuah naskah dijelaskan, Jika mereka bergurau denganmu, maka janganlah menjawab mereka dan berpalinglah dari mereka hingga mereka berbicara masalah lain. Jadilah engkau termasuk orang-orang yang apabila mendengar perkataan yang buruk segeralah menyingkir, dan jadilah orang-orang yang menyuruh berbuat maruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan berusahalah menjauhi perbuatan keji dan memaafkan dosa-dosa serta menahan diri dari perbuatan yang buruk bila ditegaskan. Demikian disebutkan dalam Siraajul Munir.
Umar bin Abdul Aziz berkata: “Takutlah kamu kepada Allah dan jagalah dirimu dari bergurau, karena perbuatan itu menyebabkan dendam dan perbuatan buruk. Bicaralah tentang Al-Qur’an dan duduklah dengan membacanya. Jika berat bagimu melakukannya, maka berbicaralah yang baik tentang orang-orang salih.”
Kedelapan penyakit lisan.tersebut di atas adalah kumpulan kejelekan lisan dan tiada yang membantu untuk mengatasinya selain uzlah atau tetap diam kecuali sekadar keperluan.
Nabi bersabda: “Barangsiapa ingin selamat, hendaklah ia diam.”
Dalam kata berhikmah disebutkan: ”Lidahmu adalah singa. Jika engkau lepaskan dia, ia akan memangsamu. Dan jika engkau menahannya, maka ia akan menjagamu.”
Abu Bakar Ash-Shiddig pernah meletakkan batu dalam mulutnya untuk mencegah dari pembicaraan yang tidak berguna. Ia mengisyaratkan kepada lisannya seraya berkata: “Inilah yang memasukkan aku di tempat yang baik atau tempat yang buruk.”
Ketika Abu Bakar meninggal, ia terlihat dalam mimpi salah seorang sahabat. Kemudian dikatakan kepadanya: “Ke tempat mana engkau dimasukkan oleh lisanmu?” Abu Bakar menjawab: Aku ucapkan Laa ilaha illallah dengan tulus, maka ia masukkan aku ke dalam surga.”
Oleh sebab itu berusahalah sekuat tenaga untuk menghindari pelanggaran lisan karena ia adalah penyebab terkuat yang membinasakanmu di dunia dan akhirat.
Dalam hadis disebutkan: ”Beruntunglah siapa yang bisa mengendalikan lisannya dan merasa cukup di rumahnya serta menangisi dosanya. Diriwayatkan dari Al-Auzz’i bahwa ia berkata: “Orang mukmin itu sedikit bicara dan banyak amalnya, sedangkan orang munafik banyak bicara sedikit amalnya.
Abu Bakar bin Khalaf Al-Lakhmi berkata:
Manusia bisa mari karena tergelincir lidahnya sedang manusia tidak bisa mati karena tergelincir kakinya tergelincirnya lisan dari mulutnya bisa melemparkan kepalanya sedangkan tergelincirnya kaki bisa sembuh secara berangsur
Adapun perut, maka jagalah dia dari makan makanan haram dan Syubhat. Haram adalah yang menurut pengetahuanmu atau sebagian besar dugaanmu yang dilarang syara. Apabila ada dua tanda yang menunjukkan halal dan haram, hingga menimbulkan keraguan yang tidak bisa ditetapkan salah satunya, maka itu adalah syubhat yang bisa menjadi halal dan bisa menjadi haram sehingga tersamar keadaannya begimu. Demikian disebutkan dalam .Winhajul “Abidin.
Ibrahim Asy-Syabarkhiti berkata: “Para ulama telah berselisih pendapat mengenai syubhat.
Sebagian mengatakan ia adalah hukum yang diperselisih-kan para ulama. Seperti daging kuda yang diharamkan Imam Malik dan dibolehkan menurut yang lain, atau makruh menurut mendapat Al-Mawardi. Karena ia adalah pertengahan halal dan haram, maka hendaklah berhati-hati dan meninggalkannya.
Al-Khattabi mengatakan syubhat, jika seseorang bermua’amalat dengan orang lain yang memiliki harta yang bercampur dengan barang haram atau syubhat. Perkara ini tidak terdapat dalam nash dari syara’ apakah yang demikian itu halal atau haram. Maka berusahalah sekuat tenaga untuk mencari rezeki yang halal.
Nabi bersabda: “Mencari rezeki halal adalah wajib atas setiap muslim.” HR. Ibnu Mas’ud.
Imam Malik dan Asy-Syafi’i menafsirkan halal sebagai suatu yang tidak terdapat dalil tentang pengharamannya, dan ia dikategorikan halal, karena lebih menyerupai kemudahan agama. Abi Hanifah menafsirkan sebagai sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil tentang kehalalannya. Nampak buah perselisihan tentang sesuatu yang didiamkan dan tidak diketahui asalnya. Sedang menurut fuqaha Hanafi ia termasuk haram, apabila menemukan yang halal dan membatasi makan dengan sekadar mencukupi. Dan tingkatan-tingkatan dalam makan ada tujuh.
Pertama, makan sekadar untuk hidup.
Kedua, melebihkan dari itu dengan kadar yang menimbulkan kekuatan untuk menunaikan salat lima waktu dan nawafil. Kedua hal ini adalah wajib. Seperti makan untuk menguatkan menjalankan puasa wajib.
Ketiga, makan makanan yang menimbulkan kekuatan untuk melakukan ibadat sunah dan ini adalah mustahab.
Kcempat, Makan untuk menguatkan tubuh mencari nafkah dan bekerja, ini adalah syar’i.
Kelima, memenuhi sepertiga perut. Kekenyangan ini tidaklah makruh jika ia makan dari miliknya. Adapun jika makan milik orang lain, maka Al-Ourafi berkata: “Sesungguhnya itu adalah haram.”
Karena makan lebih dari tuntunan syar’i tidak boleh, kecuali bila diketahui keridaan dari orang yang mengundang untuk makan lebih dari itu. Maka ia boleh makan sesuai keinginannya.
Keenam, Makan makanan lebih dari sepertiga perut dan itu adalah makruh, karena menyebabkan seseorang merasa malas dan selalu ingin tidur. Inilah yang dilakukan kebanyakan orang.
Ketujuh, Makan lebih dari itu hingga terlalu kenyang dan terganggu. Ini adalah haram. Demikian disebutkan dalam Syarah Al-Mandhumah oleh Ibnu Imad.
Sesungguhnya kenyang itu bisa mengeraskan hati dan merusakkan pikiran dan mengganggu daya hafal serta memberatkan anggota tubuh dari ibadat dan belajar ilmu di samping menguatkan syahwat dan membantu tentara setan yang sepuluh, yaitu kezaliman, khianat, kufur, tidak memelihara amanat, naminah, sifat munafik, penipuan, meragukan Allah Yang Maha Esa, melanggar perintah Allah yang memiliki keagungan dan kemuliaan dan melalaikan sunah Nabi Demikian disebutkan oleh Al-Hamadani.
Lugman berkata kepada putranya:” Apabila perut menjadi penuh, pikiran tidur, hikmah menjadi bisu dan anggota-anggota badan malas beribadat.”
Seorang bijak berkata: “Barangsiapa banyak makannya, ia pun banyak minumnya. Dan siapa yang banyak minumnya, ia pun banyak tidurnya. Dan siapa yang banyak tidurnya, ia pun banyak dagingnya (gemuk). Dan siapa yang menjadi gemuk, hatinya menjadi keras. Dan siapa yang keras hatinya, ia pun hanyut dalam dosa-dosa. Kekenyangan dari yang halal adalah awal segala kejahatan. Maka bagaimana pula dari yang haram.
Asy-Syarani berkata: Sesungguhnya makan makanan haram atau syubhat membuat hati menjadi gelap dan menghalanginya dari memasuki hadirat Allah Mencari rezeki halal adalah wajib atas setiap muslim. Fardu ini adalah yang paling sulit dipahami akal dan paling berat dilakukan oleh anggota badan, karena orang-orang bodoh mengira bahwa rezeki halal itu tidak ada dan jalan untuk mencapainya telah tertutup. Hal itu mustahil. Segala yang halal itu jelas dan yang haram jelas, sedangkan di antara keduanya terdapat hal-hal yang tersamar dan ketiga perkara ini selalu bergandengan bagaimanapun beratnya keadaan-keadaan. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya’.
Beribadat dan menuntut ilmu tapi makan makanan haram seperti membangun di atas kotoran. Ibrahim bin Adham berkata: Baikkanlah makananmu dan hendaklah engkau berpuasa di waktu siang dan mengerjakan salat malam (tahajjud).
Apabila engkau merasa puas dengan sepotong baju yang kasar dalam setahun dan potong roti kering dalam sehari semalam tanpa menikmati kuah yang paling enak, tidaklah sulit bagimu mencari yang halal sekadar mencukupi harimu sedangkan yang halal itu banyak. Engkau tidak perlu menyelidiki hal-hal yang tersembunyi, tetapi engkau harus berhati-hati dari apa yang engkau yakini sebagai sesuatu yang haram atau engkau menduga bahwa ia adalah haram berdasarkan tanda yang nampak dan berkaitan dengan harta. Hal itu termasuk haram pendapat Al-Ghazali, karena dugaan yang besar sama dengan meyakininya dalam banyak hukum. Namun ada yang mengatakan, hal itu termasuk syubhat, karena tidak terdapat keyakinan tentang keharamannya.
Adapun harta yang diyakini keharaman atau kehalalannya, maka sudahlah jelas. Seperti harta yang diambil dari akad yang saling meridai seperti jual beli, mahar dan upah. Adapun yang tanpa imbalan adalah seperti hibah, sedekah dan wasiat. Dan yang diambil secara paksa karena merupakan harta yang tak terlindung seperti ghanimah atau harta milik orang kafir yang tidak mendapat perlindungan dan jaminan. Maka ini adalah halal jika mereka keluarkan khumus darinya dan dibagikan dengan adil di antara orang-orang yang berhak. Atau mengambil dari zakat atau dari nafkah-nafkah yang wajib. Ini semua diambil dari orang-orang yang memiliki harta lebih atau mengambil dari barang-barang mubah yang tidak dimiliki oleh seseorang, yaitu seperti binatang buruan, atau dari menebang kayu di hutan, mencari rumput, mengambil air dari sungai dan menanami tanah tak bertuan, kesemuanya ini diperoleh dengan ikhtiar.
Dan yang diambil tanpa ikhtiar seperti warisan. Semua itu adalah halal apabila diperhatikan svarat-syvarat syara’ dalam menghasilkannya. Adapun harta yahg diduga keharamannya dengan suatu tanda seperti, harta raja dan para pejabatnya.
Para ulama berselisih tentang hadiah mereka di zaman ini. Sebagian mengatakan halal bagi kita mengambilnya karena tidak bisa dipastikan keharamannya. Sebagian mengatakan haram, karena kebanyakan harta di zaman ini adalah haram.
Sebagian lagi mengatakan, sesungguhnva hadiah mereka halal bagi orang kaya dan orang miskin bila tidak dipastikan bahwa harta itu haram sedangkan yang bertanggung jawab adalah pemberi. Sebagian yang lain mengatakan haram harta mereka bagi orang kaya maupun orang miskin sekalipun sedikit, karena mereka bersitat zalim dan kebanyakan harta mereka adalah haram, sedangkan hukumnya berlaku atas yang terbanyak. Ada yang mengatakan halal bagi orang miskin saja, kecuali bila diketahui bahwa barang itu adalah hasil rampasan. Maka ia tidak boleh mengambil barang, kecuali untuk mengembalikannya kepada pemiliknya. Tidaklah berdosa bagi orang miskin untuk mengambil dari harta raja, karena apabila barang itu miliknya, maka tiada keraguan tentang kehalalan orang miskin untuk mengambilnya. Dan bilamana berasal dari harta fai’, maka orang miskin mempunyai hak kepadanya, begitu pula bagi ahli ilmu.
Ali bin Abi Thalib berkata: “Barangsiapa masuk Islam dengan tunduk dan membaca Al-Qur’an dengan jelas, maka ia berhak mendapat seratus dirham setiap tahun dari Baitul maal kaum muslimin. Jika ia tidak mengambilnya di dunia, maka ia mengambilnya di akhirat. Apabila demikian halnya, maka orang miskin dan orang alim boleh mengambil haknya.”
Para ulama berkata, apabila hartanya bercampur dengan barang rampasan yang tidak bisa dikenali atau tidak mungkin dikembalikan kepada pemiliknya dan anak cucunya, maka tiada jalan keluar bagi raja kecuali menyederhanakannya.
Maka diizinkan bagi orang miskin untuk mengambil, kecuali barang yang dirampas dan barang haram, karena ia tidak boleh mengambilnya. Masalah-masalah ini tidak mungkin difatwakan mengenainya, kecuali dengan penjelasan dan penelitian. Inilah ringkasan dari apa yang disebutkan dalam Minhajul Abidin.
Dan harta orang yang tidak mempunyai penghasilan selain dari meratapi mayit atau menjual khamar dan semacamnya yang diharamkan atau riba atau menjual alat-alat musik seperti seruling dan alat-alat lainnya yang diharamkan. Jika engkau ketahui bahwa sebagian besar hartanya haram secara pasti, maka apa yang engkau ambil dari tangannya adalah haram karena itulah dugaan terbesar.
Asy-Syabarkhiti berkata dalam Al-Futuuhaat Al-Wahbiyyah dengan menukil dan Mukhtasor Ihya?” Uluumiddin, termasuk golongan yang samar adalah sesuatu yang sudah dibeli dengan harta haram, kecuali bila makanannya telah diterima atau telah dimakan sebelum membayar, maka hukumnya halal dengan ijma’ dan tidak berubah menjadi haram dengan membayarnya dengan harta haram.
Termasuk pula barang haram, harta yang dimakan dari wakaf sesuai dengan sabda Nabi : “Orang-orang muslim itu tergantung pada syaratsyarat mereka.”
Barangsiapa yang tidak belajar fikih, maka apa yang diambilnya dari madrasah tersebut adalah harta haram. Karena ia tidak berhak mengambil barang itu, sebab barang yang diwakafkan atas pelajar madrasah berlaku atas pelajar fikih, sedangkan ilmu syar’i ada tiga macam: fikih, hadis dan tafsir.
Barangsiapa melakukan maksiat yang menyebabkan kesaksiannya ditolak seperti pembunuhan, berzina, menuduh orang berzina tanpa bukti, kesaksian bohong dan terus menerus melakukan dosa kecil, maka apa yang diambilnya atas nama orang sufi dari harta wakaf atau lainnya seperti sedekah yang ditetapkan untuk orang sufi, maka harta itu haram karena ia tidak berhak atasnya. Karena kaum sufi adalah orang-orang yang menjalankan adab-adab syariah lahir dan batin.
Kami telah menyebutkan jalan-jalan masuknya syubhat, halal dan haram dalam sebuah kitab khusus, dalam bab Halal dan Haram dari kitab Ihya? Uluumiddin. Maka carilah kitab itu, tetapi ringkasannya tertulis dalam syarah ini.
Sesungguhnya pengetahuan tentang rezeki halal dan pencariannya adalah wajib atas setiap muslim seperti salat lima waktu berdasarkan sabda Nabi : “Mencari nafkah halal adalah wajib atas setiap muslim.” HR. Ad-Dailami dari Anas.
Yakni mencari pengetahuan tentang mana yang halal dan mana yang haram adalah wajib. Atau artinya mencari nafkah halal adalah wajib. Demikian dinukil oleh Al-Azizi dari Al-Manawi. Dan hadis yang lain Nabi #£ bersabda: “Mencari nafkah (rezeki) halal adalah wajib sesudah kewajiban lainnya.” HR. Thabrani dari Ibnu Mas’ud.
Yakni nafkah (rezeki) halal untuk biaya dirinya, istri dan anakanaknya adalah wajib sesudah iman dan salat atau sesudah semua kewajiban yang ditetapkan Allah. Maka mencari apa yang diperlukannya bagi dirinya, istri dan anak-anaknya adalah wajib tanpa melebihi dari yang cukup. Demikian dikatakan oleh Al-Azizi.
Nabi bersabda: “Mencari nafkah halal adalah jihad.” HR. AlOudha’iy dari Ibnu Abbas.
Mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga pahalanya seperti pahala jihad.
Adapun kemaluan, maka jagalah dia dari perbuatan yang diharamkan Allah seperti zina, liwath (homoseks), hubungan antara wanita dengan sejenisnya (lesbian), mengeluarkan mani dengan tangan (onani), menggauli istri di waktu haid dan di waktu suci sebelum mandi serta bersetubuh dengan hewan. Jadilah engkau sebagaimana Allah berfirman: “Dan orang-orang yang memelihara kemaluan mereka, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka mereka itu tidak dipersalahkan.”
Engkau tidak akan sampai kepada hakikat pemeliharaan mata dari pandangan terlarang dan memelihara hati dari memikirkan keindahan wanita serta memelihara perut dari syubhat dan terlebih pula dari yang haram atau dari makan terlalu kenyang.
Karena semua ini dapat menggerakkan syahwat dan pokok-pokoknya. Adapun kedua tangan, maka jagalah keduanya dari memukul atau dzimmi tanpa alasan yang sah seperti memukul muka atau membunuh dengan tangan secara langsung atau karena suatu sebab seperti menggali sumur secara aniaya.
Nabi bersabda:
“Andaikata penghuni langit dan penghuni bumi bersekutu dalam menumpahkan darah seorang mukmin, niscaya Allah menjerumuskan mereka ke dalam neraka.”
Atau engkau peroleh harta haram dengan perantaraan kedua tanganmu atau menganggu seseorang atau menghianati amanat atau titipan atau engkau tuliskan sesuatu yang tidak boleh diucapkan, karena pena adalah salah satu dari kedua pesan. Maka jagalah pena dari apa yang tidak boleh diucapkan oleh lisan.
Dzun Nun Al-Mishri berkata:
Tidaklah setiap penulis, melainkan ia akan binasa i sedang apa yang ditulis kedua tangannya akan terap hidup maka janganlah engkau menulis dengan tanganmu kecuali sesuatu yang menyenangkanmu di hari kiamat ketika melihatnya.
Adapun kedua kaki, maka jagalah keduanya supaya tidak berjalan menuju ke tempat yang diharamkan seperti berjalan menuju pintu raja yang zalim dengan meridai kezalimannya. Demikian dikatakan oleh Ibnu Hajar. Karena berjalan menuju raja yang zalim tanpa keperluan yang sah dan tanpa melakukan maksiat adalah dosa besar.
Sebab berjalan menuju mereka berarti merendahkan diri dan memuliakan mereka atas kezaliman mereka sedangkan Allah telah menyuruh berpaling dari mereka dalam firman Allah : “Dan janganlah kamu condong kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka.” QS. Hud: 114.
Perbuatan itu memperbanyak kelompok mereka dan membantu mereka untuk berbuat zalim. Dalam kabar disebutkan: “Sebaik-baik umara adalah yang mendatangi ulama dan seburuk-buruk ulama adalah yang mendatangi umara.”
Dalam kabar disebut: “Para ulama adalah orang-orang kepercayaan para rasul atas hamba-hamba Allah selama mereka tidak bergaul dengan raja (penguasa). Apabila mereka lakukan itu, maka mereka telah mengkhianati para rasul. Maka waspadalah dan jauhilah mereka.
