Kitab Nadzom Maqsud Dan Terjemah [PDF]

Berkata seorang hamba yang menjadi tawanan (sangat butuh) rahmat Allah ta’ala yang mulia yaitu syeikh Ahmad bin Abdurrahim. Setelah memuji kepada Allah ta’ala Dzat yang mempunyai sifat keagungan seraya memohon rahmat ta’zhim untuk Nabi Muhammad SAW dan keluarganya.

Fi’il tsulasi ketika di sunyikan (dari huruf tambahan) itu babnya ada 6, seperti yang akan diterangkan (dalam nabom berikutnya).

 

Fi’il tsulasi ketika disunyikan ( dari huruf tambahan) itu babnya ada enam, seperti yang akan diterangkan (dalam nadhom berikutnya).


Pembahasan:
1. Tasrifnya fi’il itu jumlahnya ada 35 bab. Dengan perincian 6 bab untuk fi’il tsulasi mujarrad, 25 bab untuk fi’il tsulasi mazid, 1 bab untuk fi’il ruba’i mujarad, 3 bab untuk fi’il ruba’i mazid.
2. Fi’il tsulasi adalah kalimat yang huruf asalnya ada tiga.
3. Fi’il tsulasi terbagi menjadi dua macam, yaitu fi’il tsulasi mujarrad dan fi’il tsulasi mazid
4. Fi’il tsulasi mujarrad adalah fi’il yang madlinya terdiri dari tiga huruf asli serta tidak mendapatkan tambahan. Contoh: نصر،ضرب،فتح
5. Fi’il tsulasi mujarrad apabila dilihat dari segi harakat ‘ain fi’il yang ada pada fi’il madli dan fi’il mudlari’, maka berjumlah 9 bab.
6. Namun yang terpakai hanya 6 bab, sedangkan yang tiga bab tidak terpakai.
7. Wazan no.1 (فعل-يفعل) , karena dikhususkan untuk makna watak (sifat pembawaan), makna orang arab tidak mau memberi harakat ‘ain fi’il pada fi’il mudlari’nya dengan harakat yang berlainan dengan harakat ‘ain fi’il mudlari’nya, sebagai pertanda akan makna watak. Dalam kitab Mathlub hal.11 diterangkan bahwa tidak terpakainya wazan ini karena terdapat kumpulnya dhammah dengan kasrah, hal ini aangat dibenci oleh orang arab.
8. Sedangkan wazan no.2 (فعل-يفعل) karena wazan ini tidak terhitung lughat yang fasih/baik.
9. Untuk wazan no.3 (فعل-يفعل)karena didalam wazan ini terdapat kumpulan dua hal berat yang berlawanan, yaitu dhammah dan kasrah.

 

 

Apabila ain fi’il yang ada pada fi’il madhi difathah (فعل) maka untuk ain fi’il yang ada pada fi’il mudhori’ boleh dibaca 3 wajah: 1. Kasrah (يفعل) 2. Dhammah (يفعل) 3. Fathah (يفعل).

Pembahasan:
1. Fa’ fi’il hanya boleh dibaca fathah karena fathah harakat yang paling ringan, sedangkan harakat yg lain tidak boleh, karena sukar memulai dengan harakat sukun, dan dirasa berat jika berharakat dhammah atau kasrah. Adapun didhammahnya fi’il ketika mabni majhul, karena untuk membedakan antara mabni majhul dengan mabni ma’lum.
2. Adapun ain fi’il tidak boleh dibaca sukun karena untuk menghindari bertemunya 2 huruf yang mati ketika bertemu dengan dhamir rafa’ mutaharrik.
3. Sedangkan lam fi’il boleh wajah 2, yaitu harakat fathah, karena fi’il madli itu dihukumi mabni fath dan harakat sukun, karena fi’il madli itu dihukumi mabni sedangkan mabni yang asal adalah sukun.
4. Fi’il yang ikut wazan (فعل – يفعل) adalah kebanyakan dari fi’il muta’addi, contoh: ضرب زيد عمرا (Zaid memukul ‘Amr), dan juga yang dari fi’il lazim , tapi sedikit, contoh: جلس عمرؤ (‘Amr telah duduk)
5. Fi’il muta’addi adalah fi’il yang dapat mengamalkan (menasabkan) maf’ulnya.
6. Fi’il lazim adalah fi’il yang tidak dapat mengamalkan (menasabkan) maf’ulnya.
7. Cara untuk mengetahui kriteria muta’addi atau lazimnya fi’il adalah: setiap lafadz yang menunjukkan arti yang dikerjakan oleh semua anggota badan, hukumnya lazim, dan setiap lafadz yang menunjukkan arti yang dikerjakan oleh sebagian anggota badan, hukumnya muta’addi.

 

8. Menurut Imam Tsa’labi, Apabila ada kemusykilan (ketidak tahuan) pada suatu kalimat dan tidak jelas termasuk bab berapa, maka kalimat tersebut dapat diikutkan pada bab ini, sehingga bab ini (فعل – يفعل) dinamakan asal bab (induk bab).
9. Wazan ( فعل- يفعل) ini hukumnya sama’i (tidak dapat disama ratakan) sedangkan wazan (فعل – يفعل) hukumnya qiyasi (bisa disamakan).
10. Kebanyakan kalimat yang ikut wazan فعل – يفعل adalah fi’il muta’addi, contoh: نصر زيد عمرا (Zaid menolong Amr), dan sedikit yang terdiri dari fi’il lazim contoh: خرج زيد (Zaid telah keluar).
Catatan: lafadz yang ikut wazan ini terbatas pada lafadz-lafadz yang berbina’ ajwaf wawi, naqish wawi, mudha’af yang muta’addi, shahih dan mahmuzfa.
11. Fi’il yang ikut wazan فعل يفعل adalah kebanyakan dari fi’il muta’addi, contoh: فتح زيد الباب (Zaid membuka pintu) dan terkadang juga terjadi dari fi’il lazim, contoh: ذهب عمرو (Amr telah pergi).

Apabila ain fi’il madhi dibaca dhammah (فعل) maka ain fi’il mudhari’ hanya dibaca dlammah saja (يفعل) dan apabila ain fi’il madhinya dibaca kasrah (فعل) maka ain fi’il mudhari’nya boleh dibaca fathah (يفعل) dan kasrah (يفعل)

Pembahasan:
1. Fi’il yang mengikuti wazan فعل – يفعل hanya fi’il fi’il yang lazim, contoh: حسن زيد ( Zaid tampan), dikarenakan arti fi’il yang ikut wazan ini adalah menunjukkan tabiat (watak) atau sifat yang selalu melekat (tidak mudah luntur) seperti pemberani, penakut, bagus, jelek, kuning, hitam dan lain-lain, kecuali apabila menyimpan arti fi’il lain, contoh رحبتكم الدار menyimpan arti وسع atau pindahan dari lafadz lain, contoh: سدته pindahan dari سودته, maka menjadi mut’addi.
Catatan: fi’il yang berbina’ naqish ya’i dan ajwaf ya’i tidak dapat mengikuti wazan ini, sedangkan untuk bina’ mudha’af terhitung sedikit.
2. Wazan فعل – يفعل diikuti oleh fi’il-fi’il muta’addi, contoh: علم زيد المسئلة (Zaid mengetahui suatu masalah) dan kebanyakan terdiri dari fi’il lazim, contoh: وجل زيد (Zaid merasa takut).
Catatan:
•Lafadz yang ikut bab ini kebanyakan menunjukkan arti penyakit, susah, gembira, warna, aib, dan hiasan.
•Dalam wazan ini tidak terdapat Isim alat, dikarenakan sebagian besar fi’il yang ikut wazan ini berartikan sakit, gembira, sifat dan warna, aib hiasan atau muta’addi namun dilakukan oleh hati (bukan dilakukan oleh anggota badan dzahir.
3. Fi’il yang ikut wazan فعل – يفعل adalah fi’il muta’addi contoh: حسب زيد عمرا فاضلا (Zaid menyangka Amr orang yang utama). Namun kebanyakan berupa fi’il lazim contoh ومق زيد (Zaid telah mabuk cinta).

Catatan: yang ikut wazan ini sedikit dari fi’il Bina shohih dan yang banyak adalah terdiri dari bina mitsal wawi.
4. Fi’il yang ikut wazan ini adalah: ومق، وثق، وقف، ولي، ورث، ورم، ورع، وري
5. Fi’il yang boleh ikut wazan ini dan juga wazan فعل – يفعل iyu berjumlah sembilan: حسب، نعم، يئس، يبس، وغر، بئس، وحر، وله، وهل
Catatan: Bila kita menemui lafadz yang sulit ditemui wazannya maka dilihat terlebih dahulu apabila muta’addi, diikutkan wazan: فعل – يفعل dan bila lazim, diikutkan wazan فعل – يفعل sedangkan bila muta’addi tapi dilakukan oleh hati maka diikutkan wazan فعل – يفعل.

Lam fi’il atau ‘ain fi’il dari fi’il yang ‘ain fi’ilnya dibaca fathah (فعل – يفعل) itu harus berupa salah satu huruf halaq, contoh: فخر – يفخر dan سلخ – يسلخ. Jika tidak berupa salah satu huruf halaq, maka hukumnya syadz ( menyimpang dari kaidah yang ditetapkan), contoh: سلى – يسلى dan أبى – يأبى

Pembahasan:
1. Lafadz-lafadz yang ikut bab tiga ( wazan فعل – يفعل) diisyaratkan ‘ain fi’il atau lam fi’ilnya berupa huruf halaq yang jumlahnya ada enam, yaitu: همزة-هاء-حاء-خاء-غين-عين
2. Diisyaratkan demikian karena ‘ain fi’il dalam fi’il madli dan fi’il mudlari’nya dibaca fathah, sedangkan fathah adalah harakat yang sangat ringan, agar bisa ta’addul ( sembarangan) dengan bab lainnya maka diisyaratkan ain atau alam fiilnya berupa huruf yang berat yaitu huruf halaq.
3. Syarat ‘ain atau lam fi’il berupa halaq ini bukan berarti semua lafadz yang ain atau lam fi’ilnya berupa huruf halaq harus diikutkan pada bab tiga ini karena wujudnya syarat tidak mengharuskan wujudnya perkara yang diisyaratkan (masyruth).
4. Diantara lafadz yang menetap isyarat tapi tidak ikut bab ketiga, yaitu:تحت-ينحت، نكح-ينكح، رجع-يرجع، صح-يصح (bab dua), دخل-يدخل (bab satu), فرح-يفرح (bab empat), بعد-يبعد (bab lima).
5. Syadz menurut ulama dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
• tidak mencocoki qiyas tapi masih berlaku (digunakan dalam kalam yang fasib) seperti ابى-يأب. Lafadz ini hukumnya syadz mengikuti bab ketiga tetapi masih tergolong kalimat fasih sebagaimana terdapat dalam ayat Alquran: الا ابليس ابى واستكبر
•Tidak mencocoki dalam penggunaan (tidak terpakai dalam kalam fasih) tetapi mencocoki pada qiyas, seperti: ضرب-يضرب
•Tidak mencocoki qiyas dan juga tidak terpakai dalam kalam fasih, seperti: بيع-قول, karena qiyasnya wawu dan ya’ itu diganti alif.
6. Perbedaan syadz, nadzir dan dla’if.
•Syadz adalah kalimat yang banyak digunakan tapi tidak mencocoki qiyas, contoh: ابي-يأبى
•Dla’if adalah kalimat yang tidak diakui kefasihannya oleh ahli bahasa, contoh: دخل-يدخل

 

Bab fi’il ruba’i mujarrab ada satu yaitu ikut wazan: فعلل- يفعلل dengan mauzun دخرج – يدخرج. Adapun bab fi’il ruba’i mulhaq itu ada 6 yaitu:

Pembahasan:
1. Fi’il ruba’i adalah Kalimat yang huruf asalnya ada empat.
2. Fi’il ruba’i ada tiga macam:
a.) Ruba’i mujarrad, yaitu fi’il yang terdiri dari 4 huruf asal dan bebas dari tambahan, contoh: دحرج-يدخرج
b.) Ruba’i mulhaq, yaitu fi’il yang terdiri dari 4 huruf, yang 3 berupa huruf asal dan yang satu berupa huruf ilhaq ( huruf yang ditambahkan karena ilhaq), contoh: حوقل-يحوقل
c.) Ruba’i mazid, yaitu fi’il yang memuat lebih dari 4 huruf, yang 4 berubah huruf asal dan yang lain berupa huruf tambahan. Contoh: اخرنجم
3. Bab fi’il ruba’i mujarrad hanya ada satu, Bagaimana hasil istiqro’ para ulama’, karena fi’il ruba’i mujarrad iru berat lantaran banyaknya huruf, sehingga ulama’ sharaf tidak mentashrif fi’il ruba’i mujarrad sebagaimana tashrif fi’il tsulasi mujarrad dengan mengharakati kasrah, dlammah, dan fathah pada ain fi’ilnya, namun dengan harakat fathah saja supaya ringan.
4. Ilhaq adalah menambahkan huruf pada suatu kalimat agar sama dengan kalimat lain dalam bilangan huruf jenis harakat, sukun dan dalam semua tashrifnya, شملل disamakan dengan دخرج.
5. Fi’il ruba’i mulhaq pada hakikatnya adalah filtrasi yang disamakan dengan lafadz دخرج dengan menambahkan satu huruf (huruf ilhaq), maka dari itu ruba’i mulhaq disebut juga الملحق بدخرج ( fi’il tsulasi yang disamakan kan dengan lafadz دخرج.
6. Menurut ulama Bashrah babnya fi’il ruba’i mulhaq itu ada enam macam, Tetapi menurut ulama kufah ada delapan dengan menambah dua bab lagi, yaitu:فعنل dan فلفل di dalam kitab amtsilati tashrifiyah ruba’i mulhaq bab-nya ada 7 dengan menggugurkan bab فلفل.
7. Perbedaan فعلل yang ruba’i mujarrod dengan ruba’i mulhaq adalah terletak pada mauzunnya, yaitu: apabila lam fi’il yang pertama dan yang kedua itu sama, disebut ruba’i mulhaq, seperti: جلبب، شملل dan apabila lam fi’il yang pertama dan yang kedua berbeda, disebut ruba’i mujarrad, seperti: دخرج.

Bab fi’il tsulasi mazid itu ada empat belas, dan empt belas bab tersebut terbagi menjadi tiga bagian

Pembahasan:
1. Fi’il tsulasi mazid: fi’il yang terdiri dari tiga huruf asli dan ditambah satu, dua atau tiga huruf ziyadah, contoh: نصر-تناصر-استنصر dari tsulasi mujarrad نصر
2. Fi’il Tsulasi Mazid terbagi menjadi tiga macam:
a) Fi’il tsulasi mazid ruba’i apabila yang ditambahkan itu satu huruf, contoh: نصر
b) Fi’il mazid khumasi apabila yang ditambahkan itu ada dua huruf, contoh: تناصر
c) Fi’il tsulasi mazid sudasi apabila ditambahkan itu tiga huruf, contoh: استنصر
3. Huruf ziyadah pada fi’il atau isim terkumpul dalam kalimat: سألتمونيها، اليوم تنساه،atau اتاني سليمان

Bgian yang pertama disebut fi’il tsulasi mazid ruba’i. Adapun babnya, ada tiga, yaitu:

