Kitab al-Qowaidul Asasiyah Fi Musthalah Hadits Dan Terjemah [PDF]

Segala puji bagi Allah tuhan seluruh alam shalawat serta salam semoga untuk utusan yang paling mulia junjungan kita Muhammad dan untuk seluruh keluarganya dan sahabatnya.

setelah itu ini adalah dasar-dasar utama dan kaidah-kaidah pondasi tentang ilmu musthalah hadis yang wajib bagi para pemula dalam fan ini, dengan cara yang mudah. Aku tulis untuk para pemula belajar dari teman-teman kita para pencari ilmu yang mulia.

aku meminta kepada Allah agar memberi manfaat kitab ini, dan menjadikan amal-amal kita ikhlas karena zatnya yang mulia, cara agar Allah membukakan kita seperti pembukaan orang-orang yang yang Arif.

dan rahmat Allah dan salamnya semoga untuk junjungan kita Muhammad beserta keluarganya dan sahabatnya.

 

 

ilmu hadis diucapkan untuk dua makna.

pertama diucapkan untuk penukilan dan riwayat sesuatu yang disandarkan kepada rasul, atau penukilan sesuatu yang disandarkan pada sahabat atau tabiin.

ini yang dinamakan ilmu hadis secara riwayat.

yang kedua diucapkan untuk suatu cara atau metode yang diikuti dalam cara sambungnya hadist, dari segi keadaan para perawinya, kecerdasan dan keadilan, dan dari segi keadaan sanad, sambungnya dan putusnya.

dan ilmu hadis dengan makna ini yaitu yang diketahui dengan ilmu hadits dirayah.

 

ilmu hadis secara riwayat

yaitu ilmu yang mengandung terhadap penukilan dan riwayat sesuatu yang disandarkan pada rasul. dan sabda-sabda beliau yang beliau ucapkan. atau perbuatan beliau yang beliau lakukan. atau pengakuan-pengakuan beliau maksudnya sesuatu yang dilakukan di hadapan beliau lalu beliau mengakui. atau sifat-sifat beliau maksudnya akhlak dan perjalanan beliau sebelum diutus dan setelahnya. Atau penukilan sesuatu yang disandarkan pada sahabat atau tabiin.

pembahasannya yaitu diri Rasulullah dari segi ucapan-ucapan perbuatan-perbuatan dan pengakuan.

faedahnya: peduli akan menjaga sunnah nabawiyyah dan mengetahuinya dan menyebarkannya di antara orang-orang Islam. dan dalam hal tersebut ada sebuah faedah akan keutuhannya dan tidak hilangnya.

peletaknya: Muhammad bin muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin syihab az-zuhri wafat tahun 125 Hijriyah dalam kehilafan sayyidina Umar bin Abdul Aziz.

maksudnya beliau adalah orang yang pertama kali membukukan dan mengumpulkan hadis karena perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Karena beliau menulis surat kepada penduduk daerah-daerah : lihatlah apa yang terjadi dari hadis rasulullah atau sunnahnya maka tulislah karena saya takut hilangnya ilmu dan hilangnya ulama.

ilmu hadits dirayah

dan disebut juga ilmu Ushul hadits atau ilmu usul riwayatil hadits atau ilmu musthalah hadis atau dalil ashar.

dan penamaan ini maksudnya mustholah hadits atau atsar yaitu yang paling masyhur dan yang paling jelas, dan yang paling menunjukkan terhadap yang dimaksud, dan disitu tidak ada sesuatu yang samar.

dan al-hafizh Ibnu Hajar berjalan sesuai hal tersebut dan menamai kitab nya yang masyhur nukhbatul Fikar fi Mustholah ahlil atsar.

makna mustolah adalah sesuatu yang disepakati oleh ahli hadits dari kaidah dan dasar.

definisi yang masyhur untuk ilmu musthalah hadis adalah ilmu tentang aturan-aturan yang untuk mengetahui beberapa keadaan sanad dan matan.

penjelasan definisi

Aturan: yang dimaksud adalah sesuatu untuk membatasi bagian-bagian, baik itu berupa definisi atau kaidah

sanad yaitu riwayat yang menyampaikan kepada matan, maksudnya perawi-perawi yang menyampaikan kepada matan hadis, guru dari guru yang lain sampai kepada lafadz hadits, dan riwayat namakan sanad karena bersandarnya para perawi hadits untuk menghukumi hadits.

matan yaitu ucapan dari ujung sanad

isnadnya itu mamberi kabar riwayat matan dan menceritakannya. terkadang sanad dinamakan isnad, dan isnad dinamakan sanad. maka keduanya itu sama.

seperti ucapan imam Bukhari: menceritaiku Musaddad dari Yahya dari Ubaidillah Ibnu Umar dia berkata mencerita iku khubaib bin Abdurrahman dari hafiz bin ashim dari abu Hurairah radhiallahu Anhu dari nabi SAW beliau bersabda: tempat di antara rumahku dan mimbarku adalah pertamanan dari pertamanan surga, dan mimbarku itu di atas telagaku. hadits riwayat Bukhari di kitab keutamaan Madinah.

makam Musaddad dan orang setelahnya sampai abu hurairoh ini yang dinamakan sanad. dan sabda nabi tempat diantara …. sampai akhir hadits ini yang dinamakan matan.

keadaan sanad dan matan adalah sesuatu yang dialami sanad seperti sambung atau putus, tinggi atau rendah, atau lainnya yang akan datang penjelasannya. dan yang di alami matan, seperti marfu’ atau mauquf, syad atau shohih.

ketika kau sudah mengetahui definisi ilmu hadist, selanjutnya hendaknya kau mengetahui meteri, faidah dan peletaknya.

materi hadis adalah perawi dan yang diriwayatkannya, dari sudut diterima dan ditolak.

peletaknya adalah qodli abu muhammad hasan bin abdurrohman bin khollad yang masyhur dengan sebutan romahurmuzi, dia adalah seorang yang pertama kali mengarang di istilah fan ini.