Abi Dzar berkata: “Barangsiapa memperbanyak kelompok suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka. Seperti halnya raja-raja, ketentuan ini berlaku pula bagi para pejabat mereka.
Al-Auza’y berkata: Tidaklah sesuatu yang lebih dibenci Allah dari pada seorang alim yang mengunjungi pejabat.
Bilamana kedatangan kepada mereka itu bertujuan meminta harta mereka, maka itu berarti kepergian menuju sesuatu yang haram.
Nabi bersabda:
“Barangsiapa merendahkan diri kepada seorang kaya yang salih karena kekayaannya, lenyaplah dua pertiga agamanya.”
Yang dimaksud dengan agama di sini adalah adab. Artinya ialah adab itu ada tiga macam, yaitu adab terhadap Allah, adab terhadap Rasulullah dan adab terhadap orang banyak. Apabila seseorang merendahkan diri kepada orang kaya, lenyaplah kedua adabnya, yaitu adab terhadap Allah dan adab terhadap rasul-Nya dan tinggalah satu adab.
Lenyapnya dua pertiga adab ini adalah mengenai seorang kaya yang salih. Maka bagaimana sangkaanmu terhadap orang kaya yang zalim.
Ringkasnya ialah gerak dan diammu pada anggota tubuhmu adalah salah satu nikmat Allah padamu. Maka janganlah engkau gerakkan sebagian darinya dalam mendurhakai Allah seluruhnya. Akan tetapi gunakanlah anggota-anggota itu dalam mentaati Allah Ketahuilah bahwa jika engkau lamban dalam melakukan ketaatan, maka engkau akan merugi.
Dan jika engkau giat dalam melakukan ketaatan, maka engkau akan mendapat faidahnya.
Allah tidak membutuhkan dirimu dan tidak membutuhkan amalmu.
Akan tetapi setiap jiwa tergantung pada amalnya di sisi Allah.
Ali berkata: “Barangsiapa menduga bahwa tanpa susah payah ia bisa masuk surga, maka ia pun berangan-angan. Dan siapa yang menduga bahwa dengan mencurahkan segenap tenaga, ia bisa masuk surga, maka ia pun berangan-angan. Maka janganlah engkau tinggalkan amal.” Hasan Al-Bashri berkata: “Meminta surga tanpa beramal adalah salah satu dosa.”
Waspadalah dari perkataanmu: “Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang dan mengampuni dosa-dosa bagi orang-orang yang durhaka. Karena ini adalah perkataan hak, tetapi maksudnya batil dan orang yang mengucapkannya disebut orang dungu seperti sebutan yang diberikan Rasulullah ”
Beliau bersabda:
“Orang yang cerdas ialah orang yang mengendalikan nafsunya dan beramal untuk kehidupan sesudah mari sedangkan orang yang dungu ialah orang yang na sunya mengikuti keinginannya dan berangan-angan dusta terhadap Allah.”
Hasan Al-Bashri berkata: “Banyak orang yang dilalaikan oleh anganangan ampunan hingga mereka keluar dari dunia dalam keadaan bangkrut dan tidak mempunyai kebaikan.”
Salah seorang dari mereka berkata: “Aku berbaik sangka kepada Tuhanku.” Ia berdusta: “Sesungguhnya jika ia berbaik sangka kepada Tuhannya, niscaya ia beramal baik untuk-Nya.”
Ketahuilah bahwa perkataan ini sama dengan orang yang merasa pandai tentang ilmu-ilmu agama tanpa belajaf ilmu dan tidak berbuat apa-apa.
Maka ia berkata: “Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang dan berkuasa untuk menampakkan berbagai ilmu dalam hatiku sebagaimana Dia menampakkannya dalam hati para nabi-Nya tanpa bersusah payah maupun belajar berulang-ulang. ”
Yahya bin Mw’adh berkata: “Keterpedayaan itu menurutku adalah terus-menerus berbuat dosa dengan mengharap ampunan tanpa menyesal dan mengharap kedekatan dari Allah 4& tanpa melakukan ketaatan, menunggu tanaman surga dengan menabur benih mereka, mencari negeri orang-orang yang taat dengan melakukan berbagai maksiat serta menunggu melampaui batas.”
Makna ini telah disebutkan penyair dalam Bahrul Basitth: Engkau harapkan keselamatan tetapi tidak menempuh jalan-jalannya sesungguhnya kapal tidak bisa berlayar di atas tempat yang kering.
Ia seperti orang yang menginginkan harta, tetapi tidak mau bertani, tidak mau berdagang dan tidak mau bekerja, tetapi tetap menganggur. Sedangkan ia berkata: “Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia mempunyai perbendaharaan langit dan bumi. Dan Dia berkuasa untuk menunjukkan kepadaku harta terpendam di bumi sehingga cukup bagiku tanpa bekerja. Dia telah melakukan itu pada sebagian hamba-Nya. Maka jika engkau mendengar perkataan dari kedua macam orang ini, niscaya engkau menganggap keduanya orang dungu dan engkau ejek kedua orang itu, meskipun apa yang dikatakannya benar dan betul bahwa Allah $$ Maha Pemurah dan Maha Kuasa.
Hal itu disebabkan Allah menjadikan bagi segala sesuatu kebutuhan manusia sebagai sebab dan jalan untuk mencapai keinginannya. Jika tidak begitu, niscaya Allah tidak berfirman kepada Sayyidah Mary am: “Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” QS. Maryam: 25. Sesungguhnya Allah sanggup menggugurkan kurma yang masak kepada Sayyidah Maryam tanpa menggoyang pangkal pohon kurma. Akan tetapi Allah “ menjadikan segala sesuatu melalui sebab.
rakyatnya: “Bagaimana keadaan pemimpinmu?”
Orang itu menjawab: “Wahai Amirul mukminin, apabila sumber airnya tawar, maka sungai pun menjadi sedap.”
Apabila demikian halnya, maka perbaikilah hati itu supaya anggotaanggota badanmu menjadi baik dan kebaikannya tercapai dengan melakukan muragabah, yaitu menghadirkan hati bersama Allah JS dan memusatkan perhatian kepada-Nya.
Salah seorang dari mereka berkata: “Kebaikan terdapat dalam lima perkara, yaitu banyak lapar, membaca Al-Qur’an dengan merenungkan maknanya, yaitu sambil menangis kepada Allah di waktu dini hari, mengerjakan salat di waktu malam dan duduk dengan orang-orang salih.”
Seorang penyair berkata:
Obat hatimu yang keras ada lima lakukanlah itu, niscaya engkau mendapat kebaikan dan keberuntungan kekosongan perut dan merenungkan Al-qur’an ‘ merengek sambil menangis kepada Allah di waktu dini hari begitu pula sholat di tengah malam dan duduk dengan orang-orang salih.
Ada yang menambahkan:
makan makanan halal dan diam mengasingkan diri tidak suka mengurusi hal ihwal orang lain.
Ketahuilah bahwa sifat-sifat tercela di dalam hati banyak jumlahnya, karena berkumpul pada manusia empat macam sifat, yaitu Sabu’iyah (binatang buas), Bahimiyah (binatang), Syaitaniyah dan Rabbaniyah. Semua itu terkumpul di dalam hati. Maka berkumpullah pada manusia sifat babi, anjing, setan dan orang bijak.
Babi adalah syahwat, anjing adalah amarah sedangkan setan selalu membangkitkan syahwat babi dan amarah binatang buas sementara orang bijak yang berupa akal, diperintah menolak tipu daya setan. Seseorang yang memiliki sifat babi, ia akan menuruti syahwatnya dengan menimbulkan sifat tak tahu malu, jahat, boros, kikir, riya’, berandal, kesiasiaan, tamak, dengki, dendam dan lainnya.
Sedang mereka yang memiliki sifat anjing, ia akan menuruti amarahnya dengan menyebarkan ke dalam hati sifat menonjolkan diri, suka berlaku keji, kemewahan, pembual, sombong, membanggakan diri, mengajak dan meremehkan orang lain, keinginan berbuat jahat dan kezaliman dan lainnya. Sedang mereka yang memiliki sifat setan ia akan menuruti syahwat dan amarah yang menghasilkan sifat licik dan penuh tipu-daya, keberanian, penyelewengan, pengkhianatan dan semacamnya.
Andaikata semua itu ditanam di bawah kepemimpinan sifat Rabbaniyah, niscaya menetaplah dari sifat-sifat Rabbaniyah di dalam hati, Yaitu ilmu, hikmah, keyakinan, pengetahuan akan hakikat segala sesuatu dan segala urusan menurut apa adanya.
Cara membersihkan hati dari sifat-sifat tercela sangatlah sulit. Cara pengobatan dan pengamalannya telah terhapus seluruhnya karena manusia lalai akan dirinya dan sibuk dengan kesenangan dunia. Kami telah menjelaskan hal itu semua, yaitu sifat-sifat tercela dan cara pembersihkan hati darinya dalam kitab Ihya’ Ulumiddin dalam Rubu’ Muhlikaat dan Rubu? Munyiyaat.
Dalam Muhlikaat (perkara-perkara yang membinasakan) adalah pada bagian ketiga, sedangkan dalam Munjiyaat (perkara-perkara yang menyelamatkan) adalah pada bagian keempat. Akan tetapi kami peringatkan agar berhati-hati terhadap tiga sifat buruk di dalam hati yang kebanyakan menimpa pelajar figh di zaman ini, karena ketiga sifat ini menimbulkan kebinasaan dan merupakan pokok dari sifat-sifat buruk lainnya, yaitu dengki, riya dan kesombongan.
Maka berijtihadlah dalam membersihkan hati darinya. Jika seseorang sanggup membersihkannya, maka ia pun mengetahui cara menghindari sisanya diantara rubu’ muhlikaat.
Bilamana tidak sanggup melakukan ini, maka ia lebih tidak sanggup lagi membersihkan sifat-sifat buruk lainnya. Janganlah sering menyangka bahwa diri kita selamat dari dosa dengan niat yang baik dalam belajar ilmu sementara dalam hati kita terdapat sifat dengki, riya dan kesombongan.
Nabi bersabda:
“Tiga perkara menimbulkan keselamatan, yaitu rasa takut kepada Allah dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan. Berlaku adil Jalam keadaan rida dan marah, dan berbuat wajar dalam keadaan miskin dan kaya. Dan nga perkara menimbulkan kebinasaan yaitu kekikiran yang dituruti, hawa na Su yang diikuti dan kebanggaan manusia terhadap dirinya.”
Sifat yang terakhir ini adalah fitnah yang menimpa para ulama dan merupakan fitnah terbesar.
“Tiga perkara menimbulkan kebinasaan dan tiga perkara menimbulkan keselamatan serta tiga perkara menghapus dosa dan tiga perkara merupakan derajat-derajat. Adapun perkara-perkara yang membinasakan adalah kekikiran yang di taati, hawa nafsu yang diikuti dan kebanggaan manusia terhadap dirinya, Adapun perkara-perkara yang menimbulkan keselamatan alah berlaku adil dalam keadaan marah dan nda, berbuat wajar dalam kradaan miskin dan kaya, rasa takut kepada Allah dalam keadaan sembunyi dan terang-terangan. Adapun pertaraperkara yang menghapus dosa talah salat sesudah salat, menyempurnakan wudu mesti udara dalam keadaan sangat dingin dan melangkahkan kaki untuk salat jamaah. Adapun derajat-derajat (di surga) ialah dengan memberi makan orang lain, menyiarkan salam dan mengerjakan salat di waktu malam ketika orang-orang tidur:
Nabi bersabda :
“Tiga perkara yang tidak selamat umat ini darinya, yaitu iri hati, prasangka dan berfirasat buruk. Maukah kuberitahukan kepada kalian jalan keluarnya? Mereka menjawab: Beritahulah kami, Nabi berkata: Apabila menyangka, janganlah engkau pastikan. Apabila engkau iri. maka Janganlah berbuar zalim. Dan apabila berfirasat buruk, maka teruslah seraya bertawakal kepada Allah.”
Adapun hasad, maka ia adalah cabang dari kekikiran, dendam dan amarah. Karena orang bakhil adalah orang yang enggan membelanjakan hartanya yang dituntut oleh syara dan harga dirinya untuk menafkahkannya kepada orang lain.
Sedangkan syakhih adalah orang yang kikir dengan nikmat Allah yang terdapat dalam perbendaharaan kekuasaan Allah bukan dalam perberdaharaan-Nya pada hamba-hamba Allah. Maka kekikirannya lebih besar, karena macam yang kedua ini mencegah seseorang memberi orang lain sebagaimana ia mencegah seseorang memberi orang lain. Orang yang hasad ialah orang yang merasa berat melihat Allah memberi kenikmatan kepada orang lain dari perbendaharaan kekuasaan-Nya berupa ilmu atau harta atau kecintaan oleh orang banyak seperti pengikut yang banyak atau jabatan. Bahkan orang yang hasad itu menginginkan lenyapnya kenikmatan yang dimiliki orang lain, meskipun dengan keinginan itu ia tidak mendapatkan sedikitpun dari kenikmaran itu. Keinginan ini adalah puncak kekejian dan ini adalah salah satu tingkatan hasad.
Tingkatan kedua adalah menginginkan kenikmatan itu berada kepadanya karena ia menyukai nikmat itu. Seperti menyukai sebuah rumah yang bagus atau wanita yang cantik atau jabatan berpengaruh atau yezeki banyak yang diperoleh orang lain. Ia ingin memiliki kenikmatan jtu dan yang diharapkannya adalah kenikmatan itu, bukan lenyapnya kenikmatan itu darinya.
Tingkatan ketiga adalah ia tidak menyukai kenikmatan itu untuk dirinya, tetapi menyukai yang seperti itu. Jika tidak bisa memperoleh yang seperti itu, maka ia harapkan lenyapnya kenikmatan itu dari pemiliknya supaya tidak nampak perbedaan antara ia dan orang lain.
Bagian pertama tidak tercela dan itulah yang dinamakan ghibah (iri) dan munafasah (persaingan), sedangkan bagian kedua tercela. Tingkatan keempat adalah menginginkan kenikmatan seperti itu bagi dirinya. Jika tidak memperolehnya, maka ia tidak menginginkan lenyapnya kenikmatan itu dari pemiliknya. Macam terakhir ini bisa dimaafkan bila mengenai dunia dan dianjurkan bilamana mengenai agama.
Oleh sebab itu Nabi bersabda:
“Kedengkian itu memakan kebaikan seperti api memakan kayu.” (H.R. Ibnu Majah)
Orang yang hasad itu tersiksa di dalam hatinya tanpa belas kasihan dan terus tersiksa di dunia.
Kedengkian itu menimbulkan lima perkara.
Pertama, rusaknya ketaatan, kedua, perbuatan maksiat dan kejahatan, ketiga, Kepayahan dan kesusahan tanpa faidah, keempat, kebutaan hati hingga nyaris tidak bisa memahami suatu hukum Allah dan kelima, kegagalan, dan nyaris tidak bisa mencapai keinginannya. Karena dunia tidak kosong dari banyak teman sebaya maupun kenalannya yang diberi Allah kenikmatan berupa ilmu atau harta atau kedudukan.
Maka orang yang hasad itu terus tersiksa di dunia, yaitu terjadinya kesusahan dan kebingungan pada akal dan beban pikiran sampai akhir hayatn a, sedangkan siksa akhirat lebih keras dan lebih besar. Bahkan hamba tidak bisa mencapai hakikat iman selama ia tidak menyukai bagi kaum muslimin lainnya apa yang ia sukai bagi dirinya. Akan tetapi ia harus ikut bersama kaum muslimin dalam merasakan kesenangan dan kesusahan.
Orang-orang muslim itu seperti sebuah bangunan yang sebagiannya menguatkan sebagian lainnya. Dan seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota darinya merasa sakit, maka anggota lainnya merasa sakit.
Nabi bersabda:
“Orang-orang mukmin iru seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggotanya merasa sakit, maka seluruh tubuh menderita sakit demam dan tidak bisa tidur:”
Ibnu Baththal dan lainnya berkata:
“Rasa cinta itu ada tiga macam, yaitu cinta penghormatan dan pengagungan seperti cinta terhadap ayah. Cinta kasih sayang seperti cinta terhadap anak. Dan cinta simpati seperti cinta terhadap orang-orang lainnya. Jika engkau tidak menemukan cinta ini dari hatimu, maka lebih baik engkau sibukkan dirimu dengan mencari jalan keselamatan dari kebinasaan daripada kesibukanmu dengan furu’ yang langka dan ihnu khusumat.”
Adapun riya’ maka ia adalah syirik tersembunyi. Nabi Bersabda: ”Hindarilah syirik kecil.”
Para sahabat berkata” Apakah syirik kecil itu?” Nabi Menjawab: ”Riya’. Ia adalah salah satu dari dua syirik.”
Asal syirik ialah mencari simpati dalam hati orang-orang dengan menonjolkan sifat-sifat baik untuk memperoleh kedudukan dan supaya engkau disegani oleh mereka.
Cinta kedudukan termasuk hawa nafsu yang diikuti dan kebanyakan orang binasa karenanya. Maka tidaklah orang-orang binasa, melainkan dengan sebab orang-orang lainnya. Andaikata orang-orang bersikap adil, niscaya mereka mengetahui bahwa sebagian besar ilmu dan ibadat yang mereka amalkan di samping amalan-amalan biasa tidak lain disebabkan oleh riya’, sedangkan riya itu menghilangkan pahalanya.
Diriwayatkan dari Nabi , beliau bersabda: “Sesungguhnya orang yang berbuat riya’ akan dipanggil pada hari kiamat dengan empat nama, hai kafir, hai fajir (durjana), hai kadir (penghianat), dan hai khaasir (orang yang rugi), usahamu telah sesat dan sia-sia pahalamu. Maka tiada bagian untukmu hari ini. Carilah pahala dari orang yang untuknya engkau beramal.”
Diriwayatkan dalam khabar bahwa orang yang mati syahid dibawa ke neraka. Maka ia berkata: “Ya Robb, aku telah mati syahid untuk menegakkan agama-Mu.” Allah berkata: “Engkau dusta! Engkau ingin dikatakan pemberani. Dan telah dikatakan begitu dan itulah ganjaranmu.” Begitu pula dikatakan kepada orang alim, orang haji dan pembaca AlQuran.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Abi Hurairah dari Nabi beliau bersabda: “Orang pertama yang dipanggil pada hari kiamat adalah seorang yang telah hafal Al-Qur’an dan seorang yang berperan untuk menegakkan agama Allah serta seorang yang banyak harta.
Kemudian Allah berkata kepada pembaca Al-Qur’an: “Bukankah Aku telah mengajarimu Al-Qur’an yang Aku turunkan kepada rasul-Ku?” Orang itu menjawab: “Benar, ya Robb.” Allah berkata: “Apa yang engkau
amalkan dari yang engkau ketahui itu?” Orang itu menjawab: “Aku mengamalkannya sepanjang malam dan siang.” Allah berkata: “Engkau dusta.” Dan para malaikat berkata: “Engkau dusta.” Kemudian Allah berkata: “Akan tetapi engkau ingin supaya dikatakan sebagai ahli baca Al-Qur’an dan telah dikatakan begitu.” Kemudian pemilik harta didatangkan. Allah berkata kepadanya: “Bukankah Aku telah melapangkan rezekimu . hingga engkau tidak lagi membutuhkan seseorang?” Orang itu menjawab: “Benar, ya Robb.” Allah berkata: “Apa yang engkau lakukan terhadap rezeki yang Aku berikan kepadamu?”
