Kitab Nurud Dholam Dan Terjemah [PDF]

MUKADIMAH

 

Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah, penyusun kitab Aqiidatul Awaam, berkata :

أَبـْدَأُ بِـاسْمِ اللهِ وَالـرَّحْـمَنِ * وَبِـالـرَّحِـيـْمِ دَائِـمِ اْلإِحْـسَانِ

Artinya: Aku mulai dengan menyebut nama Allah dan Ar-Rahmaari serta Ar-Rahiim Yang senantiasa memberi kebaikan

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah, penyusun kitab Nuuruzh Zhalaam, berkata: “Maksudnya, aku (kata Syaikh Ahmad) memulai penyusun kitab Aqiidatul Awaam ini dengan memohon pertolongan kepada Dzat yang dinamakan dengan nama Allah.”

 

Kata Imam Suyuthi: “Arti Allah adalah Dzat yang dahulu wujud-Nya, agung Dzat dan sifat-Nya, dan merata kemurahanNya. Arti ar-Rahmaan adalah Dzat yang besar kebaikan-Nya dan kekal karunia-Nya. Dan arti ar-Rahim adalah Dzat yang mencukupi segala kekurangan dan tidak membebani di luar kemampuan.”

 

Imam al-Baidhawi berkata: “Nikmat-nikmat Allah sekalipun banyaknya tak terhingga, namun ia terbagi ke dalam dua jenis, yaitu: nikmat duniawi dan nikmat ukhrawi. Nikmat duniawi ada dua macam:

 

(1) Wahbi (pemberi langsung dari Allah tanpa diusahakan oleh manusia), dan (2) Kasbi (yang diusahakan oleh manusia). Nikmat wahbi dibagi dua: ruhani dan jasmani. Nikmat wahbi ruhani itu adalah seperti: pemberian ruh kepada seseorang hamba, akal dan segala yang berkaitan dengannya, seperti: pemahaman daya pikir dan kemampuan berbicara. Nikmat wahbi jasmani adalah seperti: bentuk badan yang sempurna, kekuatan anggotanya dan kesehatan yang baik. Sedangkan nikmat kasbi itu antara lain adalah seperti penyucian jiwa dari sifat-sifat yang buruk dan menghiasinya dengan sifat-sifat yang terpuji, mempercantik badan dengan perhiasan, memperoleh kedudukan dan harta benda. Adapun nikmat ukhrawi adalah bahwa Allah mengampuni dosa-dosa si hamba dan meridhainya serta menempatkannya di dalam surga.

 

Maksud perkataan Syaikh Ahmad Yang senantiasa memberi kebaikan di dalam bait tersebut adalah bahwa Allah terus-menerus memberikan nikmat tanpa terputus.

 

Kemudian Syaikh Ahmad rahimahullaah berkata:

فَالْـحَـمْـدُ ِللهِ الْـقَدِيْمِ اْلأَوَّلِ * اْلآخِـرِ الْـبَـاقِـيْ بِلاَ تَـحَـوُّلِ

Artinya: Segala puji bagi Allah, Yang dahulu, Yang Awwal. Yang Akhir, Yang kekal, Yang tidak berubah

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullaah berkata: “Maksudnya, aku memuji (kata Syaikh Ahmad) kepada Allah dengan lisanku atas nikmat-Nya ini (yaitu penyusunan kitab ini) disertai pengagunganku kepada-Nya. Aku mengakui dan meyakini bahwa segala pujian itu hanya pantas untuk-Nya.”

 

Syaikh Ahmad (kata Syaikh Nawawi) telah memulai untaian syair Aqiidatul Awam ini dengan mengucapkan hamdalah sebagai penunaian kewajiban bersyukur atas nikmat-nikmat Allah, yang salah satunya adalah penyusunan kitab ini.

 

Alhamdu menurut bahasa artinya adalah pujian dengan lisan atas suatu perbuatan yang baik berdasarkan kemauan sendiri disertai dengan penghormatan dan pengagungan, baik pujian itu sebagai balasan atas suatu nikmat atau bukan. Contoh yang pertama adalah seperti kalau Zaid memberi Anda sesuatu, lalu Anda katakan, “Zaid seorang dermawan”. Pujian ini adalah sebagai balasan atas pemberian Zaid tersebut. Dan contoh kedua adalah seperti kalau Anda melihat Zaid sedang shalat dengan khusyuk, lalu Anda berkata, “Zaid adalah seorang yang shalih”. Ini bukan balasan suatu pemberian (nikmat), hanya semata-mata pujian.

 

Alhamdu terbagi empat:

 

  1. Pujian Yang Qadim kepada Yang Qadim, kepada Dzat-Nya sendiri, seperti firman Allah Taala:

 

Artinya: Dia-lah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.

 

  1. Pujian Yang Qadim kepada yang hadist, yaitu seperti pujian Allah Taala berkaitan dengan hak Nabi kita Muhammad sallallaahu alaihi wasallam:

 

Artinya: : Sesungguhnya engkau memiliki budi pekerti yang luhur.

 

  1. Pujian yang hadist kepada yang Qadim, yaitu seperti perkataan Nabi Isa alaihissalam:

 

Artinya: Engkau (Allah) Maha Mengetahui apa yang ada dalam hatiku, sedang aku tidak mengetahui apa yang ada pada Dzat-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui yang gaib-gaib.

 

  1. Pujian yang hadist kepada yang hadist, yaitu seperti perkataan Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam berkaitan dengan hak Abubakar As-Shiddiq ra.:

 

Artinya: Tidaklah terbit dan terbenam matahari sepeninggalku atas seorang laki-laki yang lebih utama dari Abubakar Assiddig.

 

Adapun arti alhamdu menurut istilah adalah perbuatan yang menunjukkan kepada pengagungan terhadap yang memberi nikmat karena kedudukannya sebagai pemberi nikmat kepada si pemuji atau lainnya, seperti kepada anak-anaknya atau istrinya. Baik pujian itu berupa ucapan dengan lisan, atau cinta dalam hati, maupun berupa amal perbuatan dengan anggota badan.

 

Alhamdu menurut istilah ini sama artinya dengan syukur.

 

Suatu kebetulan yang sangat aneh, huruf alhamdu ( ) ada lima, dan di dalam Alquran pun ada lima surah yang dimulai dengan kata alhamdu ini, yaitu:

 

  1. Di awal surah Alfatihah, yang bunyinya:

 

Artinya:   Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

 

  1. Di awal surah Al-An’am, yang bunyinya:

 

Artinya: Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi, serta mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang kafir menyekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.

 

  1. Di awal surah Al-Kahfi, yang bunyinya:

 

Artinya: Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Alquran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan (kontradiksi) di dalamnya.

 

  1. Di awal surah Saba’, yang bunyinya:

 

Artinya: Segala puji bagi Allah Yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di bumi serta bagi-Nya pula segala puji di akhirat. Dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.

 

  1. Diawal surah Faathir, yang bunyinya:

 

Artinya: Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus bermacam-macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha kuasa atas segala sesuatu.

 

Dan ada lima surah pula di dalam Alquran yang ditutup dengan kata alhamdu ini, yaitu:

 

  1. Di akhir surah Bani Israil, yang bunyinya:

 

Artinya: Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya, dan tidak mempunyai penolong (untuk menjaga-Nya) dari kehinaan. Dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.

 

  1. Di akhir surah Annamlu, yang bunyinya:

 

Artinya: Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allah. Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya maka kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan.

 

  1. Di akhir surah Ashshaffaat, yang bunyinya:

 

Artinya: Dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam.

 

  1. Di akhir surah Azzumar, yang bunyinya:

 

Artinya: Dan diucapkan: “Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam.”

 

  1. Di akhir surah Aljaatsiyyah, yang bunyinya: ,

 

Artinya: Maka bagi Allah-lah segala puji, Tuhan langit dan Tuhan bumi, Tuhan semesta alam.

 

Selanjutnya Syaikh Ahmad Almarzuqi berkata:

ثُـمَّ الـصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ سَرْمَـدَ * عَـلَـى الـنَّـبِيِّ خَيْرِ مَنْ قَدْ وَحَّدَا

وَآلِهِ وَصَـحْـبِهِ وَمَـنْ تَـبِـعْ * سَـبِـيْلَ دِيْنِ الْحَقِّ غَيْرَ مُـبْـتَدِعْ

Artinya: Kemudian salawat dan salam selama-lamanya tercurah kepada Nabi, sebaik-baik orang yang mengesakan Allah Juga kepada keluarganya, sahabatnya dan pengikutnya yang mengikuti jalan agamanya dengan benar, bukan tukang bidah.

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam bait di atas, Syaikh Ahmad Almarzuqi seakan-akan hendak mengatakan, ‘ Aku mohon kepada-Mu Ya Allah, rahmat yang disertai pengagungan dan penghormatan yang sebesar-besarnya sampai ke tingkat yang paling tinggi, agar dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, sebaikbaik orang yang mengesakan-Mu, juga kepada keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti jalan agamanya dengan benar, bukan para ahli bidah. Ini adalah karena besarnya pengagungan Syaikh Ahmad kepada mereka.”

 

Adapun perkataan Syaikh Ahmad “Agama yang benar”, maksudnya adalah:

 

Syaikh Alfayumi berkata, “Agama adalah hukum-hukum syariat, sedangkan yang benar adalah segala perkara yang sesuai dengan Alquran, Assunnah, Ijmak dan Kias. Lawannya adalah batil.”

 

Sedangkan perkataan Syaikh Ahmad “Bukan tukang bidah”, maksudnya adalah bukan orang yang menyimpang dari kebenaran.

 

Ulama berkata: “Bidah menurut bahasa artinya segala sesuatu yang baru diadakan tanpa ada contoh sebelumnya. Sedangkan bidah menurut syarak artinya segala sesuatu yang baru diadakan yang berbeda dengan perintah Allah.”

 

 

IMAN KEPADA ALLAH

 

Kemudian Syaikh Ahmad rahimahullah berkata:

وَبَـعْـدُ فَاعْلَمْ بِوُجُوْبِ الْمَعْرِفَـهْ * مِنْ وَاجِـبٍ ِللهِ عِـشْرِيْنَ صِفَـهْ

Artinya: Selanjutnya ketahuilah bahwa, yang wajib diketahui bagi Allah itu ada dua puluh sifat

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Setelah mengucapkan basmalah, hamdalah dan salawat, maka aku (kata Syaikh Ahmad) katakan kepadamu, ” Ketahuilah wahai orang yang telah dibebani taklif, dan yakinilah olehmu dua puluh sifat yang wajib bagi Allah dengan terperinci. Sebab mengetahui hal tersebut hukumnya wajib atas setiap orang mukallaf (orang muslim dewasa dan berakal sehat). Dan jangan taklid, sebab nanti imanmu goyah!”

 

Syarbini berkata: “Wajib atas setiap mukallaf mengetahui dua puluh sifat yang wajib bagi Allah dengan cara terperinci disertai keyakinan bahwa Allah mempunyai sifat-sifat yang wajib dan sempurna yang tidak ada akhirnya.”

 

Adapun hakikat makrifat itu adalah penetapan suatu perkara yang sesuai dengan kebenaran disertai dengan dalil. Sedangkan taklid adalah suatu keyakinan yang memuat perkataan orang lain, perbuatannya dan ketetapannya tanpa mengetahui dalil. Berbeda dengan seorang murid setelah mereka ditunjukkan oleh guru mereka akan dalil, maka mereka itu arif (mengetahui) bukan mugallid (mengikuti).

 

Orang yang bertaklid dalam ilmu akidah terbagi enam golongan:

 

  1. Boleh taklid tetapi berdosa bagi orang yang memiliki keahlian untuk meneliti dalil-dalil, sedangkan yang tidak ahli maka tidak berdosa. Pendapat inilah yang dipegangi oleh para ulama.

 

  1. Tidak cukup hanya dengan taklid, sehingga orang yang bertaklid itu dianggap kafir. Pendapat ini dipegang oleh Sanusi. Abdurrahman Almanbali mengatakan bahwa, pendapat ini didasarkan pada larangan bertaklid, dan bahwa makrifat itu merupakan syarat sahnya iman. Padahal yang benar adalah sebaliknya.

 

  1. Cukup taklid namun berdosa secara mutlak, baik bagi orang yang memiliki keahlian meneliti dalil, maupun yang tidak. Menurut Almanbali, pendapat ini tertolak. Kemudian ia (Almanbali) berkata: “Letak perbedaan pendapat dalam masalah ini adalah dalam kaitannya dengan orang yang taklid itu. Jika ia mempunyai ketetapan hati terhadap apa yang ditaklidinya itu, sehingga sekalipun orang yang ditaklidinya itu berubah pendapat, ia tetap tidak berubah, maka ia kafir berdasarkan kesepakatan ulama.

 

  1. Orang yang bertaklid kepada Alquran dan Assunnah yang pasti imannya sah, karena ia mengikuti dalil-dalil yang pasti Tetapi kalau seseorang bertaklid pada selain itu maka imannya tidak sah, karena ia tidak aman dari kesalahan orang yang tidak makshum yang diikutinya itu.

 

  1. Cukup dengan taklid tanpa dosa secara mutlak, sebab meneliti dalil itu hanya merupakan syarat kesempurnaan iman saja, sehingga orang yang memiliki keahlian untuk meneliti dalil namun tidak melakukannya dianggap hanya meninggalkan hal yang lebih utama saja, demikian disebutkan oleh Albajuri. Dan Almanbali berkata, “Atas dasar pendapat ini maka meneliti dalil yang menyampaikan kepada makrifat itu hukumnya adalah sunnah.”

 

  1. Iman orang yang taklid itu hukumnya sah dan diharamkan atasnya meneliti dalil, jika hal itu dicampuri oleh ajaran-ajaran filsafat yang menyesatkan.

 

Kemudian Syaikh Ahmad Almarzuqi berkata:

فَـاللهُ مَـوْجُـوْدٌ قَـدِيْمٌ بَاقِـي * مُخَـالِـفٌ لِلْـخَـلْقِ بِاْلإِطْـلاَقِ

وَقَـائِمٌ غَـنِـيْ وَوَاحِـدٌ وَحَيّ * قَـادِرٌ مُـرِيـْدٌ عَـالِمٌ بِكُلِّ شَيْ

سَـمِـيْعٌ الْبَـصِيْـرُ والْمُتَكَلِـمُ * لَهُ صِفَـاتٌ سَـبْـعَـةٌ تَـنْـتَظِمُ

 

Artinya:

 

Allah adalah Dzat Yang Maujud, Dahulu dan Kekal Berbeda dengan makhluk secara mutlak

Berdiri sendiri, Esa dan Hidup Mahakuasa, Berkehendak, dan Maha mengetahui atas segala sesuatu

Maha Mendengar, Melihat dan Berbicara Dan Dia juga mempunyai tujuh sifat yang teruntai dalam satu bait.

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Jika Anda ingin mengetahui sifat dua puluh itu (kata Syaikh Ahmad), maka aku katakan, “Allah itu Ada ….” hingga akhir bait.”

 

Wujud (Ada) itu merupakan perkara yang berkaitan dengan pikiran yang dipikirkan oleh orang yang terpikir di dalam pikirannya. Misalnya baju, jika ia ada di dalam peti, kemudian ia dikeluarkan dari peti tersebut, maka bersifatlah ia dengan sifat tampak. Maka sifat tampak di sini bukan sifat tambahan dari baju itu, hanya akal menilainya sebagai sifat tambahan. Inilah yang ditegaskan oleh para ulama dari perkataan Asy’ari radiyallaahu anhu. Dalilnya adalah firman Allah yang artinya: “Tidak ada tuhan selain Aku.” Di samping itu, wujudnya Allah itu tidak sama dengan wujudnya makhluk.

 

qidam (Dahulu) artinya tiada permulaan bagi wujudnya Allah Taala. Allah tidak menciptakan diri-Nya dan tidak pula diciptakan oleh yang lain. Allah berfirman, yang artinya: “Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.”

 

Baga’ (Kekal) artinya tiada kesudahan bagi wujudnya Allah Taala. Allah berfirman, yang artinya: “Dan Kekal Dzat Tuhanmu, (Ya Muhammad), Yang memiliki kebesaran dan kemuliaan.”

 

Mukhalafatun lilhawaaditsi (tidak sama dengan makhluk) artinya bahwa Allah tidak sama dan tidak serupa dengan semua yang baru. Dia tidak berdaging dan tidak bertulang: tidak tinggi dan tidak pendek serta tidak sedang. Allah Taala adalah Dzat yang tidak serupa sama sekali dengan sifat-sifat makhluk. Apa yang terlintas dalam pikiran Anda berkaitan dengan sifat-sifat makhluk, maka Anda tidak boleh meyakini bahwa pada Dzat Allah ada salah satu dari sirat-sifat tersebut. Dia tidak bertempat, tidak masuk dalam dunia dan keluar darinya. Allah Taala berfirman, yang artinya: “Dan tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia.” Dan firman-Nya, yang artinya: “Dia tidak sama seperti apa pun juga.”

 

Ketidaksamaan Allah dengan makhluk ini tanpa kecuali, dalam arti bahwa Allah berbeda dengan makhluk dalam segala hal. Jadi bukan berarti tidak sama dalam satu sisi tetapi sama dalam sisi yang lain. Mahasuci Allah dari hal tersebut.

 

Kiyaamuhu binafsihi (berdiri sendiri) artinya bahwa Allah Taala tidak membutuhkan kepada tempat dan ruang untuk berdiri, tidak seperti benda yang membutuhkan tempat dan ruang. Dan Dia tidak membutuhkan kepada yang mengadakan, karena Dia tidak tercipta dari yang lain, tidak seperti benda yang diciptakan olehNya. Ketidakbutuhan Allah kepada yang lain itu adalah mutlak. Allah Taala berfirman, yang artinya: ” Dan tunduklah semua wajah (dengan merendah diri) kepada Tuhan Yang Hidup Kekal lagi senantiasa mengurus makhluk-Nya.”

 

Wahdadiyyah (Esa) artinya tiada berbilangan dalam Dzat, sifat dan . Dzat Allah tidaklah tersusun dari beberapa  bagian, dan tidak ada pada diri makhluk dzat yang seperti DzatNya Allah. Karena makhluk itu merupakan jisim yang tersusun dari beberapa bagian, sedangkan Tuhan kita tidaklah demikian. Dan sifat Allah tidak berbilang dari satu jenis yang sama, seperti dua kekuasaan atau dua kehendak, namun Dia mempunyai satu kekuasaan mutlak, yang dengan kekuasaan tersebut Dia bisa mengadakan dan meniadakan sesuatu. Tidak seorang pun mempunyai sifat seperti sifat-Nya Allah Taala, dan tidak satu pun yang bisa memberikan pengaruh dalam salah satu perbuatannya, namun Allah-lah yang mengadakan perbuatan seluruhnya. Dia menciptakan perbuatan taat, maksiat, manfaat, mudarrat, kaya dan miskin. Bukannya api yang membakar, pisau yang memotong dan makanan yang mengenyangkan, tetapi Allah sendiri yang menciptakan semua perbuatan itu. Hanya Allah dengan kehendakNya telah menjadikan sesuatu itu menjadi sebab timbulnya sesuatu yang lain (seperti api menjadi sebab timbulnya panas atau terbakar, pisau menjadi sebab terpotongnya sesuatu, dan makanan menjadi sebab kenyang), karena itu bisa saja (kalau dikehendaki Allah) api tidak membakar (seperti yang dialami oleh Nabi Ibrahim alaihissalam). Allah Taala berfirman, yang artinya: ” Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”

 

Hayat (Hidup Kekal) adalah sifat yang mensahkan bagi Dzat yang berdiri dengannya untuk mengetahui dan berkemampuan. Allah Taala berfirman, yang artinya: ” Bertawakkallah kepada Dzat Yang Hidup, Yang tidak mati.”

 

Qudrat (Kuasa) adalah sifat yang mensahkan bagi Dzat yang bersifat dengannya untuk berbuat atau tidak berbuat. Allah Taala berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya Allah Maha berkuasa atas Segala sesuatu.”

 

Iradah (berkehendak) adalah sifat yang menghendak: pengutamaan dari salah satu dua kebolehan atas yang lain Allah Taala berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu melakukan apa yang Dia kehendaki.”

 

Ilmu (Mengetahui) adalah sifat yang dengannya tersingkap sesuatu pada saat hubungannya dengannya. Allah Taala berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu.” Dan firman-Nya: “Sesungguhnya ilmu Allah meliputi segala sesuatu.”

 

Sama’ dan Bashar (Mendengar dan Melihat) adalah dua sifat yang dengan keduanya itu bertambah tersingkapnya sesuatu melebihi tersingkapnya karena ilmu. Allah Taala berfirman, yang artinya: “Dan Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

 

Kalam (berbicara) adalah sifat Azaliah yang berdiri dengan Dzat Allah Taala yang diungkapkan dengan susunan khusus yang dinamakan Alquran atau Kalamullah. Kalam Allah Taala tidak berhuruf dan tidak pula bersuara, namun Kalam (Madim yang tidak berawal dan tidak berakhir. Allah Taala berfirman, yang artinya: “Dan Allah berkata-kata kepada Musa dengan Kalam yang sempurna.”

 

Itulah tiga belas sifat, dilanjutkan dengan tujuh sifat maknawiyah. Tujuh sifat maknawiyah ini sengaja dipisahkan dan dibuatkan satu bait khusus adalah supaya ketujuh sifat ini mendapat perhatian lebih, karena golongan Muktazilah tidak mempercayai adanya ketujuh sifat maknawiyah ini. Mereka mengatakan bahwa Allah Taala itu Mahakuasa dengan Dzat-Nya, Maha berkehendak dengan Dzat-Nya tanpa Qudrat dan Iradat, dan seterusnya.

 

Kemudian Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

فَـقُـدْرَةٌ إِرَادَةٌ سَـمْـعٌ بَصَـرْ * حَـيَـاةٌ الْـعِلْـمُ كَلاَمٌ اسْـتَمَرْ

Artinya: Berkuasa, Berkehendak, Mendengar dan Melihat Hidup, Mengetahui, Berbicara kekal abadi

 

PENJELASAN:

Adapun tujuh sifat Maknawiyah itu adalah:

 

Qaadirun (Yang Mahakuasa) yaitu sifat yang berdiri dengan Dzat Allah Taala, ia tidak maujud dan tidak ma’dum, dan ia lain daripada Qudrat.

 

Muriidun (Yang berkehendak) yaitu sifat yang berdiri dengan Dzat Allah Taala, ia tidak maujud dan tidak ma’dum, dan ia lain daripada Iradat.

 

‘Aalimun (Yang Maha Mengetahui) yaitu sifat yang berdiri dengan Dzat Allah Taala, ia tidak maujud dan tidak ma’dum, dan ia lain daripada Ilmun.

 

Hayyun (Yang Hidup Kekal) yaitu sifat yang berdiri dengan Dzat Allah Taala, ia tidak maujud dan tidak ma’dum, dan ia lain daripada Hayat.

 

Samii’un (Yang Mendengar) yaitu sifat yang berdiri dengan Dzat Allah Taala, ia tidak maujud dan tidak ma’dum, dan ia lain daripada Sama.

 

Bashiirun (Yang Melihat) yaitu sifat yang berdiri dengan Dzat Allah Taala, ia tidak maujud dan tidak ma’dum, dan ia lain daripada Bashar.

 

Mutakallimun (Yang Berkata-kata) yaitu sifat yang berdi, dengan Dzat Allah Taala, ia tidak maujud dan tidak ma’dum, dan ia lain daripada Kalam.

 

KESIMPULAN:

Secara garis besar (ijmal) sifat-sifat 20 yang wajib bagi Allah ir, terbagi ke dalam empat bagian:

  1. SIFAT NAFSIAH: Yaitu wajib bagi Allah bersifat dengan sifat wujud (ada), yang wujud-Nya itu tidak disebabkan oleh sesuatu apapun. Sifa nafsiah ini hanya satu saja, yaitu WUJUD (ADA).

 

  1. SIFAT SALBIAH: Yaitu sifat yang meniadakan (menafikan) semua sifat yang tidak layak bagi Allah. Sifat Salbiyah ini ada lima, yaitu: Qidam, Baqa’, Mukhalafatul Lilhawaaditsi, Oiyaamuhu binafsihi, Wahdaniyah.

 

  1. SIFAT MA’AANI: Yaitu semua sifat yang maujud yang berdiri pada Dzat Allah Yang Maujud, yang mewajibkan Dzat itu bersifat dengan suatu hukum sifat maknawiyah. Sifat Ma’ani ini ada tujuh, yaitu: Oudrat, Iradat, Ilmun, Hayat, Sam’un, Bashar, Kalam.

 

  1. SIFAT MA’NAWIYAH: Yaitu suatu hal yang tetap (tsabit) bagi Dzat Allah bersifat dengan sifat Ma’nawiyah. Karenanya, terdapat ikatan yang kuat antara sifat Ma’ani dan sifat Maknawiyah ini. Adapun sifat Maknawiyah ini ada tujuh, yaitu: Qaadirun, Muriidun, ‘Aliimun, Hayyun, Samii’-un, Bashtirun dan Mutakallimun.