 

 

 

tentang kemuliaan ilmu hadis dan pakarnya ada berapa hadis, yang akan aku sebut yang masyhur:

dari ibn masud ra. bahwa rasulullah bersabda: orang yang paling berhak terhadap saya di hari kiamat adalah yang paling banyak membaca sholawat. HR Tirmidzi. dan menhukumi hasan.

ini adalah kedudukan yang mulia yang husus untuk para perawi hadis, karena tidak diketahui kelompak ulama’ akan bersolwat kepada rasululllah yang lebih banyak dari yang diketahui dari kelompk ini, mereka menkekalkan sebutan nabi dalam majlis mereka, dan mengucapkan salam kepada nabi di mayoritas waktu, di majlis dikir dan dars mereka.

dari ibn masud ra, ia bersabda, saya mendengan rasulullah bersabda: semoga Allah mencerahkan seorang yang mendegar sesuatu dari saya, lalu ia menyampaikannya seperti yang ia dengar, maka banyak orang yang disampaikan yang lebih mengusai dari pada orang yang mendengar. HR Tirmidzi dan ia berkata: Hasan Sohih.

begini nabi menkhususkan mereka dengan sebuah doa yang tidak beliau berikan kepada seorang pun dari umat ini.

Nabi bersabda:membawa ilmu ini orang-orang adil orang akhir, mereka menghilangkang perubahan orang orang yang berlebihan, dan penyelewengan orang-orang yang menghapus, dan penjelasan orang-orang bodoh. HR. Baihaqi di kitab al-Madkhol. Imam Qostollani menyebut dari beberapa riwayatnya hadist ini menjadi hasan.

dan dalam hadis ini ada sebuah penjelasan keadilan ahli hadis

 

 

 

hadis secara bahasa adalah lawan qodim (dahulu)

secara istilah adalah: sesuatu yang disandarkan kepada nabi berupa ucapan atau pekerjaan atau pengakuan, atau disandarkan kepada sahabat atau tabiin

sunnah secara bahasa adalah jalan

secara istilah adalah sesuatu yang di sandarkan kepada nabi berupa ucapan atau pekerjaan atau pengakuan, atau kepada sahabat atau kepada tabiin, maka sunnah menurut ini sama dengan hadis dengan makna yang dahulu. dan dikatakan: hadist itu husus untuk ucapan dan pekerjaan nabi , dan sunnah itu umum.

khobar secara bahasa itu lawan inysa

secara istilah adalah

dikatakan: sama dengan hadis

dikatakan: sesuatu yang datang dari selain nabi, adapun hadis adalah yang datang dari nabi, karena ini, dikatakan bagi orang yang sibuk dengan hadis pakar hadist, dan yang sibuk dengan sejarah atau sepadannya pakar kabar.

dikatakan: hadist lebih husus dari pada khabar, setiap hadis adalah khobar, dan tidak sebaliknya.

atsar secara bahasa adalah sisa rumah dan sepadannya.

secara istilah:

dikatakan: sama dengan hadis. seperti ucapan imam nawawi sesungguhnya ahli hadis menamai hadist marfuk dan mauquf adalah atsar

dikatakan: atsar adalah yang datang dari sahabat, makasudnya atsar dikatakan untuk mauquf. barangkali alasannya bahwa atsar adalah sisa sesuatu, dan khabar adalah sesuatu yang di khabari, dan ketika ucapan sahabat adalah sisa ucapan nabi, dan asal khabar adalah yang dari nabi, maka cocok ucapan sahabat di sebut atsar, da ucapan nabi di sebut khabar.

dengan ini jelas bahwa sunnah, hadis, khabar dan atsar adalah lafadz-lafadz yang sama untuk satu makna, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada nabi berupa ucapan atau perbuatan, atau pengakuan, atau sifat, atau kepada sahabat atau kepada tabiin.

dan tanda-tanda riwayat dari rasulullah, sahabat dan tabi’in membantu dan membatasi istilah-istilah ini

 

Hadist Qudsi

nisbat pada quds. quds adalah kebersihan dan kesucian dan hadis qudsi disebut hadis ilahi nisbat pada tuhan, dan hadis robbani nisba pada robb jalla wa Ala.

hadis qudsi menurut istiah adalah: sesuatu yang disandarkan rosulullah kepada tuhannya selain al quran

contohnya

Rosulullah bersabda: Allah berfirman: wahai hamba-hambaku, sesungguhnya aku mengharamkan kedzaliman pada diriku, dan aku menjadikan sebuah perkara yang diharamkan di antara kalian, maka kalian jangan saling mendzalimi.

dan ucapan sahabat: Rasulullah berkata dalam suatu riwayat yang beliau riwayatkan dari tuhannya … seperti ini

dan di namai hadist karena termasuk ucapan rasulullah, dan termasuk cerita beliau dari tuhannya

dan dinamai qudsi, karena beliau menyandarkan kepada tuhan , dari sudut Allah adalah yang berbica, dan Allah di sucian dari sesuatu yang tidak layak baginya

dari mengetahui hakikat hadis qudsi, nampak berbedaan antara hadis qudsi, quran dan hadist nabi

Al-Quran memiliki beberapa keistimewaan yang tidak dimiliki oleh hadits, keistimewaan ini sekaligus membedakan antara Al-Qur’an dan hadits.

 

Keistimewaan-keistimewaan tersebut antara lain:

 

  1. Al Ouran adalah sebuah mukjizat yang abadi sepanjang masa, terjaga dari perubahan dan penggantian, Mutawdtir lafaznya dalam semua kata, huruf dan gaya bahasanya.
  2. Haram diriwayatkan dengan makna.
  3. Haram menyentuhnya bagi orang yang ber-hadas, haram pula membacanya bagi orang yang junub dan semacamnya.
  4. Harus dibaca dalam shalat.
  5. Dinamakannya Al-Qur’an.
  6. Menjadi ibadah dengan membacanya dan setiap huruf menyamai sepuluh kebaikan.
  7. Penamaan dalam jumlah tertentu dengan ayat, dan kumpulan dari ayat-ayat dalam jumlah tertentu dengan surat.
  8. Lafaz dan maknanya berasal dari Allah Ta’ala dengan wahyu yang jelas, dan ini sudah menjadi kesepakatan ulama’. Berbeda dengan hadits, kalau hadits tidak memiliki kriteria-kriteria ini.

 

Mayoritas ulama’ membagi hadits menjadi dua macam: magbul (diterima) dan mardud (ditolak).

 

Hadits magbiil artinya para rawi yang menukil dan membawa hadits telah terpenuhi pada diri mereka syarat-syarat gabul. Karena itulah hadits yang mereka nukil diterima di kalangan ulama”.

