Kitab Minahus Saniyah Dan Terjemah [PDF]

الحمد لله الذي فرض التوبة وحرم الإصرار
Segala puji bagi Allah yang mewajibkan taubat dan mengaramkan menetapi dosa

وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له كاتب الأثار
Dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah maha esa Allah tiada sekutu baginya penulis Quran

وأشهد أن سيدنا ونبينا محمدا عبده ورسوله صفوة الأخيار
Dan aku bersaksi bahwa tuan kita dan nabi kita Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya sebaik orang-orang baik

صلى الله وسلم عليه وعلى آله وصحبه السادة الأبرار
Semoga Allah memberi rahmat dan memberi salam kepada beliau dan kepada keluarga beliau dan sahabat beliau para tuan yang baik-baik

وبعد فهذا تعليق على وصية الشيخ العارف بالله تعالى أبي إسحاق إبراهيم المتبولي
Setelah itu, ini adalah komentar terhadap wasiat Syekh Al Arif Billah Abi Ishaq Ibrahim Al Matbuli

طيب الله ثراه وجعل الجنة متقلبه ومثواه
Semoga Allah mengharumkan makam beliau, dan menjadikan surga sebagai tempat kembalinya dan tempat istirahatnya

ونفعنا والمسلمين ببركته وأعاد على وعليهم من صالح دعوائه
Dan semoga Allah memberi kita dan orang-orang islam barakah beliau dan memberi kita dan orang-orang islam doa-doa yang baik beliau

 والله تعالى أسأل أن ينفع به وأن يجعله خالصا لوجهه إنه على كل شيء قدير
Dan aku meminta kepada Allah agar memberi manfaat kitab ini dan menjadikannya ikhlas karena zat-Nya, sesungguhnya Ia maha kuasa terhadap segala sesuatu

Taubat menurut pengertian bahasa ialah kembali. Sedang menurut pengertian syara’ (agama) Ialah berhenti dari melakukan segala perbuatan yang tercela menurut syara kepada perbuatan yang terpuji.
Abu Ishaq Ibrahim Al matbuli berwasiat:”wahai saudaraku wajib atas dirimu selalu bersikap lurus dan bertaubat.”
Taubat ada permulaan dan ada kesudahan nya. Permulaan Taubat ialah bertaubat dari dosa-dosa besar, dari dosa-dosa kecil, dari perkara yang makruh (dibenci), dari perkara yang menyalahi keutamaan dari prasangka baik terhadap diri sendiri, dari prasangka bahwa dirinya sebagai kekasih Allah SWT dan prasangka bahwa dirinya benar-benar telah bertaubat, dan akhirnya nya bertaubat dari kehendak hati yang tidak diridhoi Allah SWT.
Sedang kesudahan (puncak) bertaubat ialah kembali Allah SWT sewaktu-waktu lupa mengingat-Nya, sekalipun Hanya Sekejap mata titik ulama ahli tahqiq (orang yang mendalam pengetahuan agamanya) memberikan keterangan, bahwa orang yang mengakui serta menyesali perbuatan maksiat yang dilakukannya, berarti dia telah bertaubat dengan sebenarnya.
Sebab Allah SWT tidak menerangkan kepada kita perihal Taubat Nabi Adam AS kecuali hanya pengakuan dan penyesalannya. seandainya ada perkara lain di samping pengakuan dan penyesalan, Sudah barang tentu Allah SWT akan menceritakannya kepada kita. Pengakuan dan penyesalan Nabi Adam AS terlihat jelas dalam firman Allah SWT:

 

Artinya: “Keduanya (Adam dan Hawa) berkata: Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri. Dan jika Engkau tidak mengampuni kami serta tidak memberi rahmat kepada kami. niscaya kami termasuk golongan orang-orang yang merugi)” (Qs. Al-A’raf ayat: 23)
Ketika Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Adam as dan Siti Hawa sebagai sepasang suami istri penghuni surga yang bebas menikmati buah-buahan dan keluarganya di dalamnya kecuali syajarah ( pohon buah khuldi), setan membisikkan pikiran jahat kepadanya untuk menampakan apa yang tertutup dari mereka (aurat).
Setan merayu mereka dengan mengatakan: “Allah SWT melarang mu memakan buah khuldi, tidak lain adalah agar engkau tidak menjadi malaikat. Atau Agar engkau tidak kekal di dalam surga”.
Bahkan setan bersumpah, bahwa dirinya adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada Adam dan Hawa. Akhirnya Adam dan Hawa tertipu oleh bujuk rayu setan, hingga memakan buah yang dilarang tersebut akhirnya aurat mereka terbuka dan diusir dari surga. Pada saat itu pula Allah SWT mengingatkan kepadanya, bahwa setan adalah musuh yang nyata bagi umat manusia. Baru Adam dan Hawa sadar.
Lalu mengakui serta menyesali perbuatannya. Yakni dengan membaca doa sebagaimana termaktub pada ayat diatas. Dan Allah SWT pun kemudian menerima taubat Nabi Adam AS dan Siti Hawa, lantaran pengakuan serta penyesalan yang diikrarkannya sebab pengakuan serta penyesalan terhadap perilaku maksiat adalah hakikat yang sebenarnya.
Adapun perkataan ulama, bahkan sebagian dari syarat bertaubat ialah meninggalkan perbuatan maksiat yang telah dilakukan serta berkeinginan kuat untuk tidak mengulangi lagi perbuatan dosa tersebut. Pendapat yang demikian hanya bersumber dari istinbath (menetapkan hukum melalui ijtihad) mereka.
Sebab orang yang mengakui serta menyesali perbuatan maksiat yang dilakukan, Sudah barang tentu akan meninggalkan kemaksiatan itu serta berkeinginan untuk tidak melakukan kembali. Dengan bertaubat, seseorang akan mendapat Pengampunan Dosa atas pelanggaran yang dilakukannya terhadap hak-hak Allah SWT.
Demikian pula kezaliman (kemaksiatan) yang terlanjur dilakukan secara gegabah, tetap akan mendapat pengampunan kecuali menyekutukan Allah SWT (syirik) dan merampas hak-hak sesama manusia. Seperti merampas harta kekayaan dan kehormatan orang lain.
Taubat diangkat sebagai pendahuluan dalam tulisan ini, merupakan dasar bagi setiap maqam yang didaki oleh seorang hamba sampai ia meninggal dunia titik sebagaimana orang yang tidak mempunyai rumah, begitu pula orang yang tidak bertaubat tak akan mempunyai ‘hal’ atau Maqam.
Ini merupakan suatu proses pemikiran terhadap dosa-dosa yang telah dilakukan sehingga timbul di dalam hati perasaan susah dan prihatin atas perbuatan tersebut. Oleh sebab itu kemudian timbul hasrat untuk bertaubat titik Apabila hasrat itu direalisasikan dalam bentuk amal nyata, berarti dia telah mendapatkan maqam (kedudukan). Sebab kadang-kadang hasrat itu kandas di tengah jalan karena pengaruh kebendaan dan keduniaan.
Sebagian ulama ada yang menegaskan:
Artinya: “Barang siapa memperkuat kedudukan taubatnya, pasti dia dijaga oleh Allah dari segala sesuatu yang mencampuri keikhlasan dalam amal-amalnya.”

 

Orang yang memperkuat kedudukan taubatnya akan selalu ikhlas dalam beramal. Tanpa pamrih apapun, kecuali mengharap keridhaan Allah SWT. Taubat yang bisa membuahkan keikhlasan itu berarti telah mencapai kepada tingkatan zuhud dalam kebendaan dan keduniaan. Sifat zuhud itulah yang dapat menjaga seseorang dari Setiap perkara yang menjadi penghalang dalam hati untuk mengingat Allah SWT.
Zuhud ialah menghilangkan kecintaan hati terhadap kebendaan dan keduniaan. Karena pikirannya selalu dicurahkan untuk mencari keridhaan Allah SWT semata, dalam kaitannya memikirkan nasib kehidupan akhirat nanti.
Al-ghazali mengetengahkan tentang pengertian zuhud, bahwa: artinya zuhud ialah meninggalkan keduniaan karena adanya pengertian bahwa dunia itu sangat hina apabila dibanding dengan keindahan akhirat. Zuhud, bukan berarti meninggalkan keduniaan serta membelanjakan harta dengan tanpa perhitungan buka (sangat pemurah).
Dan karena kedongkolan hati serta karena tamak (mengharapkan imbalan lebih banyak dari orang lain). Karena semua itu hanya merupakan perbuatan perbuatan baik menurut adat, namun tidak bisa dikategorikan ke dalam ibadah. “
Apabila seseorang telah menyimpang dari taubatnya, maka penyimpangan itu akan menarik setiap maqam (kedudukan) yang sesudahnya. Akibatnya kedudukan itu menjadi ringkih. Yakni ibarat seseorang yang membangun pagar rumah dengan batu merah kering tanpa menggunakan semen.
Muhammad bin Inan memberikan keterangan:
Artinya: ” barangsiapa Istiqomah (lurus) dalam bertaubat dari perbuatan perbuatan maksiat, maka berarti dia dapat meningkatkan taubatnya, hingga bisa meninggalkan Setiap perkara yang tiada guna. Barang siapa tidak bisa istiqomah dalam bertaubat, maka dia tidak akan bisa merasakan arti dari perbuatan maksiat.
Dan Taubat yang demikian, adalah omong kosong belaka. Dia tidak akan bisa memelihara hasrat main hati untuk selama-lamanya. Bahkan akan tenggelam ke dalam hasrat maksiat titik hingga dalam ibadah salat nya pun demikian.”
Allah SWT telah memerintahkan kepada Rasulullah SAW agar selalu istiqomah dalam bertaubat. Perintah ini diberikan kepada Rasulullah dan seluruh umatnya. Yakni sebagaimana tersurat dalam firman Allah SWT:
Artinya: ” maka tetaplah lurus (dalam bertaubat) sebagaimana kamu telah diperintahkan dan orang orang yang bertaubat bersamamu.” (QS. Hud:112).

 

 

Artinya:”barangsiapa beristiqomah (lurus) dalam bertaubat dan Zuhud dalam keduniaan, maka tercerminlah semua kedudukan dan perilaku yang baik pada dirinya.”
Taubat merupakan kewajiban bagi setiap orang yang beriman. Dengan bertaubat dia akan mendapatkan ampunan dari segala kemaksiatan yang telah dilakukannya. Perintah Allah SWT dalam Al Qur’an :
Artinya : “wahai orang orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah SWT dengan taubat yang semurni murninya. Mudah mudahan tuhanmu akan menutupi kesalahan kesalahanmu dan memasukkan kamu kedalam surga yang mengalir dibawahnya sungai sungai.
Yakni pada hari ketika Allah SWT tidak menghinakan nabi dan orang yang beriman bersamanya, sedang cahaya mereka memancarkan dihadapan dan disebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. At-tahriim:8).

