Dzikir nafi dan isbat, dengan lain perkataan kalimat dzikir yang tidak mengakui semua tuhan-tuhan dan menetapkan kepada Tuhan Allah yang satu tunggal, adalah dzikir yang paling besar manfa’atnya dan paling sangat berbekas bagi manusia, yaitu kalimat : LAA ILAAHA ILLALLAH, artinya tidak ada Tuhan melainkan Allah.
Tuhan berkata dalam firmannya :
Ketahuilah tentang Tuhan itu, bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah
Nabi Muhammad SAW. bersabda :
Yang paling utama apa yang aku ucapkan dan apa yang diucapkan oleh Nabi-nabi sebelumku, yaitu : LAA ILAAHA ILLALAAH.
Kemudian Nabi berkata pula dalam Hadits :
Barangsiapa yang mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAAH dengan ikhlas, pasti masuk syurga.
Dalam Hadist lain Junjungan kita itu berkata :
Bagi mereka yang mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAAH tidak usah takut akan kejahatan dalam kubur dan kejahatan pada waktu berkumpul di Padang Makhsyar.
Kemudian Rasulullah SAW. bersabda pula :
Jika ada seseorang yang mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAH secara benar, meskipun ia mempunyai dosa sebesar bumi akan diampuni Tuhan dosanya itu.
Kalimat itu dinamakan “Kalimat Thayyibah” yang dapat mensucikan orang yang mengucapkannya, dari syirik jali sebagaimana ia dapat membersihkan jiwa orang itu dari syirik khafi dan menjadikan orang itu orang yang ikhlas dan murni. Begitu juga kalimat ini dapat membuka hati manusia dari hijab yang selalu menghalangi kepada kebenaran,serta membersihkan jiwa orang itu dari segala kotoran dan sifat-sifat kebinatangan.
Kalimat LAA ILAAHA ILLALLAH itu mengkaruniai kasyaf bagi yang mengucapkan untuk selama-lamanya, disamping mengkaruniai sifat sidig, ikhlas, ilmu ladunni, rahasia-rahasia yang aneh dan akan diberi musyahadah bermacam-macam alamat dari Tuhan.
Karunia yang demikian itu baru diperoleh, jika ucapan kalimat itu diambil dan diterima dari hati yang tagwa dan suci dari selain Allah, bukan hanya dipetik dengan didengar saja dari mulut-mulut orang awam. Kalimat nafi-isbar itu meskipun sepotong ayat yang pendek, tetapi maknanya sangat luas meliputi seluruh hati jika diambil dengan butir-butir Tauhid dari hati yang hidup, butir-butir itu akan tumbuh. Berlainan dengan butir-butir yang tidak mencapai dan tidak hidup.
Rasulullah SAW bersabda :
Bahwasanya Allah ta’ala itu mengharamkan api neraka menjilat orang yang berkata LAA ILAAHA ILLALLAH yang ditujukan hanya kepada Allah semata-mata (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam hadist lain :
Orang sedang berdzikir seperti pohon yang rindang ditengah-tengah pohon kering Nabi berkata juga :
Orang yang ingat kepada Allah adalah laksana orang yang hidup ditengah-tengah orang yang mati
Dalam Al-Qur’an, Tuhan berfirman :
Barang siapa yang dibuka dadanya untuk Islam, maka ia berada ditengah-tengah Nur Tuhannya. Neraka “wail” disediakan bagi orang yang hasad (keras) hatinya dan tidak berdzikir kepada Allah, orang itu berada dalam . kesesatan yang nyata (QS. Az-Zumar : 221
Dalam Al-Qur’an Tuhan berfirman :
Dialah Allah yang mengutus RasulNya dengan petunjuk dan agama yang benar, untuk mengatasi seluruh Agama itu kepada manusia, meskipun tidak disenangi oleh orang-orang yang musyrik (QS. Ash-Shaf : 2)
Firman Allah dalam Al-Qur’an
Dialah Tuhan yang telah mengutus seorang Rasul diantara kalangan manusia yang tidak dapat membaca dan menulis, yang maksudnya :
- Agar menyampaikan keterangan-keterangan tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
- Membersihkan kotoran-kotoran hati mereka (sifat Mazmunah ), dan
- Agar pula diajarkan kepada mereka isi Kitab suci dan hikmahnya meskipun mereka itu berada dalam keadaan sesat. (QS. Al-Jum’ah : 2)
Pada tempat yang lain, Allah befirman kepada Nabi Muhammad SAW :
Katakanlah, bahwa inilah jalanku, serukan mereka kembali kepada Allah dengan hati yang terang, katakanlah ikuti aku
dan orang yang sepaham dengan aku (QS. Yusuf : 108)
Oleh karena itu wahai saudara-saudaraku semua, sadarlah kamu dan bersegeralah kembali minta ampun kepada Tuhanmu beserta rombongan (Guru-guru) kerohanianmu. Tidak ada jalan yang lain yang lebih pendek dan tidak ada teman yang dapat menolongmu dalam alam ini, kecuali jalan Tuhan itu. Tidaklah kita datang kedunia yang kotor dan yang hina dina untuk tinggal selama-lamanya.
Kita datang kedunia tidak hanya untuk makan dan minum dan untuk melepaskan hawa nafsu yang cemar, sedang Nabimu mananti kedatanganmu ke alam baga dengan bermuram durja.
Nabi SAW bersabda :
Dukacita karena umatku yang pada akhir zaman akan terpecah-pecah menjadi 73 golongan.
Dari Abdullah bin Zaid, dari Abdullah bin Umar diterangkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Bani Isra ‘il akan pecah dalam 71 golongan, Nasrani akan pecah dalam 72 golongan dan umatku akan pecah dalam 73 golongan. Semuanya masuk kedalam neraka , kecuali satu golongan. Orang bertanya : Manakah yang satu golongan itu?”. Rasulullah SAW berkata : “Ialah yang seperjalanan dengan daku dan sahabatku.”
Allah berfirman :
Ada diantara umat yang kami jadikan itu mendapat petunjuk sepanjang yang hak dan oleh karena itu mereka berbuat adil (QS. Al-A’raf : 181)
Tuhan berfirman pula :
Aku tidak jadikan jin dan manusia itu, kecuali untuk menyembah daku (QS. Az-Zurriyat : 56)
Maksud ayat ini, manusia dan jin itu dijadikan agar mereka menyembah Tuhan. Penyembahan ini dinamakan “ma’rifat”, dan ja dapat diperoleh hanya dengan terbuka hijab nafsunya dari cermin hati dengan segala kesuciannya. Maka orang yang dikarunia demikian itu melihat keindahan perbendaharaan yang tersembunyi dalam rahasia lubuk hatinya seperti yang pernah di firmankan Allah SWT. dalam sebuah Hadist-Oudsi :
Aku ini adalah perbendaharaan yang tersembunyi.
Aku ingin diketahui. Aku jadikan makhluk supaya
Aku diketahui dan dikenal
Dari Hadist jelas bahwa Allah menjadikan manusia untuk kepentingan ma’rifat, yaitu mengenal-Nya dengan sebaikbaiknya.
Mar’rifat itu ada 2 (dua) macam :
- Ma’rifarsifat Allah. – 2. Ma’rifat zat Allah.
Ma’rifat sifat merupakan keutamaan badan dalam dua negara, yaitu dunia dan akhirat. Sedangkan ma’rifat zat merupakan keutamaan roh yang suci di akhirat.
Tuhan berfirman :
Bahwa manusia-manusia itu pada hari kemudian akan melihat Tuhan (QS. Al-Oiyamah : 23)
Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW. selalu memperingatkan (menTalqinkan) Kalimat Thoyyibah kepada sahabatsahabatnya guna :
- Membersihkan hatinya :
- Membersihkan jiwanya :
- Menyatakan hubungan dengan Tuhannya :
- Mencapai kebahagiaan yang suci.
Sebuah hadist dari Ali bin Abi Thalib k.w. berbunyi : “Bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW. menceritakan . bahwa Jibril berkata demikian : Belum pernah aku turun membawa kalimat yang lebih agung dari kalimat LAA ILAAHA ILALALLAAH, karena dengan kalimat itulah tegaknya langit dan bumi, gunung dan tumbuh-tumbuhan, laut dan daratan. Itulah kalimat ikhlas, kalimat Islam, kalimat kedekatan dengan Tuhan, kalimat tagwa kalimat kemenangan, dan kalimat angkasaperkasa”.
Dalam hadist yang lain disebut : “itulah kalimat tauhid, itulah kalimat ikhlas, itulah kalimat tagwa, itulah kalimat thoyyibah, itulah kalimat da’watulhag, itulah kalimat urwatul wusgo dan itulah kalimat tsamma ‘ul jannah (harga dan pembeli syurga)”.
Bersabda pula Nabi Muhammad SAW :
Perbaharuilah iman kamu. Sahabat bertanya : “Bagaimana kami memperbaharui iman kami ya Rasulullah?” Jawab Nabi, dengan memperbanyak ucapan LAA ILAAHA ILLALLAAH.
Dan Nabi SAW. bersabda pula : “Barang siapa memperbanyak dzikrullah, ia terlepas dari munafig”.
Dan sabdanya pula : “Dzikrullah itu adalah ciri iman, kemerdekaan, membebaskan diri dari munafig, benteng pertahanan dari serangan syetan dan tameng dari panasnya api neraka”.
Tuhan berfirman :
Tidaklah kamu lihat Allah mengadakan kalimat thoyyibah seperti menegakkan pohon thoyyibah yang urat akarnya teguh dan cabangnya berkembang di langit, diberi(didatangi) makanan tiap waktu dengan izin Tuhannya. Demikian contoh yang diberikan Allah kepada manusia, agar mereka ingat (QS. Ibrahim : 24).
Penegakan ini Tuhan kurniakan kedalam hati hambahamba yang dicintai-Nya, dengan firman-Nya : “Ditetapkan Allah mereka yang beriman dengan kata-kata yang tetap dan tegak dalam kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Allah menyesatkan orang-orang yang dzalim dan ia berbuat Sekehendaknya” (QS. Ibrahim 27).
Dengan fitrah ini hendaknya dijelaskan bahwa Allah menegakkan tauhid yang urat tunggangnya terhunjam di bumi yang ketujuh dan cabang-cabangnya di langit ‘arasy, kemudian ditaburkan bibit tauhid di atas tanah persemaian hati agar tumbuh dari dalam pohon tauhid yang urat tunggangnya di dalam angkasa rahasia dan berbuat tauhid untuk keridhaan Tuhan, sebagai tujuan amal shaleh, maka hiduplah hakikat insani yang dinamakan tiflul ma’ani (pengertian-pengertian yang pelik).
Maka firman Tuhan :
Kepadanya naik gubahan kata-kata yang indah, yakni LAA ILAAHA ILLALLAAH , dan kepadanya terangkat amal yang shaleh (QS. Al-Fathir : 10)
Dalam firman yang lainnya pula :
Barang siapa ingin berjumpa dengan Tuhannya hendaklah ia beramal shaleh dan tidak menyekutukan Tuhannya itu dengan apapun juga dalam ibadat penyembahannya. (QS. Al-Kahfi : 110)
Cara melakukan dzikir jahar (dzikir dengan suara yang keras) ialah bahwa orang yang berdzikir itu memulai dengan ucapan LAA dari bawah pusat dan diangkatnya sampai ke otak dalam kepala, sesudah iru diucapkan ILAAHA dari otak dengan menurunkanrnya perlahan-lahan bahu kanan. Lalu memulai lagi mengucapkan ILLALLAAH dari bahu kanan dengan menurunkan kepala kepada pangkal dada di sebelah kiri dan berkesudahan pada hati sanubari di bawah tulang rusuk lambung dengan menghernbuskan lapadz nama Allah sekuar mungkin sehingga terasa geraknya pada . seluruh badan seakanakan di seluruh bagian badan amal yang rusak itu terbakar dan memancarkan Nur Tuhan. Getaran itu meliputi seluruh bidang larifah sehingga dengan demikian tercapai makna tahlil yang artinya : “tidak ada yang dimaksudkan melainkan Allah ”. Kalimar nafi melenyapkan seluruh wujud sesuatu yang baru dari pada pandangan dan ibarat, lalu berubah menjadi pandangan fana dari kalimat isbar diregakkanlah dengan tegak dalam hari dan – kepada dzar yang Maha Besar, lalu memandang wujud dzat Allah dengan pandangan yang baga.
Setelah selesai dzikir dengan bilangan ganjil, dapatlah kita pada akhirnya membaca :
SAYYIDUNA MUHAMMADUR RASULULLAH
SHOLLALLOHU ‘ALAIHI WASALLAM
Diantara syarat-syaratnya, yaitu bahwa orang yang berdzikir itu :
- Dalam wadhu yang sempurna:
- Berdzikir dengan pukulan gema yang kuat ,
- Suara keras yang dapat menghasilkan NUR DZIKIR dalam rongga bathin mereka yang berdzikir, sehingga hati mereka itu hidup dengan Nur Hidup yang abadi yang bersifat keakhiratan, seperti firman Allah dalam Al-Qur’an :
Mereka tidak merasakan mati kecuali yang pertama dan terpelihara dari adzab neraka (QS. Ad-Dukhan:56)
Rasulullah SAW. berkata mengenai persoalan ini : “Orangorang yang mu min itu sebernarnya tidak mati, tetapi mereka berpindah dari daerah fana kepada kampung yang baga”.