 

Hadits mardid maknanya pada diri para rawi yang menukil dan membawa hadits tidak terpenuhi syarat-syarat gabul. Karena itulah hadits yang mereka nukil ditolak.

 

Hadits magbul adalah yang diistilahkan ulama’ mustalah dengan hadits sahih atau hasan, sedangkan hadits mardid adalah yang diistilahkan oleh ulama dengan hadits da’if.

 

Berhubung sifat-sifat gabul itu terkadang terpenuhi sempurna pada diri seorang rawi dan terkadang berkurang sedikit, maka hal tersebut berakibat hadits magbul terbagi menjadi dua derajat: derajat tertinggi dan derajat sedikit di bawahnya. Hadits yang mengandung sifat-sifat gabul tertinggi disebut hadits sahih, dan yang mengandung sifat-sifat gabul sedikit di bawahnya disebut hadits hasan. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa hadits itu terbagi menjadi tiga yaitu: sahth, hasan, dan daif.

 

Sahih secara etimologis adalah lawan kata dari sakit Secara terminologis adalah hadits yang mengandung sifat gabul paling tinggi. Sifat-sifat tersebut adalah:

 

  1. Sanad yang bersambung Makna bersambung di sini adalah setiap rawi mendengar hadits dari orang di atasnya dengan hakiki, dan orang di atasnya tadi mendengar dari orang di atasnya lagi, demikian seterusnya hingga akhir sanad.

 

Contoh:

Perkataan Imam Bukhari misalnya, “Saya menerima hadits dari Abdullah bin Yusuf, ia berkata, ‘Malik memberiku khabar dari Abi Zinad, dia dari A’raj dari Abu Hurairah. Dia (Abu Hurairah) berkata, “Rasulullah bersabda, “Makanan untuk dua orang bisa mencukupi tiga orang.” (HR. Bukhari, kitab al-at’imah).

 

Ini adalah sanad yang bersambung. Artinya Imam Bukhari mendengar hadits dari Abdullah, Abdullah mendengar dari Malik, Malik mendengar dari Abi Zinad, Abi Zinad mendengar dari A’raj, A’raj mendengar dari Abu Hurairah, dan Abu Hurairah mendengar dari Rasulullah

 

Dan hal ini menuntut wujudnya seorang rawi berada pada zaman gurunya dan gurunya berada pada zaman guru sebelumnya, sehingga bisa benar-benar hakiki proses pendengaran hadits dan ‘bersambungnya dia dengan orang di atasnya.

 

  1. Adilnya rawi, artinya setiap rawi dalam sanad harus memiliki sifat adil.

 

Rawi adil adalah seorang muslim, berakal, tidak melakukan tindakan kefasikan dan hal-hal yang merendahkan derajat. Maka orang kafir, fasik, gila, orang yang majhul (tidak diketahui identitas dan perilakunya) tidak dikatakan adil. Lain dengan wanita, mereka masih diterima riwayatnya apabila dia muslimah, berakal, tidak pernah melakukan tindakan fasik dan perkara-perkara yang merendahkan derajat. Demikian juga budak, mereka bisa diterima riwayatnya bila dia muslim, berakal, tidak melakukan tindakan fasik dan hal-hal yang merendahkan derajat.

 

Lebih jelasnya kami katakan, makna adil pada rawi adalah bersihnya perilaku. Hal ini mengarah pada sisi akhlag perawi. Dan masih tersisa lagi satu syarat yaitu keilmuannya, karena sifat adil, kesalehan dan ketagwaan pada rawi tidak otomatis menjadikan hafalannya kuat dan teliti dalam periwayatannya. Begitu juga sebaliknya, tidak otomatis seorang perawi itu kuat kuat hafalannya, teliti dalam periwayatannya lalu orangnya adil, saleh dan takwa. Maka dari itu ulama’ mensyaratkan sifat lain, yaitu -setelah adilperawi harus memiliki hafalan kuat, teliti dan detail dalam riwayatnya. Sifat ini yang diistilahkan ulama’ dengan tamam addabt (hafal penuh), dan ini merupakan syarat yang ketiga dari syarat-syarat hadits sahih.

 

  1. Sempurnanya hafalan. Maksudnya hafalan perawi berada pada derajat tertinggi, dalam arti semua hadits yang didengarnya tertanam kokoh di hatinya dan dia bisa menampilkannya kapan saja. Karenanya, orang yang pelupa dan sering salah, menjadi tidak masuk dalam kategori ini, demikian juga orang yang lemah hafalannya.

 

  1. Bersih dari sydz. Artinya rawi yang Sigah tidak berbeda isi riwayat dengan rawi yang lebih sigah.

 

  1. Bersih dari “illat. Artinya tidak terdapat illat di dalam hadits.

 

Illat adalah sebuah sifat yang samar yang menyebabkan tidak diterimanya hadits padahal tampak luarnya hadits itu selamat dari cacat itu.

 

Hukum hadits sahih: bisa dipakai hujjah (dasar, dalil, argumen) dalam bidang agidah, hukum dan lainnya, juga wajib diamalkan.

 

Hasan secara bahasa adalah sesuatu yang disukai hati.

 

Sedang menurut istilah, hasan adalah hadits yang bersambung sanad-nya, dengan penukilan rawi adil yang taraf ke-dabit-annya lebih rendah dari rawi hadits sahih, serta terlepas dari sydz dan illah. Dengan demiikian maka syarat hadits hasan ada lima:

 

  1. Bersambung sanad-nya.
  2. Adil rawinya.
  3. Dabit rawinya (yang dikehendaki, ke-dabit-annya di bawah rawi hadits sahih)
  4. Terlepas dari sydz.
  5. Terlepas dari ‘illah.

 

Dari penjelasan ini bisa diketahui bahwa syarat-syarat hadits hasan sama dengan syarat-syarat sahih kecuali syarat ketiga, yaitu dabt. Karena dabt pada hadits sahth disyaratkan berada pada derajat yang tertinggi, sedang dalam hadits hasan tidak disyaratkan demikian, tetapi cukup dengan dabt yang sederhana.

 

Contoh:

Hadits riwayat Muhammad bin Amr bin Algamah dari Abi Salamah dari Abu Hurairah  Muhammad bin Amr ini dikenal dengan kejujurannya, tetapi hafalannya tidak di level puncak.