 

Itulah 20 sifat yang wajib bagi Allah. Untuk lebih mudah diingat, maka perhatikan tabel berikut:

 

Selanjutnya Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

وجَـائـِزٌ بِـفَـضْـلِهِ وعَدْلِهِ * تَـرْكٌ لِـكُـلِّ مُمْـكِـنٍ كَفِعْلِهِ

Artinya: Jaiz dengan kemurahan dan keadilan-Nya meninggalkan dan melakukan hal-hal yang mungkin

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Wajib (kata Syaikh Ahmad) atas setiap mukallaf meyakini bahwa Allah Taala berwenang (jaiz) menciptakan kebaikan dan keburukan, dan berwenang pula untuk menjadikan Zaid sebagai orang Islam dan Amru sebagai orang kafir, atau memberikan dari ilmu kepada salah satu dari keduanya, atau memberikan bodoh kepada salah satu dari keduanya. Pemberian pahala oleh Allah kepada orang yang taat adalah kemurahan darinya nya dan hukuman kepada orang yang maksiat adalah keadilan darinya , karena dia adalah dzat yang memberi manfaat dan yang memri madaraat sesungguhnya perbuatan taan dan maksiat itu hanyalah tanda bahwa allah taala memberi pahala dan menghukum rang yang bersifat dengan keduanya. Jika Allah menghendaki keberuntungan seseorang maka dia memberikan petunjuk kepada jalan ketaatan dan jika dia menghendaki kesengsaraan seseorang maka dijadikan maksiat pada orang tersebut. Jadi semua perkara berupa perbuatan baik dan buruk merupakan ciptaan Allah taala./ karena Allah loh yang menciptakan hamba dan perbuatannya, sebagaimana firmannya, yang artinya : Allah lah yang menciptakan kamu dan apa apa yang kamu kerjakan

Dari dialah berasal kemanfaatan , kemudaratan maka tidak ada kebaikan keburukan manfaat dan mudarat kecuali  disandarkan kepada Allah jua.

Diceritakan dari nabi musa alaihisalam, bahwa beliau mengadukan sakit giginya kepada Allah taala, lalu Allah berfirman kepadanya: ambillah daun anu, dan letakkan di gigimu, maka seketiak itu juga sakit gigi beliau sembuh. Kemudian setelah beberapa lama, beliau sakit gigi lagi, lalu beliau mengambil daun yang sama dan meletakkannya di gigi beliau yang sakit, bukannya sembuh malah penyakit beliau bertambah parah, maka beliau meminta tolong kepada Allah, yang ilahi, bukankah engkau telah menyuruhku menggunakan daun ini sebagai obat, Allah menjawab hai musa akulah yang menyembuhkan dan yang menyehatkan, akulah yang memberikan manfaat dan mudarat. Tempo hari kau meminta bantuan kepadaku maka aku sembuhkan penyakitmu dan sekarang kau minta bantuan daun itu bukan kepadaku. Karena itulah tidak seharusnya kita mengharap atau merasa takut kepada seseorang kecuali hanya kepada Allah taalala.

 

 

IMAN KEPADA RASUL

Selanjutnya syekh Ahmad al-marzuqi rahimahullah mulai menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan para rasul, kata beliau:

أَرْسَـلَ أَنْـبِيَا ذَوِي فَـطَـانَـهْ * بِالصِّـدْقِ وَالـتَّـبْلِـيْغِ وَاْلأَمَانَهْ

Artinya: Allah mengutus para nabi yang memiliki kecerdikan benar menyampaikan suruhan dan amanat

 

Penjelasan: syekh Nawawi rahimahullah berkata: wajib (kata syekh Ahmad) atas setiap mukalaf meyakinkan bahwa Allah telah mengutus kepada para mukalaf nabi-nabi sekaligus rasul-rasul yang bersifat dengan empat sifat yang wajib dalam hak mereka alaihimussalam, yaitu:

  1. Fathanah

Artinya cerdik

Maksdunya para rasul itu mampu memberikan argumentasi terhadap lawan-lawannya dan mampu mematahkan dakwaan mereka

  1. Sidiq

Artinya benar dalam arti jujur

Maksudnya apa yang disampaikan oleh para rasul itu sesuai dengan kenyataan.

Adapun hak artinya benar dalam arti tidak salah lawannya dalam batil atau salah.

  1. Tabligh

Artinya menyampaikan suruhan

Maksudnya para rasul itu menyampaikan semua perintah Allah yang mereka disuruh menyampaikannya kepada makhluk. Tidak ada satu pun yang mereka tutup-tutupi.

  1. Amanah

Astriya : terpercaya

Maksudnya para rasul itu terpelihara daripada melakukan segara perbuatan yang diharamkan tahu dimakruhkan, sehingga mustahil mereka terjerumus ke dalam perbuatan tersebut.

Ketahuilah bahwa apa  yang wajib atas para rasul itu berlaku pula bagi para nabi kecuali sifat tablig dan lawannya (kaitan) . sebab kedua sifat ini merupakan sifat khusus para rasul, karena para nabi yang bukan rasul itu tida disuruh menyampaikan perintah Allah kepada makhluk. Walaupun demikian, dia haru memberitahukan kepada orang-orang bahwa dia adalah seorang nabi , agar dia dihormadi tan dimuliakan

 

Kemudi undian Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

وَجَـائِزٌ فِي حَقِّـهِمْ مِنْ عَـرَضِ * بِغَـيْـرِ نَقْصٍ كَخَفِيْفِ الْمَـرَضِ

Artiyanya: Jaiz dalam hak para rasul itu berperangai manusia tanpa menqurangi derajat mereka, seperti sakit yang ringan

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Wajib (kata Syaikh Ahmad) atas setiap mukallaf mengiktikadkan (meyakini) bahwa para nabi dan rasul alaihimussalam itu boleh berperangai dengan perangan manusia yang tiada membawa kepada kekurangan pada martabat mereka yang tinggi, seperti menderita penyakit yang ringan, dan yang serupa dengannya seperti: makan, minum, jual beli, bepergian, membunuh, terluka, kawin, masuk pasar, tidur (dengan mata saja, sedangkan hati tetap jaga), keluar sperma (namun hanya karena kantung sperma penuh saja, bukan karena mimpi bersenggama, karena mimpi bersenggama itu merupakan ulah setan. Sedangkan setan tidak mampu mempermainkan mereka).

 

Dalil tentang sifat jaiz para nabi dan rasul ini adalah dengan musyahadah (kesaksian) orang-orang yang hidup semasa mereka, dan berita-berita mutawatir tentang keadaan mereka itu yang sampai kepada orang-orang yang hidup sesudah mereka.

 

Adapun hal-hal dan perangai-perangai yang mustahil atas nabi dan rasul adalah menderita penyakit yang berat-berat atau menjijikkan, seperti penyakit belang, kusta, impoten, flek-flek hitam pada tubuh, tuli, buta, bisu, lumpuh, pincang, juling, gagap, kelopak mata terbalik, sumbing, ompong, serta semua sifat yang buruk yang mustahil menimpa mereka, karena semuanya itu merupakan aib. f

 

Di samping itu para nabi itu haruslah seorang laki-laki bukan perempuan, bukan orang gila, bukan budak belian dan bukan orang yang rusak akalnya. Mengenai Lukman Alhakim dan Dzulgarnain, keduanya hanyalah orang yang takwa, bukan nabi.

 

Kemudian Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

عِصْـمَـتُهُمْ كَسَـائِرِ الْمَلاَئِـكَهْ * وَاجِـبَـةٌ وَفَـاضَلُوا الْـمَـلاَئِكَهْ

Artinya: Kemaksuman mereka itu wajib sama seperti malaikat bahkan mereka lebih mengungguli malaikat

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Wajib (kata Syaikh Ahmad) atas setiap mukallaf meyakini bahwa para nabi dan rasul itu wajib bersifat ma’shum (terpelihara dari segala dosa, baik yang besar maupun yang kecil, disengaja atau tidak disengaja, serta mustahil mereka terjerumus ke dalamnya) sebagaimana ma’shumnya para malaikat.”

 

Dan perkataan Syaikh Ahmad bahkan mereka lebih mengungguli malaikat, maksudnya adalah bahwa para nabi dan rasul itu lebih utama dari para malaikat. Dan yang paling utama daripada para nabi dan rasul itu adalah Sayyidina Muhammad sallallaahu alaihi wasallan, kemudian Sayyidina Ibrahim alaihissalan, kemudian Sayyidina Musa alaihissalam, kemudian Sayyidina Isa alaihissalam, dan kemudian Sayyidina Nuh alaihissalam. Merek, berlima disebut juga Ulul “Azmi, yakni yang sabar menanggung beban penderitaan yang berat. Kita wajib mengetahui urutan mereka berlima dalam keutamaan seperti yang disebutkan di atas Kemudian di bawah mereka berlima adalah para rasul, kemudian para nabi selain rasul, kemudian tokoh-tokoh malaikat, seperti Sayyidina Jibril alaihissalam dan lain-lain, kemudian para aulia, kemudian para malaikat biasa, kemudian manusia biasa. Demikian dikatakan oleh sebagai ulama.

 

Selanjutnya Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata: 

وَالْـمُسْـتَحِيْلُ ضِدُّ كُـلِّ وَاجِبِ * فَـاحْـفَظْ لِخَمْسِيْنَ بِحُكْمٍ وَاجِبِ

Artinya: Sifat mustahil merupakan lawan dari segala sifat yang wajib maka hafalkanlah lima puluh sifat tersebut sebagai suatu kewajiban

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Wajib (kata Syaikh Ahmad) atas setiap mukallaf meyakini bahwa mustahil Allah dan para rasul-Nya memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan sifatsifat wajib.”

 

Adapun sifat-sifat yang mustahil itu sama jumlahnya dengan sifat-sifat yang wajib. Sifat wajib bagi Allah ada dua puluh maka sifat mustahilnya juga ada dua puluh, sifat wajib atas rasul ada empat maka sifat mustahilnya juga ada empat, sifat jaiz bagi Allah ada satu dan sifat jaiz bagi rasul juga ada satu. Jadi semuanya ada lima puluh sifat. Kelimapuluh sifat ini wajib dihafalkan oleh setiap mukaliaf.

 

Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel berikut:

 

Selanjutnya Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

تَـفْصِيْـلُ خَمْسَةٍ وَعِشْرِيْـنَ لَزِمْ * كُـلَّ مُـكَـلَّـفٍ فَحَقِّقْ وَاغْـتَنِمْ

Artinya: Merinci dua puluh lima rasul itu wajib atas setiap mukallaf, maka yakinilah dan ambil untunglah.

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Wajib (kata Syaikh Ahmad) atas setiap mukallaf mengetahui secara rinci nama-nama dua puluh lima rasul tersebut.”

 

Syaikh Suhaimi rahimahullah berkata: “Wajib atas tiap-tiap orang mukmin mengetahui dan mengajarkan kepada anak-anak, istri-istri dan pelayan-pelayan mereka nama-nama para rasul yang disebutkan di dalam Alquran hingga mereka beriman dan membenarkan semua rasul tersebut secara terperinci. Jangan dikira bahwa mereka hanya wajib beriman kepada Nabi Muhammad sallallaahu alaihi wasallam saja, namun iman kepada seluruh nabi baik yang disebutkan nama-namanya di dalam Alquran maupun tidak adalah wajib atas setiap mukallaf.”

 

Syaikh Baijuri rahimahullah berkata: “Yang benar dalam masalah nabi dan rasul ini adalah tidak membatasi jumlah mereka, karena hal itu bisa membawa kepada menetapkan nabi dan rasul bagi orang yang sebenarnya bukan nabi dan rasul, atau meniadakannya dari orang yang sebenarnya adalah nabi dan rasul. Kewajiban kita hanyalah mempercayai bahwa Allah Taala telah mengutus para nabi dan rasul secara ijmal (global), kecuali dua puluh lima Nah dan rasul yang wajib diketahui secara rinci, yaitu:

هُمْ آدَمُ اِدْرِيْسُ نُوْحٌ هُـوْدٌ مَـعْ * صَالِـحْ وَإِبْرَاهِـيْـمُ كُـلٌّ مُـتَّبَعْ

لُوْطٌ وَاِسْـمَاعِيْلُ اِسْحَاقٌ كَـذَا * يَعْـقُوْبُ يُوْسُفٌ وَأَيـُّوْبُ احْتَذَى

شُعَيْبُ هَارُوْنُ وَمُوْسَى وَالْـيَسَعْ * ذُو الْكِـفْلِ دَاوُدُ سُلَيْمانُ اتَّـبَـعْ

إلْـيَـاسُ يُوْنُسْ زَكَرِيـَّا يَحْيَى * عِـيْسَـى وَطَـهَ خَاتِمٌ دَعْ غَـيَّا

Artinya: Mereka adalah Adam, Idris, Nuh, Hud serta Saleh, Ibrahim semuanya harus diikuti Luth, Ismail, Ishak, begitu juga Yagub, Yusuf dan Ayyub yang mengikut Syu’gib, Harun, Musa, Iyasa’ Dzulkifli, Daud, Sulaiman yang mengikut Ilyas, Yunus, Zakariya, Yahya Isa, Thaha penutup para nabi, tinggalkan penyelewengan

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Adapun keduapuluh lima nabi tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Nabi Adam alaihissalam. Beliau adalah Bapak manusia.
  2. Nabi Idris alaihissalam. Yang hingga kini masih hidup di langit keempat, keenam, ketujuh, atau di dalam surga. Beliau masuk ke dalam surga sesudah merasakan mati dan dihidupkan kembali, dan tidak keluar lagi dari dalamnya. Beliau adalah kakek dari ayah Nabi Nuh.
  3. Nabi Nuh alaihissalam. Beliau diselamatkan oleh Allah dari bahaya tenggelam karena topan.
  4. Nabi Hud alaihissalam. Beliau diselamatkan oleh Allah dari bahaya angin puting beliung yang sangat dahsyat sehingga menimbulkan suara yang menakutkan, yang membinasakan kaum ‘Ad.
  5. Nabi Saleh alaihissalam. Beliau diselamatkan oleh Allah dari kebinasaan akibat teriakan malaikat Jibril yang membinasakan kaum Tsamud.
  6. Nabi Ibrahim alaihissalam. Beliau diselamatkan Allah dari api Namrudz.
  7. Nabi Luth alaihissalam. Yang diselamatkan oleh Allah dari angin yang bercampur batu-batu kecil yang memusnahkan orang-orang yang kafir.
  8. Nabi Ismail bin Ibrahim alaihissalam. Ibunya adalah Hajar.
  9. Nabi Ishaq bin Ibrahim alaihissalam. Ibunya adalah Sarah.
  10. Nabi Ya gub bin Ishag alaihissalam.
  11. Nabi Yusuf bin Ya’qub alaihissalam.
  12. Nabi Ayyub alaihissalam.
  13. Nabi Syw’aib alaihissalam.
  14. Nabi Harun bin Imran alaihissalam.
  15. Nabi Musa bin Imran alaihissalam. Beliau adalah saudara kandung Nabi Harun.
  16. Nabi Yasa’ alaihissalam.
  17. Nabi Dzulkifli alaihissalam.
  18. Nabi Daud alathissalam.
  19. Nabi Sulaiman bin Daud alaihissalam.
  20. Nabi Ilyas’ alaihissalam. Beliau adalah keponakan Nabi Musa.
  21. Nabi Yunus bin Mata alaihissalam. Yang diselamatkan Allah dari dalam perut ikan.
  22. Nabi Zakariya alaihissalam.
  23. Nabi Yahya bin Zakariya alathissalam. Penghulu orang-orang yang mati syahid, dan yang memimpin mereka masuk ke dalam surga.
  24. Nabi Isa alaihissalam. Yang diciptakan Allah tanpa bapak.
  25. Nabi Muhamraad sallallaahu alaihi wasallam. Beliau dinamakan juga Thaaha yang artinya bulan purnama.

 

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Perkataan Syaikh Ahmad ‘Thaha sebagai penutup para nab’ ‘ maksudnya adalah bahwa Nabi Muhammad sallallaahu alaihi wasallam itu adalah penutup para nabi dan rasul, maka tidak ada lagi nabi sesudahnya selama-lamanya, dan bahwa syariat Beliau berlaku hingga hari kiamat dan menghapus syariat-syariat selainnya, sedang syariat Beliau tidak bisa dihapus oleh syariat yang lain.”

 

Selanjutnya Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

عَلَـيْـهِـمُ الصَّـلاةُ والسَّـلامُ * وآلِهِـمْ مـَـا دَامَـتِ اْلأَيـَّـامُ

Artinya: Semoga salawat dan salam tercurah atas mereka juga kepada keluarga mereka sepanjang masa

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Maksud Syaikh Ahmad dalam bait di atas adalah, “Aku memohon kepada-Mu Ya Allah, agar Engkau limpahkan rahmat yang disertai pengagungan kepada mereka sepanjang masa.”

 

Ismail Alhamidi berkata: “Jika dikatakan bahwa rahmat untuk Nabi itu tetap Beliau peroleh sekalipun tidak kita mintakan. Jadi memintakan rahmat untuk Beliau itu sama juga dengan memintakan sesuatu yang sudah ada.” Jawab: “Tujuan dari salawat kita kepada Beliau itu adalah salawat yang belum ada, karena pada setiap waktu itu ada saja salawat yang belum diperoleh, Beliau terus naik ke tingkat kesempurnaan hingga ke tingkat yang tak terbatas. Menurut pendapat yang sahih. Beliau mendapatkan manfaat dari salawat kita kepadanya. Namun tidak seharusnya seorang yang membawa salawat bertujuan demikian, tetapi hendaklah ia dengan salawatnya itu berniat tawassul kepada Tuhannya untuk meraih maksudnya.”

 

Doa untuk para nabi itu tidak boleh dengan selain yang ditawarkan  seperti mengucapkan “rahimahullah” (ini tidak boleh)  tetapi yang cocok dan pantas bagi hak para nabi dan Rasul adalah doa dengan mengucapkan salawat dan salam. Sedang lah doa untuk para sahabat, tabiin dan aulia serta masyaikh ada dengan ‘radiyallaahu anhu’. Dan untuk selain mereka adalah dengan doa biasa.

 

 

 

 

 

IMAN KEPADA MALAIKAT

 

Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

وَالْـمَـلَكُ الَّـذِي بِلاَ أَبٍ وَأُمْ * لاَ أَكْـلَ لاَ شـُرْبَ وَلاَ نَوْمَ لَهُمْ

Artinya: Malaikat yang tidak berbapa dan beribu tidak makan dan tidak minum serta tidak tidur

 

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Wajib (kata Syaikh Ahmad) atas setiap mukallaf meyakini bahwa malaikat alaihimussalam diciptakan Allah tanpa melalui perantara bapa dan ibu, mereka bukan laki-laki dan bukan perempuan serta bukan pula banci. Barangsiapa meyakini bahwa malaikat itu laki-laki maka dia telah berbuat bidah dan fasik, dalam soal apakah orang tersebut menjadi kafir atau tidak, maka ada dua pendapat (yang mengatakan kafir dan tidak kafir). Barangsiapa meyakini bahwa malaikat itu perempuan maka dia telah menjadi kafir secara ijmak, karena jantan lebih mulia daripada betina, dan lebih kafir lagi prang yang mengatakan bahwa malaikat itu banci karena lebih rendah kedudukannya dari wanita.”

 

Para Malaikat itu bukan jin, bukan laki-laki dan bukan perempuan. Mereka tidak makan dan tidak minum, serta tidak tidur dan tidak kawin juga tidak beranak-pinak. Anak mereka tidak dicatat sebab mereka sendiri adalah pencatat amal, mereka tidak dihisab sebab mereka sendiri adalah tukang hisab: dan tidak ditimbang: amal mereka sebab mereka tidak mempunya dosa. Mereka akan dibangkitkan bersama golongan jin. Mereka memberikan syafaat untuk orang-orang yang durhaka. Mereka bisa dilihat oleh kaum mukminin di dalam surga. Mereka masuk surga dan menikmati kenikmatan di dalamnya sesuai dengan kehendak Allah. Demikian dikatakan oleh Sujaimi dan Bajuri. Sedangkan sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa para malaikat itu nanti di dalam surga, tidak makan, tidak minum dan tidak kawin, sebagaimana keadaan mereka di dunia dahulu. Pendapat ini mengharuskan bidadari dan wildan demikian juga.

 

Para malaikat itu merupakan jisim cahaya yang halus yang memiliki ruh. Mereka mampu merubah diri ke dalam berbagai bentuk yang bagus. Perilaku mereka adalah taat dan tempat tinggal mereka umumnya adalah di langit, ada juga yang tinggal di bumi. Mereka jujur dalam memberitahukan apa-apa yang berasal dari Allah Taala. Mereka mengucapkan tasbih siang malam tak henti-hentinya. Mereka tidak pernah mendurhakai Allah dalam segala perintah yang diperintahkan-Nya kepada mereka, dan melaksanakan perintah yang diperintahkan kepada mereka. Mereka mati pada tiupan sangkala yang pertama kecuali para malaikat pemanggul Arsy dan pemimpin malaikat yang empat, mereka baru mati sesudahnya. Sebelum tiupan sangkakala yang pertama itu, tidak ada satu pun malaikat yang mati. Kita tidak diharuskan mengetahui hakikat jenis mereka dan dari apa mereka diciptakan. Yang wajib kita imani secara global adalah bahwa para malaikat itu sangat banyak yang jumlahnya hanya diketahui oleh Allah saja, sedangkan yang disebutkan dalam riwayat namanamanya atau jenisnya maka kita wajib mengimaninya secara rinci, seperti malaikat Jibril dan lain-lain, malaikat pemanggul Arsy, malaikat penjaga, malaikat pencatat amal dan sebagainya.

 

CABANG:

Wajib atas setiap mukallaf mengetahui tentang wildan. Mereka adalah makhluk yang elok yang menyenangkan bila dipandang. Karena mereka laksana mutiara yang bertebaran. Wajah mereka bersih tidak ditumbuhi bulu sama sekali. Mereka seperti anakanak di dunia, tidak menjadi tua selama-lamanya, karena itulah mereka disebut wildan. Tidak pernah terlintas di hati mereka untuk berbuat keji. Dan mereka tidak berbapa dan tidak beribu.

 

Kita juga wajib mengetahui tentang bidadari, yaitu wanitawanita yang diciptakan oleh Allah dengan kudrat-Nya, dari cahaya, tidak berbapa dan tidak beribu. Konon, mereka kelak akan dinikah oleh orang-orang yang beriman. Mereka belum pernah disentuh oleh manusia atau jin sebelum suami-suami mereka. Setiap kali suami-suami mereka selesai mencampuri mereka maka mereka kembali perawan lagi. Kecantikan mereka sangat menakjubkan, laksana mira delima dalam kejernihannya dan mutiara dalam keputihannya. Sumsum betis mereka tampak dari balik daging, tulang dan daging mereka laksana minuman merah di dalam gelas hijau atau pakaian merah di balik kaca yang putih. Andaikata sehelai rambut mereka ditampakkan di bumi, niscaya akan menerangi penduduk bumi. Mereka mengenakan tuju puluh macam perhiasan, di atas kepala mereka ada mahkota dari berlian dan mira delima. Mereka dinamakan huurul ‘ain kareng putih matanya sangat putih dan hitam matanya sangat hitam.

 

Kemudian Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

تَفْـصِـيْلُ عَشْرٍ مِنْهُمُ جِبْرِيْـلُ * مِـيْـكَـالُ اِسْـرَافِيْلُ عِزْرَائِـيْلُ

مُـنْـكَرْ نَـكِـيْرٌ وَرَقِيْبٌ وَكَذَا * عَـتِـيْدُ مَالِكٌ وَرِضْوَانُ احْتـَذَى

Artinya: Perincian sepuluh di antara mereka adalah Jibril Mikail, Israfil, Izrail Munkar, Nakir, Raqib dan juga Atib, Malik, Ridwan mengikuti

 

PENJELASAN:

 

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Wajib (kata Syaikh Ahmad) atas setiap mukallaf meyakini sepuluh malaikat secara rinci dengan mengetahui nama-nama mereka. Mereka terbagi ke dalam empat bagian: Malaikat Mutasharrifun, malaikat faatinuun, malaikat haafizhuun dan malaikat khaazinuun.”

 

Adapun malaikat mutasharrifuun itu 4, yaitu: Jibril, Mikail, Israfil, dan Izrail alaihimussalam.

 

  1. Jibril alaihissalam.

Jibril alaihissalam bertugas untuk menyampaikan wahyu atau berita yang datangnya dari Allah Taala kepada para nabi alaihimussalam. Imam Suyuthi mengatakan bahwa, malaikat Jibril itu hadir pada saat kematian seseorang yang mati dalam keadaan berwudhu. Sedangkan pendapat yang masyhur bahwa Jibril tidak lagi turun sepeninggal Nabi Muhammad sallallaahu alaihi wasallam adalah pendapat yang tidak berdasar sama sekali. Hanya dikatakan bahwa dia tidak turun membawa wahyu lagi, demikian dikatakan oleh Algalyubi.