Orang itu menjawab: “Aku menyambung hubungan kekeluargaan dan mengeluarkan sedekah.”
Allah berkata: “Engkau dusta.”
Dan para malaikat berkata: “Engkau dusta.”
Kemudian Allah berkata: “Akan tetapi engkau ingin dikatakan ba’hwa engkau dermawan dan telah dikatakan begitu.”
Kemudian didatangkan orang berperang untuk menegakkan agama Allah. Allah berkata: ” Apa yang engkau lakukan?”
Orang itu menjawab: ” Aku diperintahkan berjihat untuk menegakkan agama-Mu. Maka aku berperang hingga aku terbunuh.”
Allah berkata: “Engkau dusta.”
Dan para malaikat berkata: Engkau dusta.”
Allah berkata: ” Akan tetapi engkau ingin dikatakan ”Si Fulan berani” dan telah dikatakan begitu.”
Ketahuilah bahwa perbuatan riya’ itu ada lima macam. Pertama, riya dalam agama dengan menonjolkan badan seperti menampakkan kurus dan pucat serta membiarkan rambut acak-acakan. Dengan menampilannya ia ingin menunjukkan sedikit makan dan dengan pucat ia ingin menunjukkan kurang tidur di waktu malam dan sangat sedih atas agama. Dengan rambut acak-acakan, ia ingin menunjukkan dirinya sangat memikirkan agama dan tidak sempat menyisir rambut.
Kedua, riya dengan penampilan dan pakaian seperti menundukkan kepala di waktu berjalan, bersikap tenang dalam gerak serta membiarkan bekas sujud pada mukanya, mengenakan baju kasar, tidak membersihkan baju dan membiarkannya robek serta memakai baju bertambal.
Ketiga, riya’ dengan perkataan, seperti mengucapkan kata berhikmah dan menggerakkan kedua bibir dengan berzikir di hadapan orang banyak. Amar maruf nahi munkar di hadapan orang banyak, menampakkan amarah atas perbuatan mungkar, menampakkan penyesalan karena orang lain berbuat maksiat, melemahkan suara di waktu berbicara dan melunakkan suara ketika membaca Al-Qur’an untuk menunjukkan rasa takut dan sedih. Keempat, riya’ dengan amal seperti riya’nya orang salat, lama di waktu berdiri, sujud dan rukuk, tidak menoleh, meluruskan kedua telapak kaki dan kedua tangannya. Begitu pula di waktu puasa atau haji dan di waktu mengeluarkan sedekah dan memberikan makanan.
Kelima, bersikap riya kepada teman-teman, para tamu dan orangorang yang bergaul seperti orang-orang yang bergaul seperti orang yang berusaha mendatangkan seorang alim atau abid atau seorang raja atau seorang pejabat supaya dikatakan bahwa mereka mengambil berkah darinya karena kedudukannya yang besar dalam agama dan seperti orang yang banyak menyebut guru-guru supaya dilihat bahwa ia mempunyai banyak guru dan belajar dari mereka sehingga merasa bangga dengan guru-gurunya. Adapun kesombongan dan membanggakan diri maka ia adalah penyakit kronis yang telah menyulitkan para dokter.
Ujub adalah membanggakan amal salih. Kesombongan terbagi menjadi batin dan lahir. Kesombongan batin ialah sifat pada diri seseorang yang menganggap dirinya melebihi orang lain. Sedangkan kesombongan lahir ialah amal-amal yang timbul dari anggota badan. Apabila nampak sifat sombong pada anggota badan, maka dinamakan takabbur. Dan apabila tidak nampak, maka dinamakan kibir. Al-Kibru mengharuskan adanya orang yang disombongi dan perbuatan yang disombongkan. Adapun ujub, maka ia hanya menghendaki orang yang membanggakan diri. Bahkan seandainya manusia diciptakan sendirian, ia pun bisa dianggap membanggakan diri, bukan sombong, kecuali bila bersama lainnya. Al-kibru ialah padangan hamba kepada dirinya sebagai orang mulai dan pandangannya kepada orang lain dengan penghinaan. Apabila ia menganggap dirinya mulia, tetapi memandang orang lain lebih mulia, darinya atau seperti dirinya, maka ia tidak dianggap menyombongkan diri kepada orang itu.
Andaikata ia meremehkan orang lain, namun ia menganggap dirinya lebih hina, ia pun tidak menyombongkan diri. Andaikata ia menganggap orang lain seperti dirinya, ia pun tidak dianggap sombong. Akan tetapi orang yang sombong ialah orang yang menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain. Sebagaimana dikatakan oleh iblis terkutuk: “Engkau Ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan dia dari tanah.”
Kesombongan di majelis-majelis, ialah mengutamakan diri dan mendahulukan orang lain serta ingin memimpin dan tidak suka disanggah ketika berdialog.
Orang sombong ialah orang yang tidak mau mencrima jika dinasihati. Dan apabila menasihati, ia bersikap keras. Apabila perkataannya disanggah, ia marah. Dan jika mengajar, ia tidak bersikap lemah lembut terhadap para pelajar. Ja suka menghina dan membentak mereka, menyebut-nyebut kebaikannya kepada mereka dan menjadikan meraka sebagai pelayan.
Ia memandang kepada orang awam seperti memandang seekor keledai karena menganggapnya bodoh dan hina. Setiap orang yang menganggap dirinya lebih baik daripada seseorang di antara makhluk Allah, maka ia pun termasuk orang yang sombong.
Akan tetapi engkau harus mengetahui bahwa orans baik adalah orang yang baik di sisi Allah di negeri akhirat sedangkan hal itu tidak diketahui oleh manusia dan ia tergantung pada penghabisan hidupnya. Maka keyakinanmu tentang dirimu bahwa engkau lebih baik daripada orang lain adalah kebodohan semata-mata. Akan tetapi engkau harus menganggap orang lain lebih baik darimu dan mempunyai kelebihan atas dirimu. Caramu untuk merendahkan diri adalah dengan merendahkan dirimu terhadap teman-teman setaraf dan orang-orang di bawah mereka hingga mudahlah bagimu bersikap tawadhu dan hilanglah kesombongan darimu, Jika mudah bagimu melakukan itu, maka terwujudlah bagimu akhlak tawadhu”. Jika berat bagimu melakukan itu dan engkau tetap melakukannya, maka engkau memaksa diri, bukan bersikap tawadhu. Akhlak yang sebenarnya adalah yang engkau lakukan dengan mudah tanpa merasa berat. Ketahuilah bahwa manusia mempunyai dua ujung dan satu tengah. Ujung yang satu condong kepada kelebihan dinamakan takkabur. Ujung yang lain condong kepada kekurangan dinamakan kehinaan dan kerendahan dan yang tengah dinamakan tawadhu’. Yang terpuji adalah bersikap tawadhu tanpa menghinakan diri. Masing-masing dari kedua ujung itu tercela.
Perkara yang paling disukai Allah adalah yang di tengah. Barangsiapa mendahului orang lain adalah sombong dan siapa yang mundur darinya adalah merendahkan diri. Orang alim yang didatangi orang biasanya, menjauh dari tempat duduknya dan mendudukkan orang Jain di majelisnya, maka ia telah menghinakan dirinya sedang perbuatan itu tidak terpuji. Yang terpuji di sisi Allah ialah dengan berikan kepada sescorang apa yang menjadi haknya. Maka patutlah ia bersikap tawadhu dengan cara seperti ini terhadap teman-teman sejawatnya dan siapa yang mendekati derajatnya. Adapun tawadhu’nya kepada orang awam, maka ia lakukan dengan berdiri dan menampakkan wajah ceria di waktu berbicara, bersikap lemah lembut di waktu bertanya, menghadiri undangannya dan berusaha memenuhi keperluannya.
Janganlah menganggap dirimu lebih baik dari orang lain, tetapi lebih mengkhawatirkan diri daripadanya sehingga orang lain tidak meremehkan.
Jika melihat seorang anak kecil, maka katakanlah: “Anak ini tidak mendurhakai Allah sedang aku mendurhakai-Nya, maka tiada keraguan bahwa ia lebih baik dariku.”
Jika melihat orang yang lebih tua, katakan: ” Orang ini telah beribadat kepada Allah sebelum aku, maka tiada keraguan bahwa ia lebih baik dariku.”
Karena ibadat yang berturut-turut meningkat pahalanya. salat pertama ibarat satu pahala, salat kedua mendapat dua pahala dan salat ketiga mendapat tiga pahala. Demikian dikatakan oleh seorang ulama. Bila bertemu dengan orang alim katakanlah: “Orang ini diberi kelebihan yang tidak diberikan kepadaku, menyampaikan dakwah yang tidak aku sampaikan dan mengetahui hukum-hukum yang tidak aku ketahui. Salah seorang dari mereka berkata: “Bahwa siapa yang mempunyai hubungan nasab dengan Rasulullah $ dan ia termasuk keturunan Sayyidina Hasan atau Husein sedang ia bukan orang alim, maka ia mengungguli orang lain yang setaraf dengannya sebanyak 60 derajat.
Sedangkan orang alim yang tidak mempunyai hubungan nasab dengan Rasulullah mengungguli keturunan Rasulullah yang bukan alim sebanyak 60 derajat.
Jika bertemu dengan orang yang lebih tua bodoh dan durhaka, katakan dalam hatimu: “Orang ini telah mendurhakai Allah karena kebodohan, sedang aku mendurhakai-Nya dengan ilmu. Maka hujjah Allah terhadapku lebih kuat dan aku tidak tahu bagaimana kesudahanku dan bagaimana kesudahannya.”
Jika bertemu orang kafir, katakan dalam hatimu: ”Aku tidak tahu barangkali besok ia masuk Islam dan berakhir hidupnya dengan sebaikbaik amal serta keluar dari dosa-dosa dengan keislamannya seperti rambut keluar dari tepung. Adapun aku, semoga Allah melindungi. Barangkali Allah menyesatkan aku hingga aku kafir dan mengakhiri hidupku dengan seburuk-buruk amal hingga orang itu besok di akhirat di sisi Allah menjadi lebih baik daripada aku dan menjadi orang yang dekat dengan Allah sedang aku menjadi orang yang dijauhkan dari rahmat Allah
Maka tidaklah kesombongan itu keluar dari hatimu, kecuali bila engkau mengetahui bahwa orang besar itu adalah orang yang besar di sisi Allah dan pengetahuan itu tergantung pada penghuvisan yang baik sedangkan hal itu masih diragukan.
Dengan begitu ketakutanmu akan penghabisan yang buruk mencegahmu untuk bersikap sombong terhadap para hamba Allah meskipun ada keraguan di dalamnya. Keyakinanmu mengenai kebaikan atau keburukan dirimu dan orang lain serta keimananmu mengenai keadaan itu tidaklah bertentangan dengan kebolehanmu untuk merubah di masa yang akan datang. Karena Allah bisa mengubah-ubah hati. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya. Seorang ulama berkata: “Kesempurnaan maqam tawadhu’ tidak bisa tercapai, kecuali bila hamba menyaksikan mengenai dirinya bahwa derajatnya di bawah setiap orang muslim dan tidak ada seorangpun di muka bumi yang lebih banyak durhaka dan tidak ada yang lebih sedikit adab maupun rasa malunya dari pada dia secara pasti, bukan berdasarkan dugaan.”
Karena siapa yang menganggap dirinya lebih baik dari seorang yang durhaka dengan cara yang tidak menunjukkan syukur kepada Allah , maka ia pun telah masuk dalam derajat-derajat kesombongan. Orang-orang arif telah sepakat bahwa siapa yang mempunyai sedikit sifat sombong, ia tidak boleh memasuki hadirat Allah untuk selamanya, walaupun pada lahirnya ia beribadat kepada Allah dengan ibadat manusia dan jin. Ketahuilah, bahwa tidaklah manusia menganggap dirinya besar, melainkan ia beranggapan bahwa ia mempunyai salah satu sifat kesempurnaan dalam urusan agama atau duniawi. Sebab-sebab kesombongan ada tujuh. Pertama, ilmu, Nabi bersabda: “Perusak ilmu adalah kesombongan.” Ilmu hakiki ialah ilmu yang dengan perantaraannya manusia mengenal diri dan Tuhannya, bahaya penghabisan yang buruk, hujjah Allah atas para ulama dan besarnya bahaya ilmu.
Kedua, amal dan ibadat, para ulama dan ahli ibadat dalam menghadapi bencana kesombongan ada tiga macam tingkatan.
- Kesombongan itu menetap dalam hatinya. Ia menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain, hanya saja ia berijtihad dan bersikap tawadhu’ serta melakukan perbuatan seperti yang dilakukan orang lain, sehingga menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain. Ini telah mengukuhkan dalam hatinya pohon kesombongan, tetapi ia telah memotong seluruh rantingnya.
- Ia tampakkan hal itu pada perbuatan-perbuatannya dengan mengangkat dirinya di majelis-majelis dan mendahului teman-teman sebaya serta menampakkan pengingkaran terhadap siapa yang kurang memenuhi haknya.
Sekurang-kurangnya hal itu terjadi pada orang alim yang memalingkan mukanya dari orang-orang seakan-akan ia menjauhi mereka. Sedangkan pada ahli ibadat selalu bermuka masam seakan-akan ia membersihkan diri dari orang-orang dan menganggap jijik mereka atau marah kepada mereka.
- Menampakkan kesombongan pada lisannya hingga menyebabkan dia membanggakan diri dan memuji dirinya seperti perkataan ahli ibadat itu kepada orang lain: “Siapa dia dan apa amalnya dan dari mana zuhudnya.”
Ia berkata: “Aku tidak makan sejak hari anu sampai hari anu, dan aku tidak tidur di waktu malam.”
Orang alim itu berkata: “Aku menguasai berbagai macam ilmu dan mengetahui hakikat-hakikat. Aku pernah berguru kepada si Fulan dan si Fulan. Apa kelebihanmu, siapa gurumu dan apa hadis yang pernah engkau dengar. Sebab ketiga adalah nasab. Orang yang mempunyai nasab mulia meremehkan orang yang tidak mempunyai nasab itu, meskipun lebih tinggi amal dan ilmunya.
Keempat, kecantikan, hal ini kebanyakan terjadi di kalangan kaum wanita dan bisa menyebabkan ghibah dan cerita tentang kejelekan orang lain.
Kelima, harta, ini terjadi di antara raja-raja mengenai perbendaharaan mereka, dan di antara para pedagang pengenai barang-barang mereka, di antara para tuan tanah mengenai tanah mereka, di antara orang-orang kaya mengenai pakaian, kuda dan kendaraan mereka.
Keenam, kekuatan, yaitu yang disombongkan kepada orang yang lemah.
Ketujuh, pengikut dan murid serta kerabat.
Hal itu terjadi di antara raja-raja mengenai jumlah tentara yang banyak. Dan di antara para ulama mengenai jumlah murid yang banyak. Maka setiap kenikmatan yang bisa dianggap sempurna meskipun sebenarnya tidak sempurna, ia pun bisa disombongkan. Bahkan orang fasik terkadang membanggakan banyaknya kedurjanaan yang dilakukannya terhadap wanita dan disombongkannya karena ia menganggap sempurna, meskipun ia berdosa dalam perbuatan itu. Khabar-khabar mengenai kedengkian, kesombongan, riva’ dan kebanggaan diri banyak jumlahnya dan cukuplah bagimu sebuah hadis vang mencakup keempat macam itu.
Diriwayatkan oleh Al-Gadhi Al-Marusi dan Abdullah ibnul Mubarak rahimahumullah dengan sanadnya dari Khalid bin Madan, bahwa Rasulullah pernah berkata mengenai Mu’adz bin Jabal “Yang paling mengetahui halal dan haram di antara kamu adalah Mu’adz bin Jabal.” Kemudian Ia berkata: “Hai Mu’adz, ceritakan kepadaku sebuah hadis yang engkau dengar dari Rasulullah ”
Mendengar itu lantas Mw’adz menangis hingga aku menyangka bahwa ia tidak akan diam. Kemudian ia diam, dan berkata, “Betapa rindunya aku kepada Rasulullah dan kepada pertemuan dengannya.” Kemudian Mu’adz berkata lagi, aku mendengar Rasulullah bersabda: “Segala puji bagi Allah yang menetapkan bagi makhluk-Nya apa saja yang dikehendaki-Nya. Pada waktu itu beliau menaiki kendaraan sedangkan aku duduk di belakangnya.”
Beliau memandang ke langit, kemudian berkata kepadaku: “Hai Mu’adz kuceritakan kepadamu sebuah hadis yang jika engkau menghafalnya, maka ia bermanfaat bagimu di sisi Allah. Dan jika engkau melupakannya dengan tidak menghafalnya, maka terputuslah hujjahmu di sisi Allah pada hari kiamat.
Hai Mu’adz, sesungguhnya Allah dg, menciptakan tujuh orang malaikat sebelum menciptakan langit dan bumi. Maka Allah menjadikan pada setiap langit seorang malaikat penjaga pintunya. Para malaikat pencatat naik membawa amal hamba sejak pagi sampai sore. Amal itu mempunyai cahaya seperti cahaya matahari hingga ketika para malaikat pencatat naik membawanya ke langit dunia, yaitu yang dekat dari bumi, para malaikat itu memujinya dan menganggapnya banyak. Maka berkatalah malaikat yang bertugas di langit dunia kepada para malaikat pencatat: Pukulkanlah amal ini ke wajah pemiliknya. Aku adalah malaikat pengurus ghibah. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amal yang yang menggunjingkan orang lain melewati aku menuju malaikat lain.
Nabi berkata: Kemudian besoknya para malaikat pencatat datang membawa amal salih dari seorang hamba dan amal itu mempunyai cahaya. Maka para malaikat pencatat memuji dan menganggapnya banyak hingga melewati langit pertama dan menyampaikan amal itu ke langit kedua. Namanya Al-Maaun dan ia terbuat dari besi atau marmer putih. Kemudian malaikat yang bertugas di situ (bernama Rubail) berkata: Berhentilah kalian dan pukulkanlah amal ini ke wajah pemiliknya. Sesungguhnya pemilik amal ini menginginkan kenikmatan dunia. Aku adalah malaikat pengurus kebanggaan. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju malaikat lain. la dulu suka membanggakan diri kepada orang-orang di majelis-majelis mereka (hingga para malaikat melaknatnya sampai sore).
Nabi berkata: Para malaikat pencatat membawa amal hamba yang bercahaya berupa sedekah, salat dan puasa. Para malaikat pencatat itu merasa kagum. Maka mereka membawa amal itu melewati langit pertama dan kedua hingga tiba di langit ketiga. Konon ia terbuat dari tembaga dan ada yang mengatakan dari besi. Namanya Harabut, dan tasbih yang diucapkan penghuninya adalah ”subhanal hayyi al-ladzu laa yamuut”. (Maha Suci Tuhan yang hidup kekal dan tidak bisa mati). Barangsiapa mengucapkan perkataan itu, maka ia mendapat pahala seperti mereka.