 

Hadits hasan sama dengan hadits shahih, dalam hal kelayakan dibuat hujjah (dalil, dasar hukum) dan diamalkan, walaupun kekuatannya lebih rendah. Oleh karenanya hadits sahih lebih dimenangkan ketika terjadi pertentangan hukum. Karena taraf hadits shahih lebih tinggi dari pada hadits hasan, mengingat derajat rawi-rawi hadits hasan di bawah rawi-rawi hadits sahih dalam hal hafalan dan ke-dabit-an. Para rawi hadits shahih berada pada puncak ke-dabit-an.

 

Da’if secara bahasa berasal dari kata  (dengan dammah dan fathah huruf dad) berarti lawan kata kuat.

 

Dan secara istilah, Da’if adalah hadits yang di sana tidak terpenuhi sifat-sifat hadits sahfh tidak pula sifat-sifat hadits hasan.

 

Hadits Da’if disebut juga dengan hadits mardiid (ditolak). Contohnya hadits, “Sesungguhnya Nabi Muhammad  berwudhu dengan mengusap sepasang jaurab’ (semacam kaus kaki)“. Hadits ini dihukumi Da’if karena diriwayatkan Abu Oais al-Audi, dia adalah rawi yang da’if, lemah hafalannya.

 

Pembagian Hadits Da’if :

 

Ulama’ berbeda pendapat tentang pembagian hadits Da’if, sebagian membaginya sampai 81, sebagian ada yang sampai 49, dan sebagian lagi sampai 42 bagian.

 

Pembagian-pembagian ini sebenarnya tidak memberikan banyak manfaat.

 

Imam Ibnu Hajar berkata, “Pembagian-pembagian tersebut melelahkan dan tidak ada keperluan di balik itu semua.” Di samping mereka yang berselisih itu juga tidak memberi nama dari berbagai macam ke-daif-an kecuali sedikit, tidak pula memberi nama tertentu untuk setiap keadaan dari sekian keadaan daff.

 

Hukum Hadits Da’if.

 

Hadits Da’if tidak bisa dibuat hujjah dalam bidang agidah dan hukum. Namun bisa dipakai untuk amal-amal yang mempunyai fadhilah, anjuran-anjuran berbuat baik dan menakut-takuti dari berbuat jelek (at-tarqihb wa at-tarhib), serta biografi (managib) dengan sejumlah syarat yang terperinci pada tempatnya.

 

Hadits Marfii” adalah hadits yang disandarkan pada Rasulullah berupa ucapan, tindakan atau ketetapan, baik sanadnya sambung atau tidak.

 

Hadits tersebut disebut marfu’ (tinggi) karena tingginya derajat dengan disandarkannya kepada Rasulullah. Maka bila sahabat berkata, “Rasulullah bersabda demikian.” atau “Beliau berbuat demikian.” Maka hadits ini disebut marfii’. Demikian juga bila yang mengatakan hal tersebut dari kalangan Tabi’in atau Tabi it tabi’in atau orang setelah mereka, maka semua itu dikatakan hadits marfu’.

 

Definisi ini memasukkan hadits muttasil (sambung sanadnya), hadits musnad (sambung sanad-nya sampai Rasulullah ) juga semua hadits yang tidak disyaratkan sambung sanad-nya semacam hadits mursal (hadits yang sahabat dilewati) dan hadits mu’dal (hadits yang tidak disebut dua rawi berurutan), serta mengeluarkan hadits mauqif (hadits yang disandarkan pada sahabat) dan magtu’ (hadits yang disandarkan pada Tabi’in).

 

Macam-macam Hadits Marfu’:

 

Hadits marfu’ terbagi menjadi dua:

Pertama: marfu’ tasrihi (marfa’ dengan jelas), yaitu hadits yang di sana terdapat ungkapan: “Rasulullah  bersabda” atau “dari Rasulullah . Marfu’ ini adalah yang definisinya baru disinggung.

 

Kedua: marfu’ hukmi (marfu’ secara hukum), yaitu hadits yang di sana tidak ada penjelasan tegas dari rawi dengan ucapan: “Rasulullah & bersabda”.

 

Marfu’ hukmi ini banyak sekali ragamnya. Di antaranya ucapan sahabat, “Termasuk dari sunnah adalah begini dan begini.” Ucapan sahabat seperti ini dihukumi hadits marfu’ dan disebut marfu’ hukmi.

 

Hukum Hadits Marfu’:

Bisa menjadi sahih, hasan atau da’if.

 

 

Musnad, dibaca dengan fathah nun, dimaksudkan untuk kitab yang di dalamnya terkumpul hadits yang disebut sanadnya oleh sahabat. Juga dimaksudkan untuk hadits yang akan datang definisinya.

 

Hadits Musnad adalah hadits yang sanad-nya bersambung dari perawi sampai kepada Rasulullah. Menurut suatu pendapat, definisinya tidak demikian.

 

Mengikuti definisi di atas maka hadits maugif, magtu’ mungati, mu’allag (yang dibuang awal sanadnya), mursal dan mu’dal bukan termasuk hadits musnad.

 

Hukum Hadits Musnad:

Bisa sahih, hasan atau Da’if tergantung sifat para rawi-nya.

 

Hadits Muttasil adalah hadits yang sanadnya bersambung dengan bentuk setiap rawi mendengar dari rawi di atasnya sampai pada puncak sanad. Baik puncak itu Rasulullah atau sahabat Hadits muttasil disebut juga hadits maushill atau mur’tasil.

 

Dengan penjelasan ini maka bisa diketahui bahwa hadits musnad lebih khusus dari pada hadits muttasil. Semua hadits musnad pasti hadits muttasil akan tetapi tidak semua hadits muttasil pasti hadits musnad.

 

Menurut definisi ini maka hadits mauguf dan hadits magti” bisa jadi hadits muttasil.

 

Hukumnya: Hadits muttasil seperti hadits sebelumnya, bisa sahih, hasan atau da’if.

 

Yaitu hadits yang disandarkan kepada sahabat, baik itu berupa ucapan atau tindakan, baik sanad-nya bersambung sampai sahabat atau terputus.

 

Hadits mauquf gauli (berbentuk ucapan) itu seperti: Ibnu Umar  berkata demikian, Ibnu Mas’ud  berkata demikian.

