Kitab Qotrul Ghoits Dan Terjemah [PDF]

segala puji bagi Allah yang menunjukka kita kepada islam dan iman, dan menhususkan sebagian hambanya dengan taat, dan sebagian dengan kemaksiatan, dan solawat serta salam semoga untuk utusan yang paling mulia, junjungan anak adam, junjungan kita Muhammad beserta keluarga, sahabat, istri-istri, dan keturunan beliau dengan hitungan gorosan pena.

setelah itu, berkata orang yang banyak dosa, Muhammad ibn Umar ibn Arabi As Syafi’i, ini adalah Syarah dari permasalahan syekh imam abi laits al Muhaddis al Mufassir yang terkenal dengan sebutan imamul Huda Nasr ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Ibrohim al Hanafi As Samarqondi. yang menjelaskan maknayan dan menguatkan lafadya. dan aku beri nama:

tetesan hujan tenteng penjelasan masalah-masalah abi laits

dan aku meminta kepada Allah agar memberi manfaat kepada orang yang menerimanya dengan hati yang sehat, dan menjadikan ikhlas untuk dzatnya yang mulia, sesungguhnya Allah maha pengasih lagi maha penyayang.

(dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang) nama yang agung bukan musytaq bukan juga manqul. al di situ adalah zaidah litta’rif, bahkan diletakkan untuk itu, itu adalah nama yang mengumpulkan untuk seluruh nama nama Allah yang baik dan sifat-sifatNya lang luhur. Rohman: banyak kasih-sayangnya dengan nikmat-nikmat yang agung. Rohim: banyak kasih sayangnya dengan nikmat-nikmat yang kecil. mengususkan penamaan dengan nama nama ini agar orang yang pandai mengetahui bahwa yang behak untuk dimintai tolong di setiap perkata adalah yang disembah secara hak, yang memberti seluruh nikmat, yang besar maupun yang kecil.

Mushonnif membuka kitab ini dengan dengan basmalah karena mengikuti kitab-kitab langit, dan melaksanakan dengan hadist yang diriwayatkan. seperti yang di riwayatkan dari rasulullah SAW. jika seorang hamba menulis bismillahir rohmanir rohim di suatu papan atau di suatu kitab , maka para malaikat mencatat pahala baginya, dan memintakkan ampunan kepada dia, selama nama tersebut masih di papan atau kitab.

(segala puji bagi Allah tuhan semesta Alam) maksudnya: pemilik seluruh makhluk. (dan akhir yang baik) maksudnya: pahala yang terpuji (untuk orang orang yang bertaqwa) maksudnya: siksa Allah ta’ala kerena meniggalkan maksiat. (dan selawat) maksudnya: tambahnya rahmat dari Allah yang bersamaan dengan pengagungan (dan salam) maksudnya: penghurmatan dari Allah ta’ala (untuk junjungan kita Muhammad) yaitu ibn abdillah, makhluk yang paling sempurna secara dhohir batin, yang diutus di makkan dan dimakamkan di madinah. (dan keluarganya) maksudnya: para penolong beliau yang terdiri dari orang-orang yang beriman. (dan sahabat-sahabat beliau) mereka adalah yang berkumpul bersama nabi SAW di kehidupan beliau, setelah kenabian beliau, yang beriman kepada beliau. dan sahabat yang ketika rasulullah meninggal dan mereka dalam keadaan hidup itu ada 124.000 sahabat ra. seperti hitungan para nabi dan hitungan para wali di setiap masa.

(jika dikatakan padamu) wahai orang yang beriman (apa itu iman?) maksudnya: apa hubungan-hubungan iman yang iman adalah membernarkan?

(maka jawabnya) kamu hendaknya berkata (saya beriman) maksudnya: saya membenarkan dan menetapkan (kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, utusan-utusanNya, hari akhir dan qodar) dengan fathahnya dal (baiknya dan buruknya dari Allah ta’ala) ini adalah seperti yang diriwayatka muslim dari sayyidina umar dari hadits jibril, dan jika kita mengambil dari riwayat bukhori maka dari abi Hurairah dari hadits jibril juga. maka kau mengucapkan, saya beriman kepada Allah, malaikatNya, bertemuNya, dan utusanNya, dan kepada kebangkitan. maknanya: saya membenarkan akan keberadaan Allah dan dengan sifat-sifatnya yang wajib bagiNya, dan keberadaan malaikan, dan mereka adalah hamba yang dimuliakan. dan membenarkan melihat Allah di akhirat bagi orang-orang yang beriman, dan bahwa utusan-utusan Allah adalah benar tentang apa yang mereka sampaikan dari Allah, dan membenarkan kebangkitan dari kubur.

sebagian ulama’ berkata: barang siapa belajar saat kecil: saya beriman kepada Allah, malaikatNya, kitab-kitabNya, utusan-utusanNya, hari akhir dan Qodar baik buruknya dari Allah, dan mengetahui bahwa hal tersebut adalah iman, hanya saja ia tidah tahu penjelasannya, maka tidak dihukumi akan keimannya.

sebagian ulama berkata: keimaman seseoang ketika putus asa, maksudnya waktu sakaratul maut, ketika melihat tempatnya di sorga atau di neraka, tidak diterima, karena tidak melakasanakan perintah dalam keadaan dapat memilih. karena sorang hamba melihat tempatnya dalam waktu itu, seperti yang diriwayatkan dari nabi SAW. beliau bersabda: sesungguhnya seorang hamba tidak bakal mati kecuali ia melihat tempatnya di sorga atau di neraka. berbeda taubatnya orang yang putus asa, maka diterima, setelah baiknya iman, karena diriwayatkan dari ibn Umar ia berkata: rasulullah bersabda: diterima taubat seseorang yang beriman selagi belum mengorok. maksudnya sebelum ruhnya sampai hukqum.

dan ketahuilah bahwa iman kepada Allah itu terbagi menjadi tiga bagian: iman taqlidi, iman tahqiqi, dan iman istidlali.

taqlidi adalah seorang beriman akan ke-esa-an Allah kerana mengikuti ucapan ulama’, tanpa bukti. iman ini tidak aman dari goncangan meragukannya orang yang meragukan.

Haqiqi adalah adalah seorang memantapkan hatinya atas ke-esa-an Allah, sekira jika ada orang yang punya ilmu berbeda dengannya tentang yang dimantapi hatinya, maka ia tidak menemukan kesalahan dalam hatinya.

Istidlali adalah: seorang mencari dalil dari sesuatu yang diciptakan untuk yang menciptakan, dan dari bekas untuk pemberi bekas, bekas itu menunjukkan terhadap yang memberi bekas, dan bagunan menunjukkan terhadap yang membangun, dan yang diciptakan menunjukkan yang menciptakan, dan anak onta menunjukkan terhadap unta, karena bekas tanpa ada yang memberi bekas itu muhal

Apabila ditanyakan kepada anda: “Bagaimana anda beriman kepada Allah?”

 

Maka jawabnya: “Bahwasanya Allah Ta’ala adalah Esa, Maha Hidup, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, Maha Berkehendak, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Bicara, Maha Kekal, Maha Mencipta, Maha Memberi rezeki, Dia adalah Tuhan dan Penguasa tanpa sekutu dan tanpa ada penentang. ”

 

Penjelasan:

 

Allah Maha Esa (Ahad), maksudnya Allah itu satu atau tunggal sifat-sifat-Nya tidak ada yang menyekutukan-Nya. Juga Esa Zat-Nya, tiada sekutu bagi-Nya.

 

Allah Maha Hidup (Hayyun), artinya Dia Tuhan yang hidup, dengan kehidupan yang terdahulu dan zat-Nya berdiri sendiri tanpa ruh.

 

Allah Maha Mengetahui (“Aalimun), artinya Allah itu Tuhan Yang mengetahui dengan pengetahuan yang gadim yang berdiri sendiri dengan zat-Nya meliputi segala perkara yang wajib, jaiz, dan mustahil adanya.

 

Allah Maha Kuasa (Qaadir), artinya Allah bersifat Maha Kuasa dengan kekuasaan yang gadim dan beridiri sendiri dengan zatNya tanpa usaha dan perantara. Berkuasa yang tak kunjung lemah. Berkuasa meliputi hubungan segala perkara yang mungkin wujudnya.

 

Allah Maha Berkehendak (Muriid), artinya Allah Berkehendak terhadap apa saja dengan kehendak yang terdahulu dan yang berdiri sendiri tetap pada zat-Nya.

 

Allah Maha Mendengar (Samii’), artinya Allah Tuhan Yang Maha Mendengar, meksudnya mendengar segala macam perkara yang didengar pendengaran yang gadim yang tetap dengan zat-Nya.

 

Allah Maha Melihat (Bashiir), artinya Allah Allah melihat segala perkara yang terlihat dikala wujudnya perkara yang dilihat itu dengan penglihatan yang gadim yang tetap dengan zat-Nya.

 

Allah Maha Berkata (Mutakallim), artinya Allah Maha Berbicara dengan Pembicaraan yang gadim lagi kekal yang berdiri sendiri dengan zat-Nya. Pembicaraan Allah tanpa huruf dan tanpa suara. Jadi ucapan Allah tidak diketahui sifat tidak ada dan tidak kedatangan sifat tidak ada. Pembicaraan Allah itu ada yang berhubungan dengan perkara yang wajib wujudnya, sebagaimana firman-Nya:

 

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku…” (QS. Thaha: 14)

 

Kalam Allah berhubungan dengan perkara yang mustahil wujudnya, sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

 

“Sesungguhnya kafirlah orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga.” (QS. Al Maidah: 73)

 

Dan yang berhubungan dengan perkara yang jaiz, sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

 

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu per uat itu.” (QS. Ash-Shaffat: 96)

 

Menurut pendapat yang benar, arti lafadh Al Qur’an yang kita baca adalah perkara yang menjadi hubungan dengan perkataan Allah yang gadim. Demikian sebagaimana pendapat Ibnu Qasim yang telah disepakati seluruh Ulama Mutaakhirin.

 

Apabila anda ditanya apakah Al Qur’an itu “Qadim ” atau “Hadits”, maka perlu anda tanyakan dulu pada penanya apa yang dimaksud Al-Qur’an itu? Jika penanya mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Kalam Qadim yang tetap pada Zat Allah Ta’ala yang kita baca, maka Al-Qur’an itu Qadim. Karena sifat terdahulunya Zat, dimana Al-Qur’an itu Kalam Allah yang menjadi salah satu dari sifat yang wajib menjadi sifatnya Zat (Allah). Tetapi jika penanya mengatakan, bahwa yang dimaksud adalah apa yang berada di antara sampul dua tangkuban yaitu tulisan yang ada di kertas, maka anda jawab bahwa Al-Qur’an itu hadits (baru). Tetapi jika yang dimaksudkan maknanya, maka anda jawab bahwa lafadh yang menunjukkan kepada Zat Allah, atau sifat Allah, atau cerita tentang Allah, itu semuanya adalah gadim (dahulu). Dan lafadh yang menunjukkan kepada perkara yang baru (ciptaan Allah) atau sifat perkara yang baru seperti zat dan sifat makhluk, seperti kebodohan kita dan kepandaian kita, itu semua adalah baru. Demikian pula cerita-cerita perkara yang baru.