 

 

Abdillah bin Mas’ud memberikan keterangan, bahwa Rasulullah Saw telah menegaskan: Barangsiapa bertaubat tetapi tidak belajar ilmu pengetahuan, berarti dia belum bertaubat. Barangsiapa bertaubat tetapi tidak meningkatkan pengabdiannya kepada Allah SWT, berarti dia belum bertaubat.
Barangsiapa bertaubat tetapi belum Ridha terhadap lawan sengketanya, berarti dia belum bertaubat. Barang siapa bertaubat tetapi tidak mengganti pakaian dan perhiasannya (yang menyebabkan dirinya sombong melakukan maksiat), berarti dia belum bertaubat.
Barangsiapa bertaubat tetapi tidak meninggalkan teman maksiatnya, berarti dia belum bertaubat. Barangsiapa bertaubat tetapi tidak merubah akhlaqnya, berarti dia belum bertaubat. Barangsiapa bertaubat tetapi tidak meninggalkan kesombongan dan kecongkakannya, berarti dia belum bertaubat.
Barangsiapa bertaubat tetapi belum mau menyedekahkan kelebihan harta kekayaannya dalam kehidupannya, berarti dia belum bertaubat. Apabila seseorang telah bisa merubah sikap sikap tersebut, berarti dia telah melakukan hakikat bertaubat.
Bertaubat dengan segera setelah melakukan kemaksiatan, adalah merupakan keharusan bagi setiap orang beriman. Allah SWT telah berfirman:
Artinya:” Sesungguhnya taubat disisi Allah hanyalah taubat bagi orang orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan (kebodohan), yang kemudian mereka bertaubat dengan segera. Maka mereka itulah yang diterima Allah SWT taubatnya. Dan Allah SWT Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-nisa’ ayat:17)

 

Bagi orang yang melakukan kemaksiatan terus menerus, sesekali dia bertaubat pada kesempatan lain masih juga melakukan maksiat, maka taubatnya tidak akan diterima oleh Allah SWT. Hal mana telah ditegaskan dalam firman-Nya:
Artinya:”Dan tidaklah taubat itu diterima Allah SWT dari orang orang yang mengerjakan kejahatan yang hingga apabila datang kepada seseorang diantara mereka, barulah ia mengatakan: ‘Sesungguhnya saya bertaubat sekarang’. Dan tidak pula diterima taubat orang orang yang mati, sedang mereka berada didalam kekafiran. Bagi orang orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (QS. An-nisa’ : 18)

 

 

Pada suatu hari ketika Sayyidina Umar bin Khattab datang menghadap Rasulullah Saw sambil menangis. Rasulullah menyambut kedatangannya dan menanyakan apa yang menjadi penyebab hingga dia menangis. Jawab Sayyidina Umar : ‘Ya Rasulullah, telah datang kepadaku pemuda yang tangisnya memilukan hati’. Lalu Rasulullah Saw memerintahkan agar pemuda itu dibawa datang menghadap kepada beliau Saw.
Setelah pemuda itu menghadap, Rasulullah menanyakan tentang apa yang menjadi penyebab hingga dia menangis. Jawabnya: ‘ Ya Rasulullah, dosa yang melimpah dalam diriku yang menyebabkan aku menangis. Hingga aku merasa takut terhadap kemurkaan Allah SWT’. Kemudian Rasulullah Saw bertanya kepada pemuda itu: ‘Adakah kamu menyekutukan Allah SWT?’ Jawabnya: ‘Tidak’. Rasulullah bertanya lagi: ‘Adakah kamu membunuh orang?’ Jawabnya: ‘Tidak’.
Maka selanjutnya Rasulullah Saw bersabda: ‘Allah SWT akan memberikan ampunan atas dosa dosamu, sekalipun dosamu memenuhi tujuh langit dan tujuh bumi’. Pemuda itu lalu berkata: ‘Ya Rasulullah. Dosaku lebih besar daripada tujuh langit dan tujuh bumi, gunung gunung, dan tetumbuhan’. Lalu Rasulullah Saw bertanya: ‘Adakah dosa dosamu melebihi kursi (kekuasaan) Allah SWT ?’ Jawabnya: ‘Dosakuebih besar dari itu’.
Kemudian Rasulullah Saw bersabda: ‘Adakah dosamu lebih besar dari ‘Arsy Allah?’ Jawabnya: ‘Dosaku lebih besar dari itu’. Rasulullah Saw bertanya lagi: ‘Lebih besar manakah antara dosamu dari ampunan serta Rahmat Allah SWT?’ Jawabnya: ‘Dosaku lebih besar dari semua’. Maka kemudian Rasulullah Saw mempersilahkan pemuda itu untuk menceritakan perbuatan dosa yang pernah dilakukan. Dan pemuda itupun kemudian berkata: ‘Aku malu kepadamu, ya Rasulullah’. Sabda Rasulullah Saw: ‘Janganlah kamu malu kepadaku’.
Maka pemuda itu lalu menceritakan perbuatan maksiat yang pernah dilakukannya. Dia berkata: ‘Ya Rasulullah sejak tujuh tahun terakhir ini pekerjaanku adalah menggali kubur orang orang yang sudah meninggal untuk kemudian saya ambil kafannya. Yang terakhir aku menggali kubur seorang perempuan keturunan sahabat Anshar. Anak perempuan itu saya keluarkan dari kubur dan aku ambil kain kafannya, kemudian aku setubuhi”.
Lalu anak itu berkata kepadaku: ‘Adakah kamu tidak malu terhadap catatan Allah SWT dihari perhitungan amal nanti, dimana pada hari itu orang yang dianiaya akan menuntut balas terhadap orang yang menganiaya?’ Maka kemudian aku tinggalkan perempuan itu dalan keadaan telanjang l dipekuburan. Aku pergi dalam keadaan junub. Rasulullah Saw langsung meloncat ketika mendengar penuturan pemuda itu.
Lalu beliau bersabda: ‘Wahai orang fasik, keluarlah kau dari rumahku ini. Tidak ada balasan buatmu kecuali amuk api neraka’. Pemuda itupun keluar sambil menangis sejadi jadinya. Lalu dia mogok. Tidak makan, minum serta tidur selama tujuh hari tujuh malam. Sehingga hilang segala kekuatannya. Dan akhirnya diapun terjatuh.
Dia menelungkup kan wajah ke bumi sambil bersujud, seraya memanjatkan do’a: ‘ Ya Rabbi, aku adalah hamba-Mu yang berdosa dan bersalah. Aku datang menghadap utusan-Mu untuk mendapatkan syafa’at (pertolongan). Ketika utusan-Mu mendengar dosa yang aku lakukan, malah mengusirku. Pada hari ini aku datang menghadap kepada-Mu agar Engkau berkenan memberikan syafa’at kepadaku terhadap kekasih-Mu.

 

 

Sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengasih kepada setiap hamba. Dan tiada lagi pengharapan untuk mendapatkan ampunan melainkan kepada-Mu. Sekiranya Engkau tiada berkenan mengampuni dosa dosaku, maka kirimkan lah api yang membakar diriku didunia ini sebelum aku Engkau masukkan kedalam amuk api neraka-Mu diakhirat nanti.’
Lantaran do’a yang dipanjatkan pemuda itu, lalu Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah Saw, seraya berkata: ‘Ya Rasulullah, Allah menyampaikan salam buatmu’. Jawab Rasulullah Saw: ‘Dia Maha Selamat, dari-Nya keselamatan, dan kepada-Nya keselamatan akan kembali’. Malaikat Jibril selanjutnya berkata: ‘Ya Rasulullah, Allah SWT berfirman kepadamu: Adakah kamu yang menciptakan hamba hamba Ku?’ Jawab Rasulullah: ‘Dia yang menciptakan aku dan seluruh hamba’.
Malaikat Jibril berkata: ‘Ya Rasulullah, Allah SWT berfirman kepadamu: ‘Adakah kamu yang memberi rezeki kepadaku dan kepada mereka?’ Jawab Rasulullah: ‘Dia yang memberi rezeki kepadaku dan kepada mereka’. Malaikat Jibril berkata: ‘Ya Rasulullah, Allah SWT berfirman kepadamu: Adakah kamu yang menerima taubat mereka?’ Jawab Rasulullah: ‘Tidak, Dia yang menerima taubat umat manusia dan mengampuni segala kejelekan nya’.
Malaikat Jibril berkata: ‘Ya Rasulullah, Allah SWT berfirman kepadamu: ‘Aku mengutus seorang hamba menghadap kepadamu, setelah hamba itu mengemukakan dosa yang diperbuatnya, kamu merasa benci sekali terhadap dosa itu. Padahal itu baru satu perbuatan doasan saja. Terus bagaimana keadaan orang orang yang bersimbah dosa apabila nanti mereka datang menghadap kepadamu untuk meminta syafa’at? Maka ampunilah kesalahan (dosa) hamba-Ku itu’.
Maka Rasulullah Saw segera mengutus beberapa orang sahabat agar mencari (melacak) pemuda Yang pernah datang menghadap Rasulullah Saw itu. Setelah bertemu, mereka menyampaikan kabar gembira, bahwa dia telah mendapat ampunan dosa. Kemudian pemuda itu diajak menghadap Rasulullah Saw.
Ketika mereka menghadap, Rasulullah Saw sedang melaksanakan salat Maghrib. Dan mereka segera melaksanakan shalat, bermakmum kepada Rasulullah Saw. Setelah membaca surat Al Fatihah, Rasulullah Saw melanjutkan bacaannya dengan membaca surat at takatsur. Ketika melantunkan bacaan ayat:
Artinya: “Bermegah megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk kedalam kubur.” (QS. At takatsur 1-2).
Maka pemuda itu berteriak sangat keras. Setelah selesai melakukan salat, mereka menemukan pemuda itu terbujur kaku. Ternyata ia telah meninggalkan dunia fana, dengan siraman ampunan dan Rahmat Allah SWT. Dan kemudian Rasulullah Saw bersabda:
Artinya: “Apabila seorang pemuda yang bertaubat meninggal, maka Allah SWT mengangkat siksa perkuburan kaum muslimin selama empat puluh tahun karena kemuliaannya disisi Allah SWT”.
Bagi kawula muda, bertaubat merupakan amal yang sangat tinggi nilainya disisi Allah SWT. Sebab ditengah tengah kehidupannya yang diselimuti limbah dosa, mereka masih sadar untuk menegakkan kewajiban terhadap Tuhannya. Dan, itulah yang mengantar Allah SWT hingga berkenan mencurahkan anugrah serta kasih sayang kepada para pemuda.
Pada suatu ketika Sayyidina Umar bin Khattab berjalan jalan dilorong kota Madinah. Dia bertemu dengan seorang pemuda yang membawa sesuatu dibalik bajunya. Sayyidina Umar menanyakan kepada pemuda itu, apakah yang berada dibalik bajunya. Ternyata yang berada dibalik bajunya adalah minuman keras. Tapi, pemuda itu merasa malu untuk mengatakan yang sebenarnya.
Didalam hati, dia berkata: ‘Tuhanku, janganlah Engkau membuka rahasiaku. Dan janganlah Engkau mempermalukan diriku dihadapan Sayyidina Umar bin Khattab. Tutuplah semua itu. Dan aku berjanji, tidak akan minum minuman keras lagi selama lamanya’. Kemudian pemuda itu menjawab: ‘Ya Amiral Mukminin, aku membawa cuka.’
Lalu Sayyidina Umar bin Khattab Ra berkata: ‘Bukalah, hingga aku mengetahui apa sebenarnya yang berada dibalik bajumu’. Maka Umar menyaksikan, bahwa khamr (minuman keras) itu telah menjadi cuka yang nikmat dan segar.
Dari kisah nyata diatas dapat diambil i’tibar (contoh teladan) oleh setiap manusia, bahwa pemuda yang takut kepada Sayyidina Umar saja, Allah SWT berkenan menggantikan khamr menjadi cuka. Karena takut kepada Allah SWT.
Sudah barang tentu Allah SWT akan mengganti khamr kejahatannya dengan cuka ketaatan. Allah SWT akan memberikan ampunan dari segala kejahatan yang telah dilakukan. Hal ini bukanlah sesuatu yang aneh. Dan bukan pula hal yang menakjubkan. Sebab Allah SWT telah berfirman:
Artinya: “Kecuali orang orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shaleh. Maka mereka itu kejahatannya akan diganti Allah SWT dengan kebajikan. Dia adahal Allah SWT Maha Penganpun lagi Maha Penyayang. Dan orang yang bertaubat serta mengerjakan amal shaleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah SWT dengan taubat yang sebenar benarnya”. (QS. Al Furqan:70-71).