 

  1. Mikail alaihissalam.

Mikail alaihissalam bertugas mengatur hujan, lautan, sungai, rezeki, dan membentuk rupa janin di dalam kandungan.

 

  1. Israfil alaihissalam.

Israfil alaihissalam bertugas menjaga Lauh Mahfuz dan meniup sangkakala (pada saat menjelang hari kiamat kelak). Sangkakala itu adalah sebuah terompet berbentuk tanduk yang terbuat dari cahaya. Pada sangkakala itu terdapat lobanglobang sebanyak jumlah arwah yang ada. Malaikat Israfil meniup sangkakala itu dua kali. Pada tiupan yang pertama, seluruh makhluk binasa kecuali yang dikehendaki oleh Allah tidak binasa, yaitu ada tujuh: Arsy, Kursi, Lauh Mahfuzh, Oalam, Surga, Neraka dan arwah. Pada tiupan kedua, seluruh makhluk dibangkitkan kembali, maka kembalilah seluruh ruh kepada jasadnya masing-masing. Tidak ada ruh yang keliru memasuki jasadnya. Jarak antara dua tiupan itu adalah selama empat puluh tahun.

 

Hal ini disinggung Allah dalam firman-Nya:

Artinya: Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa saja yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah (tidak mati). Kemudian sangkakala itu ditiup sekali lagi maka tibatiba mereka semua berdiri menunggu (putusannya masingmasing). (OS. Azzumar (39): 58)

 

Artinya: Dan ditiuplah sangkakala (untuk yang kedua) maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka. (OS. Yaasiin (36): 51)

 

  1. Azrail alaihissalam.

Azrail alaihissalam bertugas mencabut nyawa seluruh makhluk yang bernyawa, yakni mengeluarkan nyawa dari tempatnya di dalam tubuh sekalipun nyawa kutu dan nyamuk, sebagaimana yang dikatakan oleh ahlul hag. Berbeda dengan pendapat kaum Mu’tazilah yang mengatakan bahwa malaikat Azrail itu hanya mencabut nyawa jin dan manusia, sedangkan yang lainnya seperti, malaikat dan burung, tidak. Dan berbeda pula dengan pendapat ahli bidah yang mengatakan bahwa malaikat Azrail itu tidak mencabut nyawa hewan, tetapi yang mencabutnya adalah pembantu-pembantunya. Demikian disebutkan oleh Bajuri.

 

Azrail alaihissalam adalah malaikat yang sangat besar dan menakutkan bila dipandang. Kepalanya berada di langit yang paling tinggi dan kakinya berada di bumi yang paling bawah. Wajahnya menghadap ke arah Lauh Mahfuzh. Seluruh makhluk berada di depan kedua matanya. Dia mempunyai pembantu sebanyak jumlah yang mati. Dia bersikap ramah kepada orang mukmin. Dia datang dengan rupa yang baik. Berbeda sikapnya terhadap orang yang kafir.

 

Malaikat Faatinuun itu ada dua, yaitu: Munkar dan Nakir.

 

5-6. Munkar dan Nakir alaihimassalam.

Mereka berdua adalah malaikat yang hitam. Mereka menerobos ke dalam bumi dengan taring-taring mereka. Rambut mereka terurai sampai ke tanah. Mata mereka laksana kilat yang menyambar. Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa, mata mereka biru seperti periuk belanga dan suara mereka ibarat guruh yang menggelegar. Jika keduanya berbicara maka dari mulut mereka keluar nyala api yang menyambar. Taring-taring mereka seperti tanduk kerbau dan napas mereka seperti angin ribut, dalam riwayat lain seperti nyala api. Di dalam genggaman tangan mereka terdapa, palu qodam dari besi, yang jika seluruh jin dan manusia berkumpul untuk mengangkatnya niscaya tidak akan mampu mengangkatnya. Jika palu qodam tersebut dipukulkan ke gunung maka seketika itu juga ia akan rata dengan tanah Kedua malaikat ini bertugas untuk mengajukan pertanyaan kepada jin dan manusia, baik orang-orang mukmin, munafik maupun orang-orang kafir. Waktunya adalah sesudah sempurna dikubur dan orang-orang yang mengantar sudah kembali pulang. Pada saat itulah Allah Taala mengembalikan ruh ke dalam jasad seluruhnya, sebagaimana pendapat jumhur ulama. Sedangkan Ibnu Hajar mengatakan, hanya bagian atas badan saja. Keliru sekali orang yang mengatakan bahwa pertanyaan itu hanya ditujukan kepada badan saja tanpa ruh, atau hanya kepada ruh tanpa badan. Namun, sekalipun ruh tersebut dikembalikan ke dalam badan, maka ini tidak menafikan kemutlakan sebutan mayit padanya, karena kehidupannya saat itu bukanlah kehidupan yang sempurna, tetapi tengah-tengah antara mati dan hidup, layaknya orang yang berada dalam kondisi tidur dan jaga. Juga pada saat itu dikembalikan pancainderanya, akalnya dan ilmunya, sehingga ia dapat memahami pertanyaan yang diajukan kepadanya dan menjawabnya. Demikian disebutkan oleh Bajuri. Jasad seseorang yang sudah terkoyak-koyak dikumpulkan kembali. Si mayit akan didudukkan lalu kedua malaikat tersebut mengajukan pertanyaan dengan cara yang kasar sambil membentaknya dengan keras. Demikian dikatakan oleh Alghazali. Konon terhadap orang mukmin mereka bersikap lembut, sedangkan terhadap orang kafir dan munafik kasar. Keduanya bertanya kepada setiap manusia dengan bahasanya masing-masing. Mereka bertanya: “Siapa Tuhanmu?”, “Apa agamamu?”, “Siapa nabimu?”, “Apa kiblatmu?”, “Siapa saudaramu?”, “Apa imammu?”, “Apa pedomanmu?”,” Apa amalmu?” Barangsiapa ditetapkan Allah dengan perkataan yang mantap, maka ia akan menjawab dengan lancar. “Siapa yang mewakilkanmu kepadaku?”, “Siapa yang mengutusmu kepadaku?” ucapan seperti ini hanya akan dikatakan oleh para ulama dan orang-orang salih. Lalu salah satu dari malaikat itu berkata kepada yang lain: “Ia berkata benar. Ia telah selamat dari kejahatan kita.” Adapun orang mukmin biasa, ia akan menjawab: “Tuhanku adalah Allah Yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, Islam adalah agamaku, Muhammad nabiku, dan Beliau adalah penutup nabi-nabi: Kakbah adalah kiblatku: kaum mukminin adalah saudara-saudaraku, Alquran adalah imamku, Sunnah nabi adalah pedoman hidupku, Aku membaca Kitab Allah, dan aku mempercayai dan membenarkannya.” Jika pertanyaan mereka bisa dijawab, maka kedua malaikat itu akan mengatakan: “Engkau benar. Sekarang tidurlah dengan tenang layaknya seorang pengantin, yang tidak dibangunkan kecuali oleh orang yang dicintainya.” Dan di dalam riwayat bukhari dan Muslim disebutkan bahwa, kedua malaikat itu akan bertanya kepada si mayit: “Apa yang kau katakan tentang nabi ini, Muhammad sallallaahu alaihi wasallam?” Si Mukmin akan menjawab: “Aku bersaksi bahwa beliau adalah hamba Allah dan utusan-Nya.” Sedangkan orang-orang kafir dan munafik, mereka menghadapi pertanyaan kedua malaikat itu dengan tubuh gemetar ketakutan seraya berkata: “Ah… ah..saya tidak tahu.”

 

Keadaan orang-orang yang mendapat pertanyaan di dalam kubur itu bermacam-macam. Ada orang yang ditanya oleh kedua malaikat tersebut dengan lengkap sebagai hukuman atas mereka. Ada yang ditanya oleh salah satu saja darj keduanya sebagai keringanan untuknya. Dan cara soal jawah itu pun berbeda-beda, ada orang yang ditanya mengenai sebagian itikadnya saja, ada pula yang ditanya seluruhnya.

 

Ibnu Abbas radiyallaahu anhuma berkata: “Mereka akan ditanyai tentang dua kalimat syahadat.” Ikrimah radiyallaahu anhu berkata: “Mereka akan ditanyai tentang iman kepada Muhammad sallallaahu alaihi wasallam dan masalah tauhid.”

 

Apabila mati sekelompok orang di beberapa tempat yang berbeda, maka mereka semua akan ditanya pada waktu yang sama, tidak ada kesulitan dalam hal tersebut. Algurthubi berkata: “Boleh jadi tubuh mereka membesar lalu keduanya mengajukan pertanyaan kepada banyak orang sekaligus.” Sedangkan Imam Suyuthi berkata: “Boleh jadi malaikat yang bertugas demikian berbilang jumlahnya sebagaimana malaikat hafazhah dan yang serupa.”

 

Pertanyaan dalam kubur itu, khusus bagi mukallaf walaupun ia dari golongan jin, selain malaikat. Golongan mukallaf yang dikecualikan dari pertanyaan dalam kubur itu adalah para nabi, orang-orang siddig, orang-orang yang mati syahid, orang-orang yang membiasakan membaca surah Tabarak atau surah Assajdah tiap-tiap malam, dan orangorang yang membaca surah Al Ikhlas di dalam sakit yang membawa matinya.

 

Kedua malaikat tersebut dinamakan Munkar dan Nakir karena mereka tidak mirip bentuknya dengan manusia, atau malaikat, atau burung, atau hewan, atau serangga, tetapi bentuk mereka sangat mengagumkan, lain dari yang jain. Allah menjadikan mereka sebagai peringatan bagi orang yang beriman dan penggentar bagi orang yang kafir. Rupa mereka sama sekali tidak menyenangkan bagi orangorang yang memandangnya. Andaikata orang-orang kafir itu tidak mendapatkan azab lain selain dari memandang wajah keduanya, niscaya itu sudah cukup buat menyiksa mereka. Bahkan itu merupakan azab terbesar. Karena dengan memandang wajah keduanya itu akan timbul rasa gentar dan takut yang sangat.

 

Dan malaikat haafizhuun itu ada dua macam: (1) malaikat yang bertugas menjaga seorang hamba dari marabahaya, (2) malaikat yang bertugas mencatat apa-apa yang timbul dari seorang hamba, baik perkataan, perbuatan maupun keyakinan. Malaikat yang menjaga dari marabahaya itu ada sepuluh di malam hari dan sepuluh di siang hari.

 

7-8. Ragib dan Atib alaihimassalam. Ragib dan Atid alaihimassalam adalah dua malaikat yang bertugas sebagai pencatat amal baik dan buruk dari seorang hamba. Apa saja yang dari seorang hamba, baik perkataan, perbuatan maupun i’tikad, akan dicatat oleh mereka. Ragib artinya yang menjaga, Atid artinya yang hadir. Masing-masing dari kedua malaikat tersebut bernama Ragib Atid, bukan yang satu bernama Ragib dan yang lain Atid sebagaimana persangkaan orang, demikian dikatakan oleh Bajuri.

 

Kedua malaikat ini tidak berubah selama si hamba yang dijaganya itu masih hidup. Dan ketika si hamba tersebut mati, maka keduanya lalu tinggal di kuburannya sambij mengucapkan tasbih, tahlil dan takbir, dan mencatatkan pahalanya untuk si mayit hingga hari kiamat, jika si mayit itu seorang mukmin, dan melaknatnya hingga hari kiamat, jika si mayit itu seorang kafir atau munafik.

 

Konon, tiap-tiap siang dan malam itu ada dua malaikat, siang dua malaikat dan malam dua malaikat, jadi semuanya ada empat malaikat. Mereka bergantian pada waktu salat Asar dan Subuh. Keduanya menunda pencatatan amal si hamba menurut hari, minggu, tahun dan tempat. Malaikat pencatat amal kebaikan berada di sebelah kanan, sedangkan malaikat pencatat amal keburukan berada di sebelah kiri. Malaikat pencatat kebaikan adalah pemimpin malaikat pencatat keburukan. Apabila si hamba mengerjakan kebaikan maka malaikat kanan segera mencatatnya. Dan apabila ia mengerjakan keburukan (dosa) maka malaikat kiri akan berkata: “Apakah saya catat?” Malaikat kanan menjawab: “Sabar, jangan kau catat sekarang. Mungkin ia minta ampun dan bertobat kepada Allah.” Jika si hamba bertobat, maka dicatat satu kebaikan untuknya, dan jika ia tidak bertobat setelah lewat enam jam, maka malaikat kanan berkata kepada malaikat kiri: ”Catatlah, semoga Allah melepaskan kita dari orang ini. Doa kematian ini mereka panjatkan adalah sebagai upaya mereka untuk membebaskan diri dari menyaksikan perbuatan maksiat yang dilakukan si hamba tersebut, sebab mereka merasa sangat terganggu dengan hal itu.

 

Lembaran-lembaran amal tersebut diperlihatkan kepada Nabi sallallahu alaihi wasallam setiap pagi dan sore. Kedua malaikat pencatat itu tidak melalaikan satu pun urusan si hamba, semuanya mereka catat, baik perkataan, perbuatan ataupun niat. Jika si hamba berniat melakukan suatu kebaikan, maka mereka mengetahuinya dari bau harumnya. Dan jika ia berniat melakukan suatu kejahatan, maka mereka mengetahuinya dari bau busuknya. Mereka tidak memisahkan diri dari si hamba kecuali pada tiga keadaan: (1) Ketika si hamba membuang hajat, baik hajat kecil maupun besar, (2) ketika si hamba melakukan senggama, dan (3) ketika mandi. Karena pada ketiga keadaan tersebut besar kemungkinan aurat tersingkap. Berbeda dengan malaikat hafazhah yang tidak mencatat amal, maka mereka ini tidak pernah memisahkan diri dari si hamba selamanya, tetapi selalu menyertainya. Jika kedua malaikat pencatat amal itu memisahkan diri dari si hamba ketika terjadi salah satu dari ketiga keadaan tadi, mereka masih tetap bisa mencatat apa-apa yang dilakukan oleh si hamba, karena Allah menjadikan tanda akan hal tersebut. Selain dari ketiga keadaan tersebut, kedua malaikat ini tidak pernah memisahkan diri dari si hamba, sekalipun di dalam rumahnya ada lonceng, anjing atau patung. Adapun hadis yang artinya, bahwa malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya ada lonceng, atau yang serupa dengan itu, maka ini maksudnya adalah malaikat rahmat.

 

Penulisan amal itu benar-benar dilakukan dengan alat, kertas dan tinta, yang diketahui oleh Allah Taala. Berbeda dengan orang yang mengatakan bahwa penulisan itu adalah kiasan dari hafalan dan ilmu.

 

Adapun malaikat khazinuun itu ada dua: Malik dan Ridwan.

 

  1. Malik alaihissalam. Malik alaihissalam adalah malaikat yang ditugaskan menjaga neraka yang tujuh. Ia dibantu oleh malaikat zabaniyah yang jumlahnya ada sembilan belas. Masing-masing malaikat zabaniyah itu nempunyai balatentara yang tidak mengetahui banyaknya kecuali hanya Allah, sesuai dengan firman Allah, yang artinya: “Tidak ada yang mengetahui balatentara Tuhanmu kecuali hanya Dia.”

 

Pintu dan tingkat neraka itu ada tujuh :

(1) Neraka Jahannam.

Neraka yang paling atas. Sebagai tempat tinggal bagi orang-orang mukmin yang durhaka. Ia akan rusak dengan keluarnya mereka semua dari dalamnya.

(2) Neraka Lazha.

Tempat tinggal orang-orang Yahudi.

(3) Neraka Huthamah.

Akan menjadi tempat tinggal orang-orang Nasrani.

(4) Neraka Sa’ir.

Tempat kaum Shabi’in, yaitu pecahan dari kaum Yahudi yang bertambah-tambah kesesatannya karena telah menjadikan anak sapi sebagai sesembahan mereka.

(5) Neraka Sagar.

Tempat orang-orang Majusi, penyembah api.

(6) Neraka Jahim.

Tempat para penyembah berhala.

(7) Neraka Nawiyah.

Tempat kaum munafik dan orang-orang yang sangat kufur seperti Firaun, Haanan, Oarun dan lain-lain. Tanahnya dari timah panas, piannya dari tembaga dan dindingnya dari belerang, kayu bakarnya adalah manusia dan bebatuan. Semoga Allah Taala menjauhkan kita dari semua neraka tersebut dan menganugerahi kita syafaat Nabi Muhammad sallallaahu alaihi wasallam.

 

  1. Ridhwan alaihissalam.

Ridhwan alaihissalam adalah malaikat yang ditugaskan menjaga surga. Pintu gerbang surga yang besar terdiri dari delapan pintu, yaitu: pintu syahadatain, pintu salat, pintu puasa, pintu zakat, pintu haji, pintu amr ma’ruf nahi munkar, pintu shilaturrahmi, dan pintu jihad fi sabilillah. Sedangkan di dalamnya ada sepuluh pintu yang lebih kecil.

 

Surga ada tujuh macam yang letaknya saling berdekatan. Yang paling tengah dan paling utama adalah surga Firdaus. Semua surga tersebut berada di bawah naungan Arsy Tuhan Yang Maha Pengasih, selanjutnya surga Ma wa, surga Khulud, surga Na’im, surga Aden, surga Darussalam, surga Daruljalal. Adapula yang mengatakan bahwa surga itu hanya empat, bahkan ada yang mengatakan hanya satu. Adapun berbilangnya nama surga itu adalah untuk menunjukkan kemuliaannya, dan untuk merealisasikan nama-nama tersebut padanya.

 

Tanah surga itu berupa misik dan za’faran. Pada setiap mahligai di dalam surga terdapat ranting dari pohon Thuba, yang akarnya terletak di kediaman Nabi sallallaahu alaihi wasallam. Pohon tersebut akan memberikan apa yang diinginkan orang. Jika penghuni surga itu ingin makan, maka ja mengucapkan: ” Subhaanakalaahumma” . Lalu dihamparkan di hadapan mereka hidangan yang panjangnya satu mil dan lebarnya satu mil. Di dalamnya tersedia apa-apa yang mereka inginkan. Jika mereka selesai makan, mereka mengucapkan. “Al-hamdulillahi rabbil ‘aalamiin.” Maka hidangan itu pun terangkat sendirinya. Pokoknya di dalam surga itu terdapat apa-apa tidak pernah dilihat oleh mata, tidak terdengar oleh telinga tidak pernah terlintas dalam pikiran.

 

Ibnu Abbas radiyallaahu anhu berkata: “Surga itu mempunyai delapan buah pintu terbuat dari emas bertatahkan permata, Pada pintu pertama tertulis “ Laa Ilaaha Ilallallaah Muhammadur Rasulullaah”j ia merupakan pintu bagi para nabi dan rasul, syuhada dan salihin. Pintu kedua adalah pintu orang-orang yang salat dengan sempurna. Pintu ketiga adalah pintu orangorang yang mengeluarkan zakat dengan hati yang tulus. Pintu keempat adalah pintu orang-orang yang menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran. Pintu kelima adalah pintu orang-orang yang menahan diri dari nafsu syahwatnya. Pintu keenam adalah pintu orang-orang yang mengerjakan haji dan umrah. Pintu ketujuh adalah pintu orang-orang yang berjuang di jalan Allah. Pintu kedelapan adalah pintu orang-orang yang memicingkan pandangan mereka dari barang-barang haram dan mengerjakan amal-amal kebajikan seperti, berbakti kepada orangtua, menyambung tali kekeluargaan (silaturrahmi), dan lain-lain. Dan surga itu ada tujuh macam: (1) Daaruljalaal, terbuat dari Mutiara putih, (2) Darussalam, terbuat dari mirah delima, (3) Jannatul Ma’wa, terbuat dari zabarjad hijau, (4) Jannatul Khuldi, terbuat dari marjan kuning, (5) Jannatun Na’im, terbuat dari perak putih, (6) Jannatul firdaus, terbuat dari emas kuning, dan (7) Jannatu Aden, terbuat dari mutiara putih. Adapun bangunannya terbuat dari bata emas dan bata perak, lantainya dari kesturi, ‘ tanahnya dari anbar dan za’faran, dan kerikilnya dari mutiara dan mirah delima.

 

Dari sahabat Umran bin Hushain dan Abu Hurairah radiyallaahu anhuma, keduanya pernah bertanya kepada Rasulullah sallallaahu alaihi wassallam mengenai firman Allah Taala, yang artinya: “Dan tempat tinggal-tempat tinggal yang baik di surga Aden.” Lantas Beliau menjelaskan: “Tempat tinggal yang dimaksud adalah mahligai yang terbuat dari mutiara. Di dalam mahligai itu ada tujuh puluh tempat tinggal dari mirah delima, dan di tiap-tiap tempat tinggal itu ada tujuh puluh rumah terbuat dari zamrud hijau. Di setiap rumah ada ranjang, dan di tiap-tiap ranjang itu ada tujuh puluh kasur, dan pada tiap-tiap kasur itu ada seorang istri bidadari. Juga pada tiap-tiap rumah itu ada tujuh puluh hidangan, dan pada tiap-tiap hidangan itu ada tujuh puluh macam makanan. Dan pada tiap-tiap rumah itu ada tujuh puluh pelayan laki-laki dan perempuan yang usianya remaja dan muda sepanjang masa.

 

Dan diriwayatkan dari Ka’bul Ahbar, katanya: “Saya bertanya kepada Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam mengenai pepohonan surga, lalu Beliau menjelaskan, ‘Rantingnya tidak akan kering dan daun-daunnya tidak akan berguquran. Sebesar-besar pohon surga itu adalah pohon Thuba, akarnya dari mutiara, rantingnya dari zabarjad, dan daun-daunnya dari sutera. Di pohon Thuba itu ada tujuh puluh ribu ranting. Ujung rantingnya bersambung dengan tiang Arsy dan rantingnya yang paling bawah dengan langit. Setiap kamar dan kubah di dalam surga teruntai ranting dari pohon Thuba tersebut. Dan di pohon Thuba itu juga terdapat buah-buahan yang lezat.”

 

Imam Ali Karramallaahu wajhah berkata: “Sesungguhnya pepohonan surga itu terbuat dari perak, sedangkan daunnya sebagian dari perak dan sebagian dari emas. Jika akarnya terbuat dari emas maka rantingnya dari perak, dan jika akarnya dari perak maka rantingnya terbuat dari emas, Pepohonan dunia akarnya di dalam tanah dan rantingnya di udara, sebab dunia merupakan tempat kesusahan, tidak demikian halnya dengan pepohonan surga, karena akarnya di udara dan dahannya di tanah. Sebagaimana firman Allah, yang artinya: Dahan-dahannya rendah, maksudnya buahbuahannya mudah dijangkau baik oleh orang yang berdiri, duduk maupun berbaring.”

 

Ibnu Abbas radiyallaahu anhuma berkata: Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya di dalam surga itu ada bidadari yang bernama Lu bah. Ia diciptakan dari empat unsur: Misik, kafur, anbar dan za faran. Dan tanahnya diadoni dengan air kehidupan. Seluruh bidadari itu mempunyai kekasih. Seandainya salah seorang dari bidadari itu meludah di lautan, niscaya air lautan itu akan berubah menjadi tawar seluruhnya oleh sebab ludahnya tersebut. Tertulis di sebelah atas dadanya kalimat yang artinya: ‘Barangsiapa ingin menjadi seperti saya, maka hendaklah ia berbakti kepada Tuhan saya.”

 

Kita berlindung kepada Allah dari neraka dan azab neraka, dan memohon kepada-Nya agar memasukkan kita ke surga tempat orang-orang yang salih, bersama orang-orang yang takwa dan baik-baik, bertetangga dengan Nabi pilihan sallallaahu alaihi wasallam.

 

 

 

 

 

IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

 

Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

أَرْبَـعَـةٌ مِنْ كُتُبٍ تَـفْصِيْـلُهَا * تَـوْارَةُ مُـوْسَى بِالْهُدَى تَـنْـزِيْلُهَا

زَبُـوْرُ دَاوُدَ وَاِنْـجِـيْـلٌ عَلَى * عِيْـسَى وَفُـرْقَانٌ عَلَى خَيْرِ الْمَـلاَ

Artinya: Empat kitab yang rinciannya adalah Taurat Nabi Musa, diturunkan dengan petunjuk Zabur Nabi Daud, dan Injil kepada Nabi Isa, serta Furgan kepada sebaik-baik manusia.