Kemudian malaikat yang bertugas di situ berkata kepada mereka: Berhentilah dan pukulkan amal ini ke wajah pemiliknya.
Aku adalah malaikat pengurus kesombongan. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju malaikat lain. Ia dulu menyombongkan diri kepada orang-orang di majelis -majelis mereka.
Nabi berkata: Para malaikat pencatat naik membawa amal hamba yang bercahaya seperti bintang yang bersinar dan mengeluarkan suara berupa tasbih, salat, puasa, haji dan umrah hingga mereka melewati langit ketiga dan tiba di langit keempat. Konon langit itu terbuat dari tembaga, ada yang mengatakan dari perak. Namanya Az-Zahir, dan tasbih yang diucapkan penghuninya adalah “subhanal malikil quddus”. Barangsiapa mengucapkannya, ia pun mendapat pahala seperti mereka.
Malaikat yang bertugas di situ berkata mereka: Berhentilah kalian dan pukulkan amal ini ke wajah, punggung dan perut pemiliknya. Aku adalah malaikat pengurus kebanggaan diri. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju malaikat lain. Sesungguhnya ia dulu apabila mengerjakan suatu amal, ia pun membangunkan amal itu.
Nabi berkata: Kemudian para malaikat pencatat membawa amal hamba yang bercahaya seperti matahari hingga melewati langit keempat dan tiba di langit kelima seakan-akan pengantin yang ditemukan dengan suaminya. Konon langit kelima itu terbuat dari perak dan ada yang mengatakan dari emas. Di langit kelima itu bernama Al-Mushirah. Kemudian malaikat yang bertugas di situ berkata: “Berhentilah kalian dan pukulkan amal ini ke wajah pemiliknya dan letakkan dia di atas pundaknya. Aku adalah malaikat pengurus kedengkian. Sesungguhnya ia dulu dengki kepada orang yang belajar dan beramal seperti dia. Setiap orang yang lebih banyak beribadat daripada dia, ia pun dengki kepadanya dan menggunjingkannya.
Dalam .Minhajul ‘Abidiin disebutkan: Kemudian para malaikat itu berkata: Aku adalah malaikat pengurus kedengkian. Ia dulu dengki kepada orang-orang atas karunia yang diberikan Allah kepada mereka. Ia telah membenci apa yang diridai Allah, Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju malaikat lain, yakni sesudah langit ini.
Nabi berkata: Kemudian para malaikat pencatat membawa amal hamba yang bersinar seperti matahari berupa salat, zakat, haji, umrah, jihad dan puasa, lalu mereka membawa amal itu ke langit keenam. Konon langit itu terbuat dari emas dan ada yang mengatakan dari permata dan namanya Al-Khalishah.
Malaikat yang bertugas di situ bernama Thuthail, ia berkata: Berhentilah kalian dan pukulkan amal ini ke wajah pemiliknya. Ia dulu tidak mengasihani seorang pun dari hamba-hamba Allah yang ditimpa cobaan atau penyakit, tetapi ia gembira dengannya. Aku adalah malaikat pengurus rahmat. Tuhanku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju malaikat lainnya yakni malaikat penjaga sesudahku.
Nabi berkata: Para malaikat pencatat naik membawa amal hamba berupa puasa, salat, nafagah untuk menegakkan agama Allah, jihad fi sabilillah dan wara (berhati-hati dalam membedakan antara halal dan haram). Amal itu mengeluarkan suara seperti suara lebah dan sinar seperti sinar matahari.
Dalam Minhajul “Abidin disebutkan: Ia mengeluarkan suara seperti guntur dan sinar seperti kilat. Amal itu disertai 3000 malaikat. Mereka membawanya ke langit ketujuh. Konon ia terbuat dari yagut merah dan namanya Al-Labiyah. Tasbih yang diucapkan penghuninya ialah “subhana khaligin nuur” (Maha Suci Tuhan Pencipta Cahaya). Barangsiapa mengucapkannya, ia mendapat pahala seperti pahala mereka.
Kemudian malaikat yang bertugas di situ berkata kepada mereka: Berhentilah kalian dan pukulkan amal ini pada wajah pemiliknya dan pukullah anggota-anggota tubuhnya, lalu pukulkan amal itu pada jantungnya. Aku adalah malaikat pengurus kemasyhuran. Aku bertugas menutupi dari Tuhanku semua amal yang tidak ditujukan untuk mendapatkan keridaan Tuhanku.
Sesungguhnya ia menginginkan selain Allah dengan amalnya. Ia menginginkan kemuliaan di antara para ulama, kedudukan di antara para pembesar dan kemasyhuran di antara masyarakat supaya tersiar di kota-kota. Tuhanku memerintah-kan kepadaku untuk tidak membiarkan amalnya melewati aku menuju malaikat lainnya. Setiap amal yang tidak karena Allah secara murni, maka itu adalah riya dan Allah tidak menerima amal orang yang riya.
Nabi berkata: Para malaikat pencatat naik membawa amal hamba berupa salat, zakat, puasa, haji, umrah, akhlak yang baik, diamnya orang itu dari segala yang tidak berguna di dunia dan akhirat serta dzikrullah, lalu para malaikat dari tujuh lapis langit mengantarkannya hingga mereka melewati semua tabir menuju Allah , lalu berhenti di hadapan-Nya dan menjadi saksi baginya atas amalnya yang salih dan diikhlaskan untuk Allah
Kemudian Allah berkata: Kalian adalah para pencatat amal hamba-Ku dan Akulah Yang Mengawasi isi hatinya. Sesungguhnya ia tidak menginginkan Aku dengan amal mi, tetapi menginginkan selain Aku. la tidak mengikhlaskannya untuk-Ku sedang Aku lebih tahu tentang apa yang diinginkannya dengan amalnya.
Kutukan-Ku akan menimpanya. la telah menipu para manusia dan menipu kalian, tetapi tidak bisa menipu Aku sedang Aku Maha Mengetahui segala yang tersembunyi dan mengetahui isi hati. Tidaklah tersembunyi sesuatu apa pun dari-Ku. Pengetahuan-Ku tentang apa yang telah terjadi sama dengan pengetahuan-Ku tentang apa yang sedang terjadi. Pengetahuan-Ku tentang apa yang sudah lewat sama dengan pengetahuan-Ku tentang apa yang akan terjadi.
Pengetahuan-Ku tentang orang-orang yang terdahulu sama dengan pengetahuan-Ku tentang orang-orang yang kemudian. Aku mengetahui segala rahasia dan lebih tersembunyi dari itu.
Bagaimana hamba-Ku bisa menipu Aku dengan amalnya. Sesungguhnya ia hanya bisa menipu para makhluk yang tidak mengetahui sesuatu yang gaib sedang Aku Maha Mengetahui segala yang gaib. Maka laknat-Ku dan laknat kami akan menimpanya. Kemudian ia dilaknat oleh langit yang tujuh dan, penghuninya.
Kemudian Mu’adz menangis dan meratap dengan keras sambil berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah: Ya Rasulullah, engkau adalah utusan Allah, sedang aku adalah Muw’adz bin Jabal. Bagaimana aku bisa selamat dari semua itu? Kemudian Nabi menjawab: Ikutilah aku, meskipun ada kekurangan dalam amalmu. Hai Muw’adz, peliharalah lisanmu dari mengumpat saudara-saudaramu para penghafal, AlQuran khususnya dan pikullah dosa-dosamu sendiri dan jangan membebankannya pada mereka, jangan memuji dirimu dengan mencela mereka, jangan mengangkat dirimu di atas mereka dengan merendahkan mereka, jangan masukkan amalan dunia dalam amalan akhirat dan jangan bersikap riya dalam amalmu, janganlah engkau menyombong-kan diri di majelismu supaya orang-orang takut kepada akhlak-mu yang buruk dan janganlah engkau berbisik kepada seseorang atau seorang teman sedang di dekatmu ada orang lain. Janganlah engkau membanggakan diri kepada orang lain supaya tidak terputus darimu kebaikan-kebaikan dunia dan akhirat. Janganlah engkau merobek-robek (mencaci maki) orang lain dengan lisanmu supaya engkau tidak dirobek-robek oleh anjing-anjing neraka pada hari kiamat di dalam neraka.”
Allah berfirman: “Wan nassyithaati nasythan.” Tahukah engkau apakah itu hai Mu’adz?”
Aku menjawab: “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, ya Rasulullah.”
Nabi berkata: “Mereka adalah anjing-anjing di neraka yang mencabuti daging dari tulang.” Aku berkata: “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, ya Rasulullah.”
Siapa yang bisa menanggung kejadian ini dan siapa yang bisa selamat darinya? Nabi menjawab: “Hai Mu’adz, sesungguhnya itu adalah mudah atas siapa yang dimudahkan Allah baginya. Sesungguhnya cukuplah bagimu untuk , menghadapi semua itu bila engkau menyukai pada orang lain apa yang engkau sukai bagi dirimu dan membenci pada mereka apa yang engkau benci pada dirimu. Hai Mu’adz, dengan begitu engkau telah selamat.”
Khalid bin Madan rahimahullah berkata: “Maka tidaklah kulihat seseorang yang lebih banyak membaca Al-Quran dari pada Mu’adz lantaran hadis yang agung ini.”
Wahai orang yang menyukai ilmu, renungkanlah hal-hal ini dan berlindunglah dengan Tuhanmu, Tuhan seluruh alam dan mohonlah dengan penuh kerendahan diri sambil merengek dan menangis sepanjang malam dan siang bersama orang-orang yang berdoa dengan khusyuk, karena tidaklah selamat dari bencana ini, kecuali dengan pemeliharaanNya. Maka perangilah nafsumu dalam menghadapi hambatan ini supaya engkau tidak binasa bersama orang-orang yang binasa. Ketahuilah, bahwa sebab terbesar dalam kokohnya sifat-sifat keji ini di dalam hati adalah mencari ilmu untuk membanggakan diri dan bersaing.
Kebanyakan orang awam jauh dari sifat keji ini, sedangkan orang yang berilmu menjadi sasaran sifat-sifat ini dan cenderung mengalami kebinasaan karenanya.
Maka pikirlah mana urusanmu yang lebih penting. Apakah engkau belajar cara menghindari hal-hal yang membinasakan ini dan berusaha memperbaiki hatimu serta membangun akhiratmu ataukah lebih mementingkan ikut berbicara yang tidak perlu bersama orangorang, sehingga engkau dapatkan ilmu yang menyebabkan tambahan kesombongan, riya dengki dan kebanggaan diri hingga engkau binasa bersama orang-orang yang binasa. Ketahuilah bahwa tiga sifat pertama ini merupakan induk berbagai kekejian hati. Pengarang menganggap kesombongan dan kebanggaan diri sebagai satu sifat karena keduanya saling berhubungan dan hampir sama. Oleh karena itu keduanya tidak disebut diawal bab.
Ketiga sifat mempunyai satu asal, yaitu cinta dunia. Oleh karena itu Nabi bersabda: “Cinta dunia itu adalah pangkal setiap dosa.” Sesungguhnya cinta itu menjerumuskan dalam hal-hal yang syubhat, kemudian yang makruh, kemudian yang diharamkan.
Bilamana cinta dunia adalah pangkal setiap dosa, maka benci dunia adalah pangkal setiap kebaikan. Hadis ini diriwayatkan oleh Baihagi dari Hasan Al-Bashri secara mursal. Demikian disebutkan dalam Al-Jaami’ Ash-shaghir dan syarahnya. Az-Zargani berkata: ”Ini adalah perkataan Malik bin Dinar sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya. Atau perkataan Isa sebagaimana diriwayatkan oleh Baihagi dalam kitab Az-Zuhd.”
Ia berkata dalam Syw’abul Innan: ”Ini tidak berasal dari Nabi , tetapi dari mursal Hasan Al-Bashri. Meskipun demikian, dunia adalah tempat tanaman untuk negeri akhirat. Barangsiapa yang mengambil sesuatu dari dunia sekadar kebutuhannya untuk menggunakan dalam mencapai kebahagiaan akhirat, maka dunia menjadi tempat tanamannya: Dan siapa yang menginginkan dunia untuk bersenang-senang dengannya, maka dunia adalah tempat kebinasaannya.
Seorang ulama berkata: “Mencari penghasilan adalah wajib dan terbagi menjadi empat macam.”
Fardu, yaitu mencari sekadar yang mencukupi bagi dirinya, keluarga dan agamanya. Mustahab, yaitu yang melebihi dari itu untuk menolong orang miskin atau menyambung hubungan kekeluargaan dan itu lebih dari utama dari pada ibadat sunah. Mubah, yaitu mencari yang lebih dari itu untuk bersenang-senang dan berhias. Haram, yaitu mencari sebanyak mungkin untuk membanggakan jumlahnya yang banyak dan membanggakan diri.
Semua yang tersebut di atas adalah sekelumit dari ilmu takwa yang lahir, yaitu permulaan hidayat. Jika engkau uji nafsumu dengan permulaan ini dan ia tunduk kepadamu untuk menunaikan maksudnya, maka hendaklah engkau berpegang pada kitab Ihya” Ulumiddin supaya engkau mengetahui cara mencapai batinnya takwa.
Saya nukil dari kitab Ihya’ Ulumuddin sesuatu yang patut dihadirkan di dalam hati pada setiap rukun dan syarat dari amal-amal salat. Yaitu, apabila engkau mendengar panggilan muazin, maka bayangkanlah dalam hatimu kedahsyatan panggilan itu pada hari kiamat dan engkau siapkan lahir dan batinmu untuk menjawab dan segera memenuhi panggilan itu. Karena orang-orang yang segera memenuhi panggilan ini adalah orang-orang yang dipanggil dengan lembut pada hari penunjukkan amal terbesar.
Maka hadapkan hatimu kepada panggilan ini. Jika engkau dapati dia gembira dan penuh dengan kesukaan untuk ,bersegara, maka ketahuilah bahwa telah datang kepadamu panggilan dengan membawa gembira. Dan apabila engkau bersuci, maka janganlah engkau lalai dari hatimu. Berusahalah engkau untuk menutupi aurat, maka ketahuilah bahwa maknanya ialah menutupi keburukan-keburukan badanmu dari pandangan manusia. Maka bagaimana pendapatmu tentang kejelekankejelekan di hatimu dan berusahalah untuk menutupinya, karena ia tidaklah bisa dihapus, kecuali dengan rasa penyesalan, malu dan takut. Adapun menghadap kiblat, maka pusatkan perhatianmu ke arah Baitullah. Oleh sebab itu, hendaklah wajah hatimu selalu menyertai anggota badanmu.
Ketahuilah bahwa sebagaimana wajah, ia tidak menghadap ke arah Baitullah, kecuali dengan meninggalkan lainnya, demikian pula hati tidak menghadap Allah , kecuali dengan mengosongkannya dari selain Allah. Adapun “tidak dengan berdiri, ia adalah tampilnya badan dan hati di hadapan Allah Ketika itu hendaklah kepala menunduk sebagai peringatan kepada hati agar selalu bersikap tawadhu’ dan menjauhi kesombongan. Ingatlah dalam keadaan itu kehebatan berdiri di hadapan Allah pada hari kiamat ketika amal-amal ditunjukkan untuk ditanya. Adapun niat, maka bertekadlah memenuhi seruan Allah dalam mematuhi perintah-Nya untuk mengerjakan salat dan menyempurnakannya serta menghindari hal-hal yang memsakkannya dan mengikhlaskan semuanya untuk Dzat Allah dengan mengharap pahalaNya dan takut kepada hukuman-Nya serta mencari kedekatan dari-Nya.
Adapun takbir, maka apabila lisanmu mengucapkannya, janganlah hatimu mendustakannya. Jika dalam hatimu ada sesuatu yang engkau anggap lebih besar daripada Allah, maka Allah menyaksikan bahwa engkau dusta. Adapun doa iftitah, awal kalimatnya adalah perkataanmu: Kuhadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dan bukanlah yang dimaksud wajah yang nampak, karena engkau hanya menghadapkannya ke arah kiblat sedangkan Allah tidak dibatasi oleh arah. Sesungguhnya hatilah yang kita hadapkan kepada Pencipta langit dan bumi.
Maka lihatlah kepadanya, apakah ia memikirkan urusan dunia dan mengikuti syahwat atau menghadap kepada Pencipta langit. Apabila engkau katakan: Hanii an musliman, (secara lurus sebagai orang muslim), maka hendaklah engkau renungkan bahwa orang muslim itu ialah orang yang tidak mengganggu sesama muslim dengan lisan atau tangannya. Jika tidak, maka engkau dusta. Apabila engkau katakan: ”Dan bukanlah aku termasuk orang musyrik,” maka renungkanlah syirik tersembunyi dan waspadalah terhadap syirik ini. Karena nama syirik berlaku untuk yang sedikit maupun yang banyak. Apabila engkau katakan: Hidup dan matiku bagi Allah, maka ketahuilah bahwa ini adalah keadaan seorang hamba yang hilang untuk dirinya dan ada untuk Tuannya.
Apabila engkau katakan: Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, maka ketahuilah bahwa ia adalah musuhmu dan selalu berusaha memalingkan hatimu dari Allah karena dengki kepadamu atas munajatmu dengan Allah dan sujudmu kepada-Nya. Ketahuilah bahwa termasuk tipu daya setan adalah menyibukkan dalam salatmu dengan mengingat akhirat dan memikirkan perbuatan akhirat untuk mencegahmu dari memahami apa yang engkau baca. Maka ketahuilah bahwa segala apa yang melalaikanmu dari memahami maknamakna bacaanmu, maka itu adalah was-was. Karena gerakan lisan tidaklah dituju, tetapi yang dituju adalah makna-maknanya.
Apabila membaca: Bismillahi” Rahmanir Rahim, rnaka niatkanlah tabarruk dengannya karena mengawali bacaan dengan kalamullah. Pahamilah bahwa maknanya: Segala sesuatu itu tergantung pada Allah dan yang dimaksud dengan nama di sini adalah pemilik nama itu sendiri. Makna alhamdu adalah bahwa segala syukur itu bagi Allah, karena segala kenikmatan berasal dari Allah. Apabila engkau ucapkan Ar-Rahmanir Rahim, rnaka hadirkan dalam hatimu segala macam karunia-Nya supaya rahmat-Nya menjadi jelas bagimu. Kemudian resapkan pengagungan bagi Allah dalarn hatimu dan rasa takut terhadap kedahsyatan hari kiamat dengan perkataanmu: Maaliki yaumuiddin.
Kemudian perbaharuilah keikhlasan dengan perkataanmu: iyyakta na ‘budu dan perbaharuilah ketidakmampuan, kebutuhan dan kebebasan dari daya dan kekuatan dengan perkataanmu: Wa iyyaaka nastta’iin.