 

Perkataan-perkataan itu dinamakan Kalam Allah karena mengandung arti perkataan Allah, yang bisanya dipahami hanya apabila dikatakan. Jika dikatakan dengan bahasa Arab disebut Al Qur’an, Jika dengan bahasa Ibrani yaitu bahasa orang Yahudi disebut Taurat, apabila dengan bahasa Suryani disebut Injil, dan Zabur.

 

Perbedaan perkataan itu tidak memastikan perbedaan ucapan. Sebagaimana Allah Pencipta langit dan bumi, ini dapat dikatakan dengan berbagai macam perkataan. Sedangkan Zat Allah Ta’ala adalah Esa.

 

Allah Maha Kekal (Baaqin,) artinya Allah itu Maha Kekal dengan Zat-Nya yang Maha Luhur, maksudnya kekal wujudnya dan tidak menerima kerusakan.

 

Allah Maha Pencipta (Khallaag), artinya Allah itu banyak sekali menciptakan berbagai macam makhluk dengan kekuasaan-Nya. Dia

 

terus-menerus menentukan apa saja yang ditentukan dengan kehendak-Nya.

 

Allah Maha Pemberi rizki (Razzaq), artinya Allah-lah yang menciptakan dan terus-menerus memberikan rizki kepada seluruh makhluk-Nya.

 

Sebutan rizki itu tidak tertentu pada makanan dan minuman saja. Tetapi segala apa saja yang memberikan manfaat bagi binatang. Baik berupa makanan, minuman, bahkan pakaian dan lainnya. Diantara rizki yang terbesar adalah pertolongan Allah untuk melakukan ketaatan.

 

Rizki itu ada dua macam, yaitu rizki lahir seperti bahan kekuatan dan makanan untuk keperluan tubuh. Yang kedua rizki batin, yaitu macam-macam makrifat dan mukasyafah. Rizki batin ini untuk keperluan hati dan segala yang rahasia. Katahuilah, bahwa Allah Ta’ala mendatangkan rizki kepada seluruh makhluk-Nya. Diantara sebab-sebab yang menjadikan luasnya rizki adalah dengan memperbanyak melakukan shalat, berdasarkan Firman Allah Ta’ala:

 

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa”. (QS. Thaha: 132)

 

Kemudian hendaknya memperbanyak membaca Shalawat Nabi dan istighfar. Allah Zat yang Merajai dan disembah, seperti lafadh “Rabbunallah =Tuhan kami adalah Allah”. Allah Tuhan yang menguasai, seperti Fiman Allah “Lillaahi Mulkus samaawaati wal ardli = Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi”. Tidak ada yang menyekutukan Allah dalam ke-Tuhanan-Nya. Tidak ada yang menyamai dan tiada yang serupa dan persis. Bedanya “menyamai” dan “serupa” serta “persis”, kalau menyamai adalah kesamaan sekalipun dalam satu sifat. Kalau serupa artinya ada yang sama dari sebagian sifat-sifatnya, sedangkan persis yaitu perkara yang manyamai dalam seluruh sifat-sifatnya.

 

Siapa meninggalkan empat kalimat maka sempurnalah imannya. Yaitu: Dimana, Bagaimana, Kapan dan Berapa?

 

Apabila ada orang yang bertanya pada anda: “Dimana Allah?” Jawablah: “Allah tidak bertempat dan tidak dilalui oleh masa.”

 

Apabila anda ditanya:” Bagaimana sifat Allah?” Jawablah:”Tidak ada sesuatu yang menyamai-Nya”.

 

Apabila anda ditanya:” Kapan adanya Allah?” Jawablah: “Pertama tanpa permulaan dan terakhir tanpa penghabisan”.

 

Apabila anda ditanya : “Berapakah Allah?” Jawablah:: “Satu tidak dari sedikit, Dialah Allah Maha Esa”.

 

“Katakanlah: “Dia adalah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan tempat bergantung segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al Ikhlash: 1-4)

 

 

 

 

Apabila ditanyakan kepada anda: “Bagaimana anda beriman kepada malaikat?”

 

Maka jawabnya: “Bahwasanya malaikat itu banyak sekali dan bermacam-macam tingkahnya, perbuatan (pekerjaan)nya, dan bentuknya. Diantara para malaikat itu adalah Malaikat Hamalatul “arsyi, Malaikat Haaffun, Malaikat Ruhaniyun, Malaikat Karabiyyun, Malaikat Safarah, yaitu: Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail, Malaikat Hafazhah dan Malaikat Katabah. Para malaikat itu adalah makhluk yang mengabdi kepada Allah, tidak laki-laki dan tidak perempuan, tidak memiliki syahwat atau nafsu, tidak memiliki ayah atau ibu, tidak makan dan tidak minum, tidak pernah membangkang kepada Allah dalam menjalankan tugas yang diperintahkan kepadanya dan selalu mengiyakan apa yang diperintahkan. Mencintai para malaikat adalah syarat sahnya iman seseorang, sedangkan membenci mereka adalah suatu kekufuran.

 

Penjelasan:

 

Malaikat banyak sekali jumlahnya, hanya Allah-lah yang mengetahuinya, mereka itu bermacam-macam keadaan, tugas dan bentuknya, di antara Malaikat itu ada yang disebut:

 

  1. Malaikat Hamalatul Arsyi, yaitu para malaikat pemikul Arasy. Mereka ini tingkatan para malaikat tertinggi dan pertama kali diciptakan. Mereka di dunia ada empat dan di hari kiamat kelak delapan. Bentuknya seperti kambing, antara tapak kaki sampai lututnya dapat ditempuh perjalanan tujuh puluh tahun bagai burung yang cepat terbangnya.

 

Adapun sifat Arasy sebagaimana disebutkan adalah benda hijau, yaitu merupakan makhluk Allah yang terbesar. Setiap hari dikenakan seribu macam warna dari cahaya. Makhluk-makhluk Allah Ta’ala tidak akan mampu memandang kebesaran Arasy itu. Seluruh makhluk di dalam Arasy itu bagaikan kolong yang terletak di tanah lapang. Disebutkan pula, bahwa Arasy itu menjadi kiblat penduduk langit, sebagaimana Ka’bah menjadi kiblat penduduk bumi.

 

  1. Malaikat Haffun, yaitu para malaikat yang mengelilingi Arasy.

 

Imam Wahab bin Munabbih berkata : “Bahwasanya di sekitar Arasy itu ada 70.000 (tujuh puluh ribu) barisan malaikat. Satu baris di belakang barisan itu berhadap-hadapan. Mereka sama membaca tahlil, yang lain membaca takbir. Di belakang 70.000 barisan malaikat itu terdapat 70.000 barisan malaikat yang sama berdiri, tangannya dikalungkan pada lehernya dan diletakkan pada pundak-pundak mereka. Apabila mereka mendengar bacaan takbir dan tahlil para malaikat yang sedang thawaf tadi dengan mengeraskan suaranya, maka mereka mengucapkan :

 

“Maha Suci Engkau ya Allah dan dengan memuji kepada-Mu. Alangkah ke-Agungan-Mu dan ke-Arisan-Mu. Engkaulah Allah, tiada Tuhan selain Engkau, Engkau Maha Besar dan seluruh makhluk kembali kepada Mu”,

 

Di belakang 70.000 barisan malaikat yang berdiri, ada 100,000 (seratus ribu) barisan malaikat lagi, mereka meletakkan tangan kanan, nya dengan tangan kirinya dengan membaca tasbih. Antara satu sayap jaraknya perjalanan 800 (delapan ratus) tahun, Antara daun telinga dengan pundaknya jaraknya perjalanan 400 (empat ratus) tahun,

 

Allah Ta’ala membuat tabir antara para malaikat yang berada di kanan kira Arasy itu dengan tujuh puluh tabir dari cahaya, tujuh puluh tabir dari gelap, 70 tabir dari intan putih, 70 tabir dari air, dan 70 tabir dari kesejukan, yang hanya diketahui oleh Allah.

 

3, Malaikat Ruhaniyun, yaitu malaikat bangsa ruhani, mereka berada di bumi putih seperti marmer, luasnya seluas perjalanan matahari 40 hari, panjangnya tidak ada yang mengetahui kecuali Allah. Suara mereka sangat ramai dengan bacaan tasbih dan tahlil. Andaikata suara mereka dibuka dan diperdengarkan pada penduduk bumi maka mereka sungguh hancur karena kerasnya suara itu. Pangkal barisan malaikat ruhani itu adalah hingga sampai pada para malaikat pemikul Arasy.

 

  1. Malaikat Karabiyyun, adalah kepala-kepalanya para malaikat, yang berada di sekitar Arasy.

 

5, Malaikat Safarah, yaitu para malaikat yang menjadi penghubung antara Allah dengan para Nabi dan orang-orang saleh. Mereka inilah yang menyampaikan perintah-perintah Allah melalui wahyu, ilham dan mimpi yang baik kepada para Nabi dan orang-orang saleh. Mereka juga sebagai penghubung antara Allah dengan para makhluk-Nya, mendatangkan bukti ciptaan Allah.

 

Malaikat Safarah ini ada empat, yaitu: Jibril, Mikail, Israfil. dan Izrail. Jibril adalah malaikat yang turun kepada Nabi, Mikail bertugas mengatur hujan, Israfil bertugas meniup sangkakala pada hari kiamat sehingga para makhluk menjadi mati, dan meniup kembali untuk menghidupkan orang yang sudah mati. Kemudian seluruh nyawa kembali pada tubuhnya masing-masing. Izrail bertugas mencabut nyawa. Apabila seorang hamba telah sampai ajalnya, maka Allah memerintahkan malaikat juru pati untuk mencabut nyawa seorang hamba.

 

Malaikat juru pati mempunyai para pembantu malaikat yang diperintah untuk mencabut nyawa seorang hamba dari tubuhnya. Jika nyawa telah sampai kerongkongan lalu dikerjakan sendiri oleh malaikat juru pati. Keluarnya nyawa melalui ubun-ubun sebagaimana masuknya nyawa juga melalui ubun-ubun. Adapun terbukanya mulut seseorang yang kedatangan maut sewaktu akan keluarnya nyawa ada yang mengatakan adalah karena gawatnya apa yang dilihat ketika itu.