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Wajib (kata Syaikh Ahmad) atas setiap mukallaf mengitikadkan empat Kitab Suci secara rinci dengan nama-namanya, yaitu: Kitab Taurat untuk Nabi Musa alaihissalam, Kitab Zabur untuk Nabi Daud alaihissalam, Kitab Inja untuk Nabi Isa alaihissalam dan Kitab Alfurgan (Alquran) untuk Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam. Sedangkan Kitab-Kitah Suci lainnya maka hanya terus mengitikadkannya secara ijmal (garis besar), yaitu meyakini bahwa Allah Taala telah menurunkan Kitab Suci dari langit secara ijmal. Telah masyhur bahwa seluruh kitab suci itu ada seratus empat buah, ada pula yang mengatakan jumlahnya ada seratus empat belas buah. Suhaimi berkata: ‘Yang sahih adalah tidak membatasi jumlah kitab suci itu dengan jumlah tertentu, jadi jangan mengatakan jumlahnya ada seratus empat saja. Sebab andaikata Anda periksa riwayat-riwayat mengenai hal tersebut, niscaya akan Anda temukan jumlahnya sampai seratus delapan puluh empat. ”

.

Faedah:

 

Dari Wahab bin Munabbih, katanya: “Saya dapati di dalam kitab Taurat itu terdapat empat baris kalimat berturut-turut, yaitu:

  1. Pada baris pertama tertulis, yang artinya:

“Barangsiapa membaca Kitabullah kemudian ia mengira bahwa ia tidak akan diampuni, maka ia telah mengolok-olok firman Allah.”

 

  1. Pada baris kedua tertulis, yang artinya:

“Barangsiapa merendahkan diri kepada orang kaya karena kekayaannya maka lenyaplah sepertiga agamanya.”

 

  1. Pada baris ketiga tertulis, yang artinya:

“Barangsiapa merasa sedih terhadap apa-apa yang luput darinya, maka berarti ia telah jengkel kepada ketentuan Tuhannya.”

 

  1. Pada baris keempat tertulis, yang artinya :

 

“Barangsiapa mengeluhkan musibah yang menimpanya, berarti ia mengeluhkan Tuhannya.”

 

Di dalam kitab Taurat juga terdapat kalimat yang berbunyi:

 

“Wahai anak Adam, jangan takut kepada penguasa selama kekuasaan-Ku ada. Sedangkan kekuasaan-Ku tidak akan musnah selamanya.”

 

“Wahai anak Adam, Aku menciptakanmu supaya menyembahKu, maka jangan bermain-main.”

 

“Wahai anak Adam, jangan kuatir luput dari rezeki selama perbendaharaan-Ku penuh, sedangkan perbendaharaanku tidak akan habis selama-lamanya.”

 

“Wahai anak Adam, Aku telah menciptakan langit dan bumi, dan Aku tidak merasa payah dengannya, apa mungkin Aku payah untuk memberimu sepotong roti setiap saat.”

 

“Wahai anak Adam, sebagaimana Aku tidak menuntutmu dengan amal esok, maka engkau jangan pula menuntut-Ku dengan rezeki esok.”

 

“Wahai anak Adam, Aku mewajibkan atasmu kewajiban, dan engkau berhak mendapatkan rezeki. Andaikata engkau menentang-Ku dalam masalah kewajiban tersebut, Aku tidak akan menentangmu dalam masalah rezekimu, apa pun perbuatanmu.”

 

“Wahai anak Adam, andaikata engkau ridha dengan apa yang Aku bagikan untukmu maka Aku akan menyenangkan hatimu dan melegakan badanmu, namun jika engkau tidak rela dengan apa yang Aku bagikan untukmu maka akan Aku jadikan dunia menguasai dirimu sehingga engkau akan berpacu di dalamnya seperti hewan di dalam hutan, sedang engkau, demi Kemuliaan dan kebesaran-Ku, tidak akan memperoleh dari dunia itu kecuali yang sudah Aku tetapkan untukmu, dan engkau tercela di sisi. Ku.”

 

Dari Hasan Albashri, katanya: “Allah Taala telah menurunkan seratus empat kitab, dan dipercayakan ilmu-ilmunya di dalam empat kitab, yaitu: Taurat, Zabur, Injil, Furgan. Kemudian Dia menitipkan ilmu ketiga kitab tersebut, selain Alquran, di dalam Alquran, dengan tambahan-tambahan yang tak terhingga.”

 

Imam Syafi’i rahimahullah berkata: “Semua yang dikatakan oleh umat merupakan syarah Assunnah, dan seluruh Assunnah itu merupakan syarah Alquran.” Dan beliau berkata juga: “Semua yang diputuskan oleh Nabi sallallaahu alaihi wasallam merupakan pemahaman Beliau terhadap Alquran.”

 

Dan sebagian ulama mengatakan: “Tidak ada yang mengetahui ilmu-ilmu Alquran selain dari Allah kemudian Nabi-Nya sallallaahu alaihi wasallam, kecuali yang khusus hanya Allah saja yang mengetahui ilmunya. Kemudian ilmu-ilmu tersebut diwarisi oleh tokoh-tokoh sahabat bertingkat-tingkat sesuai dengan kedudukan mereka, seperti Sayyidina Abubakar radiyallaahu anhu, lalu Sayyidina Ali Karramallaahu anhu, sesuai dengan sabda Nabi sallallaahu alaihi wasallam, yang artinya: “Aku adalah kota ilmu dan Ali pintunya.” Karenanya Ibnu Abbas radiyallaahu anhuma berkata: “Semua yang aku ajarkan kepada kalian berupa ilmu tafsir dan lainnya adalah berasal dari Ali.”

 

Sebagian ulama berkata: “Ilmu Alquran itu terdiri dari tujuh puluh tujuh ribu empat ratus lima puluh ilmu berdasarkan jumlah kata-kata Alquran dikalikan empat. Karena tiap-tiap kata Alquran tersebut mengandung arti lahir, batin, had dan mathla’. Adapun makna lahir itu adalah kata-kata yang tampak artinya bagi ahli ilmu secara lahir, dan arti batin adalah yang mengandung rahasia-rahasia yang hanya diketahui oleh ahli hakikat: sedangkan had adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan halal dan haram, dan mathla’ adalah mengetahui tentang janji (wa’ad) dan ancaman (wa’iid).”

 

Dan sebagian ulama lagi mengatakan: “Pokok-pokok ilmu Alquran itu ada tiga, yaitu: tauhid, wa’zhun (nasihat) dan hukum. Karena itulah Alfatihah itu dinamakan Ummul Ouran, sebab ja mencakup ketiga pokok ini, sedangkan surah Al Ikhlas sama dengan sepertiga Alquran, sebab hanya mengandung tauhid saja.”

 

Selanjutnya Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

وَصُحُـفُ الْـخَـلِيْلِ وَالْكَلِيْـمِ * فِيْـهَـا كَلاَمُ الْـحَـكَمِ الْعَلِيْـمِ

Artinya: Dan suhuf Nabi Ibrahim dan Nabi Musa isinya adalah Kalam Tuhan Yang Bijaksana lagi Mengetahui

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Wajib (kata Syaikh Ahmad) atas setiap mukallaf mengitikadkan bahwa Allah Taala telah menurunkan suhuf kepada Nabi Ibrahim alaihissalam, dan juga kepada Nabi Musa galaihissalam sebelum diturunkannya Taurat. Tidak wajib mengetahui jumlah suhuf keduanya secara rinci, tetapi wajib meyakininya secara global (ijmal) saja. Karena di dalam Alquran tidak disebutkan jumlah suhuf itu secara rinci, berbeda dengan kitab yang empat yang telah dikemukakan di atas. Keempat kitab suci tersebut ditentukan dengan nas Alquran, karena itu ia wajib diyakini secara rinci.”

 

Faedah:

 

Diriwayatkan dari hadis Abu Dzarr radiyallaahu anhu, katanya: “Saya bertanya kepada Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam, “Ya Rasulullah, apa isi suhuf Nabi Ibrahim itu?” Beliau menjawab, ‘Isinya semuanya adalah perumpamaan, di antaranya: Hai Taja yang terpedaya dengan kedudukannya, Aku tidak mengutusmu agar mengumpulkan dunia tetapi supaya menolak doa orang yang teraniaya dari-Ku, sebab Aku tidak akan menolaknya sekalipun dari mulut seorang kafir. Dan di antaranya pula berbunyi, ‘Orang yang berakal harus bisa mengatur waktunya, satu waktu untuk ia gunakan bermunajat kepada Tuhannya, satu waktu untuk menganalisa dirinya, satu waktu untuk memikirkan ciptaan Allah, satu waktu untuk memenuhi hajatnya seperti makan minum dan lain-lain yang halal. Dan di antara isinya juga, “Orang yang berakal hendaknya tidak rakus kecuali dalam tiga perkara: (1) menyiapkan bekal untuk akhiratnya, (2) memperbaiki penghidupannya, (3) menikmati apa-apa yang bukan haram. ”

 

Dan Abu Dzarr radiyallaahu anhu bertanya juga: “Ya Rasulullah, apa isi suhuf Nabi Musa alaihissalam itu?” Nabi sallallaahu alaihi wasallam menjawab: “Isinya semuanya nasihat, di antaranya adalah, ‘Aku heran dengan orang yang percaya akan neraka, bagaimana dia masih bisa bersenang. Aku heran dengan orang yang percaya akan neraka, bagaimana dia masih bisa tertawa. Aku heran dengan orang yang melihat perubahan dunia bagi penghuninya, bagaimana dia masih bisa merasa tenang dengannya. Dan Aku heran dengan orang yang percaya kepada takdir, bagaimana dia masih bisa bersusah payah, dalam riwayat lain, bagaimana dia masih bisa marah. Dan Aku heran dengan orang yang percaya akan hari penghisaban (kiamat), bagaimana dia masih tidak mau juga beramal?”

 

Kemudian Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata :

وَكُـلُّ مَـا أَتَى بِهِ الـرَّسُـوْلُ * فَحَـقُّـهُ الـتَّـسْـلِـيْمُ وَالْقَبُوْلُ

Artinya: Semua yang diberikan oleh Rasul maka wajib kita akui dan kita terima

 

PENJELASAN:

Ini sesuai dengan firman Allah Taala, yang artinya: “ Apa-apa yang diberikan oleh Rasul maka terimalah dia, dan apa-apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah.”

 

 

 

 

 

 

 

 

IMAN KEPADA HARI AKHIR

 

Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

إِيـْمَـانُـنَا بِـيَـوْمِ آخِرٍ وَجَبْ * وَكُـلِّ مَـا كَـانَ بِـهِ مِنَ الْعَجَبْ

Artinya: Iman kita kepada hari kiamat adalah wajib Dan segala keanehan yang ada padanya

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Wajib (kata Syaikh Ahmad) atas setiap mukallaf membenarkan akan adanya hari kiamat serta apa-apa yang berhubungan dengannya, seperti kebangkitan, penghisaban, titian, timbangan amal, pembalasan, neraka, surga, telaga, dan syafaat.”

 

Ia dinamakan ‘hari akhir karena ia merupakan hari terakhir yang mempunyai waktu terbatas, yakni akhir hari-hari dunia, dan tidak ada hari lagi sesudahnya.

 

Dan disebut juga “hari kiamat karena bangkitnya orang-orang mati dari kubur-kubur mereka.

 

Azzamakhsyari berkata: “Permulaan hari kiamat itu adalah saat terjadinya kebangkitan dari dalam kubur hingga waktu yang tak terbatas, atau sampai masuknya penghuni surga ke dalam surga dan penghuni neraka ke dalam neraka. Lamanya kalau dinisbatkan kepada orang-orang kafir adalah lima puluh ribu tahun sebab keadaannya yang sangat menakutkan, sedangkan bagi orang mukmin yang salih hanya seperti lama waktu mengerjakan salat fardhu di dunia, dan bagi orang mukmin yang durhaka lamanya separuh dari lama yang dirasakan oleh orang-orang kafir.

 

Keadaan orang-orang yang bangkit dari dalam kubur itu bermacam-macam, ada orang yang ketika bangkit itu mengatakan: “Celaka, siapa yang membangunkan kami dari tempat tidur kami?” Lalu malaikat menjawabnya: “Inilah hari yang telah dijanjikan Tuhan Yang Maha Rahman, dan benarlah apa yang dikatakan oleh para utusan itu.” Ada pula orang yang berkata: “Aduhai, sungguh menyesal aku atas apa yang aku sia-siakan dalam hak Allah.” Ada pula ahli Laa Ilaaha Illallaah yang menepiskan debu dari kepalanya seraya berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesusahan dari kami.” Ada yang mengatakan: “Tidak ada tuhan selain Allah, segala puji bagi Allah.” Kemudian wajahnya menjadi putih bercahaya.

 

Sebagian ulama mengatakan bahwa manusia dibangkitkan pada hari kiamat kelak dalam keadaan telanjang. Hal ini didasarkan pada sebuah hadis, bahwa Nabi sallallaahu alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Pada hari kiamat manusia dibangkitkan dalam keadaan telanjang kaki (tanpa alas kaki), telanjang badan (tanpa busana), dan tanpa dikhitan.” Dan sabda Beliau pula, yang artinya: “Manusia dibangkitkan dalam keadaan telanjang kaki dan telanjang badan. Mereka dikekang oleh keringat yang mencapai daun telinganya.”

 

Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa, manusia dibangkitkan dengan kain kafan mereka.” Hal ini didasarkan pada hadis Nabi sallallahu alaihi wasallam yang artinya: “Sesungguhnya mayit itu dibangkitkan dalam pakaian yang dikenakannya sewaktu matinya.”

 

Albaihagi berkata: “Dari semua hadis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa, ada orang yang dibangkitkan dalam keadaan telanjang dan ada pula yang dibangkitkan dengan pakaian yang dikenakannya ketika matinya.”

 

Ibnu Hajar berkata: “Manusia dibangkitkan dari dalam kubur mereka dengan pakaian yang mereka kenakan ketika matinya. Kemudian pakaian itu terlepas dari tubuh mereka pada saat permulaan kebangkitan, lalu mereka dikumpulkan di padang mahsyar dalam keadaan telanjang semuanya. Kemudian para nabi diberi pakaian, dan yang mula-mula diberi pakaian adalah Nabi Ibrahim alaihissalam. Atau, mereka semua keluar dari dalam kubur dengan mengenakan pakaian yang mereka kenakan di waktu meninggal dunia. Kemudian pakaian tersebut terlepas dari mereka pada permulaan dikumpulkan di padang Mahsyar, sehingga mereka menjadi telanjang. Yang mula-mula diberi pakaian adalah Nabi Ibrahim alaihissalam, kemudian baru Nabi kita sallallaahu alaihi wasallam. Ada pun hikmat Nabi Ibrahim lebih dahulu diberi pakaian itu adalah karena ketika Beliau dilemparkan ke dalam api oleh raja Namrudz, pakaian Beliau dicopot. Sedangkan Beliau ketika itu tengah menjalankan perintah Allah, dan Beliau bersabar serta ridha. Karena itulah Beliau menjadi orang pertama yang diberi pakaian di hari kiamat dengan disaksikan oleh seluruh manusia. Kemudian setelah itu, Nabi kita diberi pakaian yang lebih indah daripada yang diberikan kepada Nabi Ibrahim alaihissalam demi menghibur hati Baginda karena didahului oleh Nabi Ibrahim itu.

 

Tingkatan manusia di padang Mahsyar itu berbeda-beda. Di antara mereka ada yang menunggang hewan, ada pula yang berjalan kaki, dan ada yang berjalan pada wajahnya. Rupa mereka pun bermacam-macam, sesuai dengan amal perbuatannya masingmasing. Ada orang yang dibangkitkan dalam rupa seekor monyet, mereka ini adalah para pezina. Ada pula yang dibangkitkan dalam rupa seperti babi, mereka ini adalah orang-orang yang suka makan haram dan cukai. Ada pula yang dibangkitkan dalam keadaan buta, yaitu mereka yang sewenang-wenang dalam memerintah. Ada yang tuli, yaitu mereka yang ujub dengan amalnya. Ada pula yang lidahnya terjulur hingga ke dadanya, dan dari mulutnya keluar nanah, yaitu mereka yang suka berceramah memberikan nasihat tetapi perbuatannya bertentangan dengan perkataannya. Ada pula orang yang terpotong kedua tangan dan kakinya, mereka ini adalah orang yang suka mengganggu dan menyakiti tetangganya. Ada yang disalib pada tiang dari api, mereka adalah orang yang suka memfitnah orang ke hadapan penguasa. Ada pula orang yang berbau lebih busuk daripada bangkai, mereka itu adalah orang yang suka memperturutkan hawa nafsunya dan menahan hartanya dari hak Allah. Dan ada pula orang yang mengenakan pakaian terbuat dari ter yang panas hingga menempel ke kulit mereka, ini adalah orang yang sombong dan congkak.

 

Kemudian orang-orang yang melintasi titian mustagim pun ada bermacam-macam:

 

Ada orang yang selamat dengan amalnya, terlepas dari api neraka. Mereka terbagi ke dalam beberapa golongan: Ada orang yang dapat melintasi titian mustagim itu sangat cepat hanya dalam waktu sekejap mata (kalamhil bashar): ada yang seperti kilat menyambar (kal bargil khaathif): ada yang seperti angin kencang (kar riihil ‘aashif), ada yang seperti burung terbang, ada yang seperti kuda balap, ada yang berlari, ada yang berjalan, dan ada pula yang merangkak di atas kedua tangan dan lututnya. Masing-masing menurut amal salih dan keberpalingan mereka dari maksiat. Orang lebih cepat berpalingnya dari maksiat ketika maksiat tersebut terlintas dalam benaknya, maka ia akan lebih cepat pula melintas di atas titian mustagim itu.

 

Ada pula di antara mereka yang dikait dengan beberapa kaitan, sehingga ia tergelincir hampir masuk neraka, namun ia berhasil bergantungan lalu berdiri kembali dan berlalu, serta berhasil melewatinya dalam waktu beberapa tahun, ada yang berhasil melewatinya dalam waktu seratus tahun, ada pula yang berhasil melewatinya setelah seribu tahun: dengan kadar itulah mereka diberi cahaya.

 

Ada orang yang tidak selamat, dan mereka ini bermacam macam pula, sesuai dengan amal kejahatan mereka. Kemudian ada orang-orang yang kekal di dalam neraka, mereka ini adalah orangorang kafir. Ada pula orang yang tidak kekal tetapi akan keluar dari dalam neraka setelah beberapa lama menurut kehendak Allah Taala, mereka ini adalah kaum muslimin yang durhaka, dengan berkat syafaat dari Nabi sallallaahu alaihi wasallam atau orang-orang salih.

 

Kita mohon kepada Allah syafaat dan keringanan dengan berkat anugerah dan kemurahan-Nya jua. Amin.

 

Ketahuilah, bahwa tiap-tiap rasul itu mempunyai telaga tempat minum umatnya. Dan telaga yang paling besar adalah telaga Nabi kita Muhammad sallallahu alaihi wasallam. Barangsiapa minum darinya satu teguk saja, niscaya dia tidak akan haus lagi selamalamanya. Semoga Allah Taala memberi kita minum darinya.

 

Adapun minumnya para penghuni surga itu bukan disebabkan oleh rasa haus, namun semata-mata hanya untuk kelezatan dan kenikmatan belaka. Setiap penghuni surga itu minum satu teguk maka mereka akan merasakan kenikmatan yang berbeda dengan tegukan yang lain. Begitu pula setiap suap yang mereka makan masing-masing berbeda kenikmatannya.

 

 

 

 

 

 

PENUTUP: RIWAYAT SINGKAT NABI SALLALLAAHU ALAIHI WASALLAM

 

Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

خَـاتِمَةٌ فِي ذِكْرِ بَاقِي الْوَاجِـبِ * مِمَّـا عَـلَى مُكَـلَّفٍ مِنْ وَاجِـبِ

Artinya: Penutup ini membicarakan sisa yang wajib yang perlu diketahui oleh mukallaf dari hal yang wajib

نَـبِـيُّـنَـا مُحَمَّدٌ قَـدْ أُرْسِلاَ * لِلْـعَالَمِـيْـنَ رَحْـمَـةً وَفُضِّلاَ

Artinya: Nabi kita Muhammad diutus kepada manusia dan jin sebagai rahmat, dan Beliau paling utama

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Wajib (kata Syaikh Ahmad) atas setiap mukallaf mengitikadkan bahwa Sayyidina Muhammad sallallaahu alaihi wasallam itu diutus oleh Allah Taala sebagai rahmat bagi alam semesta. Allah Taala mengutus Beliau kepada seluruh mukallaf dari golongan jin dan manusia, ini adalah iimak seluruh kaum muslimin dan telah diketahui dari agama secara pasti, sehingga orang yang mengingkarinya menjadi kafir. Para malaikat tidak termasuk ke dalam tsagalain karena Beliau tidak diutus kepada mereka dengan perutusan taklif, namun Beliau diutus kepada mereka, juga kepada seluruh hewan dan benda, dengan perutusan tasyrif, sebab ketaatan mereka itu merupakan jibiliah (sudah merupakan watak), sehingga tidak dibebani taklif. Ini merupakan pendapat yang dipegangi oleh Muhammad Arramli, tetapi ditentang oleh Syaikh Ibnu Hajar dan Assubki serta sekelompok ulama ahli tahkik, mereka mengatakan bahwa, Nabi sallallaahu alaihi wasallam diutus kepada para malaikat dengan perutusan taklif yang cocok dengan keadaan mereka, sebab di antara mereka ada yang rukuk, sujud hingga hari kiamat.

 

Taklif yang dibebankan kepada manusia secara rinci dan global, juga dibebankan kepada jin, termasuk Yakjuj dan Makjuj. Dan nyatanya, Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam diutus juga kepada seluruh nabi dan umat dahulu kala, yakni dengan perantara alam arwah. Karena ruh Beliau telah diciptakan sebelum ruh-ruh yang lain, lalu Allah mengutus Beliau kepada mereka semua. Dengan demikian, para nabi itu merupakan wakil Beliau di alam jisim. Jadi Beliau diutus kepada seluruh umat manusia sejak Nabi Adam sampai hari kiamat, bahkan kepada diri Beliau sendiri, agar masuk ke dalam kata ‘seluruh’ sesuai dengan sabda beliau, yang artinya: “Aku diutus kepada manusia seluruhnya.” Dan firman Allah Taala, yang artinya: “Tidaklah kami mengutusmu kecuali kepada manusia seluruhnya.” Maka barangsiapa yang meniadakan keumuman perutusan Beliau itu, maka ia menjadi kafir. Demikian dikatakan oleh Bajuri. Dan ia juga mengatakan bahwa, yang benar adalah bahwa Beliau diutus kepada golongan malaikat dengan perutusan tasyrif, sekalipun ada sebagian yang berpendapat lain. Adapun perutusan Beliau kepada seluruh hewan maka itu adalah perutusan tasyrif secara pasti, tanpa ada perselisihan pendapat.

 

Syaikh Muhammad bin Ahmad Ilyas berkata: ”Perutusan Beliau kepada malaikat adalah perutusan tasyrif, agar mereka termasuk ke dalam golongan umatnya, bukan taklif, yang harus menjalankan syariatnya. Sedangkan kepada benda-benda adalah perutusan ta’min.

 

Adapun perkataan Syaikh Ahmad ‘dan Beliau paling utama’, maksudnya adalah bahwa, wajib atas setiap mukallaf mengitikadkan bahwa Nabi Muhammad sallallaahu alaihi wasallam merupakan nabi dan rasul yang paling utama, sesuai dengan firman Allah Taala, yang artinya: “Tidaklah Kami mengutusmu (wahai Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi semesta alam.” Dan sabda Beliau sallallahu alaihi wasallam, yang artinya:

 

“Aku adalah penghulu jin dan manusia pada hari kiamat, tidak sombong. Aku adalah pemilik panji Alhamd pada hari kiamat, tidak sombong. Adam dan nabi-nabi sesudahnya berada di bawah panjiku pada hari kiamat, tidak sombong.” Maksud ‘tidak sombong di sini adalah: Aku mengatakan ini bukan karena sombong, melainkan untuk mengungkapkan nikmat saja.

 

Selanjutnya Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

أَبـُوْهُ عَـبْدُ اللهِ عَبْدُ الْمُطَّلِـبْ * وَهَـاشِمٌ عَبْـدُ مَنَافٍ يَـنْـتَسِبْ

وَأُمُّـهُ آمِـنَـةُ الـزُّهْـرِيـَّـهْ * أَرْضَـعَـهُ حَـلِيْمَـةُ السَّعْدِيـَّهْ

Artinya: Ayah Beliau ialah Abdullah bin Abdulmuththalib bin Hasyim bin Abdu Manaf Beliau bernasab Dan ibunda Beliau ialah Aminah Azzuhriyah dan Beliau disusui oleh Halimah Assa’diyah

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Wajib (kata Syaikh Ahmad) atas setiap mukallaf mengetahui nasab Nabi sallallaahu alaihi wasallam dari pihak ayah sampai kepada datuk Beliau Adnan saja, dan dari pihak ibunda Beliau sampai kepada Kilab saja, sebab mulai dari Kilab ke atas nasab ayah dan ibu Beliau adalah sama. Demikian dikatakan oleh Bajuri.”

 

Berikut ini nama-nama datuk Beliau sampai kepada Adnan.

