Segala puji milik Allah, yang menerangi hati kaum Arif bi Allah dengan dzikir, menjadikan lisan mereka melantunkan syukur, dan menggerakkan anggota tubuh mereka untuk khidmad kepada-Nya. Mereka berayun bebas di taman kedekatan dan berteduh di aura cintanya. Allah swt. mengingatkan mereka, lalu merekapun mengingat-Nya. Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya. Allah rela kepada mereka dan merekapun rela kepada-Nya. Bekal mereka adalah bergantung kepada-Nya, keteraturan urusan mereka adalah kepastian keyakinan, ilmu mereka adalah obat dosa, makrifah mereka adalah penyembuh hati. Maka merekalah pelita hujjahNya dan kunci hazanah hikmah-Nya. Imam mereka adalah bulan purnama dan panglimanya adalah kecermelangan matahari, tuan dari seluruh manusia, Muhammad Ibn Abdullah Ibn Abd Al-Muthalib. Dialah buah suci dari pohon yang diberkahi, berakar tauhid dan bercabang takwa,
“Tidak di timur dan tidak di barat, hampir saja minyaknya menyala sekalipun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya, Allah menunjukkan cahaya-Nya terhadap orang yang Dia kehendaki, dan Allah memberikan perumpamaan kepada manusia, dan sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nur: 35)
“Barangsiapa tidak diberi cahaya oleh Allah, maka tidak ada baginya cahaya”. (QS. An-Nur: 40)
Semoga Allah memberikan kepadanya shalawat dan kesejahteraan yang jejaknya tampak di langit, cahayanya membumbug tinggi di surga abadi, serta kabar beritanyatentang kehidupan para Nabimenggembirakan pengikutnya? Semoga pula kesejahteraan dicurahkan kepada sanak Keluarganya yang suci, dan seluruh sahabatnya yang disucikanya.
Penjelasan ini berkisar pada tiga dasar: Al-Khauf (takut), Al-Raja’ (harapan) dan Al-Hub (cinta). Al-Khauf adalah cabang ilmu, Al-Raja’ cabang keyakinan, dan Al-Hub adalah cabang makrifah. Dalil (bukti) Al-Khaufadalah Al-Harb (Jari), bukti AlRaja’ adalah Al-Thalab (permohonan) dan bukti Al-Hub adalah lebih mengutamakan sang kekasih.
Perumpamaan untuk ketiga-tiganya adalah Al-Haram, masjid dan Ka’bah. Barangsiapa memasuki haram Al-Iradah (istilah Al-Haram di sini berarti lokasi, seperti istilah Al-Haram Al-Jami’ berarti kampus Universitas, pent.), maka dia aman dari makhluk. Barangsiapa memasuki masjid, berarti anggota tubuhnya aman dari perbuatan maksiat kepada Allah. Dan barangsiapa memasuki Ka’bah, maka hatinya akan aman dari kesibukan selain mengingat (dizikir kepada)-Nya. Jika seseorang melihat pagi hari, pasti akan didahului kegelapan malam dan berlanjut terangnya siang hari. Jika siang hari datang, dia akan menyaksikan hilangnya malam, begitu juga jika malam hari tiba, hilanglah siang. Adalah cahaya makrifah, yang jika cahayanya muncul, sirnalah kegelapan maksiat dari seluruh anggota tubuh.
Jika seorang murid merasa rela terhadap kematian, maka dia harus bersyukur kepada Allah, karena memperoleh taufik dan ishmah-Nya. Jika dia membenci kematian, maka dia harus pindah kepada ‘azimah (keinginan) yang benar dan harus benar-benar berupaya tidak membenci kematian. Sebab tidak ada tempat kembali kecuali kepada Allah. Begitu juga, murid tidak akan sampai kepada-Nya kecuali dengan-Nya. Dia harus menyesali kesalahannya akibat keliru dalam memilih jalan. Dia harus memohon bantuan Allah dalam upaya membersihkan lahiriahnya dari dosa, dan dalam upaya menyucikan kecacatan, Dia harus memotong tali kelalaian dari hatinya, dan memadamkan api syahwat dari jiwanya. Dia harus istiqamah di atas jalan kebenaran dan berpegang pada kejujuran. Siang adalah isyarat akan akhirat dalam malam (gelap) sebagaj lambang dunianya, sementara tidur sebagai saksi kematiannya, Seseorang akan membawa amalnya dan menyesali yang ditinggalkannya.
“Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakan dan apa yang dilalaikan.” (QS. Al-Qiyamah: 13)
Perubahan hati melewati empat hal: rafa’ (meningkat), fath (terbuka), khafdh (turun) dan wagf (berhenti). Rafa’nya hati dicapai dengan dzikir kepada Allah swt. Fath dengan rela akan segala pemberian-Nya. Khafdh adalah apabila hati sibuk dengan selain Allah. Dan waadf jika hati mengingat-Nya.
Tanpa rafa’-nya hati ada tiga, yaitu terciptanya keserasian, hilangnya perbedaan dan munculnya rasa rindu yang berkesinambungan. Tanpa fathnya juga ada tiga, yakni: tawakal, jujur dan yakin. Begitu juga dengan khafadh, ada tiga: ujub, riya’ dan kikir, yang semuanya itu disebabkan sikap terlalu mementingkan keduniaan. Sementara tanda-tanda waqf juga ada tiga, yaitu: hilangnya kenikmatan taat, tidak adanya kepahitan maksiat, dan campurnya yang halal dengan yang haram.
