حتم على المكلف الدخول#  في دينا جاء به الرسول

Wajib bagi seorang mukallaf (baligh dan berakal sehat) masuk agama kita (Islam) yang dibawa oleh Rasulullah saw.

مع الثبوت فيه بالدوام # واخد لازم من الأحكام

Serta konsisten di dalam agama Islam selamanya dan menerima semua hukum-hukum syariat yang wajib (bagi dirinya).

واجب علم الشهادتين # وعقده بالقلب دون مین

Karena itu, wajib (baginya) mengetahui dua kalimat syahadat serta meyakininya di dalam hati tanpa ragu sedikitpun.

والطق باللسان حالا إن كفر # وان سواه في الصلاة يغتفر

 Jika seseorang kufur maka wajib mengucapkan (dua kalimat syahadat tersebut) dengan lisan langsung seketika, namun jika dia muslim maka kewajibannya cukup di dalam shalat saja (ketika tasyahhud).

معناهما الأول أن تعتقدا # أن ليس في الوجود حقا عبدا

إلا الإله الواحد الفترة الأحد # الأول الحي المصور الصمد

Sedangkan makna kedua kalimat syahadat tersebut, yang pertama adalah meyakini bahwa esungguhnya tidak ada yang berhak disembah’ di alam semesta ini kecuali hanya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Tunggal, Maha Satu, Maha Awal, Maha Hidup, Maha Pembentuk Rupa, Maha Tempat Bergantung

الخالق الباري العظيم الدائم # الرازق الباقي القدير العالم

Maha Pencipta, Maha Pembuat, Maha Agung Maha Kekal, Maha Pemberi Rizki, Maha Langgeng, Maha Kuasa, Maha Mengetahui,

الملك المقتدر القديم # المومن المهيمن الحكيم

Maha Merajai, Maha Berkuasa, Maha Dahulu, Maha Memberi Aman, Maha Mengawasi, Maha Bijaksana,

الحكم العدل القوي الفعال # لما يريد وانتهى الجلال

Maha Pemutus Perkara, Maha Adil, Maha Kuat, serta Maha Berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya. Dan sungguh sempurnalah keagungan Allah Swt.”

ما شاء ربي كان موجودا وما # لم يشاء الوجود كان عدما

Apa saja yang dikehendaki Tuhanku niscaya akan wujud, dan apa saja yang tidak dikehendaki-Nya niscaya tidak akan wujud.

ﻻ حولنا قط وﻻ قوتنا # إلا بفضل الله جل ربنا

Tiada daya dan kekuatan bagi kita sama sekali kecuali hanya berkat kemurahan dari Allah Tuhan kita yang Maha Agung.

متصف بصفة الكمال # منزه عن صفة الرذال

Dia menyandang segala sifat kesempurnaan dan suci dari segala sifat kehinaan.

لا شيء مثله وما سواه # و من كل شيء حادث مبناه

Tiada sesuat pun yang menyamai Allah, dan segala sesuatu selain Allah adalah baru penciptaannya (wujudnya).

وما سواه كله مخلوق # خالقه القديم ﻻ مسبوق

Segala sesuatu selain Allah semuanya adalah makhluk, dan Penciptanya Yang Maha Dahulu adalah Allah yang tidak pernah didahului (oleh sesuatupun).

كلامه وسائر الصفات # قديمة كالعلم والحياة

Firman Allah (sifat Kalam) dan seluruh sifat-sifat-Nya yang lain adalah dahulu, seperti sifat Ilmu (Maha Mengetahui) dan Hayat (Maha Hidup).

لأنه سبحانه في ذاته # مباين لكل مخلوقاته

Karena sesungguhnya Allah Swt. di dalam dzat-Nya berbeda sama sekali dengan seluruh makhluk-Nya.

كذا في الصفات والأفعال # سبحانه عن ألسن الجهال

Demikian juga di dalam sifat-sifat dan semua perbuatan-Nya. Maha Suci Allah dari segala perkataan orang-orang bodoh.

والثاني من معنى الشهادتين # هو اعتقادك بدون مين

أن محمد بن عبد الله # القرشي النبي عبد الله

أرسل رحمة إلى المخلوق طرا هو المعروف بالمصدوق

Sedangkan yang kedua dari makna kedua kalimat syahadat adalah meyakini dengan tanpa ingkar sedikitpun, bahwa Nabi Muhammad bin Abdullah yang berbangsa Quraisy adalah hamba Allah yang telah diutus (oleh Allah) sebagai rahmat bagi makhluk seluruhnya, dan beliau sangat dikenal sebagai orang yang terpercaya.

بمكة مولده ومبعثه # وطيبة مهجره ومدفنه

Tempat lahir dan tempat diutusnya beliau (sebagi rasul) adalah di Makkah. Sedangkan tempat beliau hijrah dan dikebumikan adalah di Thaibah.

وأنه الصادق في جميع ما # أخبر صلى الله جل دائما

Dan (meyakini) bahwa sesungguhnya beliau adalah orang yang selalu benar dalam segala apa yang diberitakannya, semoga Allah Yang Maha Agung selalu melimpahkan shalawat (kepada beliau)

منه عذاب القبر مع تشير # گذا سؤال منکر نکیر

Di antara sesuatu yang beliau beritakan adalah tentang siksa kubur serta nikmat (kegembiraan) kubur, juga tentang pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir.

والبعث والجنة والحساب # والحشر والثواب والعقاب

Dan tentang al-ba’ts (kebangkitan manusia dari kubur), surga, hisāb (perhitungan amal), hasyr (berkumpul di padang mahsyar), serta tentang pahala dan siksa.

والنار والميزان يوم الساعة # والحوض والصراط والشفاعة

Dan tentang neraka, mizan (timbangan amal), hari kiamat, haudh, shiroth,’ dan syafa’at,

ورؤية الإله والخلود # فكل أهل جنة شهود

Dan tentang melihat Allah (di surga), serta tentang kekekalan kehidupan akhirat. Semua penduduk surga kelak dapat menyaksikan Allah Swt.

وأن تكون مؤمنا بالملك # والرسل والكتب لخير ملك

Dan juga wajib beriman kepada para malaikat, para rasul, dan kitab-kitab (Allah) sebaik-baik dzat yang merajai.

والقدر خيره وشره كلا # هما من الله فعز وعلا

Serta beriman kepada takdir (ketentuan Allah), meliputi takdir baik dan takdir buruk, yang keduanya adalah berasal dari Allah Atzo wo Ala

وأنه سيد نسل آدما # وكونه للأنبياء خاتما

Dan juga meyakini bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah junjungan anak cucu Adarn As (seluruh manusia), serta meyakini bahwa beliau adalah penutup para nabi.

يلزم كل مسلم أن يمنعا # إسلامه والصون عما قطعا

Wajib bagi setiap orang Islam untuk menjaga keislamannya dan memeliharanya dari segala hal yang dapat memutuskannya.

من قول أو فعل أو اعتقاد # وهو الذي يدعون بارتداد

Baik hal itu berupa ucapan, perbuatan, ataupun keyakinan, yani hal itu oleh para ulama’ disebut dengan istilah murtad (keluar dari Islam),

 

وقد فشا تساهل الكلام # في ذا الزمان مخرج الإسلام

Sungguh telah lumrah pada zaman sekarang ini kecerobohan berbicara yang dapat mengalibatkan seseorang keluar dari islam

وﻻ يرون ذاك ذنبا فضلا # عن كون ذاك الفعل كفرا أصلا

Mereka sama sekali tidak memandangnya sebagai dosa, apalagi menggolongkannya sebagai perbuatan kufur.

وقد أتى الردة في الكلام # مقسومة ثلاثة الأقسام

Di dalam pembahasanya, riddah (murtad) diklasifikasikan menjadi tiga macam bagian.

الاعتقادات كذا الأفعال # مثل سجود الشمس والأقوال

Yaitu murtad sebab keyakinan (i’itiqod), sebab perbuatan (af al) seperti sujud kepada mattalteri, serta sebab ucapan (aqwal).

وكل قسم متشعب إلى # كثيرة تأتي اقتصارا بالولا

Masing-masing bagian tersebut memiliki banyak cabang, yang akan diterangkan secara ringkas serta berturut-turut.

كالشك في الله وما قد ثبتا # او في رسوله وما منه أتى

 

(Murtad sebab i’tiqād) adalah seperti meragukan tentang wujudnya Allah Swt., dan segala sesuatu yang telah tetap, serta meragukan tentang Rasul-Nya dan ajaran yang dibawa.

 

وكالعبادة لغير الباري # من شمس أو صنم أو من نار

(Murtad sebab perbuatan) adalah seperti menyembah kepada selain Allah Yang Maha Menciptakan, baik menyembah matahari, berhala, ataupun api.

ومثل أن تقول لو أمرني # الله جل بكذا لم اعتن

Sedangkan (murtad sebab ucapan) adalah seperti mengatakatan: “Seandainya Allah Swt. memerintahkanku berbuat sesuatu, maka aku tidak peduli.”

كذاك ما احتكمت أي حكم # ولو من النبي كنز العلم

Demikian juga jika berkata: “Aku tidak mau berhukum kepada hukum apapun, meskipun hukum itu berasal dari Nabi yang menjadi gudang ilmu (Nabi Muhammad Saw.).”

 

مستحقرا بذلك المذكور # بالله أو رسوله المشهور

(Semua itu dilakukan) seraya meremehkan perkara tersebut di hadapan Allah atau Rasul-Nya yang masyhur (yakni Nabi Muhammad Saw.).

فكل ما دل على استهانة # بالله كفر أو بما أبانه

Jadi (kesimpulannya), segala sesuatu yang berarti meremehkan kepada Allah adalah kufur (menyebabkan murtad), ataupun meremehkan apa saja yang telah dijelaskan oleh Allah Swt.

من كتبه أو من ملائكته # أو رسله أو وعده وعيده

Yaitu tentang kitab-kitab Allah, atau para malaikat-Nya, atau para rasul-Nya, atau janji-Nya, atapun ancaman-Nya.

فليحذر الإنسان أن يحتقرا # نهاية الحذر ما قذ ذكرا

Oleh karena itu, hendaklah setiap orang benar-benar takut meremehkan apa-apa yang telah disebutkan tadi.

 

إذ دلنا وقاية الإنسان # خير من العلاج للإحسان

Karena ada sebuah nasehat yang menuntun kita kepada kebaikan, yaitu memelihara din bagi seseorang adalah jauh lebih baik dari pada mengobati

 

حتم على أراد أن يعودا # فورا إلى الإسلام کی يسودا

Seseorang yang murtad wajib kembali masuk Islam seketika itu juga, agar dirinya (kembali) mulia.

بالنطق بالشهادتين علما # والنزغ والندم عما قدما

Dengan cara mengucapkan dua kalimat syahadat yang telah dimaklumi, dan mencabut (meninggalkan perkara yang menyebabkan kemurtadannya), serta menyesali apa yang telah dilakukannya,

والعزم بالقلب على أن ﻻ يعودا # لمثله حتى إذا جاء الوفود

Dan bertekad dalam hati untuk tidak mengulangi perbuatan serupa sanpai datangnya utusan Allah (malaikat kematian).

 

ثم قضا ما فاته إن كانا # من واجبات الشرع فيما بانا

Kemudian harus meng-qadha’ semua amal yang ia tinggalkan (pada masa kemurtadannya), jika hal itu termasuk kewajiban kewajiban syari’at yang notabene telah jelas hukumnya (seperti shalat, puasa, zakat, dll).

فإن أبي بعد استتابة يجب # قتل له على الإمام المنتصب

Jika ia enggan (bertaubat) setelah ia diperintah untuk bertaubat, maka ia wajib dibunuh oleh imam yang sah (penguasa resmi).

وصومه وسائر الأعمال # يبطل إن بالموت ذا اتصال

Puasa dan seluruh amal ibadahnya menjadi batal, jika kemurtadannya berlangsung hingga kematian.

نكاحه إن لم يعد في العدة # قبل الدخول باطل أو بعده

Nikahnya menjadi batal (seketika itu juga), baik sebelum terjadi persetubuhan (dukhūl) atau setelahnya.

وعقده النكاح أيضا لم يصح # وهكذا يحرم كل ما ذبح

Bila ia menikah, maka akad nikahnya juga tidak sah. Demikian juga semua sembelihannya hukumnya haram dikonsumsi.

وحكموا بأنه لا يرث # من أحد مات كذا ﻻ يورث

Para ulama’ juga memutuskan bahwa orang murtad tidak boleh menerima warisan dari siapa saja yang meninggal, dan harta orang murtad juga tidak boleh diwarisi oleh siapapun.

وﻻ علينا أن نصلي وﻻ # غسل وتكفين ودفن فاخذلا

Kita juga tidak wajib menshalati jenazahnya (bahkan diharamkan), dan tidak wajib memandikannya, serta

mengkafaninya (namun keduanya diperbolehkan saja), dan tidak wajib pula menguburkannya. Maka (semua urusan jenazahnya) abaikanlah (tidak wajib dipedulikan).

وقبره في الكافرين شيء # وماله للمسلمين فيء

 

Pemakaman orang murtad di dalam (pekuburan) orang-orang kafir diperbolehkan (dan haram dimakamkan di pekuburan orang Islam). Dan harta orang murtad menjadi harta fai’ bagi kaum muslimin.