Dan beliau bersabda pula : “Hendaklah engkau mencapai mati sebelum mati. Barang siapa yang ingin melihat mayat berjalan di atas muka bumi , hendaklah ia melihat kepada sahabat Abubakar r.a.”.
Nabi berkata pula : “Orang yang mu’min itu dengan Nurullah yang ia jadikan daripadanya.
Sayyidina Umar r.a. berkata : “Hariku melihat Tuhan dengan Nur Tuhan”.
Ru’yatullah atau melihat Tuhan itu tidak dapat dicapai didunia, tetapi yang dapat dicapai ialah melihar sifat Allah dalam kaca cermin hati.
Hati itu merupakan batu dan jika demikian tidak dapat dicapai apa-apa seperi firman Tuhan :
Kemudian maka keraslah hatimu, jadi batu atau lebih keras dari batu (QS. Al-Bagarah : 74)
Oleh karena itu sebagaimana batu tidak dapat dipecahkan dengan kekuatan luar biasa, maka demikian pula dzikir tidak akan berbekas pada seluruh kekusutan hati, kecuali dengan kekuatan yang luar biasa pula, yaitu dengan dzikir jahar.
Pada tempat lain Allah berfirman dalam kitab suci-Nya :
Kalau sekiranya mereka lurus di atas jalan yang benar, niscaya Kami turunkan kepada mereka air hujan yang lebat. (QS. Al-Jin : 16)
Maka berkatalah Syeikhul Kamil Ibrahim Al-Mathuli r.a. : “Angkatlah suaramu dikala engkau berdzikir sampai mencapai kumpulnya kekuatan bathin (Jam’iyat), seperti orang-orang Arifin. Jam’iyat itu kumpulnya fikiran dan perasaan “Tawajjuh” (menghadap Tuhan), selalu cenderung kepadaNya putus dari segala pikiran dan perasaan lainnya”.
Ulama-ulama sufi berkata : “Apabila murid-murid melakukan dzikir ucapan LAA ILAAHA ILLALLAAH dengan memusatkan perhatiannya yang bukan padanya, maka cepat terbuka segala tingkatan ajaran Thorekat, kadang-kadang terasa dalam tempo satu jam yang tidak dapat dihasilkan dengan ucapan kalimat lain dalam tempo satu bulan, atau lebih dari satu bulan”.
Berkata Syeikh Abdul Mawahib Asy-Syazili r.a. : “Ulamaulama berlainan pendapat tentang dzikir, katanya : “Manakah yang lebih utama, apakah dzikir jahar atau sir?” Disitu aku berkata : “Tentang dzikir jahar sangat utama agar menambahkan bulatnya tekad, teguhnya bathin tauhid kepada Allah, kuat dari segala pengaruh makhluk untuk tingkatan manusia yang baru belajar”.
Begitu pula tentang dzikir sir, memang itupun utama untuk manusia-manusia yang sudah mencapai tingkatan kuatnya tauhid kepada Allah SWT. dan teguhnya bathin dari segala godaan syetan dan bujukan nafsu.
Imam Bukhori r.a. berkata dalam kitab shahihnya dalam Bab Dzikir sesudah Shalat Fardhu : “Diceritakan dari Ishak bin Abdurrahman dari Jura’id dari Amir, bahwa Ma ‘bud Ibnu Abbas meriwayatkan” :
Bahwa mengangkat suara dalam dzikir dikala manusia sesudah selesai mengerjakan shalat fardhu, betul-betul terjadi dalam masa Nabi SAW.
Kemudian Ibnu Abbas r.a. berkata lagi : “Aku betul-betul mengetahui dan mendengarkan angkatan suara keras dalam dzikir itu”.
Syekh Ahmad Al-Kosasin r.a. menambahkan : “Keadaan ‘ini menjadi dalil kelebihan atau keutamaan mengeraskan ucapan dzikir, sehingga didengar oleh orang lain, yang dinamakan dzikir Jahar.
Nabi pernah bertanya kepada sahabat-sahabatnya : “Belum pernahkah kutunjukan kepadamu sesuatu perkara yang merupakan kebajikan di dunia dan akhirat ? Jawab mereka : “Belum”. Nabi berkata pula :
Hadirlah majelis dzikir jika engkau sendiri gerakkan lidahmu bersuara dengan berdzikirullah
Tuhan berfirman :
Sabarlah engkau bersama-sama orang yang menyeru mengingat kepada Tuhannya pagi dan petang dalam keadaan mereka menghendaki keridhaan Allah (QS. Al-Kahfi:28)
Talqin itu peringatan guru kepada murid, sedang bai’at yang juga dinamakan ‘ahad-adalah sanggup dan setia murid dihadapan gurunya untuk mengamalkan dan mengerjakan segala kebajikan yang diperintahkannya.
Banyak hadist yang menerangkan kejadian Nabi mengambil ‘ahad pada waktu membai ‘atkan sahabat-sahabatnya.
Diriwayatkan oleh Ahmad r.a. dan Tabrani r.a. bahwa Rasulullah SAW. pernah menTalqinkan sahabat-sahabatnya secara berombongan atau perseorangan.
Talqin berombongan pernah diceritakan oleh Syaddad bin ‘Aus r.a. : “Pada suatu ketika kami berada dekat Nabi SAW, Nabi SAW berkata” :
Apakah ada diantaramu orang asing ? Maka jawab saya : “Tidak ada”
Lalu Rasulullah menyuruh menutup pintu dan berkata : “Angkat tanganmu dan ucapkan LAA IILAAHA ILLALLAAH'”, seterusnya beliau berkata : “Segala puji bagi Allah wahai Tuhanku, Engkau telah mengutus aku dengan kalimat ini dan Engkau menjadikan dengan ucapannya kurnia syurga kepadaku dan bahwa engkau tidak sekali-kali menyalahi janji”. Kemudian beliau berkata pula : “Belumkah aku memberikan kabar gembira kepadamu bahwa Allah telah mengampuni bagimu semua?”.
Maka bersabdalah Rasulullah SAW :
Tidak ada segolongan manusia pun yang berkumpul dan melakukan dzikrullah dengan tidak ada niat lain melainkan untuk Tuhan semata-mata, kecuali nanti akan datang suara dari langit. Bangkitlah kamu semua, kamu sudah diampuni dosamu dan sudah ditukar kejahatannya yang lampau dengan kebajikan.
Oleh karena itu Tuhan berfirman :
Maka bergembiralah kamu dengan bai’atmu, yang telah kamu lakukan itu adalah kejayaan yang agung (QS. At-Taubah : III)
Tentang bai ‘at perseorangan pernah diceritakan oleh Yusuf Al-Kurani r.a. dan teman-temannya dengan sannad yang syah : “Bahwa Sayyidina ‘Ali k.w. bertanya kepada Nabi : “Ya Rasulullah tunjukilah aku jalan yang sependek-pendeknya kepada Allah dan yang semudah-mudahnya dan yang paling utama dapat ditempuh oleh hambanya pada sisi Allah ?”. Maka bersabdalah Rasulullah : “Hendaknya kamu lakukan dzikrullah yang kekal (dzikir dawam) dan ucapan yang paling utama pernah kulakukan dan dilakukan oleh Nabi-nabi sebelum aku, yaitu LAA ILAAHA ILLALLAAH. Jika ditimbang tujuh petala langit dan bumi dalam satu daun timbangan, dan kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH dalam satu timbangan yang lainnya, maka akan lebih berat kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH dalam daun timbangan yang lain”.
Kemudian ia berkata : “Wahai ‘Ali, tidak akan datang kiamat jika di atas muka bumi ini masih ada orang yang mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAAH. Sayyidina ‘Ali berkata : Bagaimana caranya aku berdzikir itu ya Rasulullah?”
Nabi menjawab : “Pejamkan kedua matamu dan dengar aku mengucapkan tiga kali, kemudian engkau mengucapkan tiga kali pula, sedangkan aku mendengarkannya. Maka berkatalah Rasulullah LAA ILAAHA ILLALLAAH tiga kali, sedangkan kedua matanya dipejamkan, dan suaranya dikeraskan, serta ‘Ali mendengarkannya. Kemudian Ali mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAAH tiga kali, dan Nabi mendengarkannya.
Demikian cara Talqin dzikir yang disampaikan oleh “Ali bin Abi Thalib k.w. yang kemudian diterangkan, bahwa Talqin dzikirhati yang bersifat bathiniyah, dilakukan dengan isbat tidak dengan nafi, yaitu dengan lafadz isim zat seperti yang difirmankan oleh Allah dalam Al-Qur’an :
Katakanlah “Allah”, kemudian tinggalkan sifat mereka bermain-main didalam kesesatan (QS. AlAn’aam : 91)
Nabi memperingatkan Sayyidina ‘Ali k.w. : “Wahai ‘Ali pejamkan kedua matamu, katupkan bibirmu dan lipatkan lidahmu, lalu sebutkan : “Allah, Allah”.
Inilah cara yang pernah dipelajari dan diambil oleh Sayyidina Abu Bakar r.a. secara rahasia (mengisi perasaan) daripada Nabi, dan inilah dzikir yang boleh terhunjam teguh sampai kedalam hati.
Karena inilah Nabi memuji Sayyidina Abu Bakar r.a, bukan karena banyak puasa dan shalat, tetapi karena sesuatu yang terhunjam dalam hatinya.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
Dan mereka yang mempunyai iman yang teguh serta tetap tenang hatinya dengan dzikrullah, bukankah dzikrullah itu menenangkan dan mententramkan hati ? (QS. Ar-Ra’du : 28)
Jalan atau thoregat yang kedua macam ini tentang dzikir Jahar dan khofi adalah pokok daripada seluruh THOREQAT, kemudian tersiarlah dalam periciannya dengan kurnia Tuhan Yang Maha Murah.
Sesungguhnya dzikir itu adalah menjadi sebab wusulnya manusia kepada Allah SWT, dan menjadi sebab pula manusia dapat mahabbah kepada-Nya.
Oleh karena itu, manusia tidak akan dapat menghindari apa yang menjadi kesalahan dan apa yang menjadi kekerasan hati dan begitu pula apa yang menimbulkan segala amarah, melainkan manusia yang mengharapkan Rahmat Allah dengan mengamalkan dzikir. Dan apabila telah berhasil, mereka akan kembali menjadi manusia yang baik, sebagaimana Allah berfirman dalam Hadist Oudsi :
Aku dekat sekali kepada orang yang hatinya dapat menyingkirkan kesalahan Selanjutnya dijelaskan bahwa :
- Kemudian dzikirnya tetap dengan latifah “Qolbi” (kehalusan jantung), yang tempatnya di bawah susu kiri, kira-kira duajari dari susu kiri. Maka setelah terasa dzikir didalamnya, keluarlah cahaya yang menyinari ke bawah bahunya menuju ke atas, atau didalamnya itu terasa getaran yang kuat.
- Lalu diTalqinkan oleh gurunya dengan latifah “Ruhi” yang tempatnya di bawah susu kanan, kira-kira dua jari dari susu kanan. Dan setelah melakukan dzikir bersama-sama, dzikir didalam hati seperti orang melihat kedua jurusan (kanan-kiri), disatukan pandangan bathinnya menjadi satu jurusan. Setelah terasa didalamnya gerak dan teguhnya dzikir,
- Lalu diTalqinkan lagi oleh gurunya dengan larifah “Sirri”. Latifah “Sirri” ini, tempatnya diatas susu kiri, kira-kira dua jari. Dan dzikirnya harus merasa tetap.
- Kemudian diTalqinkan lagi oleh gurunya dengan larifah “Khofi” yang tempatnya di atas susu kanan, kira-kira duajari.
- Kemudian diTalqinkan lagi dengan latifah “Akhfa” yang tempatnya di tengah-tengah dada, dan terus diteguhkan dzikir seperti di latifah-latifah lainnya.
- Setelah itu diralginkan lagi dengan latifah “Nafsi” yang tempatnya diantara mata dan keningnya. Disini diisi dengan teguh hatinya penuh dzikir di seluruh latifahnya.
- Kemudian sampai ke larifah “Jasad” (atifatul Qolab) yang berarti kehalusan seluruh badan yang penuh dengan dzikir, setelah menyeluruh dzikirnya di tiap-tiap bahagian anggotanya, sehingga menembus keseluruh akar-akar bulunya iman dengan getaran rasa yang lemas dan atau merasa menyelusup-kan dzikir nampak di seluruh badan.
Maka dari itu keadaan seperti gerakan dzikir dalam hati itu dari bawah sampai keatas diberi nama oleh ahli Tasawwuf “Sulthonud dzikir” (rajanya dzikir).
Tuhan telah berfirman :
Dan seungguhnya dzikir kepada Allah sangat berfaedah
Seterusnya Tuhan berfirman pula :
Ingatlah kepada Tuhanmu dengan segala kerendahan diri dan khofi, tidak dengan suara keras, senantiasa pagi dan petang dan janganlah kamu menjadi orang yang lupa kepada Tuhan (QS. Al-A’raf : 205)
Disinilah letaknya keistimewaan Khalifah Pertama Abubakar r.a. Nabi SAW bersabda tentang pendidikannya : “Tidak ada sesuatupun yang dicurahkan Allah kedalam dadaku, melainkan aku curahkan kembali ke dalam dada Abubakar”.