Rasulullah saw. bersabda:
“Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim”.
Dalam kaitannya dengan murid, ilmu yang dimaksudkan adalah ilmu Al-Anfas (ilmu yang berkenaan dengan keluar masuknya nafas). Nafas seorang murid harus menjadi manifestasi syukur atau permohonan ampun. Jika amalnya diterima Allah, itu semata-mata karena keutamaan-Nya, dan jika ditolak itu karena keadilan-Nya. Aktivitas taat pada dasarnya taufik Allah, sedangkan diamnya adalah karena ishmah-Nya. Keduanya tidak akan terjadi secara istiqamah kecuali adanya sikap ketergantungan dan kepasrahan diri kepada-Nya. Adapun kuncinya adalah dengan mengingat mati, karena mengingatnya dapat menimbulkan rasa merdeka dari rasa terbelenggu dan intimidasi musuh. Untuk itu, harus dimunculkan anggapan bahwa usia yang kita miliki ini hanya “satu hari”, dan itu harus dimunculkan setiap waktu. Pemikiran seperti itu bisa dikonsentrasikan melalui pengosongan, yang berpangkal pada zuhud. Zuhud sendiri adalah takwa yang pokok, dasarnya adalah Al-Khauf (takut) kepada Allah, dan bersumber dari Al-Yagin (keyakinan). Keyakinan sendiri bisa didapat melalui Al-Khalwat (menyepi untuk beribadah) dan lapar. Adapun untuk kesempurnaan Al-Khalwat dan Al-Ju’ (lapar) adalah dengan kesungguhan dan jujur, dan bukti kejujuran seorang murid adalah ilmunya.
Seorang hamba, baik gerak maupun diamnya harus disertai dengan niat. Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya dalam seluruh perbuatan harus dengan niat dan bagi tiap-tiap pribadi tergantung kepada masing-masing niatnya, dan niat seorang yang beriman lebih baik dari amalnya”.
Niat -sebagaimana imanbisa berjalan dengan grafik yang berbeda, tergantung kondisinya, sehingga bisa jadi orang akan merasa letih dibuatnya. Bagi orang awam yang perbuatannya tidak disertai kewaspadaan terhadap niat, akan terasa santai (datar-datar saja). Tidak ada yang lebih sulit bagi seorang murid melebihi menjaga niat.
Jadikanlah hati Anda sebagai kiblat lisan, dan rasakan di saat dzikir Anda perasaan malu menjadi hamba yang memandang kehebatan Ketuhanan. Allah mengetahui rahasia hati dan gerak lahir jasad serta mendengar bisikan kata Anda. Cucilah hati Anda dengan rasa sedih, dan nyalakan dengan api ketakutan. Jika hijab kelalaian telah tersingkir dari hati Anda, maka dzikir kepada Allah akan muncul bersamaan dengan dzikir-Nya kepada Anda. Firman Allah swt:
“Ingatlah, dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenang.” (QS. Al-Ra’d: 28)
Dzikir-Nya Allah kepada Anda bukan berarti Dia butuh Anda, justru Dzikir Anda kepada-Nya yang karena butuh. Firman Allah:
“Dan sesungguhnya mengingat Allah itu adalah lebih besar.” (QS. Al-Ankabut: 45)
Seorang hamba akan tenang hatinya jika di saat mengingat Allah disertai getaran, seperti firman-Nya:
” Sesunguhnya orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang jika disebutkan nama Allah, bergetarlah hati mereka.” (QS. Al-Anfal: 2)
Dzikir sendiri ada dua: dzikir Al-Khalish dan dzikir Al-Shafi. Dzikir Al-Khalish adalah dzikir yang dilakukan seorang hamba atas dasar kesesuaian hati untuk melenyapkan selain-Nya. Sedangkan dzikir Al-Shafi adalah dzikir yang dilakukan dengan leburnya himmah (interest) dalam dzikirnya. Rasulullah bersabda:
“Aku tidak dapat menghitung pujian-ku atas-Mu, sebagaimana Engkau memuji diri-Mu sendiri”.
Setiap hembusan nafas seorang hamba adalah hikmat Allah juga, dan nikmat itu selalu “fresh” mengiringi desahnya. Untuk itu, seorang hamba wajib mensyukurinya. Syukur yang paling rendah tingkatnya adalah menyadari bahwa nikmat itu berasa| dari Allah, rela menerima serta tidak mengingkarinya. Adapun bentuk sempurnanya syukur adalah pengakuan -dengan bahasa rahasiabahwa seluruh makhluk-Nya tidak akan mempu mengucapkan rasa syukur atas nikmat -meski yang terkecilyang diberikan kepadanya, meski melalui upaya yang relatif besar. Mengingat tumbuhnya taufik untuk mensyukurj nikmat itu sendiri merupakan nikmat yang wajib disyukuri, maka setiap syukur wajib disyukuri, begitu seterusnya, hingga tidak ada batas akhirnya. Apabila Allah mengasihi seseorang, Dia akan memberikan kepadanya kemampuan mensyukurj nikmat-Nya, merasa rela -berapapun kecilnya-, sebab dia yakin bahwa, sekecil apapun nikmat pemberian-Nya, pada hakikatnya tidak dapat diimbangi rasa syukur hamba.
“Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi.” (QS. Al. Isra’; 20)
Pakaian, adalah nikmat Allah -bagi setiap hamba-Nyasebagai kulit pelindung dari segala gangguan. Dan sebaik-baik pakaian adalah pakaian takwa, pakaian yang tidak membuat seorang jauh dari Allah swt. Jika ia memakai baju, maka hendaknya ingat bahwa Allah mencintai orang-orang yang menutup auratnya, sehingga tidak seorangpun mengetahui cacat yang menghinakannya. Oleh sebab itu, seseorang hendaknya sibuk dengan cacatnya sendiri, menutupi sambil menyucinya dengan penuh kepasrahan kepada-Nya. Seseorang yang lupa dosanya tidak lain itu adalah hukuman, sebab dengan kelalaiannya itu, dia akan mengulanginya lagi. Jika dia menyadari dosa yang pernah dilakukan, hendaknya itu dia letakkan di depan kedua mata hatinya, dengan selalu menangisinya karena malu kepada Tuhannya. Selama seseorang mengandalkan kekuatan dirinya, dia akan terputus dari kekuatan Allah. Oleh karena itu, letakkan cita-cita Anda di antara perasaan takut dan harapan.
“Sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu sesuatu yang yakin (mati)”. (QS. Al-Hijr: 99)
Jika seseorang bangun dari tidurnya, hendaknya dia bangun pula hatinya dari kelalaian, dan jiwanya dari kebodohan. Bangkit dengan totalitas diri menuju Dzat yang menghidupkan, yang kepada-Nya orang harus mengembalikan jiwanya. Bangun dengan pikiran -dalam segala gerak dan diamnya-, naik bersama hatinya ke alam malakut yang tinggi. Tidak menjadikan hatinya mengikuti nafsunya yang cenderung menoleh ke bawah (bumi), sementara hatinya tegak menghadap ke atas (langit). Firman Allah:
“Kepala-Nya ucapan-ucapan baik dalam amal salih itu naik”. (QS. Fathir: 10)
Memakailah siwak (pembersih gigi dari kayu siwak), karena siwak mampu membersihkan mulut dan mendatangkan ridha (rela) Tuhan, mensucikan lahir batinnya dari najis dan keburukan, dan seluruh perbuatannya bebas dari kotoran riya’ serta ujub, menerangi hatinya dengan dzikrullah dan meninggalkan segala bentuk amalan yang tidak mendatangkan manfaat, apalagi yang membahayakan.
Jika Anda sedang buang air besar, hendaknya Anda renungkan bahwa membuang najis itu merupakan kebahagiaan. Kemudian beristinja’ (bersuci) sambil meninggalkan tingginya cita-cita, menutup pintu takabur, membuka lebar-lebar pintu penyesalan dan duduk di atas lantai kekecewaan. Setelah itu berusahalah sekuat tenaga untuk mementingkan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, bersabar atas hukum-hukumNya, mencuci keburukan dengan meninggalkan marah dan syahwat, mengamakan ayat-ayat yang memberi harapan serta merenungi ayat-ayat yang mengandung ancaman. Sebab Allah memuji kaum yang demikian:
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan amal kebaikan dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’.” (QS. Al-Anbiya’: 90)
Jika Anda sedang bersuci, lihatlah kejernihan, kelembutan, dan kemampuan air untuk menyucikan dan membersihkan. Sesungguhnya Allah menjadikan air penuh keberkahan:
“Dan Kami turunkan air dari langit penuh keberkahan” (QS. Qaaf: 9)
Pergunakanlah air untuk anggota-anggota tubuh yang diperintah-Nya untuk disucikan. Mensucikan diri karena Allah bak kesucian air itu sendiri. Bersihkan wajah hati Anda dari pandangan selain-Nya. Basuhlah tangan dari hak orang lain dan usaplah kepala Anda dari bangga selain-Nya. Lalu bersihkan kedua kaki Anda dari langkah selain-Nya dan bersyukurlah kepada Allah yang telah mengilhamkan agama kepada Anda.
Jika Anda keluar ke masjid, hendaknya tahu bahwa dalam perjalanan itu terdapat hak-hak Allah. Hak-hak-Nya yang wajib ditunaikan, di antaranya: ketenangan, keagungan dan berpikir tentang makhluk-Nya (yang baik dan yang buruk), Allah berfirman:
“Dan itulah perumpamaan-perumpamaan yang Kami berikan kepada manusia, dan tidak akan memikirkannya kecuali orang. orang yang memiliki ilmu pengetahuan”.
Tundukkan pandangan Anda dari tatapan kelalaian dan syahwat. Sebarkan salam dan jawablah apabila disampaikan kepada Anda. Bantulah orang yang meminta bantuan kebenaran, dan beramar ma’ruf nahi munkarlah jika ada kemampuan untuk itu. Lalu berilah petunjuk bagi orangorang yang sesat.
Jika Anda telah sampai di depan pintu masjid, sadarlah bahwa Anda bermaksud memasuki istana Raja Agung Sang Raja tidak akan menerima seseorang kecuali ia suci, dan seseorang tidak akan naik menjumpai-Nya kecuali ikhlas. Maka dari itu, renungkan siapa dan dari manakah buku catatan Anda akan keluar? Jika Anda sudah merasa siap mengabdi kepadaNya, maka masuklah, Anda akan diberi izin dan jaminan keselamatan. Apabila tidak, berhentilah sebab jalan akan tertutup bagi Anda. Kemudian ketika Allah mengetahui bahwa hati Anda benar-benar telah kembali kepada-Nya, Dia akan memberikan izin, dan saat itu juga Anda bukan lagi Anda. Sebab Allah tengah menerima dan menjamu tamu-Nya serta akan memberi segala permintaan yang akan diajukan kepada-Nya. Lalu bagaimana cara yang pantas untuk menghadap kepada-Nya?