 

 

Disetiap saat, baik pagi maupun petang, umat manusia hendaknya selalu meneliti anggota lahir dan batin. Adakah anggota anggota itu telah melanggar hak hak Allah SWT ataukah terpelihara dari pelanggaran.
Adakah anggota itu telah melaksanakan perintah Allah SWT, seperti: menjaga mata dari sesuatu yang haram, menjaga lisan dari pembicaraan kotor, menjaga telinga dari mendengarkan sesuatu yang tidak berguna, menjaga hati dari penyakit tidak ikhlas dan sejenisnya, ataukah belum melaksanakan perintah-Nya.
Apabila mereka telah melihat, bahwa seluruh anggota telah menunaikan perintah Allah SWT dan taat kepada-Nya, maka hendaklah bersyukur. Dan jangan mempunyai anggapan, bahwa dirinya telah taat sepenuhnya kepada perintah-Nya.
Sebaliknya, apabila mengetahui bahwa dirinya masih bergumul dengan perilaku maksiat. Maka hendaknya segera menyesali diri dan memohon ampunan kepada-Nya. Sesudah itu lalu bersyukur, karena tidak ditakdirkan melakukan maksiat yang lebih banyak lagi, kecuali apa yang telah dilakukannya.
Dan wajib pula bersyukur kepada Allah SWT, karena anggota badan yang digunakan untuk melakukan maksiat tidak dirusak oleh Allah SWT dengan suatu penyakit. Misalnya luka, bisul bisul, kudis dan lain sebagainya. Sebab pada dasarnya anggota yang digunakan untuk melakukan kemaksiatan berhak untuk ditimpa petaka (siksa).
Hendaklah kita selalu bertaubat, benci terhadap kebendaan dan keduniaan karena mencontoh Allah SWT, sebab Allah SWT tidak pernah memandang kepada dunia sejak ia diciptakan, saking tidak suka kepadanya. Rasulullah Saw bersabda:
Artinya: “Cinta terhadap kebendaan dan kedudukan dunia dapat menumbuhkan sifat munafik didalam hati. Yakni sebagaimana air dapat menumbuhkan sayur mayur”.
Orang yang beribadah kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala perintah, tetapi dia masih juga mencintai kebendaan dan kedudukan dunia, dihari Mahsyar nanti kejelekannya akan diumumkan kepada seluruh makhluk. Yakni akan dikumandangkan pengumuman ‘Wahai umat manusia, ketahuilah! Bahwa orang ini adalah si anu.
Pada waktu didunia, dia cinta sekali terhadap kebendaan dan kedudukan dunia yang sangat dibenci Allah’. Mendengar pengumuman itu, maka dia merasa sangat malu. Hampir hampir daging wajahnya terkelupas. Demikian Sufyan Ats-tsauri memberikan keterangan.
Menurut Sufyan Ats tsuari, cinta terhadap kebendaan dan kedudukan duniawi yang tercela itu ialah yang melebihi kebutuhan syar’i. Sedang kalau hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidup (tidak berlebihan dan bermewah mewahan), menurutnya belum dikatakan cinta terhadap kebendaan dan keduniaan. Apalagi kalau dimaksudkan untuk meluruhkan kalimah Allah SWT, maka tidak termasuk kategori mencintai kebendaan dan keduniaan.
Abul Hasan Ali bin Muzayyin berkata: “Andaikata kalian menganggap suci seolseorang sampai sampai kalian anggap ia Shiddiq, Allah SWT tetap tidak akan peduli kepada seorang tersebut selama didalam hatinya masih ada perasaan cinta kepada dunia”.
Ditanyakan kepada Abul Hasan: ‘Apabila ada seseorang yang di dalam hatinya masih terdapat rasa ingin memiliki terhadap kebendaan, tetapi hal itu dimaksudkan untuk memberi nafkah kepada keluarga dan orang yang lazim diberi nafkah. Adakah yang demikian termasuk kategori mencintai kebendaan?’ Jawabnya: ‘Demu Allah, orang orang ahli tarikat (ahi ibadah) banyak yang rudak ibadahnya hanya dikarenakan didalam hatinya telah kemasukan rasa cinta terhadap kemewahan dunia.
Kemudian kemewahan dunia itu dibagi bagikan kepada orang orang yang rezekinya telah ditentukan Allah swt. Sedang kebendaan dan keduniaan yang telah masuk kedalam hatinya bisa menjadi penghalang yang memutuskan hubunga harmonis antara dirinya dengan Allah swt’. Dalam kaitan ini, Abul Hasan asy syadzali telah menegaskan:
Artinya: “Seorang murid (orang yang berhasrat mencapai kasih Allah SWT) tidak akan bisa meningkat kedudukannya sebelum benar benar dicintai Allah SWT, Allah tidak akan mencintainya, sehingga dia benci terhadap keduniaan, benci kepada orang orang yang cinta terhadap keduniaan, serta Zuhud terhadap kenikmatan dunia dan akhirat”.

 

Didalam keterangan lain Abul Hasan asy syadzali menegaskan pula:
Artinya: “Setiap murid (orang yang berhasrat mencapai kasih Allah SWT) yang masih cinta terhadap keduniaan, maka Allah SWT akan membencinya menurut kadar kecintaannya. Banyak atau sedikit”.
Menurut Abul Hasan asy syadzali, bagi seorang murid wajib membuang serta melepas segala kepentingan duniawi dari tangan dan hatinya pada awal permulaan dia memasuki tariqot. Apabila dia menerima pelajaran dari guru tarikat atau diambil janji kesanggupannya, padahal dia masih cenderung terhadap keduniaan dan kebendaan, maka dia harus kembali menjadi orang awam, dan harus dikeluarkan dari tarikat itu.
Sebab dasar minimal dari seseorang yang ingin bertarikat adalah Zuhud terhadap kebendaan dan keduniaan. Sedang orang yang tidak Zuhud terhadap kebendaan dan keduniaan, dia tidak akan dapat membangun sesuatu yang dapat mengantarkan dirinya kepada kepentingan akhirat.
Syaikh Abdul Qodir Al Jaelani telah menegaskan:
Artinya: “Barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya berzuhud terhadap keduniaan. Dan barangsiapa menghendaki keridhaan Allah SWT, maka wajib baginya berzuhud terhadap perkara akhirat.”
Sepanjang didalam hati seseorang masih terdapat rasa cinta terhadap berbagai macam kesenangan dunia dan berbagai kelezatan, seperti makan, pakaian, istri, pangkat kedudukan atau memperdalam satu cabang ilmu melebihi yang wajib, misalnya meriwayatkan hadist dengan cara kekinian, membaca Al Qur’an dengan qira’ah sab’ah.
Ilmu tata bahasa Arab, ilmu fiqih, dan ilmu berpidato, maka dia belum bisa dikategorikan orang yang cinta terhadap kehidupan akhirat. Orang yang demikian, masih termasuk dalam kriteria orang yang cinta terhadap kebendaan dan keduniaan serta masih memperturutkan kehendak hawa nafsu.
Abu Abdillah Al maghrabi memberikan keterangan:
Artinya: “Orang miskin yang hatinya kosong dari cinta dunia, sekalipun dia tidak melakukan sesuatu amalan yang mulia. Adapun lebih utama dari orang orang yang tekun beribadah tapi masih memikirkan kebendaan dan keduniaan. Bahkan amalan orang miskin tadi lebih utama daripada amalan sebesar gunung yang dilakukan oleh orang yang mencintai keduniaan.”
Abu mawahib asy syadzali memberikan keterangan:
Artinya: “Ibadah yang disertai rasa cinta terhadap keduniaan, hanyalah menyibukkan hati dan melelahkan anggota badan. Ibadah yang demikian ini meskipun kelihatannya banyak, tetapi kenyataannya adalah sedikit. Hanya orang yang melakukannya saja yang menganggap banyak. Padahal ibadahnya itu ibarat patung yang tak bernyawa. Atau ibarat bayangan tubuh yang sama sekali.”
Oleh sebab itu, banyak kita saksikan orang orang yang diliputi kebendaan dan keduniaan memperbanyak kuasa, shalat dan haji, tetapi cahaya Zuhud sama sekali tidak terpancar pada pribadi mereka, sehingga mereka tidak bisa merasakan kemanisan beribadah kepada Allah SWT. Hakikat Zuhud terhadap keduniaan ialah meninggalkan kecenderungan hati terhadap sesuatu yang merupakan kesenangan dunia.

 

Bukan mengosongkan tangan dari kebendaan. Sebab Rasulullah Saw yang mengemudikan syariat Islam tidak melarang umatnya berdagang, dan tidak melarang mendirikan perusahaan. Jadi, Zuhud berarti tidak meninggalkan keduniaan sama sekali. Tetapi mengambil bagian dari keduniaan sesuai kebutuhan. Yakni sekedar penunjang dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Mencari rezeki selagi penunjang ibadah kepada Allah SWT, merupakan perintah agama.
Baik dengan cara berdagang, mendirikan perusahaan, bertani dan lain sebagainya. Yang penting dapat mendatangkan hasil yang halal. Bahkan usaha yang demikian ini termasuk kategori amal yang mulia. Asalkan tidak melupakan berdzikir kepada Allah SWT. Yakni tetap melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Sebab didalam Al Qur’an Allah SWT telah menegaskan:
Artinya: “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebarkanlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT. Dan ingatlah Allah SWT banyak banyak, agar kamu beruntung.” (QS. Al jumu’ah:10)
Allah SWT memerintahkan kepada umat manusia, agar setelah selesai melaksanakan ibadah, segera bertebaran di bumi titik pergi bekerja untuk mendapatkan anugerah dari sisi Allah SWT, yang kemudian dapat dijadikan sebagai penunjang dalam beribadah. Sehingga dengan penunjang itulah mereka dapat memperbanyak dzikir kepada Allah SWT.
Di sisi lain, dari ayat di atas dapat dipahami, bahwa Islam tidak membenarkan pemeluknya hidup dalam kemelaratan titik meminta-minta kepada orang lain. Oleh sebab itu, mengambil kebendaan sesuai dengan kebutuhan (tidak berlebih-lebihan) adalah diperintahkan. Dan kekayaan yang paling utama dalam pandangan Islam adalah yang dihasilkan oleh tangan sendiri titik bahkan menggantungkan kepada uluran tangan orang lain.
Rasulullah SAW telah bersabda:
Artinya: “Tidak ada sesuatu makanan yang dimakan oleh seseorang yang lebih utama, daripada yang dihasilkan oleh tangannya sendiri titik Nabi Daud AS juga makan dari hasil tangannya (jerih payah) sendiri.” (HR. Bukhori).
Pada suatu ketika seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah SAW, menanyakan tentang pekerjaan yang paling utama maka Rasulullah SAW memberikan jawaban bahwa pekerjaan yang paling utama adalah yang dilaksanakan dengan tangan sendiri.
Bukan menggantungkan kepada belas kasih orang lain bahkan pada kesempatan lain Rasulullah SAW menegaskan bahwa mencari tali untuk mengikat kayu bakar kemudian menjualnya, adalah lebih baik daripada menantikan uluran tangan orang lain.
Hal mana memberikan pengertian bahwa dalam ajaran islam bekerja untuk mencari rezeki adalah diperintahkan titik asalkan tidak dimasukkan untuk menumpuk harta secara berlebihan. Yang demikian, berarti telah melakukan zuhud terhadap kebendaan dan keduniaan.
Ada dua orang yang kondisinya berlainan titik yang satu seorang lelaki yang hidupnya di disibukkan Oleh pekerjaan mencari kebendaan dan keduniaan. Menurut pandangan umumnya umat manusia, dia sangat mencintai kebendaan dan keduniaan.
Sedangkan dia di dalam mengejar kebendaan dan keduniaan dengan menghabiskan waktu itu dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan hidup dan pendidikan anaknya penunjang dalam berdzikir kepada Allah SWT. Menurut pandangan umum lelaki tersebut berlimpah harta kekayaan.
Di sisi lain ada seorang wanita yang hanya memiliki air persediaan wudhu di bejana. Dia tekun sekali beribadah kepada Allah SWT. Waktunya dihabiskan untuk mengabdi kepada Allah SWT, sehingga keadaannya Papa sekali titik tidak memiliki apa-apa kecuali air persediaan wudhu tersebut.
Satu ketika datang seseorang berwudhu di bejana milik perempuan tersebut. Melihat hal yang demikian perempuan tersebut berbisik dalam hati: ‘Kalau air itu habis, terus bagaimana aku akan berwudhu’ untuk melakukan salat Sunnah nanti malam?’

 