 

Hadits maugif fi’li (berbentuk tindakan) itu seperti: Ibnu Umar  mengerjakan shalat witir di atas tunggangan baik saat musafir atau tidak.

 

Masuk pada definisi ini, hadits mursal, mungati’ (yang gugur satu rawi selain sahabat) dan mu’dal. Sedang hadits marfu’ dan mursal tidak termasuk.

 

Hukum Hadits Maugif:

 

Seperti hadits sebelum ini, bisa sahih, hasan atau da’if.

 

Hadits Magtu’ adalah hadits yang disandarkan kepada tabi’in, berupa ucapan atau tindakan, baik sanadnya bersambung atau tidak.

 

Hadits magtu’ (diputus), dinamakan demikian karena hadits tersebut terputus dari mencapai sahabat atau Rasulullah .

 

Bisa masuk pada definisi ini, hadits muttasil, mu’dal dan mungati’. Sedang hadits marfii’, maugif, dan mursal tidak termasuk.

 

Hukum Hadits Magtu’:

 

Tidak bisa dipakai hujjah (dasar hukum) kecuali bila terdapat garinah (tanda-tanda konteks, konstelasi) yang menunjukkan kemarfu’-an, maka bila demikian hadits tersebut menjadi marfu’ hukmi (marfu’ secara hukum), atau ada garinah yang menunjukkan ke-maugif-an, maka bila demikian hadits tersebut menjadi maugif hukmi. Seperti ucapan seorang Tabi’in, “Termasuk sunnah adalah… demikian demikian.” Maka menurut pendapat yang unggul hadits demikian adalah magtu’ yang dihukumi maugif.

 

Sebagian ulama’ menamakan magtid’ untuk hadits mungati’ dan sebaliknya, menamakan mungati’ untuk hadits magtu’ karena maksud mempermudah.

 

Yaitu hadits yang terlewatkan satu rawi dari sanad-nya dengan catatan yang terlewatkan tersebut bukan sahabat. Baik rawi yang terlewatkan ini terdapat pada satu tempat atau lebih, namun dengan bentuk pada setiap tempat, rawi yang terlewatkan tidak lebih dari satu. Bila terjadi demikian, maka hadits tersebut manjadi mungati’ di dua tempat, tiga tempat atau lebih.

 

Baik rawi yang terlewatkan tersebut berada di awal sanad atau tengahnya.

 

Dan bisa masuk pada definisi ini: hadits marfi’, mursal, maugif. Sedang hadits muttasil terkecualikan.

 

Hukum Hadits Mungati’:

Hadits ini adalah satu dari sekian macam hadits da’if

 

 

Lafaz mu’dal (. ) berbentuk isim maful, secara bahasa diambil dari ucapan orang Arab:    (Fulan menilai berat urusannya), dalam arti fulan diberatkan oleh urusannya.

 

Hadits mu’dal dinamai demikian karena muhaddits (ahli hadits) yang menuturkan hadits ini seakan dipayahkan dan dibuat lelah olehnya, sehingga orang yang meriwayatkan hadits tersebut darinya tidak bisa mengambil manfaat

 

Hadits Mu’dal adalah hadits yang terlewati dua rawi lebih dalam sanad-nya, pada tempat manapun, dengan syarat -gugurberurutan dan berdampingan. Seperti hilangnya tabi’in dan sahabat, tabi’in dan tabi’it-tabi in, atau dua orang setelah keduanya.

 

Sedangkan jika hilang satu rawi di antara dua rawi, kemudian hilang lagi satu rawi di tempat lain dari sanad itu juga, maka yang demikian disebut mungati’ pada dua tempat. Sebagaimana keterangan terdahulu pada bab mungati’

 

Contoh Hadits Mu’dal:

Hadits riwayat Imam Malik dalam kitab Muwatta’i, beliau berkata, “Telah sampai padaku dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Budak berhak mendapatkan makan dan pakaian yang layak. “ Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Malik dari Muhammad bin Ajlan dan dia (“Ajlan) dari ayahnya dari Abu Hurairah. Hadits ini diriwayatkan secara muttasil sedemikian tadi di selain Muwatta’. Maka nampaklah bahwa yang gugur ada dua rawi. ‘

 

Bisa masuk pada definisi hadits ini yaitu hadits marfu’, mauguf dan magti’. Sedang hadits muttasil tidak masuk.

 

Hukum Hadits Mu’dal:

 

Hadits mu’dal merupakan salah satu dari ragam hadits da’if.

 

Mursal (.  ) dengan bentuk isim maful, diambil dari akar kata irsal (. ) yang artinya melepaskan. Hadits mursal dinamai demikian karena orang yang me-mursal-kan itu melepaskan hadits tanpa mengikatnya dengan menyebut seluruh rawi hadits tersebut, dalam arti seorang rawi tidak menyebutkan guru yang hadits guru tersebut ia riwayatkan -secara mursal-.

 

Hadits Mursal yaitu hadits yang -periwayatannya-dinaikkan oleh tabi’in langsung kepada Rasulullah, tepatnya seorang tabi’in berkata, “Rasulullah bersabda, ….”

 

Dari definisi ini maka hadits muttasil, maugif, magti’ terkecualikan, sedang hadits mu’dal dan hadits mungati’ bisa masuk.

 

Hukum Hadits Mursal:

 

Hukum hadits mursal adalah da’if menurut mayoritas ulama hadits, di antara mereka adalah Imam Syafi’i. Sedangkan Imam Malik ber-hujjah dengan hadits mursal dalam masalah hukum dan lainnya. Pendapat ini adalah yang masyhur dari beliau dan Imam Ahmad bin Hanbal. Hanya saja dalam hal ini terjadi khilaf yang sudah dijelaskan oleh ulama’ dan kitab ini bukanlah tempat mengupasnya.

 

Contoh Hadits Mursal :

Hadits riwayat Imam Malik dalam kitab Muwatta’i dari Zaid bin Aslam, dari Ata’ bin Yasar bahwa Rasulullah  bersabda, “Sesungguhnya panas yang tinggi berasal dari didihan yang sangat neraka jahanam”.

 

Ata ini adalah seorang tabi’i, dia menaikkan -periwayatan-hadits tersebut langsung pada Rasulullah .