 

گل مكلف عليه يلزم # أداء گل واجب يحتم

Setiap orang mukallaf wajib menunaikan semua kewajiban yang diwajibkan (oleh Allah).

 

وما به يتم كالإتيان # بگافة الشروط والأركان

Beserta segala hal yang menjadi kesempurnaan kewajiban tersebut, seperti melaksanakan seluruh syarat-syarat dan rukun-rukunnya.

وأمر من ترك شيئا أو أتى بها على ثير طريق أثبتا

 

Serta wajib pula memerintahkan orang lain yang tidak Mengerjakan salah satu dari syarat rukun tersebut, atau mengerjakannya namun tidak sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan

 

ويجب القهر على أداء ذلك إن يقدر على الوفاء

 

Dan juga wajib (bagi setiap orang mukallaf memaksa orang lain untuk melaksanakan kewajiban tersebut, jika memang dirinya Mampu (memiliki kuasa) melakukannya.

فواجب إنكاره إن عجزا # عن فهره وامره مبارزا

Man, jika is tidak mampu memaksanya serta memerintahnya texta tetaneterangan, maka ia wajib mengingkarinya (di dalah kati).

وذاك صاح أضعف الإيمان # يعنى أقل ﻻزم الإنسان

Dan yang demikian itu – Wahai kawan – adalah (derajat) keimanan yang paling lemah, yakni batas minimal kewajiban yang harus dilaksanakan seorang manusia.

وواجب ترك المحرمات # ونهي مرتكبها والآتي

Dan wajib pula meninggalkan semua yang diharamkan Allah,  serta melarang orang lain yang melakukannya.

 

ومنعه قهرا إذا ما قدرا # وواجب من عاجر أن ينكرا

Serta wajib mencegah orang tersebut secara paksa, jika dirinya mampu (melakukannya). Sedangkan orang yang tidak mampu wajib mengingkarinya (dalam hati).

وليجتنب مواضع المعاصي # كل المكلفين باستخلاص

Setiap orang mukallaf hendaklah menjahui tempat-tempat maksiat dengan penuh rasa ikhlas (karena Allah).

حرامنا ما نعم المجتنب # ممتثلا وعذب المرتكب

Perkara yang haram bagi kita adalah segala perbuatan yang mana orang yang menjahuinya akan diberi nikmat (pahala) sebagai orang yang taat, dan bagi yang melakukannya akan

dijatuhi siksa.

 

خمس صلوت ظهر عصر مغرب # عشا وصبح كل يوم يجب

Lima macam sholat, yaitu dzuhur, asar maghrib, isa, dan shubuh adalah wajib dilaksanakan setiap hari.

الطهر وقته زوال شمسه # إلى مصير ظل شي كمثله

Waktu sholat dzuhur adalah mulai tergelincir matahari sampai bayaran serta benda sama dengan (panjang) benda tersebut.

والوقت من بعد زمان الظهر # إلى مغيب الشمس وقت العصر

Waktu Shalat ashar adalah mulai dari habisnya waktu dhuhur sampai terbenam matahari.

 

والوقت بعد غيبها في الأفق # فمغرب إلى مغيب الشفق

Adapun waktu shalat maghrib adalah setelah matahari terbenam di ufuk barat sampai lenyapnya mega merah.

ثم العشا من بعد وقت المغرب إلى طلوع الفجر غير الكاذب

Kemudian waktu shalat isya’ adalah setelah habis waktu maghrib sampai terbit fajar shādiq (bukan fajar kādzib).

ووقت صبح من طلوع الصادق # إلى طلوع الشمس من مشارق

Sedangkan waktu shubuh adalah mulai terbit fajar shädiq sampai terbit matahari dari ufuk timur.

فهذه الفروض في أوقاتها # واجبة على مكلف بها

 

Jadi, shalat-shalat fardhu pada waktunya masing masing tersebut adalah wajib dikerjakan oleh orang yang terkena tuntutan melakukannya (orang mukallaf).

 

فتحرم الصلاة قبل وقتها بل ﻻ تصح وكذا تأخيرها

Sehingga haram mengerjakan shalat tersebut sebelum masuk waktunya, bahkan hukumnya tidak sah. Demikian pula haram mengakhirkan shalat tersebut (dari waktunya yang telah ditentukan)

كفعلها بعد خروج الوقت لغير عذر عند شرع يأتي

Sebagaimana (haram pula) mengerjakan shalat tersebut setelah habis waktunya, tanpa ada udzur yang dibenarkan syariat yang akan datang berikut ini penjelasannya,

فإن طرا بعد مضي ما يسع وطهرها كسليس عذر منع

كحيض أو جنون أو إغماء لزمه الشروع بالقضاء

Bilamana tiba-tiba datang udzur yang menghalangi shalat, seperti haid gila, atau sakit ayan, setelah lewat waktu yang cukup untuk mengerjakan shalat beserta bersucinya,

sebagaimana (waktu bersuci bagi) orang yang beser terus- menerus buang air kecil),maka wajib bagi orang itu meng- godho’shalat (yang belum sempat ia kerjakan tersebut).

 أو زالت الموانع المذكورة وقد بقي المقدار للتكبيرة

لزمه الفعل كذا ما قبلها إن صلح الجمع كظهر معها

Atau penghalang penghalang tersebut telah hilang, sedangkan

masih tersisa waktu yang cukup untuk sekedar takbiratul ihrām saja, maka wajib baginya melaksanakan shalat waktu itu (secara qodho’). Demikian pula (wajib mengqadha’) shalat sebelumnya yang boleh dijamak (takhir) dengannya, seperti shalat dzuhur dengan shalat ashar.

 

على ولي الصبية المميزة كذا الصبي أمر الصلاة الواجبة

Wajib bagi wali dari anak laki-laki dan anak perempuan yang sudah tamyiz untuk menyuruh keduanya mengerjakan shalat fardhu.

وأن يعلمهما أحكامها بعد تمام السبع من شروطها

 

Serta wajib mengajari keduanya tentang hukum-hukum shalat, meliputi syarat-syaratnya (dan rukun-rukunnya), setelah mereka genap berusia tujuh tahun.

ويضربنهما على إهمالها بعد شروع العشر أو تسهيلها

Dan hendaklah memukul keduanya (dengan pukulan yang tidak menyakitkan) karena mengabaikan (meninggalkan) shalat ataupun meremehkannya, setelah keduanya masuk usia sepuluh tahun.

وواجب تعليم ما قد يلزم عليهما كذاك ما قد يحرم

Dan wajib pula (atas wali) mengajarkan segala sesuatu yang wajib dan juga yang haram bagi keduanya.

يلزم قتل تارك الصلاة كسلا ولم يتب على الولا

Wajib bagi penguasa (imam/kepala negara atau wakilnya) menghukum mati kepada orang yang meninggalkan shalat karena malas, jika ia tidak mau bertaubat.

 

وحكم هذا مسلم فيحكم # في أمره بحكم من قد أسلموا

Sedangkan hukum orang tersebut tetap muslim, sehingga urusan (jenazah)-nya diperlakukan sama seperti layaknya orang Islam.

وواجب على جميع مسلم ان يأمر الأهل بها المحرم

Wajib bagi semua orang Islam memerintah keluarganya (anak, istri, pembantu, dll),” untuk mengerjakan shalat, demikian juga kepada mahramnya (saudara yang haram ia nikahi).

 

والقهر أو تعليمهم أركائها و كذا شروطها وبطلاتها

Dan wajib mendesak mereka (agar melaksanakan shalat), ataupun mengajari mereka tentang rukun-rukun shalat, syarat-syaratnya, dan hal-hal yang membatalkannya.

 

وكل قادر على المذكور من غيرهم يجب في المشهور

 

Setiap orang yang mampu terhadap hal di atas selain dari mereka (wali, penguasa, dan kerabat), juga wajib melakukannya, sebagaimana keterangan (para ulama’) yang telah masyhur

 

ومن شرائط صلاتتا الوضو وستة فروضها قد تفرض

Di antara syarat-syarat shalat kita adalah berwudhu’. Sedangkan fardhu wudhu’ itu ada enam yang benar-benar diwajibkan. 

أولها النية بالقلب لدى غسل لوجهه الذي في الابتدا

Pertama adalah niat dengan hati ketika membasuh (bagian) wajah yang pertama kali.

الثاني غسل وجهه جميعه وأي جزء من محيطات به

Kedua adalah membasuh semua wajah, serta seluruh bagian yang mengelilingi wajah.

 والحد من أذنه للأذن ومنبت لرأسه اللذقن

Nazham Sullam at-Taufiq

شعرا وچلدا لا الذي قد اختفى بلحية وعارض قد كفا

Sedangkan batasan (wilayah wajah) adalah mulai dari (pentil) telinga (kanan) sampai ke (pentil) telinga (kiri), dan mulai dari

tempat tumbuh rambut kepala sampai ke dagu. Baik itu berupa rambut (yang tumbuh di wajah) ataupun kulit wajah (harus

dibasuh semua), bukan bagian yang tertutup oleh jenggot dan cambang (godek) yang tebal.

وثالث الفروض فيما علما # غسل اليدين مع مرفقيهما

Fardhu wudhu’ yang ketiga sebagaimana yang telah maklum, adalah membasuh kedua tangan serta kedua sikunya.

رابعها مسح برأسه ولو بشعرة في حد رأسه حكوا

Keempat adalah mengusap kepala, meskipun hanya sehelai rambut saja yang berada dalam batasan kepala, sebagaimana

telah diriwayatkan oleh para ulama’ Syafi’iyah.

وغسله الرجلين والكعبين خامسها او مسحه الخفين

Kelima adalah membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki atau (sebagai penggantinya) dengan mengusap kedua buah

khuff (sepatu slop).

 

هذا إذا شروطه قك كملت سادسها ترتيب أقسام خلت

Mengusap kedua khuff tersebut tentunya ketika syarat- syaratnya telah terpenuhi. Dan fardhu wudhu’ yang keenam

adalah mengerjakan secara tertib (berurutan) terhadap macam-macam fardhu yang telah disebutkan di atas.

 

وينقض الوضو خروج الكائن # من قبل أو دبر غير المني

Wudhu’ menjadi batal sebab keluarnya sesuatu selain air mani dari lubang qubul (kelamin) atau dubur (anus)

ومس بطن الكف جزء القبل او حلقة الدبر دون حائل

Dan karena menyentuh bagian qubul atau lubang dubur dengan menggunakan bagian dalam telapak tangan tanpa ada

penghalangز

ولمس جلد أجنبية ظهر كلثة مع كبر لا مع صغر

Juga karena menyentuh kulit luar (bukan gigi, kuku, rambut, atau tulang) dari perempuan yang bukan mahram, sebagsimany

menyentuh gusi (juga termasuk membatalkan wudhu’), dengan syarat keduanya sama-sama besar, bukan masih anak kecil,

كذا زوا العقل لا من قاعد بنومة ممكن للمقعد

Demikian juga karena hilang akal (sebab gila, kesurupan, mabuk ayan, atau tidur), kecuali tidurnya seseorang yang duduk

dengan merapatkan pantatnya ke lantai.

 

يجب الاستنجاء من رطب صدر من السبيلين بماء أو حجر

إلى طهارة المحل ما عدا مني شخص فطهوره بدا

Wajib melakukan istinja’ (bersuci setelah buang air) dari sesuatu yang basah yang keluar dari qubul atau dubur selain air mani karena air mani sudah jelas (dihukumi) suci. (Hal itu) denean cara menggunakan air atau batu, sampai tempat (yang terkena najis itu) menjadi suci.

أو بثلاث مسحات إن حصل بهذه الثلاث إنقاء المحل

بصفة القلع مع الجمود والطهر لا محترم الوجود 

من أن ينتقل النجس ولا يجف فالماء إذا شرط خلا

(Atau ber-istinja’ hanya) dengan tiga kali usapan saja (tanpa memakai air), jika tempat najis itu dapat dibersihkan dengan tiga kali usapan tersebut (meskipun masih tersisa bekasnya). Dengan syarat (alat usapnya) dapat melenyapkan materi najis, berupa benda padat (batu atau semisalnya), suci, tidak dimuliakan, dan juga materi najis tidak berpindah (dari tempat asal ia keluar), serta belum mengering. Jika salah satu syarat di atas tidak terpenuhi, maka wajib (istinja) memakai air.

ومن شروط صحة الصلاة الغسل بالمء لأمر يأتي

من محو الإنزا أو السفاد والحض والنفاس والإلاد

Di antara syarat-syarat shalat adalah mandi dengan air karena perkara berikut ini. Yaitu, semisal karena keluar mani bersetubuh, haidh, nifas, dan melahirkan.

فروضه أن ينوي الرفع وإن يعمم الذي بدا من البدن

Fardhu-fardhu mandi adalah niat menghilangkan hadats besar dan meratakan (air) ke seluruh) anggota badan yang tampak (yakni bagian luar).