Pembahasan:
1. Fi’il tsulasi mazid ruba’i: kalimat fi’il yang terdiri dari 4 huruf, yang 3 berupa huruf asal, dan yang 1 huruf tambahan, contoh: اكرم dari كرم
2. Perbedaan antara fi’il ruba’i mulhaq dengan fi’il tsulasi mazid ruba’i adalah:
a) Tambahan yang ada pada fi’il ruba’i mulhaq itu tidak untuk merubah arti akan tetapi untuk menyamakan dengan fi’il ruba’i mujarrad dalam segi tafsirannya.
b) Tambahan yang ada pada fi’il tsulasi mazid ruba’i itu untuk merubah arti atau untuk menimbulkan arti baru seperti fi’il asalnya lazim berubah menjadi muta’addi.
3. Fi’il yang ikut wazan افعل-يفعل ada yang berlaku lazim, seperti: ادبر (mati/sudah lewat) ada yang muta’addi, Bahkan ini yang banyak, seperti: اكرم
4. Fi’il tsulasi mujarrad dipindahkan dan diikutkan pada wazan افعل dengan menambahkan hamzah qata’ di permulaan itu mempunyai beberapa faidah. Diantaranya:
a) للتعدية (memuta’addikan fi’il lazim) contoh: اكرمت زيدا (saya memulyakan Zaid)
b) للدخول في الشيء ( masuknya fa’il pada asal fi’il (suatu keadaan)) contoh: أمسى المسافر ( musafir masuk pada waktu sore) asal fi’il dari أمسى adalah lafadz مساء (waktu sore)
c) لقصد المكان (fa’il menuju satu tempat (asal fi’il)), contoh: احجز زيد (Zaid menuju ke Hijaz), اعرق عمرو (Umar menuju ke Irak), اطبن خالد (Khalid menuju ke Tuban). Asal fi’il احجز، اعرق، أطبن adalah lafadz حجاز، عراق، طبان
d) لوجود ما اشتقى منه الفعل فى الفاعل (menunjukkan arti adanya asal fi’il dalam fa’il), contoh: اثمر الطلح (pohon pisang telah berbuah), اورق الشجر (pohon telah berdaun) asal fi’il dari اثمر dan اورق adalah lafadz ثمر dan ورق
e) للمبالغة ( mubalaghoh atau menyangatkan makna asal fi’il atau menambahkan makna asal fi’il), contoh: أشغلت عمرا ( saya sangat menyibukkan Amar)
f) لوجود الشيء في صفة ( fa’il mendapati maf’ul bih dalam suatu sifat) contoh: اعظمته (saya mendapati sifat agung padanya), احمدته (saya men-dapati sifat terpuji padanya)
g) للصيرورة (berubahnya fa’il menhadi asal fi’il), contoh: اقفر البلد (Negara itu lengang/kosong), asal fi’ilnya قفر (lengang/kosong)
h) للتعريض (fa’il menawarkan maf’ul bih untuk asal fi’il), contoh اباع الثوب (seseorang menawarkan baju untuk dijual), asal fi’ilnya berupa lafadz بيع
i) للسلب ( hilangnya asal fi’il dari fa’il) contoh أشفى المريض ( orang yang sakit hilang kesehatannya), asal fi’ilnya berupa lafadz شفاء
j) للحينونة ( datangnya waktu melakukan asal fi’il), contoh احصد الزرع ( waktu memanen padi telah tiba), asal fi’ilnya adalah حصاد

5. Fi’il tsulasi mujarrod dipindah dan diikutkan wazan فعل dengan menambahkan muta’addi (menggandakan) ‘ain fi’il itu mempunyai beberapa faidah diantaranya:
a.) للتعديتدة (merubah fi’il lazim menjadi fi’il muta’addi), contoh: فرح زيد عمرا (Zaid menggembirakan Amr), sesungguhnya fi’il tsulasi lafadz فرح adalah lazim yaitu فرح yang artinya: gembira.
b.) للتكثير (memperbanyak) contoh: قطع زيد الحبل (Zaid memotong-motong tali), maksudnya Zaid memotong seutas tali menjadi potongan yang banyak.
c.) لنسبة المفعول الى أصل الفعل (membangsakan maf’ul pada asal fi’il), contoh: كفر زيد عمرا (Zaid mengkafirkan Amr), maksuknya adalah Zaid membacakan/ menghukumi/ menuduh bahwa Amr adalah kafir. Asal fi’ilnya adalah kekafiran (كفر)
d.) لسلب اصل الفعل من المفعل (menghilangkan asal fi’il dari maf’ul) contoh: قشر-زيد الرمان (Zaid menguliti/mengupas delima), maksudnya Zaid menghilangkan kulit dari delima asal fi’ilnya adalah قشر
e.) لاتخاذ الفعل من الاسم (membuat fi’il (kata kerja) dari kalimat isim (kata benda) dan fi’il tersebut berfaidah membuat/mendirikan), contoh: خيم القوم (kamu mendirikan tenda). Kalimat fi’il خيم asalnya adalah kalimat isim, yaitu خيام artinya: tenda
4. Ada tiga pendapat tentang tambahan yang ada pada wazan فعل-يفعل
a.) Menurut Imam Khalil adalah Ah suruh yang kedua karena huruf tambahan di akhir itu lebih baik, pendapat ini dinukil dari Imam Farisi dari Imam Yunus dan pendapat ini pula dipilih oleh Imam Yunus dan Ibnul hajib.
b.) Menurut mayoritas ulama adalah huruf yang pertama karena menambahkan huruf mati itu lebih aula (diterima) daripada huruf yang hidup, pendapat ini dipilih oleh pengarang Kitab Talhis, ibnu Ushfur dan ibnu Malik.
c.) Menurut Imam sibawaih adalah bule yang pertama atau yang kedua.
5. Fi’il tsulasi mujarrad dipindah dan diikutkan pada wazan فاعل dengan menambahkan alif setelah fa’ fi’il itu mempunyai beberapa faedah. Diantaranya:
a.) للمشاركة بين اثنين (persekutuan diantarra dua orang) (Musyarakah ialah dua orang yang bersekutu dalam melakukan suatu pekerjaan yang satu melakukan pekerjaan yang juga dilakukan oleh yang lain, sehingga masing-masing selain menjadi fa’il (subyek/pelaku pekerjaan) juga menjadi maf’ul (objek/yang terkena pekerjaan)) contoh ضارب زيد عمرا (Zaid dan Amr saling pukul).
b.) لمعنى فعل التي للتكثير ( memuta’addikan seperti halnya wazan فعل) contoh: ضاعف الله (Allah melipat gandakan). Contoh lafadz tersebut sama dengan contoh ضعف الله dengan diikutkan wazan فعل
c.) لمعنى أفعل التي للتعدية (memuta’addikan seperti halnya wazan أفعل), contoh: عافاك الله (semoga Allah menyembuhkanmu), contoh tersebut sama dengan اعفاك الله yang diikutkan wazan أفعل
d.) لمعنى فعل المجردة (bermakna seperti fi’il tsulasi mujarrad), contoh: سافر زيد (Zaid pergi) قاتله الله (Allah membunuhnya), بارك الله فيك (semoga Allah memberkatimu), contoh tersebut sama dengan lafadz سفر قتل dan برك
6. Fi’il yang ikut wazan فاعل-يفاعل itu huruf tambahannya berada diantara fa’ dan ‘ain fi’il karena dlarurat, sebab bila diletakkan di awal maka akan serupa dengan fi’il mudlari’waqi’mutakalliman atau serupa dengan wazan أفعل-يفعل, jika diletakkan di akhir maka serupa dengan fi’il madli yang tasniah dan jika diletakkan setelah ‘ain fi’il maka akan serupa dengan sighat mubalaghah isim fa’il atau jama’ taksir (فعال).

Dan khususkanlah fi’il tsulasi mazid khumasi dengan wazan-wazan ini, maka yang pertama seperti (انفعل-ينفعل) انكسر, dan yang kedua wazan أفتعل-يفتعل (اجتمع), lalu (اسود) افعل-يفعل demikian juga wazan تفعل-يتفعل (تعلم) dan tambahkanlah wazan (تخاصم) تفاعل-يتفاعل.

Pembahasan:
1. Fi’il tsulasi mazid khumasi: kalimat yang fi’il madlinya terdiri dari lima huruf, tiga berupa huruf asal, dan dua huruf tambahan, contoh انكسر dari كسر
2. Bab fi’il tsulasi mazid khumasi itu ada lima macam, yaitu:
a.) انفعل-ينفعل
•Dalam bab ini tidak ada fi’il muta’addi khusus untyk fi’il lazim saja, karena yang asal dalam wazan ini, berfaidah muthawa’ah (munculnya suatu dampak tatkala terjadi hubungan antara fi’il muta’addi dan maf’ulnya) dan kebanyakan muthawa’ah dari wazan فعل (tsulasi mujarrad) contoh قطعت الحبل فانقطع atau فعل contoh عدلته فانعدل atau أفعل contoh أزعجه فانزعج
•Dalam bab ini diisyaratkan harus berupa fi’il yang menunjukkan arti yang butuh penanganan (dikerjakan oleh anggota lahir) dan mempunyai bekas yang jelas (bisa dilihat), contoh: كسرت الزجاج فانكسر (pecah). Oleh karenanya, tidak boleh mengucapkan علمته فانعلم.
b.) افتعل-يفتعل
Banyak berlaku lazim (jika berfaedah muthawa’ah tetapi tanpa syarat seperti dalam wazan (انفعل-ينفعل), tapi ada juga yang muta’addi (ketika mempunyai arti اتخد) contoh اختبز زيد اي اتخد خبزا (Zaid membuat roti) dan masih banyak lagi arti yang dimiliki oleh wazan ini.
c.) افعل-يفعل
Wazan ini khusus untuk fi’il lazim saja, karena bab ini khusus untuk fi’il-fi’il yang menunjukkan arti warna, watak (tabiat) dan cacat anggota tubuh contoh: اصفر الموز (buah pisang telah menguning) اعور زيد (Zaid buta sebelah).
d.) تفعل-يتفعل
Wazan ini ada yang muta’addi makna ketika menyimpan arti اخد, contoh: تمزر زيد اي اخد مئزرا (Zaid mengangkat menteri) atau berfaedah takalluf contoh: تعلم زيد العلم (Zaid bersungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu) dan ada juga yang lazim jika berfaidah muthawwa’ah dari wazam فعل contoh كسرت الزجاج فتكسر (saya memecahkan kaca, lantas kaca tersebut menjadi pecah)
e.) تفاعل-يتفاعل
Frozen ini ada yang lazim, jika dari فاعل yang berfaedah musyarakah dan muta’addi satu maf’ul contoh تضاربنا dari ضاربت زيدا dan muta’addi, jika dari فاعل yang berfaidah musyarakah dan muta’addi dua maf’ul contoh: تنازعنا الحديث dari نازعت زيدا الحديث

Pembahasan:
1. Fi’il tsulasi mazid sudasi: Kalimat yang fi’il madlinya terdiri dari enam huruf, tiga huruf asal dan tiga huruf tambahan, contoh: غفر dari استغفر
2. Bab fi’il tsulasi mazid sudasi itu ada enam macam, yaitu:
a.Fi’il yang ikut wazan ini berlaku lazim, jika bermakna:
a.) قراى استقر : فعل
b.) استنوق الجمل : تحويل
c.) صار الطين حجرا اي استحجر الطين : صار dan belaku muta’addi jika bermakna
اعتقدت زيدا كريما اى استكرمت زيدا : اعتقد
b. اعشوشب-يعشوشب : افعوعل-يفعوعل : Fi’il yang ikut wazan ini berlaku lazim sebab menunjukkan arti mubalaghah seperti اعشوشب الارض (bumi menumbuhkan rumput yang lebat) dan juga berlaku muta’addi, seperti: جعلته حلوا احلوليلته اى
c. اجلوء-يجلوء : افعول-يفعول : bab ini hanya dikhususkan untuk fi’il lazim saja, adapun contoh: لزمني اى اعلوطني فلان adalah bentuk muta’addi. Namun contoh semacam ini sedikit dijumpai dan barang yang sedikit dijumpai itu dihukumi seperti tidak ada.
d. احمار-يحمار : افعال-يفعال : bab ini kebanyakan diikuti oleh fi’il yang menunjukkan arti cela dan warna, namun terkadang tidak menunjukkan arti tersebut, seperti: انهار الليل (separuh malam).
e. اسلنقى-ينلنقي : افعنلى-يفعنلي : fi’il yang ikut wazan ini berlaku lazim karena menunjukkan arti muthawa’ah seperti: سلقيته فاسلنقى اى وقعته على قفاه فوقع عليه
f. اقعنسس-يقعنسس : افعنلل-يفعنلل : fi’il yang ikut wazan ini berlaku lazim karena menunjukkan arti mubalaghah.
3. Kedua bagian terakhir ini dalam kitab Matan maqshud digolongkan pada jajaran tsulasi mazid, namun dalam kitab tashrif dan Kebanyakan ahli shorof dua bab ini digolongkan mulhaq dengan اخرنجم (ruba’i mazid).
4. Adapun ulama yang berpendapat seperti pendapat pertama (dua bab tersebut tergolong tsulasi mazid) memberikan komentar bahwa lafadz اقعنسس dan اسلنقى yang ikut wazan افعنلل-يفعنلل dan افعنلى-يفعنلي itu bukan ruba’i mazid namun ruba’i mulhaq dengan دخرج, asalnya adalah قعس dan سلق kemudian diilhaqkan pada دخرج menjadi قعسس dan سلقى setelah demikian baru diilhaqkan pada اخرنجم maka menjadi اقعنسس dan اسلنقى berarti ilhaqnya lafadz اقعنسس dan اسلنقى itu tidak asli namun hanya mengikuti pada دخرج (ruba’i mulhaq), maka pantas dua bab itu digolongkan pada jajaran tsulasi mazid.
5. Sedangkan ulama yang berpendapat seperti pendapat kedua(dua lafadz tersebut tergolong ruba’i mulhaq dengan اخرنجم) memberikan alasan karenaاقعنسس dan اسلنق itu masdar sama dengan masdar lafadz اخرنجم dalam segi wazan, huruf tambahan dan perbandingan huruf asalnya.


Fi’il ruba’i mazid (yang terdiri dari empat huruf asal lalu ditambah satu atau dua huruf tambahan) itu ada dua macam:
1. Fi’il yang mempunyai 6 huruf ( fi’il ruba’i mazid sudah yaitu fi’il yang terdiri dari empat huruf asal lalu ditambah dua huruf tambahan) seperti:
○ اقشعر-يقشعر : افعلل-يفعلل
○ احرنجم-يحرنجم : افعنلل-يفعنلل
2. Lalu yang khumasi (fi’il yang terdiri dari empat huruf asal lalu ditambah satu wazannya adalah
تدخرج-يتدخرج تفعلل-يتفعلل

 

Pembahasan:
1. Fi’il ruba’i mazid, yaitu kalimat yang fi’il madhinya memuat huruf lebih dari 4 huruf, empat huruf asal dan yang lain berupa huruf tambahan, contoh: اخرنجم
2. Fi’il ruba’i mazid secara garis besarnya terbagi menjadu dua, yaitu:
a.) Fi’il ruba’i mazid humasi: kalimat yang fi’il madhi nya Terdiri dari 5 huruf yang 4 berupa huruf asal dan yang satu berupa huruf tambahan. Babnya hanya satu, yaitu: تدحرج-يتدحرج : تفعلل-يتفعلل
b.) Fi’il ruba’i mazid sudasi: kalimat yang fi’il madhi nya terdiri dari 6 huruf yang 4 berupa huruf asal dan yang dua berupa huruf tambahan. Dan babnya ada 2, yaitu:
a. اخرنجم-يخرنجم : افعنلل-يفعنلل. Bab ini hanya berlaku lazim tidak ada yang muta’addi karena menunjukkan makna muthowa’ah wazan فعلل, seperti: حرجمت الابل فاخرنجم
b. اقشعر-يقشعر : افعلل-يفعلل bab ini juga hanya berlaku lazim tidak ada yang muta’addi karena menunjukkan makna warna dan celah dan muthawa’ah wazan فعلل

Masdar ada dua macam:
1)Masdar mim, contoh:منصرا – معلما – مضربا berasal dari lafadz: نصر – علم -ضرب .
2) Masdar ghoiru mim, contoh: نصرا -علما – ضربا -مدا berasal dari lafadz ضرب – مد – نصر – علم .
Masdar yang kedua (masdar ghoiru mim) itu dibagi dua (yaitu sama’i dan dan qiyasi). Masdar ghairu mim dari tsulasi mujarrad itu hukumnya sama’i, sedangkan masdar ghoiru mim selain tsulasi mujarrad (masdar dari ruba’i, tsulasi mazid ruba’i, khumasi dan dan sudasi) itu hukumnya qiyasi.