 

  1. Malaikat Hafazhah, yaitu Malaikat yang menjaga dan mengawal setiap orang.

 

Muhammad Al Khalili berkata: Diriwayatkan,

 

“Bahwa Sahabat Utsman bin Affan ra. bertanya kepada Nabi : “Berapakah malaikat yang menjaga manusia?” Nabi bersabda : “Ada dua puluh malaikat, ada seorang malaikat yang berada disebelah kanan kamu mencatat amal kebaikanmu. Malaikat ini lebih dipercaya oleh malaikat yang ada di sebelah . Jika kamu melakukan amal kebaikan, maka dicatat sepuluh. Apabila kamu melakukan kejelekan, maka malaikat yang berada disebelah kiri berkata kepada malaikat yang kanan: “Apakah saya tulis?” Yang kanan menjawab: “Biarkan dulu selama tujuh jam, barangkali dia bertaubat”. Jika seorang hamba itu tidak bertaubat, maka malaikat sebelah kanan mengatakan: “Tulislah!” Nama malaikat sebelah kanan adalah Raqib, yaitu bertugas mencatat amal kebaikan seorang hamba. Sedangkan yang sebelah kiri bernama malaikat Atid, bertugas mencatat amal kejahatan seorang hamba. Ada dua orang malaikat lagi yang berada di muka dan di belakang kamu. Ada lagi seorang malaikat yang menguasai ubun-ubun kamu. Jika kamu merendahkan diri kepada Allah, maka ditinggikanlah derajatmu. Jika kamu menyombongkan diri kepada Allah, maka ia akan merusak kamu dengan merusak agamamu. Dua malaikat pada kedua bibir kamu, keduanya tidak menjaga kamu melainkan kamu membaca shalawat atas Nabi Seorang malaikat yang menjaga mulutmu, sehingga ular dan serangga tidak akan masuk pada mulutmu. Dua malaikat lagi yang menjaga matamu. Ada yang mengatakan namanya adalah malaikat Syuyah. Semuanya itu berjumlah sepuluh malaikat untuk menjaga setiap manusia. Kemudian para malaikat yang bertugas malam hari turun untuk menggantikan para malaikat yang bertugas siang hari. Jadi seluruhnya berjumlah dua puluh.”

 

Allah berfirman:

 

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. Ar Ra’d: 11)

 

  1. Malaikat Katabah, yaitu para malaikat yang memindahkan ketetapan-ketetapan dari Lauh Mahfudh, yaitu para malaikat-malaikat yang mulia-mulia sebagai penulis.

 

Diantara para malaikat ada yang memiliki dua sayap, tiga sayap dan empat sayap bahkan ditambah lebih banyak lagi oleh Allah sesuai kehendak-Nya.

 

Allah telah berfirman:

 

“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (Malaikat-malaikat) yang mengawasimu yang mulia di sisi Allah dan yang mencatat (pekerjaan) mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Infithar: 10-12)

 

Perlu diingat, bahwa kata “Hamalah    Safarah    dan Katabah     adalah jamak dari kata “Hamil   , Safir      dan Katib   .

 

Para malaikat itu seluruhnya diciptakan oleh Allah sebagai hamba-Nya. Mereka tidak mengucapkan sesuatu jika Allah tidak mengatakannya, Seperti halnya kebiasaan para budak yang dididik budi pekerti.

 

Para malaikat tidak bersifat laki-laki atau perempuan. Maka siapa yang beri’tikad bahwa malaikat itu perempuan atau banci dia adalah kafir berdasarkan kesepakatan Ulama. Siapa yang beri’tikad kalau malaikat itu laki-laki dia adalah fasik. Malaikat juga tidak mempunyai syahwat dan nafsu.

 

Adapun nafsu itu ada tujuh tingkatan, yaitu:

 

  1. Nafsu Ammarah (. )

Tempatnya ada di dada, rangkaiannya adalah kikir, loba terhadap dunia, dengki, bodoh, sombong, sahwat, dan marah.

 

  1. Nafsu Lawwamah (. )

Tempatnya di hati, yaitu dibawah punting payudara kiri kira-kira dua jari. Termasuk nafsu lawwamah adalah senang mencela, senang menipu, mengagumi diri, menuturkan kejelekan orang lain, pamer, aniaya, dusta dan lalai.

 

  1. Nafsu Mulhimah (. )

Tempatnya adalah ruh di bawah punting payudara yang kanan sekira dua jari. Termasuk nafsu Mulhimah adalah : sakhawah (derma), menerima apa yang ada, aris, merendahkan diri, taubat, sabar, dan tabah menderita.

 

4, Nafsu Muthmainnah (.    )

Tempatnya dekat dengan putting payudara kiri kira-kira dua jari ke arah dada. Yang termasuk nafsu muthmainnah adalah : pemurah, tawakal, ibadah, syukur, ridha, dan takut kepada Allah.

 

  1. Nafsu Radhiyah (. )

Tempatnya pada sirrus sir, maksudnya pada kerangka tubuh, Termasuk nafsu radhiyah adalah: sosial, zuhud, perwira, riyadlah (berlatih), dan menepati janji.

 

  1. Nafsu Mardliyah (. )

Tempatnya samar, yaitu di dekat susu kanan sekira dua jari ke arah tengah dada. Yang mengikuti nafsu mardliyah adalah : pekerti yang baik, meninggalkan selain Allah, mencintai hamba Allah, condong pada hamba Allah untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan watak dan nafsu mereka.

 

  1. Nafsu Kamilah (. )

 

Tempatnya lebih samar yaitu di tengah dada. Yang mengikuti nafsu kamilah adalah: ilmu yaqin, “ainul yaqin, dan haqqul yaqin.

 

Para malaikat tidak berbapak dan tidak beribu, karena malaikat adalah jisim dari cahaya pada umumnya. Terkadang malaikat itu terjadi dari tetesan air Jibril, setelah Jibril mandi dari sungai di bawah Arasy.

 

Rasulullah telah bersabda:

 

“Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, Adam diciptakan dari bahan yang telah diterangkan kepadamu (tanah).” (HR. Muslim)

 

Para malaikat dapat bertasyakkul, yaitu berubah-ubah bentuknya. Mereka tidak makan dan tidak tidur. Dalil bahwa para malaikat tidak pernah tidur adalah sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

 

“Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (QS. Al Anbiya”: 20)

 

Tidur adalah kendornya otot tetapi akalnya masih tetap. Seluruh malaikat juga tidak ada yang maksiat terhadap segala perintah Allah. Mereka semua melakukan apa saja yang diperintahkan. Allah Ta’ala berfirman:

 

“Mereka taku kepada Tuhan mereka yang berkuasa atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).” (QS. An Nahl: 50)

 

Allah Ta’ala juga berfirman:

 

“Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (QS. An Anbiya’: 26-27)

 

Maksudnya bahwa para malaikat adalah hamba-hamba Allah yang mulia, kecuali mereka terpelihara dari maksiat, tidak pernah mendahului Allah dengan perkataan, mereka melakukan segala yang diperintahkan oleh Allah. Hal ini karena malaikat sangat memperhatikan Allah. Mereka mengumpulkan ketaatan dengan ucapan dan perbuatan. Dengan demikian maka malaikat sanga taat kepada Allah Ta’ala.

 

Mencintai para malaikat termasuk syarat sahnya iman, dan membenci malaikat adalah kufur, berdasarkan Firman Allah Ta’ala:

 

“Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitabnya dan rasul-rasulNya. ” (QS. Al Baqarah: 285)

 

“Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kiamat, maka ia pun telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS. An Nisa”: 136)

 

“Barang siapa menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah menjadi musuh orang-orang yang kafir.” (QS. Al Baqarah: 96)

 

 

 

 

 

Apabila ditanyakan kepada anda: “Bagaimana anda beriman kepada kitab-kitab?”

 

Maka jawabnya: “Bahwasanya Allah telah menurunkan kitab-kitab kepada para Nabi-Nva, kitab kitab Itu diturunkan bukan diciptakan (bukan makhluk), bersifat gadim (terdahulu) tanpa uda pertentangan. Barangsiapa ragu terhadap satu ayat atau satu kalimat saja dari kitab-kitab tersebut, maka ia kafir.

 

Penjelasan:

 

Allah menurunkan kitab-kitab kepada para Rasul di Lauh Mahfuzh atau melalui lisan malaikat. Kitab-kitab yang diturunkan itu termasuk susunan Allah bukan susunan makhluk, dan termasuk gadim (terdahulu). Demikian jika dilihat dari segi arti yang yadim, maksudnya arti yang dikehendaki Allah, dan tidak ada pertentangan antara satu kata dan yang lain. Allah Ta’ala berfirman:

 

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an? kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An Nisa’: 82)

 

Maksudnya terdapat pertentangan maknanya dan perbedaan susunannya kalau ternyata Al Qur’ an itu dari perkataan manusia. Juga akan terdapat kelemahan kalau Al Qur’an itu dari selain Allah. Juga tentu banyak perbedaan perkataan satu sama lain. Tetapi karena kitab Al Qur’an itu dari sisi Allah, maka tidak terdapat perbedaan antara perkataan satu dan lainnya sekalipun banyak dan tidak sedikit.

 

Orang yang meragukan terhadap kitab-kitab yang diturunkan kepada Rasul, seperti tidak beriman kepada salah satu kitab dari kitab-kitab Allah itu, baik berupa satu ayat atau satu kalimat, maka orang itu benar-benar kafir.

 

Masalah berapakah kitab yang diturunkan kepada para nabi

 

Apabila ditanyakan kepada anda: “Berapakah kitab yang diturunkan kepada para Nabi Allah?”

 

Maka jawabnya: “Ada 104 (seratus empat) kitab. Sepuluh kitab diantaranya diturunkan oleh Allah kepada Nabi Adam a.s, lima puluh kitab diturunkan kepada Nabi Syits a.s, tiga puluh kitab kepada Nabi Idris a.s, sepuluh kitab diturunkan kepada Nabi Ibrahim a.s, satu kitab Injil diturunkan kepada Isa a.s, satu kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Dawud a.s, dan satu kitab Al Qur ‘an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, Nabi yang terpilih.

 

Penjelasan:

 

Kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah SWT kepada-Nya para rasulnta secara keseluruhan ada 104 buah, seratus diantaranya berupa shuhuf (lembaran-lembaran) dan empat di antaranya berupa kitab.

 

Di antara seratus Shuhuf itu diturunkan kepada:

  1. Yang 10 kitab diturunkan kepada Shafiyullah Adam a.s
  2. Yang 50 kitab diturunkan kepada Nabi Syits bin Adam a.s Lafadh “Syits” mempergunakan “Syin” dan “Tsa””. Ada yang mengatakan dengan “ta” yang ditengahi “Ya” yang banyak berlaku munsharif, kadang-kadang ghairu munsharif. Makna “Syits” adalah pemberian Allah. Syits itu putra Adam a.s yang paling bagus diantara putra-putranya, paling tampan, utama dan yang mirip dengan bapaknya serta paling disayangi. Dia hidup selama 712 tahun.
  3. Allah menurunkan 30 kitab kepada Nabi Idris kakek Nabi Nuh a.s Nama Nabi Nuh adalah “Akhnuh” atau “Khanuh”. Dinamakan Idris karena banyaknya membaca kitab-kitab Allah. Beliau orang yang pertama kali menulis dengan kalam (pulpen), pengarang Ilmu Nujum (Astrologi) dan Ilmu Hisab (Hitung). Beliau juga orang yang pertama kali menjahit baju lalu dipakai. Para manusia sebelum Idris sama mengenakan baju kulit. Nabi Idris a.s juga orang yang pertama kali membuat senjata (pedang) dan memerangi orang-orang kafir.
  4. Allah Ta’ala menurunkan 10 kitab kepada Nabi Ibrahim a.s Ada disebutkan, bahwa pada lembaran atau suhuf Nabi Ibrahim terdapat beberapa kalimat:

 

“Sebaiknya bagi orang yang berakal memelihara lisannya, mengetahui masanya, dan menghadapi segala keperluannya”.