طهارة شرعا لها أحكام شروطها التمييز والإسلام

وعد المانع من وصول ما إلى المسوح والمغسول

Bersuci (thahārah) secara syar’i memiliki beberapa (ketentuan). Adapun syarat-syarat bersuci adalah (mengerti), Islam, dan tidak ada sesuatu yang menghalangi sampainya air kepada anggota yang dibasuh.

وأن يكون المء على العضو جرى وكونه لغيره مطهرا

Serta keadaan air harus mengalir pada anggota (yang dibasuh), dan air tersebut harus dapat mensucikan kepada benda yang lain (berupa air muthlaq, yakni air yang suci dan mensucikan).

وفاقد الماء أو الماء يضر عضوا تيمم على شرط ذكر

Orang yang tidak menemukan air atau orang yang anggota tubuhnya dapat berbahaya bila terkena air, maka ia boleh ber-

tayammum sesuai syarat yang akan disebutkan.”

بعد دخول الوقت مع زوال نجاسة وعلم الاستقبال

وبتراب خالص طهور له غبار ذا على المشهور

(Yaitu, harus dikerjakan) setelah masuk waktu shalat, menghilangkan najis (pada badan), mengetahui arah qiblat, dan

memakai tanah murni yang mengandung debu halus yang suci

Dan mensucikan. Ini semua berdasarkan penjelasan ulama’ yang telah masyhur.

وكونها في الجه واليدين يرتبنهام بضربتين

بينية استبباحة الصلاة والنقل والمسح لوجه يأتي

tayammaum tersebut dengan menguspkan debu pada wajah dan kedua tangan secara berrutan dengan du kali pemabilan , disertai niat agar boleh melaksanakn sholat bersamman dengan memindah debu dan mengusap wajah

منتقض الوضو يحرم الصلة عليه والطواف في وجه الإله

وحمل مصحف ومسه عدا مميز الصبي الأجل الاهتدا

orang yang batal suflunya haram baginya melakukan sholat tawaf karena Allah dan membawa mushaf serta menyentuhnya, kecuali bagi anak kecil yang telah tamyiz dengan tujuan untuk mencari petunjuk (belajar),

واستأثر اجنت يمكث المسجد وبتلاوة القراة الماجد

Secara khusus bagi orang junub (di samping larangan di atas), juga dilarang berdiam diri di masjid dan membaca Al-Qur’an yang mulia

وحائض والنفسا إجماعا بالصوم أو تمكينها الجماعا

قبل انقطاع دمها في الأول وقبل غسلها على ثان يلي

(Begitu pula khusus bagi) orang perempuan yang sedang haidh dan nifas (di samping berlaku pula baginya semua larangan di atas), berdasarkan ijma’ (kesepakatan ulama’), keduanya juga dilarang berpuasa, ataupun memperkenankan (suaminya) untuk bersetubuh (dengannya), sebelum darahnya berhenti untuk larangan yang pertama (puasa), dan sebelum ia mandi untuk larangan yang kedua (bersetubuh).

 

 

Syarat shalat (salah satunya) adalah suci dari sesuatu yang dapa, membatalkannya, yaitu najis pada tempat, badan, dan sesuatu yang dibawa (pakaian).

 

Sehingga, jika ada najis yang mengenai anggota badannya atay sesuatu yang dibawanya, maka shalat yang ia kerjakan menjadi batal.

 

Kecuali jika najis tersebut disingkirkan dari dirinya seketika itu juga, atau najis tersebut dima’fu (dimaafkan/ditolelir, semisal sedikit darah yang terdapat pada luka), maka tidak harus dihilangkan.

 

Segala macam najis yang tidak di-ma’fu wajib dihilangkan materinya yang mana hal ini dituntut (oleh syariat), baik rasa, bau, ataupun warnanya, dengan air yang mensucikan, bila hal ini mungkin dilakukan.

 

Dalam (mensucikan) najis hukmiyah (najis yang tidak dapat diindera), cukup dengan cara mengalirkan air saja. Dan jika berupa najis yang berasal dari anjing (najis mughallazhah), maka harus dibasuh tujuh kali, (dan salah satunya) harus dicampur dengan debu yang suci. Basuhan yang menghilangkan mater najis anjing (meskipun berulang kali) itu dihitung satu kali.

 

Dalam mensucikan najis, disyaratkan airnya mendatangi (benda yang terkena najis), jika memang kadar air di dalam wadah tersebut hanya sedikit (kurang dari dua qullah).

 

Pasal: Di antara syarat-syarat shalat lagi adalah menghadap ‘ainul giblah (fisik Ka’bah), sebagaimana penjelasan para ulama’.

 

Dan waktu (sudah masuk), yakni setelah tiba saatnya adzan, Demikian juga harus tamnyiz dan beragama Islam.

 

Juga harus mengetahui kefardhuan shalat yang ia kerjakan, dan tidak meyakini perkara yang difardhukan (rukun shalat) sebagai sesuatu yang sunnah.

 

Bagi wanita merdeka (bukan budak) harus menutupi seluruh anggota badannya dengan sesuatu (pakaian), kecuali wajah dan telapak tangannya.

Bagi budak wanita dan orang laki-laki, wajib menutupi pusar dan lutut, yakni anggota badan di antara keduanya.

 

Shalat menjadi batal sebab berbicara dengana sengaja, meskipun hanya berupa satu huruf yang memahamkan.

 

Kecuali jika orang tersebut lupa bahwa dirinya melakukan itu dalam (keadaan) shalat, dan bicaranya pun cuma sedikit.

 

Juga (batal) karena melakukan gerakan yang banyak secara berturut-turut (seperti menggerakkan tangan tiga kali), dan karena gerakan satu kali yang berlebihan (semisal meloncat).

 

Demikian pula karena menambah rukun perbuatan (seperti menambah ruku’ atau sujud), dan karena satu kali gerakan dengan niat bermain-main, serta karena makan dan minum hingga (tertelan) masuk ke dalam rongga (tenggorokan) meski tanpa disertai perbuatan (seperti mengunyah). Kecuali jika ia lupa (menelannya), serta makanan tersebut cuma sedikit (semisal lebih kecil dari pada biji wijen).

 

Dan (juga batal) karena niat memutus (membatalkan) shalat, atau menggantungkan pembatalan shalat, ataupun ragu-ragu (antara membatalkan dan meneruskan shalat). Hal ini berdasarkan penegasan para ulama’.

 

Begitu juga karena ragu dalam niat takbiratul ihram (ragu apakah sudah niat apa belum, atau sudah sah apa belum niatnya) dengan masa keraguannnya melewati satu rukun shalat, Atau karena masa keraguannya terhadap niat tersebut Cukup lama, meskipun belum terlewatkan satu rukun. Maka (dalam hal ini) shalat tersebut layak (dianggap) batal.

 

Syarat diterimanya shalat (di samping syarat di atas) ialah hendaklah shalat tersebut semata-mata bertujuan hanya Untuk mencari ridha Allah Swt.

 

Dan hendaklah rizki yang dimakan, serta pakaian dan tempat shalatnya harus halal.

 

Hatinya juga harus hadir di dalam shalat (khusyu”), karena seseorang tidak akan mendapatkan apapun dari shalatnya, kecuali sesuai dengan apa yang ia pikirkan.

 

Dan hendaklah tidak merasa bangga (‘ujub) dengan shalatnya, bahkan (juga tidak merasa bangga) dengan segala macam bentuk ketaatan (yang lain).

 

 

Rukun shalat yang pertama adalah niat, dengan menyengaja mengerjakannya, dan menentukan (sebab semisal istisga’/istikharah, atau waktu-nya semisal zhuhur/ashar), serta dengan niat fardhu (dalam shalat fardhu).

 

Rukun shalat yang kedua adalah berdiri (dalam shalat fardhu) bagi orang yang mampu, dan yang ketiga adalah membaca takbiratul ihram.

 

Yang keempat adalah membaca Ummul Kitab (al-Fatihah) dengan basmalah, beserta segala yang terkandung di dalamnya (meliputi keharusan menjaga semua tasydid, urutan ayatnya dan makhraj huruf-hurufnya).

 

Yang kelima adalah ruku’ dengan membungkukkan badan, dan Yang keenam adalah (melakukan ruku’ tadi) disertai ketenangan anggota badan (thuma’ninah).

 

Rukun shalat yang ketujuh adalah i’tidal, dan yang kedelapan adalah thuma’ninah di dalam i’tidal.

 

Yang kesembilan adalah sujud yang diulang dua kali, dan yang kesepuluh adalah thuma’ninah di dalam sujud tersebut.

 

Yang kesebelas adalah duduk di antara dua sujud, dan yang kedua belas adalah thuma’ninah di dalamnya.

 

Yang ketiga belas adalah duduk untuk tasyahhud akhir, dan yang keempat belas adalah membaca kalimat tasyahhud akhir.

 

Yang kelima belas adalah membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Saw., dan yang keenam belas adalah membaca salam, wahai orang yang memilih jalan kebenaran.

 

Yang ketujuh belas adalah tertib (melaksanakan secara berurutan) dalam rukun-rukun shalat yang telah disebutkan tadi. Dengan demikian, maka selesailah (penjelasan tentang)

rukun-rukun shalat ini.

 

Syarat-Syarat Kewajiban Mendirikan Shalat Berjama’ah dan shalat Jum’at

 

Berjama’ah dalam shalat fardhu bagi orang laki-laki (hukumnya) adalah fardihu kifayah, bukan sunnah.

 

Yakni, orang laki-laki yang sedang mukim (tidak dalam bepergian), yang berakal sehat (serta baligh), merdeka (bukan budak), dan mereka bebas dari berbagai udzur (seperti sakit atau turunnya hujan).

 

Adapun berjama’ah di dalam shalat Jum’at hukumnya adalah fardhu “ain, jika jumlah orang laki-laki tersebut mencapai 40 orang, dan semuanya mukallaf (baligh dan berakal), serta menetap di dalam suatu tempat (pemukiman ahli Jum’at).

 

Demikian pula, shalat Jum’at wajib bagi orang yang niat bermukim (di suatu tempat) selama empat hari yang utuh secara sempurna (tanpa menghitung hari kedatangan dan kepulangan).

 

Juga ajib bagi orang yang mendengar seruan adzan Jum’at dari kampung (tetangga) yang berdampingan dengan tempat tinggalnya.

 

syarat shalat Jum’at ada empat, yang pertama adalah dikerjakan i dalam waktu zhuhur. (Kedua) pembacaan dua khutbah juga ada waktu zhuhur sebelum shalat Jum’at, dengan suara yang dikeraskan yang terdengar oleh (minimal) 40 orang. (Ketiga) dikerjakan secara berjama’ah oleh 40 orang tersebut.

 

(Keempat) tidak ada jum’atan lain yang mendahuluinya atau yang bersamaan dengannya, di dalam satu kampung yang sama.

 

Dua khutbah Jum’at itu terdiri dari lima rukun. Yaitu, memuji kepada Allah secara lisan, lalu membaca shalawat kepada Nabi yang sangat penyayang, serta berwasiat taqwa kepada Allah.

 

Dan membaca ayat Al-Qur’an yang dapat dipahami, cuKup di dalam salah satu khutbah saja, berbeda dengan rukun-rukun sebelumnya (yang harus ada di dalam dua khutbah). Lalu dalam khutbah kedua, mendoakan orang-orang mukmin yang semoga kehidupan mereka diridhai (oleh Allah Swt.) di negeri keabadia (akhirat).

 

Sedangkan syarat khutbah ada tujuh. Yaitu, suci dari dua hadats dan suci dari najis, baik pada badan, tempat, ataupun pada pakaian yang dikenakan. Maka, (seorang khatib) harus mengamalkan pengetahuan ini.

 

Serta menutup aurat, berdiri (bagi yang mampu), duduk di antara dua khutbah. Lalu harus berturut-turut di antara dua khutbah dan shalat yang wajib dikerjakan (yakni shalat Jum’at). Dan dua khutbah tersebut secara mutlak harus menggunakan bahasa Arab.

 

 

Wajib bagi setiap orang shalat yang mengikuti imam (yakni menjadi makmum) dalam shalat Jum’at ataupun shalat lainnya, untuk memperhatikan tujuh hal, agar ia mendapat petunjuk (kebenaran).

 

Hendaklah tidak mendahului imam di dalam posisi imam berdiri serta ketika membaca takbiratul ihram.

 

Bahkan, membaca takbiratul ihram bersamaan dengan imam hukumnya membatalkan shalat. Adapun (bersamaan dengan imam) dalam selain takbiratul ihram hukumnya makruh, seperti ketika membaca salam.

 

Kecuali bersamaan dengan imam ketika membaca lafazh amin, maka hal itu termasuk sunnah Nabi al-Amin (sangat terpercaya).

 

Diharamkan bagi orang yang shalat, mendahului imamnya dengan satu rukun fi’li (rukun perbuatan semisal ruku’ dll.)

 

Dan hukumilah batal (shalat jama’ah seorang makmum), sebah (mendahului imam dengan) dua rukun fi’li, meskipun rukun yang pendek (seperti ruku’ dan i’tidal). Begitu pula terlambat dua rukun fi’li (dalam mengikuti imam) tanpa ada udzur (seperti lupa).

 

Dan juga karena (terlambat) lebih dari tiga rukun yang panjang, meskipun karena (udzur) lupa.