Pembahasan:
1. Masdar adalah: lafadz yang menunjukkan arti pekerjaan yang tidak bersamaan dengan zaman dan memuat huruf fi’il dalam lafadzya.
2. Isim masdar adalah lafadz yang menunjukkan arti pekerjaan yang tidak bersamaan dengan zaman dan tidak memuat semua huruf fi’il dalam lafadz nya.
3. Masdar ada dua:
a) Masdar mim yaitu: masdar yang huruf pertamanya berupa huruf mim tambahan , contoh: منصرا – معلما مضربا berasal dari lafadz نصر – علم – ضرب .
b) Masdar ghairu mim yaitu: masdar yang huruf pertamanya tidak terdiri dari huruf mim , contoh: نصرا – علما – ضربا – مدا berasal dari lafadz : ضرب – مد – نصر – علم .
4. Sama’i artinya: lafadz-lafadznya sudah ditentukan oleh orang Arab dan tidak bisa disamakan dalam satu atau dua wazan atau sukar menentukan dengan wazan-wazan tertentu karena terlalu banyak , contoh: علما – سماعا dari madli: علم – سمع .
5. Qiyasi artinya: lafadznya bisa disamakan dengan wazan tertentu. Contoh: اكراما – ادخالا – اخراجا dari lafadznya اكرم – ادخل – اخرج ، jadi setiap fi’il yang ikut wazan افعل pasti masdarnya ikut wazan افعال .
6. Isim ada dua macam: isim jamid dan isim musytaq.
7. Isim jamid adalah isim yang tidak dikeluarkan dari kalimat lain , seperti: شجر ، بقر ، رجل .
8. Isim musytaq adalah izin yang dikeluarkan dari kalimat lain, seperti: النصر dari نصر .
9. Isim musytaq itu ada tiga macam:
a) Shaghir, yaitu isim yang dikeluarkan dari kalimat lain dengan mencocoki dalam huruf dan urutannya, seperti: العلم dari علم .
b) Kabir, yaitu isim yang dikeluarkan dari kalimat lain tapi cocok dalam lafadznya saja tidak dalam urutannya, seperti: الحمد dari مدح .
c) Akbar, yaitu isim yang dikeluarkan dari kalimat lain dan kebanyakan hurufnya sama dalam makhrajnya, seperti: النهق dari نعق .
10. Menurut ulama Basrah semua kalimat itu dikeluarkan dari masdar, sedangkan menurut ulama Kufah adalah dikeluarkan dari fi’il madli.
11. Masdar ghoiru mim dan tsulasi mujarrad itu hukumnya sama’i (menurut Imam Sibawaih) karena sulitnya untuk didefinisikan. Demikian ini karena sangat banyaknya bab yang mencapai 33 bab lebih, bahkan ada yang mengatakan sampai 41 bab. tapi menurut Imam Zamakhsyari hukumnya qiasi karena banyak berlaku.
12. Sedangkan masdar ghoiru mim selain tsulasi mujarrad (masdar dari ruba’i, tsulasi mazid ruba’i khumasi dan sudasi) itu hukumnya qiyasi.
Masdar min fi’il trulasu mujarrad yang berbina’ ajwaz, shahih, mahmuz, atau mudha’af itu ikut wazan مفعل , contoh : مصان – ننصر – مامل dan ممد dan jika ikut wazan مفعل maka dihukumi syadz, contoh: مسجد – مغرب dan مطلع dari lafadz : غرب – سجد – طلع .

Pembahasan:
1. Bina’ adalah bentuk kalimat yang ditinjau dari segi jenis huruf dan tata letaknya serta dari segi hidup dan matinya huruf.
2. Bina ajwaf yaitu tiap-tiap fi’il yang ain fi’ilnya berupa huruf illat. Kalau berubah wawu maka dinamakan ajwaf wawi, kalau berupa ya’ maka dinamakan ajwaf ya’i.
3. Fi’il bina’ ajwaf itu terdapat pada 3 bab saja, yaitu:
a) باع – يبيع : فعل – يفعل
b) قال – يقول : فعل – يفعل
c) خاف – يخاف : فعل – يفعل
4. Bina’ Shahih yaitu tiap-tiap fi’il yang fa’, ain dan lam fi’ilnya tidak berupa huruf illat, hamzah serta ain fi’il dan lam fi’ilnya tidak berubah huruf yang sejenis.
5. Bina’ Shahih ada di semua bab.
6. Bina’ Mahmuz yaitu tiap-tiap fi’il yang salah satu huruf asalnya berupa huruf hamzah. Jika Hamzah berada pada fa’ fi’il, dinamakan Mahmuz fa’, jika berada pada ain fi’il, dinamakan Mahmuz ain dan jika berada pada lam fi’il, dinamakan Mahmuz lam.
7. Bina’ Mahmuz ada di semua bab :
a) Bina’ Mahmuz fa’ terdapat pada 5 bab.
b) Bina’ Mahmuz ain terdapat pada 3 bab.
c) Bina’ Mahmuz lam terdapat pada 5 bab.
8. Bina’ mudha’af tsulasi mujarrad dan mazid yaitu tiap-tiap fi’il yang ain fi’il dan lam fi’ilnya berupa huruf sejenis.
9. Bina’ mudha’af ruba’i mujarrad dan mazid yaitu tiap-tiap fi’il yang fa’ fi’il dan lam fi’il yang pertama berupa huruf yang sejenis, demikian juga ain fi’il dan lam fi’il Yang kedua juga berupa huruf yang sejenis.
10. Bina’ mudha’af ada tiga bab dan tidak terjadi pada bab yang lain kecuali bab فعل – يفعل (fa’ula yaf’ulu) tetapi sedikit, seperti لب ف
هو لبيب.

Begitu juga dengan Isim zaman dan Isim makan ( mengikuti wazan مفعل )
Contoh : مصان – ننصر – مامل dan ممد , kecuali jika dari fi’il mudlari’ yang ain fi’ilnya di kasrah ( يفعل ) maka ikut wazan مفعل , contoh : مسير – مجلس – مادم dan مفر .

Pembahasan:
1. Isim zaman dan makan dari fi’il tsulasi mujarrad mempunyai dua wazan yaitu: مفعل dan مفعل .
2. Wazan مفعل bagi fi’il yang fi’il mudlari’nya mengikuti wazan يفعل dan يفعل .
3. Wazan مفعل bagi fi’il yang fi’il mudlari’nya mengikuti wazan يفعل .
4. Isim zaman terkadang ikut wazan مفعلة untuk menunjukkan arti tempat dan menunjukkan arti banyaknya suatu perkara yang ada di tempat tersebut namun hal tersebut hukumnya sama’i, seperti ماسدة ( tempat yang banyak singanya) dan مسبغة ( tempat yang banyak binatang buas nya).
5. Isim zaman dan makan dari fi’il tsulasi mujarrod hanya dapat ditasrif menjadi tiga bentuk yaitu bentuk Mufrad, tasniyah dan jama’ taksir.
6. Dibedakannya, antara masdar dengan Isim zaman dan makan ketika Ain fi’il mudlari’nya di kasrah, karena agar harakat Ain fi’il Isim zaman dan makan mencocoki dengan ain fi’il mudlari’nya karena keduanya diambil dari fi’il mudlari’. Berbeda dengan masdar, maka ditetapkan fathahnya karena dianggap ringan.

Dan bacalah fathah ( wazan مفعل ) untuk ( mastermind, Isim zaman dan Isim makan) dari fi’il yang berbina’ naqish dan lafif maqrun contoh : مغزو – مسري مغزى – مسرى dan (مشوي-مروي) مشوى-مروى dan baliklah (menjadi مفعل), jika dari fi’il yang berbina’ mu’tal yang seperti fi’il bina’ lafif mafruq (mitsal) contoh: موعد-(موقي) موق


Pembahasan:
1. Masdar mim, Isim zaman dan Isim makan dari fi’il yang berbina’ naqish dan lafif maqrun itu harus mengikuti wazan مفعل, contoh: مغزى-مسرى (مغزو-مسري) dan (مشوي-مروي) مشوى-مروى, sedangkan fi’il yang berbina’ mitsal dan lafif mafruq itu harus ikut wazan مفعل, contoh: موعد dan موق (موقي)
2. Bina’ naqish yaitu tiap-tiap fi’il yang fa’ fi’ilnya berupa huruf illat. Jika berupa wawu, dinamakan naqish wawi dan jika berupa ya’, dinamakan naqish ya’i.
3. Bina’ mitsal yaitu tiap-tiap fi’il fa’ fi’ilnya berupa illat. Jika berupa wawu, dinamakan mitsal wawi, dan jika berupa ya’ dinamakan mitsal ya’i.
4. Hina’ mitsal mudha’af itu hanya ada pada bab علم, seperti: ود.
5. Bina’ lafif maqrun yaitu tiap-tiap fi’il yang ‘ain dan lam fi’ilnya berupa illat.
6. Bina’ lafif mafruq yaitu tiap-tiap fi’il yang fa’ dan lam fi’ilnya berupa huruf illat.
7. Macam-macam bina’ fi’il ada tujuh yang terkumpul dalam:

 

Fi’il selain tsulasi mujarrad itu, jadikanlah masing-masing (dari masdar mim, isim zaman, isim makan) wazannya menyamai wazan fi’il mudhari’ nya yang dimabnikan majhul (dengan cara mengganti huruf mudharra’ah dengan mim). Begitu pula untuk isim maf’ul dan isim fa’il (wazannya juga menyamai wazan fi’il mudlari’nya yang dimabnikan majhul) dengan membaca kasrah pada ‘ain fi’ilnya dan huruf awalnya menjadi mim untuk seluruhnya. Contoh: مكرم-متناصر-مستغفر (masdar mim, isim zaman, isim makan dan isim maf’ul) مكرم-متناصر-مستغفر (isim fa’il).


Pembahasan:
1. Masdar mim, isim zaman, isim makan, isim maf’ul, dan isim fa’il dari fi’il selain tsulasi mujarrad itu wazannya sama dengan wazan fi’il midhari’nya yang mabni majhul dengan mengganti huruf mudhara’ahnya dengan mim (hanya untuk isim fa’il ‘ain fi’il harus dikasrah). Contoh: مكرم-متناصر-مستغفر (masdar mim, isim zaman, isim makan, isim maf’ul) dan مكرم-متناصر-مستغفر (isim fa’il).
2. Yang dimaksud selain tsulasi mujarrad adalah baik ruba’i mujarrad, mazid/mulhaq, khumasi/sudasi baik dari tsulasi/ruba’i baik bina’ sahih, mahmuz mudla’af/mu’tal baik muta’addi/lazim.Bab Masdar dan Musytaq Darinya

Masdar ada dua macam:
1)Masdar mim, contoh:منصرا – معلما – مضربا berasal dari lafadz: نصر – علم -ضرب .
2) Masdar ghoiru mim, contoh: نصرا -علما – ضربا -مدا berasal dari lafadz ضرب – مد – نصر – علم .
Masdar yang kedua (masdar ghoiru mim) itu dibagi dua (yaitu sama’i dan dan qiyasi). Masdar ghairu mim dari tsulasi mujarrad itu hukumnya sama’i, sedangkan masdar ghoiru mim selain tsulasi mujarrad (masdar dari ruba’i, tsulasi mazid ruba’i, khumasi dan dan sudasi) itu hukumnya qiyasi.

Pembahasan:
1. Masdar adalah: lafadz yang menunjukkan arti pekerjaan yang tidak bersamaan dengan zaman dan memuat huruf fi’il dalam lafadzya.
2. Isim masdar adalah lafadz yang menunjukkan arti pekerjaan yang tidak bersamaan dengan zaman dan tidak memuat semua huruf fi’il dalam lafadz nya.
3. Masdar ada dua:
a) Masdar mim yaitu: masdar yang huruf pertamanya berupa huruf mim tambahan , contoh: منصرا – معلما مضربا berasal dari lafadz نصر – علم – ضرب .
b) Masdar ghairu mim yaitu: masdar yang huruf pertamanya tidak terdiri dari huruf mim , contoh: نصرا – علما – ضربا – مدا berasal dari lafadz : ضرب – مد – نصر – علم .
4. Sama’i artinya: lafadz-lafadznya sudah ditentukan oleh orang Arab dan tidak bisa disamakan dalam satu atau dua wazan atau sukar menentukan dengan wazan-wazan tertentu karena terlalu banyak , contoh: علما – سماعا dari madli: علم – سمع .
5. Qiyasi artinya: lafadznya bisa disamakan dengan wazan tertentu. Contoh: اكراما – ادخالا – اخراجا dari lafadznya اكرم – ادخل – اخرج ، jadi setiap fi’il yang ikut wazan افعل pasti masdarnya ikut wazan افعال .
6. Isim ada dua macam: isim jamid dan isim musytaq.
7. Isim jamid adalah isim yang tidak dikeluarkan dari kalimat lain , seperti: شجر ، بقر ، رجل .
8. Isim musytaq adalah izin yang dikeluarkan dari kalimat lain, seperti: النصر dari نصر .
9. Isim musytaq itu ada tiga macam:
a) Shaghir, yaitu isim yang dikeluarkan dari kalimat lain dengan mencocoki dalam huruf dan urutannya, seperti: العلم dari علم .
b) Kabir, yaitu isim yang dikeluarkan dari kalimat lain tapi cocok dalam lafadznya saja tidak dalam urutannya, seperti: الحمد dari مدح .
c) Akbar, yaitu isim yang dikeluarkan dari kalimat lain dan kebanyakan hurufnya sama dalam makhrajnya, seperti: النهق dari نعق .
10. Menurut ulama Basrah semua kalimat itu dikeluarkan dari masdar, sedangkan menurut ulama Kufah adalah dikeluarkan dari fi’il madli.
11. Masdar ghoiru mim dan tsulasi mujarrad itu hukumnya sama’i (menurut Imam Sibawaih) karena sulitnya untuk didefinisikan. Demikian ini karena sangat banyaknya bab yang mencapai 33 bab lebih, bahkan ada yang mengatakan sampai 41 bab. tapi menurut Imam Zamakhsyari hukumnya qiasi karena banyak berlaku.
12. Sedangkan masdar ghoiru mim selain tsulasi mujarrad (masdar dari ruba’i, tsulasi mazid ruba’i khumasi dan sudasi) itu hukumnya qiyasi.


Masdar min fi’il tsulasi mujarrad yang berbina’ ajwaz, shahih, mahmuz, atau mudha’af itu ikut wazan مفعل , contoh : مصان – ننصر – مامل dan ممد dan jika ikut wazan مفعل maka dihukumi syadz, contoh: مسجد – مغرب dan مطلع dari lafadz : غرب – سجد – طلع .

Pembahasan:
1. Bina’ adalah bentuk kalimat yang ditinjau dari segi jenis huruf dan tata letaknya serta dari segi hidup dan matinya huruf.
2. Bina ajwaf yaitu tiap-tiap fi’il yang ain fi’ilnya berupa huruf illat. Kalau berubah wawu maka dinamakan ajwaf wawi, kalau berupa ya’ maka dinamakan ajwaf ya’i.
3. Fi’il bina’ ajwaf itu terdapat pada 3 bab saja, yaitu:
a) باع – يبيع : فعل – يفعل
b) قال – يقول : فعل – يفعل
c) خاف – يخاف : فعل – يفعل
4. Bina’ Shahih yaitu tiap-tiap fi’il yang fa’, ain dan lam fi’ilnya tidak berupa huruf illat, hamzah serta ain fi’il dan lam fi’ilnya tidak berubah huruf yang sejenis.
5. Bina’ Shahih ada di semua bab.
6. Bina’ Mahmuz yaitu tiap-tiap fi’il yang salah satu huruf asalnya berupa huruf hamzah. Jika Hamzah berada pada fa’ fi’il, dinamakan Mahmuz fa’, jika berada pada ain fi’il, dinamakan Mahmuz ain dan jika berada pada lam fi’il, dinamakan Mahmuz lam.
7. Bina’ Mahmuz ada di semua bab :
a) Bina’ Mahmuz fa’ terdapat pada 5 bab.
b) Bina’ Mahmuz ain terdapat pada 3 bab.
c) Bina’ Mahmuz lam terdapat pada 5 bab.
8. Bina’ mudha’af tsulasi mujarrad dan mazid yaitu tiap-tiap fi’il yang ain fi’il dan lam fi’ilnya berupa huruf sejenis.
9. Bina’ mudha’af ruba’i mujarrad dan mazid yaitu tiap-tiap fi’il yang fa’ fi’il dan lam fi’il yang pertama berupa huruf yang sejenis, demikian juga ain fi’il dan lam fi’il Yang kedua juga berupa huruf yang sejenis.
10. Bina’ mudha’af ada tiga bab dan tidak terjadi pada bab yang lain kecuali bab فعل – يفعل (fa’ula yaf’ulu) tetapi sedikit, seperti لب ف
هو لبيب.

Begitu juga dengan Isim zaman dan Isim makan ( mengikuti wazan مفعل )
Contoh : مصان – ننصر – مامل dan ممد , kecuali jika dari fi’il mudlari’ yang ain fi’ilnya di kasrah ( يفعل ) maka ikut wazan مفعل , contoh : مسير – مجلس – مادم dan مفر .

Pembahasan:
1. Isim zaman dan makan dari fi’il tsulasi mujarrad mempunyai dua wazan yaitu: مفعل dan مفعل .
2. Wazan مفعل bagi fi’il yang fi’il mudlari’nya mengikuti wazan يفعل dan يفعل .
3. Wazan مفعل bagi fi’il yang fi’il mudlari’nya mengikuti wazan يفعل .
4. Isim zaman terkadang ikut wazan مفعلة untuk menunjukkan arti tempat dan menunjukkan arti banyaknya suatu perkara yang ada di tempat tersebut namun hal tersebut hukumnya sama’i, seperti ماسدة ( tempat yang banyak singanya) dan مسبغة ( tempat yang banyak binatang buas nya).
5. Isim zaman dan makan dari fi’il tsulasi mujarrod hanya dapat ditasrif menjadi tiga bentuk yaitu bentuk Mufrad, tasniyah dan jama’ taksir.
6. Dibedakannya, antara masdar dengan Isim zaman dan makan ketika Ain fi’il mudlari’nya di kasrah, karena agar harakat Ain fi’il Isim zaman dan makan mencocoki dengan ain fi’il mudlari’nya karena keduanya diambil dari fi’il mudlari’. Berbeda dengan masdar, maka ditetapkan fathahnya karena dianggap ringan.