Iftitah dalam masjid
Jika wajah Anda telah menghadap kiblat, hadapkan hati Anda kepada Al-Haq (Allah) dan jangan menoleh kesana kemari, karena saat itu tidak lagi pantas berbuat demikian. Ingatlah bahwa wuquf Anda saat itu seperti wuquf nanti di hadapan-Nya pada saat hari kiamat; wuquf di atas “dua kaki harap dan cemas”. Kosongkan hati Anda dari pandangan (persoalan) dunia dan makhluk. Sampaikan cita-cita Anda kepada-Nya, karena Dia tidak akan menolak permintaan atau permohonan seseorang. Jika Anda telah menyebut Allahu Akbar, maka ketahuilah bahwa Dia tidak membutuhkan penghambaan makhluk-Nya. Dia tidak membutuhkan orang yang mengingat-Nya, karena butuh merupakan sifat makhluk, sedangkan Maha Kaya merupakan salah satu sifat Dzat-Nya. Mereka beribadah tidak lain agar bisa dekat dengan-Nya, dekat kepada ampunan dan rahmat-Nya. Disisi lain agar mereka jauh dari kemurkaan dan siksaNya. Allah azza wa jalla berfirman:
“Dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa day, mereka berhak dengan kalimat takwa itu serta layak memilikinyg” (QS. Al-Fath: 26)
“Akan tetapi Allah menyukai iman bagimu dan Dia men. jadikannya sebagai hiasan di dalam hatimu.” (QS. Al-Hujarat: 7)
Hendaknya Anda bersyukur kepada-Nya, sebab Dia menjadikan Anda mampu berdiri dihadapan-Nya, dan orang yang diberi hak untuk berdiri di hadapan-Nya adalah sepert; yang difirmankan-Nya:
“Orang yang takwa dan orang yang memperoleh ampunan”: (QS. Al-Muddatsir: 56)
Dengan demikian, dia menjadi orang yang dijaga akhlaknya oleh Allah swt., dan Dia mengampuni siapa yang bertakwa kepada-Nya._ .
Allah swt. berfirman:
“Jika engkau membaca Al-Qur’an, maka mohonlah perlindungan dariNya dari godaan setan yang terkutuk. Sesunggulinya setan tidak memiliki kekuatan terhadap orang-orang yang beriman dan kepada Tuhannya mereka bertawakal”. (QS. AnNahl: 99)
“Kekuasaan setan hanya sebatas kepada orang-orang yang berpaling dari-Nya”. (QS. An-Nahl: 100)
” Sesungguhnya siapa yang dipalingkan dariNya, maka Dia akan menyesatkannya.” (QS. Al-Hajj: 4)
Ingatlah terhadap janji dan ikatan Allah yang ada dalam wahyu dan tanzil-Nya (Al-Qur’an). Dan lihatlah bagaimana Anda membaca kalam dan tulisan-Nya, kemudian lantunkan dan renungkan bagaimana Anda menyikapi ayat-ayat yang berisi peringatan, janji, pesan, nasihat, perintah dan laranganNya, bagaimana pula melihat ayat-ayat yang muhkam (jelas dengan hukum yang pasti) dan mutasyabihat (memiliki makna ganda). Sungguh kami mengkhawatirkan kelalaian Anda dari ketentuan-ketentuan yang ada di dalamnya, dengan menyianyiakannya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Maka perkataan yang manakah setelah Al-Qur’an ini yang kalian semua yakini”. (QS. Al-A’raf: 185)
Ruku’lah seperti ruku’nya orang yang khusyu’ di hadapan Allah swt. Ruku’lah dengan hati dan tundukkan anggota tubuh Anda. Sempurnakan ruku’ dan tinggalkan apa yang menjadj pikiran Anda demi melaksanakan perintah-Nya. Sesungguhnya Anda tidak akan mampu menunaikan ibadah fardhu kecuali dengan pertolongan-Nya, dan tidak akan mencapai keridhaan. Nya kecuali dengan rahmat-Nya. Anda juga tidak akan mampy menjauhi perbuatan maksiat kecuali dengan ishmah,. (penjagaan)-Nya, dan tidak akan selamat dari siksa(Nya) kecuali dengan ampunan-Nya. Rasulullah bersabda:
” Seseorang tidak akan masuk surga karena amal perbuatannya.” Mereka bertanya, “Tidak juga Anda wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Tidak juga aku, kecuali Allah mencurahkan rahmat-Nya kepadaku.”
Sujudlah kepada Allah sebagaimana sujudnya hamba yang tawadhu’, yang tahu bahwa dirinya terbuat dari tanah, injakan kaki seluruh makhluk.