Kemudian mintalah hajatmu yang terpenting dan ucapkanlah: Ihdinash shirotol mustagiim. Kemudian mohonlah ijabah (pengabulan doa) dengan mengucapkan: Amin. Apabila engkau membaca Al-Fatihah, maka engkau termasuk orang-orang yang dikatakan Allah dalam hadis yang diriwayatkan dari Nabi : “Aku membagi salat, yakni bacaannya antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua, yakni separuhnya bagi-Ku dan separuhnya bagi hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya. Apabila hamba mengucapkan, Alhamdulillahi Robbil ‘aalamiin, Allah , berkata: “Hamba-Ku memuji-Ku.” Apabila hamba mengucapkan: Ar-Rahmanir Rahiim, Allah berkata: “Hamba-Ku menyanjung-Ku.” Apabila hamba mengucapkan: Maaliki yaumiddiin, Allah berkata: “Hamba-Ku mengagungkan Aku.” Apabila hamba mengucapkan: Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’in, Allah berkata:”Ini antara Aku dan hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya.”
Apabila hamba mengucapkan: lldinash shirorol mustagim, shirotol ladziina anamta ‘alaihim ghairil maghdluubi alaihim wa ladidhoollium, maka Allah berkata: “Ini bagi hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya.”
Adapun berdiri yang lama, maka itu adalah peringatan untuk menegakkan hati bersama Allah dengan kehadiran penuh. Adapun rukuk dan sujud, hendaklah engkau mengingat berulang kali kebesaran Allah dan engkau angkat kedua tanganmu seraya berlindung dengan maaf Allah dari hukuman-Nya. Apabila engkau duduk menghadap-Nya, maka duduklah dengan sopan dan hadirkan Nabi di dalam hatimu sebagai pribadi yang mulia, kemudian renungkan bahwa Allah menjawab salammu dengan penuh sebanyak hamba-hamba-Nya yang salih. Kemudian engkau saksikan bahwa Allah Maha Esa dan Muhammad adalah nabi dan rasul-Nya dengan memperbaharui janji kepada Allah dengan mengulangi dua kalimat syahadat.
Kemudian berdoalah di akhir salatmu dengan doa yang diriwayatkan dari Nabi Tunjukkan sikap tawadhu’, khusyuk dan harapan yang tulus bahwa doamu akan terkabul. Ikutkan dalam doamu kedua orang tuamu dan orang-orang mukmin lainnya. Ketika memberi salam niatkanlah salam itu untuk para malaikat dan hadirin dan akhirilah salat dengannya. Sembunyikanlah dalam hatimu rasa syukur kepada Allah atas taufikNya untuk menyempurnakan ketaatan ini. Bayangkan bahwa engkau berpamitan dengan salatmu ini dan barangkali engkau tidak hidup lebih lama lagi untuk menunaikannya. Takutlah bahwa salatmu tidak diterima dan engkau dibenci dengan sebab itu lahir dan batin hingga ditolak salatmu di depanmu. Meskipun begitu, berharaplah bahwa Allah akan menerimanya dengan kemurahan dan karunia-Nya.
Di antara mereka ada yang tinggal sesaat sesudah salat seakan-akan ia sakit. Maka hendaklah manusia memeriksa salatnya dan gembira atas kadar yang telah dikerjakannya dengan sempurna serta menyesali ketinggalannya. Hendaklah ia berijtihad untuk terus melakukan itu. Apabila engkau penuhi batin hatimu dengan ketakwaan, maka ketika itu tersingkaplah tabir antara engkau dengan Tuhanmu dan tersingkap pula cahaya makrifat. Sumber-sumber hikmah memancar dari hatimu rahasiarahasia kerajaan Allah (Al-mulk dan Al-malakuut).
Al-mulk adalah segala yang engkau saksikan dengan penglihatan matamu sedangkan Al-malakuut adalah segala sesuatu yang bisa engkau ketahui dengan mata hatimu. Dengannya engkau akan mudah memperoleh ilmu ladunni berupa rahasia-rahasia mukasyafah dan ma’arif tanpa berusaha dan bersusah payah sehingga engkau anggap remeh ilmuilmu baru yang belum pernah ada di zaman para sahabat dan tabi’in radhiyallahu ‘anhum seperti fikih dan nahwu serta lainnya.
Diceritakan bahwa Imam Al-Ghazali ketika menjadi imam di masjidnya, sementara saudaranya bernama Ahmad tidak mengikutinya. Maka Imam Al-Ghazali berkata kepada ibunya: Hai ibuku, suruhlah saudaraku Ahmad untuk mengikuti aku dalam salatku supaya orangorang tidak menuduhku atas perbuatanku yang buruk. Kemudian ibunya menyuruh Ahmad mengikuti Al-Ghazali menjadi makmum dalam shalamya, maka saudaranya mengikutinya. Kemudian ia melihat darah dalam perut Al-Ghazali. Maka saudaranya memisahkan diri darinya. Setelah selesai salat, Imam Ghazali bertanya kepadanya tentang sebab pemisahan dirinya dalam salat. Saudaranya menjawab: “Aku melihat perutmu penuh dengan darah.” Al-GHazali bertanya: “Dari mana engkau belajar ilmu itu?”
Saudaranya menjawab: “Aku mempelajarinya dari Asy-Syeikh Al-Utaqi. Seorang menjahit sandal-sandal yang sudah usang dan memperbaikinya. Kemudian Al-Ghazali pergi kepada Asy-Syeikh AlKharrazi.
Al-Ghazali berkata kepadanya:” Wahai tuanku, aku ingin belajar ilmu darimu”. Asy-Syeikh berkata: “Barangkali engkau tidak sanggup mentaati perintahku.”
Al-Ghazali berkata: ”Insya’ Allah aku sanggup”. Kemudian AsySyeikh berkata: “Sapulah lantaimu.” Ketika Al-Ghazali hendak menyapu dengan sapu, Asy-Syeikh menyuruh menyapu lantai itu dengan tangannya. Maka Al-Ghazali menyapu dengan tangannya. Kemudian ia melihat kotoran (tahi) banyak sekali di lantai tersebut. Asy-Syeikh berkata: “Sapulah kotoran itu.” Ketika Al-Ghazali hendak melepaskan bajunya, Asy-Syeikh berkata kepadanya: ”Sapulah lantai itu dengan baju yang engkau pakai.” Ketika Al-Ghazali dengan senang hati hendak menyapunya, Asy-Syeikh melarangnya dan menyuruh pulang ke rumahnya. Setelah Al-Ghazali kembali dan tiba di madrasahnya, yaitu tempat mengajarkan ilmu kepada para pelajar, ia berkata kepada para santrinya: “Ini tempat kita bermain bersama anak-anak kecil.”
Allah telah memberinya ilmu-ilmu ladunni dan ketika itu ia menyadari bahwa semua ilmu yang diajarkannya kepada muridnya adalah ilmu yang tak ada apa-apanya dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang ditanamkan Allah dalam hatinya tanpa berusaha dan bersusah-payah. Jika engkau mencari ilmu dari berdebat, maka betapa besarnya musibahmu dan betapa lamanya kepayahanmu serta betapa besarnya kerugianmu.
Maka kerjakanlah apa saja yang engkau sukai dari hal-hal yang dilarang jika engkau tidak takut binasa. Karena engkau tak akan mendapatkan dunia dengan menjual agama, dan akhiratmu juga akan lenyap (meninggalkanmu). Maka siapa yang mencari kesenangan dunia dengan menjual agama, ia pun rugi kedua-duanya. Dan siapa yang meninggalkan kesenangan dunia demi agama, ia pun beruntung keduaduanya. Sesungguhnya dunia adalah musuh Allah dan musuh para wali-Nya serta musuh dari para musuh Allah. Adapun permusuhannya terhadap Allah , maka ia putuskan jalan dari para wali-Nya. Adapun permusuhannya terhadap para wali Allah, maka disebabkan ia berhias bagi mereka dan membutakan mereka dengan keindahannya sehingga mereka menanggung pahitnya kesabaran dalam memutuskan hubungan dengannya.
Sedangkan permusuhannya dengan musuh-musuh Allah adalah mereka menikmatinya dalam waktu yang lama hingga mereka mengandalkannya. Semua yang tersebut ini adalah petunjuk menuju permulaan jalan dalam perlakuanmu terhadap Allah dengan menunaikan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Saya nasihatkan kepadamu sekarang dengan sejumlah adab supaya engkau bisa mengoreksi dan mengobati dirimu dalam pergaulanmu dengan para hamba Allah dan ketika engkau berteman dengan mereka di dunia. Adab ialah perlakuan terpuji berupa perkataan dan perbuatan dengan akhlak dan sifat-sifat yang baik seperti menunjukkan wajah yang menyenangkan, perjumpaan yang baik serta mengambil sesuatu dengan cara yang baik.
Ibnu Atha’illah berkata: “Adab ialah menjalankan segala sesuatu yang dipandang baik.” Ada yang mengatakan: “Ia adalah penghormatan kepada orang yang lebih tinggi dan kasih sayang terhadap yang lebih rendah kedudukannya.” Seorang ulama terdahulu berkata: “Adab ibarat makanan tubuh, yang harus di olah dahulu sebelum memakannya makanan yang dibuat, demikian pula makanan akal adalah adab-adab yang didengar.”
Seorang penyair berkata:
Tidaklah setiap waktu engkau lihat berguna maka peliharalah jalan adab niscaya kau lihat Allah menyingkap sesuatu yang tersembunyi hingga kau peroleh pahala dan kau capai pangkat yang tinggi
Ketahuilah bahwa seseorang yang tidak akan pernah berpisah dengan Tuhannya baik dalam perjalanan, di waktu tidur dan jaga, bahkan di masa hidup dan kematian di dunia ini. Dia adalah Tuan, Pemimpin dan Penciptanya, di manapun ia mengingat-Nya dengan lisan atau hatinya, maka Dia adalah teman dudukmu. Dalam hadis Oudsi Allah berfirman: ”Aku adalah teman duduk orang yang menyebut-Ku.”
Allah berfirman: “Hai hamba-Ku, Aku tergantung pada sangkaanmu terhadap-Ku dan Aku menyertaimu dengan taufik atau Aku menyertai dengan pengetahuan-Ku ketika engkau menyebut-Ku sehingga Aku mendengar apa yang engkau katakan dan mengabulkan doamu.”
Ini dan semacamnya adalah mengenai zikir dalam keadaan sadar, bukan dalam keadaan lalai.
Allah berfirman:
“Hai anak Adam, jika engkau menyebut-Ku dalan keadaan sendiri, maka Aku menyebutmu dalam keadaan sendirian. Jika engkau menyebut-Ku dalam suatu majelis, maka Aku menyebutmu dalam majelis yang lebih baik darinya. Jika engkau mendekat dari-Ku sehasta, maka Aku mendekat darimu sedepa. Dan jika engkau mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatangimu dengan berlari.”
Artinya ialah jika engkau menyebut Allah dengan diam-diam secara ikhlas dan menjauhi riya, maka Allah segera memberimu pahala sesuai dengan amalmu. Jika engkau menyebut Allah dalam sekelompok orang untuk membanggakan dan mengagungkan-Nya di antara para makhluk-Nya, maka Allah akan menyebutmu di antara para malaikat yang didekatkan dan arwah para rasul untuk membanggakanmu dan mengagungkan derajatmu. Dan jika engkau mendekat kepada Allah dengan ijtihad dan ikhlas dalam mentaati-Nya, maka Allah mendekatkanmu dengan hidayat dan taufik. Jika engkau menambah, maka Allah pun menambah ganjarannya.
Demikian disebutkan oleh Al-Azizi. Bilamana patah hatimu dan sedih atas kecerobohanmu mengenai hak agamamu, maka Dia adalah temanmu dan pendampingmu. Karena Allah berfirman dalam hadis Oudsi:” Aku menyertai orang-orang yang patah hatinya demi Aku.”
Yakni Allah bersama orang-orang yang khusyuk dengan taufik karena kecerobohan dalam melakukan ketaatan dan melakukan maksiat. Andaikata engkau mengenai Allah dengan sebenarnya, niscaya engkau menjadikan-Nya sebagai teman dan mengesampingkan orang-orang.
Seorang penyair berkata:
Sejak aku mengenal Tuhan, aku tidak mengenal lainnya begitu pula selain Dia terlarang di dekat kami Sejak aku berkumpul aku tak takut berpisah sekarang aku pun sampai dan berkumpul
Seorang penyair berkata dari Bahrul Basiith:
Segala sesuatu yang engkau tinggalkan tentu ada gantinya tetapi jika engkau tinggalkan Allah maka tidak ada gantinya.
Jika engkau tidak bisa melakukan itu dalam seluruh waktumu, maka janganlah engkau kosongkan malam dan siangmu dari suatu waktu dimana engkau menyendiri bermunajat kepada Allah. Hendaklah engkau pelajari adab-adab berteman dengan Allah
Adab bergaul dengan Allah ada empat belas:
- Menundukkan kepala dan merendahkan pandangan.
- Memusatkan perhatian kepada Allah.
- Memperbanyak diam disertai dengan zikirullah. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi :” Hendaklah engkau banyak diam, karena hal itu bisa mengusir setan.”
- Menenangkan anggota badan dari gerakan yang sia-sia. Karena pada waktu itu dituntut khusyuk, tunduk dan kehadiran hati bersama Allah
- Segera mematuhi perintah.
- Menjauhi larangan.
- Sedikit menyanggah takdir.
Nabi bersabda: “Sembahlah Allah dengan keridaan. Jika engkau tidak mampu, maka terdapat kebaikan yang banyak dalam kesabaran atas apa yang tidak engkau sukai.”
Allah berfirman:
“Aku adalah Allah, tiada Tuhan selain Aku. Maka siapa yang tidak sabar atas cobaan-Ku dan tidak mensyukuri nikmat-Ku serta tidak menerima keputusan-Ku, biarlah ia mencari Tuhan selain Aku.”
Abu Ali Ad-Daggag rahimahullah berkata: “Bukanlah keridaan itu bila seseorang tidak merasakan cobaan, tetapi keridaan itu adalah bila ia tidak menyanggah hukum dan keputusan Allah.”
Diceritakan dari Asy-Syeikh Afifuddin Az-Zahid bahwa ketika berada di Mesir ia mendengar tentang penyerbuan suku Tartar ke Baghdad. Maka ia pun tidak bisa menerimanya dan berkata: “Ya Robb, bagaimana terjadi kehancuran ini sedang di antara mereka terdapat anak-anak dan orang-orang tak berdosa?”
Kemudian ia bermimpi melihat seorang lelaki yang di tangannya terdapat sebuah kitab bertulisan dua bait syair:
Tinggalkan sanggahan itu, karena kejadian itu bukan urusanmu dan jangan menghakimi tentang gerakan-gerakan alak Janganlah engkau tanyakan kepada Allah tentang perbuatan-Nya barangsiapa memasuki gelombang laut, ia pun binasa.
- Senantiasa berzikir, yakni dengan lisan dan hati.
- Selalu memikirkan tentang nikmat Allah dan keagunganNya.
- Mengutamakan kebenaran di atas kebatilan.
- Tidak mengandalkan manusia dalam segala keperluan, baik di waktu bepergian maupun di dalam kota, karena manusia tidak bisa memberikan manfaat dan tidak menimbulkan bahaya (tanpa kehendak Allah).
- Tunduk disertai rasa takut kepada Allah
- Bersedih disertai rasa malu kepada Allah atas kecerobohan dalam ibadat.
- Tidak mengandalkan siasat dalam mencari penghasilan karena percaya pada jaminan Allah Allah berfirman: “Dan tidak ada suatu binatang melata (yakni makhluk bernyawa) pun di bumi, melainkan Allah yang memberi rezekinya.”
- Huud: 6.
Dan bersandar pada karunia Allah karena mengetahui pilihan Allah yang baik. Semua adab ini patut menjadi peganganmu dalam seluruh malam dan siangmu. Karena adab-adab ini adalah adab-adab berteman dengan sesama yang tidak meninggalkanmu dalam seluruh waktumu sementara manusia seluruhnya meninggalkanmu.
Allah berfirman: “Dan Dia selama bersama kamu dimana pun kamu berada.”
Jika engkau seorang alim, maka adab-adab orang alim ada tujuh belas.
- Menerima pertanyaan yang diajukan oleh murid-muridnya dan sabar atas hal itu.
- Tidak terburu-buru dalam segala urusan.
- Duduk dengan penuh wibawa disertai ketenangan dan menundukkan kepala.
- Tidak bersikap sombong kepada semua manusia, kecuali terhadap orang-orang yang zalim dan terang-terangan menunjukkan kezalimannya untuk mencegah mereka berbuat zalim. Karena bersikap sombong terhadap orang-orang yang sombong adalah sedekah seperti tawadhu terhadap orang-orang yang bersikap tawadhu.
- Mengutamakan tawadhu’ di tempat-tempat pertemuan dan majelismajelis.
- Tidak bermain dan bercanda.
- Menunjukkan kasih sayang kepada pelajar di waktu mengajarnya dan bersabar terhadap siswa yang tidak pandai bertanya tetapi mengaku mengetahui sesuatu sedang ia tidak mengetahuinya, yaitu engkau perlakukan dia dengan sikap dan perkataan yang baik.
- Memperbaiki siswa yang bebal dengan bimbingan yang baik.
- Tidak memarahi siswa yang bebal dan tidak menyindirnya.
- Tidak sombong, tidak segan dan tidak malu mengatakan: ”Saya tidak tahu,” atau mengatkan: “Wallahu Alam,” jika masalahnya tidak jelas atau tidak diketahui.
Diriwayatkan dalam hadis bahwa seorang lelaki bertanya kepada Nabi : “Negeri mana yang paling buruk?”
Nabi menjawab: “Aku tidak tahu, aku akan menanyakannya kepada Jibril.” Jibril menjawab: “Aku tidak tahu. Aku akan menanyakannya kepada Robbil izzah.”
- Memusatkan perhatian kepada penanya dan memahami pertanyaannya untuk menjawab masalahnya.
- Menerima dalil yang benar dan mendengarkannya, meskipun dari lawan, karena mengikuti kebenaran adalah wajib.
- Tunduk kepada kebenaran dengan kembali kepadanya ketika bersalah, sekalipun kebenaran itu dari orang yang lebih rendah kedudukannya.
- Melarang siswa mempelajari ilmu yang membahayakan dalam agama seperti ilmu sihir, nujum dan ramal.
- Melarang siswa dari mengharap selain rida Allah dan negeri akhirat dengan ilmu yang berguna.
- Mencegah siswa dari menyibukkan diri dengan fardu kifayah sebelum menyibukkan diri dengan fardu ‘ain, sedangkan fardu ‘ainnya adalah memperbaiki lahir dan batinnya dengan ketakwaan, yakni dengan menunaikan ibadat yang lahir dan batin dan menjauhi maksiat lahir dan batin sebagaimana disebutkan dalam kitab ini.
- Mengutamakan memperbaiki diri sendiri sebelum menyuruh orang lain berbuat kebaikan dan sebelum melarang mereka berbuat kejahatan dengan bertakwa supaya diikuti amal perbuatan dan perkataannya oleh siswa.
Karena bukti perbuatan lebih kuat dari pada bukti perkataan. Abul Aswad berkata:
Bila engkau menegur teman dan menyalahkannya sedang engkau sendiri berbuat itu, maka engkau pun tercela mulailah dengan dirimu dan laranglah dia dari penyimpangannya bila engkau berhenti darinya, maka engkau pun bijaksana janganlah engkau melarang suatu perbuatan tetapi engkau sendiri melakukannya adalah besar kejelekanmu bila engkau melakukannya.