 

Yang kedua (dari syarat bermakmum), hendaklah mengetahui perpindahan (gerak) imamnya, agar dapat mengikut (imam).

 

(Yang ketiga), hendaklah imam dan makmum berkumpul dalam satu tempat (masjid), atau (selain masjid) di dalam jarak (tidak lebih dari) 300 dzira’ (hasta).

 

Yang keempat, hendaklah tidak ada penghalang yang merintangi jalannya (menuju imam), sekira makmum tersebut dapat berjalan mencapai (posisi imam).

 

Yang kelima, adanya keselarasan struktur (rangkaian) antara shalat imam dan makmum dalam gerakan-gerakan shalat yang tampak (secara lahiriyah).

 

Yang keenam, hendaklah tidak terjadi perbedaan yang mencolok di antara imam dan makmum dalam mengerjakan kesunnahan (seperti dalam hal sujud tilawah, sujud sahwi, atau tasyahhud awal).

 

Yang ketujuh, di dalam shalat Jum’at, makmum harus berniat menjadi makmum bersamaan dengan takbiratul Ihrom.

 

Sedangkan dalam selain shalat Jum’at, maka cukuplah berniat menjadi makmum sebelum mengikuti gerak-gerik imam (meskipun setelah takbiratul ihram), serta sebelum masa menunggu yang lama.

 

Bagi imam, wajib berniat menjadi imam di dalam shalat Jum’at dan shalat mu’adah, (di selain keduanya, niat tersebut hukumnya sunnah).

 

 

Kewajiban kepada mayat ada empat hal, yaitu memandikan, mengkafani, menshalati, dan menguburkannya.

 

Kewajiban tadi adalah fardhu kifayah, sebagaimana yang dimaklumi. (Hal itu) jika mayat tersebut adalah orang muslim yang terlahir dalam keadaan hidup.

 

Dan untuk orang kafir dzimmi, hanya wajib dikuburkan dan dikafani saja, menurut perintah syariah.

 

Sedangkan bagi bayi lahir prematur (keguguran), jika sudah Tampak bentuk fisiknya, wajib dimandikan, dan dikafani, serta dikuburkan sebagaimana pendapat yang telah masyhur.

 

Barangsiapa yang meninggal dunia pada saat memerangi orang kafir, (apabila meninggalnya) akibat peperangan tersebut, maka kafanilah dia di dalam pakaian yang sedang ia kenakan. Serta kuburkanlah dia seperti layaknya jenazah-jenazah yang lain, namun tanpa boleh dimandikan dan dishalati.

 

Standar minimal dalam memandikan jenazah adalah menghilangkan najis yang (secara syar’i) dipandang kotor, dengan menggunakan air secara merata ke (seluruh) kulit dan rambut.

 

Standar minimal dalam mengkafani jenazah adalah menggunakan kain yang dapat menutupi seluruh badannya, selain kepala orang laki-laki yang meninggal dalam keadaan berihram.

 

Adapun (menggunakan) kain tiga lapis adalah wajib bagi orang yang meninggalkan harta waris yang lebih (dari tanggungan hutangnya), selama ia tidak berwasiat (untuk tidak dikafani dengan kain tiga lapis tersebut). Maka, pahamilah hal ini.

 

Cara kita shalat jenazah, minimal adalah dengan niat menshalatinya dan juga niat mengerjakan kefardhuannya.

 

Juga menentukan status mayat yang ghaib atau yang hadhir, dan bertakbir (empat kali), serta harus berdiri jika ia mampu.

 

Dalam takbir yang pertama, harus membaca al-Fatihah, dan Pada takbir yang kedua hendaklah membaca shalawat kepad, Nabi Saw.

 

Lalu pada takbir yang ketiga hendaklah berdoa untuk jenazah, dan pada takbir yang keempat, yakni yang terakhir, hendaklah mengucapkan salam.

 

Di dalam shalat jenazah, juga wajib memenuhi syarat-syarat shalat fardhu, seperti harus menutup aurat dan berwudhu.

 

Standar minimal dalam mengubur mayat adalah lubang galiannya mampu menutupi bau mayat, serta melindunginya dari binatang buas.

 

Disunnahkan melebarkan galian kubur (sekira dapat menampung mayat dan orang yang menurunkannya), dan menambah kedalamannya seukuran orang berdiri sambil mengangkat tangannya (sekitar 4,5 dzira’ atau 216 cm).

 

Wajib pula menghadapkan jenazah ke arah kiblat kita, dan selain menghadap kiblat tidak diperbolehkan

 

Wahai orang yang memiliki onta, atau sapi, atau kambing, atapun segala makanan pokok yang dapat disimpan.

 

Meliputi kurma, atau anggur kering, atau tanaman-tanaman yang dijadikan sebagai makanan pokok pada waktu lapang (normal, seperti padi dan jagung), bukan dalam kondisi susah.

 

Ataupun memiliki emas, atau perak, atau barang tambang (berupa emas atau perak), atau harta temuan berupa emas dan perak (rikaz) dari tempat terpendam.

 

Atau memiliki harta dagangan, serta jiwa yang mendapati awal bulan Syawal.

 

Maka wajib dalam setiap apa yang telah disebutkan di atas Untuk mengeluarkan zakatnya apabila (memenuhi) beberapa ketentuan (berikut).

 

Karena telah mencapai haul (satu tahun kepemilikan), nishab (ukuran wajib zakat), penggembalaan lepas (tanpa biaya), dan tidak dipekerjakan setiap harinya.

 

Dan karena sebagian (buah-buahan di atas) sudah tampak bagus (layak dikonsumsi), serta karena biji tanaman milik petani tersebut telah mengeras (layak panen).

 

Permulaan nishab hewan yang disebutkan berikut ini, yakni onta adalah 5 ekor. Adapun nishab sapi adalah 30 ekor. Sedangkan permulaan nishab kambing adalah 40 ekor. Inilah (penjelasan) nishab hewan ternak tersebut.

 

Selain ketentuan nishab tadi, juga diharuskan memenuhi haul, penggembalaan lepas (tanpa biaya), serta tidak dipakai bekerja, sebagai syarat yang semestinya.

 

Maka, dari setiap lima ekor onta, wajib mengeluarkan seekor kambing, sampai mencapai hitungan 25 ekor onta.

 

Dan dalam setiap 40 ekor kambing (sampai hitungan 121 ekor), wajib mengeluarkan seekor domba (umur setahun), atau (boleh juga mengeluarkan) apa yang disebut dengan kambing kacang (umur dua tahun).

 

Dan dalam setiap 30 ekor sapi (sampai hitungan 40 ekor), wajib mengeluarkan seekor anak sapi (umur setahun). Lalu, jika kamu memiliki hewan ternak melebihi (hitungan di atas), maka rincian (zakatnya) berlaku (kelipatannya).

 

Mempelajari tentang apa yang harus kamu lakukan dalam Urusan hewan ternak, hukumnya adalah wajib, wahai orang yang berbudi

 

Adapun anggur kering, hasil tanaman pokok, serta kurma yang telah berwarna (layak konsumsi), permulan nishab-nya adalah 5 wasaq. Hal itu sama dengan 300 sha’, dengan standar shd’ (yang berlaku pada zaman) Nabi pilihan yang harus diikuti.

 

Hasil sekali panen harus digabungkan (diakumulasikan) dengan hasil panen (tanaman yang sama) berikutnya dalam rentang setahun (untuk menggenapkan nishab). Namun, jenis tanaman satu tidak boleh digabungkan dengan jenis lain yang berbeda (seperti padi dengan jagung).

 

Jika (buah-buahan) sudah tampak bagus (layak konsumsi), maka kewajiban zakat berlaku padanya. Demikian juga ketika biji-bijian (dari makanan pokok) telah mengeras (layak panen).

 

Wajib (dikeluarkan) sepersepuluh (10%) pada tiga macam di atas (kurma, anggur, dan biji-bijian), jika diairi dengan air hujan yang turun beberapa waktu (yakni tanpa biaya).

 

Adapun jika pengairannya memerlukan biaya, maka zakatnya setengah dari sepersepuluh tadi (5%).

 

Sedangkan barang yang melebihi satu nishab, wajib dikeluarkan (zakatnya) berdasarkan prosentase semestinya

 

Dan apabila jumlahnya kurang dari satu nishab maka tidak waji, dizakati, kecuali sebagai sedekah sunnah saja, yang semoga (dengannya) keselamatan dapat tercapai.

 

Nishab emas murni, tanpa diragukan lagi, adalah 20 mitsqal, berdasarkan ketentuan para ulama’. Sedangkan nishab perak murni adalah 200 dirham. Pada keduanya (emas dan perak), wajib dikeluarkan zakat sebesar 2,5 persen.

 

Demikianlah, dan jika (emas dan perak itu) melebihi nishab-nya, meskipun sedikit, maka (wajib dizakati) berdasarkan prosentasenya.

 

Di dalam emas dan perak, disyaratkan harus mencapai haul (setahun kepemilikan). Kecuali emas dan perak yang berasal dari harta temuan (rikaz) atau hasil tambang, maka zakatnya harus dikeluarkan seketika itu juga (tanpa menunggu haul). Adapun zakat harta temuan (rikaz) adalah seperlima (2096), dan | jumlah ini cukup sebagai zakatnya.

 

Adapun nishab perdagangan, sebagaimana yang akan kamu ketahui, adalah sama dengan nishab alat tukar pembelian . barang dagangan tersebut (yakni emas atau perak).

 

Yang wajib dikeluarkan dari harta dagangan yang berharga tersebut adalah sebesar 2,5% dari nilai harta.

 

Harta milik beberapa orang yang berserikat, atau milik dua Orang yang berserikat, hukumnya adalah sama saja dengan milik satu orang.

 

(Sama) dalam semua kadar zakat yang harus dikeluarkan dan di dalam nishab-nya. (Hal itu) jika memang syarat-syarat dalam perserikatan ini telah terpenuhi.

 

Zakat fithrah harus dikeluarkan sebab menjumpai sebagian (waktu bulan) puasa (Ramadhan) serta sebagian bulan Syawal.

 

Wajib atas setiap orang Islam, bagi dirinya sendiri dan juga bagi orang-orang Islam yang nafkah hidup mereka benar-benar menjadi tanggungannya.

 

Bagi setiap orang wajib (dikeluarkan) satu sha’  dari bahan makanan pokok yang umum dikonsumsi di daerah yang ditinggalinya.

Zakat fithrah ini hanya wajib (bagi seseorang) jika (hartanya) melebihi jumlah hutangnya dan biaya hidup yang dibutuhkannya, meliputi (biaya) pakaian, tempat tinggal, serta kebutuhan makan orang-orang yang harus ia tanggung nafkah hidupnya saat itu.

 

Niat zakat hukumnya wajib, setelah harta yang akan dikeluarkan sebagai zakat dipisahkan, yang hal ini berlaku secara keseluruhan (yakni bagi semua macam zakat).

 

Pendistribusian zakat, sejak dulu  kepada delapan golongan Yang ada hukumnya adalah wajib, sebagaimana telah maklum.

 

Beberapa golongan tersebut disebutkan di dalam Al-Qur’an dengan sangat terang dan jelas.

 

Tidak boleh dan tidak sah mendistribusikan zakat kepada selain dari mereka (delapan golongan di atas). (Karena) pengkhususan (bagi mereka) di dalam Al-Qur’an sangat jelas.

 

Puasa Ramadhan adalah wajib bagi seseorang yang mukallaf (baligh dan berakal) dan beragama Islam.

 

Puasa bagi wanita yang sedang haidh dan sedang nifas hukumnya tidak sah. Keduanya wajib melakukan qadha’.

 

Tidak berpuasa bagi orang yang sedang bepergian jauh hukumnya boleh, baik puasa itu membahayakan dirinya ataupun tidak.

 

(Juga boleh tidak berpuasa) bagi wanita hamil, wanita menyusul, dan orang sakit, yang mana puasa sangat memberatkan mereka dengan beban yang menjadi penghalang

 

Dan bilamana udzur bagi masing-masing mereka itu telah hilang, maka mereka wajib meng-qadha’.

 

Orang yang berpuasa Ramadhan wajib melakukan niat di malam hari, serta harus menentukan (jenis puasanya, semisal puasa Ramadhan atau puasa nadzar) setiap hari secara yakin.

 

Orang yang berpuasa wajib menahan diri dari sesuatu yang dapat membatalkan (puasanya) secara syar’i, meliputi bersetubuh meskipun dengan cara sodomi.

 

Dan muntah dengan sengaja, onani (atau masturbasi), serta murtad (keluar dari Islam) meskipun dalam waktu singkat.

 

Juga (wajib menahan diri) dari masuknya materi (benda) ke dalam lubang badan, tidak termasuk bau (atau aroma) sesuatu. Dan (wajib pula menahan diri) dari asap rokok yang umum kita ketahui.

 

Kecuali ludahnya sendiri yang masih murni dan suci yang keluar dari tempat asalnya.

 

Dan wajib terhindar dari kegilaan, meskipun sebentar (secara mutlak), dan tidak mengalami sakit ayan (epilepsi) sehari penuh.

 

Tidak sah berpuasa pada dua hari raya (‘idul fihtri dan ‘idul adha), bahkan orang yang berpuasa pada dua hari tersebut berdosa.