Dan bacalah fathah ( wazan مفعل ) untuk ( mastermind, Isim zaman dan Isim makan) dari fi’il yang berbina’ naqish dan lafif maqrun contoh : مغزو – مسري مغزى – مسرى dan (مشوي-مروي) مشوى-مروى dan baliklah (menjadi مفعل), jika dari fi’il yang berbina’ mu’tal yang seperti fi’il bina’ lafif mafruq (mitsal) contoh: موعد-(موقي) موق


Pembahasan:
1. Masdar mim, Isim zaman dan Isim makan dari fi’il yang berbina’ naqish dan lafif maqrun itu harus mengikuti wazan مفعل, contoh: مغزى-مسرى (مغزو-مسري) dan (مشوي-مروي) مشوى-مروى, sedangkan fi’il yang berbina’ mitsal dan lafif mafruq itu harus ikut wazan مفعل, contoh: موعد dan موق (موقي)
2. Bina’ naqish yaitu tiap-tiap fi’il yang fa’ fi’ilnya berupa huruf illat. Jika berupa wawu, dinamakan naqish wawi dan jika berupa ya’, dinamakan naqish ya’i.
3. Bina’ mitsal yaitu tiap-tiap fi’il fa’ fi’ilnya berupa illat. Jika berupa wawu, dinamakan mitsal wawi, dan jika berupa ya’ dinamakan mitsal ya’i.
4. Hina’ mitsal mudha’af itu hanya ada pada bab علم, seperti: ود.
5. Bina’ lafif maqrun yaitu tiap-tiap fi’il yang ‘ain dan lam fi’ilnya berupa illat.
6. Bina’ lafif mafruq yaitu tiap-tiap fi’il yang fa’ dan lam fi’ilnya berupa huruf illat.
7. Macam-macam bina’ fi’il ada tujuh yang terkumpul dalam:

 

Fi’il selain tsulasi mujarrad itu, jadikanlah masing-masing (dari masdar mim, isim zaman, isim makan) wazannya menyamai wazan fi’il mudhari’ nya yang dimabnikan majhul (dengan cara mengganti huruf mudharra’ah dengan mim). Begitu pula untuk isim maf’ul dan isim fa’il (wazannya juga menyamai wazan fi’il mudlari’nya yang dimabnikan majhul) dengan membaca kasrah pada ‘ain fi’ilnya dan huruf awalnya menjadi mim untuk seluruhnya. Contoh: مكرم-متناصر-مستغفر (masdar mim, isim zaman, isim makan dan isim maf’ul) مكرم-متناصر-مستغفر (isim fa’il).


Pembahasan:
1. Masdar mim, isim zaman, isim makan, isim maf’ul, dan isim fa’il dari fi’il selain tsulasi mujarrad itu wazannya sama dengan wazan fi’il midhari’nya yang mabni majhul dengan mengganti huruf mudhara’ahnya dengan mim (hanya untuk isim fa’il ‘ain fi’il harus dikasrah). Contoh: مكرم-متناصر-مستغفر (masdar mim, isim zaman, isim makan, isim maf’ul) dan مكرم-متناصر-مستغفر (isim fa’il).
2. Yang dimaksud selain tsulasi mujarrad adalah baik ruba’i mujarrad, mazid/mulhaq, khumasi/sudasi baik dari tsulasi/ruba’i baik bina’ sahih, mahmuz mudla’af/mu’tal baik muta’addi/lazim.Bab Masdar dan Musytaq Darinya

Masdar ada dua macam:
1)Masdar mim, contoh:منصرا – معلما – مضربا berasal dari lafadz: نصر – علم -ضرب .
2) Masdar ghoiru mim, contoh: نصرا -علما – ضربا -مدا berasal dari lafadz ضرب – مد – نصر – علم .
Masdar yang kedua (masdar ghoiru mim) itu dibagi dua (yaitu sama’i dan dan qiyasi). Masdar ghairu mim dari tsulasi mujarrad itu hukumnya sama’i, sedangkan masdar ghoiru mim selain tsulasi mujarrad (masdar dari ruba’i, tsulasi mazid ruba’i, khumasi dan dan sudasi) itu hukumnya qiyasi.

Pembahasan:
1. Masdar adalah: lafadz yang menunjukkan arti pekerjaan yang tidak bersamaan dengan zaman dan memuat huruf fi’il dalam lafadzya.
2. Isim masdar adalah lafadz yang menunjukkan arti pekerjaan yang tidak bersamaan dengan zaman dan tidak memuat semua huruf fi’il dalam lafadz nya.
3. Masdar ada dua:
a) Masdar mim yaitu: masdar yang huruf pertamanya berupa huruf mim tambahan , contoh: منصرا – معلما مضربا berasal dari lafadz نصر – علم – ضرب .
b) Masdar ghairu mim yaitu: masdar yang huruf pertamanya tidak terdiri dari huruf mim , contoh: نصرا – علما – ضربا – مدا berasal dari lafadz : ضرب – مد – نصر – علم .
4. Sama’i artinya: lafadz-lafadznya sudah ditentukan oleh orang Arab dan tidak bisa disamakan dalam satu atau dua wazan atau sukar menentukan dengan wazan-wazan tertentu karena terlalu banyak , contoh: علما – سماعا dari madli: علم – سمع .
5. Qiyasi artinya: lafadznya bisa disamakan dengan wazan tertentu. Contoh: اكراما – ادخالا – اخراجا dari lafadznya اكرم – ادخل – اخرج ، jadi setiap fi’il yang ikut wazan افعل pasti masdarnya ikut wazan افعال .
6. Isim ada dua macam: isim jamid dan isim musytaq.
7. Isim jamid adalah isim yang tidak dikeluarkan dari kalimat lain , seperti: شجر ، بقر ، رجل .
8. Isim musytaq adalah izin yang dikeluarkan dari kalimat lain, seperti: النصر dari نصر .
9. Isim musytaq itu ada tiga macam:
a) Shaghir, yaitu isim yang dikeluarkan dari kalimat lain dengan mencocoki dalam huruf dan urutannya, seperti: العلم dari علم .
b) Kabir, yaitu isim yang dikeluarkan dari kalimat lain tapi cocok dalam lafadznya saja tidak dalam urutannya, seperti: الحمد dari مدح .
c) Akbar, yaitu isim yang dikeluarkan dari kalimat lain dan kebanyakan hurufnya sama dalam makhrajnya, seperti: النهق dari نعق .
10. Menurut ulama Basrah semua kalimat itu dikeluarkan dari masdar, sedangkan menurut ulama Kufah adalah dikeluarkan dari fi’il madli.
11. Masdar ghoiru mim dan tsulasi mujarrad itu hukumnya sama’i (menurut Imam Sibawaih) karena sulitnya untuk didefinisikan. Demikian ini karena sangat banyaknya bab yang mencapai 33 bab lebih, bahkan ada yang mengatakan sampai 41 bab. tapi menurut Imam Zamakhsyari hukumnya qiasi karena banyak berlaku.
12. Sedangkan masdar ghoiru mim selain tsulasi mujarrad (masdar dari ruba’i, tsulasi mazid ruba’i khumasi dan sudasi) itu hukumnya qiyasi.
Masdar min fi’il trulasu mujarrad yang berbina’ ajwaz, shahih, mahmuz, atau mudha’af itu ikut wazan مفعل , contoh : مصان – ننصر – مامل dan ممد dan jika ikut wazan مفعل maka dihukumi syadz, contoh: مسجد – مغرب dan مطلع dari lafadz : غرب – سجد – طلع .

Pembahasan:
1. Bina’ adalah bentuk kalimat yang ditinjau dari segi jenis huruf dan tata letaknya serta dari segi hidup dan matinya huruf.
2. Bina ajwaf yaitu tiap-tiap fi’il yang ain fi’ilnya berupa huruf illat. Kalau berubah wawu maka dinamakan ajwaf wawi, kalau berupa ya’ maka dinamakan ajwaf ya’i.
3. Fi’il bina’ ajwaf itu terdapat pada 3 bab saja, yaitu:
a) باع – يبيع : فعل – يفعل
b) قال – يقول : فعل – يفعل
c) خاف – يخاف : فعل – يفعل
4. Bina’ Shahih yaitu tiap-tiap fi’il yang fa’, ain dan lam fi’ilnya tidak berupa huruf illat, hamzah serta ain fi’il dan lam fi’ilnya tidak berubah huruf yang sejenis.
5. Bina’ Shahih ada di semua bab.
6. Bina’ Mahmuz yaitu tiap-tiap fi’il yang salah satu huruf asalnya berupa huruf hamzah. Jika Hamzah berada pada fa’ fi’il, dinamakan Mahmuz fa’, jika berada pada ain fi’il, dinamakan Mahmuz ain dan jika berada pada lam fi’il, dinamakan Mahmuz lam.
7. Bina’ Mahmuz ada di semua bab :
a) Bina’ Mahmuz fa’ terdapat pada 5 bab.
b) Bina’ Mahmuz ain terdapat pada 3 bab.
c) Bina’ Mahmuz lam terdapat pada 5 bab.
8. Bina’ mudha’af tsulasi mujarrad dan mazid yaitu tiap-tiap fi’il yang ain fi’il dan lam fi’ilnya berupa huruf sejenis.
9. Bina’ mudha’af ruba’i mujarrad dan mazid yaitu tiap-tiap fi’il yang fa’ fi’il dan lam fi’il yang pertama berupa huruf yang sejenis, demikian juga ain fi’il dan lam fi’il Yang kedua juga berupa huruf yang sejenis.
10. Bina’ mudha’af ada tiga bab dan tidak terjadi pada bab yang lain kecuali bab فعل – يفعل (fa’ula yaf’ulu) tetapi sedikit, seperti لب ف
هو لبيب.

Begitu juga dengan Isim zaman dan Isim makan ( mengikuti wazan مفعل )
Contoh : مصان – ننصر – مامل dan ممد , kecuali jika dari fi’il mudlari’ yang ain fi’ilnya di kasrah ( يفعل ) maka ikut wazan مفعل , contoh : مسير – مجلس – مادم dan مفر .

Pembahasan:
1. Isim zaman dan makan dari fi’il tsulasi mujarrad mempunyai dua wazan yaitu: مفعل dan مفعل .
2. Wazan مفعل bagi fi’il yang fi’il mudlari’nya mengikuti wazan يفعل dan يفعل .
3. Wazan مفعل bagi fi’il yang fi’il mudlari’nya mengikuti wazan يفعل .
4. Isim zaman terkadang ikut wazan مفعلة untuk menunjukkan arti tempat dan menunjukkan arti banyaknya suatu perkara yang ada di tempat tersebut namun hal tersebut hukumnya sama’i, seperti ماسدة ( tempat yang banyak singanya) dan مسبغة ( tempat yang banyak binatang buas nya).
5. Isim zaman dan makan dari fi’il tsulasi mujarrod hanya dapat ditasrif menjadi tiga bentuk yaitu bentuk Mufrad, tasniyah dan jama’ taksir.
6. Dibedakannya, antara masdar dengan Isim zaman dan makan ketika Ain fi’il mudlari’nya di kasrah, karena agar harakat Ain fi’il Isim zaman dan makan mencocoki dengan ain fi’il mudlari’nya karena keduanya diambil dari fi’il mudlari’. Berbeda dengan masdar, maka ditetapkan fathahnya karena dianggap ringan.

Dan bacalah fathah ( wazan مفعل ) untuk ( mastermind, Isim zaman dan Isim makan) dari fi’il yang berbina’ naqish dan lafif maqrun contoh : مغزو – مسري مغزى – مسرى dan (مشوي-مروي) مشوى-مروى dan baliklah (menjadi مفعل), jika dari fi’il yang berbina’ mu’tal yang seperti fi’il bina’ lafif mafruq (mitsal) contoh: موعد-(موقي) موق


Pembahasan:
1. Masdar mim, Isim zaman dan Isim makan dari fi’il yang berbina’ naqish dan lafif maqrun itu harus mengikuti wazan مفعل, contoh: مغزى-مسرى (مغزو-مسري) dan (مشوي-مروي) مشوى-مروى, sedangkan fi’il yang berbina’ mitsal dan lafif mafruq itu harus ikut wazan مفعل, contoh: موعد dan موق (موقي)
2. Bina’ naqish yaitu tiap-tiap fi’il yang fa’ fi’ilnya berupa huruf illat. Jika berupa wawu, dinamakan naqish wawi dan jika berupa ya’, dinamakan naqish ya’i.
3. Bina’ mitsal yaitu tiap-tiap fi’il fa’ fi’ilnya berupa illat. Jika berupa wawu, dinamakan mitsal wawi, dan jika berupa ya’ dinamakan mitsal ya’i.
4. Hina’ mitsal mudha’af itu hanya ada pada bab علم, seperti: ود.
5. Bina’ lafif maqrun yaitu tiap-tiap fi’il yang ‘ain dan lam fi’ilnya berupa illat.
6. Bina’ lafif mafruq yaitu tiap-tiap fi’il yang fa’ dan lam fi’ilnya berupa huruf illat.
7. Macam-macam bina’ fi’il ada tujuh yang terkumpul dalam:

 

Fi’il selain tsulasi mujarrad itu, jadikanlah masing-masing (dari masdar mim, isim zaman, isim makan) wazannya menyamai wazan fi’il mudhari’ nya yang dimabnikan majhul (dengan cara mengganti huruf mudharra’ah dengan mim). Begitu pula untuk isim maf’ul dan isim fa’il (wazannya juga menyamai wazan fi’il mudlari’nya yang dimabnikan majhul) dengan membaca kasrah pada ‘ain fi’ilnya dan huruf awalnya menjadi mim untuk seluruhnya. Contoh: مكرم-متناصر-مستغفر (masdar mim, isim zaman, isim makan dan isim maf’ul) مكرم-متناصر-مستغفر (isim fa’il).


Pembahasan:
1. Masdar mim, isim zaman, isim makan, isim maf’ul, dan isim fa’il dari fi’il selain tsulasi mujarrad itu wazannya sama dengan wazan fi’il midhari’nya yang mabni majhul dengan mengganti huruf mudhara’ahnya dengan mim (hanya untuk isim fa’il ‘ain fi’il harus dikasrah). Contoh: مكرم-متناصر-مستغفر (masdar mim, isim zaman, isim makan, isim maf’ul) dan مكرم-متناصر-مستغفر (isim fa’il).
2. Yang dimaksud selain tsulasi mujarrad adalah baik ruba’i mujarrad, mazid/mulhaq, khumasi/sudasi baik dari tsulasi/ruba’i baik bina’ sahih, mahmuz mudla’af/mu’tal baik muta’addi/lazim.Bab Masdar dan Musytaq Darinya

Masdar ada dua macam:
1)Masdar mim, contoh:منصرا – معلما – مضربا berasal dari lafadz: نصر – علم -ضرب .
2) Masdar ghoiru mim, contoh: نصرا -علما – ضربا -مدا berasal dari lafadz ضرب – مد – نصر – علم .
Masdar yang kedua (masdar ghoiru mim) itu dibagi dua (yaitu sama’i dan dan qiyasi). Masdar ghairu mim dari tsulasi mujarrad itu hukumnya sama’i, sedangkan masdar ghoiru mim selain tsulasi mujarrad (masdar dari ruba’i, tsulasi mazid ruba’i, khumasi dan dan sudasi) itu hukumnya qiyasi.

Pembahasan:
1. Masdar adalah: lafadz yang menunjukkan arti pekerjaan yang tidak bersamaan dengan zaman dan memuat huruf fi’il dalam lafadzya.
2. Isim masdar adalah lafadz yang menunjukkan arti pekerjaan yang tidak bersamaan dengan zaman dan tidak memuat semua huruf fi’il dalam lafadz nya.
3. Masdar ada dua:
a) Masdar mim yaitu: masdar yang huruf pertamanya berupa huruf mim tambahan , contoh: منصرا – معلما مضربا berasal dari lafadz نصر – علم – ضرب .
b) Masdar ghairu mim yaitu: masdar yang huruf pertamanya tidak terdiri dari huruf mim , contoh: نصرا – علما – ضربا – مدا berasal dari lafadz : ضرب – مد – نصر – علم .
4. Sama’i artinya: lafadz-lafadznya sudah ditentukan oleh orang Arab dan tidak bisa disamakan dalam satu atau dua wazan atau sukar menentukan dengan wazan-wazan tertentu karena terlalu banyak , contoh: علما – سماعا dari madli: علم – سمع .
5. Qiyasi artinya: lafadznya bisa disamakan dengan wazan tertentu. Contoh: اكراما – ادخالا – اخراجا dari lafadznya اكرم – ادخل – اخرج ، jadi setiap fi’il yang ikut wazan افعل pasti masdarnya ikut wazan افعال .
6. Isim ada dua macam: isim jamid dan isim musytaq.
7. Isim jamid adalah isim yang tidak dikeluarkan dari kalimat lain , seperti: شجر ، بقر ، رجل .
8. Isim musytaq adalah izin yang dikeluarkan dari kalimat lain, seperti: النصر dari نصر .
9. Isim musytaq itu ada tiga macam:
a) Shaghir, yaitu isim yang dikeluarkan dari kalimat lain dengan mencocoki dalam huruf dan urutannya, seperti: العلم dari علم .
b) Kabir, yaitu isim yang dikeluarkan dari kalimat lain tapi cocok dalam lafadznya saja tidak dalam urutannya, seperti: الحمد dari مدح .
c) Akbar, yaitu isim yang dikeluarkan dari kalimat lain dan kebanyakan hurufnya sama dalam makhrajnya, seperti: النهق dari نعق .
10. Menurut ulama Basrah semua kalimat itu dikeluarkan dari masdar, sedangkan menurut ulama Kufah adalah dikeluarkan dari fi’il madli.
11. Masdar ghoiru mim dan tsulasi mujarrad itu hukumnya sama’i (menurut Imam Sibawaih) karena sulitnya untuk didefinisikan. Demikian ini karena sangat banyaknya bab yang mencapai 33 bab lebih, bahkan ada yang mengatakan sampai 41 bab. tapi menurut Imam Zamakhsyari hukumnya qiasi karena banyak berlaku.
12. Sedangkan masdar ghoiru mim selain tsulasi mujarrad (masdar dari ruba’i, tsulasi mazid ruba’i khumasi dan sudasi) itu hukumnya qiyasi.