Dan Nabi SAW berkata seterusnya : “Allah tidak melihat pada wajahmu, tetapi Ia melihat kepada isi bathinmu.
Dan Nabi berkata selanjutnya : “Tiap-tiap sesuatu ada wadahnya, dan wadah tagwa itu adalah hati orang ‘Arifin”. Nabi SAW bersabda : “Barang siapa yang mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAAH tetapi tidak diamalkan sebagaimana yang diperintahkan, maka Tuhan mengecamnya : Wahai hambaku, engkau ini dusta, engkau ucapkan apa yang tidak engkau kerjakan”.
Jika tidak tahu, tanyakan pada guru, sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an :
Tanyakanlah kepada ahli dzikir (ilmu) jika kamu tidak mengetahuinya (QS. An-Nahl : 43)
Banyak firman-firman Tuhan yang memperingatkan mereka yang lupa kepada Tuhan itu, antara lain firmannya :
Barang siapa yang tidak senang memperhatikan peringatan-Ku, bagi orang itu akan disebabkan penghidupan yang sempit, kemudian kami himpunkan dia pada hari kiamat dengan keadaan buta (QS.Thaha : 124)
Pada firman yang lainnya, Allah SWT berfirman :
Barang siapa di dunia ini sudah buta, maka di akhiratnya akan lebih buta dan sesatjalannya (QS. Bani Israil : 72)
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT memperingatkan pula :
Jika disebut buta, bukanlah buta matanya, tetapi buta hatinya, yang terletak didalam dada (QS. Al-Haj : 46)
Maka dari itu marilah kita perhatikan sabda Penghulu kita Syekh Abdul Oodir Al-Jaelani q.s.a. : “Sebab-sebab yang membutakan hari itu adalah diantaranya jahil, atau tidak sefaham tentang hakikat perintah ketuhanan. Sebab jahil ialah bahwa jika jiwa sudah dikuasai oleh sifat jiwa zalim, seperti : takabur, irihati, dengki, kikir, melihat diri lebih utama, suka membuka rahasia orang lain, suka membawa berita adu domba, bohong, dusta dan semacam dari itu pada sifat-sifat tercela, yang acap kali menjatuhkan manusia kedalam lembah kehancuran dan kehinaan”.
Bagaimana membuangsifat-sifat yang buruk ini ?
Cara untuk membuang sifat-sifat yang tercela itu adalah dengan jalan membersihkan cermin hati itu dengan membersihkan tauhid, ilmu, amal dan mujahadah yang sungguhsungguh lahir bathin, sehingga hati yang mati itu hidup kembali dengan Nur-Tauhid.
Telah bersabda Nabi SAW : “Bagi tiap-tiap sesuatu ada alat pembersih, dan alat pembersih hati yaitu “DZIKRULLAH'”. Ketahuilah bahwa membersihkan jiwa dan menolak kehendak hawa nafsu yang keji itu fardhu? ain hukumnya, membutuhkan perjuangan yang besar dan daya usaha yang amat sangat”.
Allah SWT berfiman dalam Al-Qur’an :
Barang siapa yang berjuang atau mujahadah, sebenarnya berjuang untuk dirinya.
Firman Allah pula dalam Al-Qur’an :
Adapun orang yang takut kepada Tuhan dan mencegah dirinya daripada hawa nafsu yang keji, balasan dan tempatnya itu adalah syurga. (QS. An-Nazi’at : 40-41)
Maka firman Tuhan dalam sejarah Nabi Yusuf a.s.: “Tidak dapat saya melepaskan hawa nafsu saya, karena hawa nafsu saya itu selalu menyuruh saya berbuat kejahatan, kecuali disayangi oleh Tuhan akan saya ini” (QS. Yusuf : 53)
‘Dan berkata pula Rasulullah SAW : “Yang saya takuti daripada segala ketakutan umat saya, ialah mengikuti hawa nafsu dan berpanjang-panjang cita dan angan-angan kosong. Adapun mengikuti hawa nafsu itu akhirnya mencegah manusia sampai kepada yang hak, sedangkan berpanjang cita dan anganangan kosong, akan melupakan dia ke akhirat”.
Rasulullah SAW bersabda pula :
Jihad yang terutama, ialah jihad seseorang untuk dirinya dan hawa nafsunya (HR. Bukhori Muslim)
Pada sabda yang lainnya junjungan kita Nabi SAW mengingatkan : “Yang dinamakan orang kuat bukanlah orang yang gagah perkasa dalam menyerang, tetapi orang yang gagah perkasa itu adalah orang yang dapat menguasai dirinya dikala ia marah” (HR.Bukhori-Muslim).
Sabda Nabi SAW selanjutnya : “Musuhmu yang paling berbahaya adalah nafsumu yang terletak diantara dua lambungmu”.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:
Pasti jaya yang membersihkan dirinya, dan pasti celaka orang yang mensia-siakan dirinya (QS. Asy-Syamsi:9-10)
Yang disebut diatas itulah jiwa yang tercela yang selalu terdapat pada tiap pribadi, pada setiap masa dan zaman.
Semua Agama dan aliran sepakat menamakan dia jiwa yang tercela dan menyatakan cemas untuk membencikannya, untuk menjaga jangan tertipu dan untuk mencegah jangan sampai pribadi kita condong kepada tipu daya nafsu. Oleh karena itu pekerjaan ulama-ulama Thoregat yang pertama dan utama, ialah mendidik murid untuk dapat menguasai dirinya, ialah melakukan riyadhah dan latihan-latihan, sanggup menentang hawa nafsunya, sedia mengubah kebiasaan-kebiasaan dan syahwatnya.
Guru-guru Thorekat itu memperingatkan agar muridmurid meniggalkan sifat-sifat tersebut dan tidak menyukai membiasakan mereka membuat perhitungan laba-rugi.
Nabi SAW berkata : “Perhitungkanlah dirimu sebelum engkau menghadapi perhitungan Tuhan”.
Ulama-ulama “ Arifin ( Tasawwuf) setengahnya berkata : “Tidak mengapa mengikuti syahwat yang diperkenankan untuk diri kita, apabila ternyata dapat menguatkan ibadat, seperti : tidak mengapa memakai pakaian yang megah untuk melahirkan nikmat Tuhan. Tidak mengapa makan dan minum yang sedapsedap untuk kepentingan kesehatan anggota badan bersyukur dan menjadi kuat panca indera, sebagaimana yang pernah diperkenakan oleh ulama-ulama Sufi dan Thoregat Syaziliyyah “.
Ahli ma’rifat Syekh Syaziti r.a. pernah berkata kepada teman-temannya : “Makan dan minumlah kamu daripada makanan yang baik-baik, munumlah minuman yang sedap, tidurlah di atas tempat yang empuk, berpakaian lah dengan pakaian yang halus, terapi perbanyaklah dzikir kepada Tuhanmu”.
Firman Allah :
Wahai orang-orang yang beriman, jagalah agar pengaruh harta bendamu dan anak pinakmu tidak merusakkan kamu daripada dzikrullah. Barang siapa berbuat demikian, pasti mereka akan rugi (QS. Al-Munafiqun : 9)
Firman Tuhan pula : |
Makan dan minumlah kamu daripada rizki yang dikaruniakan Allah, dan janganlah kamu berlomba-lomba berbuat kerusakan di atas bumi ini (QS. Al-Bagarah:60)
Apabila hamba Allah merasakan yang demikian itu berkata “Alhamdulillah”, maka tiap-tiap anggota badannya bersyukur pula untuk Allah. Sebaliknya, bilamana manusia yang tidak demikian, ia hanya mengucapkan syukur, padahal dalam hatinya tidak, bahkan berani mengingkari takdir Tuhan.
Syekh Ali Al-Qadir r.a. berkata : “Hendaklah berbanggabangga di dunia orang Sufi, tidur di atas tikar yang tenang, Tuhan mermasukanrnya kedalam syurga yang tinggi “.
Keterangan yang diatas ini menjadi dalil, banyak raja-raja dan pangeran-pangeran ahli dunia, yang kebesaran dan kemewahannya tidak mencegah mereka daripada dzikrullah.
Maka diberi pahala dan ganjaran, dan Tuhan memasukan mereka itu dengan rahmat-Nya ke dalam syurga yang tinggi
Contoh ini ditiru oleh ulama-ulama Sufi dalam Thorekat Nagsyabandiyyah, Syaziliyyah dan Kubrawiyyah.
Dalam kitab “Ar-Rasyikhar” telah berkata Tuan Syekh Bahaudin Nagsyabandi r.a. : “Tiap macam makanan harus baik, beribadat pun harus baik pula”.
Beberapa kalimat ini cukup untuk menunjukan buat “Arif Budiman, bahwa tidak semua kesenangan didunia disingkirkan oleh orang-orang Sufi.
Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani q.s.a. berkata : “Harta bendamu itu adalah khadammu dan engkau adalah khadam Allah. Maka hidupmu di dunia ini harus menjadi manusia “tauladan” dan hidupmu di akhirat kelak menjadi orang yang mulia”.
Nabi SAW berkata : “Bukanlah orang yang baik jika engkau tinggalkan dunia untuk akhirat, atau sebaliknya meninggalkan akhirat untuk dunia, tetapi hendaklah mencapai kedua-duanya, karena dunia itu jalan ke akhirat dan jangan kamu bergantung kepada manusia”. (Ibn As-Sakir)
Firman Tuhan dalam Al-Qur’an :
Kejarlah apa yang diberikan Tuhan untuk akhirat, tetapi Janganlah engkau lupa akan nasibmu di dunia. Berbuat baiklah sebagaimana Tuhan berbuat baik kepadamu, Janganlah bercita-cita berbuat kerusakan di atas muka bumi ini, karena Allah tidak menyukai mereka yang berbuat kerusakan (QS. Al-Qosos : 77)
Ketahuilah, bahwa barang siapa yang tidak mengenal ayah dan nenek moyangnya dalam Thoregat, ia ditolak, tidak diakui. Perkataannya merupakan suatu keterangan yang tidak diterima, bahkan ia dianggap bukan keturunan ayahnya, sehingga ia termasuk kedalam sabda Rasulullah SAW : .
Dilaknat oleh Allah barang siapa yang berketurunan tidak dari ayahnya.
Berkata Syekh Sya’rani r.a. dalam kitab Al-Anwarul Qudsiyah : “Telah sepakat Ulama-ulama Thorekat tentang wajibnya mengambil seorang manusia menjadi Syekhnya, yang memberi petunjuk kepadanya mengenai usaha menghilangkan segala sifat-sifat yang mencegah dia dekat kepada Tuhannya dengan hatinya, agar sah sholatnya. Perkara ini termasuk dalam pokok aturan hukum “Sesuatu yang tidak sempurna wajib melainkan dengan dia, maka sesuatu itu wajib hukumnya”. Sesuatu perkara yang tidak ragu-ragu bahwa mengobati penyakit bathin itu wajib hukumnya, sebagaimana yang tersebut keterangannya dalam banyak Hadits dan firman Tuhan, diantaranya seperti tersebut dibawah ini”.
Firman Allah swt.
Orang-orang yang kafir itu dalam hatinya ada penyakit. Allah menambah-nambah punya penyakit itu lagi, dan bagi mereka disediakan azab yang maha pedih karena kedustaannya (QS. Al-Baqarah : 10)
Dalam firman yang lain Allah SWT berfirman :
Adapun orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit (syak wasangka), maka bertambah kotor diatas kotorannya, serta mereka meninggal dunia dalam kekafirannya (QS. At-Taubah : 125)
Pada firman yang lain Allah SWT berfirman :
Oleh karena itu hapuslah dosa yang lahir maupun yang bathin
Maka ketahuilah olehmu, bahwa tiap-tiap orang yang tidak mempunyai Syekh (Mursyid) yang memberi petunjuk kepada jalan keluar dari sifat-sifat tersebut maka dia dianggap ma’siat bagi Allah dan Rasulnya, karena ia tidak dapat petunjuk mengenai jalan mengobatinya. Meskipun ia mengerjakan segala perkara yang bersifat taglief tidaklah bermanfa’at dengan tidak ada guru atau Syekh, sebagaimana ia tidak beroleh manfa’at kalau ia menghapal seribu buku.
Orang Salaf yang hidup dalam kurun Nabi, Sahabat dan Tabi’in semuanya sependapat bahwa orang yang demikian itu tidak termasuk perhitungan golongannya, tidak boleh memberikan Talqin dzikir dan tidak boleh menerangkan sesuatu tentang thoregat karena dalam thoregat itu ada rahasianya, hakikatnya yaitu mengikat hati setengah sahabat dengan sahabat yang lain sampai kepada Rasulullah SAW, sampai pelajaran itu kepada Allah Jalla Jalalluhu.