 

  1. Allah menurunkan kitab Injil seluruhnya kepada Nabi Isa a.s

 

  1. Allah menurunkan kitab Taurat keseluruhan kepada Nabi Musa bin Imran a.s

 

Sementara Ulama mengatakan, bahwa kata Injil dan Taurat itu bahasa Ibrani. Tapi ada yang mengatakan bahasa Suryani, seperti halnya kata “Zabur.” Ada suatu pendapat, bahwa disebut Taurat karena kitab Taurat . itu terdapat nur, lantaran nur itu seseorang dapat keluar dari kesesatan petunjuk Allah, sebagaimana orang yang dapat keluar dari kegelapan kepada yang terang lantaran api. Ada yang mengatakan, bahwa disebut Taurat karena kebanyakan ayat-ayat Taurat berupa ironi. Sebagian Ulama mengatakan, dikatakan Injil karena kitab Injil itu memperluas dari yang tidak terdapat pada Taurat. Sebab Allah Ta’ala menghalalkan enam perkara dalam kitab Injil yang dalam kitab Taurat diharamkan. Disebutkan juga, bahwa dinamakan Injil karena ia mengeluarkan saripati kitab Taurat.

 

  1. Allah menurunkan kitab Zabur kepada Nabi Dawud bin Isya Beliau adalah pengikut Nabi Musa sesudahnya terpaut beberapa tahun lamanya.

 

  1. Allah menurunkan kitab Al Qur’an secara berangsur-angsur dan terpisah-pisah selama 23 tahun setelah ditulis dalam suhuf. Dan Allah menurunkannya sekaligus di malam Al Qadar di Baitul Izzah, yaitu suatu tempat di langit dunia.

 

Allah Ta’ala menurunkan Al Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw yang terpilih. Beliau adalah putra Sayid Abdullah bin Abdul Mu, thalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Gushay bin Kilab bin Ka’ah bin Lu’ayi bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadlar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudlar bin Nizar bin Ma’aq bin Adnan dari putra Ismail bin Ibrahim a.s.

 

Jawaban tersebut adalah sebagaimana diriwayatkan dalam suatu hadits:

 

“Dari Ubay bin Ka ‘ab bahwa ia bertanya kepada Rasulullah a.s: “Berapakah kitab yang diturunkan oleh Allah?” Rasulullah bersabda: “Seratus empat kitab. Sepuluh suhuf pada Adam, 50 suhuf pada Syits, 30 sahifah kepada Idris, 10 sahifah kepada Ibrahim dan kitab Taurat, Injil, Zabur serta Al Furqan (Al Qur’an)”. Demikian sebagaimana disebutkan oleh As-Syarbini dalam Tafsirnya. Yang benar kitab-kitab itu tidak ada bilangan tertentu karena banyaknya perbedaan riwayat. Kita wajib mempercayai dan mengetahui empat kitab yang diturunkan oleh Allah yaitu Taurat, Injil, Zabur dan Al Qur’an.”

 

Hadits ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam As Sarbini dalam tafsirnya. Pada dasarnya tidak ada kertentuan jumlah kitab yang diturunkan oleh Allah, karena perbedaan-perbedaan riwayat yang ada, tetapi yang penting bagi setiap orang wajib beriman, sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan kitab-kitab dari sisi-Nya dan mengenalkan empat kitab saja dari kitab-kitab tersebut.

 

Apabila ditanyakan kepada anda: “Bagaimana kamu beriman kepada para Nabi?”

 

Maka jawabnya:” Bahwasanya Nabi yang pertama adalah Adam sek Dan Nabi yang terakhir adalah Muhammad Saw, semua nabi itu bertugas menyampaikan berita (tentang hal-hal gaib), memberikan nasihat, jujur, selalu menyampaikan (hal-hal yang diperintahkan untuk disampaikan), memerintahkan (kepada) kebaikan dan mencegah (kemungkaran), yang dipercaya oleh Allah Ta’ala, terpelihara dari perbuatan dosa kecil dan dosa besar, mencintai mereka merupakan syarat sahnya iman dan membenci mereka merupakan kekufuran.”

 

Penjelasan:

Perlu diketahui bahwa Nabi yang pertama adalah Adam namanya As-Syarif dengan sebutan Abu Basyar dan samarannya Shafiyullah. Sesudah Nabi Muhammad Saw sudah tidak ada nabi lagi.

 

Para Nabi menyampaikan berita ghaib, seperti hari kiamat dan ihwalnya, pembangkitan manusia dari kuburnya, penghalauan dan pengumpulan manusia di mahsyar untuk dihisab dan dibalas amalnya, adanya syafa’at, timbangan amal, jembatan, surga, neraka dan yang lain.

 

Mereka memberikan nasehat dengan benar, tidak pernah menipu kaumnya dari apa yang diberitakan dan didakwahkan. Mereka menyampaikan hukum-hukum Allah kepada para ummatnya karena mereka diperintahkan untuk menyampaikannya. Mereka memerintahkan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla dan melarang kemaksiatan.

 

Para Rasul adalah manusia-manusia yang dipercaya oleh Allah Ta’ala untuk menyampaikan wahyu-Nya, yaitu pengetahuan rahasia yang datangnya dari Allah untuk para Nabi-Nya sesuai yang dikehendaki, dengan perantaraan kitab atau mengutus malaikat melalui mimpi dalam tidur atau dengan ilham atau dengan tanpa perantara. Seperti yang terjadi pada diri Nabi Muhammad Saw di malam Isra tentang perintah shalat fardlu lima waktu diterima secara langsung dari Allah tanpa perantara.

 

Para nabi terjaga dari “zilal” yaitu kesalahan. Yang dimaksud “gila?” adalah dosa-dosa kecil. Lafadh “zila!” adakah lafadh jamak dari “zillah”, demikian menurut Muhammad Al Jauhari dalam komentar kitab Nadham Jazariyyah. Lafadh “zalal” itu pasti masdar dari “zalla – yazillu” dari bab “alima” dan “dlaraba” sebagaimana tersebut dalam kamus dan Al Mishbah.

 

Mereka juga terjaga dari dosa-dosa besar baik lahir maupun batinya, bahkan terjaga dari perkara terlarang sekalipun secara makruh sejak masa kecilnya. Seperti yang disebutkan Syaikh Ahmad Dardiri berdasarkan pendapat mayoritas Ulama sebagai pendapat yang benar: “Bahwasanya para Nabi terpelihara dari dosa besar dan dosa kecil sebelum mereka diangkat menjadi Nabi dan sesudahnya”.

 

Jadi kita wajib mempercayai dan meyakini dengan seteguh hati kalau para nabi itu terjaga dari dosa, sebagaimana pendapat Ahmad Al Bili. Kemudian mencintai para nabi merupakan syarat sah iman, membenci mereka adalah kufur.

 

Masalah Berapa Nabi Pemilik Syariat

 

Apabila ditanyakan kepada anda: “Berapakah para Nabi yang memiliki Syariat?”

 

Maka jawabnya: “Ada Enam, yaitu: Adam, Nuh (usianya 1450 tahun), Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad Saw”

 

Penjelasan:

Ibnu Abbas dan Qatadah berkata: “Nabi yang bergelar “Ulul Azmi” ada lima: Muhammad, Ibrahim, Musa, Isa dan Nuh. Mereka adalah pemilik Syari’at”. Sebagaimana disebutkan oleh Ulama dalam sebait nadham dari “Bahar Thawil”.

 

“Ketahuilah! Muhammad, Ibrahim, Musa penerima Firman Allah, Isa dan Nuh seluruhnya adalah Ulul Azmi.”

 

Imam Muqatil berkata: “Para Nabi Ulul Azmi adalah:

  1. Nabi Nuh a.s, dia tabah dan sabar disakiti kaumnya.
  2. Nabi Ibrahim a.s, dia sabar menghadapi api untuk membakar dirinya.
  3. Nabi Ishak a.s, dia sabar menghadapi penyembelihan dari ayahnya Ibrahim atas perintah Allah.
  4. Nabi Ya’qub a.s, yang sabar kehilangan anaknya dan penglihatannya.
  5. Nabi Yusuf a.s, yang sabar dalam sumur dan bui.
  6. Nabi Ayub a.s, yang sabar menghadapi panyakit yang membaha. yakan tubuhnya.”

 

Setiap Syari’at itu dihapuskan (digantikan) hukumnya dengan syari’at Nabi Muhammad Saw jika tidak sesuai dengan syari’atnya. Diantara syari’at Nabi Adam a.s adalah bahwa saudara laki-laki dapat kawin dengan saudara perempuan yang tidak kembar kelahirannya. Tetapi setelah Nabi Adam para Ulama bersepakat haramnya, sebagaimana dikatakan Syaikh Muhammad Al Jauhari. Yang dijadikan landasan hukum adalah Firman Allah Ta’ala:

 

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya.” (QS. Ali Imran: 85)

 

Masalah Berapakah Jumlah Nabi

 

Apabila ditanyakan kepada anda: “Berapakah jumlah Nabi?”

 

Maka jawabnya: “Menurut satu riwayat ada 124.000 (seratus dua puluh empat ribu).”

 

Penjelasan:

 

Syaikh Muhammad Ad Dardiri mengatakan : Yang lebih utama tidak perlu membatasi dengan jumlah tertentu. Sebab kalau menyatakan bilangan itu boleh jadi memasukkan orang bukan nabi menjadi nabi dan yang pasti menjadi nabi tidak termasuk nabi. Karena boleh jadi akan lebih banyak dari kenyataannya atau mengeluarkan seorang yang mestinya termasuk menjadi nabi.

 

Adapun Hadits yang menyatakan:

 

“Bahwa Nabi & ditanya tentang jumlah para nabi, maka beliau bersabda: “Ada 124.000 dan dalam satu riwayat 224.000.”

 

Adalah hadits Ahad yang tidak dapat memberikan faidah pada keadaan yang pasti. Sedangkan di dalam i’tikad praduga-praduga itu tidak dianggap.

 

Masalah Berapa Jumlah Nabi yang Diutus 

 

Apabila ditanyakan kepada anda: “Berapa jumlah Nabi yang menjadi utusan (Rasul)?”

 

Maka jawabnya: “Menurut satu riwayat ada 313 (tiga ratus tiga belas) Rasul.”

 

Penjelasan:

 

Dalam riwayat lain disebutkan ada 314 Rasul, sama dengan jumlah pasukan tentara Raja Thalut yang tabah dalam melawan tentara Jalut.

 

Riwayat lain menyebutkan ada 315. Diriwayatkan, bahwa Allah mengangkat 8.000 (delapan ribu) Nabi, yang 4.000 dari kalangan Bani Israil dan yang 4.000 dari yang lainnya.

 

Perbedaan antara nabi dan rasul adalah kalau Rasul yaitu manusia yang diperintahkan menyampaikan hukum-hukum kepada umatnya, sedangkan nabi tidak diperintahkan. Tetapi ia disuruh menyampaikan pada kaumnya kalau dirinya itu seorang nabi agar dihormati.

 

Masalah Apakah Mengetahui Nama dan Jumlah Rasul Termasuk Syarat Iman

 

Apabila ditanyakan kepada anda: “Mengetahui nama-nama dan jumlah para Rasul apakah menjadi syarat Iman atau tidak?”