 

  1. Nabi Muhammad sallallaahu alaihi wasallam bin

 

  1. Abdullah bin…..

Nama ayah Beliau.

 

  1. Abdulmutthalib bin…..

Nama kakek Beliau. Konon nama aslinya adalah ‘ Aamir atau Syaibah.

 

  1. Hasyim bin…..

Nama aslinya adalah Amru. Beliau digelari Hasyim karena beliau membagikan roti kepada orang banyak dimusim paceklik.

 

  1. Abdu Manaf bin…..

Nama aslinya ialah Mughiirah. Manaf adalah nama berhala yang paling besar. Ibu Mughirah menyerahkan puteranya itu sebagai pelayan berhala tersebut.

 

  1. Oushaibin….

Nama aslinya adalah Zaid atau Yazid atau Mujaimi . Karena beliau suka mengumpulkan orang pada hari Jumat sambil menasihati dan menyuruh mereka supaya mengagungkan tanah suci Mekah. Dan beliau memberitahukan kepada mereka bahwa nanti akan diutus seorang nabi kepada mereka, yang dengannya Allah mengumpulkan Bani Fihr di Mekah setelah mereka berpencaran di seluruh negeri.

 

  1. Kilaab bin…..

Nama aslinya adalah Hakim, atau Urwah, atau Muhazzab, atau Mughirah. Beliau digelari Kilaab karena hobi.berburu. Dan kebanyakan perburuan beliau disertai kilaab (anjinganjing pemburu).

 

  1. Murrah bin…..

 

  1. Ka’abbin….

 

  1. Luai bin…..

 

  1. Ghaalib bin ….

 

  1. Fihr bin…

Ini asalnya adalah nama batu yang panjang, beliau dinamakan demikian karena tingginya. Beliau juga disebut Ouraisy, karena beliau suka mencari orang yang perlu pertolongan lalu beliau tolong dengan hartanya.

 

  1. Maalik bin…..

Ini adalah namanya. Beliau dinamakan demikian karena beliau adalah raja bangsa Arab. Sedangkan kunyah (sebutan) nya adalah Abul Harts.

 

  1. Nadhar bin…..

Namanya yang asli adalah Oais. Beliau digelari demikian | karena kegantengannya.

 

  1. Kinaanah bin…..

 

  1. Khuzaimah bin…..

 

  1. Mudrikah bin…..

Namanya adalah Amru. Dan pada diri beliau ini tampak jelas nur Muhammad sallallahu alaihi wasallam terpancar.

 

  1. Ilyas bin ….

Pada diri beliau inilah bertemu seluruh nasab bangsa Arab. Namanya adalah Husein. Beliau dinamakan demikian karena beliau dilahirkan sesudah ayahnya berusia lanjut.

 

  1. Mudhar bin…..

Namanya Amru, beliau digelari demikian karena suka minum susu asam.

 

  1. Nizar bin ….

Namanya adalah Khaldaan. Beliau digelari demikian karena ketika ayahnya melihat cahaya Nabi Muhammad sallallaahu alaihi wasallam antara kedua matanya, maka ia sangat bergembira, lalu ia menyembelih hewan dan memberi makan kepada orang banyak, seraya berkata: “Ini masih sedikit untuk hak bayi ini.”

 

  1. Mw’ad bin…

Gelarnya adalah Abu Qadhaa’ah, Beliau dinamakan Mu’ad karena beliau dipersiapkan (mu’addun) untuk peperangan.

 

  1. Adnan.

Beliau dinamakan demikian karena diramalkan beliau akan menetap dan selamat dari pandangan jahat jin dan manusia yang karenanya banyak orang masuk kubur. Beliau hidup semasa Nabi Musa alaihissalam.

 

Sedangkan nasab ibunda Beliau adalah: Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf bin Zahrah bin Kilaab, pada Kilaab inilah bertemu nasab ayahanda dan ibunda Beliau.

 

CATATAN:

 

Ayahanda Beliau adalah Abdullah. Beliau meninggal dunia sepulang dari Ghazzah. Beliau berlayar untuk berniaga, sedangkan usia beliau saat itu adalah delapan belas tahun, ada pula yang mengatakan dua puluh tahun, dua puluh lima tahun, dua puluh delapan tahun, atau tiga puluh tahun. Pada saat itu beliau berada dalam kandungan ibundanya dua bulan, ada yang mengatakan tujuh bulan, sembilan bulan, dan ada pula yang mengatakan beliau sudah berumur dua puluh delapan bulan. Namun yang sahih dan masyhur adalah yang pertama (2 bulan).

 

Ibnu Abbas radiyallaahu anhuma berkata: “Ketika Abdullah meninggal dunia, malaikat berkata, “Wahai Tuhan kami, nabi-Mu menjadi seorang anak yang yatim. Allah Taala menjawab, ‘Aku akan menjadi pemelihara dan pelindungnya. ”

 

Ja far Assaadig pernah ditanya tentang hikmat keyatiman Beliau itu, maka dijawabnya: “Hikmatnya adalah agar Nabi sallallaahu alaihi wasallam tidak mempunyai hak kewajiban pada seorang makhluk.”

 

Sedangkan Ibnul Umaad berkata: “Hikmatnya adalah agar Nabi sallallahu alaihi wasallam, jika Beliau telah sampai ke puncak kemuliaannya, memandang ke masa awalnya dan tahu bahwa kemuliaan itu berasal dari Allah Taala, dan bahwa kekuatannya bukan dari ayah atau ibu, dan bukan pula dari harta, tetapi dari Allah Taala pula. Supaya dengan demikian, Beliau akan menyayangi orang-orang miskin dan anak-anak yatim. Nabi sallallaahu alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Sayangilah anak-anak yatim dan muliakanlah orang-orang rantau, karena aku semasa kecilku dahulu adalah seorang anak yatim dan setelah dewasa aku adalah seorang rantau. Sesungguhnya Allah memandang kepada orang yantau setiap hari dengan seribu pandangan.”

 

Nabi sallallaahu alaihi wasallam disusui oleh ibundanya selama tiga hari, ada yang mengatakan tujuh hari, dan ada pula yang mengatakan sembilan hari. Kemudian setelah itu Beliau disusui oleh Tsuwaibah beberapa hari sebelum kedatangan Halimah Assa’diyah. Kemudian Beliau disusui oleh Halimah binti Abi Dzuaib Abdillah bin Alharts, ada yang mengatakan Alharts bin Abdullah.

 

Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa, ketika Beliau dilahirkan oleh ibundanya, maka ada yang bertanya: “Siapakah gerangan yang akan mengasuh mutiara yang sangat berharga yang tak ternilai ini?” Burung-burung menjawab: ” Kamilah yang akan mengasuhnya dan memperoleh keuntungan dengan melayaninya.” Binatang buas berkata: “Kamilah yang lebih pantas mengasuhnya supaya kami memperoleh kemuliaan dan mengagungkannya.” Maka Lisanul Qudrat menjawab: “Wahai seluruh makhluk, sesungguhnya Allah telah menetapkan di dalam hikmat-Nya yang gadim bahwasanya nabi-Nya yang mulia itu akan disusui oleh Halimah binti Abi Dzuaib.”

 

Bajuri berkata: “Kedua orangtua Nabi selamat.” Konon Allah Taala menghidupkan keduanya lalu mereka beriman kepada Beliau, setelah itu Allah mewafatkan mereka kembali. Hal ini berdasarkan hadis mengenai kejadian tersebut dari Urwah, dari Aisyah, bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam memohon kepada Allah agar menghidupkan kembali kedua orangtuanya, lalu Allah menghidupkan keduanya, maka mereka berdua pun beriman kepada Beliau, setelah itu Allah mewafatkan mereka kembali.”

 

Assuhaili berkata: “Allah Maha berkuasa atas segala sesuatu. Dia berhak mengkhususkan Nabi-Nya dengan karunia yang dikehendaki-Nya dan menganugerahkan kemuliaan yang dikehendaki-Nya.”

 

Hadis ‘berimannya kedua orangtua Nabi’ di atas sahih menurut ahli hakikat melalui jalur kasyaf.

 

Kemudian Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

مـَوْلِدُهُ بِـمَـكَـةَ اْلأَمِيْـنَـهْ * وَفَـاتُـهُ بِـطَـيْـبَةَ الْـمَدِيْنَهْ

Artinya: Beliau dilahirkan di kota Mekah yang aman dan wafat di kota Thaibah atau Madinah.

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Maksud bait di atas adalah bahwa wajib atas setiap mukallaf mengitikadkan bahwa Nabi sallallaahu alaihi wasallam dilahirkan di kota Mekah, dan diangkat menjadi rasul di kota itu pula, wafat di Madinah dan dikuburkan di situ pula.”

 

Beliau sallallaahu alaihi wasallam, menurut pendapat yang sahih, dilahirkan di waktu fajar, pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal, tahun Gajah, dan ada pula yang mengatakan sebelumnya. Dan Ourthubi mengatakan, 50 hari sesudahnya. Beliau lahir dalam posisi menengadahkan pandangannya ke langit sambil meletakkan kedua tangannya ke tanah. Kedua matanya bercelak, bersih, dan terputus tali pusarnya serta dalam keadaan sudah dikhitan. Namun pendapat lain mengatakan, bahwa Beliau dikhitan oleh kakeknya pada hari ketujuh dari kelahirannya. Kedua riwayat ini bisa dikompromikan bahwa, boleh jadi Beliau dilahirkan dalam keadaan sudah dikhitan, tetapi belum sempurna, sebagaimana yang umumnya terjadi pada bayi yang lahir sudah dikhitan, maka kakeknya lalu menyempurnakan khitannya tersebut. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa Beliau dikhitan oleh Jibril alaihissalam ketika ia membelah dada Beliau di tempat ibu susuannya, Halimah.

 

Diriwayatkan bahwa, Nabi sallallaahu alaihi wasallam ketika keluar dari rahim ibunya, Beliau mengucapkan: Jalaalu Rabbii Ar-Rafii’u. Dan ada pula yang mengatakan bahwa, Beliau mengucapkan: Allaahu akbar kabiiroo, walhamdu lillaahi katsiiraa, wa subhaanallaahi bukratan wa ashiilaa. Dan boleh jadi keduanya digabungkan.

 

Riwayat yang berbeda adalah jalan keluarnya sallallaahu alaihi wasallam dari rahim ibunya. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Beliau keluar dari jalan yang biasa, dan ada pula yang mengatakan dari bawah pusar ibunya, lalu bertaut lagi pada saat itu juga. Yang cenderung pada pendapat terakhir ini adalah guru kami Muhammad Hasbullah. Dan terdapat perbedaan juga dalam masalah kehamilan ibunda Beliau ketika mengandung Beliau. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ibunda Beliau tidak merasakan terlalu berat selama mengandung Beliau itu. Dan dalam riwayat yang terkenal bahwa ibunda Beliau tidak merasakan apa-apa sama sekali. Kedua riwayat ini dapat dikompromikan bahwa yang pertama itu di permulaan kehamilannya, sedangkan yang kedua di akhir kehamilannya, supaya terjadi perbedaan dengan kebiasaan, sehingga diketahui bahwa seluruh keadaan Beliau sallallaahu alaihi wasallam itu menyalahi adat kebiasaan, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar bahwa, Aminah ibunda Nabi sallallaahu alaihi wasallam berkata: “Setelah genap sembilan bulan, saya merasakan seperti apa yang dirasakan oleh kaum wanita saat mendekati kelahiran. Tidak ada seorang pun yang mengetahui keadaan saya. Saya hanya sendirian di rumah. Abdulmutthalib sedang tawaf, beliau tidak tahu akhir kehamilan saya. Saat itu saya melihat sekawanan burung, paruhnya laksana mira delima. Burung-burung tersebut menutupi kamar saya dengan sayap-sayap mereka yang seperti zamrud hijau.

 

PERHATIAN:

Telah disepakati secara ijmak bahwa kota Mekah dan Madinah merupakan bagian bumi yang paling utama. Dan ketiga imam (Hanafi, Syafii dan Hanbali) telah sepakat bahwa Mekah lebih utama daripada Madinah. Tetapi Imam Malik berpendapat sebaliknya. Perbedaan pendapat ini berkaitan dengan bagian bumi selain sebidang tanah tempat dikuburkannya jasad Nabi sallallaahu alaihi wasallam, kalau ini jelas ia merupakan bagian bumi yang lebih utama daripada langit dan bumi seluruhnya secara mutlak.

 

Kemudian Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

أَتَـمَّ قَـبْـلَ الْـوَحِيِ أرْبَعِيْنَا * وَعُمْـرُهُ قَـدْ جَـاوَزَ الـسِّـتِّيْنَا

Artinya:  Sebelum turun wahyu Beliau genap empat puluh. sedangkan usia Beliau lebih dari enam puluh

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Maksud bait di atas adalah yang sahih menurut jumhur ulama bahwasanya Beliau sallallaahu alaihi wasallam diutus menjadi rasul ketika usia Beliau genap empat puluh tahun, tidak lebih dan tidak kurang. Namun ini tidak akan sempurna kecuali jika pengangkatan Beliau itu terjadi pada bulan kelahiran Beliau, padahal yang masyhur adalah bahwa Beliau dilahirkan pada bulan Rabiul awwal dan diangkat menjadi rasul pada bulan Ramadhan.

 

Sebagian ulama mengatakan bahwa, permulaan wahyu itu dalam tidur Beliau di bulan Rabiul awwal, dan Beliau tinggal selama enam bulan. Adapun orang yang mengatakan bahwa permulaan wahyu itu di bulan Ramadhan, mungkin yang dimaksudkannya adalah kedatangan Jibril secara kasat mata.

 

Ibnu Abdilbarr dan lain-lainnya mengatakan bahwa, Beliau sallallahu alaihi wasallam diangkat menjadi rasul pada usia empat puluh tiga tahun, sedangkan kenabiannya telah ada sebelum itu, yaitu pada saat turun ayat Igra’ (bacalah). Adapun kerasulannya ditandai dengan turunnya perintah indzar (berilah peringatan) di dalam surah Almuddatstsir, yaitu pada masa kevakuman wahyu nabi bukan rasul. Namun ulama yang berpendapat nabi dan rasul itu bersamaan waktunya mengatakan bahwa, ayat Muddatstsir tersebut merupakan penjelasan dari apa yang dimaksudkan dalam surah Igra, karena artinya adalah: “Bacakanlah kepada kaummu apa yang akan Aku jelaskan kepadamu.”

 

Adapun pengutusan baginda pada usia empat puluh itu karena hal itu merupakan tradisi yang berlangsung di sebagian besar para nabi, bahkan seluruh nabi, sebagainana dikuatkan oleh kebanyakan ulama, di antaranya adalah Syaikhul Islam di dalam Masyiyah Al Baidhawi.

 

Bajuri berkata: “Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam tinggal di kota Mekah setelah diangkat sebagai rasul itu selama tiga belas tahun, dan selama itu pula Beliau menerima wahyu.”

 

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa, Beliau tinggal di Mekah setelah diangkat sebagai rasul selama sepuluh tahun, ini boleh jadi tidak termasuk masa vakum wahyu (yaitu 3 tahun). Dan Beliau tinggal di Madinah selama sepuluh tahun, dan wafat pada usia 63 tahun.

 

Dalam hal ini ulama sepakat bahwa Nabi sallallaahu alaihi wasallam tinggal di Madinah sesudah hijrah selama sepuluh tahun, sebagaimana mereka juga sepakat bahwa Beliau tinggal di Mekah sebelum diangkat menjadi rasul selama empat puluh tahun. Perbedaan pendapat hanya dalam perkara berapa lama Beliau tinggal di Mekah sesudah diangkat menjadi rasul. Yang benar adalah selama tiga belas tahun, sehingga usia Beliau seluruhnya adalah 63 tahun.

 

Kemudian Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

سـَبْـعَةٌ أَوْلاَدُهُ فَـمِـنْـهُـمُ * ثَلاَثَـةٌ مِـنَ الـذُّكُـوْرِ تُـفْهَمُ

قـَاسِـمْ وَعَـبْدُ اللهِ وَهْوَ الطَّيـِّبُ * وَطَـاهِـرٌ بِـذَيْـنِ ذَا يُـلَقَّبُ

أَتَـاهُ إِبـْرَاهِـيْـمُ مِنْ سَـرِيـَّهْ * فَأُمُّهُ مَارِيـَةُ الْـقِـبْـطِـيَّـهْ

وَغَـيْـرُ إِبـْرَاهِيْمَ مِنْ خَـدِيْجَهْ * هُمْ سِتَـةٌ فَـخُـذْ بِـهِمْ وَلِـيْجَهْ

وَأَرْبَعٌ مِـنَ اْلإِنـَاثِ تُـذْكَـرُ * رِضْـوَانُ رَبِّـي لِلْـجَـمِـيْعِ يُذْكَرُ

فَـاطِـمَـةُ الزَّهْرَاءُ بَعْلُهَا عَلِيْ * وَابـْنـَاهُمَا السِّبْطَانِ فَضْلُهُمْ جَلِيْ

فَـزَيْـنَـبٌ وبَـعْـدَهَـا رُقَـيَّـهْ * وَأُمُّ كُـلْـثُـوْمٍ زَكَـتْ رَضِيَّهْ

Artinya: Putera Beliau ada tujuh, di antara mereka ada tiga laki-laki, ketiganya dipahami Dasim, Abdullah atau Thayyib dan Thahir dengan keduanya ini ia dijuluki Ibrahim berasal dari ibu jariyah namanya Maria bangsa Oibtiyah Selain Ibrahim ibunya adalah Khadijah Mereka ada enam, pelajarilah nama mereka dengan cinta Ada empat perempuan disebutkan Keridhaan Tuhanku untuk mereka semua Fatimah Azzahra, suaminya adalah Ali Kedua puteranya adalah Hasan dan Husein keutamaan mereka jelas Kemudian Zainab lalu Rugayyah dan Ummi Kultsum yang suci dan diridhai

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Syaikh Muhammad Alfudhali di dalam kitab Kifayatul Awaam berkata, “Para ulama mengatakan bahwa seyogianya setiap orang mengetahui jumlah anak-anak Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, dan urutannya dalam kelahirannya. Karena sudah selayaknya orang mengetahui pemimpin-pemimpinnya jumlah dan urutan mereka. Tetapi saya lihat mereka tidak mengatakan secara jelas mengenai kewajiban atau kesunahan hal itu, mereka hanya mengatakan ‘seyogianya’ atau ‘selayaknya’ saja. Dan ini bisa menjurus kepada dua kemungkinan, yaitu: wajib dan sunnah. Tetapi bila dikiaskan dengan kewajiban mengetahui nasab Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam, maka ini pun bisa dianggap wajib.”

 

Menurut pendapat yang sahih, anak-anak Rasulullah sallallahu alaihi wasallam ada tujuh, tiga laki-laki dan empat perempuan. Urutan mereka dalam kelahiran adalah:

 

  1. Qasim. Dengan nama puteranya inilah Rasulullah berkunyah (disebut Abul Oasim).
  2. Zainab.
  3. Ruqayyah.
  4. Fathimah.
  5. Ummu Kultsum.
  6. Abdullah. Digelari dengan julukan Thayyib (yang baik) dan Thaahir (yang suci). Ini adalah gelar Abdullah bukan nama dari dua orang yang lain.

 

Mereka semua adalah berasal dari ibu satu, yaitu Khadijah. Sedangkan yang nomor 7 adalah Ibrahim, dari ibu Mariyah Alqibtiyah.

 

Putera Beliau yang bernama Qasim meninggal dunia ketika anak-anak di Mekah, dalam usia dua tahun, ada pula yang mengatakan kurang dari itu dan ada yang mengatakan lebih. Ia merupakan yang pertama meninggal dunia dari anak-anak Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam. Kemudian Abdullah, juga meninggal dunia di Mekah ketika masih kanak-kanak. Pada waktu Abdullah meninggal dunia ini, Ash bin Waail berkata: “Terputus sudah keturunannya.” Maka Allah Taala lalu menurunkan surah Alkautsar, yang ayat terakhirnya berbunyi, artinya: “Sesungguhnya orang yang mengejekmu itulah (hai Muhammad) yang akan terputus keturunannya.”

 

Adapun Ibrahim, lahir pada bulan Dzulhijjah tahun delapan Hijriyah. Pada hari ketujuh dari kelahirannya, Rasulullah mengadakan akikah buatnya dengan menyembelih dua ekor domba, dan hari itu juga memberikan nama untuknya, mencukur rambutnya dan bersedekah dengan perak seberat timbangan rambutnya, dan mereka menanamkan rambutnya di dalam tanah. Ibrahim meninggal dunia pada tahun kesepuluh Hijriyah dan dikuburkan di pemakaman Bagi’.

 

Zainab dikawin oleh putera bibinya (saudara sepupu) yang bernama Abul Abbas bin Rabi’, ibunya adalah Maalah binti Khuwailid (saudara Khadijah). Ia melahirkan dua anak, yaitu Ali dan Umamah. Ali ini pernah dibonceng oleh Rasulullah pada saat penaklukan kota Mekah, ia meninggal pada masa remaja. Sedangkan Umamah dikawin oleh Ali bin Abithalib sesudah bibinya Fathimah (istri Ali) meninggal dunia, dengan wasiat dari Fathimah sendiri. Kemudian ia dikawin oleh Mughirah bin Nauvel sesudah Ali meninggal dunia, dengan wasiat dari Ali. Umamah melahirkan seorang putera untuk Mughirah, yaitu Yahya bin Mughirah. Umamah meninggal sebagai istri Mughirah. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam sangat sayang sekali pada Umamah ini, hingga pernah suatu ketika Beliau menggendongnya di dalam salat Beliau. Zainab dilahirkan pada tahun ketiga puluh dari kelahiran Nabi sallallaahu alaihi wasallam, dan meninggal dunia pada tahun kedelapan Hijriyah.

 

Rugayyah dikawin oleh Utsman bin Affan, dan melahirkan seorang anak yang diberi nama Abdullah, yang meninggal dunia sesudah Rugayyah dalam usia enam tahun. Penyebabnya adalah karena matanya dipatuk ayam jago hingga wajahnya membengkak dan akhirnya meninggal dunia. Rugayyah dilahirkan pada tahun ketiga puluh tiga dari kelahiran Nabi sallallaahu alaihi wasallam, dan meninggal dunia di hari kedatangan Zaid bin Haritsah ke Madinah membawa kurban perang Badr.

 

Adapun Ummu Kultsum, ia dikawin oleh Utsman bin Affan setelah Rugayyah meninggal dunia. Karena itulah Utsman dijuluki Pemilik Dua Cahaya (Dzun Nurain).

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah, katanya: Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam mendatangi Utsman di pintu masjid seraya berkata: “Hai Utsman, ini Jibril telah menyuruhku supaya mengawinkanmu dengan Ummi Kultsum dengan mahar seperti mahar Rugayyah.” Ummi Kultsum tidak mempunyai anak. Ia meninggal pada tahun kesembilan Hijriyah. Ketika ia meninggal, Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam berkata: “Kawinkanlah Utsman. Andaikata aku mempunyai puteri yang ketiga, tentu akan aku kawinkan lagi dengannya. Tidaklah aku mengawinkannya kecuali dengan wahyu dari Allah Taala.”

 

Sedangkan Fatimah dikawin oleh Ali. Pada saat itu Ali berusia dua puluh satu tahun lima bulan dan Fatimah berusia lima belas tahun lima bulan, yaitu sepulang mereka dari perang Badr. Fatimah meninggal dunia sepeninggal ayahnya enam bulan, demikian menurut riwayat yang sahih, pada malam Selasa hari ketiga bulan Ramadhan tahun kesebelas Hijriyah. Dan dimakamkan pada malam hari. Jenazahnya digotong oleh empat orang, yaitu Ali, Hasan, Husein dan Abu Dzarr Alghiffari, radiyallaahu anhum ajma’iin.

 

Sebelum kawin dengan Ali, Fatimah pernah dilamar oleh Abubakar dan Umar tetapi ditolak Beliau dengan halus. Ketika dilamar oleh Ali, maka Beliau langsung menerimanya. Mas kawinnya adalah baju besi, satu-satunya yang dimiliki oleh Ali. Lalu baju besi tersebut dijual dengan harga empat ratus delapan puluh dirham. Fatimah melahirkan anak dari Ali enam orang, tiga laki-laki dan tiga perempuan. Yang laki-laki adalah: Hasan, Husein dan Muhassin. Sedangkan yang perempuan adalah Zainab, Ummi Kultsun dan Rugayyah. Demikian dikatakan oleh Laits bin Saad dengan tambahan. Rugayyah, katanya: “Rugayyah meninggal dunia sebelum baligh.” Dinukil oleh Ibnul Jauzi. Sedangkan Syaikh Hasan Al’Adawi menukil dari kitab Al Mawaahibul Ladduniyah, bahwa Fatimah melahirkan dari Ali lima orang, yaitu Hasan, Husein, Muhassin (meninggal di waktu kecil), Ummi Kultsum dan Zainab.