Ternyata setelah kedua orang itu meninggal, keadaannya sangat jauh berbeda. Lelaki yang kaya raya itu masuk surga lantaran zuhud terhadap kebendaan dan keduniaan, karena didalam hatinya tidak terlintas ingin bermewah-mewahan dan bahil, kecuali upayanya mencari harta semata-mata ditujukan untuk mencari Ridha Allah SWT.
Sedangkan wanita itu masuk neraka. Karena didalam hatinya Masih terlintas kecintaan terhadap kebendaan dan keduniaan. Yakni tidak ikhlas dikala air persediaan wudhunya dipakai orang lain. Berarti dia tidak zuhud terhadap keduniaan.
Para sahabat nabi dan para tabiin (generasi sesudah sahabat) banyak mengosongkan tangan dari kepentingan dunia, hidup sederhana agar orang-orang Awam (orang kebanyakan) yang terhalang pengelihatannya terhadap kedudukan para Kekasih Allah SWT mau mengikuti jejak dan perbuatan mereka. Tidak terlalu rakus terhadap kebendaan dan keduniaan. Maksud mereka adalah memberi pelajaran kepada orang-orang awam tentang arti zuhud terhadap kebendaan.
Oleh karena itu mereka melahirkan kebencian terhadap kebendaan dan keduniaan dengan mengosongkan tangan (hidup sederhana) dari kekayaan dunia, dan mereka melarang kepada orang-orang awam berlebih-lebihan di dalam mengambil bagian dari kebendaan. Sebab yang demikian itu hanya akan membuat mereka lupa dari berdzikir kepada Allah SWT.
Para sahabat dan tabiin merasa khawatir terhadap orang-orang awam terjerumus ke jurang kecintaan terhadap keduniaan, sehingga mereka akan berebut kebendaan, yang akhirnya akan menyesatkan mereka dari arti hidup yang sebenarnya. Yakni hidup yang diisi dengan dzikir dan beribadah kepada Allah SWT.
Bagi orang yang sempurna keimanan dan akalnya, tidak akan disibukkan oleh sesuatu perkara dunia dan akhirat kecuali berdzikir kepada Allah SWT. Berbeda sekali dengan orang yang dangkal iman dan akalnya. Mereka akan menyibukkan diri dalam menuntut kesenangan dan kemewahan dunia, lupa berdzikir kepada Allah SWT.
Sudah sewajarnya kita menghindar diri dari orang yang seharusnya beribadah dengan zuhud, tetapi mereka memperindah pakaian titik sekiranya keindahan pakaian itu menarik orang awam untuk bermegah-megahan.
Maka kita diperbolehkan mencegah para ahli ibadah mengenakan pakaian yang indah itu, atau menyuruhnya supaya menerangkan hal itu kepada para pengikutnya dengan mengenakan: ‘ janganlah kamu mengikuti aku memakai pakaian yang indah, berkali-kali melakukan nikah (poligami), dan memperindah kendaraan. Sebab yang demikian ini bagimu belum saatnya.’
Apabila seorang guru bermewah-mewahan dengan barang haram, maka tidak ada kewajiban taat kepadanya. Bahkan harus mengingkarinya. Namun kalau kemegahan yang digunakan itu dari barang halal, maka boleh mengatakan seperti apa yang telah diterangkan di atas.
Kadang-kadang guru tarekat yang seharusnya hidup dengan kezuhudan, tetapi bahkan memakai pakaian, kendaraan dan lainnya yang serba mewah. Yang demikian ini ini tidak diperbolehkan menegur perilaku itu, kecuali kalau dikawatirkan para murid-murid (pengikut-pengikut)nya mengikuti jejaknya tanpa mengetahui maksud yang sebenarnya.
Teguran terhadap guru tarekat tersebut harus dilakukan secara halus dan bijaksana agar dia mau menerangkan kepada murid-muridnya, bahwa mereka belum sampai pada tingkatan yang demikian. Mengambil bagian dari kebendaan sekedar mencukupi kebutuhan Dan tidak terlintas rasa kikir dalam hati untuk menyerahkan kepada orang yang berhak menerima serta tidak tenggelam dalam kesibukan memikirkan kebendaan tersebut.
Sehingga lupa kepada Allah SWT, adalah termasuk dalam kategori zuhud. Yang demikian berarti mengambil kemanfaatan yang menjadi bagiannya. Jadi zuhud bukan berarti benci sama sekali terhadap kebendaan, tetapi mengambilnya sesuai dengan kebutuhan dan tidak terlalu mendambakannya.
Suatu ketika, Saat malam mulai mengembang diselimuti kegelapan Baginda Rasulullah SAW kedatangan seorang tamu yang kelaparan. Kebetulan pada saat itu semua istri beliau dalam keadaan papa. Tidak memiliki persediaan makanan sama sekali untuk menjamu tamu titik Kemudian beliau menawarkan kepada para sahabat untuk menjamu tamu tersebut.
Maka berdirilah seorang sahabat Anshor menyanggupkan diri untuk memberikan jamuan kepada tamu tadi dan Rasulullah SAW mempersilahkan tamunya untuk mengikuti sahabat itu. Sesampai dirumah, sahabat Anshar menanyakan kepada istrinya, Apakah ada persiapan untuk menjamu tamu. Istrinya memberikan jawaban, bahwa tidak ada persediaan Kecuali buat anak-anaknya.
Sahabat Anshar memerintahkan kepada istrinya untuk membelai anak-anaknya agar tertidur, kemudian persediaan makanan itu dipersiapkan untuk menjamu tamu. Dan dan ia memerintahkan agar dikala tamu masuk, lampu dimatikan dan dia serta istrinya pura-pura ikut makan titik sandiwara ini berjalan lancar, hingga sang tamu Makan dengan kenyang.
Pagi harinya sahabat Anshar ini menceritakan kejadian semalam kepada Rasulullah SAW. Beliau SAW merasa kagum kemudian bersabda: ‘ Allah SWT merasa kagum terhadap perbuatanmu atas tamumu semalam.’
Keterangan hadits riwayat muslim yang bersumber dari Abi Hurairah di atas memberikan pengertian betapa sederhananya kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Mereka mengambil keduniaan hanya sekedar penunjang ibadat saja, tidak berlebih-lebihan.
Bahkan dalam keadaan sangat terpaksa masih juga Ikhlas menyedekahkan kebendaan itu kepada orang yang membutuhkannya. Tidak terlintas dalam benak hatinya kecintaan terhadap kebendaan tersebut.
Kemaksiatan yang mengantarkan kepada lupa berdzikir dan menjurus kepada cinta terhadap kebendaan dan keduniaan kebanyakan merupakan nikmat dan amanat Allah SWT yang harus dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya.
Karenanya kalau digunakan untuk melakukan kedurhakaan kepada Allah SWT berarti telah melakukan Puncak kekufuran. Sedang menyia-nyiakan amanat Allah SWT merupakan puncak penghianatan. Karena itu bagi setiap muslim wajib meneliti seluruh anggota badan baik yang lahir maupun yang batin.
Anggota badan kelak di Hari Kiamat akan berdiri sebagai saksi yang jujur dan mengadukan segala perbuatan yang dilakukan oleh pemiliknya sewaktu di dunia. Pada waktu persidangan Mahsyar. Di dalam persidangan itu tidak ada seorangpun yang berhak memberikan kesaksian tepat dan benar alasan yang dikemukakan.
Sebab mereka hadir pada waktu peristiwa itu terjadi sehingga pemiliknya tidak mampu mengemukakan argumentasi lagi titik untuk itu bagi setiap orang wajib memelihara anggota badan (lebih lebih anggota batin, seperti hati) dari perbuatan maksiat kepada Allah SWT yang telah menciptakannya.
Sebaiknya kenikmatan itu disyukuri dengan jalan melaksanakan perintah perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Memperbanyak zikir, mengesampingkan kebendaan dan keduniaan titik Apabila melakukan kemaksiatan segera bertaubat, memohon ampunan dan curahan Rahmat dari sisi-Nya.

 

 

Tidak benar seorang murid berkehendak untuk mencapai suatu kedudukan yang lebih tinggi tanpa meninggalkan perbuatan yang mubah (dibolehkan agama) , kemudian menggantinya dengan perkara sunnah atau dengan perkara yang lebih utama. Seharusnya ia menjauhi perkara mubah dan menyadari hal itu, seakan-akan memang larangan.
Melakukan perkara mubah, memang tidak dilarang agama titik seperti menghirup udara di pagi hari, berekreasi dan lainnya. Tapi, bagi seseorang yang menginginkan kedudukan tinggi di sisi Allah SWT waktu yang mubah itu lebih baik digunakan untuk melakukan amal sunnah, atau perkara yang lebih utama. Misalnya, digunakan untuk Tadarus AlQuran, salat Dhuha, bersilaturahmi dan amalan lain yang mengantar kepada Allah SWT.
Abu Ishaq Ibrahim Al matbuli menegaskan:
Artinya:” Tinggalkanlah perkara perkara mubah, Agar dapat mencapai tingkat kedudukan yang lebih tinggi.”
Ahli tarekat sepakat bahwa setiap orang yang menjalankan kemurahan kemurahan (rukshah) agama dengan meninggalkan hasrat yang lebih kuat, maka orang itu tidak akan menghasilkan sesuatu di dalam menelusuri jalan thoriqot. Maksudnya kedudukan yang telah dicapai tidak akan meningkat kepada tingkatan yang diatasnya lagi.
Ali Al khawas menerangkan:
Artinya:” Allah SWT tidak menjadikan perkara mubah (perkara yang bila dilakukan tidak ada sangsi dosa, dan juga tidak mendapatkan pahala) kecuali hanya untuk memberi kesempatan istirahat bagi anak turun Adam dari rasa lelah melakukan beban kewajiban titik sebab Allah SWT telah mengisi rasa bosan kedalam jiwa anak turun Adam dari menjalankan perintah agama.
Seandainya Allah SWT tidak mengisi rasa bosan didalam jiwa anak turun Adam, pasti Allah SWT tidak syariat kan hukum mubah kepada mereka sebagaimana para malaikat. Mereka tidak merasa bosan melakukan ibadah kepada Allah SWT selalu Bertasbih sepanjang siang dan malam tanpa henti hentinya.”
Perkara mubah disyariatkan Allah SWT semata-mata hanya untuk memberi kesempatan beristirahat bagi umat manusia agar tidak merasa bosan dalam menjalankan perintah Allah SWT yang rasa kebosanan itu tidak dimiliki oleh para malaikat.
Di sinilah perbedaan hakiki antara manusia dengan malaikat titik malaikat tidak memiliki hati yang dapat digunakan untuk berpikir dan tidak memiliki rasa bosan melakukan perintah Allah SWT sedangkan manusia memiliki hati yang bisa digunakan untuk berpikir (yang kadang kadang dipengaruhi oleh nafsu jahatnya) dan memiliki rasa bosan dalam melaksanakan perintah Allah SWT.
Tentang keadaan malaikat telah ditegaskan dalam firman Allah SWT:
Artinya:” dan Milik-Nya lah segala yang di langit dan di bumi dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya Dan Tiada pula merasa letih. Mereka selalu Bertasbih malam dan siang Tiada henti-hentinya.” (QS. Al Anbiya’ : 19-20)
Waktu istirahat bagi umat manusia sangatlah baik apabila digunakan untuk berdzikir kepada Allah SWT sebagai pengabdian dan syukur atas rahmat nikmat, serta anugerah yang telah diberikan. Bertiga setiap waktu juga diperintahkan oleh Allah SWT baik dalam kondisi dan situasi seperti apapun. Di dalam Alquran ditegaskan:
Artinya:” Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah Dengan menyebut nama Allah SWT, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi Rahmat kepadamu dan Malaikat-Nya memohonkan ampunan untukmu agar Dia mengeluarkan mu dari kegelapan cahaya yang terang dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS. Al Ahzab: 41-43)
Dalam ayat-Nya yang lain, Allah SWT berfirman:

 