 

Maka jawabnya: “Menghafal nama-nama dan jumlah para Rasul tidak menjadi syarat sah dan kesempurnaan iman menurut Ahlus sunnah berdasarkan Firman Allah Ta’ala:

 

“Di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan kemudian antara mereka ada pula yang tidak Kami ceritakan padamu.” (QS. Al Mu’min: 78)

 

Penjelasan:

 

  1. Maksudnya Kami tidak menceritakan pada Rasul dan tidak menyebutkan nama-namanya secara keseluruhan kepadamu. Sekalipun kita memiliki ilmu pengetahuan dan kemampuan yang sempurna, apabila para Rasul itu telah ditetapkan adanya, maka kita tidak wajib mengetahui seluruh jumlahnya karena sangat banyaknya. Tetapi kita tetap wajib beriman kepada para Rasul sesuai yang dinyatakan di dalam Al Qur’an, yaitu ada 25 (dua puluh lima) Rasul:1. Adam a.s., 2. Nuh a.s, 3. Idris a.s, 4. Hud a.s, 5. Saleh a.s, 6. Yasa a.s, 7. Dzul Kifli a.s, 8. Ilyas a.s, 9. Yunus a.s, 10. Ayub a.s, 11. Ibrahim a.s, 12. Ismail a.s, 13. Ishak a.s, 14. Ya’kub a.s, 15. Yusuf a.s, 16. Luth a.s, 17. Dawud a.s, 18. Sulaiman a.s, 19. Syu’aib a

s, 20. Musa a.s, 21.Harun a.s, 22. Zakariya a.s, 23. Yahya a.s, 24. Isa a.s, 25. Muhammad Saw

 

Pengertian wajib beriman kepada mereka secara terperinci adalah apabila dinyatakan apa benar itu sebagai utusan Allah? Maka orang yang ditanya tidak boleh mengingkari kenabian dan kerasulannya, sekalipun tidak hapal nama-nama mereka, karena menghapal itu tidak wajib. Jadi siapa mengingkari kenabian salah seorang dari 25 Rasul atau mengingkari kerasulannya maka dia telah kafir. Tetapi bagi orang awam tidak dihukumi kafir, Kecuali apabila dia ingkar setelah diajarkan kepadanya,

 

Orang Islam wajib beriman secara garis besar kepada selain dua puluh lima rasul. Maksudnya wajib membenarkan adanya para nabi dengan kenabian dan kerasulannya. Dan membenarkan kalau Allah mempunyai rasul dan nabi yang banyak. Jadi orang yang tidak beriman Seperti itu maka tidak sah imannya dan menjadi kafir.

 

Ada tiga orang yang diperselisihkan kenabiannya oleh para Ulama, yaitu: Zulkarnain, Uzair, dan Lukman. Ulama juga berbeda pendapat tentang kenabian Khidlir. Ada yang mengatakan Khidlir itu nabi dan Rasul, ada yang berpendapat sebagai nabi dan bukan rasul. Bahkan ada yang mengatakan, kalau Khidlir itu seorang Waliyullah.

 

Khidlir masih hidup hingga sekarang. Dia diberi ilmu syari’at dan ilmu hakikat, berkumpul dengan Nabi Ilyas setiap tahun di Mekah. Keduanya meminum air Zam-Zam sekali minum hingga tahun berikutnya. Makanannya buah Kurpus. Nabi Ilyas ditugasi menjaga daratan, sedangkan Nabi Khidlir ditugasi menjaga lautan. Demikian menurut keterangan Syaikh Isa Al Barawi, Ahmad Bili dan Syaikh Yusuf As Sunbalawini.

 

 

 

Apabila ditanyakan kepada anda: “Bagaimana kamu beriman kepada Hari Akhir?”

 

Muka Jawabnya: “Sesungguhnya Allah akan mematikan semua makhluk, kecuali makhluk yang di dalam surga dan neraka, sesudah itu mereka dihidupkan kembali oleh Allah Ta’ala dikumpulkan di padang mahsyar untuk dihisab, lalu dihukumi secara adil. Makhluk yang ada (selain malaikat), Jin dan manusia akan mati semua, mereka yang fasik masuk neraka sampai habis kadar dosanya. Adapun orang-orang mukmin masuk Surga untuk selama-lamanya, sedangkan orang-orang kafir di neraka selama-lamanya. Surga dan neraka serta penghuninya itu tidaklah binasa, barang siapa yang ragu terhadap peristiwa-peristiwa tersebut sekalipun hanya sebagiannya maka ia dihukumi kafir.”

 

Penjelasan:

Disebut hari akhir karena hari itu merupakan hari terakhir kehidupan di dunia. Juga disebut hari kiamat, karena para manusia sama bangun dari kuburnya menunggu menghadap Tuhan semesta alam.

 

Perlu diketahui bahwa Allah Ta’ala akan menghidupakan makhluk yang bernyawa. Allah berfirman:

 

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati, dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu, ” (QS. Ali Imran: 185)

 

Kematian pasti ada batas waktunya yang telah ditetapkan oleh Allah sejak zaman dahulu kala, sebagai batas kehidupan manusia, Maka tidak ada manusia mati tanpa ajal (batas kematian), baik dia itu dibunuh orang atau tidak. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

 

“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang tertentu waktunya.” (QS. Ali Imran: 145) ,

 

Maksudnya setiap yang berjiwa itu akan mati dengan ketetapan dan kehendak Allah, atau dengan izin-Nya kepada Malaikat juru pati untuk mencabut nyawanya. Jadi Allah telah menetapkan waktu tertentu atas kematian, tidak dapat dijauhkan atau ditunda.

 

Sewaktu sangkakala atau terompet Israfir ditiup pada hari kiamat, maka matilah seluruh manusia. Kecuali yang berada di surga dan neraka. Kemudian Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati dengan mengembalikan nyawa ke seluruh tubuh.

 

Orang yang telah mati dan dikuburkan, ruhnya kemudian dikembalikan pada tubuh untuk menghadapi pertanyaan dua malaikat Munkar dan Nakir. Setelah ditanya lalu ruh keluar dan Allah menyiksa orang yang dikehendaki-Nya. Allah menciptakan sifat kehidupan pada mayat lantaran bertemunya ruh dengan tubuhnya bagaikan bertemunya sinar matahari pada bumi, agar mayat merasakan sakitnya siksaan. Kemudian ruh merasa sakit bersama tubuhnya sekalipun ruh berada di luar tubuh. Siksaan orang kafir terus menerus sampai hari kiamat, sedangkan siksa orang mukmin dihentikan setiap hari Jum’at dan bulan Ramadhan berkat kemuliaan Nabi Muhammad Saw Jika seorang mukmin itu mati pada hari Jum’at atau malamnya maka siksanya hanya sekali, demikian juga menghimpitnya kubur, kemudian terputus dan tidak kembali tersiksa lagi hingga hari kiamat.

 

Allah menghidupkan seluruh makhluk-Nya setelah mengalami kerusakan dengan mengembalikan ruh pada tubuhnya. Allah Ta’ala berfirman:

 

“Demikian Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kekuasaan-Nya, agar kamu mengerti.” (QS. Al Baqarah: 73)

 

Cara Allah menghidupkan kembali para manusia pada hari kiamat ditandai dengan tiupan sangkakala Israfil sesudah mereka dimatikan semua. Jarak waktu antara kedua tiupan selama 40 tahun lamanya. Allah Ta’ala berfirman :

 

“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (QS. Az Zumar: 68)

 

Setelah Allah menghidupkan seluruh jin dan manusia, malaikat dan syetan, kemudian dihalau tanpa alas kaki, tanpa pakaian dan dalam keadaan kulup ke bumi mahsyar, yaitu bumi putih yang datar. Allah mengumpulkan seluruh makhluk itu untuk dihadapkan, diperiksa amal perbuatannya dan diputusi pada pengadilan Allah. Disebutkan dalam Firman-Nya:

 

“(Ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan kaum pada hari pengumpulan untuk (dihisab), itulah hari (waktu itu) ditumpahkan kesalahan-kesalahn.” (QS. At Taghabun: 9)

 

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji #ipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya.-Dan cukuplah Kami menjadi orang-orang yang membuat perhitungan.” (QS. Al Anbiya’: 47)

 

Sebagian mereka ada yang dihisab dengan hisab yang berat di hadapan orang banyak, segala amalnya terbongkar untuk disaksikan. Itulah orang yang diberikan kitab perbal amalnya pada hari kiamat yang telah ditulis oleh malaikat Hafadhah selama hidupnya dari belakang punggungnya. Mereka adalah orang kafir dan munafik. Lalu tangan kanannya dibelenggu pada lehernya dan tangan kirinya ditempelkan pada belakang punggungnya untuk menerima kitab perbal amalnya,

 

Diantara mereka ada orang yang tidak dihisab melalui malaikat atau yang lain lantaran menutupi kejelekannya. Tetapi dihisab langsung oleh Allah dan tidak dilihat oleh siapapun. Allah memperlihatkan amalnya seraya mengatakan: “Inilah amalmu yang kamu perbuat sewaktu di dunia Aku tutupi dan Aku ampuni !” Dialah yang pada hari itu diberikan kitab perbal amalnya dari mukanya, dia adalah orang mukmin yang taat.

 

Buku-buku catatan atau perbal amal sesudah manusia mati ditempatkan di gudang yang berada di bawah “Arasy”. Apabila para manusia sudah di tempat menunggu Pengadilan Allah, maka Allah menghembuskan angin yang keras dan menerbangkan kitab (bukubuku) perbuatan amal. Lalu setiap buku perbal amal itu menempel pada leher-leher orang yang memliki amal, dan tidak akan menempel pada leher orang lain. Kemudian diambil oleh malaikat dari masing-masing leher diberikan pada pemiliknya dan diterima dengan tangan mereka.

 

Orang yang pertama kali menerima buku perbal amal dengan tangan kanannya adalah Umar bin Khaththab ra. Bukunya bersinar bagaikan sinar matahari. Sedangkan Abu Bakar As-Shiddiq ra. menjadi pemimpin 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab. Mereka tidak mengambil buku perbal amalnya. Penerima kitab perbal amal setelah Umar bin Khatab adalah Abu Salamah Abdullah bin Abdul Asad Al Makhzumi. Adapun orang pertama kali menerima buku perbal amalnya dengan tangan kiri adalah saudara Abdullah yaitu Al Aswad bin Abdul Asad. Jika para manusia telah menerima kitab perbal amalnya, mereka dapat melihat huruf-huruf catatannya menjadi terang atau gelap sesuai dengan amal kebaikan dan kejahatan.

 

Tulisan yang pertama kalli terdapat pada kitab-kitab perbal amal adalah Firman Allah:

 

“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.” (QS. Al Isra: 14)

 

Jika seorang hamba membaca kitab perbal amalnya, maka mukanya menjadi putih berseri. Demikian jika seorang mukmin. Tetapi jika dia seorang kafir, maka mukanya menjadi hitam muram. Begitulah sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

 

“Pada hari yang diwaktu itu ada yang menjadi putih berseri, dan ada pula muka yang menjadi hitam muram. Adapun orang-orang yang menjadi hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan):

 

“Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu”. Adapun orang-orang yang menjadi putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (Surga), mereka kekal didalamnya.” (WS. Ali Imran 106-107).