 

Sayyidina Hasan, cucu Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam, lahir delapan tahun sebelum wafat kakeknya. Dan Sayyidina Husein lahir tujuh tahun sebelum wafat kakeknya. Dalam riwayat lain, Sayyidina Husein lahir pada tanggal lima Sya’ban tahun keempat Hijriyah. Demikian yang lebih sahih. Rasulullah membasahi tenggorokan Sayyidina Husein dengan ludahnya sebelum disusui, mengazankan di telinganya, meludahinya pada mulutnya, mendoakannya serta memberinya nama Husein pada hari ketujuh dan mengakikahkannya.

 

Azzargani menukil dari Ibnul Atsir, katanya: “Zainab lahir pada masa kakeknya. Ia adalah seorang wanita yang cerdas, fasih, berakal dan pemberani.”

 

Ibnu Abdilbarr meriwayatkan bahwa, Ummi Kultsum lahir sebelum wafat kakeknya sallallaahu alaihi wasallam.

 

Khadijah.

 

Ia adalah puteri Khuwailid. Ia merupakan istri pertama Nabi sallallaahu alaihi wasallam. Usia Beliau ketika kawin dengan Khadijah adalah dua puluh satu tahun atau dua puluh lima tahun, yang terakhir inilah pendapat kebanyakan ulama. Sedangkan Khadijah ketika itu berusia empat puluh tahun. Khadijah melamar Beliau tanpa perantara, katanya: “Wahai putera pamanku, saya menginginkanmu karena kekerabatanmu, amanatmu, kebaikan budi pekertimu dan kejujuranmu.” Maka Beliau pun mengabarkan hal itu kepada paman-pamannya. Lalu Hamzah keluar bersama Beliau menemui Khuwailid bin Asad untuk melamar Siti Khadijah. Ini merupakan riwayat dari Ibnu Ishag. Sedangkan dalam riwayat lain menggunakan perantara, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Saad dari jalur Alwagidi dari Nafisah binti Munabbih, katanya:

 

“Khadijah adalah seorang wanita yang kuat dan mulia, di samping memiliki kebaikan hati. Pada waktu itu, ia merupakan wanita Ouraisy yang paling mulia dan paling kaya. Semua orang dari kaumnya berminat untuk menikahinya, kalau saja mereka mampu melakukannya. Banyak sudah orang yang datang melamarnya sambil membawa harta benda. Pada suatu hari, Khadijah mengutusku untuk menyelidiki perihal Muhammad sallallaahu alaihi wasallam sepulang Beliau dari Syam (Damaskus, Syria). Saya berkata kepada Beliau, ‘Ya Muhammad, apa yang menghalangimu untuk menikah? — Beliau menjawab: ‘Saya tidak punya apa-apa untuk menikah. Saya berkata pula: ‘Jika Anda dicukupi dengan harta, kecantikan, kemuliaan dan kesetaraan, apakah Anda mau? Beliau bertanya: ‘Siapa orangnya? Saya jawab: “Khadijah. Beliau bertanya pula: ‘Bagaimana caranya?” Maka saya pun menemui Khadijah dan memberitahukan hal itu kepadanya. Lalu ia menyuruh saya memanggilnya.

 

Syaikh Islam di dalam kitab Albahjah menyatakan dalam masalah istri-istri Nabi sallallaahu alaihi wasallam, yang paling utama adalah Khadijah dan Aisyah. Adapun mana yang lebih utama di antara keduanya, ada perbedaan pendapat, Ibnul ‘Imad mensahihkan Khadijah lebih utama. Ini didasarkan pada hadis sahih bahwa Nabi sallallaahu alaihi wasallam menjawab ketika Aisyah berkata kepada Beliau, “Allah telah memberikan ganti kepada Baginda orang yang lebih baik daripada Khadijah.” Jawab Beliau: “Tidak, demi Allah, Allah tidak memberiku istri yang lebih baik daripadanya. Dia beriman kepadaku ketika semua orang mendustakan aku: dia telah memberikan hartanya kepadaku ketika orang-orang menahannya dariku: dan aku mendapatkan anak darinya dan tidak dari selainnya.”

 

Imam Abubakar bin Imam Mujtahid Daud pernah ditanya, “Siapa yang lebih utama, Khadijah atau Aisyah?” Ia menjawab: “Aisyah disampaikan oleh Nabi sallallaahu alaihi wasallam salam dari Jibril sendiri, sedangkan Khadijah disampaikan oleh Jibril salam dari Allah melalui lisan Nabi sallallaahu alaihi wasallaam, maka ia merupakan yang paling utama di antara istri-istri Nabi tersebut. Dan ditanyakan juga kepadanya, “Siapa yang lebih utama, Khadijah atau Fatimah?” Ia menjawab, “Nabi sallallaahu alaihi wasallam bersabda, yang artinya: ‘Fatimah adalah darah dagingku, maka saya tidak berani menyamakan darah daging Rasulullah dengan siapa pun.”

 

Malik bin Sinan berkata : “Saya tidak mengutamakan seorang pun melebihi darah daging Rasullullah sallallaahu alaihi wasallam. Inilah yang wajib diitikadkan, dan kita berjumpa Allah dengan itikad tersebut, Insya Allah.”

 

Diriwayatkan bahwa Aisyah pernah berkata kepada Fatimah, “Hai Fatimah, saya lebih baik dari ibumu, karena Rasulullah mengawini ibumu sedang ia sudah janda, dan mengawiniku sedang saya masih perawan. Mendengar itu, Fatimah merasa tidak enak, lalu ia menemui Nabi sallallaahu alaihi wasallam dan memberitahukan kepada Beliau perkataan Aisyah tersebut. Maka Rasulullah menjawab, “Katakan kepadanya, Engkau benar, bahwa Rasulallah mengawini ibuku sedang ia dalam keadaan janda, dan mengawinimu sedang engkau perawan. Tetapi Rasulullah ketika mengawini ibuku beliau masih perjaka, dan ketika mengawinimu Beliau adalah duda. Mana yang lebih baik, perjakanya Rasulullah atau perawanmu?’ Fatimah pun menyampaikan jawaban tersebut kepada Aisyah.”

 

Adapun perkataan Syaikh Ahmad ‘Keutamaan mereka jelas”, maksudnya mereka berempat, Ali, Fatimah, Hasan dan Husein. Dalam salah satu riwayat disebutkan yang artinya: “Sesungguhnya Fatimah diberi nama demikian karena Allah ‘fathomaha’ (memisahkannya) dan keturunannya dari api neraka. Dan dinamakan Azzahra, karena dia tidak pernah haid sepanjang umurnya. Dan dinamakan Albatuul, karena dia memutuskan diri dari duniawi.”

 

Fatimah merupakan anak yang paling disayang oleh ayahnya, Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam. Setiap Baginda akan berpergian jauh, maka Fatimah adalah orang yang paling akhir dipamitinya, dan kalau tiba dari perjalanan jauh, maka Fatimah adalah orang yang pertama-tama didatanginya.

 

Tentang Ali, suami Fatimah, Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam bersabda yang artinya: “Aku telah memberikan sebaik-baik wanita kepada sebaik-baik lelaki.” Dan beliau berkata juga, yang artinya: “Jika Anda ingin melihat Adam alaihissalam, Yusuf alaihissalam dan kegantengannya, Musa alaihissalam dan kekuatannya, Isa alaihissalam dan kezuhudannya, dan Muhammad sallallaahu alaihi wasallam dan rupanya, maka hendaklah ia melihat kepada Al alaihissalam.”

 

Attabrani meriwayatkan hadis yang artinya: “Sesungguhnya Allah menjadikan keturunan setiap nabi itu di dalam sulbinya, dan menjadikan keturunanku di sulbi Ali bin Abithalib.”

 

Sayyidina Ali Karramallaahu wajhah wafat dalam usia enam puluh tiga tahun, karena bacokan Ibnu Maljam di dahinya, pada malam Jumat tanggal 17 Ramadan tahun 40 Hjjriyah, ketika beliau keluar hendak melaksanakan salat Subuh di masjid, dan meninggal dunia pada malam Minggunya. Ulama berselisih pendapat mengenai letak kuburnya. Sebab kuburnya dirahasiakan kuatir nanti digali oleh golongan Khawarij.

 

Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa, orang-orang memanggul mayat beliau untuk dibawa dan dikuburkan di dekat Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam, namun onta yang membawanya kabur dan tidak seorang pun tahu ke mana larinya. Karena itulah, penduduk Irag mengatakan bahwa, beliau berada di langit. Dari Sayyidi Ali Wafa, ia mengatakan bahwa Ali bin Abithalib diangkat ke langit sebagaimana Nabi Isa alaihissalam, dan akan turun kembali sebagaimana turunnya Nabi Isa alaihissalam.

 

Diriwayatkan dari Abdullah bin Zubeir, katanya: ” Keluarga Nabi sallallaahu alaihi wasallam yang paling mirip dan paling disayang Beliau adalah Hasan. Saya pernah melihatnya datang ketika Rasulullah sedang sujud, lalu dia menunggangi punggung Beliau. Dan Beliau tidak menurunkannya sampai dia sendiri yang turun. Dan saya juga pernah melihatnya ketika Rasulullah sedang rukuk, Beliau merenggangkan kedua lututnya hingga dia bisa melewati di bawahnya.” Ini keutamaan Sayyidina Hasan, sedangkan keutamaan Sayyidina Husein adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah, katanya: “Saya mendengar Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, ‘Barangsiapa ingin melihat seorang lelaki penghuni surga, dalam yiwayat lain, seorang pemimpin pemuda ahli surga, hendaklah ia melihat kepada Husein bin Ali.”

 

Diriwayatkan bahwa Hasan merupakan orang yang paling mirip dengan Rasulullah mulai dari kepala sampai ke dadanya. Sedangkan Husein orang yang paling mirip dengan Rasulullah mulai dari dada ke kakinya.

 

Nabi sallallaahu alaihi wasallam bersabda, yang artinya, ” Kedua anakku ini, Hasan dan Husein, adalah penghulu pemuda ahli surga, dan ayahnya lebih baik dari keduanya.”

 

Selanjutnya Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

عَـنْ تِسْـعِ نِسْوَةٍ وَفَاةُ الْمُصْطَفَى * خُـيِّـرْنَ فَاخْـتَرْنَ النَّـبِيَّ الْمُقْتَفَى

Artinya: Rasulullah wafat meninggalkan sembilan istri Mereka diberi pilihan, namun mereka tetap memilih nabi .

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Maksud bait di atas adalah bahwa Nabi sallallaahu alaihi wasallam meninggal dunia, dan pada waktu itu beliau mempunyai sembilan orang istri. Mereka inilah yang diberi pilihan, antara keimanan duniawi atau ukhrawi dengan tetap menjadi istri beliau. Hal ini terjadi karena mereka telah meminta perhiasan duniawi yang tidak dimiliki Nabi, sehingga Allah memerintahkan kepada NabiNya agar mereka memilih, sesuai dengan firman-Nya yang artinya: Wahai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kalian menginginkan kehidupan duniawi dan perhiasannya, mari aku akan memberikannya kepada kalian dan aku akan menceraikan kalian dengan baik-baik: namun jika kalian menginginkan Allah, dan Rasul-Nya, serta kehidupan akhirat, maka Allah menyediakan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara kalian pahala yang amat besar. Tetapi kemudian mereka memilih tetap sebagai istri-istri Nabi sallallaahu alaihi wasallaam.”

 

Mengajukan pilihan (takhyiir) ini merupakan keistimewaan (khususiah) Nabi sallallaahu alaihi wasallam, antara bercerai dengan Beliau karena menuntut kehidupan duniawi, dan tetap tinggal bersama Beliau sebagai istri Beliau karena memilih kehidupan akhirat. Ini merupakan perkara wajib atas Beliau. Dan kawin lebih dari empat orang wanita sampai tiada batas merupakan kebolehan bagi Beliau. Karena Beliau terpelihara dari berbuat aniaya.

 

Adapun khususiah (keistimewaan) Nabi sallallaahu alaihi wasallam itu antara lain:

 

Pertama, Perkara mubah atau keringanan untuk Beliau.

 

Di antaranya adalah: kebolehan bagi beliau untuk menyambung (wishaal) puasa hari ini dengan puasa besok tanpa berbuka dan sahur di malam harinya (tidak makan apa-apa), memutuskan hukum dengan ilmunya, bersaksi untuk dirinya dan keturunannya, bersaksi terhadap musuhnya, Beliau boleh memberikan kesaksian bila dituntut untuk itu, Beliau boleh mengambil makanan orang lain jika membutuhkannya, dan wajib memberikan makanan tersebut kepada Beliau, dan wudhu Beliau tidak batal dengan tidur.

 

Kebanyakan hal-hal yang mubah bagi Beliau ini tidak dilakukan Beliau.

 

Kedua, Perkara yang haram bagi Beliau.

 

Di antaranya adalah: Haram menerima sedekah sunnah, haram menulis, membuat syair dan haram melayangkan pandangan ke barang orang, haram menampilkan sesuatu berbeda dengan kenyataannya dari perkara-perkara yang mubah, selain dari tipu daya dalam peperangan, dan haram memberi untuk menerima kembali yang banyak.

 

Ketiga, Perkara yang wajib atas Beliau.

 

Di antaranya adalah: wajib salat Dhuha, salat witir, menyembelih kurban, bersiwak setiap akan salat, bermusyawarat, memberantas kemungkaran, sabar menghadapi musuh sekalipun mereka lebih banyak, melunasi hutang seorang muslim yang mati dalam keadaan kesulitan: dan di dalam kitab Al Ubab ditambah dengan kewajiban sunnah Subuh.

 

Keempat, Perkara yang utama dan mulia buat Beliau.

 

Di antaranya adalah: nikah dalam hak Nabi sallallaahu alaihi wasallam merupakan ibadat mutlak, berbeda dengan hak kita, ia hanya suatu yang mubah, dan baru bisa jadi ibadat dengan niat. Kemudian istri-istri Beliau lebih utama dari perempuan-perempuan biasa, pahala dan hukuman mereka berlipat ganda. Dan mereka adalah ibu-ibu kaum mukminin sebagai kehormatan kepada mereka, layaknya penghormatan kepada orangtua bagi laki-laki dan perempuan. Dan haram meminta sesuatu dari mereka kecuali dari balik hijau (tabir). Demikian disebutkan oleh Syargawi.

 

Kemudian, Beliau adalah penutup para nabi, penghulu anak cucu Adam seluruhnya, orang yang pertama-tama terbelah bumi untuknya pada hari kebangkitan, orang yang pertama-tama mengetuk pintu surga, orang yang pertama-tama memberi syafaat dan diterima syafaatnya, umatnya merupakan sebaik-baik umat, syariatnya abadi dan menghapus seluruh syariat lainnya, mukjizatnya kekal yaitu Alquran, bumi dijadikan suci untuknya yakni sah salat di bagian bumi mana saja, dibolehkan tayammum hanya di dalam syariatnya saja, Beliau tidak mewariskan apa-apa semua peninggalannya menjadi sedekah untuk kaum muslimin, Beliau diutus kepada bangsa jin, manusia dan malaikat, Beliau merupakan nabi paling banyak pengikutnya, tidak pernah tidur hatinya, Beliau melihat apa-apa yang di belakangnya sejelas apaapa yang di hadapannya, salat sunnahnya sambil duduk sama dengan salat sunnahnya sambil berdiri, salatnya tidak batal apabila Beliau menjawab salam seseorang ketika Beliau sedang salat, dan tidak batal pula apabila Beliau melakukan gerakan yang banyak.

 

Haram atas seseorang meninggikan suara melebihi suara Beliau, memangil Beliau dari balik kamar, memanggil Beliau dengan hanya menyebut namanya (seperti hai Muhammad, hai Ahmad dan yang serupa), tetapi hendaklah memanggilnya dengan sebutan Ya Rasulullah atau yang serupa dengan itu. Dan haram pula berkunyah dengan kunyahnya secara mutlak, yaitu Abul Oasim, ini tidak boleh menurut Syafi’i, baik yang menggunakan itu bernama Muhammad atau bukan, baik sebelum Beliau meninggal dunia sesudahnya, tetapi menurut tiga imam lainnya boleh setelah Beliau meninggal dunia.

 

Beliau halal menerima hadiah secara mutlak. Seluruh nabi tidak mungkin menderita penyakit gila, tetapi pingsan mungkin saja. Dan tidak mungkin bermimpi senggama karena itu merupakan ulah setan. Mimpi Beliau dalam tidur adalah benar namun tidak bisa dijadikan hukum. Bumi tidak makan daging para nabi. Membuat kedustaan atas Beliau dengan sengaja merupakan dosa besar. Dari jari jemari Beliau keluar air yang suci. Malaikat salat bersama Beliau pada malam Isra. Beliau tidak mungkin berbuat salah. Salam umatnya disampaikan kepada Beliau sesudah Beliau meninggal dunia. Pada hari kiamat kelak, Beliau menjadi saksi bagi seluruh nabi bahwa mereka telah menyampaikan risalah mereka. Apabila beliau berjalan di bawah cahaya matahari atau bulan, maka tidak kelihatan bayang-bayangnya. Lalat tidak pernah hinggap di badannya, dan nyamuk tidak pernah menghisap darahnya. Setiap tempat yang Beliau pernah salat di situ dan tepat posisinya, terlarang ijtihad di sana sebelah kanan atau sebelah kiri. Wajib membaca salawat untuk Beliau pada tahiyat akhir. Seluruh mahkluk sejak Adam hingga sesudahnya diperlihatkan kepada Beliau. Beliau tidak pernah menguap, dan tidak pernah tampak kotorannya, tetapi ditelan oleh bumi.

 

Selanjutnya Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

عَـائِـشَـةٌ وَحَـفْصَةٌ وَسَـوْدَةُ * صَـفِـيَّـةٌ مَـيْـمُـوْنَةٌ ورَمْلَةُ

هِنْـدٌ وزَيْـنَبٌ كَـذَا جُوَيـْرِيَهْ * لِلْـمُـؤْمِنِيْنَ أُمَّـهَاتٌ مَرْضِيَهْ

Artinya: Aisyah, Hafsah, Saudah Safiyah, Maimunah, Ramlah Hindun, Zainab juga Juwairiyah Merekalah Ummahatul mukminin yang diridhai

 

PENJELASAN:

 

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Maksud bait di atas adalah Nabi sallallaahu alaihi wasallam wafat dengan meninggalkan istri, yaitu:

 

  1. Aisyah binti Abubakar Assiddig, radiyallaahu anhuma.

Beliau mengawininya pada bulan Syawwal tahun keduabelas dari kenabian menurut salah satu pendapat. Ketika itu Aisyah berumur tujuh tahun menurut salah satu pendapat, dan mulai serumah tangga pada bulan Syawwal tahun delapan belas Hijriyah menurut salah satu pendapat, dan usianya sembilan tahun. Rasulullah wafat ketika usia Aisyah delapan belas tahun. Beliau tidak kawin dengan seorang perawan pun selain dengan Aisyah. Aisyah termasuk istri yang paling dicintai oleh Rasulullah. Ia meninggal dunia pada tahun 56, 57 atau 58 Hijriyah, dan jenazahnya disalati oleh Abu Hurairah. Ia dikuburkan di Bagi pada malam hari sesuai dengan wasiat yang diberikannya. Usianya ketika wafat itu hampir 67 tahun. Ia pernah melihat Jibril bercakap-cakap dengan Nabi sallallaahu alaihi wasallam dalam rupa Dahyah Alkalabi. Nabi berkata: “Ini Jibril, dia memberi salam kepadamu!”

 

  1. Hafsah binti Umar Alfarug, radiyallaahu anhuma.

Beliau mengawininya pada bulan Sya’ban tahun tigapuluh bulan setelah Hijrah menurut pendapat yang paling masyhur. Rasulullah pernah menceraikannya karena ia telah membukakan rahasia yang dipercayakan padanya kepada Aisyah. Keduanya memang bersahabat karib. Tetapi kemudian Jibril turun dan berkata kepada Beliau: ”Rujuklah kembali dengan Hafsah, karena ia banyak berpuasa dan bertahajjud, dan lagi pula ia adalah istri Baginda di surga.”

 

  1. Saadah bin Zam’ah, radiyallaahu anha.

Beliau mengawininya pada tahun kesepuluh dari kenabian. Dahulu ia senang dengan saudara sepupunya Sakran bin Umar, suaminya ini masuk Islam bersamanya dan pernah hijrah ke Ethiopia, hijrah kedua. Ketika suaminya ini meninggal dunia, ja lalu dikawin oleh Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam. Ketika usianya telah lanjut, Rasulullah bermaksud akan menceraikannya, tetapi ia berkata: “Jangan ceraikan saya. Baginda saya halalkan dari mengurus diri saya. Saya hanya ingin kelak dibangkitkan pada hari kiamat di dalam barisan istri-istri Baginda. Giliran waktu saya, saya berikan kepada Aisyah.” Maka Rasulullah pun mempertahankannya sebagai istri hingga Beliau wafat. Pada diri Saudah inilah turun firman Allah dalam surah Annisa ayat 128.

 

Ia meninggal dunia pada akhir pemerintahan Umar bin Khattab radiyallaahu anhu, menurut pendapat yang masyhur.

 

  1. Shafiyah binti Huyai radiyallaahu anha.

Keturunan Nabi Harun bin Imran alaihissalam. Ayahnya adalah pemimpin Bani Nadhir, dan terbunuh bersama Bani Ouraizhah. Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam memilihnya untuk dirinya dari tawanan perang Khaibar. Beliau memerdekakannya lalu mengawininya, dan kemerdekaannya itu menjadi maskawinnya. Ia seorang gadis yang cantik, usianya ketika itu belum lagi genap tujuh belas tahun.

 

Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam masuk menemui Shafiyah, sedang ia dalam keadaan menangis. Lalu Beliau bertanya: “Apa sebab engkau menangis?” Ia menjawab: “Saya dengar Aisyah dan Hafsah mengatakan, ‘Kami lebih baik daripada Shafiyah, kami adalah puteri-puteri paman Nabi dan istrinya.” Lantas Beliay berkata: “Tidakkah kau katakan kepada mereka, ‘ Bagaimana kalian bisa lebih baik daripada saya, sedangkan ayahku Nabi Harun, pamanku Nabi Musa, dan suamiku Nabi Muhammad sallallaahu alaihi wasallam?!”

 

Shafiyah wafat pada bulan Ramadan tahun lima puluh Hijriyah atau lima puluh dua Hijriyah, di masa Muawiyah, dan dikuburkan di Bagi.

 

  1. Maimunah binti Alharts radiyallaahu anha.

Beliau mengawininya pada bulan Syawwal tahun ketujuh Hijriyah. Beliau mengawininya ketika Beliau sedang melaksanakan Umrah Oadha, sebagaimana pendapat Jumhur Ulama. Dahulu namanya adalah Barrah, lalu oleh Rasulullah dengan nama Maimunah. Ia meninggal di Saraf, yaitu di suatu tempat yang dahulu Rasulullah menemuinya di situ pula. Ia meninggal pada tahun lima puluh satu Hijriyah, dan ada pula yang mengatakan tahun enam puluh enam Hijriah dalam usia delapan puluh tahun. Jenazahnya disalati oleh Abdullah bin Abbas radiyallaahu anhuma. Ta merupakan wanita yang paling akhir dikawin oleh Nabi sallallaahu alaihi wasallam, dan yang paling akhir wafatnya di antara istri-istri Beliau.

 

  1. Ummu Habibah Ramlah binti Abi Sufyan radiyallaahu anha.

Ia berangkat hijrah bersama suaminya Abdullah bin Jahsy ke negeri Ethiopia, hijrah yang kedua, dan melahirkan Habibah. Kemudian suaminya murtad masuk Kristen, sedangkan ia tetap memeluk agama Islam. Maka Nabi sallallaahu alaihi wasallam mengutus Amru bin Umayyah Addhamri menemui Negus, lalu ia mengawinkannya dengan Beliau dan memberikan maskawinnya sebanyak empat ratus dinar. Yang bertindak sebagai wali nikahnya adalah Khalid bin Said bin Ash, karena ia adalah saudara sepupunya. Dan ada pula yang mengatakan bahwa wali nikahnya adalah Utsman bin Affan yang juga merupakan saudara sepupunya. la wafat pada tahun empat puluh Hijriyah.

 

7, Ummu Salmah Hindun binti Abi Umayyah bin Mughirah radiyallaahu anha.

Beliau mengawininya pada akhir bulan Syawwal tahun keempat Hijriah. Ketika Rasulullah melamarnya, ia menjawab: “Selamat datang Rasulullah (diulanginya sampai tiga kali). Saya mempunyai tiga kekurangan, sangat pencemburu, banyak anak yang masih kecil-kecil, dan di sini saya tidak mempunyai seorang wali pun. Maka Rasulullah menemuinya lalu berkata kepadanya: “Adapun yang kau katakan mengenai sifat cemburumu itu, maka aku akan mohon kepada Allah supaya menghilangkannya darimu, dan mengenai banyak anakmu itu maka Allah-lah yang akan mencukupinya, dan mengenai walimu, maka tidak ada seorang walimu pun yang membenciku.”