Artinya:” maka apabila engkau telah menyelesaikan salat mu, Ingatlah Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk dan diwaktu berbaring.” (QS. An Nisa’ :103)
Sudah menjadi kebiasaan guru-guru thoriqot selalu mengerjakan yang kuat dengan meninggalkan perkara yang mudah dalam rangka mencari derajat kedudukan yang lebih tinggi disisi Allah SWT.
Oleh sebab itu mereka menuntut kepada murid-muridnya untuk menekan sesedikit mungkin melakukan perkara mubah dengan amalan sunah, maka dalam melakukan perkara mubah tersebut hendaknya disertai dengan niat yang baik titik misalnya makan dengan niat agar dalam beribadah mendapat kekuatan.
Berbincang-bincang dengan maksud (niat) beramah-tamah dengan sesama dan untuk menghilangkan kemasaman muka agar terjalin Persaudaraan yang lebih mesra. Dengan cara demikian maka makan dan berbincang-bincang yaitu mendapat pahala, sekalipun hal tersebut pada dasarnya Muba titik lantaran niat yang baik Itulah maka amalan tersebut menjadi amalan yang ada pahalanya di sisi Allah SWT.
Niat, merupakan faktor terpenting dalam segala perbuatan titik oleh karena itu para ulama menempatkan niat sebagai rukun yang pertama dalam segala perbuatan maupun ibadah titik perbuatan sehari-hari bisa mendapat pahala apabila disertai niat yang baik. Sebaliknya, ibadah dapat rusak (tidak mendapat pahala) lantaran rusaknya niat.
Misalnya ibadah salat yang disertai niat riya’ (pamer), maka salat itu sama sekali tidak ada pahalanya. Sayyidina Umar Bin Khattab Ra mendengar Rasulullah SAW bersabda:
Artinya:” Sesungguhnya setiap amal perbuatan harus disertai niat dan setiap sesuatu itu sangat tergantung pada niatnya. ” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ulama ahli tarekat menuntut kepada murid-muridnya agar tidak tidur kecuali benar-benar membutuhkan Tidur. tidak boleh makan kecuali benar-benar lapar, Tidak boleh berbincang-bincang kecuali sangat mendesak, tidak boleh bergaul dengan masyarakat kecuali memang keadaan memaksa. Hal mana dikarenakan para guru tarekat menghendaki agar murid-muridnya mendapat pahala sempurna dalam segala perilaku.
Sebagaimana mereka mendapat pahala melakukan kewajiban titik jadi murid itu baru diperbolehkan makan apabila makan tersebut telah diwajibkan kepadanya. Maksudnya Makan itu menjadi wajib lantaran kalau tidak makan nyawa melayang. Dalam keadaan yang kritis seperti ini makan telah menjadi kewajiban baginya. Demikian juga berbicara, dibolehkan dalam keadaan memaksa.
Seandainya turun dari tingkatan itu, maka jangan sampai lebih rendah dari tingkatan sunnah. Maksudnya murid diperbolehkan makan maupun berbicara kalau kondisi makan dan berbicara itu telah disunnahkan. Setelah dalam kondisi dia disunahkan makan maupun berbicara, barulah melakukannya.
Para guru tarekat menuntut murid-muridnya jangan sampai melupakan berzikir kepada Allah SWT, mimpi keluar sperma atau menjulurkan kaki pada waktu siang maupun malam kecuali dalam keadaan yang memaksa. Demikian pula Hasrat Hati yang tidak baik apabila belum dilaksanakan hendaklah dibatalkan.
Makan sesuatu yang disenangi oleh syahwat, menurut guru tarekat juga dilarang, sekalipun hal itu dibolehkan oleh ajaran agama Titiek sebab hal-hal yang demikian itu dapat menjadi penghalang untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi lagi dalam ber makrifah kepada Allah SWT.
Di dalam Kitab Zabur, Allah SWT telah berfirman kepada Nabi Daud AS:
Artinya: “wahai Dawud, berilah peringatan kaummu dari makan sesuatu yang disenangi. Sesungguhnya hati orang yang suka makan sesuatu yang disenangi (digemari) oleh hawa nafsu akan terhalang bermakrifat kepada-Ku.”
Makan sesuatu yang menjadi kehendak syahwat (nafsu) itu merupakan akhlak yang rendah dalam pandangan Allah SWT yang hal itu tidak akan bisa menolak kemungkaran-Nya. Sekiranya bisa menolak, tentu tidak ada larangan.
Selanjutnya Ali Khawwash memberikan keterangan:
Artinya:” seorang murid tidak akan mencapai tingkatan Sidiq (benar), sehingga dia mau menambah dalam mengagungkan perintah Allah SWT serta menjauhi larangan-Nya. Dia mengerjakan perkara sunnah seakan-akan melaksanakan barang wajib dan menjauhi barang makruh (dibenci) sebagaimana menjauhi barang haram serta menjauhi barang haram sebagaimana menjauhi kekufuran.”
Seorang murid seharusnya berniat yang baik dalam melakukan perkara mubah agar mendapat pahala dari sisi Allah SWT. Oleh karena yang demikian, maka dikala dia qailulah (tidur siang sebentar) hendaklah berniat untuk memperkuat melakukan sholat malam, makan sesuatu yang diinginkan dengan niat untuk mengobati kehendak nafsu agar tidak selalu mengajak lari dari beribadah kepada Allah SWT.
Sebab nafsu setiap saat dalam hati umat manusia dengan mengucapkan:”Jadilah kamu seorang yang dapat memenuhi sebagian kehendakku. Kalau tidak, tentu akan aku kalahkan dirimu.” Memakai pakaian yang indah bagi seorang murid hendaknya disertai niat melahirkan nikmat Allah SWT, bukan hanya memperturutkan kehendak nafsu. Demikian pula di kala makan atau minum lebih dari kebiasaan hendaklah disertai niat mensyukuri nikmat allah yang telah diberikan kepada anggota badan.
Abul Hasan Asy Syadzali pada suatu ketika pernah berkata kepada murid-muridnya: Makanlah kamu dari sebaik-baik makanan. Minumlah dari minuman yang paling segar. Tidurlah di atas kasur yang empuk, dan berpakaian lah dengan sebaik-baik pakaian. Apabila salah seorang diantara kamu melakukan hal itu, Dan kemudian bersyukur dengan membaca alhamdulillah maka seluruh anggota badan ikut pula bersyukur kepada Allah SWT.
Berbeda sekali dengan orang yang memakan makanan yang tidak enak, minum-minuman yang kurang segar, memakai pakaian yang kasar, tidur di lantai kemudian mengucapkan Alhamdulillah yang dikala mengucapkannya disertai hati yang menggerutu dan terdapat kebencian terhadap Allah SWT. Seandainya ia bersedia melihat dengan mata hati.
Pasti dia akan menemukan bahwa menggerutu dan membenci Allah SWT yang dilakukan itu rasanya lebih besar daripada orang yang bersenang-senang dengan kebendaan dan kemewahan dunia. Sebab orang-orang yang bersenang-senang dengan kebendaan sebagaimana diatas Masih pada batas yang dibolehkan oleh Allah SWT. Padahal barangsiapa yang di dalam hatinya terdapat perasaan menggerutu dan benci terhadap ketentuan Allah SWT, maka dia benar-benar telah melakukan suatu perkara yang diharamkan Allah SWT.

 

 

Pamer (riya’) adalah racun yang dapat membunuh semangat dan melebur ibadah. Pamer adalah melakukan suatu amal ibadah atau amal kebaikan yang diperlihatkan oleh agama (islam) dengan maksud untuk mendapatkan pujian dari sesama, yang hal itu hukumnya haram. Oleh Rasulullah SAW pamer dinamakan syirik kecil yang tersembunyi.
Debat seharusnya ibadah atau amal kebaikan itu semata-mata ditujukan kepada keridhoan Allah SWT, bukan karena yang lain. Sekiranya ada orang yang melakukan ibadah dengan maksud mendapatkan pujian dari sesama, berarti dia telah menyekutukan Allah SWT dengan manusia. Rasulullah SAW dengan tegas bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya sesuatu yang sangat aku hawatir kan atas dirimu ialah Syirik kecil, yaitu riya’ (pamer).” (HR. Ahmad)
Orang yang masih lemah beribadah kemudian membiasakan bangun malam untuk melakukan ibadah sunah, lantaran dia beranggapan bahwa dengan bangun malam itu ia akan mendapatkan kedudukan yang tinggi di kalangan masyarakat maka yang seperti itu masih bercampur dengan sifat pamer.
Sebab Seandainya dia tidak mempunyai anggapan yang seperti itu dia tidak akan melakukan bangun malam untuk beribadah sunah. Kehalusan pamer sehingga si pelaku tidak merasa, adalah menganggap manis dalam beribadah. Yang demikian itu harus dihindari, sebagaimana Imam Ibrahim Al matbuly memerintahkan:
Artinya: “Hindarilah kehalusan riya’ (pamer), karena dikuatirkan hilangnya pahala amal dan gelapnya hati. “
Orang-orang yang sudah sampai pada tingkatan makrifah bersepakat, bahwa sebagian dari tanda-tanda pamer ialah menganggap manis dalam mengerjakan Ibadah. Sebab nafsu manusia itu pada umumnya tidak mau menganggap manis dalam beribadah agama kecuali kalau ibadah itu cocok dengan kehendak nafsu itu.
Sekiranya ibadah itu tidak ada hubungannya dengan kehendak nafsunya, tentu akan merasa berat untuk melakukan ibadah tersebut titik adapun tanda-tanda pamer yang lain ialah melakukan ibadah maupun amal kebajikan karena mencari keridhaan Allah SWT dan karena sesuatu yang lain.
Abdul Qadir Ad-Dasythawi menegaskan:
Artinya: ” wajib bagimu memurnikan maksud tujuan semata-mata hanya karena Allah SWT dan jangan menganggap ringan masalah ini dan engkau rela bercampurnya amal dengan hawa nafsumu, maka engkau akan binasa.”
Hal yang mendorong seseorang rajin melakukan ibadah kepada Allah SWT ada dua perkara: kepentingan terhadap dunia yang fana dan kepentingan terhadap ukhrawi yang abadi. Bagi orang yang baru saja melakukan ibadah menjaga diri dari pamer yang terselubung dalam kedua pendorong ibadah itu sangat sulit. Sebab pamer itu sendiri sangat rahasia sekali bagi mereka sehingga sulit sekali menghindarinya.
Berbeda dengan pamer Yang benar-benar pamer, yaitu pamer dihadapan sesama makhluk, Maka hal itu mudah untuk dipahami, di angan-angan kemudian dihindari. Apa yang dikemukakan di atas memang benar, karena hampir setiap orang apabila melakukan ibadah pasti tidak terlepas dari dua pendorong tersebut.
Sebagai misal melakukan ibadah sunnah salat Dhuha salat Dhuha itu adalah ibadah yang harus dilakukan semata-mata mencari keridhaan Allah SWT tetapi untuk memurnikan niat hanya karena Allah SWT semata di kala salat Duha sangat sulit sekali. Biasanya dibarengi dengan niat yang berkaitan dengan duniawi misalnya agar mendapat rezeki yang mudah dan lancar.
Kalau sudah demikian, berarti orang yang melakukan ibadah salat duha itu telah didorong oleh keduniaan yang fana dan ukhrawi yang abadi titik Dengan demikian niat melakukan salat duha semata-mata karena Allah SWT berarti belum tercapai: pendorong inilah yang merupakan jalan bagi sifat pamer yakni paling sukar dihindari oleh orang awam (Kebanyakan orang).
Abdul Qadir Ad-Dasythawi menerangkan, bahwa apabila pendorong (motivasi) ibadah yang bersifat ukhrawi dapat mengalahkan kepentingan duniawi, maka berarti ibadah itu semata-mata karena ukhrawi (karena Allah SWT semata.)
Perlu diketahui bahwa ibadah yang didorong oleh kepentingan duniawi dan ukhrawi itu sudah termasuk kategori ibadah yang cukup baik bagi orang daripada yang hanya didorong oleh duniawi. Sedang bagi mereka yang sudah sampai pada jalan tarikat ulama yang mengamalkan ilmunya tidak dimaafkan apabila dalam beribadah didorong oleh kepentingan duniawi dan ukhrawi.
Seharusnya amal ibadah yang dilakukan semata-mata hanya karena mencari keridhaan Allah SWT tidak karena yang lain titik Jadi ibadah itu dilakukan tidak karena didorong oleh duniawi maupun ukhrawi, sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Alquran:
Artinya: ” Padahal mereka tidak disuruh kecuali agar menyembah Allah SWT dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam menjalankan agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus. ” (QS. Al-Bayyinah:5)
Apabila ada seseorang mempunyai hajat kebutuhan kepada pembesar, yang besar itu melakukan salat di barisan yang paling depan, dengan sungguh-sungguh agar berhasil Apa yang diharapkan dari sisi pembesar itu, maka yang demikian ini berarti ibadahnya dipengaruhi (didorong) oleh kepentingan duniawi dan ukhrawi.
Dia melakukan ibadah dengan sungguh-sungguh, tetapi maksud yang terkandung dalam hati agar berhasil memperoleh sesuatu yang diharapkan dari pembesar itu. Berarti yang dimiliki ini ibadahnya bukan karena melaksanakan kewajiban, tetapi karena maksud duniawi. Begitu pula ibadah yang dimaksudkan agar dekat kepada Allah SWT.
Ibadah ini sama halnya dengan amal perbuatan yang dimintakan umi imbalan upah. Yang demikian ini juga sudah termasuk kategori riya’ dalam ibadah. Oleh sebab itu para ulama menegaskan koma bawa penyakit ibadah yang paling sugar dirasakan oleh seseorang adalah riya’.
Kadang-kadang orang yang beribadah dengan tekun, sedang dalam hatinya berkeinginan untuk dekat kepada allah swt. Padahal yang demikian itu tidak diperbolehkan. Jika ada itu seharusnya dilakukan semata-mata mengikuti perintah allah swt dan memenuhi kewajiban yang menjadi hakNya, bukan karena mengharapkan sesuatu, naik yang berbentuk duniawi maupun ukhrawi.
Seseorang yang mengaku dirinya sudah menduduki tingkatan ibadah yang tinggi, padahal sebenarnya dia belum mencapai pada tingkatan itu, atau sudah tercapai tingkatan itu tetapi belum diizinkan melahirkan maqam (tingkatan)nya itu, adalah termasuk orang yang dalam ibadahnya didorong oleh kepentingan duniawi dan ukhrawi. Orang yang mengaku seperti itu kena akan mendapatkan siksaan dari sisi Allah SWT.
Disamping dia tidak akan dapat mencapai tingkatan ibadah yang sudah dikatakan kepada orang lain tersebut. Sedemikian pula orang yang merasa bangga apabila ahmad ibadahnya diketahui orang lain. Inipun dilarang pula oleh agama, bahkan menjadi tabir penghalang bagi dirinya dalam mencapai tingkatan ma’rifah kepada Allah swt. Abul Hasan As-Syadzali telah menegaskan:
Artinya: ” sebagian dari perkara yang paling berbahaya bagi para murid ialah memperbanyak amal shaleh dengan maksud agar mendapat pujian. Padahal apa yang dilakukannya itu bukan menambah kebajikan amal salehnya, melainkan menjauhkan dirinya dari rahmat Allah swt dan bahkan mengundang murka dari sisiNya.”
Perkara yang sangat berbahaya itu oleh kebanyakan para murid tidak diketahui karena terlalu halus. Karena itulah ulama mewajibkan kepada murid agar merahasiakan amalnya menurut kemampuan yang ada. Sehingga dia kuat dan siap melakukan ibadah secara ikhlas, tidak hanya karena terdorong oleh duniawi dan ukhrawi tetapi semata-mata hanya mencari keridhoan Allah swt.
Terkadang ada murid yang melakukan suatu amal kebajikan yang menyebabkan dirinya mendapat pujian dari masyarakat, padahal dia tidak bermaksud dengan demikian. Tetapi dia mengira bahwa dirinya orang yang ikhlas dalam beramal, maka yang demikian itu berarti dia telah melakukan amalan yang disertai pamer. Sebagai misal seorang murid diberi sesuatu oleh orang lain kemudian dia menolaknya dengan maksud menjaga diri, yang demikian dia dipuji oleh masyarakat.