Barang siapa yang tidak ada hubungan silsilahnya dengan Nabi SAW, dianggap terputus kelimpahan cahaya dan tidak menjadi waris dari Rasulullah SAW. Orang yang demikian itu tidak diambil bai ‘at dan tidak diberi ijazah, karena thoregat atau jalan kepada Tuhan itu dzahir dan bathin. Yang dzahir itu ialah Syari ‘at dan yang bathin ialah Hakikat.
Syari’at itu terkait dengan hakikat dan hakikat itu terikat dengan Syari’at. Tiap-tiap Syari’at yang tidak dikuatkan dengan hakikat, tidak diterima. Dan tiap-tiap hakikat yang tidak dibuktikan dengan Syari at pun tidak diterima pula.
Syari’at itu mempersembahkan ibadat kepada Tuhan dan hakikat itu memperoleh musyahadah daripada-Nya.
Ahli dzahir adalah ahli syari’at dan ahli bathin adalah ahli hakikat. Jika terpilih kedua-duanya merupakan hakikat yang sebenarnya.
Sabda Nabi SAW : “Syari ‘at itu ucapan, Thorekar itu perbuatan, hakikat itu keadaan dan Ma ‘rifat itu modal pokok”, (Jami’ul Usul 53).
Maka ketahuilah bahwa Allah SWT menjadikan bagi hambanya sebab-sebab banyaknya jiwa manusia yang semuanya itu berhubungan dengan dia, Tuhan yang bersifat Rabbaniyyah.
Hubungan itu dapat dicapai dengan Talqin dan ra’lim daripada Syekh yang sudah mempunyai ijazah yang sah yang menjadi dasar atau sannad sampai kepada yang mempunyai Thoregat pertama. yaitu Junjungan Kita Nabi Muhammada SAW.
Maka oleh karena itu ajaran dzikir ridak akan memberi Jaedah yang sempurna melainkan dengan Talqin.
Telah berkata penghulu Kita Tuan Syekh Abdul Qadir AlJaelani yang telah disucikan Allah sirnya : “Kerahuilah wahai anak-anakku, mudah-mudahan Tuhan men-taufig-kan kami dan engkau dan semua orang Islam. Aku wasiatkan kepada kamu bahwa engkau tetap menjalankan syari’at dan memelihara batas-barasnya. Ketahuilah wahai anak-anakku , bahwa Thoregat kami ini didasarkan atas kitab dan sunnah, dan bahwa dasar-dasar Thoregar ada lima :
- Tinggi cita-cita,
- Memelihara kehormatan,
- Memperbaiki khidmat,
- Melaksanakan cita-cita,
- Membesarkan nikmat,
Barang siapa yang tinggi cita-citanya, menjadi tinggilah martabatnya.
Barang siapa yang memelihara kehormatan Allah, Allah akan memelihara kehormatannya.
Barang siapa memperbaiki khidmat, kepadanya wajib memperoleh rahmat.
Barang siapa yang mengusahakan berusaha mencapai tujuannya, selalu memperoleh hidayah.
Barang siapa membesarkan nikmat Allah berarti bersyukur kepadaNya. Barang siapa bersyukur kepadaNya akan memperoleh tambahan nikmat yang dijanjikan Allah itu.
Maka berkatalah Syekh Sya’rani r.a. Jauhkanlah dirimu menyebut “thoregat” jika engkau tidak menjalankan isi kitab dan sunnah, karena hal yang demikian itu kufur. Semua Thoregat Sufi itu mengenai akhlak Nabi Muhammad SAW dan perjalanannya serta Sunnah Tuhan.
Kemudian ketahuilah pula, bahwa riyadhah dan latihan tidak akan memberi faedah, bahwa tidak akan mendekatkan dirimu kepada Allah selama perbuatanmu tidak sesuai dengan
Syari’at dan sejalan dengan Sunnah.
Dan dalam pada itu berkatalah Syekh Junaid Al Baghdadi r.a. yang suci Sirnya : “Semua Thoregat itu tersumbat kepada makluk, kecuali kepada mereka yang mengikuti jejak Rasulullah SAW”.
Nabi pun berkata :
Aku tinggalkan padamu dua perkara yang merupakan pedoman agar kamu tidak sesat yaitu : Kitabullah dan Sunnahku.
Dalam Hadist disebutkan : “Ulama itu adalah ahli waris Nabi-nabi”. Dan Nabi berkata pula : “Hendaknya engkau selalu beserta Allah dan jika engkau tidak beserta Allah, hendaklah engkau beserta orang yang beserta Allah agar engkau disampaikannya kepadaNya
Maka ujar Nabi pula : “Sahabat-sahabat itu seperti bintang. Yang manapun engkau ikut, engkau pasti mendapat petunjuk”.
Pada tempat yang lainnya, Rasulullah SAW bersabda -: “Berbahagialah mereka yang melihat daku dan ingat kepadaku. Berbahagialah mereka yang melihat orang yang melihat dan yang percaya kepadaku. Dan berbahagialah semua hubaya-hubaya, baiklah jalan pulang baginya”.
Syekh Abdullah As-Salmi r.a. yang murni sirnya telah berkata : “Ucapan Rasulullah tentang kebahagiaan orang yang yang melihatnya dan melihat orang yang melihatnya itu berarti berkah dan berarti ‘musyahadah, sebagaimana musyahadah mereka dengan sahabat”.
Demikian dari zaman ke zaman, pindah berpindah sampai kepada ahli-ahli hikmat dan wali-wali Allah dalam segala zaman, semua memperoleh bekas pandangan yang penuh hikmah dan penuh musyahadah, semua berasal dari Junjungan kita Nabi Muhammad SAW sampai kepada sahabatnya dalam segala perbedaan zaman, semua satu corak, semua satu hal keadaan, dan dengan demikian berjalanlah bekas-bekas pandangan ini daripada guru kepada murid-murid sampai akhir masa, karena sandaran atau isnad sama dengan isnad hukum dan silsilah sama dengan pelaksanaan guru-guru ilmu ketuhanan itu merupakan pancaran cahaya, merupakan seluruh hikmat daripada lautan Muhammad dan pandangan rahasia malaikat yang suci pandangan kenyataan Tuhan, yang merupakan tangga murid-murid, jenjang orang-orang salik, yang ingin mendaki ke tingkat alam malaikat, ke alam jabarut, ke dalam alam lahut, sambung menyambung dengan arwah dari Syekh-syekh yang masih hidup kepada Rasulullah SAW dan kepada ke Hadirat Allah SWT Peningkatan silsilah ini menghamburkan berbagai rahasia tajaliyat dan berkat yang ditunjukan dengan tawajjuh kepadaNya, dengan niat yang bulat dan kehendak yang satu tunggal untuk menyampaikannya.
Maka guru-guru atau Syekh itulah yang merupakan Thoregat atau jalan kepada Allah, petunjuk liku-liku daripada jalan itu. Mereka merupakan pintu terakhir yang akan membawa muridnya masuk menempuh jalan mencapai Tuhan.
Oleh karena itu, tiap murid memerlukan Syekh. Tiap orang yang ingin tidak sesat, memerlukan petunjuk jalan yang benar. Terkecuali mereka yang sudah memperoleh berita dan berlian kata-kata, mereka yang dipilih Allah menjadi hamba yang utama. Kepadanya dianugrahkan pendidikan. Kepadanya diberi ilham untuk menghindarkan diri dari syetan dan pengaruh hawa nafsu, seperti Nabi Ibrahim, Nabi kita Muhammad SAW. dan Uwais Al Oarni dari golongan Aulia-aulia, serta Wali Allah yang telah dikaruniai Tuhan dengan rahmatnya.
Tidak dapat dimungkiri bahwa Nabi kitalah yang merupakan puncak kemenangan, puncak kekayaan, puncak keselamatan dan keidahan.
Semua diambil oleh sahabat, kemudian oleh Tabiin, kemudian oleh Tabi ‘it Tabiin, abad demi abad, masa demi masa. | Selalu ada wali-wali Tuhan, Aulia dan Shadigin serta Abdal. Antara murid dan gurunya, seperti Hasan Al Basri r.a. dengan muridnya “Utbah Al-Ghulam r.a. Sebagaimana tidak lepas antara Siri As Sagati r.a. dan budaknya dan anak saudaranya Abul Oasim Al Junaidi Al-Baghdadi r.a. dan lain-lain yang jika kita bentangkan, tidak akan ada habis-habisnya. Jika kita rentangkan, tidak akan ada ujungnya.
Semuanya berguru dan salin-menyalin ilmunya. Tidak ada Nabi melainkan ada baginya Sahabat yang mengambil daripadanya petunjuk yang menyalin ajarannya dan mengikuti perjalanannya, serta memperoleh petunjuk daripada kelimpahan ilmunya.
Pengikut ini kemudian berdiri pada tempat menyambung, meneruskan butir-butir pendirian yang telah diperoleh daripada gurunya.
Demikianlah Tuhan berfirman dengan tempat berputusputus dalam Kitab Suci seperti firman Allah :
Adapun walimu ialah Allah dan Rasulnya dan orang-orang yang beriman yang mendirikan sholat dan membayar zakat, yang ruku?” dan sujud. Barang siapa berwali kepada Allah dan Rasulnya dan kepada orang yang beriman, ketahuliah bahwa tentang Allah itu adalah tentang yang selalu menang (QS. Al-Maidah : 55-56)
Selanjutnya firman Allah dalam Al-Qur’an :
“Bukanlah harta bendamu dan bukan pula anak pinakmu yang akan mendekatkan engkau dengan Aku, tetapi mereka yang beriman, mereka yang beramal saleh. Merekalah yang beroleh ganjaran berlipat ganda daripada amalnya. Merekalah yang sesungguhnya beriman dan percaya. (QS. As-Saba : 37)
Dari Abu Hurairah r.a. diceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Tuhan kami heran melihat ada segolongan yang dihalaukan ke syurga dengan berantai-rantai (Silsilah) “.
Maka berkatalah Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani q.s.a. : “Pertama wajib atas manusia berusaha menghidupkan hati untuk akhirat dari ahli Talqin di dunia, sebelum habis waktu karena dunia itu kebun akhirat. Barang siapa tidak menanam dalam kebun itu, ia tidak akan mengetam hasilnya nanti di akhirat”.
Nabi SAW berkata pula : “Pulanglah kamu kepada keluargamu, berikanlah kepada mereka pelajaran”.
Ketahuilah bahwa Talqin itu bagi setengah ahli dunia harus mengambil dari orang-orang yang berilmu, yang mulia dan berusaha, sesuai dengan kehidupan salaf dan mujtahid-mujtahid dalam dunia Thoregat yang berjalan secara suluk dan pendidikan, sebelum meninggalkan dunia mereka menempuh Thoregat secara mengambil berkah.
Orang menamakan Talqin dzikir bagi setengah orang-orang kaya, orang-orang yang berusaha, karyawan, orang laut (nelayan), saudagar-saudagar, gembala-gembala dan yang sejenis dengan yang itu, semuanya mengambil Thoregat secara tabarruk, untuk menghilangkan kelupaan hati kepada Tuhan, untuk mengharapkan terlepas daripada bala kuat dan daya segala gangguan kejahatan dan dendam kesumat, sehingga demikian mereka insaf kembali khusyu’ dan kembali pulang ke kampung yang abadi, meninggalkan daerah yang penuh dengan dosa.
Mereka meningkat setingkat kepada taubat
Syekh-syekh berusaha untuk menghilangkan kepada mereka jiwa yang jahat (yang dapat memutuskan mereka daripada kebajikan dan dari harapan-harapan baik) dan menghilangkan segala kesalahan yang menjadi dosa, agar dapat kembali kepada amal perbuatan yang baik.
Syekh-syekh itu berusaha dengan segala siasat kecerdikannya dan menasehatkan kepada murid-muridnya dengan kebijaksanaan.
Seumpama ada guru yang berkata kepada murid-muridnya, pertama-tama mendahulukan perintah kepadanya. Tinggalkan dan jauhilah olehmu tindakan-tindakan dari segala sesuatu yang membawa kedzaliman. Betulkan olehmu dan segeralah bartaubat dengan sebaik-baiknya. Apabila tidak demikian maka aku tidak akan memberikan Talqin dzikir terhadap dirimu dan tidak akan memberikan petunjuk kepadamu. Kemungkinan murid itu akan lari meninggalkannya dan kadang-kadang putus harapan.
Ini semua adalah kebijaksanaan petunjuk-petunjuk yang diwarisi daripada perbuatan Rasulullah saw. Yang pernah dilakukan terhadap bangsawan-bangsawan, orang-orang besar dan raja-raja.
Berkatalah Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani q.s.a. : “Apabila datang kepadamu seorang fakir, maka jangan kamu mulai dengan dia pembicaraan ilmu pengtahuan, tetapi harus mendahulukan kesayangan kepadanya , karena ilmu pengetahuan itu akan membuat dia takut dan sikapmu yang lunak dan lembut akan membuat dia jinak bergaul denganmu”.