Masdar min fi’il tsulasi mujarrad yang berbina’ ajwaz, shahih, mahmuz, atau mudha’af itu ikut wazan مفعل , contoh : مصان – ننصر – مامل dan ممد dan jika ikut wazan مفعل maka dihukumi syadz, contoh: مسجد – مغرب dan مطلع dari lafadz : غرب – سجد – طلع .

Pembahasan:
1. Bina’ adalah bentuk kalimat yang ditinjau dari segi jenis huruf dan tata letaknya serta dari segi hidup dan matinya huruf.
2. Bina ajwaf yaitu tiap-tiap fi’il yang ain fi’ilnya berupa huruf illat. Kalau berubah wawu maka dinamakan ajwaf wawi, kalau berupa ya’ maka dinamakan ajwaf ya’i.
3. Fi’il bina’ ajwaf itu terdapat pada 3 bab saja, yaitu:
a) باع – يبيع : فعل – يفعل
b) قال – يقول : فعل – يفعل
c) خاف – يخاف : فعل – يفعل
4. Bina’ Shahih yaitu tiap-tiap fi’il yang fa’, ain dan lam fi’ilnya tidak berupa huruf illat, hamzah serta ain fi’il dan lam fi’ilnya tidak berubah huruf yang sejenis.
5. Bina’ Shahih ada di semua bab.
6. Bina’ Mahmuz yaitu tiap-tiap fi’il yang salah satu huruf asalnya berupa huruf hamzah. Jika Hamzah berada pada fa’ fi’il, dinamakan Mahmuz fa’, jika berada pada ain fi’il, dinamakan Mahmuz ain dan jika berada pada lam fi’il, dinamakan Mahmuz lam.
7. Bina’ Mahmuz ada di semua bab :
a) Bina’ Mahmuz fa’ terdapat pada 5 bab.
b) Bina’ Mahmuz ain terdapat pada 3 bab.
c) Bina’ Mahmuz lam terdapat pada 5 bab.
8. Bina’ mudha’af tsulasi mujarrad dan mazid yaitu tiap-tiap fi’il yang ain fi’il dan lam fi’ilnya berupa huruf sejenis.
9. Bina’ mudha’af ruba’i mujarrad dan mazid yaitu tiap-tiap fi’il yang fa’ fi’il dan lam fi’il yang pertama berupa huruf yang sejenis, demikian juga ain fi’il dan lam fi’il Yang kedua juga berupa huruf yang sejenis.
10. Bina’ mudha’af ada tiga bab dan tidak terjadi pada bab yang lain kecuali bab فعل – يفعل (fa’ula yaf’ulu) tetapi sedikit, seperti لب ف
هو لبيب.

Begitu juga dengan Isim zaman dan Isim makan ( mengikuti wazan مفعل )
Contoh : مصان – ننصر – مامل dan ممد , kecuali jika dari fi’il mudlari’ yang ain fi’ilnya di kasrah ( يفعل ) maka ikut wazan مفعل , contoh : مسير – مجلس – مادم dan مفر .

Pembahasan:
1. Isim zaman dan makan dari fi’il tsulasi mujarrad mempunyai dua wazan yaitu: مفعل dan مفعل .
2. Wazan مفعل bagi fi’il yang fi’il mudlari’nya mengikuti wazan يفعل dan يفعل .
3. Wazan مفعل bagi fi’il yang fi’il mudlari’nya mengikuti wazan يفعل .
4. Isim zaman terkadang ikut wazan مفعلة untuk menunjukkan arti tempat dan menunjukkan arti banyaknya suatu perkara yang ada di tempat tersebut namun hal tersebut hukumnya sama’i, seperti ماسدة ( tempat yang banyak singanya) dan مسبغة ( tempat yang banyak binatang buas nya).
5. Isim zaman dan makan dari fi’il tsulasi mujarrod hanya dapat ditasrif menjadi tiga bentuk yaitu bentuk Mufrad, tasniyah dan jama’ taksir.
6. Dibedakannya, antara masdar dengan Isim zaman dan makan ketika Ain fi’il mudlari’nya di kasrah, karena agar harakat Ain fi’il Isim zaman dan makan mencocoki dengan ain fi’il mudlari’nya karena keduanya diambil dari fi’il mudlari’. Berbeda dengan masdar, maka ditetapkan fathahnya karena dianggap ringan.

Dan bacalah fathah ( wazan مفعل ) untuk ( mastermind, Isim zaman dan Isim makan) dari fi’il yang berbina’ naqish dan lafif maqrun contoh : مغزو – مسري مغزى – مسرى dan (مشوي-مروي) مشوى-مروى dan baliklah (menjadi مفعل), jika dari fi’il yang berbina’ mu’tal yang seperti fi’il bina’ lafif mafruq (mitsal) contoh: موعد-(موقي) موق


Pembahasan:
1. Masdar mim, Isim zaman dan Isim makan dari fi’il yang berbina’ naqish dan lafif maqrun itu harus mengikuti wazan مفعل, contoh: مغزى-مسرى (مغزو-مسري) dan (مشوي-مروي) مشوى-مروى, sedangkan fi’il yang berbina’ mitsal dan lafif mafruq itu harus ikut wazan مفعل, contoh: موعد dan موق (موقي)
2. Bina’ naqish yaitu tiap-tiap fi’il yang fa’ fi’ilnya berupa huruf illat. Jika berupa wawu, dinamakan naqish wawi dan jika berupa ya’, dinamakan naqish ya’i.
3. Bina’ mitsal yaitu tiap-tiap fi’il fa’ fi’ilnya berupa illat. Jika berupa wawu, dinamakan mitsal wawi, dan jika berupa ya’ dinamakan mitsal ya’i.
4. Hina’ mitsal mudha’af itu hanya ada pada bab علم, seperti: ود.
5. Bina’ lafif maqrun yaitu tiap-tiap fi’il yang ‘ain dan lam fi’ilnya berupa illat.
6. Bina’ lafif mafruq yaitu tiap-tiap fi’il yang fa’ dan lam fi’ilnya berupa huruf illat.
7. Macam-macam bina’ fi’il ada tujuh yang terkumpul dalam:

 

Fi’il selain tsulasi mujarrad itu, jadikanlah masing-masing (dari masdar mim, isim zaman, isim makan) wazannya menyamai wazan fi’il mudhari’ nya yang dimabnikan majhul (dengan cara mengganti huruf mudharra’ah dengan mim). Begitu pula untuk isim maf’ul dan isim fa’il (wazannya juga menyamai wazan fi’il mudlari’nya yang dimabnikan majhul) dengan membaca kasrah pada ‘ain fi’ilnya dan huruf awalnya menjadi mim untuk seluruhnya. Contoh: مكرم-متناصر-مستغفر (masdar mim, isim zaman, isim makan dan isim maf’ul) مكرم-متناصر-مستغفر (isim fa’il).


Pembahasan:
1. Masdar mim, isim zaman, isim makan, isim maf’ul, dan isim fa’il dari fi’il selain tsulasi mujarrad itu wazannya sama dengan wazan fi’il midhari’nya yang mabni majhul dengan mengganti huruf mudhara’ahnya dengan mim (hanya untuk isim fa’il ‘ain fi’il harus dikasrah). Contoh: مكرم-متناصر-مستغفر (masdar mim, isim zaman, isim makan, isim maf’ul) dan مكرم-متناصر-مستغفر (isim fa’il).
2. Yang dimaksud selain tsulasi mujarrad adalah baik ruba’i mujarrad, mazid/mulhaq, khumasi/sudasi baik dari tsulasi/ruba’i baik bina’ sahih, mahmuz mudla’af/mu’tal baik muta’addi/lazim.

 

Huruf akhir fi’il madhi secara mutlaq itu harus dimabnikan fath (baik secara dhahir atau muqaddar) contoh: ضرب-اكرم-غزا, jika bertemu dengan wawu jama’ maka harus dimabnikan dham, contoh: ضربوا-اكرموا-غزوا dan jika bertemu dengan dlamir marfu’ mutaharrik, maka harus dimabnikan sukun, contoh: ضربت-اكرمت-غزوت.


Pembahasan:
1. Huruf asal kalimat fi’il adalah mabni, dan hukum asal didalam kemabnian suatu lafadz adalah sukun.
2. Fi’il madli itu dihukumi mabni karena tidak ada keserupaan dengan kalimat isim dengan serupa yang sempurna seperti serupa dengan isim fa’il atau isim maf’ul akan tetapi kemabnian isim madhi tersebut menggunakan harakat hal ini dikarenakan adanya keserupaan dengan kalimat isim dengan serupa yang paling rendah, yaitu bisa dijadikan sebagai sifat dari mausuf isim nakirah.
3. Fi’il madli dimabnikan fathah. Demikian itu karena mencari keringanan, dikarenakan beratnya fi’il dalam segi lafadznya, dengan bukti tidak ditemukan fi’il tsulasi yang di sukun tengah pada asalnya, dan berat dari segi makna, dikarenakan fi’il menunjukkan dua hal, yaitu makna hadas (perbuatan dan zaman).
4. Hukum fi’il madli itu selamanya harus dimabnikan fathah, apabila huruf akhirnya tidak bersambung dengan dlamir rafa’ mutaharrik atau dlamir wawu jama’ (wawu yang menunjukkan arti banyak), seperti: ضرب (dzahir), غزا (muqaddar).
5. Apabila fi’il madli bersambung dengan dlamir rafa’ mutaharrik maka ia di hukumi mabni sukun ( untuk menghindari 4 huruf yang sama-sama berharakat dalam 2 kalimat yang seperti satu kalimat) , seperti : ضربت ، غزوت dan lainnya.
6. Dlamir rafa’ mutaharrik adalah dlamir yang berharakat dan berkedudukan sebagai fa’il atau na’ibul fa’il (mahal rafa’).
7. Apabila fi’il tersebut terdiri dari fi’il mu’tal alif maka mabninya dikira-kira kan ada alif seperti دعا , رمى maka alifnya di ganti dengan ya’ jika jatuh di urutan keempat da seterusnya. Seperti اعطيت atau urutan ke tiga tetapi asalnya adalah ya’ seperti اتيت . Dan jika jatuh di urutan ke tiga yang asalnya berupa huruf wawu maka harus dikembalikan. Seperti: غزا – غزوت .
8. Jika mu’tal akhir wawu atau ya’ maka harus ditetapkan. Seperti: رضيت dan غزوت
9. Dan apabila fi’il madli bersambung dengan dlamir wawu jama’ maka ia dihukumi mabni dlamm (untuk kesesuaian dengan wawu jama’), seperti ضربوا (dhahir), غزوا (muqaddar).
10. Apabila fi’il tersebut terdiri dari fi’il mu’tal alif maka alifnya dibuang untuk menghindari dua huruf yang mati. Seperti رموا-دعوا
11. Jika mu’tal akhir wawu atau ya’ maka huruf akhir harus dibuang dan huruf sebelumnya diharakati dengan dlammah untuk menyesuaikan dengan wawu. Seperti: رضوا-سروا-دعوا


Fi’il madhi yang mabni ma’lum itu huruf pertamanya harus dibaca fathah (baik dari fi’il tsulasi atau ruba’i), contoh: ضرب-اكرم-تخاصم kecuali fi’il khumasi dan sudasi yang dimulai dengan hamzah washal, maka huruf pertamanya harus dibaca kasrah contoh: امتحن-استغفر


Pembahasan:
1. Fi’il madhi terbagi menjadi dua, yaitu mabni fa’il dan mabni maf’ul, hal ini karena fi’il madhi menunjukkan makna hadats (pekerjaan) yang membutuhkan musnad ilaih (lafadz yang disandari hukum). Sedangkan dalam penyandarannya (isnad), fi’il madli terkadang diisnadkan pada fa’il dan terkadang diisnadkan pada maf’ul.
2. Fi’il madhi mabni majhul (maf’ul) adalah fi’il madhi yang tidak menyebutkan fa’ilnya, tetapi menempatkan novelnya pada posisi fa’il dalam mayoritas hukum yang dimiliki fa’il.
3. Fi’il madhi mabni ma’lum (fa’il) adalah: fi’il madhi yang huruf awalnya berharakat fathah atau huruf yang pertama kali hidup (walaupun bukan huruf awal) menyandang harakat fathah, seperti: اجتمع-نصر
4. Dalam contoh اجتمع, awalnya yang berharakat, adalah ta’ yaitu harakat fathah. Ta’ dianggap sebagai awalnya huruf berharakat, karena fa’fi’ilnya yang berupa huruf jim sukun, sedangkan harakat hamzah washal yang berupa kasrah tidak dianggap, karena harakat hamzah washal ketika ditengah kalimat digugurkan (tidak dibaca).


Tetapnya hamzah washal (terbaca) letika berada di permulaan susunan kalam itu wajib, sebagaimana terbuangnya (tidak terbaca) jika berada di tengah-tengah susunan kalam, contoh: أستغفر-فاستغفر
Sebagaimana hamzah yang ada pada fi’il amar dan masdar dari fi’il khumasi dan sudasi, contoh: انطلق-انطلاقا, استخرج-استخراجا, hamzah ال dan ايمن dan hamzah yang berada pada fi’il seperti lafadz اجهر (setiap fi’il amar dari fi’il tsulasi mujarrad)


Pembahasan:
1. Hamzah ada dua macam, yaitu hamzah qatha’ dan hamzah washal.
Hamzah qatha’ adalah hamzah yang selalu terbaca baik ketika berada di permulaan susunan kalam maupun di tengah-tengah susunan kalam, contoh: اكرم-فاكرم
3. Hamzah washal adalah hamzah yang terbaca ketika berada di permulaan susunan kalam dan tidak terbaca jika berada ditengah-tengah susunan kalam, contoh: أستغفر-فاستغفر
4. Hamzah washal itu selalu berada di permulaan karena dipakai untuk lantaran memulai huruf yang mati karena memulai huruf yang mati itu sangat sulit, kecuali darurat.
5. Tetapi ada juga hamzah washal yang terbaca ketika berada di tengah kalimay tapi hukumnya syadz. Seperti:
6. Hamzah washal itu berada pada fi’il, isim dan huruf, seperti:
أستغفر-فاستغفر، أستغفار، ال، ام (ال menurut lughat Himyar)
7. Hamzah washal yang berada di tangah kata atau kalimat itu yang digugurkan hanya bacaannya, sedangkan tulisannya tidak digugurkan.
8. Empat tempat hamzah washal dibuang bacaan dan tulisannya, yaitu:
a. Dalam lafadz basmalah.
b. Dalam lafadz اسم didahului hamzah istifham seperti اسمك علي.
c. Dalam lafadz ابن yang diapit oleh dua nama, seperti: عمرو بن عاص
d. Hamzah al (ال) yang dijerkan oleh huruf jer lam, seperti: للمدرسة.
9. Hamzah al (ال) itu disebut hamzah washal baik al maushulah, ma’rifah atau zaidah. Akan tetapi menurut imam khalil bahwa hamzah washal adalah hamzah qatha’ lalu dijadikan hamzah washal karena banyaknya terjadi (berlaku).
10. Begitu juga Hamzah lafadz ام menurut lughat ahli Yaman (Himyar).
11. Menurut sebagian ulama’ bahwa ال jinsiyyah adalah hamzah qatha’ seperti: ان الانسان لفي خسر
12. Hamzah lafadz ايمن menurut ulama’Kufah adalah hamzah qata’, karena jamak dari lafadz يمين. Sedangkan menurut ulama’ Basrah adalah hamzah washal karena dikhususkan untuk bersumpah. Menurut imam Sibawaih adalah isim mufrad dari masdar اليمين bermakna berkah.
13. Lughat ايمن itu ada dua belas macam, yaitu:
ايم، ايم، ايمن، ايمن، ام، م،م،م،من،من،من،ايمن


Begitu pula hamzah pada lafadz اسم-است-اثنتين-امرأة-امرؤ-اثنين-ابنة-ابن-ابنم. Semua hamzah washal dalam lafadz-lafadz diatas itu dibaca kasrah, kecuali dalam lafadz ايمن dan ال maka dibaca fathah.