 

Begitu pula (berpuasa) pada tiga hari tasyrig (tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah), yakni tepatnya setelah hari raya qurban.

 

Serta (berpuasa) pada separuh terakhir dari bulan Sya’ban, Demikian pula pada hari syakk (meragukan), yakni pada tanggal 30 Sya’ban. Hendaklah kau pegang teguh (penjelasan ini). Kecuali jika (tanggal 30 dan separuh terakhir dari bulan Sya banj itu ia sambung dengan puasa sunnah sebelumnya, atau dengan puasa qadha’, atau puasa nadzar, ataupun puasa wirid (rutin) yang telah ada.

 

Seseorang yang membatalkan satu hari dari puasa (Ramadhan), tanpa adanya rukhshah (dispensasi, seperti karena bepergian jauh), dengan cara melakukan persetubuhan sempurna, maka ia berdosa dan harus di-ta’zir (diberi sanksi oleh penguasa jika tidak bertaubat), serta wajib meng-gadha’ puasa segera, sekaligus membayar kafarat.

 

Haji dan umrah wajib dikerjakan sekali dalam seumur hidup. Sedangkan melaksanakan kedua kalinya adalah sunnah.

 

Yaitu bagi semua orang Islam yang mukallaf, merdeka, dan mampu, tanpa memaksakan diri.

 

Dalam arti, orang itu aman perjalanannya dan mempunyai harta yang lebih dari biaya melunasi hutangnya yang mendesak.

 

Juga (lebih dari biaya) tempat tinggal dan pakaian yang layak baginya, serta biaya hidup orang yang menjadi tanggungannya.

 

(Semua itu harus mencukupi) mulai dari keberangkatan hingga kepulangannya, sebagaimana yang telah diterangkan oleh pengarang kitab Ini.

 

Ibadah haji di kalangan para ulama’, rukun-rukunnya telah populer. Yaitu, ihram, wuquf di wilayah tanah Arafah, thawaf, sa’i, dan bercukur yang mulai dilakukan setelah pertengahan malam gurban (malam 10 Dzulhijjah).

 

Rukun-rukun haji tersebut selain wuquf, adalah juga menjadi rukun “umrah. Karena, ketentuan “umrah yang diriwayatkan dari Nabi Saw. memang tanpa wuquf.

 

Haram bagi orang yang ihram memakai parfum dan memberi minyak pada jenggot dan kepala, sebagaimana yang dimaklumi.

 

Juga memotong kuku dan rambut, bersetubuh dan pendahuluannya (seperti berciuman), serta melakukan akad nikah.

 

Begitu pula berburu binatang darat yang halal dimakan, atau binatang yang asli dari darat (meski sedang berada di laut), dan (disyaratkan) binatang itu tergolong liar.

 

Menutup kepala (dilarang) bagi orang laki-laki, juga memakai pakaian yang berjahit, seperti celana.

 

Begitu pula bagi wanita, (dilarang) menutup wajahnya dan memakai kaus tangan. Hal ini khusus berlaku bagi wanita saja.

 

Barangsiapa yang megerjakan salah satu dari larangan di atas, maka ia berdosa dan wajib membayar kafarat.

 

Adapun karena sebab bersetubuh, maka (disamping haji dan umrahnya tidak sah), ia juga wajib meng-qadhd’-nya dengan segera, serta harus menyempurnakan (haji atau ‘umrah) yang rusak tersebut, meskipun itu haji sunnah.

 

Wajib melakukan ihram dari migat, baik dalam ibadah haji ataupun ‘umrah.

 

(Khusus untuk haji) wajib bermalam di Muzdalifah dan di Mina, melempar jumrah ‘aqabah pada hari raya qurban, melempar tiga jumrah (sughra, wustha, dan ‘aqabah) pada hari tasyria dengan menggunakan tujuh butir kerikil, dan juga wajib melakukan thawaf wada’ bagi orang yang hendak keluar (meninggalkan Makkah) menuju negaranya.

 

Haram berburu dan memotong (atau mencabut) segala yang tumbuh di dua tanah haram (Makkah dan Madinah) secara mutlak (yakni baik bagi orang yang sedang melakukan ihram ataupun tidak), sebagaimana aturan yang berlaku. (Larangan) di Makkah lebih berat dari pada di Madinah, dengan tambahan sangsi harus membayar fidyah, karena ketentuan dari sebaikbaik utusan (Nabi Muhammad Saw.).

Toggle

 

Setiap orang mukallaf yang mengharapkan negeri keselamatan (surga) wajib memperhatikan halal dan haram.

 

Maka, janganlah melibatkan diri ke dalam sesuatu (melakukannya), sehingga mengetahui (lebih dahulu) apa saja yang benar-benar dihalalkan oleh Allah dan apa pula yang diharamkan-Nya.

 

Karena Allah Yang Maha Suci telah menuntut kita semuanya dengan ketentuan-ketentuan yang bilamana kita mentaatinya, niscaya Allah akan memelihara kita.

 

Sesungguhnya Allah Swt. telah menghalalkan jual beli sebagai bisnis perniagaan, dan mengharamkan riba melalui pernyataan (dalam Al-Qur’an) semacam itu. Dengan cara diikat dengan memakai alat ta’rif (huruf al ta’rif), yakni harus memenuhi tuntutan keabsahan akad jual beli serta mekanisme syariahnya (yakni harus memenuhi syarat dan rukunnya).

 

Jadi, setiap orang yang hendak melakukan akad jual beli, wajib mengetahui ketentuan yang telah disebutkan tadi.

 

Bilamana ia tidak memahaminya, maka mau atau tidak mau, ia akan (berpotensi) memakan riba karena ketidaktahuannya tentang dua perkara tersebut (jual beli dan riba).

 

Sesungguhnya telah datang sebuah riwayat hadits dari Nabi Sang pembawa petunjuk, tentang (derajat) seorang pedagang yang jujur di akhirat kelak. Bahwasanya, pedagang yang jujur secara pasti akan dikumpulkan bersama dengan para syuhada’ dan shiddiqin.

 

Pedagang yang jujur dijanjikan mendapat balasan yang menggiurkan seperti itu adalah karena jerih payah yang ia hadapi, dengan memerangi nafsu dan keinginannya, serta memaksanya untuk menjalankan akad jual belinya menurut aturan syariat yang luhur.

 

Jika dalam hal ini engkau berpaling dari aturan yang benar, maka sadarilah bahwa Allah Swt. adalah Dzat Yang memiliki siksa.

 

Juga wajib bagimu mentaati semua aturan yang ada (syarat dan rukunnya) dalam seluruh transaksi bisnis (akad), meliputi akad wakalah (perwakilan), ijarah (sewa dan jasa), hawalah (pemindahan hak), syirkah (persyarikatan/kongsi), dan lain sebagainnya

 

Dalam urusan nikah, harus lebih cermat dan sangat hati-hati, untuk mengantisipasi kerusakan (kitidakabsahan) pernikahan (yang berimplikasi kepada perzinahan).

 

Karena dikatakan: “Berapa banyak orang yang karam ke dalam lautan, lantaran ia tidak mengetahui teknis berenang.

 

Rukun-rukun nikah ada lima yang jelas sekali yaitu adanya calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi, dan shighah (pernyataan).

 

Adapun shighah dari pihak wali adalah berupa ijab (pernyataan/akad penyerahan), sedangkan dari pihak calon suami adalah berupa qabul (ungkapan penerimaan) dan jawaban.

 

Dua orang saksi itu harus mendengar akad nikah dan keduanya harus memenuhi syarat menjadi saksi.

 

Pada diri wali disyaratkan harus sukarela (tidak ada paksaan), dan juga diharuskan terbebas dari halangan (seperti kekafiran, kefasikan, masih kecil, dan gila)

 

Bagi calon istri harus memenuhi tiga syarat, yaitu sudah ditentukan orangnya (jelas personalnya), wanita yang halal (bukan mahram bagi calon suaminya), dan bebas (dari ikatan nikah/tidak sedang bersuami ataupun terbebas dari kewajiban ‘iddah).

 

Calon suami disyaratkan harus sudah ditentukan orangnya, laki-laki yang halal (bukan mahram bagi calon istrinya), kemauan sendiri, serta harus mengetahul kehalalan calon istrinya (bagi dirinya), dan tentang jati dirinya (meliputi nama, nasab, dan sosoknya).

 

Sesungguhnya riba itu termasuk dosa besar yang paling besar, sebagaimana yang tertulis di dalam beberapa kitab.

 

Begitu pula semua perbuatan yang berkaitan dengan riba, yaitu mencatat riba, merekayasanya, serta menjadi saksi untuknya.

 

Adapun (yang termasuk) riba adalah, menukar emas atau perak dengan yang lainnya (dengan syarat) secara tempo, (baik antaras emas dengan emas, atau perak dengan perak, ataupun emas dengan perak).

 

Begitu pula menukar emas atau perak tanpa ada serah terimg (berpisah dari majlis akad sebelum serah terima serta tanpa menentukan tempo). Dan juga menukar emas atau perak dengan sesama jenis (yakni emas dengan emas, atau perak dengan perak) dengan cara yang telah disebutkan (yakni secara tempo atau tanpa ada serah terima).

 

(Demikian pula, menukar emas atau perak) dengan yang lain (yakni emas dengan perak), atau sesama jenis (yakni emas dengan emas, atau perak dengan perak) meskipun takarannya sama (namun secara tempo atau tanpa ada serah terima). Serta menukar emas atau perak dengan sesama jenis, namun takarannya berbeda (salah satunya lebih banyak).

 

Begitu pula, menukar sebagian makanan dengan yang lainnya (sebagaimana dijelaskan di atas). Dan tidak boleh menjual barang yang belum diterima (masih di tangan orang lain).

 

Juga (tidak boleh) menjual daging (ditukar) dengan hewan secara mutlak (meskipun sejenis, seperti daging sapi ditukar dengan sapi). Serta menjual hutang dengan hutang, karena adanya larangan (syariat) yang tegas.

 

Para ulama’ menghukumi haram kepada bai’ fudhuli (menjual barang milik orang lain tanpa adanya izin atau kuasa), dan menjual barang yang samar, tidak jelas, serta tidak diketahui secara pasti (seperti menjual salah satu dari dua baju tanpa ditentukan).

 

Begitu pula (dilarang), akad jual beli yang dilakukan oleh orang yang tidak sah tasharruf-nya (orang yang dilarang mengelola hartanya, seperti anak kecil, orang gila, atau idiot). Dan juga tidak boleh, menjual sesuatu yang tidak diketahui manfaatnya (seperti serangga, ular, atau tikus).

 

Demikian juga menjual sesuatu yang tidak dapat diserahterimakan (seperti menjual burung yang lepas), dan jual beli tanpa adanya shighah yang menunjukkan kerelaan (penyataan ijab qabul).

 

Agama juga melarang menjual sesuatu yang tidak ada pemiliknya, seperti orang merdeka (bukan budak), dan tanah liar yang masih terlantar.

 

Dan (dilarang) menjual barang najis, seperti anjing, meskipun anjing yang telah dilatih, atau setiap benda (cair) yang memabukkan, serta sesuatu yang diharamkan (seperti gitar atau seruling).

 

Dan menjual benda suci kepada orang yang diketahui akan menggunakannya untuk maksiat, hukumnya adalah haram (seperti menjual anggur untuk dijadikan arak).

 

Begitu pula (dilarang) menjual barang yang dapat memabukkan (meskipun sud, seperti ganja atau narkotika), serta menyual barang yang cacat tanpa menunjukkan cacatnya.

 

Tidak sah membagi harta peninggalan mayit, meskipun hanya mengambil seperenam dirham saja. Dan menjual sebagian harta itu hukumnya juga tidak sah, kecuali untuk memenuhi hak-hak yang jelas. (Larangan ini) selama hutang-hutang si mayit belum dilunasi, serta wasiat-wasiatnya yang telah disampaikan (juga belum ditunaikan). Dan juga selama biaya haji dan umrah bagi 8 mayit yang telah berkewajiban (melaksanakannya) itu belum dikeluarkan (untuk ongkos haji badal).

 

perbandingan tentang harta peninggalan mayit tersebut adalah .eperti seorang budak yang melakukan tindakan pidana. Yakni, enjual budak tersebut tidak sah karena (masih terikat dengan) tanggungan. Sehingga, tanggungan yang menjadi beban budak itu harus dipenuhi dahulu (oleh sayidnya), atau memang telah diizini menjualnya oleh orang yang berhak (berwenang).

 

Berdasarkan larangan syariat, para ulama’ menghukumi haram usaha melemahkan keinginan (menggembosi) orang lain yang menjual (barangnya) atau orang yang membeli (suatu barang). Jika hal itu terjadi setelah adanya kesepakatan harga, dengan tujuan (barang itu) akan ia beli sendiri dengan harga yang lebih tinggi. Atau orang yang menggembosi tersebut bertujuan akan menjual barang serupa miliknya kepada orang yang membeli tadi, dengan harga yang lebih murah.

 

Keharaman usaha melemahkan kemauan orang lain tersebut adalah lebih berat hukumnya, (jika dilakukan) setelah akad dan di dalam masa khiyar.