 

Mu’allag (.  ), dengan fathah-nya lam yang di-tasydid, artinya: digantungdiambil dari lafaz ta’ligul jidar wa nahwihi (.   ) “menggantung pada tembok atau semacamnya”. Dinamai sedemikian karena persamaan yang dimiliki keduanya dalam hal tiadanya ketersambungan.

 

Hadits Mu’allag adalah hadits yang dibuang permulaan sanadnya, baik yang dibuang itu satu rawi atau banyak, beruntun atau tidak, walaupun sampai akhir sanad.

 

Contoh Hadits Mu’allag:

Seorang rawi berkata, “Rasulullah bersabda,…..” atau “Abu Hurairah berkata,…..” atau “Imam Zuhri berkata,…..” demikian tanpa sanad, padahal antara si rawi dan Nabi Muhammad  sahabat atau tabi’in ada lebih dari satu orang rawi.

 

Dan bisa masuk dalam definisi ini semua hadits yang tidak muttasil, sedang hadits yang muttasil tidak masuk.

 

Hukum Hadits Mu’allag:

Da’if, karena ketidakjelasan orang yang dibuang dari sanad tersebut.

 

Musalsal berasal dari akar kata tasalsul yang secara logat berarti berlanjut. Sedang secara istilah adalah hadits yang para rawi pada sanad tersebut terus menerus, satu per satu, mengikuti pola dan sifat yang sama.

 

Hadits Musalsal mempunyai banyak ragam, di antaranya:

 

  1. Musalsal dalam bentuk ucapan para rawi. Seperti sabda Rasulullah kepada sahabat Mu’az ,

 

“Hai Mu’dz, aku menyukaimu. Maka ucapkanlah setiap usai shalat, ‘Ya Allah tolonglah diriku untuk bisa berdzikir dan beribadah dengan baik padamu.’.”

 

Setiap orang dari para perawi hadits ini mengatakan pada orang yang sesudahnya kalimat berikut: Ya fulan innf uhibbuka, fagul: …( Hai polan, saya menyukaimu, maka ucapkanlah: ….). Hadits musalsal ini disebut musalsal bil-mahabbah.

 

  1. Musalsal dalam bentuk perbuatan para rawi. Seperti hadits riwayat Abu Hurairah : Abul Qasim (Rasulullah ) menjalinkan jemari beliau ke sela-sela jemariku dan bersabda, “Allah ta’ala menciptakan bumi pada hari sabtu.”

 

Setipa rawi dari rawi-rawi hadits ini menjalinkan jemari pada sela-sela jemari muridnya dan mengatakan, “Guruku menjalinkan jemarinya pada jemariku dan berkata,…. Dan seterusnya demikian. Musalsal ini dinamakan musalsal bil-musyabakah.

 

  1. Musalsal dalam cara-cara menerima hadits seperti “mendengar”, maka tiap rawi menerima dari gurunya dengan lafaz (aku mendengar) dan gurunya menerima dari guru sebelumnya dengan juga, demikian seterusnya.

 

  1. Musalsal dalam masa periwayatan, seperti musalsal di hari ied.

 

  1. Musalsal dalam tempat periwayatan, seperti musalsal dengan terkabulnya doa di multazam atau semacam itu.

 

Faidah hadits Musalsal adalah terkandungnya ketelitian lebih para rawi.

 

Hukum Hadits Musalsal:

Jarang sekali hadits-hadits musalsal terbebas dari ke-da’if-an dari sisi musalsal-nya, bukan dari sisi pokok matan-nya. Adapun pokok matan maka terkadang sahih, tetapi sifat musalsal sanad-nya terkadang ada pembahasan lagi.

 

Garib secara bahasa adalah orang yang menyendiri, asing dari negerinya. Dan secara istilah yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi, dalam arti orang selain dia tidak meriwayatkannya, atau dia sendirian dalam penambahan matan atau penyebutan sanad.

 

Hadits tersebut dinamai garib karena rawi tersebut menyendiri dari rawi-rawi yang lain, seperti halnya orang asing yang lumrahnya menyendiri dari negerinya.

 

Pembagian Hadits Garib:

 

Hadits garib ada dua bagian:

  1. Garib mutlak yaitu seorang rawi menyendiri dengan sebuah hadits yang tidak diriwayatkan rawi-rawi yang lain.

 

Contoh:

Hadits (.  )

“Kekerabatan dengan jalan pemerdekaan sama dengan kekerabatan dengan nasab, ia tidak boleh dijual dan tidak boleh dihibahkan.” 

 

Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar.

 

 

  1. Garib nisbi yaitu hadits garib yang dibatasi dengan: yang menyendiri dalam periwayatan adalah rawi Sigah. Maka diucapkan di sana, “Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari kalangan orang Sigah kecuali polan”. Atau dibatasi dengan: yang diterima rawi seorang diri dari gurunya. Maka dikatakan di sana, “Hanya si polan yang meriwayatkan hadits itu dari gurunya”. Atau dibatasi dengan: yang diriwayatkan sendirian oleh seorang rawi, tidak oleh penduduk kampungnya. Maka dikatakan di sana: “Dari kalangan penduduk Madinah, hanya si polan seorang diri yang meriwayatkan hadits itu.”

 

Hukumnya:

Terkadang sahih, hasan, atau Da’if, dan da’if inilah yang banyak.

 

Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh dua orang dalam suatu tabagah (tahap/tingkat periwayatan), walaupun setelah itu diriwayatkan oleh orang banyak.

 

Hukumnya:

Adakalanya sahih, hasan, atau da’if.

 

Contoh:

Hadits riwayat Bukhari Muslim: “Tidak sempurna iman salah satu dari kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia.” Hadits ini diriwayatkan oleh Anas bin Malik, dan diriwayatkan dari Anas oleh Gatadah dan Abdul Aziz bin Suhaib.

 

Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih dalam suatu tahapan dari sekian tahap periwayatan, walaupun setelah itu diriwayatkan oleh banyak orang.

 

Contohnya:

Hadits “Sesungguhnya Allah tidak akan mengambil ilmu dengan mencabut langsung.”

 

Hukumnya:

Bisa sahih, hasan, atau da’if. :

 

Hadits Mutawitir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari sekelompok orang tanpa hitungan, seukuran mereka mencapai jumlah yang secara kebiasaan tidak mungkin sepakat untuk berbohong. Dengan syarat puncak sanad mereka – periwayatannyabertumpu pada perkara yang bisa dilihat atau didengar.