Pembahasan:
1. Lafadz ابنم asalnya adalah ابن kemudia ditambah mim untuk mubalaghah.
2. Lafadz ابن asalnya adalah بنو kemudian lamnya dibuang littahfif kemudian disukun awalnya, atau lafadz ابن asalnya adalah بنو dengan dalil lafadz بنت, kemudian sukunnya nun dipindah ke huruf ba’ lalu didatangkan hamzah.
3. Lafadz ابنة asalnya adalah muannats dari lafadz ابن dengan tambahan ta’ ta’ nits.
4. Lafadz اثنين asalnya adalah ثنيان kemudian lamnya dibuang lalu huruf yang pertama disukun lalu didatangkan hamzah washal.
5. Lafadz امرؤ asalnya adalah مرء kemudian ditahfif dengan memindah harakat hamzah ke ra’ lalu hamzahnya dibuang dan diganti dengan hamzah washal lalu hamzah washal diterapkan ketika hamzahnya dikembalikan.
6. Harakat ra’ pada lafadz امرؤ itu mengikuti harakat hamzah yang berada di akhir kalimat, baik fathah (امرأ), dikasrah (امرئ) maupun didhammah (امرؤ). Demikian juga nun pada lafadz ابنم juga mengikuti harakat huruf mim setelahnya.
7. Lafadz اثنتين adalah muannats dari lafadz اثنين dengan menambah ta’ta’ nits.
8. Lafadz اسم asalnya adalah سمو atau سمو (menurut ulama’ Basrah), lamnya dibuang littahfif lalu huruf pertama disukun atau memindah sukunnya mim ke sin lalu didatangkan hamzah washal atau dari lafadz وسم (menurut ulama’ Kufah), kemudian lamnya dibuang littahfif.


Hamzah washal dalam fi’il amar dari fi’il tsulasi mujarrad yang terbentuk dari fi’il mudlari’ yang di dhammah ain fi’ilnya itu dibaca dlammah, seperti lafadz: اقتل serta yang ada pada fi’il madhi dari fi’il khumasi dan sudasi mabni majhul juga dibaca dlammah, seperti: انطلق-أستخرج
Huruf pertama fi’il madhi mabni majhul itu wajib dibaca dlammah, sedangkan huruf sebelum akhir wajib dibaca kasrah. Contoh: ضرب عمر


Pembahasan:
1. Hamzah washal itu tidak bertempat pada fi’il mudhari’ secara mutlak, kalimat huruf selain ال, fi’il madhi tsulasi dan ruba’i dan juga tidak bertempat pada kalimat Isim selain masdar fi’il madhi dan sudah di serta sepuluh isim di atas.
2. Harakat hamzah washal itu ada tujuh wajah:
a. Wajib fathah: berada pada isim yang dimulai dengan ال
b. Wajib dlammah: berada pada fi’il madhi khumasi dan sudasi yang mabni majhul selain yang berbina’ ajwaf, serta fi’il amar dari fi’il tsulasi mujarrad yang ain fi’il mudhari’nya di dlammah.
c. Boleh dlammah dan kasrah (dlammah lebih unggul): berada pada fi’il amar tsulasi mujarrad yang ain fi’il mudhari’nya di dlammah yang asalnya kasrah contoh: امشوا atau امشوا
d. Boleh fathah atau kasrah (fathah boleh lebih unggul): berada pada lafadz ايمن
e. Boleh kasrah dan dlammah (kasrah lebih unggul): berada pada lafadz اسم
f. Boleh kasrah, dlammah dan isymam: berada pada fi’il khumasi mabji majhul yang berbina’ ajwaf contoh: اختير-انقيد
g. Wajib kasrah: berada pada selain tempat-tempat yang disebutkan.
3. Asal harakat hamzah washal adalah kasrah, adapun difathah desebagian lafadz adalah karena untuk meringankan atau didlammah karena ittiba’ (ini pendapat ulama’ Basrah).
4. Adapun ulama’ Kufah memilih kasrahnya hamzah washal pada lafadz اضرب dan sukun pada lafadz اسكن karena ittiba’ (mengikuti) pada huruf ketiga. Adapun tidak difathahnya hamzah washal pada lafadz اعلم, karena kalau difathah akan terjadi iltibas (keserupaan) fi’il amar dengan kalam khabar.
5. Cara membuat fi’il mabni majhul adalah pertama fa’ilnya harus dibuang. Kemudian maf’ul yang asalnya dibaca nashab ditempatkan pada tempatnya fa’il yang dibuang dan harus dibaca rafa’ . Kemudian terjadilah keserupaan apakah fa’ilnya itu fa’il yang asli atau naibul fa’il. Untuk membedakan hal itu maka fi’ilnya perlu dirubah, sedangkan cara membuatnya adalah sebagai berikut:
a. Fi’il Madli
• Apabila huruf pertamanya tidak berupa hamzah washal atau ta’ muthawa’ah maka huruf pertamanya di dlammah dan sebelum akhir di kasrah, seperti: قوتل عمرو (قاتل موسى عمرا), أكرم بكر (اكرم زيد بكرا), فتح الباب (فتح زيد الباب), dan lainnya.
• Apabila huruf pertamanya berupa ta’ muthawwa’ah maka huruf pertama dan kedua harus didlammah dan sebelum akhir harus dikasrah, seperti: تفوعل، تعلم الكتاب (تعلم محمد الكتاب) dan lainnya.
• Apabila huruf awalnya berupa hamzah washal maka huruf yang pertama dan ketiga didlammah dan sebelum akhir dikasrah, seperti: استجيب الدعاء (استجاب الله الدعاء), انكسر الزجاج (انكسر علي الزجاج), dan lainnya.
b. Fi’il Mudlari’
Secara mutlaq huruf pertamanya harus didlammah sedangkan huruf sebelum akhir harus di fathah, seperti: يستخرج, يتعلم, يقاتل, ينصر-, dan sebagainya

Tanda-tanda fi’il mudhari’ adalah dimulai dengan huruf mudhara’ah yang dikumpulkan dalam lafadz ناتي ( nun,hamzah,ya’,dan ta’) dengan ketentuan huruf tersebut mempunyai makna yang sudah masyhur.
Huruf mudhara’ah (ناتي) bila berada pada fi’il mudhari’ mabni ma’lum , harus difathah, contoh: يضرب – ينطلق – يستخرج , kecuali bila berada pada fi’il ruba’i (fi’il yang hurufnya empat), maka harus didlammah , contohnya: يكرم – يفرح – يدحرج -يجاهد .

Pembahasan:
1. Empat huruf tambahan yang berada di awal kalimat fi’il mudlari’ yang terkumpul dalam lafadz ناتي itu juga disebut sebagai huruf mudhara’ah.
2. Makna yang dikandung oleh huruf mudhara’ah adalah:
a) Nun: li mutakallim ma’al ghair (membicarakan diri sendiri dan orang lain) atau muaddhim bin nafsih (menganggukkan diri sendiri) seperti: نعلم (kita/kami mengerti).
b) Hamzah : li mutakallim wahdah (membicarakan diri sendiri)
c) Ta’: lil khitob mutlaq (untuk khithab (lawan bicara)) secara mutlak baik mufrad,tatsniyah,atau jama’) atau waqi’ ghaib untuk perempuan mufrad, seperti تعلم (dia perempuan mengerti) dan tastniyah seperti تعلمان (mereka berdua mengerti).
d) Ya’ : lil ghaibil mudzakar mutlak baik mufrad, seperti يعلم (dia mengerti) , atau memasukkan alif tatsniyah , seperti يعلمان (mereka berdua mengerti) , atau sudag kemasukan wawu jama’ , seperti يعلمون (mereka semua mengerti), atau waqi’ ghaibah untuk jama’ muannats, seperti تعلمن (mereka semua perempuan mengerti)
3. Fi’il mudlari’ mabni fail adalah tiap-tiap fi’il mudlari’yang huruf mudhara’ah nya dibaca fathah . Seperti يضرب – ينطلق – يستخرج , kecuali fi’il mudlari’ yang madlinya itu huruf nya empat baik tsulasi mazid ruba’i, ruba’i mujarrad atau ruba’i mulhaq, maka huruf mudhara’ah nya itu di harakati dlammah dan huruf sebelum akhir itu di harakati kasrah , seperti يكرم – يفرح – يدحرج – يخاهد .
4. Adapun fi’il khumasi dan sudasi maka huruf mudhara’ah nya di fathah dan huruf sebelum akhir di kasrah kecuali yang ikut wazan : تفعل – تفاعل dan تفعلل maka huruf mudhara’ah dan huruf sebelum akhir dibaca fathah contoh : تعلم -يتعلم ، تضارب – يتضارب ، تدحرج – يتدحرج .
5. Huruf mudhara’ah ditambahkan di awal kalimat , tidak di akhir padahal akhir merupakan penambahan . Dikarenakan jika ditambah diakhir , akan serupa dengan fi’il madli yang bertemu dengan dlamir rafa’ mutahaarik ( ضربن dan ضربت ) adapun ya’ tidak serupa namun tetap ditaruh diawal kalimat, karena diserupakan dengan huruf mudhara’ah yang lain.
6. Huruf mudhara’ah mabni maklum tidak dibaca dlammah karena dikhawatirkan serupa dengan fi’il mabni majhul, dan tidak dikasrah karena kasrah harakat yang berat .
7. Adapun fi’il ruba’i mutlaq itu huruf mudhara’ah nya di dlammah, karena jika dibaca fathah akan serupa dengan fi’il tsulasi mujarrad nya. Sedangkan fi’il khumasi dan sudasi dibaca fathah karen lit tahfif ( meringankan ) hurufnya dianggap terlalu banyak .

Huruf sebelum akhir fi’il mudhari’ mabni ma’lum dari fi’il yang hurufnya lebih dari tiga itu dibaca kasrah, contoh: اكرم – يكرم , جاهد – يجاهد , استغفر – يستغفر , kecuali bila huruf sebelum akhir fi’il mudlari’ mabni ma’lum dari fi’il madhi yang mengikuti wazan : تفاعل ، تفعل dan تفعلل , maka dibaca fathah , contoh : تدخرج – يتدخرج , تضارب – يتضارب , تعلم – يتعلم .

Pembahasan:
1. Huruf sebelum akhir fi’il mudlari’ mabni maklumyang mengikuti wazan تفعل ، تفاعل dan تفعلل itu harus di fathah sebagaimana huruf mudhara’ahnya , seperti تعلم – يتعلم , تضارب – يتضارب , تدحرج – يتدهرج .
2. Yang membedakan fi’il mudlari’ mabni maklum dan majhul dari fi’il ruba’i adalah huruf sebelum akhir itu di baca kasrah jika mabni maklum dan dibaca fathah bila mabni majhul .
3. Sedang yang membedakan pada fi’il mudlari’ yang ikut wazan تفعل , تفاعل dan تفعلل adalah huruf mudhara’ah nya yang dibaca fathah bila mabni maklum dan dibaca dlammah bila mabni majhul. Adapun di fathahnya huruf sebelum akhir tersebut (tidak di kasrah) karena kasrah itu berat.
4. Adapun huruf sebelum akhir fi’il mudlari’ dari fi’il madli tsulasi mujarrad , adakalnya dibaca dlammah, kasrah ,dan fathah ( فعل – يفعل ).

Huruf mudhara’ah ( ناتي ) yang berada pada fi’il mudhari’ mabni majhul itu harus didlammah sedang huruf sebelum akhirnya harus di fathah, contoh: ينصر – يكرم – ينطلق – يستغفر .

Pembahasan:
1. Lemahnya huruf mudhara’ah itu adalah sebagai penyeimbang fi’il mabni majhul , sebab dlammah itu berat. Sedangkan kalau mabni majhul hal itu sedikit berlakunya dan agar seimbang. Fi’il mudlari’ mabni majhul itu tidak merubah ketentuan mabni maklum hanya saja merubah huruf mudhara’ahnya dan huruf sebelum akhir. Adapun lainnya itu seperti mabni maklum, seperti: ينصر – يكرم – ينطلق – يستغفر .
2. Huruf mudhara’ah (ناتي) yang berada pada fi’il mudlari’ mabni majhul itu harus di dlammah sedangkan huruf sebelum akhir harus di fathah . Adapun huruf selain dua huruf tersebut ditetapkan sebagaimana ketika di mabnikan maklum. Contoh: ينصر – يكرم – ينطلق – يستغفر .

Huruf akhir fi’il mudlari’ itu dii’robi sesuai dengan tuntutan amil yang masuk yakni dibaca rafa’ , contoh : يضرب , dibaca nashob , contoh: لن يضرب atau dibaca jazem, contoh: لم يضرب .

Pembahasan:
1. Huruf akhir fi’il mudhari’ secara mutlak ( baik mabni ma’lum atau mabni majhul ) itu dii’robi sesuai dengan tuntutan amil yang masuk yakni:
a) Dibaca rafa’ bila sunyi dari amil nashib dan jazim , contoh: يضرب .
b) Dibaca nashab jika kemasukan amil nashib , contoh: لن يضرب
c) Dibaca jazem jika kemasukan amil jazim, contoh: لم يضرب
2. Dirafa’kannya fi’il mudlari’ tersebut adalah menurut pendapat yang shahih dikarenakan sunyi dari amil nawashib dan amil jawazim dan ada yang mengatakan karena huruf mudhara’ah itu ada yang mengatakan karena menyerupai dengan isim fa’il.
3. Fi’il mudlari’ apabila bertemu dengan dlamir nun jama’ inats maka mabnikan sukun dan bila bertemu dengan nun taukid maka dimabnikan fathah.

Fi’il Mudlari’ yang kemasukan lam amar ( lam yang menunjukkan arti perintah ) itu disebut fi’il amar , sedangkan yng kemasukan la nahi ( la yang menunjukkan arti larangan ) disebut fi’il nahi dan huruf akhir dari fi’il tersebut harus disukun apabila berupa huruf shahih ( fi’il shahihul akhir ) contoh: لتمل هند – لاتمل .

Pembahasan:
1. Fi’il amar asalnya adalah fi’il mudlari’ yang kemasukan lam amar, seperti: انصرزيدا – لينصر زيد بكرا .
2. Fi’il amar itu ada dua macam:
a) Fi’il amar ghaib ,yaitu fi’il mudlari’ yang kemasukan lam amar yang bersandar pada fa’il ghaib atau gha’ibah , seperti: لينصر زيد بكرا .
b) Fi’il amar hadir yaitu fi’il yang menunjukkan perintah yang bersandar pada fa’il mukhatab atau mukhatabah , seperti:انصر زيد – انصر زيد .
3. Hukumnya amar ghaib dan fi’il nahi adalah jazem.
4. Alamat jazem fi’il mudlari’ yang dimasuki oleh lam amar dan la nahi adalah jika huruf akhirnya berupa huruf shahih dan tidak bertemu dengan alif tastniyah, wawu jama: dan ya’ muannats mukhatabah maka harus disukun huruf akhirnya.
5. Dan bila huruf akhirnya berupa huruf illat dan tidak bertemu dengan alif tastniyah , wawu jama’ dan ya’ muannats mukhatabah maka harus membuang huruf illat karena huruf illat itu lemah , sehingga tidak mampu untuk dibebani harakat kecuali tingkah nashab maka difathah karena fathah adalah harakat yang paling ringan.
6. Dan fi’il mudlari’ jika bertemu dengan alif tastniyah, wawu jama’ fan ya’ muannats mukhatabah maka dengan membuang nun alamat rafa’
7. Adapun jika bertemu dengan nun jama’ inats ( nun yang menunjukkan arti perempuan ) maka nun tidak usah dibuang sebab fi’il mudhori yang bertemu dengan nun tersebut hukumnya adalah mabni (sukun) atau bertemu dengan nun taukid maka hukumnya membeli Fathah oleh karena itu nun harus ditetapkan.

Dan huruf akhir dibuang jika akhirnya berupa huruf illat ( fi’il mu’tal akhir ) , contoh: ليرم – ليخش – ليغز – لايرم – لايخش – لايغز dari lafadz يرمي – بخشى – يغزو atau berupa nun tanda rafa’ ( dalam af’alul khamsah ), contoh: لينصرا – لينصرا – لتنصري dari lafadz ينصران – ينصرون – ينصرين . Adapun nun jama’ inats ( nun dlamir yang menunjukkan arti perempuan banyak ) itu harus ditetapkan contoh: لينصرن – لاتنصرن .