 

Para ulama’ juga mengharamkan memborong makanan secara sengaja pada saat harga melambung tinggi serta dibutuhkan oleh banyak orang, dengan tujuan akan ditimbun oleh si pembeli itu di dalam tempat penyimpanan, dan akan ia jual dengan harga yang lebih tinggi.

 

Begitu pula (diharamkan) menawar barang dagangan melebihi harga yang telah ia tentukan, untuk mengelabui orang lain.

 

Janganlah memisahkan antara budak perempuan dan anaknya sebelum usia tamyiz (misalnya dengan cara anaknya dijual), karena adanya hadits kuat (yang melarangnya).

 

Dan janganlah berbuat ghasy (menipu atau curang), atau berkhianat, wahai orang yang menjadi perhatianku, baik ketika melakukan penakaran, pengukuran, ataupun penimbangan

 

Janganlah menjual barang dagangan kepada seorang pembeli, sambil memberinya hutang sejumlah uang, dengan syarat ia harus bersedia membeli (daganganmu) dengan harga yang lebih tinggi (dari harga standar) karena adanya ikatan utang-piutang. Sehingga, pembeli tersebut menjadi tersandera dengan kepentinganmu itu.

 

Demikian pula, janganlah memberi hutang (dengan sejumlah uang atau barang), wahai saudaraku, kepada seorang karyawan (atau buruh) semisal tukang tenun, sambil menyuruhnya menjadi pekerja yang membantumu dengan upah di bawah standar lantaran hutang tersebut, (perhatikanlah) wahai sanak keluargaku.

 

Atau menghutangi para petani, agar mereka mau menjual (hasil panen mereka) kepadamu dengan harga yang lebih rendah. Hal ini adalah perbuatan yang amat hina (dosa). Dan itu disebut dengan istilah al-magdhi bit-tha’am (pelunasan hutang dengan keuntungan makanan), dan merupakan mu’amalah yang tidak sah yang marak terjadi di banyak kalangan manusia.

 

Jika ingin hidup beruntung (selamat), wahai saudaraku, maka hendaklah engkau selalu dekat dengan orang shaleh, seraya menimba ilmu (darinya).

 

Maka, gigitlah dengan gigi gerahammu (yakni peganglah kuatkuat) tata aturan syariat di dalam segala hal, wahai sesamaku.

 

Dan ketahuilah, bahwa mencari yang halal adalah wajib, yang akan mengantarkan (seseorang) menuju kesempurnaan.

 

Wajib atas (anak atau cucu dan seterusnya) yang kaya Untuk memberi nafkah kepada orang tuanya yang hidup dalam kekurangan (baik itu ayah, ibu, kakek, atau nenek, dan seterusnya, dan meskipun mereka mampu untuk bekerja), karena adanya perintah yang berlaku secara mutlak.

 

Juga (wajib memberi nafkah) kepada anak cucunya yang hidup dalam kesulitan, atau yang tidak mampu bekerja karena masih kecil atau karena sakit.

 

Begitu pula, wajib secara yakin bagi seorang suami untuk memberi nafkah kepada isterinya sebab tamkin (telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada suaminya).

 

Dan juga wajib atas suami memberi mahar (mas kawin) kepada Isterinya, serta memberinya mut’ah jika menceraikannya.

 

Lalu, wajib atas seorang isteri untuk mentaati suaminya dalam urusan yang berkaitan dengan dirinya (seperti bersetubuh atau bercumbu rayu), selama hal itu diperbolehkan (oleh syariat) untuk dikerjakannya.

 

Para ulama’ menghukumi haram, wanita keluar rumah dan puasa sunnah, bila tanpa seizin suaminya.

 

Orang yang memiliki budak dan hewan piaraan, wajib memberi nafkah kepada mereka dengan kadar semestinya.

 

Dan ia tidak boleh membebani mereka dengan pekerjaan yang di luar kemampuan mereka, dan juga tidak boleh memukul mereka tanpa alasan yang dapat dibenarkan.

 

Di antara kewajiban hatimu adalah beriman kepada Allah Swt. yang terdiri dari empat rukun. (Wajib pula beriman) kepada segala apa yang datang dari Allah Swt. (meliputi perintah dan rangan-Nya), dan (beriman) kepada Rasul-Nya, serta semua ajaran yang beliau bawa, dengan menerima sepenuhnya.

 

Juga harus disertai rasa yakin (percaya penuh tanpa keraguan), ikhlas (tulus) karena Allah semata, menyesali semua perbuatan maksiat, tawakkal (hanya bergantung) kepada Allah, dan ridha (rela penuh) terhadap semua yang telah ditagdirkan Allah, serta ber-murdgabah kepada-Nya (selalu menyadari pengawasan Allah terhadap setiap perbuatannya).

 

Begitu pula harus selalu husnuzhan (berprasangka baik kepada Allah dan mahkluk-Nya), serta mengagungkan syiar-syiar agama Nabi pilihan Allah yang lurus.

 

Hendaklah selalu mensyukuri nikmat-nikmat Allah, serta bersabar dalam menunaikan apa yang telah diwajibkan oleh Allah Yang Maha Luhur.

 

Dan bersabarlah dalam meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat, serta dalam menjalani cobaan Allah kepada dirimu. Dan hendaklah selalu ridha terhadap segala rizki yang telah dibagikan oleh Allah (kepadamu).

 

Hendaklah engkau senantiasa curiga kepada nafsu, dengan selalu menganggapnya berkhianat, dan hendaklah engkau benar-benar tidak menurutinya.

 

Janganlah kamu turuti (godaan) syetan dan orang-orang ahli maksiat, dan hendaklah senantiasa zuhud (tidak terpikat dan terbujuk) terhadap dunia untuk mendapatkan keselamatan.

 

Hendakla selalu mencintai Allah Swt. beserta kalam-Nya (al-Qur’an), dari mencintai Nabi-Nya, para sahabat beliau, para keluarga beliau, serta para sahabat Anshar, dan orang-orang “alim yang shaleh lagi mulia.

 

Wahai ahli kalimat “la ilaha illallah”, pegang teguhlah sebuah nasehat yang amat jernih makna kandungannya, yang telah disampaikan oleh seorang Sayyid yang tinggi derajatnya, yang terkenal dengan julukan al-Haddad, yakni Habib Abdullah bin ‘Alawi namanya. Setiap orang mukmin seyogyanya berhias diri dengan nasehat tersebut. Isi nasehat itu adalah sebagaimana (pada nazham-nazham) berikut, maka hendaklah engkau meraihnya.

 

Hendaklah engkau bersikap khusyu’ (menunduk-penuhkan hati kepada Allah Swt), tawadhu’ (rendah hati), takut, dan segan Hepada Allah Yang Maha Menciptakan.

 

Serta zuhud (tidak terpikat dan terbujuk) terhadap dunia, dan gang’ah (merasa rela) terhadap bagian yang ada, maka waspadailah pula sifat thama’ (ambisi atau serakah).

 

Dan hendaklah engkau berhati lapang, suka mendermakan sesuatu yang lebih (dari kebutuhan), suka menasehati, dan sangat peduli (berempati) kepada orang lain. Juga, sangat menyayangi para hamba Allah, memerintahkan kebaikan, dan mencegah kemungkaran.

 

Bersegeralah menuju kebaikan dan tetaplah selalu taat kepada Allah Swt.

 

Jadilah penunjuk dan penuntun menuju kebajikan, serta penyeru kepada kebenaran dan hidayah Allah Swt.

 

Hendaklah engkau berpribadi santun, berhati tenang, bersikap diam (dari pembicaraan yang tidak berguna), dan penuh kehati-hatian (tidak terburu-buru) yang amat berharga. Lapangkanlah dadamu, lemah-lembutkanlah sikapmu dengan penuh rendah hati, dan perbaikilah akhlaqmu.

 

Maka, pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik. Sesungguhnya turunnya bala’ (musibah/petaka) itu dikuasakan kepada ucapan. Sebuah ungkapan telah menunjukkan kepada kita, wahai sahabatku, “pangkal keselamatan seseorang adalah dalam memelihara lisannya.”

 

Janganlah kamu bersikap takabbur (sombong), terlebih kepada orang di bawahmu, dan jangan pula berlaku sewenang-wenang. Maka, peliharalah lisanmu, niscaya ia pun akan memeliharamu. Kata Imam al-Ghazali: “Setiap orang yang memandang dirinya sendiri lebih baik dari pada orang lain, maka ia telah bersikap sombong.”

 

Janganlah bersifat rakus terhadap urusan dunia yang selalu menggoda, dan janganlah suka mengakhirkan urusan akhirat. Janganlah suka menumpuk harta, dan jangan pula menghalangi harta dari haknya (yang harus ditunaikan, seperti zakat atau sedekah), sehingga engkau menjadi orang yang bakhil (kikir).

 

Janganlah merenggangkan tali persaudaraan, berhati bengis, bertutur kata kasar, saling menjatuhkan dengan ucapan (mira’), dan berbantah-bantahan (mujadalah).

 

jauhilah sifat keras hati (menolak nasihat dan kebenaran), suka bertengkar, berjiwa sempit, bertabiat buruk, dan menjilat (purapura baik karena ada kepentingan).

 

Janganlah menipu, berbuat curang, dan lebih mengutamakan orang kaya dari pada orang fakir. Ini semua untuk menghindarkan diri dari berbagai fitnah (bala’).

 

Janganlah sekali-kali mondar mandir mendatangi penguasa, dan jangan pula menyertainya sepanjang waktu.

 

Berbuatlah sesuatu dan jangan berdiam diri untuk ingkar kepada (kezhaliman) para penguasa, selama mampu melakukannya.

 

Karena, jihad yang paling utama adalah menyuarakan kebenaran kepada penguasa yang zhalim serta bersikap bodoh.

 

Janganlah engkau bersikap gila kedudukan, semisal menjadi pemimpin, dan gila harta (termasuk bakhil), serta gila kekuasaan. Bahkan, engkau (seharusnya lebih) tidak menyukai yang terakhir ini (kekuasaan), kecuali karena hajat (dituntut secara syar’i) atau keadaan darurat (terpaksa).

 

Nasehat-nasehat Sayyid Abdullah bin ‘Alawi al-Haddad yang kaya pertolongan ini telah selesai. Wahai Sang Pencipta alam semesta, taburilah kubur beliau dengan keridhaan-Mu yang paling harum mewangi.

 

Di antara maksiat-maksiat hatimu adalah riya’ (pamer) dengan (mengerjakan) amal kebaikan (karena manusia), sebagaimana yang telah diterangkan para ulama”.

 

Riya’ ini menghapus pahala amal, seperti halnya ujub’ (rasa bangga) terhadap ketaatan kepada Allah Yang Maha Agung.

 

Dan merasa ragu terhadap wujud Allah Swt. serta apa yang telah difirmankan-Nya, dan merasa aman dari siksa Allah Swt.

 

Dan merasa putus asa dari rahmat Allah, takabbur (sombong) kepada para hamba Allah, dan merendahkan orang lain.

 

Maka seyogyanya kamu tidak memandang dirimu lebih baik dari pada orang lain. Bila engkau tidak mentaatinya, niscaya hal itu merugikan (dirimu sendiri).

 

Dan sifat dendam (menyimpan permusuhan dalam hati), hasud (iri hati), serta mengungkit-ungkit sesuatu yang pernah kamu berikan, karena pahala sedekah menjadi hilang sebab sikap ini.

 

Begitu pula terus-menerus berbuat dosa, karena hal ini adalah keburukan yang paling besar.

 

Berprasangka buruk kepada Allah dan kepada orang-orang baik, serta mendustakan qadha’ dan qadar Allah Swt.

 

Merasa gembira dan rela terhadap kemaksiatan yang terjadi, serta berbuat tipu daya dan mengkhianati janji, meskipun kepada orang kafir (yang bukan kafir harbi).

 

Membenci para sahabat Nabi Saw., para keluarga beliau, dan Orang-orang shaleh, yang merupakan orang-orang yang dicintai oleh Nabi Saw.

 

Bersikap rakus (terhadap duniawi), kikir (syuhh), serta pelit (bakhil) terhadap kewajiban (semisal zakat) dari hartanya sendiri, ataupun milik orang lain, untuk (diberikan kepada) orang yang memintanya (yakni yang berhak).

 

Menghina sesuatu yang diagungkan oleh Allah “Azza wa Jalla, dan meremehkan perkara yang dianggap besar oleh Allah, seperti ketaatan, kemaksiatan, al-Qur’an, ilmu syariat (agama), surga, ataupun neraka.

 

Pasal tentang Sebagian Maksiat Perut dan Had (Hukuman) bagi Peminum Khamr

 

Di antara maksiat-maksiat perut adalah memakan hasil riba, pungutan liar, harta curian, serta hasil ghasab (penguasaan harta orang lain secara zhalim).

 

Dan segala sesuatu yang diperoleh melalui cara (transaksi) yang tidak sah, seperti menjual buah tanaman dengan syarat pembeli yang harus mengetamnya (melakukan pemanenan).