 

Mendengar perkataan Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam itu, ia pun lalu berkata kepada puteranya: “Kawinkanlah aku dengan Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam!” Maka puteranya pun mengawinkan Beliau dengannya. Ini lalu dijadikan dalil bahwa seorang anak boleh menjadi wali nikah ibunya, berbeda dengan mazhab kita, yaitu mazhab Syafi’i. Malik mengatakan bahwa ia menjadi wali nikah berdasarkan ashabah, karena ia adalah putera pamannya.

 

Diriwayatkan bahwa, Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam menyerahkan sebuah botol yang di dalamnya berisi tanah tempat terbunuhnya Sayyidina Husein. Botol itu ditinggalkan Beliau padanya. Hal itu berkaitan dengan datangnya malaikat Jibril alaihissalam, lalu memberitahukan kepadanya bahwa Husein akan terbunuh di tanah ini. Kemudian Jibril memperlihatkan tanah tempat terbunuhnya Husein tersebut. Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam membaui tanah itu lalu berkata: “Bau Karbala!” Kemudian Beliau berkata kepada Ummi Salmah: “Jika tanah ini berubah menjadi darah, maka itu tandanya puteraku Husein telah mati terbunuh!”

 

Ketika tanah itu berubah menjadi darah, Ummi Salmah berkata kepada pelayannya: “Pergilah ke pasar dan carilah berita apa yang telah terjadi!” Pelayan pulang dan membawa kabar terbunuhnya Husein.

 

Ummi Salmah meninggal dunia pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah tahun enam puluh hijriah menurut pendapat yang sahih. Dan jenazahnya disalati oleh Abu Hurairah, dan ada yang mengatakan Said bin Zaid, dikuburkan di Bagi.

 

  1. Zainab binti Jahsy, puteri bibi Nabi sallallaahu alaihi wasallam yang bernama Umaimah, radiyallaahu anha.

Dahulunya ia bernama Barrah, kemudian namanya diganti oleh Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam dengan Zainab. Sebelum kawin dengan Rasulullah, ia adalah istri Zaid bin Haritsah, budak yang dimerdekakan oleh Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam. Kemudian Zaid menceraikannya. Ketika selesai menjalankan iddahnya, maka Allah lalu mengkawinkan Rasulullah dengannya, yaitu pada tahun keempat Hijriah menurut salah satu pendapat. Ketika itu usianya tiga puluh lima tahun.

 

Ia sering membanggakan dirinya di hadapan istri-istri Nabi yang lain, katanya: “Sesungguhnya kalian dikawinkan oleh bapak-bapak kalian, sedangkan aku dikawinkan oleh Allah dari tujuh petala langit.”

 

Pada diri Zainab inilah turun ayat hijab. Dan Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam pernah marah kepadanya disebabkan oleh perkataannya terhadap Shafiyah binti Huyai. Beliau mengasingkan diri darinya pada bulan Dzilhijjah, Muharram dan sebagian bulan Safar. Ia istri Nabi yang paling awal menyusul Beliau ke alam baka. Dalam hadis Muslim disebutkan sebuah hadis dari Aisyah radiyallaahu anha, bahwa sebagian istri Nabi sallallaahu alaihi wasallam pernah mengajukan pertanyaan kepada Beliau, “Siapakah di antara kami yang lebih dahulu wafat menyusul Baginda?” Beliau menjawab: “Yang paling dahulu wafat menyusulku ialah yang paling panjang tangannya.” Ternyata yang pertama wafat di antara istri-istri Nabi adalah Zainab. Adapun sebab disebut panjang tangannya itu adalah karena ia bekerja dan banyak bersedekah. Ia meninggal dunia pada tahun dua puluh Hijriah. Pada tahun yang sama Mesir berhasil ditaklukkan. Usianya ketika meninggal dunia itu adalah lima puluh tiga tahun dan dikuburkan di Bagi’. Jenazahnya disalati oleh Umar bin Khattab. Aisyah pernah berkata: “Zainab menyaingiku dalam kedudukan di sisi Nabi sallallaahu alaihi wasallam. Saya tidak pernah melihat seorang wanita pun yang baik dalam urusan agamanya melebihi dirinya. Dia wanita yang paling takwa kepada Allah, paling jujur omongannya, paling suka menyambung tali kekeluargaan dan paling banyak sedekahnya.”

 

Adapun Zainab bin Khuaimah, dikawini oleh Rasulullah pada tahun ketiga Hijriah. Di masa jahiliah dahulu ia dijuluki Ummul Masakin, karena ia suka memberi makan kepada mereka. Ia tinggal bersama Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam hanya selama dua atau tiga bulan saja, kemudian meninggal dunia. Jenazahnya disalati oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dan dikuburkan di Bagi’. Usianya ketika meninggal itu adalah tiga puluh tahun. Tidak ada istri-istri Nabi sallallaahu alaihi wasallam yang meninggal dunia semasa hidup Beliau selain dari Khadijah, Zainab binti Khuzaimah ini dan Raihanah (berdasarkan pendapat bahwa ia adalah istri beliau).

 

  1. Juwairiyah binti Harts radiyallaahu anha.

Ia tertawan pada peperangan Muraisi dan jatuh ke dalam bagian Tsabit bin Qais bin Syammas, lalu ditebus oleh Rasulullah dengan sembilan ons emas. Kemudian Beliau mengawininya.

 

Dahulu namanya adalah Barrah, lalu diganti oleh Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam dengan nama Juwairiyah. Ia seorang wanita yang cantik. Aisyah berkata tentang dirinya: “Kami tidak mengetahui seorang wanita yang paling banyak berkahnya buat kaumnya melebihi Juwairiyah.” Ia meninggal dunia di kota Madinah pada bulan Rabi’ul awwal tahun lima puluh enam Hijriyah, dalam usia tujuh puluh tahun. Jenazahnya disalati oleh Marwan bin Hakam.

 

Itulah nama-nama istri Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam yang dijuluki sebagai Ummulmukminin karena kedudukan mereka sebagai ibu-ibu kaum mukminin yang wajib dihormati dan dijunjung tinggi, serta haram dikawini oleh seluruh umat, sekalipun para nabi dan rasul lainnya, sebab mereka termasuk juga ke dalam umat Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam. Mereka semua merupakan wanita-wanita yang diridhai Allah dan RasulNya karena ketaatan mereka kepada keduanya.

 

PENUTUP:

Asysyargawi berkata: “Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam wafat dengan meninggalkan sembilan orang istri. Beliau telah melakukan akad nikah sebanyak 15 kali, yang dua diceraikan Beliau, sedangkan yang tetap ada sebelas. Kesembilan istri yang ditinggalkan Beliau itu, sesuai dengan urutannya adalah: Saudah binti Zam’ah, Aisyah, Hafsah, Ummu Salmah, Zainab binti Jahsy, Ummu Habiibah, Juwairiyah, Shafiyah dan Maimunah. Ini urutan sesuai dengan perkawinan Beliau dengan mereka.”

 

Hasan Al’adawi di dalam kitab Masyaarigul Anwar berkata: “Dikatakan di dalam kitab Almawaahib bahwa, istri-istri Nabi yang disepakati dan Beliau tidak menceraikan mereka ada sebelas orang, enam orang dari suku Ouraisy, yaitu: Khadijah binti Khuwailid, Aisyah binti Abibakar, Hafsah binti Umar, Ummu Habibah binti Abi Sufyan, Ummu Salmah binti Abi Umayyah, dan Saudah binti Zam’ah. Sedangkan yang empat orang adalah dari suku Arab sekutu-sekutu suku Ouraisy, yaitu: Zainab binti Jahsy, Maimunah binti Alharst, Zainab binti Khuzaimah, dan Juwairiyah binti Alharst. Dan satu dari suku Israil, yaitu Shafiyah binti Huyai Annadhriyyah.”

 

Kemudian Alhamzawi berkata: “Raihanah tidak disebutkan sebagai istri-istri Nabi sallallaahu alaihi wasallam tetapi sebagai gundik. Jika ia dianggap sebagai istri maka semuanya berjumlah dua belas orang. Dan Beliau wafat dengan meninggalkan sembilan Orang istri sebagaimana disebutkan di atas.”

 

Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam tidak kawin kecuali dengan wahyu dari Allah. Beliau bersabda, yang artinya:

 

“Tidaklah aku mengawini seorang wanita atau mengawinkan seorang puteriku kecuali dengan wahyu yang dibawa oleh Jibril dari Tuhanku Jalla wa Azza.”

 

Kemudian Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

حَـمْـزَةُ عَـمُّـهُ وعَـبَّـاسٌ كَذَا * عَمَّـتُـهُ صَـفِيَّـةٌ ذَاتُ احْتِذَا

Artinya: Paman Beliau ialah Hamzah dan Abbas Bibi Beliau Shafiyah yang mengikut ajarannya

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: Paman-paman Nabi sallallaahu alaihi wasallam ada dua belas:

 

1,2. Hamzah dan Abbas.

Hamzah ibunya adalah Maalah binti Ahiib.

Abbas ibunya adalah Oailah binti Mibban.

 

Hamzah selain sebagai paman Nabi, ia juga merupakan saudara sepersusuan Beliau. Sebab keduanya pernah disusui oleh Tsuwaibah. Usianya empat tahun lebih tua daripada Nabi, dan ada pula yang mengatakan dua tahun. Ia adalah singa Allah dan Rasul-Nya. Ia ikut berperang pada peperangan Badr dan Uhud, dan di Uhud ia mati syahid di tangan Wahsyi. Pada saat meninggalnya itu, dijumpai delapan puluh lebih bekas luka, ada yang karena sabetan pedang, tusukan tombak dan tertembus anak panah.

 

Diriwayatkan bahwa ia adalah pemuka orang-orang yang mati syahid. Dan dalam riwayat lain disebutkan: Hamzah adalah sebaik-baik syuhada pada hari kiamat dari umat ini.

 

Kedua riwayat di atas tidak menafikan hadis yang menyatakan bahwa Nabi Yahya bin Zakaria adalah pemuka para syuhada di hari kiamat.

 

Dan diriwayatkan juga, bahwa ‘sebaik-baik pamanku adalah Hamzah’.

 

Adapun Abbas, ia adalah paman Nabi yang paling muda (bungsu). Usianya berbeda dua atau tiga tahun lebih tua daripada Nabi sallallaahu alaihi wasallam. Ia berada di pihak kaum musyrikin di peperangan Badr, karena dipaksa. Dan tertawan bersama-sama tawanan lain. Kemudian ia menebus dirinya. Ia masuk Islam sebelum penaklukan Khaibar. Ia merahasiakan Islamnya sampai penaklukan kota Mekah. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ia sudah masuk Islam sebelum perang Badr, hanya dirahasiakannya. Ia ikut dalam peperangan Hunain. Abbas wafat pada tahun ketiga puluh dua Hijriyah dalam usia 88 tahun. Jenazahnya disalati oleh Utsman bin Affan.

 

  1. Abuthalib.

Ibunya Fatimah bin Amru bin Abid, yang juga adalah ibunda Abdullah, ayahanda Nabi sallallaahu alaihi wasallam. Yang benar ia meninggal dunia dalam keadaan beriman. Nama aslinya adalah Abdumanaf, sedangkan Abuthalib adalah kunyahnya, tetapi ada pula yang mengatakan itu adalah nama dan kunyahnya.

 

Abdulwahab Asysya’rani menukil dari Assubki, bahwa paman Nabi sallallaahu alaihi wasallam Abuthalib, setelah wafatnya, ia dihidupkan kembali oleh Allah Taala lalu menyatakan keimanannya kepada Beliau.

 

Hal ini memang pantas untuknya, karena kecintaan Nabi sallallaahu alaihi wasallam kepadanya yang sangat besar.

 

  1. Abulahab. Ibunya Layin binti Hajir.

Ia dijuluki Abulahab, ia dijuluki demikian karena wajahnya agak kemerah-merahan. Julukannya yang lain adalah Abu Utbah. Nama aslinya adalah Abduluzza. Ia mati kafir dengan nas Alquran. Saudaranya Abbas pernah memimpikannya sesudah satu tahun ia wafat, lalu Abbas bertanya kepadanya: “Apa kabarmu?” Ia menjawab: “Dalam neraka.” “Hanya pada setiap malam Senin saya diberi keringanan bisa mengisap air dari jariku ini (sambil menunjukkan jarinya), karena pada saat itu saya telah memerdekakan Tsuwaibah atas pemberitahuannya akan kelahiran Muhammad sallallaahu alaihi wasallam, dan saya suruh ia menyusuinya.”

 

  1. Alharts. Ibunya Tsemrah binti Jundub.

la merupakan anak tertua (sulung)dari Abdulmutthalib, dan dengan namanya pula Abdulmutthalib dijuluki. Ia tidak sampai menemui masa Islam, karena sudah meninggal dunia sebelum Beliau diangkat menjadi rasul.

 

  1. Zubeir. Ibunya sama dengan ibu Abdullah, ayahanda Nabi sallallaahu alaihi wasallam. Ia tidak menemui masa Islam.

 

  1. Hajl. Ibunya sama dengan ibu Hamzah.

 

  1. Abdulkakbah.

 

Ibunya sama dengan ibu Abdullah. Ia tidak menemui masa Islam, dan tidak mempunyai keturunan.

 

  1. Outsam.

Ibunya adalah sama dengan ibu Alharts. Ia meninggal dunia semasa kanak-kanak.

 

  1. Dhirar .

Ibunya sama dengan Ibu Abbas. Ia meninggal dunia pada masa Nabi menerima wahyu dari Allah Taala, namun ia tidak masuk Islam. Ia termasuk pemuda Ouraisy yang paling cakap dan murah hati (dermawan).

 

  1. Ghaidaq.

Ini adalah julukannya, sedangkan namanya adalah Mush’ab atau Naufel. Ia orang yang sangat dermawan di kalangan suku Ouraisy, dan yang paling banyak harta dan jamuannya. Karena itulah ia dijuluki Ghaidag.

 

  1. Muqawwam.

Ibunya sama dengan ibu Hamzah. Di antara keduabelas paman Nabi sallallaahu alaihi wasallam di atas, yang menjadi saudara kandung ayah Beliau ada tiga, yaitu: Abuthalib, Zubeir dan Abdulkakbah.

 

Adapun bibi Nabi sallallaahu alaihi wasallam ada enam (yaitu bibi dari saudara ayah):

 

  1. Shafiyah.

Ibunya sama dengan ibu Hamzah. Ia adalah ibu dari Zubeir bin Awwam. Ia meninggal dunia di Madinah semasa pemerintahan Umar bin Khattab, tahun 20 Hijriah, dalam usia 73 tahun, dan dikuburkan di Bagi’. Konon, tidak ada di antara bibi-bibi Nabi sallallaahu alaihi wasallam yang masuk Islam selain dirinya. Tetapi ada juga yang mengatakan Arwa dan Athikah juga masuk Islam.

  1. Arwa.
  2. Athikah.
  3. Ummu Hakim.
  4. Barrah, dan
  5. Umaimah.

Tentang keislaman Arwa dan Athikah ada perbedaan pendapat, sedangkan yang tiga terakhir tidak ada perbedaan pendapat mengenai ketidakislamannya.

 

Kelima nama terakhir di atas adalah saudara kandung Abdullah, ayahanda Nabi sallallaahu alaihi wasallam.

 

Adapun saudara-saudara Aminah, ibunda Nabi sallallaahu alaihi wasallam ada lima, tiga laki-laki dan dua perempuan. Yang lakilaki adalah: Aswad, Umair dan Abduyaghuts, sedangkan yang perempuan adalah: Fariidhah dan Faakhitah. Semuanya meninggal dunia sebelum Beliau diangkat menjadi nabi.

 

Selanjutnya Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

وَقَـبْـلَ هِـجْـرَةِ النَّـبِيِّ اْلإِسْرَا * مِـنْ مَـكَّـةٍ لَيْلاً لِقُدْسٍ يُدْرَى

وَبَـعْـدَ إِسْـرَاءٍ عُـرُوْجٌ لِلـسَّمَا * حَتىَّ رَأَى الـنَّـبِـيُّ رَبـًّا كَـلَّمَا

مِنْ غَيْرِ كَيْفٍ وَانْحِصَارٍ وَافْـتَرَضْ * عَـلَـيْهِ خَمْساً بَعْدَ خَمْسِيْنَ فَرَضْ

Artinya: Sebelum Hijrah, Nabi melakukan Isra dari Makkah di malam hari ke Baitiqudsi Setelah Isra, Beliau naik ke langit hingga Nabi melihat Tuhan bercakap-cakap tanpa dibahas bagaimana bercakap-Nya dan mewajibkan lima kali salat fardhu yang asalnya lima puluh

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Maksud bait-bait di atas adalah bahwa wajib atas setiap mukallaf untuk mengitikadkan bahwa Allah Taala telah memuliakan Nabi-Nya sallallaahu alaihi wasallam dengan perjalanan Isra dan Mi’raj di malam hari, sekitar empat jam, tiga jam atau kurang sedikit dari itu. Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa ketika Beliau pulang dari Isra Mi’raj itu, Khadijah masih belum bergeser dari sisinya. Dan dalam riwayat lain disebutkan bahwa, ketika Beliau pulang dari perjalanan tersebut, tempat tidurnya masih hangat.”

 

Peristiwa Isra Mi’raj ini terjadi pada malam Senin, atau Jumat atau Sabtu, ada beberapa pendapat. Dan bulannya adalah bulan Ramadan, Syawwal, Rajab, Dzulhijjah, Rabi ulawwal atau Rabi utstsani, ada beberapa pendapat pula. Sedangkan tahunnya adalah tahun kelima, atau kesepuluh, atau kesebelas, atau kedua belas sesudah Beliau diangkat menjadi nabi, menurut beberapa pendapat. Tetapi yang paling masyhur adalah pada malam Senin tanggal 27 Rajab, satu tahun sebelum Beliau hijrah ke Madinah, perjalanan Isra dari Mekah ke Baitulmagdis dengan menunggang Buraq. Jibril berada di sebelah kanan Beliau dan Mikail di sebelah kiri Beliau.

 

Albarzanji menyatakan di dalam syairnya, yang maksudnya: “Allah Taala telah memperjalankan Sayyidina Muhammad sallallaahu alaihi wasallam dari Mekah pada malam hari menuju masjid Al Aqsha, untuk menyaksikan Dzat Allah Taala.”

 

Buraq adalah hewan berkaki empat, bukan jantan dan bukan betina. Ia lebih kecil sedikit dari baghal dan lebih besar daripada keledai. Jika berjalan, ia letakkan kakinya ke depan sepanjang mata memandang, kemudian dilangkahkannya kaki belakangnya mengikuti gerakan kaki depannya. Dan ini lebih cepat daripada terbang. Ia selalu menggerakkan telinganya karena kehebatan dan kekuatannya. Jika naik gunung, maka kaki belakangnya menjadi lebih panjang, dan kalau menuruni gunung maka kaki depannyalah yang lebih panjang. Ini merupakan keistimewaan Nabi kita Muhammad sallallaahu alaihi wassallam, dan belum pernah terjadi pada nabi-nabi sebelumnya yang pernah menungganginya. Ia dinamakan Buraq karena cepat larinya laksana kilat menyambar.

 

Setelah Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam tiba di masjid Al Aqsha, Beliau meninggalkan Buraq tersebut dalam keadaan terikat di sebongkah batu yang dahulunya pernah menjadi tempat duduk Nabi Daud dan Nabi Sulaiman alaihimassalam, menunggu Beliau kembali dari naik ke langit untuk ditungganginya kembali pulang ke Mekah. Ini adalah riwayat yang masyhur menurut orang-orang yang ahli tentang keadaan Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam.

 

Adapun kisah Mi’raj yang diriwayatkan oleh Bukhari adalah bahwa Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam naik bersama Buraq jitu dari batu tersebut hingga ke suatu tempat yang dikehendaki oleh Allah. Sebelum naik ke langit, Beliau sempat salat dua rakaat dari menjadi imam atas seluruh nabi dan rasul alaihimussalam di Baitulmagdis.

 

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, Isra adalah perjalanan Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam dari masjid Alharam di Mekah ke masjid Al Aqsha di Palestina. Dan Mi’raj adalah perjalanan Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam menembus tujuh petala langit hingga berakhir di Arsy. Kedua perjalanan tersebut dilakukan oleh Baginda dengan jasad dan ruhnya, dalam keadaan jaga bukan tidur (mimpi), satu kali jalan di malam yang sama. Demikian menurut pendapat Jumhur ulama ahli hadis, ahli fikih dan ahli kalam. Dan beritanya telah mencapai derajat mutawatir yang sahih, sehingga tidak boleh berkeyakinan lain dari itu. Ada yang mengatakan bahwa perjalanan Isra dan Mi’raj itu satu kali di kala jaga dan satu kali di kala tidur, ada pula yang mengatakan bahwa Isra itu di suatu malam dan Mi’raj di malam yang lain: dan ada yang mengatakan Isra dalam keadaan jaga dan Mi raj dalam keadaan tidur, ada pula yang mengatakan perbedaan pendapat itu hanya dalam masalah Mi’raj di kala jaga atau tidur, dan ada pendapat lainnya, yaitu Isra itu dua kali dalam keadaan jaga, yang pertama tidak dengan Mi’raj, sedangkan yang kedua kalinya dengan Mi raj.

 

Perjalanan Isra itu telah pasti adanya berdasarkan dalil Alquran dan hadis Nabi sallallaahu alaihi wasallam, — maka barangsiapa mengingkarinya, ia menjadi kafir. Sedangkan Mi’raj itu berdasarkan hadis-hadis yang masyhur, orang yang mengingkarinya tidak kafir tetapi hanya fasik. Demikian dikatakan oleh Bajuri.

 

RINGKASAN KISAH ISRA DAN MI’RAJ.

 

Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam didatangi oleh malaikat Jibril dan Mikail serta malaikat ketiga yang tidak diketahui namanya, ada yang mengatakan namanya Ismail, yaitu malaikat penjaga langit dunia, dan ada pula yang mengatakan ia adalah Israfil. Mereka datang ke kampung Abithalib atau rumahnya atau rumah Ummi Hani, demikian ada beberapa riwayat. Dari riwayatriwayat itu dapat dikatakan, bahwa mereka datang menemuinya di rumah Ummi Hani di kampung Abithalib.

 

Malaikat mengeluarkan Beliau dari sana lalu membawanya ke masjid. Mereka baringkan Beliau sebentar di tembok Kakbah, karena Beliau masih mengantuk. Kemudian setelah benar-benar jaga mereka lalu mengeluarkannya dan membelah dadanya serta membasuh hatinya. Kemudian mereka menaikkannya ke atas Buraq lalu membawanya pergi sampai ke Baitilmaqdis. Selama dalam perjalanan itu, Beliau banyak menyaksikan hal-hal yang aneh dan menakjubkan. Dalam salah satu riwayat disebutkan, bahwa Jibril alaihissalam ikut bersama Beliau menunggang Buraq. Beliau sallallaahu alaihi wasallam melalui kota Madinah, lalu Jibril menyuruhnya turun dan salat di sana dua rakaat. Juga ketika tiba di Madyan, Jibril menyuruhnya turun dan salat dua rakaat. Dan ketika tiba di Baitlahem, tempat kelahiran Nabi Isa alaihissalam, Jibril pun menyuruhnya turun dan salat dua rakaat.

 

Ketika Beliau tiba di Baitilmaqdis, Beliau memasuki masjid dari pintu sebelah timur. Kemudian Beliau dan Jibril melakukan salat dua tahiyatulmasjid dua rakaat. Baru saja Beliau selesai salat, sekonyong-konyong di dalam masjid itu telah dipenuhi banyak orang, dari golongan para nabi, rasul, malaikat, manusia dan jin, dengan badan ruh mereka, ada yang hidup dan ada yang mati.

 

Konon, para nabi dan rasul tersebut datang dengan jasad dan ruh mereka, inilah pendapat yang kuat. Sebab para nabi itu hidup di dalam kubur mereka, mereka mengerjakan salat, berpuasa dan naik haji. Bahkan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa mereka juga kawin. Dan boleh jadi ada orang-orang salih yang menjadi pengikut para nabi itu ikut serta dalam pertemuan tersebut guna memuliakan Nabi kita Muhammad sallallaahu alaihi wasallam. Nabi Muhammad sallallaahu alaihi wasallam mengenali para nabi di antara orang-orang yang berdiri salat, rukuk dan sujud itu.

 

Kemudian Jibril mengumandangkan azan dan igamat untuk salat. Mereka pun semuanya berdiri berbaris-baris sambil menunggu siapa gerangan yang akan menjadi imam. Lalu Jibril memegang tangan Nabi dan membawanya ke mihrab untuk dijadikan imam. Maka Beliau pun mengimami mereka semua, salat dua rakaat. Barisan (shaf) para rasul itu ada tiga shaf, para nabi empat shaf dan malaikat, jin dan manusia shafnya tak terhingga banyaknya. Allah Taala meluaskan masjid itu untuk mereka demi memuliakan Nabi Muhammad sallallaahu alaihi wasallam. Padahal asalnya satu shaf saja tidak sempurna, baik pada hari Jumat atau led, karena ia termasuk masjid yang paling besar. Konon menurut salah satu pendapat, para nabi dan rasul itu hadir dengan ruhnya saja, berbentuk dalam rupa tubuh mereka. Dan ada pula yang mengatakan bahwa, Allah mengangkatkan hijab (tabir gaib) antara Nabi dan mereka di dalam kubur mereka, lalu Beliau salat di masjid dan mereka di kubur mereka.