Jika engkau seorang siswa, maka adab-adab siswa terhadap orang alim (guru) ada tiga belas.
- Memulai memberi salam dan minta izin masuk.
- Sedikit bicara di hadapannya.
- Tidak berbicara selama tidak ditanya oleh gurunya.
- Tidak menanyakan sesuatu sebelum minta izin kepada gurunya lebih dulu.
- Tidak menyanggah guru dengan perkataan si fulan yang berbeda dengan yang engkau katakan atau semacam itu.
- Tidak menyanggah pendapat guru bila berbeda denganmu, sehingga menjatuhkan martabatnya dan mengurangi berkah.
- Janganlah bertanya kepada teman di majelisnya dan jangan tertawa ketika berbicara dengannya.
- Tidak menoleh ke kanan dan ke kiri, tetapi duduk sambil menundukkan pandangannya dengan tenang dan sopan seakan-akan ia di dalam salat.
- Tidak banyak bertanya kepada gurunya ketika sedang jemu atau bersedih, walaupun dengan berdasarkan dugaan yang kuat.
- Apabila guru berdiri, maka siswa pun berdiri untuk menghormatinya.
- Tidak mengikuti guru dengan berbicara dan menanyainya.
- Tidak bertanya dijalan, tetapi tunggulah sampai ia tiba di rumahnya atau tempat duduknya.
- Tidak berburuk sangaka kepadanya mengenai perbuatan-perbuatan yang lahirnya adalah mungkar menurut siswa. Guru lebih tahu tentang rahasia-rahasianya. Ingatlah kisah Nabi Musa yang berkata kepada Al-Khaidhir bernama Balya’ bin Mulkan: ” Mengapa kamu melobangi perahu itu yang berakibat menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan besar.”
Perbuatan itu pada lahirnya adalah munkar. Oleh karena itu Musa menyalahkan gurunya Al-Khaidir pertama kalinya. Akan tetapi pada hakikatnya sesuai dengan batin syariat. Dan akhirnya Musa membenarkan perbuatan gurunya. Hendaklah seorang siswa ingat bahwa ia bersalah ketika mempersalahkan gurunya dengan mengandalkan dhahirnya, ketahuilah bahwa guru mengetahui rahasia-rahasia.
Diriwayatkan bahwa ketika Ibnu ‘Arabi sedang mengerjakan salat, para muridnya memperhatikan Ibnu ‘Arabi menggerak-gerakkan kakinya berulang kali dalam salat. Selesai salat, mereka menanyainya: “Mengapa anda menggerakkan kaki?” Ibnu ‘Arabi menjawab: ”Fakhrur Rasi akan wafat dan para setan mengepungnya untuk menghilangkan imannya, maka kuusir mereka dengan kakiku hingga ia mati dalam keadaan iman.”
Jika engkau mempunyai ayah dan ibu, maka adab-adab anak terhadap kedua orang tuanya yang muslim ada dua belas.
- Mendengarkan perkataan mereka.
- Berdiri menyambut keduanya ketika mereka berdiri demi menghormati dan memelihara kehormatan mereka, meskipun kedudukan mereka berada di bawahnya.
- Mematuhi perintahnya selama perintah itu bukan dalam mendurhakai Allah.
- Tidak berjalan di depan kedua orangnya, tetapi di samping atau dibelakangnya. Jika ia berjalan di depan kedua orang karena sesuatu hal, maka tidaklah mengapa ketika itu.
- ‘Tidak mengeraskan suaranya melebihi suara kedua orang tua demi sopan santun terhadap mereka. Ini adalah adab yang paling ditekankan sebagaimana dikatakan oleh Ar-Ramli dalam Umadatur Raabih.
- Menjawab panggilan mereka dengan jawaban yang lunak seperti: Labbaik.
7, Berusahalah keras untuk mencari keridaan kedua orang tua dengan perbuatan dan perkataan.
- Bersikaplah rendah hati dan lemah lembut kepada kedua orang tua seperti melayani mereka. Menyuapi makan dengan tangannya bila keduanya tidak mampu dan mengutamakan keduanya di atas diri dan anak-anaknya.
- Tidak mengungkit-ungkit kebaikanmu yang kepada keduanya maupun pelaksanaan perintah yang dilakukan olehnya. Seperti ia katakan:” Aku beri engkau sekian dan sekian dan aku lakukan begini kepada kamu berdua.” Karena perbuatan itu bisa mematahkan hati. Ada yang mengatakan, menyebut-nyebut kebaikan itu bisa memutuskan hubungan.
- Janganlah ia memandang kedua orang tua dengan pandangan sinis.
- Janganlah bermuka cemberut kepada keduanya.
- Janganlah bepergian, kecuali dengan izin keduanya, yaitu perjalanan untuk jihad, haji tathawwu’, menziarahi para nabi dan wali serta perjalanan yang bisa mengancam keselamatan untuk berniaga. Maka perjalanan macam itu diharamkan, bilamana tidak diizinkan oleh ayah dan ibu, meskipun diizinkan oleh yang lebih dekat darinya. Kecuali perjalanan untuk belajar ilmu yang fardu, walaupun kifayah, seperti belajar nahwu dan derajat pemberian fatwa. Maka tidaklah diharamkan atasnya, meskipun tidak diizinkan oleh orang tuanya.
Demikian disebutkan dalam Fathul Mu’iin. Adapun ayah dan ibu yang kafir, maka anaknya harus mempergaulinya dengan baik dalam halhal yang tidak berkaitan dengan agama selama ia masih hidup.
Ketahuilah bahwa selain orang-orang yang tersebut ini, yakni orang alim (guru), siswa dan kedua orang tua, maka ada tiga golongan dalam hakmu,
Mereka itu adalah teman-teman, para kenalan atau orang-orang yang belum dikenal sebelumnya. Apabila engkau bergaul dengan orang awam yang belum dikenal sebelumnya, maka adab di waktu duduk dengan mereka ada lima.
- Tidak ikut campur pembicaraan mereka.
- Sedikit mendengarkan cerita-cerita mereka yang buruk dan perkataan mereka yang dusta.
- Mengabaikan apa yang terjadi dari perkataan mereka yang buruk.
- Menghindari banyak pertemuan dengan mereka dan tidak menampakkan kebutuhan kepada mereka.
- Mengingatkan kesalahan mereka dengan lemah lembut dan nasihat agar mereka mau menerimanya. Karena hati orang awam cepat berubah. Maka jika nasihat tidak bermanfaat, sebaiknya engkau berpaling darinya.
Adapun terhadap saudara-saudara dan teman-teman, maka engkau mempunyai dua tugas.
Pertama: Engkau harus mencari lebih dulu syarat-syarat bersahabat dan berteman.
Oleh karena itu Janganlah engkau bersaudara, kecuali dengan orang yang cocok untuk menjadi saudara dan teman. la harus mempunyai sifatsifat yang disukai dalam berteman dengannya dan sesuai dengan faidahfaidah yang diinginkan.
Hendaklah diketahui bahwa apa yang disyaratkan untuk berteman dalam urusan-urusan dunia tidaklah disyaratkan untuk berteman bagi tujuan akhirat. Karena teman itu ada tiga macam. Ada teman untuk akhiratmu, ada teman untuk duniamu dan teman supaya engkau terhibur dengannya. Tujuan-tujuan ini tidak berkumpul pada satu orang, tetapi terpencar-pencar pada sejumlah orang sehingga terbagilah syarat-syarat itu pada mereka.
Rasulullah bersabda:
“Manusia itu mengikuti kebiasaan temannya, maka hendaklah seseorang dari kami melihat dengan siapa ia berteman.”
Dalam sabdanya yang lain: “Manusia itu mengikuti siapa yang disukainya dan ia mendapat apa yang dilakukannya.” HR. Timidzi dari Anas.
Sahl bin Abdullah berkata: “Hindarilah berteman dengan tiga macam orang, yaitu para penguasa yang sombong dan lalai, para ahli baca
(ulama) yang berpura-pura baik dan para pengamal tasawwuf yang bodoh. Apabila engkau mencari teman untuk menjadi mitramu dalam belajar dan temanmu dalam urusan agama serta duniamu, maka perhatikanlah lima perkara di dalamnya.
Pertama, carilah teman yang berakal (cerdas), karena tiada kebaikan dalam berteman dengan orang dungu yang hanya menimbulkan keresahan dan berakibat pemutusan hubungan. Sebaik-baik teman dungu adalah ia bisa membahayakanmu di saat ingin memberimu manfaat. Musuh yang berakal lebih dari dari pada teman yang dungu.
Seorang penyair berkata:
Sungguh aku merasa aman dari musuh yang cerdas dan takut teman yang dungu
Oleh sebab itu dikatakan: Pemutusan hubungan dengan orang dungu adalah pendekatan kepada Allah. Yang dimaksud dengan orang berakal adalah orang yang memahami segala urusan menurut apa adanya.
Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib berkata:
“Janganlah engkau berteman dengan orang bodoh, dan jagalah dirimu darinya. Banyak orang bodoh membinasakan orang berakal ketika berteman dengannya. Manusia diukur dengan manusia bila ia berjalan dengannya, seperti sandal dengan sandal bila sandal itu berdampingan dengan pasangannya. Sesuatu itu berdampingan ukuran dan kemiripan dengan benda lainnya, sedang hati itu menjadi petunjuk hati yang lain bila ,berjumpa dengannya.”
Penyair lain berkata:
Bergaullah dengan orang mulia dan hindarilah pergaulan dengan orang yang rendah Jangan urusi kejelekan temanmu dan lupakanlah Jagalah lisanmu bila berada di tempat berkumpul orang banyak Jangan ikut serta dan jangan menjamin
kedua, akhlak yang baik. Hal itu harus dimiliki. Karena boleh jadi orang yang berakal memahami segala sesuatu menurut apa adanya. Akan tetapi bila dia dikuasai amarah atau syahwat atau kekikiran atau sifat penakut, maka ia pun menuruti hawa nafsunya dan menentang apa yang diketahuinya karena tidak mampu mengatasi sifat-sifatnya dan meluruskan akhlaknya. Itu adalah akhlak yang buruk. Oleh karena itu janganlah engkau berteman dengan orang yang buruk akhlaknya. Ja adalah orang yang tidak bisa mengendalikan nafsunya di waktu marah dan bangkit syahwatnya.
Al-qamah bin Milhan rahimahullah telah mengumpulkan dalam wasiatnya kepada anaknya menjelang wafatnya.
Ia berkata: “Hai anakku, apabila engkau ingin berteman dengan seseorang, maka bertemanlah dengan orang yang apabila engkau melayaninya dengan perkataan dan perbuatan, ia melindungimu dalam kehormatan, jiwa dan hartamu. Jika engkau berteman dengannya, maka ia menghiasimu. Jika engkau tidak mempunyai biaya, maka ia menanggungnya dan mencukupimu.
Bertemanlah dengan orang yang apabila engkau berbuat baik kepadanya, maka ia membalasmu atau bila engkau berbuat sesuatu kebajikan, ia membantu. Jika ia melihat kebaikan darimu, ia menyebutnya. Dan jika melihat perbuatan buruk darimu, ia pun menutupinya.
Bertemanlah dengan orang yang apabila engkau meminta sesuatu darinya, ia memberimu. Jika engkau diam, ia memulaimu. Dan jika bencana menimpamu, ia menolongmu. Bertemanlah dengan orang yang apabila engkau mengatakan sesuatu, ia benarkan perkataanmu. Apabila engkau berusaha mengatasi suatu perkara yang ia suruh melakukannya, maka ia membantu dan menolongmu. Dan jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka ia lebih mengutamakan engkau. Ini adalah kumpulan hak persahabatan.”
Al-Mamun berkata:” Dimana orang macam ini?”
Dikatakan kepadanya: “Tahukah engkau, mengapa ia wasiatkan itu kepadanya?”
Al-Ma’mun menjawab:” Aku tidak tahu.”
Orang itu berkata: “Karena ia tidak ingin berteman dengan seorangpun.”
Salah seorang udaba (ahli adab) berkata: “Janganlah engkau berteman, kecuali dengan orang yang menyimpan rahasiamu dan menutupi kejelekanmu. Maka ia selalu bersamaan dalam keadaan susah dan mengutamakan engkau dalam keadaan senang. Ia siarkan kebaikanmu dan menutupi perbuatanmu yang buruk. Jika engkau tidak menemukannya, maka janganlah berteman kecuali dengan dirimu sendiri.”
Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib berkata:
“Sesungguhnya saudaramu yang sebenarnya adalah yang bersamamu, dan yang membahayakan dirinya untuk memberimu manfaat dan yang ketika datang musibah, ia menolongmu ia korbankan dirinya untuk menyenangkanmu.”
Keriga, janganlah berteman dengan orang fasik yang terus-menerus melakukan maksiat besar, karena tidak ada faidah dalam berteman dengannya. Karena orang yang takut kepada Allah akan berhenti berbuat dosa sedangkan orang yang tidak takut kepada Allah, akan selalu menimbulkan gangguan pada orang lain.
Keadaannya berubah-ubah mengikuti perabahan situasi dan kondisi. Allah berfirman kepada nabi Muhammad : “Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya itu melampaui batas.” QS. Al-Kahfi: 28.
Ini menunjukkan bahwa keadaan manusia yang terburuk adalah bila hatinya dalam keadaan kosong dari mengingat Allah dan penuh dengan hawa nafsu yang menyibukkan pikiran dengan urusan manusia. Karena mengingat Allah adalah cahaya dan mengingat selain Allah adalah kegelapan. Demikian dikatakan oleh Asy-Syarbini.
Al-Ghazali berkata, dalam ayat itu terdapat peringatan bagi orang “ fasik. Hindarilah berteman dengan orang fasik, karena penyaksian kefasikan dan maksiat secara terus menerus menghilangkan dari hatimu kebencian terhadap maksiat dan memudahkan bagimu untuk berbuat maksiat. Oleh sebab itu hati menganggap remeh perbuatan ghibah, karena mereka menyukainya. Andaikata mereka melihat cincin dari emas atau pakaian sutera pada seorang fagih, niscaya mereka sangat menyalahkannya. Sedangkan ghibah lebih besar dosanya daripada memakai emas dan sutera.
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa ia berkata kepada Nabi : “Cukuplah bagimu bahwa Shofiyah begini dan begini, yakni ia seorang yang pendek.”
Kemudian Nabi berkata: “Engkau telah mengucapkan perkataan yang andaikata dicampur dengan air laut, niscaya akan merusakkannya.” HR. Tirmidzi.
Para ulama berkata: Hadis ini termasuk peringatan yang paling keras terhadap ghibah. Demikian disebutkan dalam Qam’in Nufuus oleh Abu Bakar Al-Hismi.
Keempat, bertemanlah dengan orang yang tidak tamak terhadap dunia. Berteman dengan seorang yang tamak terhadap dunia adalah racun yang mematikan, karena tabiat diciptakan untuk meniru dan mengikuti temannya. Bahkan tabiat yang baik mencari dari tabiat yang fasid dari jalan yang tidak diketahui manusia.
Ungkapan dalam Al-Ihya’ ialah: Dari jalan yang tidak diketahui oleh pemiliknya. Pergaulan dengan orang tamak menambah ketamakanmu dan pergaulan dengan orang zahid menyebabkan kezuhudanmu dan menambah kezuhudanmu. Oleh karena itu tidaklah disukai bertemu dengan pencari dunia dan dianjurkan berteman dengan orang-orang yang menyukai akhirat. Ali berkata: “Hiduplah ketaatan-ketaatan dengan duduk bersama orang yang disegani.”
Ahmad bin Hambal berkata: “Tidaklah menjerumuskan aku dalam bencana, kecuali berteman dengan orang yang tidak aku segani.”
Luqman berkata kepada anaknya: ”Hai anakku, duduklah dengan para ulama dan mendekatlah kepada mereka dengan kedua lututmu, karena hati menjadi hidup dengan mendengarkan hikmah seperti bumi yang tandus dihidupkan dengan hujan yang deras.”
Kelima, berkata benar, maka janganlah berteman dengan pendusta, karena engkau tidak tahu keadaannya yang sebenarnya. Orang macam itu bagaikan fatamorgana yang mendekatkan sesuatu yang jauh darimu dan menjauhkan yang dekat darimu. Janganlah berteman dengan ahli bid’ah, karena berteman dengannya menimbulkan bahaya menjalarnya bid’ah itu kepadamu.
Janganlah berteman dengan orang kikir, karena ia menghalangimu untuk mendapatkan sesuatu yang paling engkau butuhkan.
Janganlah berteman dengan orang penakut, karena ia akan membiarkanmu dan lari di saat menghadapi bahaya. Barangkali engkau tidak menemukan sifat-sifat ini pada penghuni madrasah dan masjid, yakni para ulama, pelajar dan ahli ibadat. Maka asingkanlah dirimu dan hiduplah sendirian, karena dengan uzlah engkau selamat dari dosa. Atau bergaullah dengan teman yang sesuai dengan sifat-sifat mereka, misalnya mengetahui bahwa teman itu ada tiga macam sebagaimana dinukil oleh Al-Ghazali dari Basyar. Yaitu teman untuk akhiratmu. Maka janganlah perhatikan padanya, kecuali agama.
Dan teman untuk duniamu. Maka janganlah perhatikan padanya, kecuali akhlak yang baik dan keadaan yang menyebabkan kebaikan. Dan teman untuk menghibur hatimu, maka janganlah perhatikan padanya, kecuali keselamatan dari kejahatan dan cobaan serta penipuannya. “Abu Dzar bekata: “Tinggal sendirian lebih baik daripada berteman dengan orang yang buruk kelakuannya. Dan teman yang baik lebih baik daripada menyendiri.
Orang-orang yang engkau jadikan teman ada tiga macam sebagaimana dinukil oleh Al-Ghazali dari Al-Ma’mun. Salah satu dari mereka adalah seperti makanan yang selalu dibutuhkan, yaitu para ulama. Yang satu lagi perumpamaannya adalah seperti obat yang dibutuhkan dalam waktu tertentu.
Perumpamaan lainnya seperti penyakit. Ia tidak dibutuhkan sama sekali, tetapi terkadang seseorang dicoba dengannya. Yakni ia diuji berkumpul bersama orang yang sifatnya seperti penyakit, pendusta dan penakut. Maka haruslah engkau bersikap lunak kepadanya guna menyelamatkan diri darinya dan menolak kejahatannya.
Rasulullah bersabda: “Bersikap lunak kepada orang-orang adalah sedekah.” HR. Ibnu Hibban, Thabrani dan Baihagi dari Jabir bin Abdullah.
Maksudnya bersikap lemah lembut kepada orang-orang dengan perkataan dan perbuatan diberi pahala seperti pahala sedekah. Dalam menyaksikan orang semacam itu terdapat faidah besar jika engkau berhasil mengatasinya. Yaitu engkau saksikan hal ihwal perbuatan-perbuatannya yang buruk sehingga engkau bisa menjauhinya.
Orang yang bahagia ialah orang yang mengambil pelajaran dari orang lain sedangkan orang yang sengsara ialah orang yang kejelekannya mengungguli kebaikannya. Orang mukmin adalah cermin orang mukmin lainnya. Maka ia mengukur dirinya dengan orang lain dalam hal ihwal dan perkataan yang disukai maupun yang tidak disukainya.