 

Serta minum arak. (Hukuman) bagi peminum arak, hendaklah dipukul sebanyak 40 kali cambukan, jika ia orang merdeka (baik laki-laki ataupun perempuan). Dan separuhnya, yakni 20 kali cambukan bagi seorang budak. Ketentuan ini berbeda dengan apa yang telah difatwakan oleh ahli tahgig yang lainnya. Bagi Imam (kepala negara), boleh menambah (hukuman itu) sampaj 80 kali cambukan, yang berlaku sebagai had.

 

Begitu pula mengkonsumsi segala bentuk makanan yang memabukkan (seperti daun ganja, opium atau sabu), dan benda najis (seperti air kencing, darah atau daging babi), atau sesuatu yang dipandang menjijikkan (seperti ingus atau ludah).

 

Dan memakan harta anak yatim secara zhalim, serta harta wagaf sekira tidak ada ketentuan/syarthul waqif (yang mengizinkannya).

 

Dan sesuatu yang diterima (dari orang lain yang memberinya) karena terdorong rasa malu. Padahal, seandainya tidak ada rasa malu tersebut, pemberian itu tidak akan terjadi.

 

Di antara maksiat-maksiat mata, wahai orang yang memiliki penglihatan, adalah memandang kepada para wanita lain (bukan mahram).

 

Juga haram hukumnya bagi para wanita memandang laki-laki lain dalam beberapa kondisi (seperti tidak karena sedang dilamar, atau tidak karena akad jual beli).

 

Dan memandang aurat secara mutlak (baik aurat sesama jenis, dan baik mahram atau bukan). Maka, janganlah memandang anggota badan para wanita yang dilarang bagimu (bukan istri sendiri).

 

Tidak boleh (bagi perempuan) membuka bagian tubuhnya di hadapan orang laki-laki yang diharamkan memandangnya untuk mencegah fitnah.

 

Larangan membuka bagian tubuh antara pusar dan lutut (baik bagi laki-laki atau perempuan) telah jelas sekali (yakni di hadapan orang yang melihatnya, baik itu sesama jenis, dan meskipun mahram-nya sendiri), kecuali di hadapan orang yang halal baginya (yakni suami atau istri).

 

Demikian pula, membuka dua kemaluan (qubul dan dubur) tanpa ada hajat (semisal mandi atau istinja”), juga diharamkan (bagi laki-laki dan perempuan) tanpa main-main (yakni secara tegas).

 

Halal memandang bagian tubuh orang lain tanpa disertai syahwat, selain antara pusar dan lutut, jika ada hubungan mahram, atau sesama jenis, atau masih kecil yang (secara umum) belum menimbulkan syahwat. Kecuali anak di bawah usia tamyiz (baik anak laki-laki ataupun perempuan), hukum keduanya adalah sama (yakni seluruh bagian tubuhnya tidak haram dipandang, kecuali kemaluan anak perempuan bagi selain Ibunya sendiri)

 

Haram memberi isyarat dengan pandangan kepada orang Islam dengan maksud menghina.

 

Dan melihat ke dalam rumah orang lain tanpa seizin mereka, karena ini dapat merugikan (mengganggu mereka).

 

Atau melihat barang yang disembunyikan (tanpa seizin pemiliknya). Begitu pula melihat kemungkaran, jika tidak mau mengingkarinya, atau ketika ia tidak punya udzur (yakni udzur semisal tidak mampu mengingkarinya karena khawatir terkena dampak buruknya).

 

Sebuah ungkapan telah menunjukkan kepada kita, wahas sahabatku, “pangkal keselamatan seseorang adalah dalam memelihara lisannya.”

 

Di antara maksiat-maksiat lisan yang sangat tercela adalah berbuat ghibah (menggunjing) kepada orang Islam dan namimah (adu domba, provokasi). (Ghibah itu adalah) seperti menceritakan sesuatu yang tidak disukai oleh orang yang menyandangnya, meskipun kenyataannya memang ada (misalnya menyebutkan kekurangan fisik orang lain). Dan (namimah adalah) mengungkap sesuatu yang tidak disukai orang secara mutlak, sebagaimana yang dimaklumi.

 

Dan berkata bohong, bersumpah palsu, serta menuduh orang lain berzina (qadzaf) seraya mencemarkan kehormatannya. Oadzaf ialah setiap ucapan yang memuat tuduhan seseorang berbuat zina, maka tuduhan seperti ini adalah qadzaf yang terang. pelaku qadzaf (yang merdeka) hendaklah dicambuk sebanyak 80 kali penuh, dan sebanyak 40 kali bagi seorang budak, yakni separuh dari hukuman orang merdeka.

 

Dan mencaci para sahabat Nabi yang selalu ditolong (Allah), ingkar janji, serta kesaksian palsu.

 

Dan memaki (atau mengumpat), mencaci, serta mengulur pembayaran hutang padahal sudah mampu membayar, karena adanya hadits tentang hal Ini.

 

Dan melaknat (mengutuk, baik kepada manusia, hewan, ataupun benda), menghina orang Islam, serta semua perkataan yang menyakitkan orang Islam.

 

Begitu pula berbohong kepada Allah Yang Maha Pengasih (seperti mengatakan Allah punya anak atau sekutu), dan kepada Rasulullah Saw. yang telah datang menyampaikan al-Qur’an.

 

Termasuk maksiat lisan juga ialah pengakuan (klaim hak milik) yang batil, dan menjatuhkan thalag bid’ah kepada wanita yang terhormat (isteri).

 

Demikian pula zhihar. Bilamana kamu tidak manthalag (isterimu) secara langsung setelah zhihar itu terjadi, maka kamu harus membayar kafarat. Sebagai kafarat-nya yang sempurna, engkau hendaklah memerdekakan seorang budak mukmin yang terbebas dari aib. Jika kamu tidak mampu terhadap hal itu, maka berpuasalah selama dua bulan berturut-turut secara pasti, tanpa main-main. Jika kamu juga tidak mampu terhadap yang diterangkan tadi, maka berilah makan 60 orang miskin, masing-masing sebesar satu mud.

 

Dan salah dalam membaca Al-Qur’an (meskipun tidak sampai merusak makna), serta meminta-minta padahal dirinya memilik: kecukupan harta (atau usaha), karena dengan hal itu ia menghinakan dirinya sendiri.

 

Bernadzar dengan maksud menghalangi ahli waris (agar tidak bisa mendapatkan harta peninggalannya). Dan tidak berwasiat terhadap perkara yang baru (yakni belum banyak yang mengetahuinya), berupa hutang atau harta benda yang tidak diketahui kecuali oleh dirinya, seraya ia meremehkan hal itu.

 

Begitu pula mengklaim orang lain sebagai ayah kandungnya, atau budak yang mengklaim majikan lain sebagai majikannya, yang mana hal tersebut juga dilarang syariat.

 

Melamar wanita yang telah dilamar oleh saudaranya (sesama muslim) itu dilarang oleh Nabi Saw. karena tindakan tersebut menyakiti saudaranya.

 

Demikian pula, berfatwa tanpa didasari Ilmu, dan mempelajari Ilmu yang membahayakan seperti Ilmu nujum (ramalan bintang).

 

Memutuskan hukum dengan selain hukum Allah, dan melakukan nadb (meratapi mayat dengan menyebut-nyebut kebaikannya), dan niyahah (menjerit-jerit ketika meratapi mayat), serta memainkan alat malahi (alat musik yang dapat melalaikan seseorang dari Allah Swt., seperti seruling).

 

Dan segala bentuk ucapan yang mendorong kepada sesuatu yang diharamkan, atau yang mengendorkan (perhatian) kepada perkara yang diwajibkan.

 

Serta segala ungkapan yang menunjukkan pelecehan terhadap Agama, atau kepada para nabi, ulama’, syariat, al-Qur’an, atau syiar-syiar Allah Yang Maha Pengasih.

 

Begitu pula, memainkan seruling, serta berdiam diri dari kewajiban melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar, padahal dirinya mampu (tidak terkena udzur)

 

Menyembunyikan kesaksian, dan menyembunyikan ilmu yang wajib dipelajari, padahal ada yang mau belajar (dari dirinya).

 

Menertawakan keluarnya angin (kentut), atau menertawakan saudaranya (sesama muslim) seraya menghina dan meremehkannya.

 

Dan melupakan al-Qur’an secara total (setelah sebelumnya hafal), serta tidak menjawab salam yang wajib (untuk dijawab).

 

Begitu pula, melakukan kecupan (kepada sang isteri) bagi orang yang sedang ihram, atau orang yang sedang berpuasa wajib, dengan kecupan yang sekira dapat menggerakkan hidung orang yang sedang tidur (yakni kecupan serius sehingga menimbulkan syahwat).

 

Di antara maksiat telinga adalah mendengarkan pembicaraan orang lain yang sengaja dirahasiakannya.

 

Begitu pula, mendengarkan suara seruling, thunbur, dan setiap suara mungkar yang dilarang agama

 

Serta pembicaraan yang sangat tercela, seperti mendengarkan ghibah (menggunjing) dan namimah (adu domba). Kecuali bilamana suara tersebut masuk ke dalam pendengarannya secara paksa (tanpa sengaja), dan ia sendiri tidak menyenanginya seraya berusaha mengalihkan (pendengarannya). Dalam hal ini, ia wajib mengingkarinya dan melarangnya, jika ia memiliki kemampuan melakukannya.

 

Di antara maksiat tangan adalah mengurangi takaran, timbangan, dan ukuran. Maka, ketahuilah masalah ini.

 

Begitu pula mencuri. Dan jatuhkanlah had (hukuman syariat) kepada pencuri, jika ia terbukti mengambil (sesuatu) senilai seperempat dinar dari tempat penyimpanannya. Hal itu dengan cara memotong tangan kanannya, dan jika ia mengulangi lagi, maka dipotong kaki kirinya. Masing-masing (yakni tangan), dipotong mulai dari bagian pergelangannya, dan (kaki) dipotong mulai dari bagian mata kaki. Kemudian (jika ia masih mengulangi lagi), maka dipotong tangan kirinya, lalu kaki kanannya.

 

Demikian juga, merampok, meng-ghashab, pungutan liar, korupsi, dan membunuh. Dalam kasus pembunuhan ini (baik Sengaja, semi sengaja, ataupun salah sasaran), hendaklah si Pembunuh (sebagai kafarat-nya) wajib memerdekakan seorang budak mukmin yang terbebas dari cacat. Jika tidak mampu, maka harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut, dan setelah itu tidak ada tanggungan (kafarat) lagi baginya.

 

Di dalam pembunuhan yang disengaja, hendaklah (pelaku) dikenai qishash (hukuman sepadan). Kecuali bila (keluarga korban) mau berbaik hati untuk memaafkannya, baik harus diganti dengan diyat ataupun secara cuma-cuma (bebas murni),

 

Di dalam pembunuhan karena salah sasaran (tidak sengaja) dan pembunuhan serupa salah sasaran, wajib membayar diyat, yaitu sebanyak 100 ekor onta untuk korban seorang laki-laki merdeka, dan separuhnya (50 onta) untuk korban wanita merdeka. Adapun diyat untuk korban seorang budak (baik lakilaki ataupun perempuan) adalah sesuai dengan harga budak tersebut.

 

Kriteria diyat bervariasi sesuai dengan macam pembunuhan. Sama halnya dengan buah tumbuhan, juga tergantung dengan jenis pohon (yang ditanam).

 

Memukul secara zhalim, menerima atau memberi suap (gratifikasi) kepada pemutus perkara (hakim atau penguasa).

 

Mencincang (menyiksa) binatang dan membakarnya tanpa ada faktor yang mengharuskan melakukan hal itu (seperti karena terpaksa).

 

Bermain dakon dan berbagai macam bentuk permainan yang mengandung unsur judi, maka jahuilah (semua itu). Serta bermain alat musik yang dilarang, seperti seruling dan thunbur (kecapi).

 

Begitu pula menyentuh perempuan lain dengan sengaja, tanpa ada penghalang berupa (semisal) baju, sebagaimana yang dimaklumi. Atau dengan penghalang, tetapi disertai syahwat, meskipun hal itu dengan sesama jenis, ataupun ada hubungan mahram.

 

Dan juga mengambar apa saja, khususnya barupa hewan, tidak termasuk menggambar semisal pepohonan,

 

Tidak mau membayar zakat, baik seluruhnya atau sebagian saja, setelah berkewajiban dan mampu menunalkannya. Atau Sesuatu yang dikeluarkannya tidak memenuhi syarat, dan atau menyalurkan zakat kepada orang yang tidak berhak menerimanya.

 

(Termasuk maksiat tangan adalah) apabila kamu enggan emberikan gaji kepada karyawan (buruh). Demikian pula manakala kamu enggan memberi bantuan kepada orang yang Sedang terdesak (dalam kondisi darurat), atau kamu tidak mau Menyelamatkan orang yang tenggelam ketika menjumpainya, padahal tidak ada udzur dalam kedua perkara di atas (yakni tentang orang yang terdesak dan orang yang tenggelam).

 

Begitu juga menulis sesuatu yang haram untuk diucapkan, Maka, hendaklah engkau memberi nasihat dengan sesuatu yang dapat membawa kebahagiaan bagi keluargamu.