Di samping itu, di mata setiap orang, seorang hamba harus menyadari bahwa dia diciptakan dari setetes air mani yang hina. Jika dia mau berpikir tentang asal kejadian dan struktur substansinya yang terbuat dari air dan tanah liat, niscaya akan timbul perasaan untuk lebih tawadhu’ kepada Allah. Dia akan berkata dalam hatinya, “Celakalah engkau! Mengapa engkau angkat kepalamu dari sujudmu? Kenapa engkau tidak mati dalam keadaan bersujud dihadapan-Nya? Bukankah Allah swt. menjadikan sujud sebagai media untuk mendekatkan kepadaNya? Bukankah Allah telah berfirman:
“Sujud dan mendekatlah (kepadaku).” (QS. Al-‘Alaq: 19)
Barangsiapa merasa dekat dengan-Nya dan jauh dari selainNya, jagalah sifat-sifat sujud seperti yang tertera dalam ayat:
“Dari tanah Kami jadikan kalian semua dan kepadanya akan Kami kembalikan, dan darinya akan kami keluarkan lagi.” (QS. Thaha: 55)
Karena itu memohonlah pertolongan-Nya dalam berhubungan dengan yang lain, sebab dalam sebuah hadits Nabi diriwayatkan, Allah swt. berfirman:
“Aku tidak melihat hati seorang hamba kemudian aku lihat dj dalamnya terdapat sebiji sawi amal untuk taat kepadaKu, kecual; Aku bantu meluruskan dan mengaturnya”
Tasyahud adalah Al-Tsana’ (pujian) dan syukur kepada. Nya dan merupakan tambahan untuk keutamaan dan kemurahan-Nya. Lepaslah tuntutan dan jadilah Anda seorang hamba dengan amal nyata sebagaimana ikrar lisan Anda, sebab Dia menciptakan Anda sebagai hamba dan memerintahkan Anda untuk mengabdi kepada-Nya:
“Dan tidaklah layak bagi laki-laki yang beriman dan juga bagi wanita yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan ketentuan bagi mereka pilihan yang lain mengenai urusan mereka”. (QS. Al-Ahzab: 36)
“Dan Tuhanmu menciptakan segala yang Dia kehendaki dan memilihnya, dan mereka sesungguhnya tidak punya hak untuk memilih sesuatu.” (QS. Al-Qashash: 68)
Laksana ubudiyah (pengabdian) dengan penuh kerelaan berdasarkan ketentuan-Nya. Bakukanlah ia dengan penuh ketundukan di bawah perintah-Nya. Kemudian ucapkan salam kepada kekasih-Nya (Nabi Muhammad saw.) setelah memujiNya, karena ucapan salam kepadanya merupakan wasilah untuk meraih kecintaan Allah kepada Anda. Begitu pula taat kepadanya (Muhammad) merupakan wasilah untuk taat kepada-Nya. Allah berfirman:
“Katakanlah (wahai Muhammad), jika kalian mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian semua.” (QS. Ali Imran: 31)
“Barangsiapa yang taat kepada Rasul, dia sungguh taat kepada Allah.” (QS. An-Nisa’: 80)
“Sesungguhnya orang-orang yang mengadakan perjanjian denganmu, mereka juga mengadakan perjanjian dengan Allah”. (QS. Al-Fath: 10)
Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk memintakan ampun, sebagaimana firman-Nya:
“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan mintalah ampunan untuk dosamu dan untuk dosa lakilaki yang beriman dan wanita-wanita yang beriman”. (QS, Muhammad: 19)
Di samping itu, Allah memerintahkan Anda untuk menyampaikan shalawat dan salam kepada Rasulullah saw., seperti yang difirmankan-Nya:
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya sama-sama mengirim salawat kepada Nabi, wahai orang-orang yang beriman ucapkanlah shalawat kepadanya serta sampaikanlah salam penuh kesejahteraan”. (QS. Al-Ahzab: 56)
Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang mengucapkan shalawat satu kali kepadaku, Allah akan mengucapkan sepuluh shalawat kepadanya, dan Allah akan memperlakukannya dengan keutamaan-Nya.”
Firman Allah: “Dan Kami tinggikan namamu untukmu” (QS. Al-Insyirah: 4)
Kemudian Allah memerintahkan Rasulullah bersikap adil. Allah berfirman kepada orang-orang mukmin:
“Apabila usai melaksanakan shalat, maka bertebaranlah kalian semua di atas bumi”. (QS. Al-Jumat: 10)
Tetapi Allah juga berfirman kepada Rasulullah saw.:
“Bila engkau telah selesai mengerjakan suatu pekerjaan, maka katakanlah urusan yang lain dengan sungguh-sungguh. Dan kepada Tuhanmu berharaplah”. (QS. Al-Insyirah: 7-8)
Al-Salam adalah salah satu nama dari nama-nama Allah swt. yang diberikan kepada makhluk untuk dipakai maknanya dalam berhubungan dan bergaul dengan sesamanya. Jika Anda ingin memperoleh keselamatan, ucapkanlah salam kepada teman Anda, dan kasihanilah orang yang mengasihani diri sendiri, sebab makhluk selalu dalam ujian dan cobaan. Adakalanya seseorang dicoba dengan nikmat untuk menampakkan syukurnya, atau dicoba dengan penderitaan untuk memperhatikan kesabarannya. Dia berfirman:
“Adapun manusia jika Tuhannya mengujinya lalu dimuliakannya dan diberiNya nikmat, dia berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”., Sedangkan jika Tuhannya mengujinya dengan membatasi rizkinya, dia berkata: “Tuhanku telah menghina aku”. Sekali-kali tidak demikian.” (QS. Al-Fajr: 15-17)
Ketahuilah bahwa kemuliaan itu terletak pada ketaatan, dan kehinaan pada kemaksiatan. Siapa saja yang mengikuti hawa nafsunya, Allah akan menghinakannya.