 

Tetapi pujian dari masyarakat itu diperhatikannya. Maka amal yang seperti itu kembali menjadi amalan riya’, sekalipun dia pada awal mulanya tidak bermaksud begitu. Sebagian dari pamer yang sangat halus sekali (yang sulit dijaga oleh seorang murid) ialah meninggalkan suatu perkara karena manusia dalam hal ini Fudhail bin ‘Iyadh menegaskan:
Artinya: ” meninggalkan suatu amal Karena manusia adalah termasuk pamer melakukan suatu amalan Karena manusia itu adalah Syirik. Sedangkan keikhlasan ialah apabila engkau terhindar dari 2 perkara tersebut.”
Menurut keterangan ini berarti orang yang bermaksud melakukan amal ibadah kemudian diurungkan karena khawatir dikatakan orang dia riya’ , maka yang demikian itu termasuk pamer. Sebab Dia meninggalkan ibadah Karena manusia titik adapun kalau dia meninggalkan ibadah tersebut adalah untuk dilaksanakan di tempat yang sepi agar tidak dilihat orang lain, maka yang demikian itu sangat disunahkan.
Kecuali kalau ibadah wajib, atau kalau dia termasuk orang yang diteladani oleh orang banyak(misalnya ulama’) , maka melakukan ibadah secara terang-terangan adalah lebih utama daripada melakukan ibadah di tempat yang sepi.
Menceritakan amal sholeh yang dilakukan pada masa silam dan tidak ada seorangpun yang mengetahuinya, kecuali karena ada maksud yang dianjurkan oleh agama juga termasuk dalam kategori amal riya’. Menceritakan amal kebajikan dengan tanpa maksud yang dianjurkan oleh agama, dapat mengembalikan amal baik itu kepada amal riya’ (pamer) dikala melakukannya. Syaikh Ali Al Khawwash berpesan kepada murid-muridnya, agar jangan menuturkan kepada orang lain amal sholeh yang dilakukan di. Sebab yang demikian dapat membatalkan pahala ibadah sebagaimana pamer dapat merusak pahala ibadah. Yang demikian adalah sesuai dengan ajaran Hadis Rasulullah SAW. Akan tetapi menuturkan amal kebajikan yang telah dilakukan, masih ada obatnya.
Yakni harus menyesal dan bertaubat dengan sungguh-sungguh serta berjanji tidak akan memamerkan lagi amal kebajikan yang telah dilakukan kepada orang lain. Sebab bertaubat yang sungguh-sungguh dapat melebur seluruh kesalahan Apabila seseorang bertaubat dengan sungguh-sungguh, maka amal yang telah dilakukan akan kembali menjadi amal yang diterima di sisi Allah SWT. Yakni dinilai sebagai amal yang disertai keikhlasan.
Orang yang dikisahkan oleh Ali Al khawas di atas, adalah ibarat seseorang yang sehat badan kemudian terserang penyakit yang mengganggu kesehatannya. Dia kemudian mencari obat yang cocok, sehingga kemudian Allah SWT menghilangkan penyakitnya. Dan lalu badannya sehat seperti sedia kala. Dapat ditarik pengertian, bahwa menuturkan amal kebajikan yang telah dilakukan sekalipun dapat merusak pahala ibadah, namun masih ada obatnya.
Amal itu dapat dikembalikan seperti sedia kala titik yakni tetap mendapat pahala, sekiranya dia mau bertaubat. Berbeda dengan pamer. Sebab pamer dapat merusak amal sampai ke akar-akarnya. Menghentikan senda gurau di kala ada orang masuk, padahal senda gurau itu sendiri masih dalam batas yang dibolehkan agama, adalah termasuk dalam kategori pameran yang sangat rahasia.
Fudhail bin ‘Iyadh menegaskan:
Artinya: ” sekiranya di katakan kepadaku bahwa Amirul Mukminin akan menemuimu sekarang, kemudian aku merapikan jenggot ku dengan kedua belah tangan, maka aku benar-benar merasa khawatir kalau dicatat dalam kategori orang-orang munafik. “
Bersenda gurau yang masih dalam batas dibolehkan oleh agama tidak perlu dihentikan hanya karena masuknya seseorang yang disegani, kecuali karena ada niat yang lebih baik. Sebab terbongkarnya rahasia di hadapan orang yang disegani adalah lebih baik daripada melakukan perbuatan munafik.
Menambah kekhusyuan dan menundukkan kepala karena kehadiran seseorang yang disegani adalah Termasuk amal pamer yang sangat rahasia pula. Ali Al khawas juga telah menegaskan:
Artinya: “apabila ada seorang pembesar masuk menemui seseorang diantara kamu, sedang tangannya memegang tasbih yang digunakan untuk berdzikir, maka hendaklah tasbih itu dilepasnya dari tangannya, kecuali dengan niat yang baik.
Dan hendaklah berhati-hati, jangan sampai ketika ia sedang duduk sambil tertawa terbahak-bahak dan lupa kepada Allah SWT, kemudian Ia lalu mengambil tasbih saya berzikir dengannya, kecuali bila hal itu dilakukan dengan niat yang baik, agar dia tidak terjatuh ke dalam perbuatan riya’ yang akan memusnahkan semua amal kebajikan.”
Keikhlasan dalam beramal bagi seorang murid sangat dituntut titik untuk itu dibutuhkan sifat hati-hati penuh kesungguhan dan perhitungan dalam segala tindak titik semua ibadah yang dilakukan hendaklah semata-mata hanya menjalankan perintah Allah SWT. Bukan karena yang lain.
Kalau dalam amal ibadah masih ada motivasi kepentingan duniawi maupun ukhrawi, maka berarti amal itu masih bercampur dengan riya’. Dan masalah riya’ dapat diterangkan sebagai berikut:
1. Pamer khusus
Iyalah dalam beribadah bermaksud untuk mendapatkan keuntungan duniawi saja, tanpa mengharapkan keuntungan ukhrawi di pamer yang seperti ini tidak akan terjadi pada orang yang Ma’rifat. Tetapi mungkin akan terjadi pada mereka, apabila sedang dalam keadaan lengah dari berdzikir kepada Allah SWT.
2. Pamer campuran
Iyalah dalam beribadah bermaksud untuk mendapatkan keuntungan duniawi dan ukhrawi titik disamping mengharapkan pahala di sisi Allah SWT juga mengharapkan sesuatu yang bisa dinikmati di dunia D pamer yang demikian ini akan menghilangkan seperempat pahala ibadah.
Dan doanya sulit untuk dikabulkan Allah SWT. Menurut keterangan yang lebih Shahih tidak perlu diperiksa Apakah seperempat amal atau berapa pahala yang hilang titik tapi, yang jelas mengurangi pahala amal ibadah itu sendiri.
Perbuatan Riya harus diberantas dari hati setiap murid. Caranya adalah dengan mengiklaskan amal ibadah serta mengusahakan agar ibadah tersebut dapat dihapuskan sebagai pengabdian kepada Allah SWT. Sehubungan dengan itu para ulama berpendapat bahwa amal yang dilakukan umat manusia dapat digolongkan menjadi tiga golongan.
1. Ada satu bagian dimana terdapat dua keikhlasan secara bersama-sama titik yakni ikhlas beribadah kepada Allah SWT dan ikhlas memohon pahala di akhirat. Ini adalah ibadah lahir yang asli.
2. Ada 1 bagian yang sama sekali tidak ada tempat keikhlasan yang diketahui titik yakni ibadah batin yang hanya Allah SWT sendirilah yang mengetahui masalah ini, Baik pamer maupun tidaknya.
3. Ada satu bagian lagi, ialah ikhlas mengharapkan sebagian pahala akhirat. Yakni mengikhlaskan perbuatan mubah. Adapun cara mengiklaskan perbuatan mubah, seperti makan, minum dan lainnya, agar mendapat pahala di sisi Allah SWT ialah dengan jalan mengikhlaskan diri untuk melakukan ibadah, yang ibadah itu semata-mata karena Allah SWT. Dengan demikian amal yang mubah itu akan mendapat pahala dari sisi Allah SWT.

 

 

Seseorang yang ingin mencapai tingkatan yang tinggi disisi Allah SWT harus menjauhkan diri dari segala perbuatan yang merugikan pihak lain, baik yang berupa menyakiti hati maupun menyakiti badan orang lain. Di sisi lain, wajib pula menjaga makanan sehari-hari, jangan sampai memakan barang-barang haram.
Bahkan barang syubhat pun harus dihindari titik Sebab barang haram dan barang syubhat hanya akan menjadi penghalang bagi seseorang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Demikian juga berbuat zalim terhadap sesama, harus benar-benar dihindari titik Dalam hal ini, Imam Sahal telah menegaskan:
Artinya: “sesungguhnya umat manusia bisa terhalang kehendaknya untuk mencapai kedudukan tinggi di sisi Allah SWT dan penglihatannya kepada Allah malaikat, karena 2 perkara titik yakni jelek makanannya dan suka menyakiti hati orang lain. “
Menyakiti orang lain adalah racun yang dapat membunuh segala aktivitas seseorang. Karenanya seseorang tidak akan mendapat dukungan dari orang lain, sehingga dalam mewujudkan sarana dan prasarana beribadah pun akan terasa sulit.
Dan pada akhirnya ibadah itu sendiri terhalang titik untuk itu, perlu dihindari oleh setiap orang yang berkeinginan mencapai tingkatan makrifat kepada Allah SWT. Rasulullah SAW telah menegaskan:
Artinya: ” cukup kejelekan seseorang apabila meremehkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap Muslim lainnya adalah haram darah, harta dan kehormatannya. “
Islam memerintahkan agar antara sesama muslim saling menghormati titik sebab pada dasarnya mereka adalah Serumpun. 1 saudara. Apabila diantara mereka ada yang bersengketa, maka hendaklah segera didamaikan. Allah SWT telah berfirman:
Artinya: “sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara titik karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah SWT agar engkau mendapat rahmat.” (QS. Al hujurat:10).
Abu ya’la Ra meriwayatkan sebuah hadits, bahwa Rasulullah SAW telah menggariskan pokok-pokok dasar untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Yakni ada 7 perkara:
1. Berpegang teguh kepada kitab Allah SWT.
Segala perilaku dan amalan yang dilakukan harus sesuai dengan apa yang ditentukan oleh Alquran, hal mana sesuai dengan ketegasan firman Allah SWT:
Artinya: “sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh, bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. ” (QS. Al isro’ :9).
Orang yang menaati segala peraturan yang terdapat dalam Alquran, berarti dia termasuk orang yang mendapat petunjuk dari sisi Allah SWT. Dan baginya tersedia pahala yang besar. Artinya, Dia mempunyai kedudukan yang tinggi disisi Allah SWT.
2. Mengikuti perilaku Rasulullah SAW.
Segala perilaku dan amalan harus sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW cukup untuk dijadikan sebagai teladan titik di dalam Alquran Allah SWT telah berfirman:
Artinya:”Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah SAW itu suri teladan yang baik bagi mu titik yakni bagi orang yang mengharapkan rahmat Allah SWT dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah SWT.” (Qs. Al ahzab:21).
Teladan dari Rasulullah SAW merupakan teladan yang Tidak diragukan lagi kebenarannya, sehingga setiap orang yang berkeinginan mencapai tingkatan yang tinggi disisi Allah SWT maka wajib mengikuti serta melaksanakan contoh teladan yang telah diberikan Rasulullah SAW.
3. Makan barang halal.
Mencari rezeki yang halal adalah wajib bagi setiap muslim untuk mendapatkan makanan yang halal wajib memilih usaha yang baik. Yakni mencari rezeki dari sumber yang halal. Di dalam hadis yang bersumber dari Sayyidina Abu Bakar ditegaskan:
Artinya: “tidak akan masuk surga tubuh yang dibesarkan (diberi makan) dengan barang haram.” (HR. Abu ya’la)
Allah SWT melarang pula mencari rezeki dengan jalan yang haram. Di dalam Alquran ditegaskan:
Artinya: “Dan janganlah sebagian dari kamu memakan harta sebagian yang lain Di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui. ” (QS. Al Baqarah :188).
Makan barang haram hanya akan menjadi hijab bagi orang yang menginginkan kedudukan tinggi disisi Allah SWT. Oleh sebab itu bagi seorang murid wajib menjaga diri dari hal tersebut agar dirinya benar-benar dapat mencapai tingkatan yang diharapkan.
4. Menjauhi perilaku maksiat.
Maksiat adalah suatu perbuatan yang dilarang agama. Lebih-lebih maksiat hati titik maksiat hati yang didalamnya termasuk pamer dengki, maksud dan sejenisnya. Adalah maksiat batin yang sulit untuk dirasa dengan panca indra. Perbuatan maksiat, di samping menjadi penghalang bagi orang yang ingin bermakrifat kepada Allah SWT juga dapat menghapuskan amal kebajikan yang telah dilakukan.
Untuk itu, harus dijauhi oleh setiap orang yang berkeinginan mencapai tingkat makrifat kepada Allah SWT. Karena itulah hawa nafsu yang mengajak ke arah maksiat harus diberantas. Rasulullah SAW telah menegaskan:
Artinya: “orang yang berhijrah ialah orang yang meninggalkan segala kejahatan dan orang yang berjihad ialah orang yang berjuang memerangi hawa nafsu.”
5. Bertaubat.
Maksudnya ialah bertaubat dari segala dosa dan maksiat yang pernah diperbuat titik orang yang bertaubat dari dosa, ibarat orang yang tidak berdosa. Yakni lantaran dosa-dosa yang telah diperbuat mendapat ampunan dari Allah SWT yang maha pengampun titik ampunan itu adalah semata-mata anugerah dari Allah SWT yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang berdosa. Rasulullah SAW telah bersabda:
Artinya: “semua anak Adam (umat manusia) banyak berbuat dosa. Dan sebaik-baik orang yang berdosa ialah yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi).
6. Melaksanakan kewajiban.
Setiap murid wajib untuk melaksanakan segala kewajiban baik yang berkaitan dengan ibadah maupun dalam pergaulan di tengah masyarakat titik kedua hal tersebut akan mengantar ke arah kemuliaan lahir batin. Orang yang tidak mau berpegang pada tali Allah SWT dan tali dari sesama, akan menjadi hina. Di dalam Alquran telah ditegaskan:
Artinya: “mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada di titik kecuali jika mereka berpegang pada tali (agama) Allah SWT dan tali (perjanjian) dengan manusia.” (QS. Ali Imron : 112).