 

Pasal tentang Sebagian Maksiat Kemaluan dan Had Zina

 

Di antara maksiat kemaluan manusia adalah berbuat zina dan liwath (homoseksual atau sihaq, yakni lesbian), yang kekejiannya terang sekali.

 

Had (hukuman syariat) bagi pelaku (zina dan liwath) yang merdeka serta muhshan (pernah bersetubuh dalam pernikahan yang sah), adalah dirajam dengan dilempari batu berukuran sedang sampai mati. Bila ia tidak muhshan, maka dicambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Sedang bagi budak, dihukum separuh orang merdeka (yakni 50 cambukan dan diasingkan setengah tahun).

 

Dah menyetubuhi binatang, baik halal dimakan ataupun tidak, serta sengaja mengeluarkan sperma dengan tangan orang yang tidak halal baginya (bukan suaminya atau isterinya)

 

Dan menyetubuhi (isterinya) pada saat nifas atau haidh, atau setelah tuntas (dari nifas dan haidh) namun sebelum mandi. Atau setelah mandi yang tidak disertai dengan niat (mandi besar), atau yang tidak memenuhi syarat sah mandi.

 

Begitu pula membuka aurat di hadapan orang lain (yang tidak dihalalkan melihatnya), atau di tempat manapun tanpa adanya hajat.

 

Dan menghadap ke arah kiblat (atau membelakanginya) tanpa memakai penutup, pada saat buang air kecil (atau besar), kecuali di tempat yang disediakan (khusus untuk buang air).

 

Demikian juga, kencing (ataupun berak) di dalam masjid (meskipun memakai wadah), atau di atas kuburan yang dimuliakan (yakni milik orang Islam atau kafir dzimmi), atau dj tempat yang diagungkan (seperti di bukit shafa dan marwah),

 

Dan tidak melakukan khitan setelah usia baligh (bagi laki-laki atau perempuan). Dalil kewajiban khitan adalah perintah mengikuti ajaran Nabi Ibrahim al-Khalil As.

 

Pasal tentang Beberapa Maksiat Kaki

 

Di antara maksiat kaki manusia adalah berjalan di muka bumi untuk berbuat kemaksiatan.

 

Semisal berjalan dalam rangka menyakiti orang lain, seperti untuk memfitnah orang Islam, atau untuk membunuhnya dengan sewenang-wenang, sebagaimana tindakan orang yang zhalim (lalim)

 

Dan melarikan diri yang dilakukan oleh seorang budak (dari majikannya), atau seorang isteri (dari suaminya), atau seseorang yang mempunyai tanggungan, seperti gishas pada dirinya (atau tanggungan hutang, nafkah keluarga, atau berbakti kepada orang tua).

 

Berjalan dengan lagak sombong seperti orang yang keras hatinya, serta melangkahi leher orang-orang (jamaah shalat).

 

Dan lewat di depan orang yang sedang shalat, ketika syarat pembatas tempatnya sudah terpenuhi (seperti memakai sajadah, memasang tongkat, atau berdiri di samping tiang).

 

Dan menjulurkan kaki ke arah al-Qur’an (atau kitab-kitab agama), ketika tidak berada di tempat yang tinggi.

 

Dan segala bentuk perjalanan menuju sesuatu yang diharamkan atau untuk menghindari kewajiban.

 

pasal tentang Maksiat-Maksiat Badan dan Had bagi Penyamun (Begal)

 

Brangsiapa yang tidak berbakti kepada kedua orang tuanya, niscaya anak-anaknya kelak tidak akan berbakti (kepadanya), dan rahmat Allah juga akan menjauh (darinya).

 

Maksiat badan jumlahnya benar-benar banyak sekali. Di antaranya adalah durhaka kepada kedua orang tua.

 

Dan segala sikap yang menyakitkan (orang tua) seperti ucapan uff (ungkapan kesal dan bosan). Juga lari dari barisan pertempuran.

 

Memutus tali kekerabatan, menyakiti tetangga (termasuk kafir dzimmi atau musta ‘min), dan memakai cat rambut (semir) dengan warna hitam.

 

Menyambung rambut kepala wanita, yakni dengan rambut manusia, secara mutlak (baik diizini suaminya atau tidak, dan baik dengan rambutnya sendiri atau milik orang lain), hukumnya adalah haram.

 

Dan bila wanita (berlagak atau berdandan) menyerupai laki-laki, atau sebaliknya (yakni laki-laki menyerupai wanita), serta menurunkan (ujung sarung atau celana sehingga menjulur ke tanah) untuk kesombongan.

 

Demikian pula, (laki-laki) memakai pacar (warna penghias kuku) pada tangan atau kaki karena menyerupai kaum perempuan.

 

Dan bila engkau membatalkan ibadah fardhu (shalat atau puasa) tanpa ada udzur, serta membatalkan ibadah haji sunnah atau umrah sunnah (karena apabila seseorang telah memulai ibadah haji atau umrah, hukum keduanya menjadi wajib, sehingga wajib pula menyelesaikannya).

 

Lalu menirukan (ucapan atau perbuatan) orang mukmin seraya menghina, serta mencari-cari (mengorek) aib orang lain.

 

Mentato badan untuk menghias penampilan, dan mendiamkan orang Islam melebihi tiga hari tanpa adanya kemaslahatan baginya.

 

Bersahabat dengan orang fasiq seraya duduk-duduk (bergaul) dengannya, atau bersahabat dengan pelaku bid’ah karena merasa senang kepadanya.

 

Memakai perhiasan perak, semisal gelang kaki, atau emas bagi laki-laki, kecuali cincin perak (bahkan hal ini disunnahkan baginya).

 

Mengenakan pakaian (khusus bagi laki-laki) yang bila ditimbang kebanyakan berupa sutera, apalagi bila semua bahannya adalah Sutera.

 

Berduaan dengan perempuan bukan mahram, di mana di tempat itu tidak terdapat perempuan lainnya (yakni orang ketiga). Maka, hendaklah engkau takut kepada fitnah-fitnahnya.

 

Wanita bepergian tanpa ditemani mahramnya, dan juga bila kamu memaksa orang merdeka untuk menjadi pelayan.

 

Meremehkan Imam (pimpinan) yang adil, orang Islam yang sudah tua, dan tokoh masyarakat.

 

Lalu memusuhi wali Allah dan menolong berbuat maksiat kepada Dzat Yang Maha Melarang Kemungkaran

 

Mengedarkan mata uang palsu dan menggunakan wadah yang terbuat dari perak atau emas, sebagaimana penjelasan para ulama’.

 

Begitu pula menyimpan wadah tersebut, seperti meletakkannya di atas lemari, meskipun tanpa digunakan sama sekali.

 

 Menggunakan semisal alat pengoles celak dan pembersih selaSela gigi (yang berbahan emas atau perak), atau menyimpannya Saja tanpa dipakai, hukumnya juga disamakan (dengan memakai wadah emas dan perak).

 

Meninggalkan ibadah fardhu (seperti shalat atau puasa) dengan segaja, atau mengerjakannya namun dengan meninggalkan salah satu syarat atau rukunnya.

 

Meninggalkan shalat Jum’at tanpa ada udzur, dan bila penduduk suatu daerah meninggalkan shalat berjama’ah yang diperintahkan (yakni jama’ah shalat fardhu). Begitu pula, mengakhirkan shalat fardhu dari waktunya tanpa ada udzur yang dibenarkan.

 

Melempar hewan buruan dengan menggunakan cambuk fatau benda lain yang tidak tajam, semisal batu) yang lekas mematikan (sehingga tidak sempat disembelih), dan menjadikan hewan sebagai sasaran lemparan (atau tembakan, yakni tidak niat berburu).

 

Keluarnya seorang wanita yang sedang ‘iddah dari rumah yang disediakan untuknya, tanpa ada udzur (seperti berobat atau kebutuhan hidup mendesak).

 

Tidak berkabung di dalam masa ‘iddah dengan cara meninggalkan berhias diri atas kematian suaminya.

 

Dengan sengaja menyebabkan najis kepada masjid, atau mengotorinya meskipun dengan benda yang suci, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh para ulama’.

 

Menyepelekan ibadah haji setelah berkemampuan, sampai orang yang mampu tersebut meninggal dunia.

 

Berhutang bagi orang yang tidak punya harapan untuk bisa melunasi hutangnya, berdasarkan kondisi yang dapat ia jadikan Sandaran (berupa pekerjaan atau yang lainnya, kecuali dalam keadaan darurat).

 

Tidak memberikan penangguhan pembayaran hutang kepada Orang yang belum mampu (melunasinya), dan membelanjakan harta untuk berbuat maksiat kepada Allah Yang Maha Kuasa.

 

Merendahkan mushaf yang sangat mulia (al-Qur’an), dan ilmu syar’i (semisal kitab figih), serta membiarkan orang yang tidak boleh (memegang al-Qur’an atau kitab tadi untuk memegangnya, seperti anak belum tamyiz, orang gila, orang yang berhadats, atau orang kafir).

 

Demikian pula, merobah tanda batas (patok) tanah, dan menggunakan jalan umum untuk sesuatu hal yang tidak diperbolehkan.

 

Menggunakan barang pinjaman tidak sesuai dengan ketentuan izin dari orang yang dimaklumi (yakni pemberi pinjaman).

 

Menghalangi sesuatu yang bebas (untuk umum) yang tidak menjadi hak milik siapapun, seperti garam dari tempat penambangannya (atau semisal tempat penggembalaan umum, atau mata air umum), yang mana semua orang sama-sama berhak (untuk memanfaatkannya).

 

Memanfaatkan barang temuan yang ia temukan (tanpa mengetahui pemiliknya) sebelum diumumkan sesuai aturan yang telah dimaklumi (seperti dilakukan selama satu tahun dan di tempat umum).

 

Begitu pula duduk-duduk tanpa ada udzur sambil menyaksikan perkara mungkar, seperti perempuan yang sedang bernyanyi.

 

Dan datang tanpa izin dalam acara walimah, atau tuan rumah memperkenankannya masuk, namun hanya karena didorong rasa malu.

 

Orang yang dihormati karena dikhawatirkan keburukannya, dan seandainya tidak ada kekhawatiran tersebut, niscaya kebiasaan perilakunya itu tidak akan dihormati.

 

Tidak menyamaratakan dalam hal bermalam (menggilir) di antara para isterinya yang merdeka (yakni jika budak, mendapat waktu gilir separuh hak wanita merdeka).

 

Dan keluarnya wanita sambil memakai wewangian atau berhias diri jika ia melewati para lelaki yang bukan mahramnya, meskipun ia menutup aurat dan mendapat izin suaminya.

 

Praktek sihir yang mana termasuk dosa paling besar. Juga tidak taat kepada pemerintah.

 

Begitu pula, kesanggupan menangani suatu urusan (tugas), padahal ia tahu bahwa dirinya tidak akan mampu melaksanakannya karena kekurangannya.

 

Melindungi orang zhalim di tempat tersembunyi, serta mengamankannya dari orang-orang yang akan menuntut hakhak mereka (kepada orang zhalim tersebut).

 

Menteror kepada orang Islam, dan membegal (menyamun) di jalan. Penyamun harus dihukum sesuai dengan tingkatan kejahatan yang dilakukannya. Adakalanya ia dita’zir (bila ia hanya menakuti-nakuti orang yang lewat saja, tanpa merampas harta dan tanpa membunuh), atau dipotong tangan dan kakinyanya secara bersilang (bila ia merampas harta dan tidak membunuh), atau dibunuh (bila ia membunuh tanpa merampas harta), atau ia dibunuh dan disalib (bila ia membunuh serta merampas harta). Namun ada perbedaan pendapat dalam hal ini (yakni sebagian ulama’ mengatakan, tidak disalib, namun dilemparkan ke tanah sampai nanahnya mengalir).

 

Tidak menunaikan nadzar, dan melakukan wisha/ dalam berpuasa, karena adanya larangan (dari Nabi Saw.) yang telah masyhur.

 

Mengambil tempat duduk orang lain (yang ditinggalkannya sebentar karena ada hajat, baik di jalan atau masjid), dan menyerobot antrean orang lain, serta berdesakan yang dapat menyakiti orang lain. Maka, hendaklah kamu sempurnakan segala sesuatu yang masih salah.

 

Wajib bagi manusia yang memiliki kemampuan berusaha (yakni orang mukallaf), untuk segera bertaubat dengan memohon ampunan (kepada Allah Swt.).

 

Disertai penyesalan, berhenti berbuat dosa, dan bertekad penuh untuk benar-benar tidak mengulangi lagi dosa yang ia perbuat.

 

Bila dosa itu karena meninggalkan wajiban, seperti shalat atau zakat, maka. wajib meng-qadhd’-nya.

 

Dan bila dosa itu berupa hak adami, maka kamu harus melunasinya atau memohon kerelaannya, (dengan demikian) niscaya kamu akan mendapatkan husnul khatimah (akhir hidup yang sangat baik).

 

Nazham kitab Sullam at-Taufiq ini telah rampung, dan hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui (terhadap segala kebenaran yang hakiki).

 

Sesungguhnya apa yang diharapkan oleh Abdul Hamid yang berasal dari tanah Lasem ini telah terealisasi, berkat keagungan Baginda Thaha dari Bani Hasyim (Nabi Muhammad Saw.).