Maka firman Allah SWT : “Serulah manusia-manusia itu kepada jalan Allah dengan kebijaksanaan dan cerita yang baik”. (QS. An-Nahl : 125)
Firman Allah SWT : “Maka dengan rahmat Allah menjadi lunaklah hatimu terhadap mereka, wahai Muhammad. Jika sekiranya engkau, seorang yang jahat budi pekerti, berhari kasar, niscaya larilah mereka itu bercerai-berai daripadamu. Oleh sebab itu, maafkanlah dosa mereka mengenai segala urusan, maka apabila engkau telah mempunyai cita-cita yang tetap, berserah dirilah engkau kepada Allah. Allah mengasihi orangorang yang menyerahkan diri kepadaNya”. (QS. Ali Imran:159)
Akhirnya kami panjatkan bagi Allah segala puji dan tiada limpahan taufig melainkan dari padaNya Allah swt.
Kitab yang bernama “MIFTAHUS SHUDUR’ ini yang artinya “Kunci Pembuka Dada”, dalam menyatakan uraian DZIKIR kepada Allah yang bersifat rahman dan pengampun, yang dikumpulkan dari ucapan-ucapan ulama-ulama besar ahli Tasawwuf dan Thoregat.
Semoga Allah mengampuni kepadanya dan semoga Allah memberi manfa’at kepada kita bersama denga berkatnya, rahasia-Nya dan ilmuilmu-Nya.
Amiin.
Wabillahit Taufiq wal hidayah.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Ketahuilah olehmu, bahwa thoregat Guru kita r.a. adalah thoregat dzikir saja, dan bukan thoregat lain.
Thoregat dzikir itu terdiri dari dzikir dengan lidah dan dzikir dengan hati.
Dengan dzikir itu, tercapai kemenangan, tercapai permohonan dan tercapai segala apa yang dikehendaki.
Dzikir itu daripada Allah dan kembali kepada Allah dan bersama dengan Allah segala sesuatu yang dihadapi.
Apabila ada kemauan tentang urusan kamu ke sesuatu yang lain, membawa lupa kepada Allah SWT, tinggalkan hal itu dan cepat kembali berdzikir, karena disitu terdapat asma yang menjulang sampai ke langit.
Hatimu bersih beserta Tuhanmu dan Tuhanmu beserta engkau, tidak jauh daripadamu, Ia mendekati engkau dan mengenal engkau.
Barang siapa mengenal Allah, ia akan mengenal hikmah. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an :
“Kami ini tidaklah menghilangkan pahala orang yang berbuat baik sesuatu amal”
Tuan Syeikh melihat, bahwa wirid dan hijab baru dibuka kepada seseorang, daripada pancaran bekas dzikir mereka terhadap Allah.
Terlebih utama hendaklah murid-murid itu melakukan suluk kepada Allah melalui dzikirnya yang khusus, karena akarnya kukuh di bumi dan cabangnya di langit.
Kemudian, sampailah dzikir itu yang diatur secara perseorangan dengan kaifiat dan bilangan-bilangan yang sudah ditentukan dalam Thoregat Sufi. Di sana ada juga dzikir jama’ah (bersama-sama) pada waktu-waktu yang tertentu dan dzikir semacam ini lebih kuat berbekas, lebih kuat bekasnya dalam menyingkap hijab dari hati yang gilaukan oleh sendiri-sendiri.
Dalam dzikir jama’ah, tiap-tiap orang yang berdzikir, dzikirnya itu kembali untuk dirinya, serta orang yang mendengarkan dzikirnya itupun mendapat pahala. Bukankah Allah SWT, telah memerintahkan hambaNya dengan bertolong-tolong atas kebajikan dan tagwa ? :
Dzikir jama’ah itu termasuk dalam lingkaran ini, yang dimaksudkan bahwa dzikir kepada Allah Ta’ala dan mengingatnya, sehingga seorang Mukmin dapat menjauhkan dirinya daripada ghoflah (kealpaan) daripada Allah Ta’ala, karena ghoflah itu dapat membawa manusia kepada maksiat, dan dengan dzikir itu dapat memberikan bantuan untuk meninggalkan maksiat itu.
Adapun arti Tasawwuf, akan membawa manusia-manusia untuk membersihkan hatinya daripada sifat-sifat kerendahan, dan mengisinya dengan segala keutamaan. Dan tatkala itu beryakinlah hatinya dengan NUR ALLAH yang suci, sehingga orang itu tunduk kepada Allah. Maka kemudian ia mengutamakan INGAT pada ALLAH daripada mengikuti hawa nafsunya dan dari segala sesuatu selain Allah, karena bahwasanya Allah Ta’ala Yang Maha Agung dan Perkasa adalah suatu sesembahan yang dicari, digemari dan dicintai. DaripadaNyalah kita terjadi dan kepadaNyalah kita kembali pulang sebagai kesudahan kita.
Allah SWT menjadikan dunia ini sebagai tempat pengamalan segala perintah dan menjauhi segala larangan, sedang Ia menjadikan akhirat, tempat hasil bekas amalnya yang mencapai kemuliaan dan keagungan.
Tidak sekali-kali diberatkan hidup kita di dunia ini melainkan kita harus menyatakan seseorang diri dengan penuh . tanggung jawab, berani mengendalikan (mujahadah) dhohir dan bathin agar dapat membedakan di dunia ini (dengan adanya mujahadah itu) apa yang keji daripada apa yang baik. “
Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman : (O.S. Az Zalzalah : 7 – 8).
“Barang siapa beramal sebesar biji sawi sesuatu kebajikan, akan dilihat dan ditimbang. Dan barang siapa beramal sebesar biji sawi akan sesuatu kejahatan, ia pasti melihat balasannya”
Adapun Tuhan SWT, maka Ia tidak memerlukan bantuan dari yang lain. Tidak kembali bagiNya manfa’at dari orang yang berbuat ta’at dan tidak pula menjadi madarat baginya dari orang yang berbuat maksiat. Manfa’at dan madarat itu kembali kepada hamba sekaliannya.
Dan diadakan percobaan untuk menguji orang yang mukmin, bahwa baginya ada nafsu-ammarah bissu’ (nafsu yang membawa jahat) yang dapat menggerakkan syahwat yang ada pada tabi’atnya yang sangat menawan dia, tetapi Allah menyuruhnya menahan diri dari padanya dan takut berbuat yang tidak baik itu.
Maka dalam perjalanannya ia berada dalam perjalanan yang sulit. Apabila ia menyukai mengikuti syahwat nafsunya maka ia membuat amarah Tuhannya dan apabila ia menyukai perintah Tuhannya, niscaya ia membuat benci kepada nafsunya. Tak ada pilihan yang ketiga baginya daripada ini untuk bisa memilih selainnya.
Selama illat-illat (penyakit hati) itu tidak kelihatan dengan mata tetapi dapat ditangkap dengan hati —tidak dapat tidak—harus ada Nur yang tersembunyi daripada penglihatan mata dan dapat ditangkap dengan hati, untuk menandingi illat-illar tersebut, maka keluarlah mereka yang berbuat dan menuruti syahwat dari gelap-gulita kepada Nur yang terang-benderang dengan izin Tuhannya. ‘ Dan sudah ditunjukkan latihan-latihan amaliyah yang sudah diamalkan oleh tuan-tuan Syeikh Arifin, bahwa dzikrullah itu dapat menghasilkan cahaya Nur dan keistimewaankeistimewaan dan rahasia-rahasia yang dapat menyembuhkan penyakit hati kaum mu’min.
Hal ini adalah berdasarkan atas firman Allah Ta’ala (O.S. Al-Bagoroh 152) :
“Sebutlah akan daku, niscaya aku menyebut pula dirimu. Apabila engkau mengingat dan menyebut Tuhan, terbukalah padamu tutup kealpaan, maka engkau lalu menjadi orang yang berdzikir sesungguhnya, ” : dan yang bersyukur sesungguhnya”
Dalam Al-Qur’an, Tuhan memperingatkan :
“Bersyukurlah kamu kepadaKu dan janganlah engkau kufur kepadaKu”
“Dan dengan demikian, engkau beroleh rahmat yang berlimpah-limpah dan penuh keberkahan, terjauhkan engkau daripada kejahatan, dan bertambah-tambah banyaklah pahala yang dianugrahkan Tuhan kepadamu seperti firmanNya : (O.S. Al-Ahzab 35): . .
“Adapun orang laki-laki yang banyak dzikir kepada Allah, begitu juga orang-orang wanita, disediakan Allah baginya ampunan dan pahala yang besar”
Jangan kamu lupa bahwa Allah itu memberi ra ‘rif (definisi) terhadap mereka yang mempunyai hati. Ia memberikan kepada mereka yang hatinya mengingat Allah sambil berdiri, sambil duduk, sambil berbaring dan sebagainya.
Ulama-ulama yang ‘arif berkata bahwa rizki Tuhan yang dhohir yang dikaruniakan buat manusia, ialah bahwa manusia itu harus menggerakkan badan jasmaninya, tetapi rizki yang bathin jalah dengan menggerakkan hatinya manusia itu. Al-Qur’an menyatakan: “Bahwasanya dzikir itu adalah obat untuk mengobati hati dan jalan untuk menenangkan hati”.
Maka Allah Ta’ala berfirman : (O.S. Al-Ra’du 28) :
“Bahwa mereka yang beriman dan tenang hatinya, adalah dengan mengingat Allah. Bukankah dengan mengingat Allah Ta’ala itu dapat menenangkan hati ?”
Karena sesungguhnya maksud daripada dzikir itu ialah kekal hadir hati dengan Allah Ta’ala, maka lalu ja mengadakan sholat dan sholatnya itupun berisi dzikir, mengeluarkan zakat pun dzikir, berpuasa dzikir, haji dzikir, belajar ilmu figih untuk agama dzikir, memberi fatwa dalam hukum Tuhan dzikir, membaca Qur’an itupun dzikir, bersalawat kepada Nabi SAW juga dzikir, dan amar ma’ruf nahi munkar tidak lain daripada dzikir dan sebagainya. :
Adapun amal ibadat itu bermacam-macam, tetapi yang diingat didalamnya adalah satu : “Allah SWT” Tidak ada yang diperintahkan Allah segala amal ibadat dan ta’at, kecuali untuk berdzikir kepadaNya.
Adapun kita ini apabila kita katakan bahwa segala tuantuan Syeikh yang arif dan mengenal Tuhan, mendidik muridmuridnya dengan thoregat-dzikir, sekali-kali tidaklah kita maksudkan bahwa tuan-tuan Syeikh itu melarang untuk mengajarkan lain-lain ibadat selain dzikir, tetapi yang kita maksud, bahwasanya tuan-tuan Syeikh itu membersihkan ruh pada sisi Allah secara Sufi, dalam berdzikir secara berjama’ah dan secara sendiri-sendiri. Dan yang demikian itu terjadi di samping ibadat yang diperintahkan Tuhan secara fardhu dan secara sunat dan secara mandut mandut, karena yang demikian itu asa yang kuat dapat memupuk segala kesempurnaan pendidikan rohani.
Dan tidaklah syak-wasangka lagi bawa orang yang berdzikir terhadap Allah, ia menempuh jalan sufi ini, seperti ditunjukkan oleh latihan amaliyah yang sahih, ia merasakan daripada kemanisan ibadat dan ta’at, apa yang tidak dirasakan oleh seseorang yang acapkali lupa kepada Allah pada kebanyakan waktunya, sebagaimana bahwa orang yang berdzikir itu merasakan makna-makna Qur’an yang mulia dan Sunnah yang suci yang tidak pernah juga dirasakan oleh orang-orang lainnya.
Adapun Ulama-ulama Sufi yang terkemuka, membiasakan murid-muridnya pertama-tama dengan berdzikir dengan lidah yang meningkat secara teratur daripada dzikir hati, dengan cara disengajakan kemudian membawa kepada dzikir hati, secara kebiasaan, kemudian kepada dzikir Sirri. Dan tanda-tanda dzikir Sirri itu adalah bahwa apabila kamu meninggalkan ucapan dzikir, maka dzikir Sirri itu tidak akan meninggalkanmu, bahwa dzikir Sirri itu sendiri menyampaikan kamu dari ghoibah kepada hudur.
Dan berkatalah tuan hamba Syekh Ibn Athoilah As Sakandari r.a.: “Setengah daripada alamatnya bahwa tidak padam apinya dan tentu tidak hilang Nurnya.”
Adapun Syeikh yang arif membantu muridnya yang sedang dalam keadaan salik untuk menundukkan hawanya dan mengalahkan nafsunya, di antara lain bahwa nafsu itu pada awal martabatnya, adalah ia nafsu yang mendorong pada kejahatan, kebanyakan perintah nafsu itu kepada kesenangan pribadi dan syahwat nalurinya.
Maka dzikir itu menerangi nafsu amarah yang lebih terang sebagaimana sebuah pelita menerangi sebuah kamar yang gelap, kemudian meningkatkan dari pada jihad jahat kepada jiwa yang lunak.
Maka pada waktu itu menyesallah seseorang dalam melakukan dosa dan berkehendak memperbaiki tingkahnya dalam hubungan beribadat kepada Tuhannya. Ia tidak rela untuk berada lagi dalam kelupaan dan kemaksiatan, ia bertobat dan minta ampun dan mendekati petunjuk Tuhannya.