Dikatakan kepada Isa : “Siapa yang mengajarimu adab sedangkan engkau dilahirkan tanpa ayah.”
Isa menjawab: “Tak seorang pun ang mengajariku adab. Akan tetapi aku melihat kebodohan orang bodoh, lalu aku menjauhinya.”
Beliau berkata benar. Andaikata orang-orang menjauhi perkataan dan perbuatan tercela yang berasal dari orang lain, niscaya sempurnalah adab mereka dan tidak memerlukan pengajar adab. Karena orang berakal melihat perubahan zaman dan menjalankan adab sesuai dengan keadaannya. Secara keseluruhan manusia itu ibarat dan pohon. Di antaranya ada yang mempunyai bayangan tetapi tidak mempunyai buah. Ja adalah orang yang bermanfaat mengenai urusan dunia tanpa akhirat. Sesungguhnya manfaat dunia itu seperti bayangan yang cepat hilang. Ada pula yang mempunyai buah dan tidak mempunyai bayangan. Ia adalah orang yang bermanfaat untuk akhirat tanpa dunia. Ada pula yang tidak mempunyai buah maupun bayangan. Ada yang mempunyai salah satu dari keduanya. Semuanya ada empat macam.
Kewajiban kedua, ialah memelihara hak-hak persahabatan dan persaudaraan. Apabila terjadi persekutuan dan terjalin persahabatan, maka engkau harus menunaikan kewajiban-kewajiban yang harus diamalkan yang terdapat dalam adab-adab.
Rasulullah bersabda: “Perumpamaan dua orang saudara adalah seperti dua tangan, yang satu membasuh yang lain.”
Rasulullah mengumpamakan keduanya dengan dua tangan, bukan tangan dengan kaki, karena keduanya saling membantu untuk mencapai satu tujuan. Begitu pula dua orang bersaudara. Persaudaraan keduanya menjadi sempurna bila saling membantu mencapai satu tujuan. Keduanya dari satu sisi seperti satu orang. Ini menuntut kebersamaan dalam keadaan suka dan duka dan kebersamaan dalam menghadapi masa akan datang maupun masa sekarang.
Suatu ketika Rasulullah memasuki hutan, kemudian mengambil dua ranting. Yang satu bengkok dan yang lain lurus.
Menurut riwayat Nabi disertai seorang sahabatnya, yaitu Abdurrahman bin Auf, ada yang mengatakan beliau ditemani Usman bin Affan. Kemudian beliau memberikan yag lurus kepada sahabatnya dan menahan yang bengkok. Maka ia berkata kepada Nabi :”Ya Rasulullah, engkau lebih berhak memegang yang lurus daripada aku.” Kemudian Rasulullah berkata:” Tidaklah seseorang menemani temannya walaupun sesaat di siang hari, melainkan ia ditanya tentang persahabatannya, apakah ia menegakkan hak Allah dalam persahabatan itu atau menyianyiakannya.”
Hadis ini menunjukkan bahwa yang diutamakan adalah menunaikan hak Allah dalam persahabatan.
Pada suatu hari Rasulullah keluar menuju sebuah sumur untuk mandi di situ, Hudzaifah memegang baju dan berdiri menutupi Rasulullah hingga beliau selesai mandi. Kemudian Hudzaifah duduk untuk mandi. Maka Rasulullah mengambil baju itu dan berdiri menutupi Hudzaifah dari pandangan orang-orang. Namun Hudzaifah menolak dan berkata: “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, ya Rasulullah, janganlah engkau lakukan itu.” Akan tetapi Rasulullah tetap menutupinya hingga Hudzaifah selesai mandi.
Rasulullah bersabda: “Tidaklah dua orang berteman, melainkan yang paling dicintai Allah ‘adalah yang paling lemah lembut terhadap temannya.”
Adab-adab dalam persahabatan ini ada dua belas:
- Mengutamakan temannya dalam pemberian harta. Jika tidak bisa melakukan ini, maka ia beri temannya dari hartanya di saat temannya membutuhkan, walaupun sedikit. Alhasil, pertolongan dengan harta terhadap saudara-saudara ada tiga tingkatan. Tingkatan terendah adalah bila engkau tempatkan temanmu dalam kedudukan hamba atau pelayanmu. Maka engkau penuhi kebutuhannya dari kelebihan hartamu. Bilamana ia mempunyai keperluan sedang engkau mempunyai kelebihan dari hartamu, maka engkau beri dia sebelum ia meminta. Karena jika ia memintanya kepadamu, maka itu adalah puncak kecerobohan terhadap hak saudara. Tingkatan kedua engkau tempatkan dia dalam kedudukan dirimu dan engkau rela ia ikut menikmati hartamu. Dan tingkatan tertinggi, yaitu engkau utamakan dia di atas dirimu dan engkau dahulukan kebutuhannya di atas kebutuhanmu bila sama-sama mempunyai keperluan. Ini adalah tingkatan pada shiddig dan puncak tingkatan orang-orang yang saling mencintai. Adapun dalam hal ibadat, maka tidaklah disukai mengutamakan orang lain dengannya.
- Menolong dengan jiwa dalam memenuhi kebutuhan atas kemauan sendiri tanpa menunggu permintaan.
Hal itu lebih menampakkan tawadhu dan ini juga terbagi dalam beberapa tingkatan seperti menolong dengan harta. Maka yang terendah adalah memenuhi kebutuhan ketika diminta dan dalam keadaan mampu, tetapi dengan wajah berseri-seri dan menampakkan kegembiraan.
- Menyimpan rahasia yang disampaikan temannya kepadanya dan tidak menyampaikannya kepada orang lain sama sekali maupun kepada temannya yang paling akrab dan tidak menyingkapnya sekalipun setelah pemutusan hubungan dan mengalami keresahan. Karena hal itu adalah tabiat yang hina dan batin yang buruk. Dan menutupi kejelekan yang diketahuinya, baik tanpa setahu temannya, meskipun berkaitan dengan larangan Allah demi menutupi kejelekan sebagaimana dianjurkan, sekalipun dalam keadaan putus hubungan. Dan tidak menyampaikan sesuatu yang menyedihkan dari celaan orang kepadanya. Ringkasnya ialah tidak menyampaikan perkataan yang tidak disukainya, kecuali bila wajib baginya mengucapkan sesuatu tentang amar maruf atau nahi munkar dan ia tidak menemukan rukhsah untuk diam. Ketika itu ia tidak peduli untuk tidak menyukainya, karena hal itu merupakan kebaikan kepadanya.
- Menyampaikan sesuatu yang menyenangkan berupa pujian orang kepadanya di samping menampakkan kegembiraan. Karena menyembunyikan hal itu merupakan kedengkian belaka. Nabi telah bersabda: “Apabila seseorang dari kamu mencintai saudaranya, hendaknya ia mengabarinya. Hendaklah ia mendengarkan dengan baik ketika temannya berbicara dan tidak menyelidiki keadaannya. Bilamana melihatnya di jalan atau sedang menunaikan suatu keperluan, janganlah ia menanyainya tentang tujuan kepergiannya. Barangkali ia merasa berat menyebutnya.”
- Hendaklah ia memanggil temannya dengan nama yang paling disukainya dan memujinya dengan menyebut kebaikannya yang ia ketahui, karena hal itu termasuk sebab terbesar untuk menimbulkan kecintaan. Begitu pula dengan memuji anak-anak dan keluarganya, hingga ilmu dan karangannya dan segala yang menggembirakannya tanpa berdusta dan berlebihan. Hendaklah ia berterima kasih kepadanya atas kebaikannya terhadap dirinya. Ini sesuai dengan AlIhya. Bahkan ia berterima kasih kepadanya atas niatnya, meskipun telah terlaksana.
Ali berkata: “Barangsiapa tidak memuji saudaranya (temannya) atas niatnya yang baik, maka ia pun tidak memujinya atas perbuatannya yang baik.” Hendaklah ia membela temannya bila ada yang menyinggung kehormatannya sebagaimana ia membela dirinya.
Ini lebih besar pengaruhnya dalam menimbulkan kecintaan, karena hak persaudaraan adalah berusaha keras dalam melindungi dan membela teman serta menegur dan memarahi siapa yang mengganggunya. Rasulullah mengumpamakan dua orang saudara dengan dua tangan, yang satu mencuci yang lain, adalah supaya saudara yang satu menolong saudara yang lain. Hendaklah ia menasihati temannya dengan lemah lembut dan secara tersamar bila ia perlu menasihatinya. Hal itu dilakukannya dengan menyebut kejelekan-kejelekan perbuatan itu dan faidahfaidah bila meninggalkannya serta mengingatkannya akan akibat buruk perbuatan itu di dunia dan di akhirat supaya ia berhenti melakukannya. Akan tetapi patutlah ia lakukan itu dengan diamdiam tanpa diketahui seorang pun. Apabila dilakukannya di hadapan orang banyak, maka itu adalah keburukan dan kecemaran. Dan apabila dilakukannya dengan diam-diam, maka itu adalah kasih sayang dan nasihat yang sebenarnya.
Asy-Syafi’i berkata: “Barangsiapa menasihati saudaranya dengan diam-diam, maka ia pun telah menasihatinya dengan membaguskannya sedangkan siapa yang menasihatinya secara terang-terangan, maka ia pun telah mencemarkan dan menjelekkannya.”
Hendaklah ia maafkan kesalahannya dalam agamanya karena melakukan maksiat atau kurang memenuhi hak persaudaraan, walaupun ia sanggup imbalannya, karena sikap itu lebih besar pahalanya. Janganlah ia menegurnya dengan kebencian. Adapun pelanggaran agama seperti perbuatan maksiat atau terus menerus melakukannya, maka nasihatilah dia dengan lemah lembut supaya ia kembali menjadi baik. Adapun kesalahan terhadap dirinya, maka tiada perselisihan bahwa yang lebih utama adalah memaafkan dan menanggungnya.
Telah dikatakan: Patutlah engkau mencari 70 uzur bagi kesalahan saudaramu. Jika hatimu tidak menerimanya, maka salahkan dirimu. Maka katakan pada hatimu: Betapa kerasnya engkau. Ia mengajukan 70 uzur kepadamu, namun engkau tidak menerimanya. Maka engkaulah yang tercela, bukan saudaramu, jika ia tidak bisa menerima perbaikan, maka jika sanggup sebaiknya engkau jangan marah. Akan tetapi hal itu tidak mungkin.
Asy-Syafi’i telah berkata: “Barangsiapa yang dibangkitkan kemarahannya sedang ia tidak marah, maka ia adalah keledai. Dan siapa pun yang diminta kerelaannya sedang ia tidak rela, maka ia adalah setan. Maka janganlah engkau menjadi keledai maupun setan jika tidak mau menerima.”
- Mendoakannya ketika berada sendirian di masa hidupnya dan sesudah matinya dengan segala yang disukainya bagi dirinya dan keluarganya. Maka engkau doakan dia sebagaimana engkau mendoakan dirimu.
Janganlah engkau bedakan antara dirimu dan dia, karena doamu baginya sama dengan doanya bagi dirimu. Nabi bersabda: “Apabila seseorang berdoa bagi saudaranya dalam keadaan sendirian, malaikat berkata, Dan bagimu seperti itu. Dalam lafaz lain: Allah berkata, Denganmu aku mulai.”
Disebutkan dalam hadis:” Dikabulkan doa seseorang bagi saudaranya tidak seperti yang dikabulkan baginya mengenai dirinya.”
Dalam hadis disebutkan: “Dan seseorang bagi saudaranya di kala sendirian tidak ditolak.”
- Tetap setia dalam mencintainya sampai mati terhadap anak-anaknya dan para kerabatnya setelah temannya meninggal seperti sebelumnya. Karena cinta itu sesungguhnya dimaksudkan untuk akhirat. Maka jika terputusnya sesudah mati, sia-sialah amal dan usahanya.
- Hendaklah ia berusaha meringankannya dan tidak membebaninya dengan sesuatu yang memberatkannya. Maka janganlah meminta darinya suatu kedudukan atau harta untuk menghindari kejemuan yang menimbulkan perpecahan. Janganlah memaksanya bersikap tawadhu’ kepadanya, tetapi ia hanya mengharapkan rida Allah dengan kecintaannya untuk mencari berkah dengan doanya dan kesenangan ketika berjumpa dengannya untuk memelihara agamanya dan mendekatkan diri kepada Allah dengan menunaikan hak-haknya dan menanggung bebannya.
Dan menampakkan kegembiraan atas semua kegembiraan yang dialaminya serta menampakkan kesedihan atas gangguan yang dialaminya. Ia sembunyikan dalam hatinya seperti apa yang nampak sehinggaia benar-benar tulus dalam kecintaanya, baik dalam keadaan diam-diam maupun terang-terangan. Karena keikhlasan dalam persaudaraan’adalah kesamaan sikap pada ucapan dan di dalam hati, dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan, di hadapan jamaah maupun dalam keadaan sendirian. Barangsiapa tidak ikhlas dalam persaudaraan (persahabatannya), maka ia pun munafik. Bilamana batin menyembunyikan dendam dan kedengkian, maka putus hubungan lebih baik daripada persahabatan.
Seorang bijak berkata: “Teguran yang nyata lebih baik daripada dendam yang tersembunyi.”
Apabila seseorang ingin mengetahui kecintaan temannya kepadanya, maka hendaklah ia melihat kecintaannya kepada temannya itu: Tanyailah hatimu tentang kecintaan orang lain
Itu adalah saksi yang tidak menerima suap
Janganlah kamu tanyai mata tentang kecintaan itu
Karena ia akan menunjukkan lain dari yang tersembunyi dalam hati.
- Mendahului memberi salam kepadanya ketika berjumpa dengannya. Demikian pula ia lakukan terhadap orang yang tak dikenalnya. Dan melapangkan tempat duduk baginya dalam majelis dan engkau panggil dia dengan nama yang paling disukainya.
- Keluar dan menyambut serta mengantarkannya ketika temannya berdiri demi menghormatinya, kecuali bila ia melarangnya.
- Diam ketika temannya berbicara hingga ia selesaikan bicaranya dan tidak mencampuri pembicaraannya.
Memenuhi undangannya bila ia mengundangnya,dan menjenguknya bila sakit walaupun sekali. Menghadiri jenazah keluarganya bila meninggal dunia walaupun tidak mengimami salat jenazah. Memenuhi sumpahnya ketika temannya bersumpah terhadapnya dalam perkara yang mubah. Ringkasnya ialah ia perlakukan temannya sebagaimana mestinya, karena hal itu menunjukkan kesempurnaan iman.
Sahl bin Abdullah berkata: “Barangsiapa tidak suka mengganggu orang lain, ia pun bisa berjalan di atas air, yakni menampakkan karomahnya untuk suatu keperluan. Karena boleh jadi wali wajib menyembunyikan karomah yang utama.” Sebagaimana dinukil oleh ArRamli dari Asy-Syeikh Khalil.
Maka siapa yang tidak menyukai pada saudaranya seperti yang ia sukai bagi dirinya, persaudaraannya adalah nifag dan persaudaraan itu akan menjadi berat baginya di dunia dan akhirat.
Hak persahabatan itu berat, tidak ada yang sanggup memenuhinya kecuali orang yang bijaksana. Tidaklah diragukan bahwa pahalanya banyak. Tidak ada orang yang dapat memperolehnya, kecuali orang yang mendapat taufik. Karena itu dikatakan: ”Berbuatlah baik kepada tetanggamu, niscaya engkau menjadi seorang mukmin sejati. Semua ini adalah adabmu terhadap orang awam yang belum engkau kenal sebelumnya dan terhadap teman-teman yang telah engkau anggap sebagai Sudara.”
Adapun macam ketiga, yaitu para kenalan, maka waspadalah terhadap mereka, karena engkau tidak menemukan kejahatan kecuali dari orang yang dikenalnya. Adapun teman, maka ia akan membantumu. Adapun orang tak dikenal, maka ia tidak mengganggumu.
Sesungguhnya kejahatan itu timbul dari para kenalan yang menampakkan persahabatan dengan lisan mereka, tetapi menyembunyikan permusuhan dalam batin mereka. Maka sedikitlah berhubungan dengan para kenalan sedapat mungkin. Apabila engkau terpaksa bergaul dengan mereka dalam madrasah atau masjid atau masjid atau pasar atau di tempat lain di dalam maupun diluar negaramu, maka janganlah meremehkan seorang pun dari mereka. Karena engkau tidak tahu barangkali ia lebih baik darimu di sisi Allah “
Disebutkan dalam sebuah hadis:
“Cukuplah kejahatan orang muslim bila ia meremehkan saudaranya yang muslim. Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram darahnya, harta dan kehormatannya.”
Janganlah engkau memandang kepada mereka dengan mengagungkan mereka dalam urusan dunia, karena engkau akan binasa dengan sebab cintamu kepada dunia. Sebagaimana sabda Nabi : “Barangsiapa merendahkan diri kepada seorang kaya lantaran kekayaannya, lenyaplah dua pertiga agamanya.” Karena dunia itu di sisi Allah sangatlah kecil dan rendah, dan Allah tidak memandang kepada dunia sejak Dia menciptakannya.
Betapa pun besarnya penghuni dunia di dalam hatimu, ia telah jatuh dari pandangan Allah , yakni pandangan cinta. Karena dunia adalah musuh Allah dan para wali-Nya. Dalam hadis disebutkan: ”Cinta harta dan kehormatan menumbuhkan sifat munafik di dalam hati sebagaimana air menumbuhkan tanaman.”
Janganlah engkau berikan agamamu kepada mereka untuk memperoleh kesenangan dunia dari mereka. Hal itu merupakan kerugian besar. Tidaklah seseorang melakukan itu, melainkan ia menjadi rendah dalam pandangan mereka, kemudian tidak mendapat harta dari mereka sebagaimana kita saksikan di masyarakat. Jika mereka memusuhimu, janganlah engkau balas mereka dengan permusuhan, karena engkau tidak bisa bersabar untuk membalas mereka sehingga lenyaplah agamamu dalam permusuhan mereka dan mengalami kepayahan yang Jama bersama mereka. Janganlah engkau condong kepada mereka ketika mereka menghormatimu dan memujimu di hadapanmu serta menampakkan kecintaan kepadamu. Karena jika engkau mencari hakikat perlakuan itu, niscaya engkau tidak menemukan seorang dari seratus orang.
Seorang penyair berkata:
Ambillah yang bersih dari temanmu dan tinggalkan mana yang keruh darinya karena umur manusia terlalu pendek untuk mencela orang lain.
Janganlah engkau berharap sikap mereka sama terhadapmu dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan. Janganlah engkau heran bila mereka mencelamu di saat engkau tidak ada dan jangan marah kepadanya lantaran itu, karena jika engkau berlaku adil, maka engkau dapati dirimu seperti itu pula. Bahkan engkau telah melakukan seperti itu terhadap teman-teman dan para kerabatmu sekalipun terhadap gurumu dan kedua orang tuamu, karena engkau menyebut mereka di saat mereka tidak ada, lain dari yang engkau katakan secara langsung kepada mereka. Janganlah engkau terlalu mengharapkan harta, kedudukan dan pertolongan mereka, karena orang yang tamak pada umumnya adalah sia-sia dalam akibatnya di masa yang akan datang. Orang yang tamak itu pasti hina seketika itu.