Pembahasan:
Nun niswah tidak dibuang ketika kemasukan amil nawasib atau jawazim karena nun niswah itu bukan alamat i’rab tapi dlamir seperti wawu jama’ ( yang menunjukkan mudakkar ) berbeda dengan nun af’alul khamsah ( nun alamat rafa’ ) maka ia adalah tanda i’rab dan rafa’ .

Cara membuat fi’il amar hadir adalah dengan membuang huruf permulaan fi’il mudlari’ ( huruf mudhara’ah ) dan mendatangkan hamzah washal bila huruf setelahnya itu mati. Dan bila huruf setelahnya itu hidup maka ditetapkan ( tanpa mendatangkan hamzah washal ) kemudian dimabnikan sebagaimana mabninya fi’il mudlari’ ketika jazem.

Pembahasan:
1. Mabni fi’il amar hadlir seperti fi’il mudlari’ yang dijazemkan yaitu:
a) Mabni sukun bila shahih akhir , contoh : اعلم dari lafadz يعلم
b) Mabni membuang huruf illat bila mu’tal akhir, contoh : ارم dari lafadz يرمي
c) Mabni membuang nun bila berupa af’alul khamsah ( fi’il mudlari’ yang akhirnya bertemu dengan alif tastniyah, wawu jama’ atau ya’ muannats mukhatabah ), contoh:

اضربا – اضربوا – اضربي dari fi’il mudlari’ : يضربان – يضربون – يضربين .

Isim fa’il tsulasi mujarrad yang fi’il madlinya ikut wazan فعل ( yang muta’addi ) atau ikut wazan فعل ( baik muta’addi atau lazim ) itu ikut wazan فاعل contoh: عالم – عازم dari madli علم – عزم .
Sedangkan isim fa’il fi’il tsulasi mujarrad yang fi’il madlinya ikut wazan فعل itu ikut wazan فعل atau فعل contoh: ضخم – ظريف dari madli ضخم – ظرف dan dihukumi langka jika tidak mengikuti salah satu dari 2 wazan diatas contoh : حسن – طاهر dari madli حسن – طهر .
Sedangkan isim fa’il fi’il tsulasi mujarrad yang fi’il madlinya mengikuti wazan فعل ( yang lazim ) mengikuti wazan
a) فعل contoh فرح – بطر dari madli فرح – بطر
b) افعل contoh احمر – اعرج dari madli حمر – عرج
c) فعلان contoh شبعان – عطشان dari madli شبع – عطش

Pembahasan:
1. Isim fa’il adalah isim yang menunjukkan art dzat yang masih samar yang mengerjakan pekerjaan yang sudah nyata dan timbulnya baru (bisa berubah-rubah) serta dipengaruhi oleh zaman.
2. Cara membuat isim fa’il dari tsulasi adalah mendatangkan fi’il mudlari’ mabni ma’lum lalu huruf mudhara’ahnya dibuang kemudian ditambahkan alif diantara fa’ dan ain fi’il sebagai ganti dari huruf mudhara’ah yang dibuang.
3. Alif tidak diletakkan diawal supaya tidak terjadi serupa dengan fi’il madli atau fi’il mudlari’ waqi’ mutakallim.
4. Alif tidak diletakkan di akhir supaya tidak serupa dengan waqi’ tastniyah.
5. Dan tidak diletakkan antara ain dan lam agar tidak serupa dengan sighat mubalaghah , seperti نصار .
6. Isim sifat yang datang dari orang arab tidak sesuai ketentuan tersebut hukumnya sama’i, seperti : سلم فهو سلم
7. Semua isim sifat yang tidak mengikuti wazan فاعل dinamakan sifat musyabihat, dengan syarat menunjukkan arti sifat yang menetap pada yang disifati. Apabila ditunjukkan untuk sifat yang baru ( tidak tetap ) maka termasuk isim fa’il . Sedangkan yang ikut wazan فاعل dinamakan isim fa’il, kecuali bila dimudhafkan pada fa’ilnya , maka juga termasuk sifat musyabihat.
8. Sifat musyabihat yaitu suatu sifat yang menetap pada orang atau sesuatu yang disifati dan dicetak dari fi’il lazim. Sedangkan isim fa’il dapat dicetak dari fi’il lazim dan fi’il muta’addi.

 

Wazan isim maf’ul fi’il tsulasi mujarrad itu ada dua : مفعل ( wazan qiyasi ) contoh:منصور – مضروب dan فعيل ( wazan sama’i ) contoh : قتيل – جريح – كريه .

Pembahasan:
1. Wazan فعيل bisa digunakan sebagai isim fa’il juga bisa sebgai isim maf’ul .
Adapun perbedaan nya adalah:
a) Apabila digunakan untuk isim maf’ul maka lafadznya sama antara laki-laki dan perempuan contoh:
مررت برجل قتيل – وامراة كريمة
b) Apabila digunakan untuk isim fa’il maka lafadznya antara laki-laki dan perempuan

Fi’il madhi, fi’il mudhari, fi’il amar, fi’il nahi (baik mabni ma’lum atau majhul) itu bisa di tashrif menjadi 14 wajah dengan perincian:
a) Tiga bentuk menunjukkan fa’il mudzakar ghaib
b) Tiga bentuk menunjukkan fa’il muannats ghaibah
c) Tiga bentuk menunjukkan fa’il mudzakar mukhatab
d) Tiga bentuk menunjukkan fa’il muannats mukhatabah
e) Dua bentuk untuk menunjukkan fa’il mutakallim
Dua bentuk terakhir ini tidak berlaku pada fi’il amar dan fi’il nahi yang mabni ma’lum.

Pembahasan:
1. Tashrif menurut bahasa adalah : merubah, sedang menurut istilah adalah : merubah bentuk suatu kalimat untuk menghasilkan arti yang berbeda yang dikehendaki.
2. Tasrif itu ada dua yaitu:
a) Tasrif istilahi adalah : merubah bentuk suatu kalimat untuk menghasilkan sighat .
b) Tasrif lughowi adalah : merubah bentuk suatu kalimat untuk menghasilkan waqi’.
3. Sighat adalah bentuk-bentuk kalimat ditinjau dari segi makna.
4. Waqi’ adalah dudukan siatu kalimat.
5. Adapun tashrif itu hanya berhubungan dengan isim mutamakkin (isim mu’rab), dan fi’il mutashorrif. Dengan demikian kalimat huruf, isim mabni dan fi’il jamid itu tidak bisa di tashrif.
6. Yang dimaksud shahih disini adalah tidak mahmuz tidak mu’tal dan tidak mudla’af.
7. Sedangkan yang menjadi ukuran shahih dan tidaknya adalah dilihat dari segi asalnya, maka memasukkan lafadz اسلنقى yang asalnya سلق.
8. Adapun yang waqi’ mutakallim tidak memakai alamat mudzakar atau muannats, mufrad, tastniyah, atau jama’, sebab mutakallim yang banyak adalah bisa diketahui apakah mudzakar atau muannats, mufrad, tastniyah, atau jamaknya. Adapun suara orang lelaki sama dengan orang perempuan ataupun sebaliknya itu adalah hal yang langkah. Sedangkan hukum itu tidak diberikan atas perkara yang langkah.
9. Fi’il amar dan nahi waqi’ mutakallim yang mabni ma’lum itu tidak ada, karna jika huruf mudlara’ahnya itu dibuang, maka akan terjadi serupa. Fi’il amar mutakallim wahdah serupa dengan fi’il amar mukhatab dan fi’il mudlari’ mutakallim wahdah. Sedangkan fi’il amar mutakallim ma’al ghair serupa dengan fi’il mudlari’ mutakallim ma’al ghair. Sedangkan fi’il amar mukhatab mabni ma’lum yang di majhulkan itu tidak ada berdasarkan istiqra’ (penelitian).

Isim fa’il dan fi’il tsulasi mujarrad itu bisa di tashrif menjadi 10 wajah sebagai berikut:
a) فاعل : mufrad mudzakar
b) فاعلان : tatsniyah mudzakar
c) فاعلون : jama’ mudzakar
d) فاعلة : mufrad muannats
e) فاعلتان : tatsniyah muannats
f) فاعلات : jama’ muannats
g) فعال : jama’ ta’tsir
h) فعل : Jama’ ta’tsir
i) فعلة : Jama’ ta’tsir
j) فواعل : Sighat muntahal jumu’

Pembahasan:
1. Isim fa’il dari fi’il tsulasi mujarrad itu bisa ditashrif menjadi 10 bentuk.
2. Sedangkan isim fa’il dari fi’il ghairu tsulasi mujarrad itu bisa di tashrif menjadi 6 bentuk, 3 untuk mudzakar dan 3 untuk muannats

Isim maf’ul fi’il tsulasi mujarrad itu bisa ditashrif menjadi 7 wajah, yaitu:
1. مفعول. : mufrad mudzakar
2. مفعولان : tatsniya mudzakar
3. مفعولون : jama’ mudzakar
4. مفعولة : Mufrad muannats
5. مفعولتان: tatsniyah muannats
6. مفعولات : jama’ muannats
7. مفاعيل : sighat muntahal jumu’

Pembahasan:
Isim maf’ul dari fi’il tsulasi mujarrad itu bisa di tashrif menjadi 7 wajah

Sedangkan isim maf’ul dari fi’il ghairu tsulasi mujarrad itu bisa di tashrif menjadi 6 wajah, 3 untuk mudzakar dan 3 untuk muannats.

Fi’i amar dan fi’il nahi (baik yang hadir atau ghaib) itu bisa di beri nun taukid ( taqilah atau Khafifah yang berfaidah menguatkan perkataan), kecuali fi’il amat dan fi’il nahi yang waqi’ tatsniyah (mudzakar/muannats-ghaib/ghaibah) dan waqi’ jama’ muannats (ghaibah/mukhatabah) (maka tidak bosa bertemu dengan nun taukid Khofifah).

Pembahasan:
1. Nun taukid sakilah adalah nun yang bertasydid dan berharakat fathah yang berfaidah menguatkan ma’na fi’il nya.
2. Nun taukid Khafifah adalah nun yang di sukun (mati) dan berfaidah menguatkan ma’na fi’ilnya
3. Fi’il yang bisa dimasuki oleh nun taukid dalah Fi’il mudlari’, fi’il amar, fi’il nahi. Adpun fi’il madhi tidak bisa dimasuki dengan nun taukid
4. Nun taukid Khafifah tidak bisa jatuh setelah nun jama’ inats, karena jika nun taukid jatuh setelah nun jama’ inats, harus dipisah dengan alif. Padahal nun Khafifah itu tidak bisa jatuh setelah alif, karena akan terjadi bertemu nya 2 huruf mati yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diampuni dan salah satunya tidak boleh dibuang. Berbeda dengan bertemunya 2 huruf yang mati tapi sesuai dengan ketentuan yang diampuni, maka diperoleh kan, seperti yang pertama berupa huruf mad an kedua berupa huruf bertasydid, seperti: لينسران.

Fi’il tsulasi mujarrad yang lazim itu bisa dimuta’addikan dengan 1)Hamzah Naql, contoh: كرمزيد menjadi اكرمت زيد . 2)Tadl’if ( menggandakan ain fi’il ), contoh : فرح زيد menjadi فرحت زيدا . 3)Huruf jer, contoh : ذهب زيد . Sedangkan fi’il ghairu tsulasi yang lazim hanya bisa di muta’addikan dengan huruf jer contoh : انطلق زيد menjadi انطلقت بزيد – افقر البلد menjadi اقفرت بلبلد . Dan bila semua adat memuta’addikan itu dibuang maka kembali menjadi lazim.

Pembahasan:
1. Fi’il bila ditinjau dari segi artinya : itu ada yang lazim dan muta’addi.
2. Fi’il muta’addi adalah fi’il yang dapat mengamalkan ( menasabkan ) maf’ulnya.
3. Fi’il muta’addi juga bisa disebut dengan istilah fi’il waqi’ karena pekerjaan tersebut bisa menimpa pada maf’ul bih. Atau fi’il mujawiz karena fi’il tersebut bisa melewati fa’il sampai pada maf’ul.
4. Muta’addi itu ada dua macam:
a) Muta’addi dengan sendirinya, yaitu fi’il yang di sambung dengan maf’ul nya secara langsung tanpa perantara huruf jer, seperti ضربت زيدا . Dan maf’ulnya disebut maf’ul sharih.
b) Muta’addi melalui perantara, yaitu fi’il yang sambung dengan maf’ulnya tidak secara langsung tapi melalui perantara huruf jer, seperti : ذهبت بزيد bermakna اذهبته . Dan maf’ulnya disebut maf’ul ghairu sharih. Maf’ul ini majrur lafdzan ( lafadznya dibaca jer ) dan manshub mahallan ( berada pada posisi nashab menjadi maf’ul ).
5. Fi’il lazim adalah fi’il yang tidak dapat mengamalkan ( menashabkan ) maf’ulnya atau fi’il yang hanya butuh fa’il.
6. Fi’il lazim juga bisa disebut dengan istilah fi’il ghairu waqi’ karena pekerjaan tersebut tidak bisa menimpa pada maf’ul bih , fi’il ghairu mujawiz karena pengalaman fi’il tersebut tidak bisa melewati fa’il sampai pada maf’ul , atau disebut fi’il qashir karena ringkasnya tidak butuh pada maf’ul dan mencukupkan diri dengan fa’ilnya saja.
7. Hamzah yang bisa memuta’addikan itu disebut Hamzah Naql karena memindah fi’il dari bentuk lazim menjadi bentuk lazim menjadi bentuk muta’addi. Hamzah ini jika masuk pada fi’il tsulasi lazim, fi’il yang dimasukinya dapat menashabkan maf’ul, yang asalnya adalah fa’il , seperti: جلس زيد (zaid duduk) menjadi اجلست زيدا (saya mendudukkan zaid) atau masuk pada fi’il muta’addi maf’ul satu , menjadi muta’addi maf’ul dua , sepertiلبس زيد جبة (zaid memakai jubah) menjadi البست زيدا جبة ( saya memakaikan zaid jubah ) atau memang asalnya sudah muta’addi maf’ul dua maka menjadi muta’addi maf’ul tiga , seperti رايت الحق غالبا ( saya meyakini kebenaranlah yang menang ) menjadi اراني الله الحق غالبا ( Allah meyakinkan saya bahwa kebenaranlah yang menang ).
8. Hamzqh yang bisa memuta’addikan itu mengecualikan hamzah yang mempunyai makna muthawa’ah . Maka hamzah ini justru melazimkan fi’il muta’addi, seperti : قشع الله الغيم فاقشع ( Allah menghilangkan mendung, mendung pun hilang ).
9. Hamzah dan tad’if itu hanya masuk pada fi’il tsulasi mujarrad saja , sedangkan huruf jer bisa masuk secara mutlak baik tsulasi mujarrad atau yang lainnya.
10. Selain tiga hal di atas, ada sebab lain yang bisa memuta’addikan fi’il lazim, diantaranya:
a) Bentuk fi’il mengikuti wazan فاعل , seperti : جلس زيد ومشى وسار ( zaid duduk, berjalan dan pergi ) menjadi جلست زيدا وماشيته وسايرته ( saya mendudukkan , menjalankan dan menyuruhpergi zaid )
b) bentuk fi’il yang mengukuti wazan استفعل (yg bermakna tholab/menisbatkan sesuatu), seperti : استخرجت المال (saya berusaha mengeluarkan harta) dan استحسنت زيدا (saya beranggapan baik terhadap zaid).
11. Fi’il lazim bila dimuta’addikan maka menjadi fi’il muta’addi maf’ul 1, bila sudah berupa fi’i muta’addi maf’ul satu maka menjadi fi’il muta’addi maf’ul dua dan bila sudah berupa fi’il muta’addi maf’ul dua, maka menjadi fi’il muta’addi maf’ul tiga.
12. Untuk membedakan antara fi’il muta’addi dengan fi’il lazim adalah jika menunjukkan suatu makna yg dilakukan oleh seluruh anggota badan maka hukumnya lazim, jika dilakukan oleh satu anggota badan, dilakukan hati/dilakukan oleh panca indra, maka hukumnya muta’addi. Namun kaidah yg merupakan penelitian ulama’ ini masih bisa ditentang.

 

Fi’il yang mengikuti wazan فاعل itu menunjukkan faidah persekutuan antara dua orang , contoh ; ضارب زيد عمرا (Zaid dan ‘Amr saling memukul). Namun terkadang tidak menunjukkan faedah persekutuan diantara dua orang , contoh : قاتل الله زيدا (Allah membinasakan Zaid).