 

Disebutkan dalam Hadits,

 

“Sesungguhnya makhluk yang pertama dihisab oleh Allah Ta’ala adalah Lauh Mahfudh. Andaikata Allah mengenakan akal, pendapat dan ucapan pada Lauh Mahfudh lalu dipanggil maka seketika itu gemetar anggotanya seraya Allah berkata: “Apakah kamu telah mendatangkan apa yang tertulis padamu kepada Israfil?” Lauh Mahfudh menjawab: “Benar, sudah ”. Lalu Israfil dipanggil: “Wahai Israfil !” Israfil gemetar karena takut kepada Allah.

 

Allah : “Apa yang kamu lakukan atas pemberitaan Lauh?”

Israfil : “Saya telah menyampaikan kepada Jibril”.

Jibril lalu dipanggil seraya gemetar anggota tubuhnya.

Allah : “Wahai Jibril, apa yang kamu perbuat sehubungan dengan pemberitaan Israfil padamu?”

Jibril : “Sudah saya sampaikan kepada para utusan Engkau”. Kemudian para rasul dipanggil.

Allah : “Wahaipara rasul apa yang kalian perbuat sehubungan dengan pemberitaan Jibril pada kalian”.

Rasul : “Sudah kami sampaikan kepada umat manusia”.

 

Kemudian para manusia ditanya Allah tentang: umurnya dihabiskan untuk apa? Masa mudanya dirusakkan untuk apa? Hartanya diperoleh dari mana dan dibelanjakan untuk apa? Dan ilmunya untuk apa? Demikian itu sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

 

“Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami), maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat), sedang (Kami) mengetahui (keadaan mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka).” (QS. Al A’raf: 6-7)

 

“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang mereka kerjakan dahulu.” (QS. Al Hijr: 91-92)

 

Kemudian Allah memasang timbangan amal. Semua mata manusia terbelalak melihat buku perbal amalnya, apakah jatuh pada tangan kanan atau tangan kirinya. Kemudian memandang pada daun timbangan amal, apa condong pada amal kejelekan atau kebaikan.

 

Selanjutnya Allah akan menghakimi para manusia dengan seadil-adilnya. Amal yang pertama kali diperiksa ditempat menunggu pengadilan adalah shalatnya, setelah itu berbagai macam tuduhan lainnya seperti membunuh jiwa tanpa hak membunuh.

 

Mereka lalu dihalau menuju As-Shirath, yaitu jembatan yang dibentangkan di atas neraka menuju surga. Jembatan itu lebih lembut dari pada rambut dan lebih tajam daripada pisau cukur. Orang yang selamat melintasi jembatan itu seperti sekedip mata, ada yang secepat kilat, Jalu ada yang seperti burung terbang, ada yang seperti kuda, kemudian ada yang melintas dengan berlari, berjalan kaki, kemudian ada yang merangkak dan ngisot. Mereka inilah yang merintih seraya berteriak bagaikan merasakan kehancuran, Diantara mereka ada orang yang menulis pada permulaan menginjakkan kaki, yaitu orang yang terakhir keluar dari neraka. Ada juga yang ditulis di akhir menginjakkan kakinya, yaitu orang yang paling dahulu keluar dari neraka. Terpautnya dalam waktu melintasi As-Shirath tergantung dengan terpautnya amal-amal saleh dan dalam berpaling dari segala larangan Allah ketika tergores di dalam hati.

 

Orang yang pertama kali datang di neraka adalah apabila pembunuh saudaranya sendiri Habil tanpa hak membunuh. Karena Qabil sebagai pencetus tindak kejahatan pembunuhan, maka dialah manusia pertama yang akan masuk neraka dari golongan Jin. Kemudian seluruh makhluk selain malaikat, jin dan manusia semuanya akan berantakan mengalami kematian. Tapi ada seorang malaikat tidak akan mati sebelum peniupan Israfil pertama. Akan tetapi dengan peniupan sangkakala yang dikehendaki Allah, yaitu malaikat pemikul Arasy ada empat malaikat (Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail). Mereka mati setelah diperintahkan oleh Allah, dihidupkan kembali sebelum peniupan yang kedua. Yang terakhir matinya adalah malaikat juru pati, sebagaimana disebutkan As Syarqawi.

 

Orang fasik yaitu yang keluar dari perintah Allah dengan melakukan dosa-dosa besar dan kecil, dimana ketaatannya tidak dapat mengalahkan maksiatnya, mereka tidak kekal di neraka setelah pemeriksaan amalnya dan setelah selesai menjalani hukuman siksa setimpal dengan dosanya. Karena dosanya tidak melepaskan imannya, kecuali kalau ia beri’tikad menghalalkan maksiat dan perbuatan dosa besar dan kecil. Sebab iman itu menurut Ulama Madzhab Al Asy’ari dan Ahli Tahqiq dari golongan pengikut madzhab Al Maturidi hanya membenarkan apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw Adapun pengakuan dari orang yang dapat berikrar, hanyalah sebagai syarat melakukan hukum-hukum keduniaan, yang diantaranya adalah wajibnya beri’tikad bahwa orang fasik itu tidak kekal di neraka.

 

Jika iman itu adalah membenarkan, maka seorang hamba tidak keluar dari sifat beriman, kecuali apabila ia melakukan sesuatu yang meniadakan iman yaitu kufur dengan mengingkari kebenaran ajaran yang dibawa oleh Nabi Saw atau membangkang ketetapan syarat iman yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat. Orang-orang mukmin yang ahli maksiat juga tidak akan kekal di neraka. Demikian pula syafa’at atau pertolongan itu tidak akan sampai kepada orang-orang kafir.

Allah Ta’ala berfirman:

 

 “Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa ‘at dari orang-orang yang memberikan syafa ‘at.” (QS. Al Mudatsir: 48)

 

Para Rasul itu diizinkan Allah untuk memberikan syafa’at tanpa dibatasi. Macam-macam syafa’at yang diberikan adalah:

 

  1. Syafa’at untuk menyelamatkan seluruh makhluk di Mahsyar karena sangat takut dan gemetar. Inilah yang disebut Syafa’ at Al Udhma (pertolongan atau pembelaan terbesar). Karena syafa’at ini merata pada seluruh makhluk, disebut juga kedudukan yang terpuji “Maqam Mahmud”. Juga karena syafa’at ini Nabi Muhammad Saw dipuji orang-orang terdahulu dan terkemudian.

 

  1. Syafa’at Nabi untuk memasukkan golongan orang mukmin ke dalam surga tanpa hisab. Syafa’at ini khusus bagi Nabi Muhammad Saw

 

  1. Syafa’at pada urusan orang yang mestinya masuk neraka kemudian tidak jadi masuk neraka.

 

  1. Syafa’at untuk meningkat derajat di surga.

 

  1. Syafa’at bagi orang-orang saleh agar Allah mengampuni meraka karena kelalaian mereka dalam ketaatan.

 

  1. Syafa’at bagi orang yang meng-Esakan Allah namun mereka masuk neraka lalu dikeluarkan. Syafa’at ini tidak khusus bagi Nabi Saw tapi juga para nabi yang lain, para malaikat dan orang-orang mukmin.

 

  1. Syafa’at untuk memperingan siksa orang yang masuk neraka bagi orang yang kekal di neraka pada waktu tertentu, seperti Abu Thalib paman Nabi Muhammad Saw

 

  1. Syafa’at dalam urusan anak-anak bayi orang musyrik agar mereka masuk surga.

 

  1. Syafa’at Nabi Muhammad Saw kepada orang ahli di Madinah. Orang yang sabar menghadapi penyakit di Madinah, orang yang menziarahi Nabi Muhammad Saw sesudah beliau wafat, dan orang yang adzan serta mendo’akan Nabi Muhammad & dengan wasilah, orang yang memperbanyak membaca shalawat nabi di malam dan siang hari Jum’at, orang yang menghapal 40 hadits dan mengamalkannya dalam urusan agama, orang yang berpuasa bulan Sya’ban karena mencintai Nabi saw dan orang yang memuji keluarga ahli rumah Nabi Saw

 

Adapun orang-orang mukmin yang mati menetapi agama Islam, sekalipun, mereka pernah kafir sebelumnya, maka akan kekal di Surga. Sebab tidak mungkin orang yang sudah masuk surga kemudian dimasukkan Neraka, sebab orang yang sudah masuk surga itu tidak akan keluar dari surga. Allah Ta’ala berfirman:

 

“Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya.” (QS. Al Hijr: 48)

 

Masuk surga itu ada kalanya tanpa masuk neraka sama sekali, adakalanya setelah masuk neraka dan disiksa sesuai dosa yang diperbuat. Orang-orang yang mati dalam kafir baik dari golongan jin atau manusia, sekalipun selama hidupnya tetap beriman tetap kekal di neraka. Mereka terus-menerus disiksa di neraka, adakalanya digigit ular dan kala dan ada juga yang dipukuli atau yang lainnya.

 

Ringkasnya, manusia itu ada dua macam: orang mukmin dan orang kafir. Orang kafir akan kekal di neraka. Orang mukmin ada dua: mukmin yang taat dan mukmin yang maksiat. Mukmin yang taat akan masuk surga. Mukmin yang ahli maksiat ada dua yaitu: ada yang bertaubat dan ada yang tidak bertaubat. Yang bertaubat ada di surga. Yang tidak bertaubat terserah kehendak Allah. Jika Allah menghendaki, boleh jadi Allah mengampuni dan memasukkan mukmin ahli maksiat yang tidak bertaubat itu di surga dengan rahmat karunia-Nya, lantaran berkat iman dan ketaatannya, dan adakalanya dengan syafa’at orang yang saleh-saleh. Jika Allah menghendaki, Allah berhak menyiksanya menurut ukuran dosanya, dosa kecil atau dosa besar, lalu pada akhirnya akan masuk surga, jadi ia tidak kekal di neraka.

 

Surga itu tidak akan mengalami kerusakan. Surga ada tujuh tingkatan, yaitu: Firdaus, “Adn, Khuldi, Na’im, Ma’wa, Darus Salam, dan Darul Jalal. Semuanya bertemu pada kedudukan Nabi Muhammad 3 pemilik wasilah, agar Ahli Surga itu merasa senang dan nikmat melihat Nabi &, karena beliau akan menampakkan dirinya kepada seluruh penduduk surga. Jadi wasilah itu menerangi ahl surga bagaikan matahari menerangi penduduk bumi.

 

Neraka juga tidak rusak dan ada tujuh tingkatan:

 

  1. Neraka Jahannam, menjadi tempat orang-orang mukmin ahli maksiat.
  2. Neraka Ladha, menjadi tempat orang-orang Yahudi.
  3. Neraka Huthamah, menjadi tempat k orang-orang Nashrani.
  4. Neraka Sa’ir, menjadi tempat orang-orang Shabi’1 kelompok Yahudi.
  5. Neraka saqar menjadi tempat orang-orang Majusi.
  6. Neraka Jahim, menjadi tempat para penyembah patung dan berhala.
  7. Neraka Hawiyah, menjadi tempat orang-orang munafik.

 

Ahli surga dan neraka tidak akan rusak, baik dari bidadari, anakanak muda belia pelayan surga, petugas surga, para malaikat penyiksa, kalajengking, maupun ular-ular.