 

Dengan demikian syarat-syarat hadits Mutawitir ada empat :

 

  1. Banyaknya jumlah rawi.
  2. Adat menilai mustahil jumlah sebanyak itu sepakat berdusta.
  3. Hitungan banyak tersebut ada sejak awal periwayatan hadits sampai akhir.
  4. Tumpuan periwayatan puncak sanad berupa perkara yang bisa dilihat atau didengar.

 

Contoh:

“Barang siapa berbohong atasku (membuat-buat hadits dan menyandarkannya padaku) dengan sengaja, maka bersiap-siaplah untuk menduduki tempatnya di neraka” Hadits ini diriwayatkan dari dua ratus sahabat.

 

Hukumnya: Hadits Mutawitir menghasilkan ilmu dariri (pasti, keniscayaan). Hal ini adalah bagian dari pembahasan usul fiqh. Dan di sana topik ini dikupas panjang lebar.

 

Hadits Mu’an’an adalah hadits yang diriwayatkan dengan lafaz  (dari) tanpa penjelasan   (dia memberiku hadits),  (dia memberiku khabar), atau  (aku mendengar).

 

Hukumnya:

Bisa sahfh, hasan, atau da’if.

 

Hadits Mubham adalah hadits yang di dalam sanad atau matan-nya terdapat seorang laki-laki atau wanita yang tidak disebut namanya.

 

Contoh: Dari Sufyan dari seorang laki-laki.

 

Hukumnya:

Bila kesamaran nama terjadi pada sanad dan tidak diketahui identitasnya, maka hadits demikian hukumnya da’if. Sedang bila terjadi pada matan, maka tidak berpengaruh.

 

Mudallas di ambil dari kata dalas, artinya bercampurnya gelap dan terang. Hadits mudallas diberi nama demikian karena ada kesamaran di sana sebagaimana ada samar dalam dalas.

 

Secara istilah hadits Mudallas adalah hadits yang disamarkan oleh seorang rawi dengan suatu bentuk dari sekian bentuk pembuatan samar (tadlis).

 

Macam-macam Hadits Mudallas:

 

  1. Tadlis al-Isnad, yaitu seorang rawi menggugurkan gurunya, dan naik kepada guru gurunya, atau guru di atasnya lagi berupa orang yang semasa dengannya (rawi tersebut). Lalu rawi tersebut menyambungkan sanad kepada orang tadi dengan lafaz yang tidak menuntut ketersambungan agar tidak dikategorikan pendusta.

 

Contoh: Dalam suatu sanad terdapat: Zaid dari Amr dari Khalid dari Muhammad. Zaid meriwayatkan dari Amr (guru langsung) dan Amr dari Khalid. Dan si Zaid ini hidup semasa dengan Khalid, artinya Zaid menjumpai masa hidup Khalid. Kemudian Zaid membuang Amr dari sanad dan berkata, ” Dari Khalid….”, namun dia tidak berkata, “ (Khalid memberiku hadits….), atau “… …” (Saya mendengar Khalid…) sehingga dia tidak dengan tegas berdusta. Demikianlah bentuk penyamarannya, di samping memang ada kemungkinan Zaid mendengar hadits langsung dari Khalid, karena dia mendapati masa hidup Khalid.

 

Hukumnya:

Hadits yang diriwayatkan oleh rawi mudallis (pembuat kesamaran) dengan lafaz yang mengandung kemungkinan mendengar langsung dan tidak, seperti lafaz  (dari) maka haditsnya tidak bisa diterima.

 

Sedang hadits yang ditegaskan rawi mudallis bahwa dia mendengarnya, semacam lafaz  (dia memberiku hadits), . (aku mendengar) dan  (dia memberiku khabar), maka haditsnya diterima bila pelakunya sigah.

 

  1. Tadlis as-Syuyukh yaitu seorang perawi menyebut guru – yang ia dengar haditsnyatidak dengan namanya yang sudah dikenal, atau menyebutnya dengan dengan sifat-sifat yang tidak masyhur berupa kunyah (anaknya/bapaknya polan), lagab (gelar, julukan) atau nisbat (penggolongan) kepada negeri atau kabilah agar orang lain susah melacak sanadnya. Adakalanya untuk menutupi gurunya yang da’if atau seorang murid ingin terlihat banyak gurunya atau sebab sang guru lebih muda umurnya atau alasan lain.

 

Contohnya:

Imam Bukhari, nama ini sudah sangat terkenal, namun banyak dari kalangan awam tidak mengetahui bahwa beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari al-Ju’fi. Kemudian datanglah seorang rawi menyebutkan sanadnya dengan mengatakan, “Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-hifiz memberiku hadits…” Maka orang yang mendengar, tidak menyangka bahwa -pemberi haditsitu adalah Imam Bukhari. Inilah permasalahannya, meskipun nama, lagab dan kunyah Imam Bukhari sudah terkenal. Contoh ini sekedar untuk memudahkan.

 

Hadits Syaz yaitu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang Sigah berbeda -dalam matan atau sanaddengan orang yang lebih Sigah, dengan adanya penambahan atau pengurangan, serta tidak mungkin dilakukan sinkronisasi, dengan arti bila diterima salah satu, pasti yang lain tertolak.

 

Adapun bila masih mungkin dilakukan sinkronisasi (penyesuaian), maka hadits tersebut (yang diriwayatkan rawi yang kalah Sigah) tidak dikatakan hadits Syaz. Lawan hadits Sydz adalah hadits Mahfuz.

 

Contoh Syadz dalam sanad:

Hadits riwayat Abu Dawud, Tirmizi dan Ibnu Majah – lewat Ibnu “Uyaynah – dari “Amr bin Dinar dari “Ausajah (budak kemerdekannya Ibnu “Abbas) dari Ibnu ‘Abbas, “Sesunggguhnya seorang laki-laki wafat pada masa Rasulullah dan tidak meninggalkan ahli waris kecuali budak yang dia merdekakan. Maka Rasulullah  menyerahkan warisan laki-laki tersebut kepada si budak…” (Baca sempurna hadits !)

 

Ibnu “Uyainah dalam hal ke-muttasil-an hadits dikuatkan (didukung riwayat lain, di-mutaba’ah-i) oleh Ibnu Juraij dan lainnya.