 

Allah SWT telah menegaskan tentang kewajiban melaksanakan kewajiban terhadap Nya serta kewajiban terhadap sesama. Didalam Al-Qur’an telah ditegaskan:
Artinya: “sembahlah Allah SWT dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua karib-kerabat anak-anak yatim orang-orang miskin tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, Ibnu Sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. ” (QS. An Nisa:36).
7. Berbuat baik terhadap sesama.
Setiap murid wajib berbuat baik dan menghormati terhadap sesama. Harus bisa menguasai diri dari menyakiti hati serta badan mereka. Sebagian dari menyakiti hati orang lain ialah berburuk sangka.
Sebab prasangka buruk itu merupakan racun yang dapat membunuh. Hal ini tidak banyak diketahui orang. Lebih-lebih berburuk sangka terhadap ulama, para Kekasih Allah SWT dan Alquran. Baginda Rasulullah SAW telah bersabda:
Artinya: “hindarilah olehmu berprasangka buruk. Sebab prasangka itu sejelek-jelek omongan dusta.” (HR. Bukhori ).
Penghinaan terhadap orang lain akan membawa dampak negatif yang besar sekali. Di samping itu, orang yang dihina belum tentu hina. Untuk itu bagi setiap murid harus bisa menjaga diri dari perbuatan zalim terhadap orang lain dalam bentuk apapun. Di dalam Alquran Allah SWT telah berfirman:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain. Karena boleh jadi mereka yang diolok kan lebih baik daripada mereka yang mengolok-olok kan, dan tidak pula wanita-wanita dari wanita-wanita lain, karena boleh jadi wanita-wanita yang diolok-olok kan akan lebih baik dari wanita-wanita yang memperolok-olokkan. Dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk buruk panggilan ialah gelar yang buruk sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain.
Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya dan bertakwalah kepada Allah SWT Sesungguhnya Allah SWT Maha Penerima Taubat lagi maha penyayang. “(QS. Hujurat: 11-12).
Sayyid Ali bin Wafa berpesan kepada murid-muridnya: wahai murid-muridku, selamatkanlah dirimu. Jangan sampai terjerumus kelembah pelanggaran terhadap hak sesama. Lebih-lebih dengan orang yang( semasa) dengan gurumu. Sebab darah daging para Kekasih Allah SWT itu ibarat racun yang mematikan.
Sekalipun mereka tidak akan mengadakan pembalasan terhadap perbuatanmu, namun kamu akan menerima akibatnya. Hindarilah olehmu menggunjing orang. Jangan sampai engkau anggap enteng sekalipun pergunjingan itu tidak sampai di dengar Orang yang kamu gunjing. Bahkan kamu harus merasa lebih takut kalau-kalau apa yang kamu pergunjingan itu didengar oleh orang yang digunting.
Yang demikian akan menimbulkan fitnah and yang besar. Di sisi lain, orang yang kamu gunjing itu akan selalu mendapatkan pertolongan dari Allah SWT. ” bagi setiap murid yang menginginkan kedudukan tinggi di sisi Allah SWT, bahkan mengharapkan sampai pada tingkat ma’rifah, maka wajib untuk bersifat kasih sayang terhadap sesama manusia. Membuat kerugian terhadap orang lain.
Sebab orang yang tidak memiliki belas kasihan terhadap sesama, tidak akan di belas kasihan oleh Allah SWT. Orang yang tawadhu, merendahkan diri dan kasih sayang terhadap sesama, menunaikan hak kewajibannya, dia akan diangkat Allah SWT kepada suatu tingkatan (kedudukan) yang tinggi yang tidak mungkin dicapai oleh orang lain, paragraf kecuali dengan amal yang sama.

 