Apabila orang itu bersungguh-sungguh dalam melakukan suluknya dan mengikuti petunjuk-petunjuk yang bijaksana daripada Syeikhnya, sedang mereka selalu dalam dzikir kepada Tuhannya, lenyaplah dari hatinya itu dengan kekuatan dzikir kegelapan yang melupakan dan kemaksiatan, sedikit demi sedikit. Nafsu terlepas daripada segala sifat kerendahan dan terisi dengan segala sifat-sifat keutamaan, lalu dapatlah ia mencapai “Anwarul Haq”, Nur yang penuh dengan kebenaran tetap pada Tuhan. Lalu tenanglah ia sujud kepada Tuhannya dan tetap pada Tuhannya. Ia cinta kepada Tuhan dan Tuhan cinta kepadanya
Maka nyatalah bagi kita daripada apa yang sudah disebutkan terdahulu, bahwa dzikrullah itu dapat mengangkat seorang hamba yang mu’min “dari bumi syahwat ke langit ma’rifat. Inilah pula apa yang pernah diucapkan oleh Tuanku Syeikh yang arif mengenal Tuhan kepada murid-muridnya, dalam Suatu ucapan yang indah: “Dalam asma’ yang tertinggi, orang dapat meningkat ke langit (mencapai martabat yang tinggi)”.
Kemudian Syeikh r.a. berkata setelah itu: “Hatimu sekarang bersama Tuhanmu dan Tuhanmu bersama engkau, tidak jauh dari engkau, Ia mendekatkan engkau kepadaNya, dan mengenalkan engkau denganNya”.
Adapun yang disebut dengan dzikir, artinya apa yang pernah diterangkan dalam sebuah Hadiths yang sahih, yang diriwayatkan oleh Bukhari, dengan sanadnya daripada Nabi SAW bahwa ia berkata : “Firman Allah Ta’ala : “Aku ini sebagaimana yang disangka oleh hambaKu dengan Daku, dan Aku bersama dia apabila ia ingat kepadaKu, apabila ia ingat kepadaKu dalam dirinya, Aku pun ingat untuknya dalam diriKu, dan apabila ia ingat kepadaKu dalam ruang yang luas, aku pun ingat untuknya dalam ruang yang lebih baik daripadanya”.
Adapun kejauhan seorang hamba dari Tuhannya dan kedekatannya, bukanlah berarti kejauhan jangka dan jarak, tetapi sesungguhnya kejauhan itu semata-mata karena lupa hati terhadap Allah dan kedekatan itu adalah sebab hadirnya hati bersama Allah.
Kejauhan itu adalah hijab (tertutup) dan
Kedekatan itu yaitu terbuka hijabnya (kasyaf)
Hijab itu gelap dan Kasyaaf itu Nur
Gelap itu jahil dan Nur itu Ma’rifat
Dan ukuran Ma’rifat orang mu’min tidak lain daripada berhubungan dengan Tuhan. Tidaklah perhubungan itu dimaksudkan perhubungan zat dengan zat Allah Maha Tinggi Allah daripada kedekatan yang demikian.
Adapun hubungan itu, dengan hubungan iman dengan Allah dan yakin di dalamnya, cinta bagiNya memegang sungguhsungguh padanya dan tunduk padaNya, hadir hati bersamaNya dan menuntut keridhaan serta kemurahan bukan daripada selain Tuhan Yang Maha Suci, tidak ada Tuhan melainkan Dialah yang hidup dan menciptakan.
Maka berkatalah Tuanku Abu Sa’id Al-Harraz r.a.: “Apabila Allah Ta’ala akan mengangkat seorang hambanya menjadi Wali daripada hamba-hambanya yang lain, ia membuka kepadanya pintu dzikir, maka apabila ia merasa lezat berdzikir, dibuka kepadanya “Babul Qurb”, kemudian diangkatkan ke “Majlisul Uns” (tenang bathin), kemudian ditempatkan dia di atas kursi tauhid, kemudian diangkat daripadanya hijab (penutup) dan lalu dimasukkan dia ke dalam “darul fardaniyyah” dan dibukakanlah kepadanya “hijabul jalali wal ‘uzmati”.
Apabila jatuh pandangannya kepada jalal dan uzmah kekallah ia berpandangan dengan tidak ada lagi, hanya Huwa (dia) Allah, maka tatkala itu pandangan seorang hamba berada dalam masa fana. Maka kuatlah dalam pemeliharaannya dan selamatlah ia daripada ajakan nafsunya.
Aku sebutkan akan pandangannya yang tertulis dalam. Kitab dan Sunnah. Ia melihat bahwa keduanya garis pokok daripada harus adanya Dzikir, bahwa dzikir yang banyak itu dengan lisan dan dengan hati.
Dzikir lisan akan menyampaikan dan menolongnya kepada @zikir hati.
Dan berkatalah Tuanku Abulhasan Asy-Syagzili r.a.: Biji sawi dan amal hati, sama besarnya, laksana gunung daripada amal anggota.
Hendaklah murid-murid itu merasa takut daripada gerakan syaitan, karena ia menutup manusia daripada berdzikir, membikin was-was hingga melindih dalam hatinya, bahwa kamu berdzikir dengan lidahmu tetapi tidak ada hudur dalam bathinmu. Apakah faedahnya dzikir semacam ini ?
Dzikir semacam ini meskipun diucapkan seperti tidak ada apa-apa, tidak ada berfaedah, tidak ada buah dan akibatnya, jauhkan dirimu daripadanya (was-was tersebut).
Hendaklah murid-murid mengerti bahwa ghoflah dengan meninggalkan dzikir itu, lebih jelek daripada ghoflah di dalam berdzikir.
Dan apabila ia berkehendak mengusahakan hudur, hendaklah ia duduk bersama Syeikh-nya, dan ikhwannya yang sungguh-sungguh, yang telah memperoleh uns (tenteram bathin) dalam menempuh jalan kepada Allah.
Sesungguhnya roh itu mempengaruhi setengahnya kepada setengah yang lain, sebagaimana saya dengar yang demikian itu daripada Tuanku Syeikh sendiri, dan telah kudapati kebenarannya keterangan Tuan Syeikh itu dengan latihan amal yang menunjukan bahwa kelupaan selalu ada pada orang yang pelupa, dan hudur selalu ada pada orang yang ahli hudur.
Adapun dzikir kepada Allah yang khusus, dikehendaki dengan dzikir kepada Tuhan itu dengan dzikir lidah dan hati secara ramai-ramai (berjama’ah) dan secara perorangan, yakni dzikir keras (jahar) dan dzikir khofi.
Yang demikian itu adalah keutamaan amal dan hasilnya dekat sekali sebagaimana yang telah dibuktikan oleh latihan amaliyah.
Adapun yang meneliti akan tajribah amaliyah, ialah orangorang sufi masa dan selalu silih berganti, supaya kebiasaan latihan Itu dapat diusahakan oleh seorang mu’ min menumbuhkan cinta kepada Allah akan cinta yang murni. Firman Allah dalam AlQur’an Surat Al-Bagarah ayat 165 :
“Dan mereka yang beriman itu sangatlah cinta kepada Allah”
Cinta kepada Allah, memberi bekas kepadanya lebih dari cintanya kepada yang selain Allah, sebagaimana bekas yang pernah didapati oleh Sahabat-sahabat Rasulullah SAW.
Segera Allah memberi bekas kepada mereka itu dalam bermacam-macam anugerah, diantaranya seperti firman Allah Ta’ala (QS. An-Nur : 36).
“Dalam rumah-rumah yang diizinkan Allah untuk dipergunakan dan menyebutkan akan namaNya, mempersucikan nama Tuhan dalam rumah suci, baik pagi maupun sore”
Dalam Kitab “Al-Fathur Robbani” karangan Penghulu kita Tuan Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani q.s.a ia berkata ” Wahai kaumku, jauhkanlah syaitanmu itu dengan ikhlas dengan mengucapkan : “LAA ILAAHA ILLALLAAH”, tidak hanya dengan dilisankan saja”.
Kemudian sabda Nabi SAW. :
“Jauhkan Syaitanmu itu dengan ucapan LAA ILAHA ILLALLAAH, MUHAMMADUR ROSULULLOH, karena syaitan itu kesakitan dengan ucapan kalimat tersebut, sebagaimana kesakitan unta salah seorang kamu sebab banyaknya penunggang dan banjirnya muatan di atasnya.
Dan sabda Nabi SAW. dalam sebuah Hadist yang masyhur :
“Tidak ada seorangpun yang sunyi berdampingan dengan Syaitan,” Kata sahabat : “Engkaupun tidak diiringi oleh Syaitan ya Rasulullah ?” Sabda Rasulullah : “Aku pun tidak sunyi dengan keadaan demikian, kecuali bahwa Allah Ta’ala Yang Maha Tinggi dan Agung menolong aku daripada keadaan sekarang, maka selamatlah aku”
Dan berkata pula Nabi SAW.:
“Jikalau tidak bahwa syaitan-syaitan itu menutupi hati anak Adam, sungguh orang-orang yang mu’min itu melihat kepada langit malakut dan buminya”
Demikianlah sehingga disebutkan bahwa Iblis itu adalah mahluk yang dilaknat oleh Allah.
Disebut-sebut dalam Qur’an Yang Maha Agung, yang mana Iblis berkata. (S. Al-Arof 16-17). , –
“Akan kududuki (kuhalang-halangi) jalanMu yang lurus bagi mereka, kemudian akan kudatangi mereka dari depan dan dari belakangnya dan dari sebelah kanannya dan dari kirinya (untuk menggoda mereka) dan tidaklah akan kau jumpai kebanyakan orang mukmin itu akan menjadi orang-orang | yang syukur kepadaMu”
Dan firman Allah Ta’ala : (O.S. Az-Zukharuf 36) :
“Dan barang siapa menjauhkan dari pada dzikrul-rohman, akan dipengaruhi syaitan, yang ia menjadi temannya”
Dan firman Allah : (O.S. An-Nissa’ 60).
“Dan syaitan-syaitan itu berkehendak akan menyesatkan mereka dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya” Demikianlah pula firman Nya (O.S. Al-Ahzab 41).
“Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kamu akan Allah, akan dzikir yang banyak dan mengucapkan tasbih kepadaNya, pagi dan sore”
Dan sesungguhnya telah ada petunjuk-petunjuk tentang dzikir-dzikir mereka orang-orang ahli Tasawwuf, baik yang dengan cara-cara tertentu dan dengan bilangan yang dipastikan di dalam Thoregat Sufi, di mana mereka berkata bahwa mengucapkan kalimat “LAA” dimulai pada tengah badan, dari bawah pusat diangkat ke dalam otak dalam kepala.
Dan kalimat “ILAAHA” ke bawah kanan, kemudian perkataan “ILLALLAAH” memukulkan ke bahu kiri.
Begitulah cara penjagaanmu daripada godaan syaitan menurut sabda Nabi SAW. :
“Dzikir kepada Allah SWT, jadi benteng daripada godaan syaitan”
Seutama-utama pertolongan untuk memerangi syaitan dan menolaknya, ialah Kalimatul Ikhlas (LAA ILAAHA ILLALLAAH) dan dzikir seseorang kepada Tuhannya yang Perkasa dan Agung.
Sebagaimana sabda Nabi SAW. menceritakan daripada Tuhannya Yang Perkasa dan Maha Agung, bahwa, ia berkata: : (Hadiths Oudsi).
“LA ILAAHA ILLALLAAH bentengKu. Barang siapa mengucapkannya, masuklah ia ke dalam bentengKu itu. Dan barang siapa masuk ke dalam bentengKu, maka amanlah ia dari pada azabKu”
Dalam pada itu Allah SWT. berfirman :
“Bahwa sesungguhnya mereka, yang tagwa, apabila hendak digoda oleh segolongan daripada syaitan, lalu ia berdzikir, maka tatkala itu lalu sadar memperhatikan”
Allah Yang Maha Perkasa dan Kuasa juga memberi kabar “Bahwa hati yang terang benderang itu tidak dapat dicapai kecuali dengan dzikir kepada Allah”
Karena dengan demikian hilanglah daripada hati itu tabir penutup kegelapan dan royn (kebimbangan) dan ghoflah, dan dengan dzikir itu hilanglah segala gundah-gulana. | Adapun dzikir itu tidak lain daripada kunci tagwa dan wara”. Tagwa itu pintu akhirat, sebagaimana hawa nafsu itu tidak lain daripada pintu dunia.
Berfirman pula Allah Ta’ala :
“Berzikirlah kamu sebagaimana yang diterangkan, mudah“mudahan kamu masuk orang yang taqwa”
Allah Yang Maha Berkah dan Maha Tinggi juga memberi kabar: “Bahwasanya insan itu akan menjadi tagwa dengan dzikir”
Adapun perjuangan melawan syaitan itu adalah bathin, yaitu dengan hati dan jantung dan iman. Maka apabila kamu serang dia, maka penolongnya ialah yang Rahman, dan tempat kamu berpegang pun ialah Allah, yang menunjukan agama dan harapanmu ialah memandang dengan lezat menghadap Tuhan yang penuh Kurnia.
Peperangan kamu terhadap orang kafir adalah peperangan zahir dengan pedang dan tombak, dan pembantumu ialah pimpinan seorang raja dan pembantu-pembantunya.