Seorang penyair berkata:
Hamba itu merdeka jika ia menerima apa adanya sedang orang merdeka adalah hambajika ia tamak maka terimalah apa yang ada dan jangan tamak karena tiada sesuatu yang buruk selain tamak.
Apabila engkau mempunyai keperluan kepada seseorang, lalu ia memenuhinya, maka berterima kasihlah kepadanya dan bersyukurlah kepada Allah Karena tidaklah sempurna syukur kepada Allah , kecuali disertai terima kasih kepada perantaranya.
Rasulullah bersabda: “Siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia, ia pun tidak bersyukur kepada Allah ” Sabdanya pula:
”Barangsiapa berbuat kebaikan kepadamu, maka balaslah dia. Jika kamu tidak bisa membalasnya, maka doakanlah dia.”
Dalam sabdanya yang lain:
“Barangsiapa memberikan suatu kenikmatan kepada suatu kaum, tetapi mereka tidak berterima kasih kepadanya hingga ia doakan kebiasaan mereka, maka doanya dikabulkan.”
Jika berbuat ceroboh, maka jangan menegurnya. Abu Sulaiman AdDaazani berkata kepada Ahmad bin Abil Hawazi: Jika engkau berteman dengan seeorang, janganlah engkau menegurnya atas sesuatu yang tidak engkau sukai. Karena engkau akan mendapatkan dalam jawabanmu sesuatu yang lebih buruk daripada yang pertama.
Ahmad berkata: Kemudian aku mencobanya. Ternyata begitulah adanya. Salah seorang dari mereka berkata: Bersabar atas gangguan teman lebih baik daripada menegurnya. Menegur lebih baik daripada memutuskan hubungan, memutus hubungan lebih baik daripada mencaci maki. Janganlah engkau adukan perbuatannya terhadapmu kepada orang lain sehingga menimbulkan permusuhan.
Jadilah engkau sebagai orang mukmin yang mencari uzur dan jangan menjadi seperti orang munafik yang mencari aib-aib orang Lain.
Katakanlah di dalam hatimu bila temanmu berbuat kesalahan itu karena ja mempunyai uzur yang tidak aku ketahui. Janganlah engkau menasihati salah seorang dari mereka sebelum engkau periksa dengan hatimu apakah ia bisa menerima nasihatmu. Kalau tidak, ia tidak akan mendengarkan nasihatmu dan memusuhimu. Apabila mereka keliru dalam suatu masalah dan mereka enggan belajar darimu, maka janganlah engkau ajari mereka, karena bila mereka belajar darimu, mereka akan menjadi musuhmu.
Kecuali bila kekeliruan itu berkaitan dengan maksiat yang mereka lakukan karena kebodohan dari mereka. Maka sebutlah kebenaran dengan lemah lembut tanpa kekerasan.
Apabila engkau melihat perbuatan mulia dan kebaikan, maka bersyukurlah kepada Allah yang menjadikan mereka mencintaimu. Dan apabila engkau melihat kejahatan dari mereka, serahkanlah mereka kepada Allah dan berlindunglah kepada Allah dari kejahatan mereka dan jangan menegur mereka.
Teguran secara sembunyi lebih baik daripada pemurusan hubungan, sindiran lebih baik daripada penegasan, rulisan lebih baik daripada bicara langsung dan menahan diri lebih baik daripada semua itu. Janganlah engkau katakan kepada mereka: Mengapa kalian tidak mengenal hakku sedang aku adalah fulan bin fulan dan aku unggul dalam ilmu. Itu adalah perkataan orang yang dungu, sedangkan orang yang paling dungu adalah orang yang memuji dirinya.
Ketahuiah bahwa Allah tidak menjadikan mereka menindasmu dengan kejahatan itu, kecuali lantaran suatu dosa yang pernah engkau lakukan, walaupun setelah beberapa tahun. Maka mohonlah ampun kepada Allah atas dosamu setiap waktu.
Dalam riwayat Ibnu Hibban: Kami menghitung seratus kali perkataan Rasulullah dalam satu majelis, yaitu:
“Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan terimalah tobatku, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”
Asy-Syadzali rahimahullah berkata: Hendaklah engkau sering mengucapkan istigfar, meskipun tidak berdosa.”
Ketahuilah bahwa kejahatan yang mereka lakukan adalah hukuman dari Allah bagimu di dunia dan jadilah engkau di antara mereka mendengarkan perkataan mereka yang benar dan tidak mendengarkan kebatilan mereka dengan tidak menyiarkan di antara orang-orang atau engkau menasihati mereka dengan lemah lembut atau mengabaikannya sama sekali. Engkau sebutkan kebaikan-kebaikan mereka dan menyiarkannya di antara orang-orang dengan menampakkan kegembiraan dan menutupi kejelekan-kejelakan mereka. Semoga Allah mengasihani orang yang melihat kejelekan saudaranya dan menutupinya. Hindarilah bergaul dengan para pelajar fikih di zaman ini, terutama orang-orang yang menyibukkan diri dengan ilmu khilaf dan perdebatan.
Waspadalah terhadap mereka, karena mereka mengharap-kan datangnya bencana atas dirimu karena kedengkian mereka mengharapkan datangnya bencana atas dirimu berdasarkan sangkaan-sangkaan yang buruk. Mereka memberi isyarat di belakangmu dengan kedipan mata dan menyebut-nyebut kesalahanmu dalam pergaulan mereka hingga mereka mengecammu dengan kesalahan-kesalahan itu seakan-akan mereka memukulmu dengan batu di dahimu ketika mereka marahmarah kepadamu dan berdebat denganmu. Mereka tidak memaafkan kesalahanmu dan tidak menutupi aibmu. Mereka menunrutmu atas perbuatan yang sangat remeh, maka terlebih pula yang lebih besar dari itu.
Mereka dengki kepadamu atas sesuatu kenikmatan yang sedikit dan banyak. Mereka menghasut orang-orang terhadapmu dengan melancarkan naminah. Dalam hadis disebutkan: Tidaklah masuk surga orang yang suka melakukan naminah. Mereka suka mengadukan kepada penguasa dan melancarkan fitnah terhadapmu. Jika mereka senang kepadamu, maka pada lahirnya mereka menunjukkan kelembutan yang sangat. Jika mereka tidak senang denganmu, maka batin mereka adalah kejengkelan. Bagian luar mereka adalah baju dan bagian dalam mereka adalah serigala. Ini adalah yang kita saksikan pada sebagian besar dari mereka, kecuali siapa yang dipelihara Allah Maka berteman dengan mereka adalah suatu kerugian dan bergaul dengan tidak mendatangkan pertolongan.
Ini adalah hukum orang yang menampakkan persahabatan denganmu. Maka bagaimana pula orang yang memusuhimu secara terangterangan.
Al-Oadhi ibnu Maruf rahimahumullah berkata:
Waspadailah musuhmu sekali, dan waspadailah temanmu seribu kali.
Barangkali temanmu berubah, maka ia lebih tahu cara untuk menimbulkan bahaya.
Abu Tamman berkata:
Musuhmu berasal dari temanmu, maka jangan terlalu sering menyalahkan teman.
Karena penyakit’yang engkau lihat kebanyakan berasal dari makanan atau minuman.
Abu Said Ats-Tsauri berkata: ” Apabila engkau berteman dengan seseorang, maka buatlah dia marah. Kemudian suruhlah orang untuk menanyainya tentang dirimu dan rahasia-rahasiamu. Jika ia berkata baik atau menyembunyikan rahasiamu, maka temanilah dia.”
Dzun Nun berkata: “Tiada kebaikan dalam berteman dengan orang orang tidak ingin melihatmu kecuali dalam keadaan terpelihara. Dan siapa yang menyiarkan rahasia di waktu marah, maka ia adalah orang yang hina.” Seorang bijak berkata: “Janganlah berteman dengan orang yang berubah dalam empat keadaan, yaitu di waktu marah dan senangnya, di saat ia tamak dan menuruti hawa nafsunya. Akan tetapi ia harus tetap sikapnya dalam berbagai keadaan sebagai teman yang tulus.”
Seorang penyair berkata:
Engkau lihat orang yang mulia apabila putus hubungannya
Menyembunyikan yang buruk dan menampakkan kebaikan Dan engkau lihat orang yang hina ketika dipenuhi kebutuhannya
Menyembunyikan yang baik dan menampakkan dusta.
Jadilah engkau sebagaimana dikatakan oleh Hilal ibnu Ala Ar-Ruqiy:
Ketika kuberi maaf dan aku tidak mendendam kepada seorangpun kubebaskan diriku dari keresahan permusuhan kuberi salam kepada musuhku sewaktu melihatnya untuk menolak gangguan dariku dengan memberi salam kutampakkan senyum kepada manusia yang kubenci seakan-akan ia telah memenuhi hatiku dengan kegembiraan aku tidak selamat dari orang yang tidak kukenal maka bagaimana aku selamat dari orang yang berkasih sayang orang-orang itu penyakit dan obatnya adalah membiarkan mereka sedang menjauhi mereka berarti memutuskan persaudaraan maka berdamailah dengan orang-orang niscaya engkau selamat dari gangguan mereka dan berusahalah keras untuk menghasilkan kasih sayang
Asy-Syaf”i berkata:
Manusia itu penyakit tersembunyi yang tak ada obatnya akal bingung terhadap mereka dan tak berdaya Jika engkau giat mereka bilang engkau mengejek atau engkau bersantai mereka bilang pemalas Jika engkau bergaul dengan mereka maka mereka bilang engkau tamak Jika engkau jauhi mereka, maka mereka bilang engkau jemu Jika engkau tidak menginginkan harta mereka sebagai kemuliaan mereka bilang engkau sudah kaya dan jika engkau minta kepada mereka, ternyata mereka kikir Sungguh aku bingung mengenai urusanku dan urusan mereka seperti halnya burung unta yang bukan burung dan bukan unta
Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya kalian tidak bisa mencukupi orang-orang dengan hartamu, tetapi yang mencukupi mereka dari kamu adalah wajah ceria dan akhlak yang baik.”
Wahai pencari kebaikan, amalkanlah adab-adab penghidupan dan pergaulan bersama berbagai macam manusia.
Seorang bijak berkata: Temuilah teman dan musuhmu dengan wajah ceria tanpa merendahkan diri maupun.takut kepada keduanya. Tunjukkan kewibawaan tanpa menyombongkan diri dan tawadhu tanpa menghinakan diri. Beradablah engkau dalam semua urusanmu ditengahnya, karena kedua ujungnya adalah sifat tercela.
Seorang penyair berkata:
Ambillah sikap tengah dalam segala urusan karena ia adalah cara terbaik dalam menempuh jalan yang lurus Janganlah engkau melampaui batas atau ceroboh karena kedua sifat itu tercela Rasulullah bersabda:
“Sebaik-baik perkara adalah yang di tengah.” Janganlah engkau memandang ke kanan dan kiri dan jangan sering menoleh ke belakang maupun berhenti di tempat orang-orang yang duduk tanpa keperluan. Apabila engkau duduk bersama orang-orang, maka janganlah mengangkat kedua kakimu dan janganlah mengaitkan jari-jarimu, karena perbuatan itu menyebabkan mengantuk dan berasal dari setan. Janganlah engkau mempermainkan janggut dan cincinmu dan mengorek gigimu serta memasukkan jari-jarimu dalam hidungmu. Janganlah banyak meludah dan mengeluarkan ingus serta mengusir lalat dari wajahmu. Janganlah banyak menggeliat dan menguap di hadapan orang banyak dan di dalam salat serta lainnya.
Apabila engkau menguap, maka tutupilah mulutmu dengan punggung tanganmu yang kiri untuk mengusir setan, karena menguap berasal dari setan.
Hendaklah engkau duduk dengan tenang dan bicara yang teratur. Dengarkanlah perkataan baik dari orang yang berbicara kepadamu tanpa menampakkan keheranan yang banyak dan jangan terlalu banyak bercerita. Janganlah engkau ceritakan tentang kekagumanmu terhadap anakmu maupun syairmu, perkataan dan karanganmu serta segala urusanmu. Janganlah memaksakan sikap seperti orang salih dalam tindaktandukmu seperti wanita yang berlebihan dalam bersolek.
Janganlah memakai baju yang hina seperti budak dan jangan terlalu banyak memakai celak. Janganlah berlebihan dalam memakai minyak di badan dan jangan mendesak dalam mencari keperluanmu dari orangorang dan jangan mendorong seseorang untuk berbuat kezaliman kepada orang lain. Karena siapa yang membantu perbuatan jahat, ia pun terlibat di dalamnya.
Janganlah engkau memberitahu istri dan anakmu maupun orang lain kader kedudukan yang engkau miliki.
Karena jika mereka melihatnya sedikit, maka mereka meremehkannya. Dan jika mereka melihatnya banyak, mereka tetapi tidak puas. Menjauhlah dari mereka bila mereka bersalah tanpa bersikap keras dan bersikaplah lunak terhadap mereka tanpa menunjukkan kelemahan. Janganlah engkau bercanda dengan budak perempuan maupun budak lelakimu supaya tidak hilang kewibawaanmu dari hati mereka.
Demikian pula terhadap orang-orang lainnya. Oleh karena itu dikatakan: “Janganlah menampakkan putihnya gigimu kepada seseorang supaya ia tidak menampakkan kehitaman duburnya kepadamu.”
Apabila engkau bertengkar dengan orang lain, maka hargailah dirimu supaya orang-orang mengikuti perkataanmu.
Demikian dikatakan oleh Asy-Syeikh Abdush Shomad. Jangan sampai engkau melakukan atau mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan syara di waktu bertengkar dan jangan terburu-buru ketika menjawab dan ketika marah. Pikirkanlah jawabanmu dan jangan banyak memberi isyarat dengan menoleh serta jangan sering menoleh kepada orang yang dibelakangmu, dan jangan duduk di atas kedua lututmu.
Apabila amarahmu telah reda, maka bicaralah. Bahkan patutlah engkau diam sebeum berwudu. (Ini adalah penyelesaian perkara yang dilakukan di hadapan raja atau penguasa).
Jagalah dirimu dari teman yang hanya menemanimu di saat engkau sakit dan miskin, karena ia adalah musuh yang paling jahat. Dan Janganlah engkau jadikan hartamu lebih mulia daripada kehormatanmu. Barangsiapa bergurau atau ribut di majelis, hendaklah ia menyebut nama Allah ketika berdiri.
Nabi bersabda:
“Barangsiapa duduk di suatu majelis dan banyak ribut di situ, lalu mengucapkan sebelum berdiri dari tempat duduknya itu: Maha Suci Engkau ya Allah dan dengan memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, aku mohon ampun dan bertobat kepada-Mu, maka diampunilah dosanya di majelis itu.”
Hai pemuda, cukuplah bagimu kadar ini dari Bidayatul Hidayat, maka amalkanlah dengan permulaan ini bagi dirimu. Permulaan itu terdiri dari tiga bagian. Satu bagian mengenai adab-adab ketaatan, satu bagian tentang meninggalkan maksiat dan satu bagian tentang pergaulan dengan manusia. Permulaan hidayat ini mencakup hubungan hamba dengan Al-Khalig dan manusia. Keseluruhan ini dinamakan agama yang sempurna dan ia adalah bekal untuk akhirat. Jika engkau lihat permulaan hidayat ini dekat dengan dirimu dan engkau dapati hatimu condong kepadanya serta ingin mengamalkan isinya, maka ketahuilah bahwa engkau adalah hamba Allah yang diterangi hatimu dengan iman sempurna oleh Allah dan dilapangkan Allah dadamu dengannya.
Maka bersyukurlah kepada Allah yang memberimu petunjuk untuk melakukan itu dan mohonlah kepada-Nya agar tetap di atas jalan yang lurus. Telah jelas bahwa permulaan ini mempunyai penghabisan dan di balik penghabisan itu ada rahasia-rahasia dan rincian-rincian yang telah saya sebutkan pertama kali dalam syarah ini dan ilmu-ilmu batin seperti ihnu hal ihwal hati.
Adapun yang terpuji darinya adalah kesabaran, syukur, rasa takut, harapan, keridaan, zuhud, gana’ah, pengetahuan karunia Allah dalam semua keadaan, baik sangka dan keikhlasan dan sebagainya. Adapun yang tercela adalah takut miskin, benci takdir, mencari ihnu, ingin dipuji, ingin panjang umur di dunia untuk bersenang-senang dan sebagainya.
Dan mukasyafah, yaitu puncak ilmu. Ia adalah ibarat cahaya yang nampak di dalam hati ketika membersihkan dari sifat-sifatnya yang tercela. Dari cahaya itu timbul banyak hal hingga timbul pengetahuan yang hakiki tentang Dzat Allah dan sifat-sifat-Nya yang kekal dan sempurna, perbuatan-perbuatan-Nya, hikmah-hikmah-Nya dalam hukum penciptaan dunia dan akhirat dan alasan pengutamaan-Nya terhadap akhirat di atas dunia.
Kami telah memasukkannya dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, maka pelajarilah kitab Al-Ihya’ supaya engkau menjadi ahli dhahir dan batin sekaligus. Telah dikatakan: Ulama dhahir adalah perhiasan bumi dan kerajaan bumi, sedangkan ulama batin adalah perhiasan langit dan kerajaan langit. :
As-Sariyyu berkata kepada Al-Junaid: Semoga Allah menjadikanmu ahli hadis yang sufi dan tidak menjadikanmu sebagai sufi yang ahli hadis. Dengan itu ia mengisyaratkan kepada pendapat bahwa siapa yang mempelajari hadis dan ilmu, kemudian belajar tasawuf, ia pun beruntung. Dan siapa yang belajar tasawuf sebelum ilmu, ia pun membahayakan dirinya.
Jika engkau melihat dirimu merasa berat mengamalkan wirid-wirid ini dan mengingkari ilmu semacam ini, lalu dirimu berkata kepadamu: Bagaimana ilmu ini bisa bermanfaat bagimu dalam majelis ulama dan kapan engkau bisa mengungguli teman-teman sejawat dan sederajat dan bagaimana ilmu ini bisa mengangat kedudukanmu di majelis umara dan wuzara. Bagaimana ia menyampaikanmu kepada pemberian dan tunjangan yang diberikan oleh mereka serta kepemimpinan atas wakaf dan peradilan.
Maka ketahuilah bahwa setan telah menyesatkan dan membuatmu lupa akan tempat kembali dan tempat tinggalmu, yaitu akhirat. Oleh karena itu carilah setan seperti engkau untuk memberitahukan kepadamu apa yang engkau sangka bahwa ia berguna bagimu di dunia dan menyampaikanmu kepada keinginanmu. Kemudian ketahuilah bahwa kemuliaan itu tidak bersih dari kekeruhan, baik di rumahmu maupun di desa dan kotamu.
Kemudian engkau akan kehilangan kemuliaan yang kekal dan kenikmatan abadi di sisi Tuhan sekalian alam.
Segala puji bagi Allah yang pertama dan terakhir, yang lahir dan batin dan tiada daya dan kekuatan, melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.
Semoga Allah melimpahkan salawat dan salam yang banyak kepada Sayyidina Muhammad dan keluarga serta para sahabatnya.