Jagalah adab (sopan santun) berdoa, dan lihatlah kepada siapa Anda berdoa, bagaimana dan untuk apa Anda berdoa serta mengapa Anda meminta. Diterima tidaknya suatu doa, semua tergantung pada diri peminta; apabila Anda tidak memenuhi syarat-syarat untuk diterimanya sebuah doa, niscaya doa Anda tidak akan diterima. Malik Ibn Dinar berkata, “Kalian semua minta agar hujan menjadi reda, sedangkan aku minta agar batu dilunakkan. Meski Allah tidak mewajibkan kita untuk berdoa, namun wajib bagi kita untuk berdoa kepada-Nya. Sekalipun Dia tidak mengharuskan -atas DzatNyauntuk mengabulkan doa kita, tetapi jika seorang berdoa dengan ikhlas dan memenuhi persyaratan, Allah pasti akan menerimanya. Bagaimana tidak, toh Dia telah menjamin akan memberikan sesuatu dengan syarat doa.”
Allah berfirman:
“Katakanlah kepada orang-orang musyrik bahwa Tuhanku tidak mengindahkan kamu, kecuali jika kamu berdoa (beribadah)” (QS. Al-Furqan: 77)
“Berdoalah kalian kepada-Ku, Aku akan mengabulkan doa kalian”. (QS. Al-Ghafir: 60)
Abu Yazid Al-Busthami pernah ditanya tentang nama Allah, yakni “Al-A’dham”. Dia menjawab, “Kosongkan hati Anda dari selain-Nya dan berdoalah kepada-Nya dengan nama-Nya yang Anda sukai. Sedangkan Yahya Ibn Mu’adz berkata, “Mintalah kepada yang memiliki nama (Allah).”
Rasulullah bersabda:
“Allah swt. tidak akan menerima doa hati yang lalat. Tetapi jika hati Anda ikhlas (bersih), maka berbahagialah dengan satu di antara tiga perkara: (1) adakalanya Allah menyegerakan yang Anda minta, (2) adakalanya Dia akan menyimpan doa itu untuk perkara yang lebih besar dari yang Anda minta, (3) adakalanya doa yang Anda mintakan itu menyingkirkan bala’ (petaka) tertentu, yang seandainya itu ditimpakan kepada Anda, niscaya Anda akan hancur. Berdoalah dengan doa yang sungguh-sungguh, dan jangan Anda berdoa dengan sekedar bertutur kata”
Diriwayatkan, Rasulullah bersabda:
“Allah berfirman, “Barangsiapa sibuk dengan mengingat-Ku dalam urusan-Ku, niscaya Aku akan memberinya sesuatu yang lebih utama dari yang aku berikan kepada para peminta (lainnya)”.
Abu Al-Hasan Al-Waraq bertutur, “Pernah aku berdoa kepada Allah, dan Dia mengabulkan doaku, tapi kemudian aku lupa dengan apa yang aku minta tersebut. Jagalah hak Allah atasmu dalam berdoa dan jangan sibuk dengan kemauan Anda sendiri, sebab Allah lebih mengetahui apa yang menjadi kemaslahatan Anda.”
Jika Anda berpuasa, berniatlah untuk menjauhkan diri dari hawa nafsu. Karena puasa adalah leburnya kehendak jiwa. Di dalamnya juga terdapat penyucian hati dan ketenangan anggota tubuh, disamping peringatan untuk selalu berbuat baik kepada fakir miskin. Di samping itu puasa juga mengajarkan agar manusia kembali kepada Tuhan-Nya, dan bersyukur dengan apa yang telah diberikan kepadanya, berupa nikmat dan keringanan hisab. Bagaimanapun taufik yang Allah berikan kepada Anda sampai kemudian mampu melaksanakan puasa, itu lebih besar dari rasa syukur Anda.
Karenanya, janganlah menuntut balasan dari puasa Anda.
Setiap bagian dalam diri Anda ada kewajiban zakat untuk Allah. Zakat hati adalah tafakur tentang keagungan, hikmah, kekuasaan, hujjah, nikmat dan rahmat Allah swt. Zakat mata adalah pandangan penuh penuh perhatian terhadap semua pelajaran dan menundukkanya dari pandangan (yang menimbulkan) syahwat. Zakat pendengaran adalah dengan mendengarkan apa saja yang mendatangkan keberuntungan. Zakat lisan dengan mengucapkan segala yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Zakat kedua tangan dengan menahan perbuatan buruk dan siap melakukan perbuatan baik. Dan zakat kedua kaki adalah berjalan menuju kepada segala yang mendatangkan kebaikan hati dan keselamatan agama Anda.