 

Asy-Syarbini mengutip pendapat An Nasafi mengatakan: Ada tujuh hal yang tidak akan rusak atas kehendak Allah, yaitu: Arasy, Kursiy, Lauh, Qalam, Surga, Ahli surga dan Neraka, Ruh. Para Ulama berbeda pendapat tentang tafsir Firman Allah Ta’ala:

 

“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.” (QS. Al Qashash: 88)

 

Jika makna adanya sesuatu itu rusak keadaannya karena menerima kerusakan zatnya, karena apa saja selain Allah Ta’ala itu mungkin adanya dan menerima tidak adanya, maka tujuh makhluk tersebut ditangguhkan pada arti ini. Kalau arti rusaknya suatu perkara itu karena dimatikan atau hancurnya bagian-bagian, maka tujuh makhluk itu dikecualikan dari firman Allah tersebut, yakni kerusakan. Siapa yang ragu terhadap salah satu dari masalah tersebut benar-benar kafir.

Apabila ditanyakan kepada anda: “Bagaimana anda beriman kepada takdir yang baik dan buruk itu dari Allah Ta’ala?”

 

. Maka jawabnya: “Sesungguhnya Allah-lah pencipta semua makhluk, Dia memberi perintah dan larangan, Dia menciptakan Lauh dan Kalam (pena) dan memerintahkan keduanya mencatat amal-amal setiap hamba. Perbuatan taat itu sebab gadla dan takdir Allah SWT pada zaman Azali (dahulu) dan sebab iradah (kehendak)-Nya, perintah dan ridla-Nya. Perbuatan maksiat itu juga sebab gadla Allah, takdir dan iradah-Nya di zaman Azali, tetapi bukan sebab perintah atau keridlaan-Nya, semua makhluk itu akan diberi pahala dan akan disiksa melalui janji dan ancaman-Nya.”

 

Penjelasan:

Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan para makhluk untuk taat dan melarang berbuat jahat. Lalu menciptakan Lauh, yaitu papan dari intan putih panjangnya antara langit dan bumi. Lebarnya antara arah Timur dan Barat. Bingkainya terbuat dari berlian dan yakut. Kedua sampulnya berupa yakut merah. Pangkalnya berada di tempat malaikat yang berada di angkasa di atas langit.

 

Didalam hadits Nabi Saw. disebutkan:

 

“Dari Ibnu Abbas ra. sesungguhnya Nabi Saw bersabda: “Sesungguhnya pengantar tulisan pada Lauh Mahfudh adalah: “Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Esa, Islam Agama-Nya, Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. ‘ Barang siapa yang beriman kepada Allah dan membenarkan ancaman-Nya serta mengikuti Rasul-Nya akan dimasukkan surga.

 

Allah menciptakan Qalam dari nur atau cahaya. Panjangnya antara langit dan bumi. Disebutkan dalam hadits Nabi Saw dijelaskan:

 

“Dari Ibnu Abbas ra. bahwasanya ia berkata: ” Makhluk yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah Qalam, lalu Allah mengatakan: “Menulislah! Qalam menjawab: “Apa yang saya tulis?” Allah berfirman: “Segala yang ada dan yang akan ada hingga hari kiamat, yaitu: amal, ajal, rizki, dan kejelekan”. Lalu Qalam berjalan sendiri menulis apa saja yang akan ada hingga hari kiamat.”

 

Imam Mujahid meriwayatkan Hadits: “Makhluk yang pertama kali diciptakan oleh Allah Ta’ala adalah Qalam”. Allah berfirman: “Wahai Qalam, engkau menulis apa yang Aku tentukan”. Maka Qalam menuliskan apa yang akan wujud hingga hari kiamat. Apa saja yang berlaku pada manusia juga berlaku pada ketetapan yang telah diselesaikan. Demikian maksud pengarang menyebutkan: “Allah memerintahkan Lauh dan Qalam agar mencatat seluruh amal para hamba”. Allah Ta’ala berfirman :

 

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al Qamar: 49)

 

Maksudnya Allah menciptakan segala sesuatu itu baik makhluk besar maupun kecil dengan ketentuan dan ketetapan hukum serta ukuran yang dibatasi, bagian yang dibatasi, kekuatan yang sempurna dan mengatur secara rapi pada waktu yang ditentukan dan tempat yang dibatasi. Semuanya itu ditetapkan pada Lauh Mahfudh. Allah Ta’ala berfirman:

 

“Dan segala (urusan) yang kecil maupun yang besar adalah tertulis.” (QS. Al Qamar: 53)

 

Maksudnya, segala urusan makhluk yang besar dan kecil beserta amalnya dan ajalnya telah tertulis pada Lauh (Papan) yang terjaga dari syetan, dari penambahan dan pengurangan. Nabi Saw bersabda:

 

“Allah telah menetapkan ketentuan para makhluk semuanya sebelum menciptakan langit dan bumi terpaut lima puluh ribu tahun”.

 

Nabi Saw juga bersabda:

 

“Seorang hamba tidak sempurna imannya sehingga ia beriman kepada empat perkara: Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah, aku diutus Allah untuk seluruh makhluk, beriman kepada ketentuan yang baik dan buruk”.

 

Taat kepada Allah adalah perbuatan yang berpahala karena ada ketetapan dari Allah dan ketentuan pada zaman azali, yaitu sebelum Allah menciptakan makhluk. Ketaatan juga dikehendaki Allah dan perbuatan yang diperintahkan, diridhai, dan dicintai Allah.

 

Menurut sementara Ulama, bahwa yang disebut Qadla” adalah kehendak Allah sejak zaman azali yang berhubungan dengan seluruh perkara yang ada. Sedangkan Qadar adalah perwujudan kehendak Allah dari semua makhluk sesuai ilmu Allah. Maka Qadla” itu ibarat pondasi, dan Gadar bangunan. Qadla” ibarat alat takar, sedangkan Qadar ibarat barang yang ditakar. Qadla” ibarat pakaian, sedangkan Qadar ibarat memakai pakaian. Qadla” ibarat gambar tukang ukir yang ada pada pikirannya, sedangkan Qadar ibarat ukirannya.

 

Maksiat adalah perbuatan yang disiksa dengan ketetapan Allah Ta’ala, ketentuan-Nya, kehendak-Nya sejak zaman azali, tidak dengan perintah-Nya, tidak diridlai, tidak dicintai dan tidak dari pertolongan Allah.

 

Ketahuilah, makna perintah itu bukan menunjukkan arti menghendaki. Kadang perintah itu terlepas dari kehendak. Seperti anak seorang Hakim membunuh orang dengan sangaja. Dalam hal ini Hakim harus menyuruh membunuh anaknya, sebab ia membunuh orang lain. Tetapi hakim ini tidak menghendaki.

 

Arti ridla adalah menerima suatu perkara dan memberi pahala atau meninggalkan menyiksa. Adapun perkara yang diperbolehkan itu tidak diperintahkan oleh Allah. Jadi segala perkara yang diketahui Allah bakal terjadi itu Allah pasti menghendaki terjadinya. Baik Allah memerintahkan maupun tidak.

 

Ketahuilah, bahwa orang kafir itu diperintahkan beramal sebagaimana ia diperintahkan beriman. Demikian menurut Ulama’ Syafi’iyah (Madzhab Syafi’i). Berbeda dengan Imam Hanafi yang mengatakan : “Orang kafir itu tidak diperintahkan untuk beramal, tetapi ia diperintahkan untuk beriman”. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala:

 

“Hai manusia, bertakwalah (takutlah) kepada Tuhanmu.” (QS. An-Nisa: 1)

 

Menurut Tafsir Hanafi makna “Hai manusia”, bertakwalah (takutlah) kepada Tuhanmu (Allah)” adalah: Hai orang-orang yang beriman taatlah: Hai orang-orang kafir, berimanlah: Hai orang-orang munafik ikhlaslah! Karena manusia itu ada tiga macam, yaitu:

 

  1. Orang mukmin yang mumi imannya, yaitu orang yang menyatakan dengan lisannya, membenarkan dalam hatinya dan melakukan amal perbuatan dengan anggota tubuhnya.

 

  1. Orang kafir yang kejam pada kekufurannya, yaitu orang yang tidak mau mengakui dengan lisannya dan tidak mempercayai dalam hatinya.

 

  1. Orang munafik yang menghias kemunafikannya, yaitu orang yang mengakui dalam lisannya dan tidak membenarkan dalam hatinya, serta berpura-pura beserta orang mukmin.

 

Semua manusia diberi pahala karena ketaatannya, dan disiksa karena maksiatnya. Semua pahala dan siksa itu dengan janji dan ancaman Allah. Janji Allah untuk ketaatan dan ancaman Allah untuk maksiat. Allah berfirman:

 

“Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari kepentingan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” (QS. An Nazi’at: 37-41)

 

 

 

 

Jika ditanyakan kepada anda: “Apakah iman itu dapat dibagi-bagi atau tidak?”

 

Maka jawabnya: “Iman tidak dapat dibagi-bagi, karena iman itu cahaya yang ada di dalam hati, di dalam akal, dan di dalam ruh manusia serta merupakan petunjuk Allah Ta’ala kepadanya. Orang yang mengingkari kalau iman itu petunjuk Allah, maka ia benar-benar kafir.”

 

Masalah Apa yang Dimaksud Iman itu Nur dan Hidayah Dari Allah

 

Apabila ditanyakan kepada anda: “Apa yang dimaksud Iman itu merupakan nur (cahaya) dan hidayah (petunjuk) dari Allah Ta’ala?”

 

Maka jawabnya: “Iman adalah merupakan perkataan dari Tauhid, mengiktikadkan ke Esa-an Allah.”

 

Penjelasan:

Pengertian Tauhid menurut Ulama Ahli Kalam, yaitu mengEsa-kan Zat yang disembah dengan beribadah serta mempercayai dan membenarkan ke-Esa-an-Nya, baik Zat-Nya, Sifat-Nya, maupun Af’al (Perbuatan)Nya.

 

Juga disebutkan, bahwa Tauhid itu mempercayai semua sifat wajib bagi Allah dan Rasul-Nya, sifat mustahil dan jaiz bagi Allah dan Rasul-Nya.

 

Menurut Ulama Ahli     , Tauhid adalah bahwa seseorang itu tidak melihat kecuali hanya kepada Allah. Artinya, seluruh perbuatan, gerak dan diam, seluruh kejadian pada makhluk, itu semuanya dari Allah Ta’ala Yang Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya. Ulama ahli Tazsuf sama sekali tidak memandang adanya perbuatan terhadap se. lain Allah Ta’ala. Terkadang perkataan Iman itu diartikan tanda-tanda keimanan seperti yang pernah ditanyakan oleh Nabi Saw kepada orang, orang Arab:

 

“Tahukah kamu apa Iman itu?” Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Nabi bersabda: “Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak dan wajib disembah kecuali Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan Shalat, memberikan zakat, puasa ramadlan, dan memberikan seperlima ghanimah (harta rampasan perang)”.