 

Setelah Beliau selesai salat mengimami mereka, maka Jibril lalu memasang Mi’raj yang bisa dilihat oleh orang yang sedang dicabut nyawanya. Mi’raj itu menjadi tempat naiknya arwah orang-orang mukmin dari anak cucu Adam. Khusus untuk Nabi kita, naik dengan jasadnya, sedangkan bagi kaum mukminin hanya ruhnya saja. Itu hanya untuk memuliakan dan mengagungkan Beliau saja, sebab bisa saja Beliau naik tanpa melalui itu. Ujungnya, yang paling atas berada di atas langit, sedangkan yang paling bawah berada di bongkahan batu yang terdapat di Masjidil Aqsha tadi. Karena ia merupakan bagian masjid yang paling utama, sebab ia berasal dari surga.

 

Mi’raj itu mempunyai anak tangga yang berbeda-beda, ada yang terbuat dari emas, ada pula yang dari perak, begitu seterusnya. Bagian sisinya mirah delima dan sisi lainnya zamrud hijau, ia berasal dari surga Firdaus, dihiasi oleh permata yang indah-indah yang berasal dari surga. Di sebelah kanannya ada malaikat dan di sebelah kirinya juga ada malaikat, sebagai penghormatan bagi tamu Allah itu. Setiap anak tangga tersebut berjarak lima ratus tahun perjalanan, antara langit dan bumi, dan semuanya berjumlah sepuluh anak tangga.

 

Beliau naik melalui anak tangga itu bersama Jibril hingga akhirnya tiba di langit dunia, lalu Jibril minta dibukakan pintunya. Maka pintu pun dibukakan untuk mereka. Demikian seterusnya sampai ke langit ke tujuh. Pada langit pertama, Beliau melihat Nabi Adam alaihissalam dan melihat sungai Nil dan Furat. Pada langit kedua, Beliau melihat Nabi Isa dan Nabi Yahya alaihissalam. Adapun hikmat mereka tinggal berdua bersama-sama di langit kedua, sedangkan di langit selain langit kedua hanya dihuni oleh satu nabi saja, adalah karena kelak Nabi Isa alaihissalam akan turun kembali ke dunia, maka tinggallah Nabi Yahya sendirian di sana. Sehingga setiap langit tidak kosong dari seorang Nabi. Pada langit ketiga, ada Nabi Yusuf alaihissalam. Pada langit keempat ada Nabi Idris alaihissalam. Pada langit kelima, ada Nabi Harun alaihissalam. Pada langit keenam, ada Nabi Musa alaihissalam, dan pada langit ketujuh ada Nabi Ibrahim alaihissalam. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Nabi Idris alaihissalam di langit kedua, Nabi Harun alaihissalam di langit keempat, Nabi Ibrahim alaihissalam di langit keenam dan Nabi Musa alaihissalam di langit ketujuh. Riwayat pertama adalah lebih sahih.

 

Setelah Beliau melewati langit ketujuh, maka disingkapkanlah tabir bagi Beliau, sehingga Beliau dapat melihat Sidratul Muntaha. Kemudian Beliau melewatinya hingga tiba di Mustawa, yaitu suatu tempat yang tinggi dan sangat luas. Yang dimaksud di sini adalah suatu tempat terdengarnya suara (Jalam. Di sana, Beliau mendengar suara Qalam dengan kedua telinganya namun tidak ada yang mengetahui bagaimana cara penulisannya kecuali hanya Allah Taala. Di sana, Jibril berhenti dan tidak ikut melanjutkan perjalanan. Kemudian Beliau masuk ke dalam lautan cahaya, dan terbukalah tujuh puluh ribu lapis cahaya, yang jarak masingmasing hijab itu adalah sejauh lima ratus tahun perjalanan.

 

Diriwayatkan bahwa, ketika Baginda melihat Jibril berhenti dan tidak ikut melanjutkan perjalanan, Beliau berkata: “Apakah seorang sahabat akan meninggalkan sahabatnya?” Jibril menjawab: “Ini adalah magam saya, andaikata saya melewatinya maka saya akan terbakar oleh cahaya itu.” Nabi lalu bertanya: “Apakah Anda mempunyai hajat kepada Tuhanmu?” Jibril menjawab: “Mohonkanlah kepada Allah agar Dia mengizinkan aku membentangkan kedua sayapku bagi umatmu di atas siratal mustakim, supaya mereka bisa melintasinya dengan selamat.”

 

Setelah Baginda berada di hadapan Allah, maka Allah bertanya: “Hai Muhammad, mana permintaan Jibril?” Rasulullah menjawab:

 

“Oh Tuhanku, Engkau lebih mengetahuinya.” Allah lalu berfirman: “Aku telah memperkenankan permintaannya, bagi orang yang mencintaimu dan sahabat-sahabatmu.”

 

Setelah Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam menembus hijab cahaya tadi, lalu Beliau kembali ke Rafrafil Akhdhar, kemudian naik sampai tiba di suatu tempat di bawah Arsy, namun Beliau tidak melewatinya. Di sana Rasulullah sallallaahu alaihi wasallam bersujud sebagai pernyataan hormat, memuliakan dan bersyukur.

 

Dalam sujud tersebut, Beliau diajak bercakap-cakap oleh Tuhannya. Allah berfirman : “Mintalah, niscaya engkau diberi.” Beliau menjawab: “Engkau telah menjadikan Ibrahim sebagai khalil-Mu, Musa Engkau ajak bercakap-cakap, Daud Engkau beri kerajaan yang sangat besar, serta Engkau lunakkan besi untuknya dan Engkau tundukkan gunung baginya: Sulaiman Engkau beri kerajaan yang sangat besar, dan Engkau tundukkan baginya manusia, jin dan setan, serta Engkau tundukkan pula angin untuknya, dan Engkau berikan kerajaan kepadanya yang tidak akan pernah diberikan lagi kepada orang lain sesudahnya, Isa Engkau ajari Kitab Taurat dan Injil, dan Engkau berikan kemampuan kepadanya untuk menyembuhkan penyakit kusta, belang dan menghidupkan orang yang sudah mati dengan izinMu, dan Engkau lindungi dia dan ibunya dari setan yang terkutuk, sehingga setan tidak berdaya menjerumuskan mereka.”

 

Allah Taala menjawab: ” Aku menjadikanmu sebagai kekasihKu. Dan Aku mengutusmu kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira memberi peringatan. Dan Aku lapangkan dadamu. Aku singkirkan bebanmu, Aku tinggikan sebutan namamu, yakni tidaklah Aku disebut kecuali namamu pun disebut bersama-Ku. Dan Aku jadikan umatmu sebagai umat tengah-tengah. Dan Aku jadikan umatmu sebagai umat yang pertama-tama bangkit, menjalani hisab, lewat di sirat dan masuk surga, padahal mereka adalah umat terakhir dalam dunia. Mereka tidak boleh khutbah kecuali setelah bersaksi bahwa engkau adalah hamba dan rasul-Ku. Dan Aku jadikan di antara umatmu suatu kaum yang kitab Alquran tersimpan di dada mereka. Dan Aku jadikan engkau sebagai orang pertama di antara para nabi yang diciptakan dan orang terakhir yang diutus sebagai rasul. Dan Aku jadikan engkau sebagai orang yang memutuskan perkara di antara mereka pada hari kiamat. Dan Aku berikan engkau tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang yang tidak pernah Aku berikan kepada orang lain sebelummu. Dan Aku berikan engkau penutup surah Albagarah yang berasal dari bawah Arsy, yang belum pernah Aku berikan kepada seorang nabi pun sebelummu. Aku beri engkau telaga Alkautsar. Dan aku beri engkau delapan macam: Islam, hijrah, jihad, sedekah, salat, puasa Ramadan, amar ma’ruf dan nahi munkar. Dan Aku jadikan engkau sebagai pembuka bagi segala kebaikan dan penutup para nabi. Dan Aku beri engkau Liwaa-ul hamdi, Adam dan seluruh nabi sesudahnya semuanya berada di bawah panjimu. Dan sejak menciptakan langit dan bumi, Aku telah mewajibkan atasmu dan atas seluruh umatmu lima puluh salat setiap hari dan malam. Maka kerjakanlah salat itu olehmu dan umatmu.”

 

Kemudian Rasulullah berulang-ulang memohonkan keringanan salat tersebut hingga akhirnya menjadi hanya lima kali sehari semalam. Lantas Allah Taala berfirman: “Ya Muhammad.” Baginda menjawab: ” Labbaik wa Sa’daik.” Allah berfirman pula: “Itu adalah lima salat setiap hari dan malam, yaitu setiap satu salat sama dengan sepuluh sehingga semua menjadi lima puluh, tidak ada perubahan dan penghapusan pada ketentuan-Ku. Barangsiapa berniat akan mengerjakan satu kebaikan tetapi tidak dikerjakannya maka akan dituliskan baginya satu kebaikan saja dan kalau dikerjakannya maka akan dituliskan baginya sepuluh kebaikan. Dan barangsiapa berniat akan mengerjakan satu kejahatan tetapi tidak jadi dikerjakannya, tidak akan dituliskan apa-apa atasnya, dan kalau dikerjakannya maka hanya akan dituliskan satu kejahatan saja.”

 

Setelah itu, Rasulullah pun turun kembali ke dunia, dan pulang ke tempat Beliau tidur semula, ternyata tempat itu belum lagi dingin dari hangat badannya.

 

Adapun sebab dipilihnya waktu malam untuk perjalanan Isra tersebut, konon karena waktu malam itu merupakan waktu kosongnya pikiran dari segala keruwetan duniawi dan karena Allah Taala menghapuskan cahaya dari malam dan menjadikannya gelap gulita, sedangkan siang terang benderang dengan cahaya, maka malam pun menjadi sedih. Jadi perjalanan Isra Nabi Muhammad sallallaahu alaihi wasallam itu adalah untuk menyeimbangkan itu karena itulah diriwayatkan, ketika siang membanggakan diri terhadap malam dengan adanya matahari, maka malam pun menjawab: “Jangan berbangga diri dulu, sekalipun matahari dunia memberikan cahayanya kepadamu, maka akan naik matahari wujud di malam hari ke langit. Dan juga karena Beliau adalah pelita, sedangkan pelita itu hanya dinyalakan di malam hari. Dan juga karena Beliau dinamakan bulan purnama di dalam firman Allah “Thaahaa”, huruf tha jumlahnya sembilan, dan huruf haa lima, jadi jumlahnya adalah empat belas yaitu sama dengan bulan purnama.

 

(Hikmat):

 

Utsman bin Hasan Aljuwairi di dalam kitab Durratul Waa’izhin menggatakan bahwa, sebab Isra itu adalah karena bumi membanggakan diri pada langit. Bumi berkata: “Aku lebih darimu, karena Allah Taala telah menghiasiku dengan banyak negeri, laut, sungai, pohon, gunung dan lain-lain.” Langit menjawab: ” Akulah yang lebih darimu, karena matahari, bulan, bintang, falak, buruj, Arsy, Kursi dan surga ada padaku.” Bumi tidak mau kalah, lalu ja berkata: “Padaku ada Baitullah yang dikunjungi orang dan para nabi, rasul, aulia dan orang-orang mukmin tawaf mengelilinginya.” Langit menjawab: “Padaku ada Baitulma mur, para malaikat tawaf mengelilinginya. Dan padaku juga ada surga sebagai tempat arwah para nabi dan rasul, serta aulia dan orang-orang salih seluruhnya.” Bumi masih tidak mau kalah, ia berkata: “Penghulu segala rasul, penutup semua nabi, kekasih Tuhan semesta alam, seutama-utama makhluk sallallaahu alaihi wasallam berdiam padaku dan syariatnya berjalan di atasku.”

 

Mendengar perkataan bumi yang terakhir ini, langit terdiam dan tidak bisa menjawab lagi. Kemudian ia bertawajjuh kepada Allah seraya berkata: “Ilahi, Engkau memperkenankan permintaan orang yang kesulitan, jika ia memohon kepadamu, dan aku tidak mampu menjawab perkataan bumi lagi. Maka aku memohon kepada-Mu agar Engkau naikkan Muhammad kepadaku supaya aku dapat memperoleh kemuliaan dengan wajahnya sebagaimana bumi telah mendapatkannya.” Doa langit itu dikabulkan Allah, lalu Allah mewahyukan kepada Jibril, firman-Nya: “Pergilah ke surga dan ambillah Buraq, kemudian temuilah Muhammad.” Jibril pun melaksanakan perintah itu. Tampak olehnya di dalam surga ada 40 ribu Buraq yang sedang merumput di taman surga, dan di dalil mereka semuanya tertulis nama Muhammad. Jibril melihat di antara buraq-buraq tersebut ada seekor buraq yang sedang menundukkan wajah sambil menangis, dari kedua matanya menetes air mata. Jibril lalu bertanya kepadanya: “Hai buraq, kenapa engkau menangis?” Ia menjawab: “Hai Jibril, sejak empat puluh ribu tahun saya mendengar nama Muhammad, sehingga timbul perasaan cinta saya kepada pemilik nama ini dan saya pun merindukannya. Setelah itu saya tidak berselera lagi makan dan minum karena terbakar oleh api rindu.” Maka Jibril berkata: “Aku akan menyampaikan kepada orang yang engkau rindukan.” Kemudian Jibril memasanginya pelana dan tali kekang dan membawanya kepada Nabi Muhammad sallallaahu alaihi wasallam …. Sehingga akhir kisah yang telah disebutkan di atas.

 

Kemudian Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

وَبَــلَّـغَ اْلأُمَّــةَ بِـاْلإِسـْرَاءِ * وَفَـرْضِ خَـمْـسَةٍ بِلاَ امْتِرَاءِ

Artinya: Beliau menyampaikan berita Isra kepada umat dan kewajiban salat lima waktu tanpa ragu

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Maksud bait di atas adalah bahwa wajib atas setiap mukallaf mengitikadkan bahwa Nabi sallallaahu alaihi wasallam telah menyampaikan kepada umatnya berita tentang Isra dan Mi’raj itu dengan kewajiban salat fardhu lima kali. Itu terjadi pada pagi hari dari malam Isra Mi’raj tersebut. Adapun salat yang pertama-tama muncul dalam Islam adalah salat Zhuhur, karena ia merupakan salat yang pertamatama diajarkan oleh malaikat Jibril kepada Nabi sallallaahu alaihi wasallam. Adapun salat Subuh tidak wajib ketika itu, padahal salat sudah mulai diwajibkan pada malam Isra Mi’raj itu, karena belum diketahui tatacaranya, dan baru diketahui setelah masuk waktu Zhuhur.”

 

Selanjutnya Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

قَـدْ فَـازَ صِـدِّيْقٌ بِتَـصْدِيْقٍ لَـهُ * وَبِـالْـعُرُوْجِ الصِّدْقُ وَافَى أَهْلَهُ

Artinya: Abubakar Assiddiq telah selamat dengan membenarkan Beliau dalam masalah Isra Mi’raj yang cocok dengannya.

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Maksud bait di atas adalah wajib atas setiap mukallaf untuk mengitikadkan bahwa Abubakar telah beruntung dan selamat berkat pembenarannya terhadap berita Isra dan Mi raj yang diberitakan oleh Nabi sallallaahu alaihi wasallam. Dia adalah orang yang pertama-tama sekali membenarkan Nabi dalam perkara Isra Mi’raj tersebut. Karena itulah, ia lalu dijuluki Assiddiq. Namanya adalah Abdullah. Ia adalah seorang sahabat dan putera seorang sahabat. Abubakar adalah julukannya, demikian dikatakan oleh guru kami Yusuf. Dan Ibnu Oadhi Ajalun mengatakan bahwa, Abubakar telah membenarkan Nabi sallallaahu alaihi wasallam dalam setiap perkataan Beliau. Dia selalu langsung membenarkan Nabi sallallaahu alaihi wasallam, dan tidak pernah ragu satu kali pun, karena itulah ia dijuluki Assiddiq.

 

Ada sedikit perbedaan pendapat dalam masalah namanya, ada yang mengatakan namanya adalah Atiiq, tetapi yang benar adalah Abdullah, dan Atiq adalah gelarnya, sebab ia terlepas (atiiqun) dari api neraka.” Muhammad Ilyas berkata: “Abubakar adalah Abdullah bin Utsman bin Abi Oahafah, ini menurut pendapat yang masyhur.”

 

Kemudian Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

وَهَــذِهِ عَـقِـيْـدَةٌ مُـخْـتَصَرَهْ * وَلِـلْـعَـوَامِ سَـهْـلَةٌ مُيَسَّرَهْ

Artinya: Ini adalah akidah singkat mudah dipahami oleh orang awam

 

PENJELASAN:

“Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Maksud bait ini adalah bahwa kalimat-kalimat dalam untaian bait ini dari awal hingga akhir akidah merupakan kalimat yang singkat padat namun luas maknanya, sehingga mudah dipahami dan dihafalkan, serta tidak sulit diucapkan oleh orang awam sekalipun.”

 

Selanjutnya Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

نـَاظِـمُ تِلْـكَ أَحْـمَدُ الْمَرْزُوقِيْ * مَـنْ يَنْـتَمِي لِلصَّادِقِ الْمَصْدُوْقِ

Artinya: Penyusun akidah tersebut ialah Ahmad Almarzuqi yang nasabnya sampai kepada Asaadiqil Mashduuqi

 

PENJELASAN:

Penyusun kitab Agidatul Awam ini ialah Syaikh Ahmad Almarzuqi. Almarzuqi adalah julukan nasabnya sampai kepada Al Arif billah Assayyid Marzuug Alkafaafi, yang nasabnya sampai kepada Nabi sallallaahu alaihi wasallam.

 

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Penyusun kitab ini telah menyusun pula syarahnya dengan judul Tahshiilu Linailil Maraam, dan saya pun telah membahas kitab tersebut dalam buku tersendiri, sekalipun saya sebenarnya bukan ahlinya, namun sekedar untuk memperoleh doa beliau yang mustajab. Karena itulah, apabila Anda menemukan dalam kitab ini sesuatu yang berbeda dengan tulisan penyusun, harap Anda memakluminya. Imam Suyuthi rahimahullah berkata: “Pemilik rumah lebih mengetahui akan barang-barang yang ada di dalam rumahnya.” Sebagian besar ulama mengatakan bahwa kebenaran itu lebih pantas untuk diikuti. Maka saya harap agar Anda membetulkan kesalahan saya dengan kebenaran beliau, berikanlah kepada sesuatu yang pantas untuknya. Imam Ali Karramallaahu wajhah berkata: ‘Jangan memandang kepada orang yang berkata, tetapi pandanglah apa yang dikatakannya. Maksudnya, jika Anda mendengar suatu perkataan, maka jangan melihat kepada keadaan orang yang berkata itu, tetapi lihatlah apa isi perkataannya. Sebab kemungkinan ada orang bodoh yang mengeluarkan perkataan yang baik, dan mungkin pula seorang yang terhormat mengeluarkan perkataan yang keji.” Selanjutnya Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

والْحَـمْـدُ ِللهِ وَصَـلَّى سَـلَّمَا * عَلَـى النَّبِيِّ خَيْرِ مَنْ قَدْ عَلَّمَا

وَاْلآلِ وَالـصَّـحْـبِ وَكُـلِّ مُرْشِدِ * وَكُـلِّ مَـنْ بِخَيْرِ هَدْيٍ يَقْتَدِي

Artinya: Segala puji bagi Allah dan salawat serta salam tercurah kepada Nabi, sebaik-baik orang yang mengajar juga kepada keluarga, sahabat dan semua mursyid dan kepada semua orang yang mengikuti kebaikan petunjuk

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Karena selesainya penyusunan kitab ini merupakan suatu nikmat yang tak terhingga, maka penyusunnya memanjatkan pujian ke hadirat Allah sebagaimana yang dilakukannya di awal penyusunan kitab ini. Seakan-akan Syaikh Ahmad hendak mengatakan, ‘Saya memanjatkan pujian kepada Allah karena telah memberikan kemampuan kepada saya untuk menyelesaikan penulisan kitab ini sebagaimana Dia telah memberikannya pada awal penulisan kitab ini. Dan juga berdasarkan sebuah hadis yang artinya: ‘Tidaklah suatu kaum duduk di suatu majlis tanpa menyebut asma Allah dan tanpa bersalawat kepada Rasulullah, melainkan mereka akan menderita kekurangan. Jika Allah menghendaki, niscaya Dia menyiksa mereka, dan jika Dia menghendaki, niscaya Dia mengampuni mereka. (Diriwayatkan oleh Attirmidzi dan Ibnu Hajah). Dan dalam riwayat lain disebutkan: … niscaya mereka akan menyesal di hari kiamat kelak, sekalipun mereka masuk surga.”

 

Kemudian Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

وَأَسْـأَلُ الْكَـرِيْمَ إِخْـلاَصَ الْعَمَلْ * ونَـفْـعَ كُـلِّ مَنْ بِهَا قَدِ اشْتَغَلْ

Artinya: Saya memohon kepada Allah Yang Maha Pemurah ikhlas dalam amal dan semoga bermanfaat bagi setiap orang yang mempelajarinya

 

PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Ketahuilah bahwa ikhlas itu ada tiga tingkatan, (pertama) Anda menyembah Allah atau beramal dengan suatu amal bukan karena menginginkan pahala atau menghindari siksa, namun semata-mata karena Dia adalah Tuhan Anda dan Anda adalah hamba-Nya. Ini tingkatan yang paling tinggi. (Kedua) Anda menyembah Allah atau berbuat taat kepada-Nya karena mencari: pahala atau takut siksa, atau karena menginginkan surga dan takut neraka. Ini adalah tingkatan pertengahan. (Ketiga) Anda menyembah-Nya karena ingin memperoleh kemuliaan dengan dikaitkannya nama Anda kepada-Nya, seperti kalau dikatakan, “Anda Abid’ atau “Anda seorang salih”, atau karena ingin memperoleh materi keduniaan, seperti kalau Anda membaca surah Alwagi’ah supaya kaya, dan sebagainya. Ini adalah tingkatan yang terendah. Selain yang tiga ini adalah beramal karena riya (ingin dipuji) atau sum’ah (ingin populer), maka ini adalah haram, karena ketiadaan ikhlas. Fudhail bin Iyaadh berkata: “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya, beramal karena manusia adalah syirik, dan ikhlas adalah bebas dari keduanya itu.”

 

Selanjutnya Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

أبْيَاتُهَا (مَـيْـزٌ) بِـعَدِّ الْجُمَّلِ * تَارِيْخُها (لِيْ حَيُّ غُرٍّ) جُمَّلِ

Artinya: Jumlah bait-baitnya mayzun dengan hitungan jumal tanggalnya lii hayyun ghurra dengan jumal

 

PENJELASAN:

 

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Maksudnya adalah, jumlah bait-bait akidah ini adalah 57 bait sesuai dengan jumlah huruf mayzun ( ), huruf mim ( )40, huruf ya’ ( )10, dan huruf zai ( )7, semuanya 57. Sedangkan selesai penulisan naskah ini adalah pada tahun 1258, sesuai dengan jumlah huruf lii hayyun ghurrin (  )

 

Selanjutnya Syaikh Ahmad Almarzuqi rahimahullah berkata:

سَـمَّـيْـتُـهَا عَـقِـيْدَةَ الْـعَوَامِ * مِـنْ وَاجِبٍ فِي الدِّيْنِ بِالتَّمَامِ

Artinya: Dan saya beri nama Aqiidatul Awaam mengenai yang wajib dalam masalah agama dengan lengkap PENJELASAN:

Syaikh Nawawi rahimahullah berkata: “Syaikh Ahmad menamakan kitabnya dengan judul Aqiidatul ‘Awaam, yang mengandung akidah-akidah yang wajib diketahui oleh setiap mukallaf.”

 

Syaikh Nawawi rahimahullah mulai menulis kitabnya yang berjudul Nuuruzh Zhalaam, yaitu Syarah Aqiidatul Awaam ini, pada hari Selasa sesudah Zhuhur tanggal 13 Syawwal tahun 1277 Hijriah, dan selesai pada hari Sabtu waktu Dhuhaa tanggal 24 di bulan dan tahun yang sama. Ditulis di kota Mekah yang mulia.

 

Semoga Allah memberikan berkah ilmu dan doa mereka kepada kita semua, Amin.

 

Salawat dan salam selalu terhatur ke haribaan junjungan kita Nabi Muhammad sallallaahu alaihi wasallam, juga kepada keluarga dan para sahabatnya, wal hamdu lillaahi rabbil aalamiin.