Bagi seorang murid yang bermaksud menunaikan haji, dia harus memperkuat niatnya -takut hajinya mardud (ditolak)seperti orang yang tidak lagi ingin kembali, berbaikan dengan teman seperjalanan, dan ketika memasuki ihram, dia mengosongkan diri, dan membersihkan dosa-dosa serta mengenakan busana kesetiaan dan kejujuran. Dia penuhi panggilan Tuhannya. Dan selama di tanah ihram, dia hindari perbuatan-perbuatan yang dapat menjauhkannya dari tuhannya. Dia bertawaf dengan dengan hatinya di sekitar “Kursi Kemulian-Nya”. Dia bersihkan lahir batinnya saat berdiri di bukit Shafa. Dia berlari dari kungkungan nafsu serta tidak berharap dari yang telah diharamkan Allah. Dia mengakui dosanya ketika wuquf di Padang Arafah dan “bertaqarrub” (mendekatkan diri) saat di Muzdalifah. Dia lemparkan jauh-jauh syahwatnya bersamaan dengan lemparan jumrahnya. Dia sembelih hawa nafsunya serta mencukur dosa-dosanya. Dia berziarah ke Baitullah dengan mengagungkan pemilik-Nya, lalu mencium Hajar Aswad sebagai bukti kerelaannya terhadap ketentuan-Nya. Dan manakala tiba detik-detik thawaf Wada’ (perpisahan), dia tinggalkan selain Allah.
Mintalah keselamatan kepada-Nya, meskipun belum tentu mendapatkannya. Lantas bagaimana dengan orang yang berhadapan dengan marabahaya?! Di era sekarang ini, nilai keselamatan sangat mahal dan amat sulit diperoleh, paling tidak ia (seperti) ada dalam uzlah, dan uzlah tidaklah sulit dilakukan. Jika Anda tidak mampu mendapatkan keselamatan dengan cara uzlah, sebaiknya diam, yang berbeda sekali dengan uzlah. Apabila Anda tidak dapat bersikap diam, maka berbicaralah dengan pembicaraan yang baik dan bermanfaat. Kalau Anda menginginkan keselamatan, janganlah menentang arus dan jangan mencari-cari kesulitan, seperti; disaat orang mengatakan “Aku,” maka katakanlah “Engkau”. Jika ada yang mengatakan “milikku,” maka katakanlah, “itu milikmu”. Keselamatan terjadi apabila kebiasaan telah sirna, dan kebiasaan akan sirna kalau kehendak telah hilang. Hilangnya kehendak ini bisa diwujudkan dengan meninggalkan pretensi mengenai sesuatu yang telah ditentukan Allah:
“Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-Nya”. (QS. Az-Zaumar: 36)
“Dia (Allah) yang mengatur segala urusan dari langit sampai ke bumi”. (QS. Al-Sajdah: 5)
Orang yang beruzlah membutuhkan sepuluh hal: (1) ilmu tentang kebenaran dan kebatinan, (2) zuhud, (3) memilih menderita, (4) menjalani khalwat, (5) keselamatan dengan melihat akhir setiap perbuatan, (6) melihat orang lain lebih baik dari diri sendiri, (7) beruzlah dari keburukan manusia, (8) tidak menyia-nyiakan waktu, harus diketahui, sunyi dari amal saja sudah petaka, dan (9) tidak ujub dengan kebaikan yang dilakukannya, dan (10) rumah sepi dari Al-Fudhul. Fudhul adalah kelebihan waktu, dan ini hanya pantas bagi orang yang masih hidup dengan kehendaknya sendiri. Sementara jika Anda menjadi ahli makrifah, Anda tidak akan kelebihan waktu, Seorang yang beruzlah harus memboikot segala yang dapat memutuskan hubungannya dengan Allah swt.
Rasulullah saw. bersabda kepada Khudzaifah Ibn AIYamani, “Jadilah tuan di rumahmu sendiri!”
(Nabi) Isa Ibn Maryam berkata, “Cita-citamu adalah lisanmu. Rumahmu akan membuatmu bahagia. Tempatmu dirimu pada tempat binatang buas yang membahayakan dan di atas api yang membakar. Sesungguhnya manusia adalah daun tanpa duri, kemudian berubah menjadi duri tanpa daun. Mereka adalah obat penyembuh penyakit, tetapi akhirnya mereka menjadi penyakit yang tiada obatnya.”
Pernah ditanyakan kepada Daud Al-Tha’i, “Mengapa Anda tidak bergaul dengan banyak orang?” Dia menjawab, “Bagaimana aku akan bergaul dengan mereka yang mengikuti keburukanku. Banyak orang besar yang tidak mengerti keadaan makhluk, dan sebaliknya banyak orang kecil tidak menghormati yang besar. Barangsiapa selalu bersama Allah, dia akan menganggap rendah selain-Nya”. Sementara Al-Fadhil berkata, ” Jika Anda mampu menemukan tempat yang tidak Anda dan orang lain ketahui, maka lakukan (uzlah).” Sulaiman berkata, “Keinginanku di dunia ini adalah selalu memakai jubah bertambal dan tinggal di kampung yang tak seorang pun penduduk mengenalku, di samping di desa itu tidak ada makanan untuk sarapan atau makan malam.”
Rasulullah bersabda:
“Akan tiba suatu zaman, di saat itu orang yang memegang agamanya seperti memegang bara api, baginya pahala sebanyak pahala lima puluh orang diantara kalian semua.”
Dalam uzlah terdapat upaya menjaga anggota tubuh, mengosongkan hati dari keinginan, menggugurkan hak-hak dirinya sebagai makhluk, menutup pintu keduniaan, mematahkan senjata setan dan menempa lahir batinnya.
Siapkan diri Anda untuk menunaikan kewajiban-kewajiban. Apabila telah berhasil menunaikannya, maka itulah “Anda”. Setelah itu jagalah amalan sunnah sebagai langkah pemantapan kewajiban-kewajiban itu. Setiap kali ibadahmu bertambah, maka akan bertambah pula rasa syukur dan takut Anda.