Makan barang haram membuat hati keras, gelap dan menghalanginya untuk beribadah serta bermakrifat kepada Allah SWT. Untuk itu, mencari barang halal adalah wajib bagi setiap muslim. Sebenarnya antara barang halal dengan barang haram dapat diketahui secara pasti.
Data dibedakan secara jelas. Karena itulah maka setiap murid wajib berusaha untuk mendapatkan rezeki yang halal. Dengan berusaha mencarinya lewat jalan yang halal, serta menghindari barang-barang yang haram.
Rasulullah SAW telah bersabda:
Artinya:” sesungguhnya barang halal itu nyata dan barang haram juga nyata. Di antara keduanya terdapat barang syubhat, dimana Kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Barangsiapa menghindari barang syubhat, maka berarti dia benar-benar telah mensucikan agama dan dirinya.
Barangsiapa terjerumus kedalam barang syubhat, berarti dia terjerumus ke dalam barang haram sebagaimana seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekeliling tanah perbatasan yang dikhawatirkan terjerumus ke dalam tanah terlarang itu. Ingatlah sesungguhnya bagi setiap penguasa mempunyai daerah terlarang.
Ingatlah, daerah larangan bagi Allah SWT adalah larangan- larangan nya. Ingatlah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat sepotong daging yang apabila daging itu baik, maka selamatlah seluruh tubuh. Dan apabila daging itu rusak, maka celakalah seluruh tubuh. Ingatlah, daging itu adalah hati.”( HR. Bukhari).
Setiap murid wajib berupaya menjernihkan hati, sehingga lebih mudah dalam mencapai tingkatan yang tinggi disisi Allah SWT. Caranya ialah dengan menjaga makanan dari barang haram maupun syubhat. Sebab makanan yang syubhat akan menjerumuskan dirinya ke jurang keharaman.
Sayyidina Lukman Hakim Ra pernah memberikan nasehat kepada anaknya: ‘ wahai anakku, janganlah engkau makan barang haram dan mengisi perut terlalu kenyang. Sebab pikiranmu akan tertidur( beku). Kalau pikiran beku( tidak kreatif), maka ilmu pengetahuan pun akan pergi, dan dirimu akan merasa berat melakukan ibadah kepada Allah SWT.’
Bagi murid yang mengisi perut terlalu kenyang( apalagi dengan barang haram dan syubhat), maka akan mendatangkan 7 akibat. Yang menyebabkan hati menjadi keras, dan kreativitas akal pikiran, menghilangkan hafalan, memberatkan badan untuk beribadah kepada Allah SWT, malas belajar, memperkuat syahwat, membantu perangkap ( bala tentara) setan.
Syekh Abu Ishaq Ibrahim Al-Madbuli telah berwasiat:
Artinya: “hindarilah olehmu makanan yang haram titik cepat makanan yang haram mengeraskan hati, menggelapkan dan menghalanginya dalam bermakrifat kepada Allah SWT, merusakkan pakaian( akhlak pekerti luhur)”.
Seseorang murid tidak akan sampai pada tingkatan yang tinggi disisi Allah SWT apabila dia masih melakukan tiga perkara yang tidak dapat dijadikan dalil, tergesa-gesa dalam bertarekat, menurut batas kesenangan nafsunya, dan memakan barang haram serta syubhat.
Abu Hanifah ra telah menegaskan:
Artinya: ” seandainya ada seseorang beribadah kepada Allah SWT sehingga dia berdiri tegak ibarat tiang ( dalam keteguhan dan ketekunan ibadah), akan Tetapi dia tidak mengerti Makanan apa yang telah masuk ke dalam perutnya, Apakah halal atau haram, maka ibadahnya itu tidak akan diterima oleh Allah SWT. “
Di dalam beribadah kepada Allah SWT setiap murid dituntut untuk memelihara perut dengan sebaik mungkin dari barang haram maupun syubhat titik sebab perut adalah salah satu anggota badan yang sangat sulit untuk diperbaiki bilamana sudah rusak. Banyak sekali biaya yang dikeluarkan hanya untuk mengisi perut. Dan besar pengaruh serta mudharat yang ditimbulkan oleh perut yang kenyang.
Perut ibarat mata air Kema yang dari sana bergejolak segala tenaga dan kemauan yang timbul pada anggota badan yang lain. Untuk itulah maka seorang murid harus pandai-pandai dalam memelihara perut, agar tidak terlalu banyak tuntutan, sehingga bisa selamat dari madhorot yang ditimbulkannya.
Imam Sahal telah menegaskan:
Artinya: ” barangsiapa yang makanannya terdiri dari barang haram maka tidak akan terbuka tabir yang menutupi hatinya. Allah SWT akan segera menurunkan siksa kepadanya. Salat dan puasa yang dilakukan tidak akan mendatangkan manfaat. Demikian pula amal sedekahnya.”
Mencari rezeki yang halal adalah wajib bagi setiap murid dan kaum muslimin yang orang yang melakukan ibadah maupun menuntut ilmu pengetahuan agama sedangkan penguat yang dimakan diperoleh dari barang-barang haram, adalah ibarat bangunan gedung yang megah, yang didirikan diatas kotoran binatang. Kewajiban mencari rezeki yang halal adalah sama dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam yang lain. Dan hal itu akan terasa berat bagi setiap orang, kecuali yang berpikiran sehat.
Sedangkan bagi orang yang tolol, dia akan beranggapan bahwa barang haram itu tidak ada titik karena jalan untuk menempuh ke sana sangat sulit. Padahal antara barang halal dan barang haram Itu kelihatan berbeda jelas titik barang yang masih diragukan halal atau haramnya disebut barang syubhat. Halal, haram, dan subhat, adalah berjalan seiring sejalan titik berada pada satu tempat. Yakni dalam pencarian.
Oleh sebab itu menemukan yang halal itu sangat sulit sekali. Sekalipun demikian, bagi seorang murid rajin untuk berusaha dengan segala kemampuan yang ada mencari barang halal, sekalipun barang halal berada dalam kepayahan usaha yang amat keras. Sebab hanya dengan barang halal sajalah seseorang bisa mencapai pintu kebahagiaan dan keselamatan hakiki maupun di akhirat.
Barang haram sekolah hanya akan menjadi penghambat dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT titik Dalam hal ini Al-Khawwas menegaskan:
Artinya: ” barangsiapa makan barang haram sedangkan dia tekun beribadah, maka dia ibarat burung merpati yang mengerami telur busuk. Dia telah melebihkan dirinya berdiam begitu lama di sarang. Padahal ndak satu telur pun yang dapat menetas. Bahkan telur itu akan semakin busuk setelah dierami. “
Makan barang haram dapat menimbulkan kerusakan, karena keadaannya akan berubah menjadi api yang membakar titik akibat yang ditimbulkan ialah menghilangkan ketangkasan berpikir, menghilangkan kelezatan berpikir kepada Allah SWT membakar kemurniaan niat, membekukan hati, menggelapkan pandangan mata.
Meringkihkan agama, badan dan akal pikiran, menjadi pelupa dalam segala hal dan bisa menghambat nikmatnya bermakrifat kepada Allah SWT. Jadi, secara garis besar dapat dikatakan, bawa barang haram merupakan sumber dari kemaksiatan yang dilakukan oleh umat manusia sehubungan dengan itu maka Ali Al-Khawwas menegaskan:
Artinya: ” barangsiapa memakan barang haram kemudian dia berkeinginan mengamalkan ketaatan kepada Allah SWT, maka benar-benar dia mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi.”
Makan barang halal mengantar seseorang kearah memiliki hati yang lunak, tipis dan bersinar, serta sedikit tidur, sehingga tidak terhalang dari Menghadap dan berpikir kepada Allah SWT. Sebaliknya, orang yang makan barang haram, akan tergeraklah seluruh anggota badan untuk melakukan maksiat.
Sampai-sampai tidurnya merupakan anugerah besar dari Allah SWT agar dia berkurang dalam melakukan maksiat. Padahal anugerah yang paling besar diberikan oleh Allah SWT kepada orang yang biasa makan bareng halal adalah bangun di malam hari untuk melakukan salat dan beribadah kepada-nya.
Sofyan Ats-Tsauri memerintahkan kepada murid-muridnya agar berusaha makan barang-barang yang halal, menghindari barang-barang yang haram dan syubhat dia makan bareng halal kemudian mempelajari Alquran maka dibukakan buatnya tujuh puluh pintu ilmu pengetahuan. Sedangkan dikala dia makan suatu makanan yang diberikan oleh orang lain tanpa diteliti lebih dahulu halal-haram yang, ditutup pintu ilmu pengetahuan buatnya, sehingga tidak satu ilmu pun terkantongi dalam hatinya.
Untuk itu wajib bagi setiap murid meneliti makanan yang akan dimakannya. Sebab kalau hal ini terlupakan sehingga dia memakan barang haram atau syubhat, dapat mengakibatkan kerusakan yang besar dalam mengabdikan diri kepada Allah SWT. Wajib bagi seorang murid yang memakan barang haram untuk memuntahkan kembali sekiranya hal ini mudah dilakukan titik kalau tidak bisa, maka hendaklah ia segera bertaubat kepada Allah SWT dan memohon ampunan-nya.
Diantara tanda-tanda bahwa yang dimakan adalah barang haram, yang cara mencarinya bertentangan dengan apa yang telah digariskan oleh ajaran syariat Islam. Adalah berat menjalankan ibadah koma bangun tidur kurang cekatan (ogah-ogahan melakukan ibadah) dan hati terasa gelap dari petunjuk.
Untuk menentukan sesuatu yang halal tidak perlu meneliti sampai ke batin batinnya. Tetapi cukup dengan melihat upaya dalam mencari barang tersebut. Artinya, dengan menjauhi barang-barang yang telah diketahui secara pasti haram dan syubhat nya.
Pada dasarnya Islam melarang makan barang haram dimaksudkan agar mereka selamat dari amukan api neraka dan kehinaan hidup di dunia. Setiap perbuatan batil( rakus), pasti dilarang oleh Allah SWT. Lebih-lebih dalam mencari rezeki, Allah SWT telah berfirman:
Artinya: ” Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah engkau membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah SWT Maha Penyayang kepadamu”.( QS.An-Nisa’:29)
Allah SWT melarang segala barang haram, baik barangnya itu sendiri yang haram maupun cara mendapatkannya. Untuk itu setiap murid wajib memelihara diri dan menjaga perutnya jangan sampai kemasukan barang haram maupun syubhat. Hal tersebut dilakukan karena adanya tiga sebab:
1. Takut kepada siksa neraka.
Di dalam Alquran ditegaskan, bahwa orang yang makan barang yang diperoleh dengan jalan aniaya, dia akan dimasukkan ke dalam api neraka. Bahkan secara tegas dikemukakan dalam firman Allah SWT:
Artinya: ” sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim dengan jalan aniaya, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala( neraka)”.( QS.An-Nisa’:10).
Rasulullah SAW juga telah menegaskan:
Artinya: ” setiap daging yang tumbuh dari barang haram, maka api neraka lebih cepat menyambar nya.”
Barang haram hanya akan mengantar pelakunya ke jurang kesengsaraan lahir batin, Dunia Akhirat. Dia melempar jauh dari keridhaan Allah SWT sulit untuk mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi-nya.
2. Menjauhkan taufik untuk beribadah
Orang yang makan barang haram maupun syubhat tidak akan mendapatkan Taufik(bimbingan) untuk beribadah kepada Allah SWT. Karena dia tidak pantas mengabdi kepadaNya. Allah SWT akan menerima ibadah orang-orang yang suci. Imam al-ghazali telah menegaskan, bahwa Allah SWT telah melarang orang yang sedang junub masuk ke dalam masjid.
Serta melarang orang yang berhadas kecil maupun besar menyentuh mushaf Alquran padahal junub dan hadas adalah mubah titik apalagi terhadap orang yang berkecimpung dalam noda haram dan syubhat. Tentu tidak mungkin diizinkan berkhidmah (mengabdi) kepada Allah SWT. Sebab dia berada dalam keadaan kotor, melebihi kotornya junub dan hadas.
Yahya bin Mu’adz Ar-Raji menegaskan pula kau Ma bahwa sesungguhnya taat itu tersimpan di dalam gudang milik Allah SWT, yang lubang kuncinya terdapat pada waktu berdoa sedang anak kuncinya adalah makan barang halal. Apabila anak kunci itu tidak ada di tangan, karena biasa makan barang haram dan syubhat, maka pintu itu tidak mungkin dapat dibuka.
Dan sudah barang pasti dia tidak mungkin bisa masuk ke dalam gudang tersebut. Walhasil untuk mendapatkan ketaatan yang sebenarnya, satu-satunya Jalan hanya dengan menjauhi barang-barang haram dan syubhat dengan semaksimal mungkin.
Orang yang tidak mau menjaga dan memelihara diri dari barang haram dan syubhat, tentu dia akan terhindar dari Taufik. Bahkan akan semakin jauh dari pintu pengabdian kepada Allah SWT yang sebenarnya. Berarti tujuan yang diinginkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT menemui jalan buntu.
Tiga titik terhindar dari amal baik.
Orang yang biasa makan barang haram maupun syubhat terdekat dari melakukan amal kebajikan titik jika kebetulan dia melakukannya, maka amal itu pasti ditolak oleh Allah SWT. Adapun yang dikerjakan dari amal kebajikan, hasil yang dicapai hanya susah-payah belaka. Tidak mendapatkan balasan sama sekali dari sisi Allah SWT. Untuk itu Renungkanlah Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: ” banyak sekali orang yang melakukan ibadah pada malam hari sedangkan dia tidak mendapatkan pahala apa-apa, kecuali kantuk dan letih belaka. Dan banyak pula orang yang melakukan ibadah puasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa, kecuali lapar dan dahaga.”
Kesemuanya itu terjadi karena makanan yang dimakan terdiri atas barang haram maupun syubhat, sehingga ibadah itu sama sekali tidak diterima oleh Allah SWT. Bahkan akan menjauhkan diri dari keridhaan-nya. Rasulullah SAW bersabda:
Arinya: ” Allah tidak menerima ibadah salat seseorang yang didalam perutnya terisi barang haram.”
Bagi seorang murid yang menginginkan tingkatan yang tinggi disisi Allah SWT seharusnya berusaha dengan segala kemampuan yang ada untuk menghindari barang haram. Dia harus mengisi perutnya dengan barang halal. Mencari barang halal adalah wajib, guna mendapatkan keselamatan dunia maupun akhirat.
Setelah mendapatkan barang yang jelas halal, selanjutnya jangan berlebihan dalam memakannya. Sebab hal itu akan memancing pula sifat rakus, bila nantinya akan mengantar pula ke jurang keharaman. Untuk itu setiap murid wajib berhati-hati terhadap makanan yang akan dimasukkan ke dalam perut sebagai penunjang ibadahnya. Dengan cara Inilah dia bisa mencapai Tingkatan tertinggi yang diharapkan di sisi Allah SWT.

Sifat malu yang ditimbulkan oleh tabiat (watak) sangat berbahaya karena termasuk dalam kategori sifat sombong. Contohnya ialah orang yang merasa malu berpikir kepada Allah SWT dengan mengeraskan volume suara di hadapan orang banyak.
Kebanyakan orang yang meninggalkan dzikir kepada Allah SWT di hadapan orang banyak adalah orang-orang yang mempunyai Ambisi untuk meraih kedudukan yang tinggi, seperti para qadhi, tokoh dan guru tarekat.
Apabila mereka ini diajak berpikir bersama-sama orang banyak, maka timbullah perasaan malu, seakan-akan dia melakukan perbuatan maksiat. Orang seperti ini malahan wajib berdzikir dengan mengeraskan volume suara agar mereka terlepas dari sifat sombong.
Umar bin Farid memberikan isyarat dalam syairnya:
Artinya: “peganglah tali cinta kepada Allah SWT, uang lah malu lu yang timbul karena tabiat, biarkan Jalan para ahli ibadah, sekalipun tinggi kedudukan dan derajat. “
Syekh Muhammad memerintahkan kepada murid-muridnya, agar berdzikir dengan suara yang lantang di pasar-pasar, di jalan-jalan dan di tempat-tempat yang sepi. Hal mana dimaksudkan agar mereka bisa terhindar dari sifat sombong dalam beribadah kepada Allah SWT.
Dalam hal ini, Syekh Muhammad menegaskan:
Artinya: “berdzikirlah kepada Allah SWT di mana saja sehingga kelak di Hari Kiamat tempat-tempat yang digunakan untuk berdzikir itu menjadi saksi bagimu. Dan terobos razia watak-watak nafsu. Sebab kamu akan terhalang selama tidak mau menerobos watak-watak nafsu itu. “
Orang-orang yang merasa mempunyai kedudukan terhormat, kebanyakan merasa enggan diajak berpikir kepada Allah SWT bersama orang banyak. Keengganan ini dikarenakan perasaan malu yang ditimbul dari watak (tabiat) kesombongan. Dengan demikian para ahli tarekat berpendapat, bahwa orang-orang yang bersifat seperti ini diwajibkan untuk berdzikir dengan suara keras bersama-sama orang banyak, agar mereka terlepas dari sifat kesombongan.
Rasa malu yang diakibatkan oleh tabiat kesombongan adalah dilarang oleh ajaran syariat Islam. Karena hanya akan merusak sifat keikhlasan yang berada di dalam hati. Sifat gengsi itulah yang mengantarkan mereka berbangga diri. Namun demikian, sifat malu kepada Allah SWT (merasa malu melakukan larangan Allah SWT) adalah termasuk sebagian dari cabang Iman titik artinya, lalu yang seperti ini dianjurkan oleh ajaran syariat Islam.
Rasulullah SAW telah bersabda:
Artinya: “merasa malu lah kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya malu. Para sahabat berkata: wahai Rasulullah, kami telah merasa malu. Lalu Rasulullah bersabda: bukan itu yang aku maksudkan. Tetapi barangsiapa merasa malu kepada Allah SWT dengan sebenar-benar malu, maka hendaklah dia menjaga diri dan apa yang ada padanya, perut dan isinya, kemaluan, kedua tangan, kedua kaki.
Dan hendaklah dia selalu ingat akan kematian dan segala kebinasaan. Barang siapa menghendaki kehidupan akhirat maka dia harus meninggalkan kemewahan dunia dan memprioritaskan segala amalnya untuk akhirat. Barangsiapa yang dapat mengamalkan hal itu, berarti dia benar-benar malu kepada Allah SWT. “
Sifat malu yang diperintahkan agama Islam ialah malu mengerjakan larangan-larangan Allah SWT lari kepada tunduk dan patuh melaksanakan perintah-perintah-Nya. Sedangkan malu yang hanya karena gengsi-gengsian, seperti malu melakukan ibadah bersama-sama orang banyak, adalah malu yang penuh kesombongan. Hal itu wajib dihindari oleh murid, agar tercapai maksud dan tujuan yang diinginkan.