Harapanmu dengan perjuangan itu ialah masuk syurga, Maka apabila kamu terbunuh dalam perjuangan zahir ini balasanmu ialah abadi dalam “Darul Bag”.
Apabila kamu terbunuh di dalam perjuangan memerangi syaitan dan menentang mereka hingga datangnya ajalmu, adalah balasanmu melihat wajah Tuhan seru sekalian alam tatkala bertemu di hari kemudian.
Jika kamu terbunuh oleh kafir maka kamu syahid hukumnya. Dan apabila kamu nanti terboyong oleh syaitan sebab kamu ikuti dia dan ikuti perbuatannya, maka kamu tertolak dari Si Raja yang Kuasa dan Gagah (Allah SWT.).
Maka perjuangan menyerang secara zahir itu ada kesudahannya. sedangkan menyerang syaitan dan hawa nafsu tidak ada habis-habisnya dan tidak ada kesudahannya.
Nabi SAW. bersabda :
Firman Allah Ta’ala (O.S. Al-Hijr 99) .:
“Sembahlah Tuhanmu sehingga engkau yakin benar-benar”
Yakin sampai mati dan bertemu dengan Tuhan ,
Sabda Nabi SAW., tatkala kembali dari perang-sabil di Tabuk: “Kami kembali daripada jihad kecil kepada jihad besar”
” Rasulullah SAW menghendaki dengan demikian itu menyerang syaitan dan hawa karena kekalnya dan sukar penjagaannya, dan ditakuti daripada Su ‘ul Khatimah.
Penjelasan daripada penghulu kita Syeikh Abdul Godir AlJaelani q.s.a. sbb.: “Wahai Saudara-saudaraku, adapun tauhid itu membakar syaitan-syaitan yang bersifat manusia dan jin , karena tauhid itu api bagi syaitan dan Nur bagi ahli Tauhid.
Tetapi bagaimana engkau mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAAH, sedang dalam hatimu ada berapa banyak yang dipertuhankan ? Tiap-tiap sesuatu kamu berpegang kepadanya dan berpegang kepada selain Allah, maka yang demikian itu Sesung guhrya berhalamu.”
“Tidak akan memberi manfaat kepada kamu dengan tauhid lisan serta hati syirik. Tidak bermanfaat bagimu membersihkan badan sedang hati itu penuh dengan najis”
“Ahli tauhid menyerang syaitannya, sedang ahli musyrik terserang oleh syaitannya “. :
“Adapun ikhlas itu inti ucapan dan perbuatan, karena apabila kosong adalah ia merupakan kulit dengan tidak ada isi. Kulit ada faedahnya melainkan untuk api. Dengarlah ucapannya dan amalkanlah, karena ikhlas dapat menghapuskan api dalam nafsumu dan menghancurkan anak dari syahwatmu “.
“Janganlah kamu hadir pada suatu tempat yang menambah menyala api tabi ‘atmu yang dapat menghancurkan rumah agamamu dan imanmu dengan menyalaan tabi ‘at, hawa dan syaitan yang akhirnya hilanglah agamamu, imanmu dan taqwamu “.
“Janganlah kamu mendengar ucapan mereka daripada golongan munafik, itulah golongan yang suka membuat-buat, mengukir-ukir keindahan karena tabi ‘armu bergantung kepada ucapan semata-mata seperti orang memasak roti tanpa garam, tentu saja perutmu tidak menerima apabila engkau memakannya. Inilah pengertian menghancurkan rumah (Agamamu)”.
Ilmu itu harus diambil dari mulut-mulut Rijal, tidak hanya dari kitab-kitab. Rijal itu laki-laki, ialah ahli hak, yang taqwa, yang mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan, yang menjadi pewaris Nabi yang arif, yang beramal dan ikhlas.
Yang lain itu, bukan tqwa, hanya tipuan dan kebathilan.
Martabat kewalian itu dianugrahkan kepada orang-orang yang taqwa, baik di dunia maupun di akhirat, sedang asas tujuan serta pelaksanaan pembangunannya pun bagi mereka adalah demikian pula untuk bahagia di dunia dan untuk bahagia di akhirat.
Adapun hakikat taubat, yaitu seorang yang bertagwa, yang melaksanakan perintah Allah SWT. dan menjauhi laranganNya dalam segala gerak ahwalnya.
Dan di antara mereka itu ada yang mengucapkan : “Bahwa kebajikan itu seluruhnya terletak dalam dua kalimat”.
Pertama : Mengagungkan dan mengamalkan perintah Allah SWT.
Kedua : Bersikap lemah-lembut dan kasih sayang kepada hamba Allah.
Dan tiap-tiap orang yang tidak mengagungkan dan mengamalkan perintah Allah SWT. dan tidak kasih sayang terhadap sesama manusia, ia pasti jauh daripada Allah SWT.
Begitu firman Allah (O.S. Ali Imran 112) :
Telah dilimpahkan malapetaka kehinaan, kecuali bagi orang – yang menghubungkan diri kepada Allah SWT. khususnya dan menghubungkan diri dengan sesama manusia pada umunya.
Bahwasanya Allah mencintai seseorang hamba ialah : yang tagwa, yang berbuat kebaikan dan sabar. Andaikata ada padamu khatir (lintasan hati) yang sahih (benar) / persangkaan baik niscaya kamu akan mengenal mereka, mencintainya dan bersahabat dengannya. Adapun khatir yang sahih ialah apabila hatimu terang benderang dengan ma’rifatullah yang Maha Perkasa dan Maha Agung.
Jangan hanya kamu terlalu cenderung kepada khatirmu itu sehingga ma’rifat itu sahih (benar) dan tampak jelas bagimu kebajikan dan kebenaran.
Tutupilah penglihatanmu daripada segala yang haram, tahan dirimu dari pada ajakan syahwat, biasakan tubuhmu memakan yang halal, peliharalah bathinmu dengan muragabah bagi Allah dan peliharalah zahirmu dengan mengikuti Sunnah Nabi, maka jadilah khatirmu yang sahih (benar), shahihlah pula bagimu ma’rifat terhadap Allah.
Bahwasanya yang kudidik adalah akal dan hati. Adapun nafsu, tabi’at dan adat, semua itu tidak, sebab tak ada kemuliaan baginya, bilamana akal dan hati tidak terdidik akan ma’rifat yang sebenarnya, yaitu LAA ILAAHA ILLALLAAH.
Adapun orang yang tawajjuh menghadap dengan hatinya selain kepada Allah, terhijablah daripada Allah dan tiap-tiap orang yang dzikir sedang hatinya kepada yang lain dari pada apa . yang harus diingatkan, tertutuplah ia dengan hijab seribu lapis.
| Karena dzikir adalah amal dalam segala keadaan hati, dan rasa yang dapat mendekatkan kepada magam yakin, musyahadah syuhud, martabat terbuka segala yang ghaib yaitu benteng Allah Yang Maha Agung. Barang siapa yang masuk kedalamnya, menjadi amanlah ia dari pada segala dosa zahir dan bathin. (Hadist Oudsi). .
Adapun asal dzikir itu ialah merasakan lezat dan manis, maka apabila ia sudah meresap kepadamu tidak ada lain akibatnya melainkan khusyu’ dan dumu (bercucuran air mata), membakar segala kecelaan dalam hati dan rasa, dan tenggelam (dalam kenikmatan itu).
Yang demikian itu adalah alamat kemenangan.
Dzikir itu dilakukan oleh orang yang berdzikir demikian asyiknya, sehingga ia dapat melihat segala yang ajaib dan yang aneh-aneh dan segala rahasia yang besar dan kaifiat yang agung. Berkatalah Rasulullah SAW. :
“Dzikir La Ilaaha Illallaah tidak ada balasan baginya kecuali dibuka Tuhan hijab hingga dimerdekakan Tuhan kepadanya” Berfirman Allah Ta’ala (O.S Al-An-aam 91) .
“Katakanlah Allah (Ingatlah kepada Allah) kemudian biarkanlah apa mereka yang beramai-ramai sambil bermain-main dalam kesesatan”
Lalu khusu’ tidak disertai menggerakan lidahnya dengan dzikir sampai kekal fikirannya, dan itulah “Magammul Akbar” dan disitulah isinya ‘Kalam”.
Ketahuilah bahwa inilah tawajjuh yang dengan cepat memperoleh kemenangan dan memperbanyak ibadat dan riadhah, dan berkekalan dengan segala macam tawajjuh tetap kepada Allah hingga ia terbakar hatinya dari selain Allah oleh dzikirnya, sehingga sampai pada batasnya (wukuf). ‘
Maka apabila ia disertai riadhah semua itu niscaya ia akan mencapai tempat yang amat sempurna lagi tinggi dengan segera, dengan tidak syak wasangka lagi.
Dan sabda Nabi SAW. :
“Tidak ada seorangpun yang berkata Laa Ilaaha Illallaah secara ikhlas dalam hatinya, kecuali Tuhan membukakan pintu langit sehingga ia bisa meninjau ‘Arasy”
Imam Gazali r.a. mengambil alasan tentang syahnya Thoregat yang Sufi yang secara terjadi (wagi’i) kemudian alasan kepada syahnya secara nagli, maka disebutkannya: “Bahwa ini Thoregat yang dijalankan oleh Sahabat dan Tabi’in dan segala sesuatu yang dikerjakan menunjukkan kepada kehidupan Sahabat, Wali-wali, orang-orang Sufi dan seterusnya “.
Cerita ini tidak akan bermanfaat bagi orang yang tidak percaya selama ia tidak melihat dan mengamalkannya sendiri akan yang demikian itu.
Thoregat Sufi itu mendahulukan mujahadah dan membersihkan sifat-sifat yang tercela dan memutuskan segala pengaruh ikatan hati dari selain Allah dan mengarahkan segala cintanya kepada Allah.
Maka apabila telah berhasil semua itu, maka Allah-lah yang menguasai hati hambaNya dan yang memelihara dengan pemberian cahaya Ilmu.
Begitu pun terpelihara akan hati seseorang, berlimpahlimpahlah kepadanya curahan rahmat dan bersinarlah segala hakikat pekerjaan keTuhanan yang dianugrahkan .
Maka tidak ada bagi hambanya kecuali bersiap untuk menerima kebersihan yang istimewa dan memberikan himmah serta kemauan yang benar dan keinginan memperoleh magam yang tinggi dan tetap dengan hati yang tenang menanti apa yang akan dibukakan Allah Ta’ala dari pada rahmatNya kepadanya.
Adapun Nabinabi, Wali-wali dan orang-orang suci seperti keduanya terbukalah bagi mereka perintah Tuhan dan melimpahkan dalam dadanya Nur , tidak hanya dengan belajar atau menye. lidik, atau melihat kepada kitab-kitab terutama Kitab-kitab Sufi dalam mencari Ilham, tetapi dengan zuhud dan melepaskan diri dari segala pengaruh ikatan duniawi, mengosongkan hati dari kebimbangannya dan mengerahkan segala cintanya kepada Tuhan.
Maka barang siapa Tuhan itu baginya, iapun bagi Tuhan. Demikian ucapan Hujjatul Islam Al-Gazali r.a.
Lebih lanjut ia berkata: “Dan sesungguhnya keistimewaan Thoregat Sufi ini tidak mungkin akan sampai kepada Tuhan dengan belajar semata-mata tetapi dengan zauq (asa), hal, menggantikan sifat dari yang tercela kepada yang terpuji. Sesungguhnya orang-orang Sufi itu merasa yakin bahwa jalan Sufi mereka itu benar. Ia memiliki jalan Allah yang khusus, dan bahwa perjalanan mereka adalah sebaik-baik perjalanan, sedang Thoregat mereka adalah sebenar-benar Thoregat. Akhlak mereka sebersih-bersih akhlak”.
Bahkan jika dikumpulkan semua ahli fikir, semua hikmah ahli tasawwuf, dan ilmu yamg memuncak dari semua ulama, untuk mengubah sesuatu daripada perjalanan mereka, akhlak mereka dan akan digantikanya keadaan dengan yang lebih baik daripada itu, niscaya tidaklah seorang pun akan mendapati jalan sebaik jalan sufi ini.
Adapun segala gerak-geriknya dan diamnya pada zahirnya dan pada bathinnya, semuanya terpetik dari “Misykarun Nubuwwah Nur” dan tidak ada lagi dibelakangnya “Nurun Nubuwwah” di atas muka bumi ini, yaitu Nur yang memberikan sinar gilang-gemilang untuk seluruh alam.
Secara ringkas apakah yang selalu diucapkan orang-orang tentang Thoregat membersihkan diri ? Yaitu pertama-tama syaratnya : membersihkan hati seluruhnya daripada selain Allah. Dan itulah kuncinya. Hal ini berjalan seperti berjalannya tahrim dalam sembahyang, yang seluruh hati tenggelam dalam dzikir kepada Allah.
Dan yang penghabisan, adalah fana seluruhnya dalam Allah (hancur seakan-akan tidak melihat dirinya lagi) adalah seperti tersebut dalam Al-Our’ an Surat Ar-Rahman 26-27 :
“Semua yang ada akan fana binasa, yang kekal adalah Tuhan sendiri yang Maha Besar dan Maha Mulia” (Tiap-tiap sesuatu hancur lebur, kecuali Aliah yang ada sematamata).