Yahya ibn Mu’adz berkata, “Aku sangat heran melihat orang yang menuntut keutamaan, tapi meninggalkan kewajibankewajiban. Bagi pemilik hutang, nantinya akan dituntut pemiliknya. Hal ini juga berlaku pada (hutang) kewajibankewajiban dirinya, setelah tiba waktu waktunya (hari hisab nanti)”.
Abu Bakar Al-Waraq berkata, “Umumnya orang zaman sekarag ini lebih mengutamakan empat perkara dari empat lainnya, yaitu: lebih mengutamakan amalan sunnah dari yang fardhu; lebih mengutamakan lahir dari batin; lebih memperhatikan orang lain dari pada dirinya sendiri; dan lebjh mengutamakan ucapan daripada perbuatan nyata.”
Renungkanlah firman Allah berikut ini:
“Bukankah telah datang kepada manusia suatu masa, sedang dia saat itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut apa-apa?” (QS. Al-Insaan: 1)
Ingatlah keadaan Anda, renungi masa lalu dan bandingkan dengan kondisi sekarang. Apakah di dunia ini ada yang kekal? Sisa kehidupan dunia ini tidak akan berbeda dengan masa lalunya, seperti air mengalir. Rasulullah bersabda:
“Tidak tersisa dari dunia ini kecuali malapetaka dan fitnah.”
Pernah ditanyakan kepada Nabi Nuh as., “Bagaimana Anda melihat dunia ini wahai Nabi yang paling panjang usia?” Dia menjawab, “Seperti rumah yang memiliki dua pintu. Aku masuk dari salah satunya dan keluar dari yang lainnya’.
Ketahuilah bahwa pikiran merupakan sumber kebaikan, ia merupakan cermin untuk melihat yang baik dan yang buruk.
Segala puji bagi Allah, yang dengan pertolongan dan taufik-Nya, risalah ini terselesaikan.
Syaikh Muhammad ibn Ali ibn Al-Sakin, di dalam kitabnya Dalil Al-Thalib ila Mihayah Al-Thalib berkata, “Seorang Al-Thalib (orang yang mencari kebenaran) yang sungguhsungguh, jika ingin memakai pakaian tambalan wajib menanggalkan baju kesehariannya dan baju baiknya.”
Kelompok inilah yang kemudian memakai Al-Shuf (baju yang terbuat dari wol kasar), yang kemudian menamakan dirinya kaum sufi. Dikatakan bahwa, orang pertama yang memakai shuf adalah Nabi Adam dan Hawa (isterinya). Begitu pula Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Yahya, mereka semua memakai baju shuf. Adapun Nabi Muhammad saw., sebagai Nabi yang paling mulia diantara para Nabi Allah, beliau memakai ‘Aba-ah (Aba-ah adalah jubah luar yang bagian depannya terbuka, biasanya ia bercorak garis-garis) yang harganya sekitar lima dirham. Seyogyanya seorang Al-Thalib tidak memakai baju shuf, kecuali jika batinnya telah suci dari kotoran.
Hasan Al-Bashri berkata, “Seseorang meriwayatkan kepadaku bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Janganlah engkau memakai baju shuf, kecuali jika hatimu telah benar-benar suci. Sebab pemakai yang ada unsur dusta dan penipuan, dia akan mendapat kemarahan langit. “Seorang pemakai shuf, wajib memenuhi kriteria sebgaimana makna yang ada pada huruf shuf, yakni: huruf “Shad” adalah menunjukkan Al-Shidq (jujur), AlShafa (bersih), Al-Shiyanah (menjaga diri), Al-Shabr (sabar) dan Al-Shalah (baik). Huruf “Wawu” menunjukkan: Al-Washlah (selalu berhubungan dengan Allah swt.), Al-Wafa’ (setia memenuhi tugasnya) dan Al-Wujd (ekstasi, mabuk karena cinta kepada Allah swt.). Sedangkan huruf “Fa” menunjukkan arti Al-Farh (bahagia) dan Al-Tafajju’ (terkesima mclihat kebesaran Allah),
Apabila dia telah memakai Al-Mirga’ (jubah tambalan), dia juga harus menunaikan hak dari masing-masing huruf istilah tersebut: huruf “Mim” adalah Al-Ma’ rifah (pengetahuan, dalam hal ini lebih banyak bersifat metafisik), Al-Mujahadah (bersungguh-sungguh) dan Al-Mudzillah (merendahkan diri), Huruf “Ra'” adalah: Al-Rahman (rahmat), Al-Ra’fah (santun), Al-Riyadhah (latihan jiwa) dan Al-Rahah (rilek). Huruf “Qaf adalah: Al-Qana’ah (puas dengan apa yang dimiliki), Al-Qurban (dekat), Al-Quwwah (kuat), dan Al-Qaul Al-Shidg (ucapan benar). Terakhir huruf “A’in” adalah: Al-Ilmu (ilmu), Al-‘amal (perbuatan), Al-Isyg (rindu kepada Allah), dan Al-‘ubudiyah (penghambaan diri kepada Allah).
Rasulullah saw. telah memerintahkan umatnya untuk memakai jubah tambalan, seperti yang beliau katakan kepada Aisyah ra.:
” Sesungguhnya kebahagiaanmu adalah jika bertemu denganku, janganlah sekali-kali engkau duduk dekat orang mati dan berganti pakaian kecuali engkau memakai jubah/baju tambalan.”
Wallahu a’lam.