Pembahasan:
1. Jika tidak menunjukkan persekutuan dua orang (atau hanya dilakukan oleh satu orang saja) lalu menggunakan wazan فاعل maka hukumnya sedikit.
2. Fi’il tsulasi mujarrad dipindah dan diikutkan pada wazan فاعل dengan menambahkan alif setelah fa’ fi’il itu mempunyai beberapa faedah .
Diantaranya:
a) مشاركة بين اثنين (persekutuan antara dua orang)
(Musyarakah ialah dua orang yang bersekutu dalam melakukan satu pekerjaan, yang satu melakukan pekerjaan yang juga dilakukan oleh yang lain , sehingga masing-masing selain menjadi fa’il ( pelaku pekerjaan ) juga menjadi maf’ul ( sasaran / yang terkena pekerjaan ) , contoh: ضارب زيد عمرا (Zaid dan Amar saling pukul).
b)لمعنى فعل التي للتكثير (memperbanyak) seperti halnya wazan فعل contoh: ضاعف الله (Allah melipatgandakan). Contoh lafadz tersebut sama dengan contoh ضعف dengan diikutkan wazan فعل .
c) لمعنى افعل التي للتعدي (memuta’addikan) seperti halnya wazan افعل , contoh: عافاك الله (semoga Allah menyembuhkanmu). Contoh tersebut sama dengan contoh اعفاك الله dengan diikutkan wazan افعل .
d) لمعنى فعل المجرد (bermakna seperti fi’il tsulasi mujarrad), contoh: سافر زيد (Zaid pergi) ,قتله الله (Allah membunuhnya) dan بارك الله فيك (semoga Allah memberkatimu) . Contoh lafad tersebut sama dengan lafadz قتل ، سفر ،dan برك.

Fi’il tsulasi mazid khumasi yang mengikuti wazan تفاعل itu menunjukkan arti :
a) Persekutuan antara dua orang atau lebih ( مشاركة بين اثنين فاكثر ) , contoh : تعاون ، العمال عل العمل ( para pekerja saling menolong dalam mengerjakan tugas ) dan تدافع زيد عمر ( zaid dan amr saling menolak )
b) menampakkan hal yang sebenarnya tidak terjadi ( اضاهار ما ليس في الو اقع ) , contoh : تمارض زيد ( zaid pura pura sakit )

Pembahasan:
1. Fi’il trulasi mujarad dipindah dan diikutkan wazan تفاعل dengan menambahkan ta’ pada permulaan kalimat dan alif sesudah fa’ fi’il itu mempunyai beberapa faidah :
a) للمشاركة بين اثنين فاكثر ( persekutuan antara dua orang atau lebih dalam melakukan pekerjaan/asal fi’il ) contoh : تصالح القوم ( kaum itu telah damai ) dan تضارب زيد وعمرو ( zaid dan amr saling pukul ) , asal fi’ilnya adalah صلح (damai) dan ضرب (pukul)
b) لاظهار ما ليس فالواقع ( fa’il menampakkan sesuatu ( asal fi’il ) yang tidak ada dalam kenyataannya ) , seperti : تمارض زيد ( zaid pura pura sakit ), asal fi’ilnya ialah المرض (sakit)
c) للوقوع تدريخا ( terjadinya asal fi’il secara berangsur-angsur / sedikit demi sedikit ) , contoh : توارد القوم ( kaum berangsur-angsur datang ).
d) لمعنى المجرد ( menunjukkan arti sama dengan ketika masih mujarrad ) contoh تعالى dan تسامى ( tinggi )
e) لمطاوعت فاعل ( menunjukkan muthawa’ah dari wazan فاعل yang berfaidah ta’dhiyah ) , seperti : باعدته فتباعد ( saya menjauhkannya , iapun menjadi jauh )
2. Muthawa’ah adalah dampak ( atsar ) yang di sebabkan hubungan fi’il muta’addi dengan maf’ulnya ( sebab akibat ) . Fi’il muta’addi ( sebab ) maf’ulnya (akibat) .

Fi’il tsulasi mazid khumasi yang ikut wazan افتعل jika fa’ fi’ilnya berupa huruf ithbaqo’ ( ص – ض – ط – ظ ) , maka huruf ta’ wazan افتعل harus diganti dengan tha’ , contoh : 1. صبر – اصتبر – اصطبر . 2. ضرب – اضترب – اضطرب 3. طهر – اطتهر – اطهر . 4. ظهر – اظتهر – اظطهر .

Pembahasan:
1. Perbedaan badal , iwadl dan qolb .
a) badal : menempatkan suatu huruf pada posisi huruf lain sebagai ganti dari huruf tersebut secara mutlak ( baik yang di ganti berupa huruf shohih atau huruf ilat ) seperti : صان asalnya اصطبر ، صون asalnya اصتبر
b) iwadl : mengganti suatu huruf dengan huruf yang lain yang tempatnya bukan pada tempatnya huruf yang diganti seperti : عدة asalnya وعد
c) qolb : mengganti huruf ilat dengan huruf yang lain . Seperti : صان asalnya صون
d) qolb merupakan istilah yang lebih khusus dibanding badal karena hanya terkhusus pada huruf ilat .
2. Huruf ibdal itu ada 9 yang terkumpul pada lafadz هدات موطيا
3. Digantinya ta’ tersebut sebab untuk menghindari bertemunya huruf ta’ dengan huruf ithbaqo’ karena berat dan sulit diucapkan , karena berdekatan makhrojnya yaitu dari ujung lidah dan pangkal gigi depan atas dan berbeda sifatnya , yaitu jika t’ merupakan huruf mahmusah mustafillah dan huruf ithbaqo’ adalah majhur dan isti’lac .
4. Huruf ithbaqo’ artinya : tertutup , dinamakan huruf ithbaqo’ , karena ketika mengucapkan huruf tersebut lisan akan bertemu dengan langit mulut tersebut ( cetak ) dengan posisi tertutup.
5 . Huruf isti’la’ artinya : naik . Hurufnya ada 7 , yaitu خ ص ض غ ط ق ظ . Karena naiknya lidah ke langit-langit atas ketika mengucapkan huruf tersebut .
6. Huruf infitah artinya : terbuka , hurufnya ada 25 selain huruf ithbaq ,karena terbukanya antara lidah dan langit-langit ketika mengucapkan huruf infitah .
7. Huruf istifal artinya : kebawah atau menurun karena menurunnya lidah dari langit-langit ketika mengucapkan huruf istifal . Jumlah hurufnya ada 22 selain huruf isti’la .
8. Huruf mahmusah adalah suaranya keluar nafasnya . Karena mengalir nafasnya ( berdesis ) ketika mengucapkan huruf mahmusah huruf hams itu ada 10 jumlahnya , yaitu فحثه شخص سكت
9. Huruf majhurah adalah suara bisa jelas serta nafasnya tertahan tidak bisa keluar ( tidak berdesis ). Hurufnya selain huruf hams .
10. Huruf tha’ yang merupakan pergantian dari ta’ yang terletak setelah huruf ithbaq , boleh diganti dengan huruf sejenis dengan fa’ fi’il , seperti اصطبر boleh dibaca اظطهر , اصبر boleh dibaca اظهر .

Sebagaimana ketika fa’ fi’il ifti’al berupa dal, dzal atau za’ maka huruf ta’ wazan افتعل harus diganti dengan dal . Contoh : زجر – ازتجر – ازدجر . Jika fa’ fi’ilnya fi’il yang ikut wazan افتعل tersebut berupa ya’ , wawu , atau tsa’ mati maka huruf tersebut harus diganti dengan ta’ ( untuk meringankan ) lalu ta’ tersebut diidghamkan pada ta’ ifti’al . Seperti اوتصل menjadi اتصل .

Pembahasan:
1. Huruf ta’ yang ada dalam babnya wazan افتعال jika terletak setelah huruf dal , za’ dan dzal maka harus diganti dengan dal dikarenakan beratnya berkumpulnya ta’ dengan huruf tiga tersebut , karena ta’ sifatnya mahmusah. Sedangkan tiga huruf tersebut sifatnya majhurah , maka untuk meringankannya dicarikan huruf yang makhrojnya sama dengan ta’ , yaitu huruf dal , karena makhrajnya sama-sama dari ujungnya lidah dan pangkal gigi depan yang atas dan memiliki sifat yang sama dengan huruf sebelumnya ta’ yaitu memiliki sifat jahr.
2. Ta’ yang ganti dengan dal , ini hukumnya boleh diganti dengan huruf yang sejenis dengan huruf sebelumnya, maka di dalam pengucapannya ada dua wajah . Seperti : اذدكر boleh diucapkan اذكر , ازدان boleh diucapkan ازان .
3. Huruf alif tidak termasuk diganti dengan ta’ , karena alif tidak ada yang menjadi fa’ fi’il , ain fi’il atau lam fi’il.
4. Pergantian huruf ta’ pada wazan افتعال ini berlaku dalam lafadz-lafadz yang ditashrif dari masdarnya , mulai dari fi’il madli sampai isim alat.

Huruf yang terdapat dalam lafadz اويسا هل تنم itu disebut huruf zaid ( huruf tambahan ) apabila berada pada kalimat yang terdiri dari 3 huruf atau 4 , dengan catatan apabila kalimat tersebut sudah mempunyai arti tanpa adanya huruf sepuluh tersebut .

Fi’il ruba’i ( baik ruba’i mutlaq atau tsulasi mazid ruba’i ) itu yang banyak adalah muta’addi , kecuali yang ikut wazan فعلل maka yang banyak adalah lazim contoh : دربج محمد (Muhammad mendapat petunjuk) .

Pembahasan:
1. Huruf asal adalah huruf yang selalu ada ( dalam dlahir atau perkiraan ) pada semua tashrif kalimat . Seperti nun pada lafadz نصر .
2. Adapun huruf asal yang dibuang karena proses pengi’lalan itu tetap dihukumi wujud dalam perkiraan , seperti wawu dalam lafadz وعد yang dibuang pada mudlari’nya .
3. Huruf zaid ( huruf tambahan ) adalah huruf yang tidak tetap atau dibuangpada beberapa tashrif kalimat , seperti ta’ pada lafadz اختذي .
4. Begitu pula dengan huruf ziyadah yang selalu tetap , itu dihukumi terbuang dalam taqdirnya , seperti wawu dalam كوكب dan nun dalam قرنفل .
5. Tujuan penambahan huruf itu ada tujuh perkara :
a) Menunjukkan makna , sepe huruf mudlara’ah ( untuk menunjukkan mutakallim , ghaib atau mukhatabah ).
b) Ilhaq yaitu menjadikan kalimat dengan menambahkan huruf agar sama dengan kalimat lain dalam bilangan huruf , jenis harokat dan sukunnya serta sama dalamsemua tashrifannya . Seperti wawu pada كوثر , alif pada ارطى .
c) Memanjangkan seperti alif pada ريالة , ya’ pada صحيفة arau wawu pada حلوبة .
d) Mengganti yang dibuang . Seperti ta’ dari اقامة ( gantian dari ‘ain fi’il yang dibuang )
e) Memperbanyak seperti mim dari زرقم ( banyak rizki ).
f) Menjelaskan seperti ba’ sakat pada lafadz ماليه atau يا زيداه ( yang ditambahkan untuk memperjelas alif dan harakat ).
g) Memungkinkan ibtida’ ( memulai pembicaraan ) dengan huruf mati atau waqaf pada suatu huruf . Seperti menambahkan hamzah washal diawal kalam atau penambahankan ba’ sakat pada عه , قه karena waqaf

Semua fi’il khumasi ( baik tsulasi mazid khumasi atau ruba’i mazid khumasi ) itu berlaku lazim contoh : انكسر زيد – تدخرج الحجر , kecuali wazan افتعل – تفعل – تفاعل , maka ada yang berlaku muta’addi , contoh : 1. اختبر المدير التلميذ dan ada yang berlaku lazim contoh : تشجع زيد . Begitu pula berlaku lazim yaitu fi’il sudasi ( tsulasi mazid sudasi atau ruba’i mazid sudasi ) contoh : احمار الوجه kecuali yang ikut wazan استفعل , maka ada yang berlaku muta’addi contoh : استغفرت الله . Lafadz اسندى dan اغرندى itu berlaku muta’addi maf’ul satu contoh اسرندى المسلم عدوه واغرنداه dan sebuah syi’ir : قد جعل النعاس يغرنديني # ادفعه عني ويسرنديني
اسرندى bermakna غلب ( mengalahkan ) sedang اغرندى bermakna قهر ( memaksa )

Hamzah yang ada pada fi’il tsulasi mazid ruba’i yang ikut wazan افعل itu mempunyai tujuh arti yaitu :
a) تعدية ( memuta’addikan fi’il ) contoh : اكرمت زيدا
b) صيرورة ( menjadikan ) , contoh : اظلم الليل
c) كثرة ( memperbanyak ) , contoh : البن الرجل اى كثر عنده اللبن .
d) حينونة ( datangnya suatu masa ) , contoh : احصد الزرع اى جاء وقت حصاده
e) ازالة ( menghilangkan ) , contoh : اشفى المريض
f) وجدان ( menemui maf’ul bih dalam suatu sifat ) , contoh : ابخلت زيدا اى وجدته بخيلا
g) تعريض ( menawarkan ) contoh : اباع الثوب

Pembahasan:
1. Fi’il tsulasi mujarrad dipindah dan diikutkan pada wazan افعل dengan menambahkan hamzah qatha’ dipermulaan itu mempunyai beberapa faedah diantaranya :
a) للتعدية ( memuta’addikan fi’il lazim ) , contoh : اكرمت زيدا (saya memuliakan zaid)
b) للصيرورة (shairurah : berubahnya fa’il menjadi asal fi’il) contoh : اقفر البلد (negara itu lengang/kosong) , asal fi’ilnya قفر (lengang/kosong).
c) لدخول في الشيء (masuknya fa’il pada asal fi’il (suatu keadaan)), contoh : امسى المسافر (musafir masuk pada waktu sore). Asal fi’il امسى adalah lafadz مساء .
d) لقصد المكان (fa’il menuju suatu tempat (asal fi’il)) contoh : احجز زيد (zaid menuju hijaz) , اعرق عمرو (amr menuju irak) , اطبن خالد (khalid menuju ke tuban) asal fi’il اعرق , احجز , dan اطبن adalah lafadz عراق , حجاز dan طبان .
e) لوجود ما اشتق منه الفعل فى الفعل (menunjukkan arti adanya asal fi’il di dalam fa’il) contoh اثمر الطلع (pohon pisang telah berbuah) dan اورق الشجر (pohon telah berdaun). Asal fi’il dari اثمر dan اورق adalah lafadz ثمر dan ورق .
f) للمبالغة (mubalaghah / menyangatkan asal fi’il atau menambahkan makna asal fi’il) contoh اشغلت عمرا (saya sangat menyibukkan amr)
g) لوجود الشيء في صفة (fa’il menemukan maf’ul bih memiliki suatu sifat) , contoh اعظمته (saya menemukan sifat agung padanya) dan احمدته (saya menemukan sifat terpujinya padanya).
h) تعريض (fa’il menawarkan maf’ul bih untuk asal fi’il) contoh : اباع الثوب (dia menawarkan baju untuk dijual) asal fi’ilnya berupa lafadz بيع.
i) للسلب (hilangnya asal fi’il dari fa’il) contoh : اشف المريض (si sakit telah hilang kesehatannya), asal fi’ilnya berupa lafadz شفاء .
j) للحيننة (datangnya waktu untuk melakukan asal fi’il) contoh: احصد الزرع (telah datang waktu panen padi) , asal fi’ilnya ialah حصاد .

Sin dalam fi’il yang ikut wazan استفعل itu mempunyai enam arti sebagaimana berikut:
1. طلب (meminta) , اسستغفرت الله اى طلبت منه المغفرة : contoh
2. صيرورة (berubah) استحجر الطين اى صار حجرا : contoh
3. وجدان (mendapati) استعظمت الامراى صار حجرا : contoh
4. اعتقاد (menyakinkan)استعلمت زيدا اى اعتقدت انه عالم : contoh
5. تسليم (menyerah) استرجع القوم عند المصيبه : contoh
6. سؤال (bertanya) استخبر الكريم اى سال الخبر الكريم : contoh

Pembahasan:
1. Fi’il tsulasi yang diikutkan pada wazan استفعل dengan menambahkan hamzah washal , huruf sin dan ta’ itu mempunyai beberapa faidah:
a) لطلب الفعل (fi’il meminta /mencari asal fi’il dari maf’ul) , contoh : استغفر الله (saya memohon ampunan Allah).
b) للجدان على الصفة (fa’il menemukan maf’ul dalam sifat (asal fi’il)) contoh: استعظمت الامر (saya menganggap penting perkara itu) dan استحسنته (saya menganggapnya baik) asal fi’ilnya عظيم dan حسن .
c) للتحول (berubahnya fa’il pada asal fi’il) contoh: استحجر الطين (tanah liat itu membantu) asal fi’ilnya حجر.
d) للتكلف (fa’il berusaha unuk menghasilkan asal fi’il) , contoh: استجرا (dia memberanikan diri) asal fi’ilnya adalah جرا .
e) لمعنى فعل المجرد (maknanya sama dengan fi’il tsulasi mujarrad) contoh: استقر (menetap) bermakna قر .
f) للمطاوعة (muthawa’ah) contoh: اراكه غاستراح (dia mengistirahat-kannya , iapun beristirahat).