 

Masalah Shalat, Puasa, Zakat, Mencintai Malaikat, Kitab dan Rasul Termasuk Iman atau Bukan

 

Apabila ditanyakan kepada anda: “Shalat lima waktu, Puasa Ramadlan, zakat harta dan badan, mencintai malaikat dan kitab-kitab samawi yang diturunkan Allah kepada sebagian para Rasul-Nya, mencintai para Rasul dan Nabi, serta takdir yang baik dan buruk semua dari Allah, apakah termasuk iman yang hakiki dan pokok atau bukan?”

 

Maka jawabnya: “Semua yang tersebut tidak termasuk iman, sebab iman itu sebuah ungkapan dari tauhid dan segala sesuatu selain tauhid hanyalah merupakah syarat sahnya iman.

 

Penjelasan:

Bila anda ditanya tentang shalat lima waktu, puasa Ramadlan, zakat harta dan badan, mencintai malaikat dan kitab-kitab samawi yang diturunkan Allah kepada sebagian para Rasul-Nya, mencintai para Rasul dan Nabi, serta takdir yang baik dan buruk semua dari Allah, apakah termasuk iman yang hakiki dan pokok atau bukan? Maka anda jawab: “Tidak, bahwa hal itu semua bukan termasuk hakikat dan pokok iman, tetapi merupakan cabang iman. Sebab iman itu merupakan perkataan Tauhid sebagaimana disebutkan di muka. Selain apa yang tersebut di muka, adalah merupakan salah satu syarat dari Syarat-syarat iman. Sebab syarat sah Iman adalah mencintai Allah, malaikat-malaikat-Nya, para Nabi-Nya dan para kekasih-Nya, takut pada siksa Allah, mengharapkan rahmat-Nya, dan mengagungkan perintah-Nya, mejauhi larangan-Nya, membenci musuh-musuh Allah yaitu orang-orang kafir. Adapun shalat, puasa, zakat, dan haji adalah menjadi syarat sempurnanya iman menurut pendapat yang dipilih di kalangan Ulama Ahlussunnah. Jadi orang yang meninggalkan shalat, gakat dan yang lain sedangkan ia mengakui dan membenarkan kalay hal itu diwajibkan atas dirinya, atau meninggalkan salah satunya se, dang ia mengi’tikadkan wajibnya, maka ia disebut orang mukmin yang sempurna dalam hal berlakunya hukum-hukum bagi orang mukmin di dunia dan akhirat. Sebab pada akhirnya akan masuk surga, sekalipun masuk neraka kalau tidak mendapat syafa’at dari salah seorang yang diizinkan memberi syafa’at atau mendapat ampunan Allah. Dan orang Mukmin ini disebut mukmin yang kurang, dari segi lemahnya iman. Sebab ia meninggalkan perintah-perintah Allah. Jika ia meninggalkan perintah-perintah itu karena kejam terhadap peraturan Agama, atau merupakan kewajibannya, maka dia seorang kafir berdasarkan Ijma’ Ulama. Demikian pula jika ia meninggalkan salah satu dari empat perintah wajib di atas secara kejam. Sebab perintah itu berdasarkan dalil Syara’.

 

Ketahuilah, urusan agama itu ada empat:

 

  1. Benarnya i’tikad, maksudnya seseorang harus beri’tikad dengan itikad yang benar, bersih dari keragu-raguan dan kesamaran yang dapat menyesatkan orang yang menuruti hawa nafsunya.

 

  1. Benarnya tujuan,maksudnya punya niat yang benar. Sebab Nabi Saw bersabda:

 

“Sesungguhnya amal-amal itu dapat sah tergantung dengar niatnya”.

 

  1. Menepati janji

Kalau anda berjanji kepada orang lain harus ditepati agar tidak menimbulkan perbuatan munafik. Sebab diantara tanda-tanda munafik adalah apabila berjanji mengingkari.

 

  1. Menjauhi batasan-batasan Allah dengan menjauhi segala macam kemaksiatan.

Kalau ditanya kepadamu : “Kufur itu karena gadla dan takdir Allah. Sedangkan ridla terhadap gadla dan gadar Allah itu wajib, dan ridla dengan kekufuran adalah kufur. Lalu bagaimana perkara wajib dan kufur itu berkumpul?”. Maka jawablah: “Kufur itu perkara yang digadai dan ditakdir, bukan gadla dan bukan gadar Allah. Manusia wajib ridla terhadap gadla dan gadar Allah. Manusia wajib ridla terhadap gadla dan gadar Allah, tidak wajib ridla terhadap apa yang digadla dan ditakdir. Kecuali itu, perkara yang bertentangan dengan syara? maka seseorang dapat membenci karena zatnya. Kalau memandang bahwa adanya perkara itu digadla oleh Allah, seseorang dapat ridla dalam arti bahwa ia tidak menentang apa yang dikehendaki Allah dalam hal urusan yang bertentangan dengan Syara’ itu dia tidak dipaksakan untuk mencintai perkara yang bertentangan dengan syara”, sekalipun dipandang dari segi kedudukan perkara itu dapat digadla oleh Allah. Seseorang hamba hanya dipaksa meninggalkan menentang Allah, dan mengi’tikadkan adanya hikmah pada gadla dan membenarkan sifat Adilnya Allah.

 

Masalah Iman Dengan Sifat Suci Atau Tidak

 

Apabila ditanyakan kepada anda: “Iman itu apakah dengan sifat suci atau tidak?”

 

Maka jawabnya: “Iman itu bersifat suci dan kekufuran itu sesuatu yang bersifat najis dan menyebabkan semua anggota badan rusak.”

 

Penjelasan:

Iman itu bersifat suci. Sebab dengan iman itulah segala amal dapat sah. Sedangkan kufur adalah dengan sifat hadats atau najis.

Allah Ta’ala berfirman:

 

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis.” (QS. At-Taubah: 28)

 

Maksudnya: I’tikad mereka najis bukan tubuhnya. Jadi jiwa mereka itu dianggap kotor karena mempersekutukan Allah. Sehingga seluruh amal yang dilakukannya menjadi rusak. Tetapi kalau ia masuk Islam, maka ia akan mendapatkan pahala karena ketaatan yang dilakukan. Ketaatan yang tidak memerlukan niat seperti sedekah, menyambung hubungan keluarga, memerdekakan budak. Ketaatannya dihukumi sah sejak ia masuk Islam. Sebagaimana yang dikutip Syaikh Wana’i dari An Nawawi berdasarkan Firman Allah Ta’ala:

 

“Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum Islam) maka hapuslah amalnya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.” (QS. Al Maidah: 5)

 

Maksudnya orang yang murtad dari keimanan, maka amal saleh yang dilakukan sebelum murtad menjadi rusak seluruhnya sehingga tidak mendapat pahala, sekalipun kembali lagi kepada Islam. Dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi jika matinya kafir.

 

Ayat tersebut juga memberikan pengertian, bahwa siapa yang mengkufuri kalimat Tauhid yaitu: “Asyhadu Anlaa Ilaaha Ilallaah — Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah”, maka amal kebaikannya benar-benar rusak. Jika ia masuk Islam sebelum mati, maka pahala amalnya yang rusak bukan amalnya. Jadi tidak wajib mengulangi haji yang sudah dilakukan. Begitu pula shalat yang telah dilakukan sebelum murtad.

 

Masalah Iman Itu Makhluk atau Bukan

 

Apabila ditanyakan kepada anda: “Apakah Iman makhuk atau bukan?”

 

Maka jawabnya: “Iman itu hidayah dari Allah dan membenarkan dengan seteguh hati terhadap apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw dari Allah, serta menyatakan dengan lisan. Hidayah itu ciptaan Allah, sedangkan ciptaan Allah itu gadim. Adapun membenarkan dan mengikrarkan itu merupakan perbuatan hamba, dan perbuatan hamba adalah baru. Segala perkara yang gadim (dahulu) adalah gadim, sedangkan apa saja yang baru datangnya maka perkara itu adalah pasti baru.”

 

Penjelasan:

Iman itu hidayah dari Allah dan membenarkan dengan seteguh hati terhadap apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw dari Allah, serta menyatakan dua kalimat syahadat dengan lisannya.

 

Hidayah itu ciptaan Allah, sedangkan ciptaan Allah itu gadim. Adapun membenarkan dan mengikrarkan itu merupakan perbuatan hamba, dan perbuatan hamba adalah baru. Maksudnya ada sesudah tidak ada.

 

Segala perkara yang gadim (dahulu) adalah gadim dan bukan makhluk. Sedangkan apa saja yang baru datangnya maka perkara itu adalah pasti baru.

 

Syaikh Abu Ma’in An Nasafi mengatakan: “Tidak dapat dikatakan kalau iman dari seorang hamba itu adalah ikrar dengan lisan dan membenarkan dengan hati serta timbul petunjuk dan pertolongan dari Allah”.

 

Sementara Ulama berpendapat: “Tidak dapat dikatakan kalau iman itu menjadi hidayah dan taufik (petunjuk dan pertolongan). Karena manusia itu diperintahkan untuk beriman. Perintah itu hanya terdapat dalam perkara yang ada pada lingkungan hamba. Dan seluruh perkara yang demikian pasti makhluk”.

 

Syaikh Al Bajuri berkata: “Yang benar itu adalah makhluk. Karena itu membenarkan dengan hati, atau membenarkan yang disertai dengan pernyataan lisan. Keduanya adalah makhluk. Kalau ada yang mengatakan gadim dengan memandang hidayah Allah adalah keluar dari hakikat iman. Dan hidayah itu juga baru. Tetapi jika kita memandang adanya iman itu karena gadla sejak azali, maka bisa benar kalau dikatakan bahwa Iman itu gadim.

 

Syaikh Muhammad Khalil mengutip Syaikh Syamsuddin Ar Ramli mengatakan: “Menurut mayoritas Ulama Ahli Tahkik, iman itu adalah membenarkan dengan hati terhadap apa yang diketahui tanpa berangan-angan atas apa yang dibawa dan dijelaskan oleh Rasulullah 3 dari sisi Allah Ta’ala. Adapun pernyataan dengan lisan adalah hanya menjadi syarat untuk melaksanakan hukum-hukum di dunia. Ada yang mengatakan, bahwa iman adalah pernyataan dan pembenaran bersama-sama. Ada yang berpendapat, bahwa iman itu pernyataan dan amal perbuatan. Menurut cara-cara pendapat terakhir ini, maka iman adalah makhluk. Karena iman itu merupakan perbuatan seorang hamba yang diciptakan oleh Allah. Berdasarkan Firman Allah Ta’ala:

 

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. Ash Shaffat: 96)

 

Adapun pendapat Imam Abu Laits As-Samargindi sebagai jawaban atas pertanyaan: “Apakah Iman itu makhluk atau bukan?” Beliau mengatakan, bahwa iman itu adalah pernyataan dan petunjuk. Ikrar merupakan perbuatan manusia, dan perbuatan manusia adalah makhluk. Sedangkan hidayah atau petunjuk adalah ciptaan Allah, maka perbuatan Allah adalah makhluk. Ini sebagai toleransi saja, karena hidayah Allah kepada hamba adalah menjadi sebabnya iman, bukan sebagian daripada iman. Sedangkan yang ditanyakan adalah jiwa iman, bukan iman dan sebabnya. Dan Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Rahmat dan keselamatan semoga tetap atas junjungan kita Nabi Muhammad beserta keluarga dan sahabatnya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.