Maka berkatalah pula Al-Bazari r.a. : “Bahwasanya hati itu itu ada padanya sifat “Al-Latrifah, Ar-Rabbaniyyah, ArRohaniyyah” (lemah-lembut, ke-Tuhan-an dan bersifat jiwa dan roh), yang bersangkutan dengan tubuh manusia. Itulah hakikat insan dan itulah yang dapat mencapai arif tempat Nur yang disuruh Tuhan padanya.
Maka dengan demikian, seseorang lalu mencapai Kkasyafar (terbuka) dari pada segala macam hakikat.”
Orang-orang materialistis memandang bahwa jalan ma ‘rifatitu ialah panca indera yang lima, diantaranya akal.
Adapun pendapat Imam Gazali, bahwa ma’rifat itu diatas semua jalan dan wasilah yang paling penting serta besar. Yang demikian itu ialah wasilah “al-kasyafful al-batini” atau wasilah “Giham ar-ruhi”, yang membawa manusia itu mempunyai sifatsifat baik pada dirinya, dan membersihkan hati dan menjauhkan diri dari daripada cara berpikir orang-orang marerialistis.
Dan dimaksudkan dengan ini bahwa ma’rifat itu tidak dapat dicapai, melainkan dengan jalan hati yang sempurna, yang bersih yang tidak terpengaruh perhubungan dengan kesibukan duniawi…
Dan demikian, adalah yang memiliki hati-hati yang suci itu adalah mereka yang tetap, yang berdzikir, yang membersihkan diri, dan menyelam kedalam lautan ma’rifat yang hakikat sebagaimana yang diberikan faham oleh Hujjatul Islam mam Gazalir.a). Ka
Adapun hati itu tidak lain dari pada kunci yang akan menyampaikan kepada ma’arif yang bersifat agama yang terdiri dari bahwa manusia itu apabila menyelam kedalam dirinya dan terus kembali kepada hatinya, terpancarlah baginya mata air ilmu yang dinamakan ‘”ilmu-Laduniyyah” dan “Al-Ma ‘arifatul Oudsiyyah “
Dari pada Nabi SAW. diriwayatkan berkata :
“Bahwasanya hati itu kotor seperti besi berkarat danpembersihnya adalah Dzikrullah”
Dan berkatalah Tuan Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani q.s.a:
Adapun hati itu tempat Ilmu Hakikat karena “Latifattur Robbaniyah” yang mengatur bagi sekalian anggota badan. Yaitu alat penembus kepada hakikat yang telah dimaklumi, seperti halnya dalam kaca ada bentuk rupa yang bemacam-macam. Itulah gambaran yang terisi dalam kaca, yang serupa dengan bentuknya.
Demikian pula setiap yang dimaklumi tentang hakikat, itupun bentuk yang mengisi dalam hati, sedang hati itu kotor (banyak kesalahan), maka apabila seseorang mendapati apa yang ditunjukan oleh Nabi SAW, maka ia berhasil mendapat hakikat itu. Dan jika tidak, ia berpindah kepada sifat yang hitam, yang akan membawa manusia terjauh daripada terang benderang Nur.
Hitam karena cinta dunia dan yang berlainan dari pada itu, ialah karena tidak ada wara’, karena barang siapa teguh dalam hatinya hanya cinta dunia, hilanglah wara’nya, maka bercampuraduklah keadaan dari halal dan haram, hilang perbedaan seluruhnya, hilang malunya daripada Tuhannya dan hilang pula muragabahrnrya.
Wahai teman-temanku, terimalah apa yang disampaikan Nabimu dan terangilah kedalam hatimu dengan obat yang telah ditunjukan oleh Nabi kepadamu.
Jikalau ada seseorang sakit dan sudah diberikan obat oleh dokter kepadanya, akan selamatiah hidupnya hingga sehat kembali. |
Ber-muragabah-lah kamu dengan Tuhanmu yang Maha Perkasa dan Maha Tinggi, baik dalam khalwat-mu maupun diluar khalwat-mu (keramaian), dan jadikan pandangan matamu hingga kamu seakan-akan melihat-Nya, maka apabila kamu tidak melihat, maka Ia-lah yang melihat kamu.
Barang siapa yang berdzikir kepada Allah dengan hatinya, maka ia dinamakan ahli dzikir. Tetapi barang siapa yang tidak mengucapkan dzikir dengan hatinya, maka ia tidak termasuk orang yang berdzikir.
Lisan itu alat hati dan yang mengikuti dan tetap hati itu tempat memperhatikan nasihat-nasihat. Baliwasanya hati itu apabila terjauh (tidak memperhatikan) nasihat, butalah mata hatinya.
Berkata Nabi SAW:
“Bahwa dalam badan anak Adam itu ada segumpal darah. Apabila darah itu baik, maka baiklah seluruh badan anak Adam itu semuanya. Apabila gumpalan darah itu rusak, maka rusaklah seluruh badan anak Adam itu. Perhatikan, bahwa yang dimaksudkan itu ialah hati ”
Dan berkata pula Nabi SAW. :
Bahwa Allah itu tidak melihat kepada rupamu, tetapi melihat kepada bathirnmu.”
Allah pun berfirman (O.S. Az-Zumar 17-18)
“Adapun mereka yang menjauhkan dirinya dari pada godaan Iblis untuk disembahnya, kemudian mereka kembali kepada Allah (dzikrullah), bagi mereka bergembira. Maka berikanlah berita yang menggembirakan itu kepada hambaKu”
Yang mendengar dan yang mengikuti ucapan-ucapan yang baik. Mereka inilah yang diberi petunjuk oleh Allah dan mereka inilah orang yang mempunyai hati (memperhatikan bahtin).
Dan adalah junjungan kita Nabi Muhamad SAW. mengajarkan “kalimat Thoyyibah” Gnengucapkan Dzikir LAA ILAAHA ILLALLAH) kepada sahabat-sahabatnya r.a. untuk membersihkan hatinya dan mensucikan dirinya dan mendekatkan mereka kepada hadirat Allah dan mendapat kebahagiaan yang suci. – .
Setengah orang bertanya tentang ‘Tasawwuf. Maka dijawabnya : “Membersihkan hati daripada apa yang digemari manusia dan menjauhkan diri dari pada tabi’at yang jelek dan menggemari sifat-sifat peri kemanusiaan, menjauhkan perSelisihan-perselisihan yang dipengaruhi hawa nafsu, kemudian menempatkan sifat-sifatnya kepada sifat-sifat rohaniyah, tunduk kepada Ilmu Hakikarnya kemudian mengikuti seluruh syari’at Rasulullah SAW”.
Ujar Imam Al-Gazali r.a. : “Diantara syi’ar-syi’ar orang sufi adalah : Barang siapa mengambil syari’at saja tetapi tidak mau tahu tentang hakikatnya, orang itu fasik”.
“Dan barang siapa mengambil hakikat saja, tetapi tidak melakukan syari’at, maka dia itulah merupakan kafir zindig”.
Sedangkan yang melakukan syari’at dan mengamalkan tasawwuf, inilah orang yang dinamakan ahli hakikat yang sebenarnya.
Sudah kita sebut dahulu, bahwa martabat WUSUL (sampai kepada Allah) adalah TIGA perjalanan :
Pertama : ISLAM
Kedua : IMAN
Ketiga : IKHSAN |
Adapun seseorang hamba Allah, jika ia kekal sibuk dalam ibadah, berada dalam magam ISLAM atau magam SYARI’AT.
Apabila amal itu berpindah kepada hati dengan kebersihan dan sunyi daripada kejahatan, berisi dengan kebajikan sempurna Ikhlas, maka orang itu berada dalam magam IMAN atau magam THOREQAT.
Apabila manusia itu sampai kepada martabat Ibadat untuk Allah semata-mata, seakan-akan Allah melihatnya, maka ia berada dalam magam IKHSAN atau magam HAKIKAT. .
Oleh karena itu diungkapkan orang : “Adapun SYARI’AT itu ialah bahwa kamu inenyembah Allah”.
THOREOAT itu ialah bahwa kamu menuju kepada Allah, dan HAKIKAT itu ialah bahwa kamu bermusyahadah benarbenar menyaksikan Allah yang Maha Pencipta.”
Berkata pula Tuan Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelanri gsa. : “Tidak lain tujuan ahli Tasawwuf, melainkan hanya untuk membersihkan bathinnya manusia dengan NUR TAUHID dan MA’RIFAT”.
Adapun orang Sufi yang benar dalam ‘TTasawwufnya, membersihkan hatinya dari pada sesuatu selain Allah dan cintanya kepada Allah. Melaksanakan bersungguh-sungguh dan menjalankan perintah Allah yang dapat mengangkat dirinya, mengosongkan hatinya selain dari pada Allah, dan menghiasinya dengan dzikrullah Yang Maha Kuasa dan Agung.
Sabda Nabi SAW. :
” Alamat mencintai Allah ialah mencintai dzikrullah, sedang alamat kemarahan Allah, adalah enggan kepada dzikrullah”. ‘ Seorang hamba yang mencintai Allah, tidak “merasa memiliki sesuatu, ia serahkan segala apa yang ada kepada yang dicintainya, yaitu Allah. . Kemudian begitu pula Tuan kita Syeikh Abdul Qadir Al. Jaelani gsa. menasehatkan : “Adapun yang wajib atas menusia, ialah mencari kehidupan hati untuk di akhirat , di dunia ini dari ahli Talqin sebelum berakhir waktu hidupnya”, karena firman Allah Ta’ala (O.S. An-Nahl : 43).
“Bertanyalah kamu kepada ahli dzikir (Bai ‘at), Jika kamu tidak mengetahuinya.
Mengambil bai ‘at dari Tuan Syeikh Arif Billah, adalah perkara yang penting dalam Tasawwuf untuk mengusahakan yakin.
Dalam sebuah Hadist Yang Mulia, diriwayatkan : “Pelajarilah olehmu akan pembawaan yakin” artinya : perbanyaklah duduk bersama dengan ahli yakin.
Bai ‘at yang terdapat sesudah wafat Nabi, ialah meneruskan bai’at yang dilaksanakan oleh Nabi SAW sendiri, dan Ulamaulama yang Arif Billah adalah penerus Nabi kita dalam mengajarkan kepada manusia adab-adab agama yang zahir dan yang bathin.
Adapun adab bathin, lebih sukar untuk kita karena untuk mengamankan adab yang zahir. Dan juga oleh sebab ia menghendaki peperangan “khofi” (halus) antara seorang manusia dengan hawa nafsu dan syaitannya dan godaan dunia yang menipu dan penyakit-penyakit hati seperti : hasad, ujub, ria, munafig, dan lain-lain.
Barang siapa mengikuti Thoregat Tasawwuf dengan tidak mengikuti imamnya yang Arif Billah ( Bai’at ), ia tersesat pada permulaan melangkah, padahal cukup mulia untuk kita bersama bagi Thoregat ahli Tasawwuf yang Nurani.
Diceritakan bahwa Nabi Musa a.s, yaitu daripada Rasulrasul yang termasuk Rasul-rasul “Ulul Azmi” pernah menanyakan tentang ilmu hakikat kepada Nabi Khadir a.s. Laluia berkata : ,
“Berkatalah Musa kepadanya, apakah boleh aku mengikuti engkau supaya engkau mengajar akan daku ilmu pengetahuan yang telah diajarkan kepada engkau sebagai petunjuk”.
Dengan adanya ini adalah dalil yang kuat atas kewajiban mengikuti Tasawwuf, yaitu Ilmu Adab Hati dari pada yang ahli.
Dan untuk ini dibayangkan yang demikian itu oleh Guruku Arif Billah, Tuanku Syeikh Ali Agal r.a dengan ucapannya : Apabila tak ada guru rohani,
Yang memberi petunjuk itu dan ini, Putuslah jalan wahai insani, Jalan mencapai Tuhan Rabanni, Tidak melihat laut yang luas, Tidaklah pandai tidaklah puas, Dungu didalam laut yang luas, Bertumpuk garam mata tak awas, | Jika tidak kontak listrik, . Padapangkalnya iaterdidik, Salah tujuan salahlah selidik, Yang tampak ombak, bukan nur pelik, Akhirnya Tuhan Allah yang dapat menolong pada tiap waktu yang tepat waktu bantuan LAA ILAAHA ILLALLAAH, Raja yang hag dan nyata
Tuhanku, jadikanlah kami ini dari pada orang yang mu’ min dan yang yakin.
Kami pohonkan kepadaMu, akan engkau jadikan ilmu kami ini bermanfa’at, dosa kami ini terampuni dari mula sampai terakhir dengan syafa ‘at Rasulullah SAW. , Penghulu segala Nabi dan Rasul serta dengan karamah Wali-wali, terutama Tuanku Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani gsa., Raja dari segala ‘ Arifin dan pokok pikiran dari semua orang yang asyik kepada Tuhan dan Guru-guru daripada ahli Hakikat, begitu juga dengan berkah orang-orang Islam dan orang-orang yang mu’min sekaliannya tidak ada kecuali.
Segala puji bagi Allah seru sekalian alam, perkenankanlah wahai Tuhan yang menampung segala do’a mereka yang mengharapkan limpahan kurnia-Mu.