 

Sedang Hammad bin Zaid berbeda riwayat dengan mereka. Hammad meriwayatkan dari ‘Amr bin Dinar dari ‘Ausajah tanpa menyebutkan Ibnu “Abbas, justru dia meriwayatkannya secara mursal (tanpa menyebutkan sahabat).

 

Dari keterangan di atas maka jelaslah bahwa Hammad menyendiri dengan meriwayatkannya secara mursal, dia berbeda dengan riwayat Ibnu ‘Uyainah, Ibnu Juraij dan lainnya yang notabene riwayat mereka adalah tersambung (mausil). Kesimpulannya, riwayat Hammad adalah syaiz dan riwayat Ibnu ‘Uyainah adalah dikatakan mahfud, padahal masing-masing dari Hammad dan Ibnu “Uyainah adalah rawi sigah.

 

Contoh Syaz dalam matan:

Hadits riwayat Muslim dari Nubaisyah al-Huzali, dia berkata bahwa Rasulullah  bersabda, “Hari Tasyrig adalah hari-hari untuk makan dan minum.” Hadits ini dalam semua sanad-nya datang dengan lafaz tadi. Akan tetapi Musa bin ‘Ulay bin Rabah meriwayatkan dari ayahnya (“Ulay) dari ‘Ugbah bin “Amir dengan tambahan “hari Arafah”. Maka kesimpulannya, hadits riwayat Musa adalah sydz karena ia berbeda dengan orang banyak dengan tambahan tersebut.

 

Hukum Hadits Syaz:

Hukumnya adalah daif, sedangkan hadits mahfiz adalah diterima.

 

Hadits Munkar adalah hadits riwayat rawi daif yang berbeda dengan riwayat rawi yang lebih utama berupa rawi-rawi Sigah. Sedangkan lawannya adalah hadits ma’riif, yaitu hadits riwayat rawi Sigah yang tidak dicocoki oleh -haditsrawi daif.

 

Hadits yang melewati jalur rawi Sigah disebut hadits ma’ruf dan yang melewati jalur rawi Da’if disebut hadits munkar. Definisi ini adalah yang dibuat pegangan dan masyhur, sebagaimana yang diunggulkan oleh Syeikh al-Islam, Ibnu Hajar.

 

Contoh Hadits Munkar dan Hadits Ma’ruf :

 

Hadits riwayat Ibnu Abi Hatim dari jalur Hubayyib bin Habib, saudara Hamzah Az-Zayyat, dari Abu Ishag dari Al-‘Aizhar bin Harits dari Ibnu ‘Abbas dari Rasulullah  beliau bersabda,

 

“Barang siapa mendirikan shalat dan menunaikan zakat, melakukan haji, puasa dan menjamu tamu, maka dia akan masuk surga.”

 

Imam Abu Hatim berkata bahwa hadits tersebut munkar, karena rawi selain Hubayyib dari kalangan rawi-rawi sigah meriwayatkan hadits tersebut lewat Abu Ishag secara maugif (cuma sampai Ibnu “Abbas). Dan hadits yang -sampai Ibnu Abbas: inilah yang ma’ruf. Sementara Hubayyib sendiri yang adalah rawi tidak sigah menaikkan hadits tersebut sampai Rasulullah , maka terjadilah perselisihan. Dan ketika pelaku beda riwayat itu orang yang tidak Sigah, maka haditsnya disebut munkar, sedang haditsnya rawi-rawi sigah disebut ma’rif. “

 

Hukum Hadits Munkar:

Hukumnya adalah da’if dan tertolak. Yang bisa dipakai hujjah adalah lawannya yaitu hadits ma’ruf.

 

Ali (luhur) dan Ndzil (rendah) termasuk sifat-sifat sanad. Sanad yang ‘ali adalah yang jumlah perawinya sedikit, sedang sanad yang ndzil adalah yang jumlah perawinya banyak.

 

Hadits yang “Ali lebih utama karena lebih dekat kepada Rasulullah  atau lebih dekat kepada suatu kitab atau lebih dekat kepada seorang imam yang sang rawi bersambung dengannya.

 

Hukumnya:

Terkadang sahih, hasan, atau Da’if.

 

Mudraj diambil dari akar kata idrdj, secara bahasa berarti: memasukkan. Menurut istilah, Hadits Mudraj ada dua macam: 1). Mudraj dalam matan. 2). Mudraj dalam sanad.

 

Mudraj dalam matan yaitu keberadaan sebagian rawi memasukan lafaz lain pada matan hadits, dengan syarat sambung langsung dengan hadits tanpa penjelasan bahwa lafaz yang dia masukkan bukanlah hadits.

 

Contoh:

 

Hadits “Aisyah , “Rasulullah

ber-tahannus di gua Hira – tahannus adalah beribadahselama beberapa malam.”

 

Perkataan rawi  (tahannus adalah beribadah) adalah mudraj, disisipkan dalam hadits.

 

Sedangkan mudraj dalam sanad mempunyai banyak bagian yang dibahas dalam kitab-kitab besar.

 

Hukum Hadits Mudraj:

Hukumnya sebagaimana hadits sebelumnya, terkadang sahih, hasan, atau Da’if.

 

Hadits Mudabbaj adalah hadits yang diriwayatkan setiap rekan dari rekannya, yakni temannya yang sebaya dan satu sanad dalam arti mengambil dari guru yang sama. Seperti riwayat Sayyidah ‘Aisyah dari Abu Hurairah, dan sebaliknya.

 

 Hukum Hadits Mudabbaj:

Seperti pendahulunya: bisa sahih, hasan, atau Da’if.

 

Muttafig dan Muftarig yaitu hadits yang terdapat nama orang yang sama bacaan dan tulisannya tetapi berbeda yang dikehendaki, tergambarkan bahwa orang yang dinamakan sedemikian itu banyak. Hadits tersebut masih termasuk dalam kategori musytarak lafzi (homonim, padan bunyi).

 

Contoh:

Khalil bin Ahmad, nama ini dimiliki oleh enam orang, masing-masing bernama Khalil bin Ahmad.

 

Mu’talif dan Mukhtalif adalah hadits yang terdapat nama orang yang sama dalam aksara dan tulisan, tapi beda dalam bacaannya.

 

Contohnya:   (Asid – Usaid ):   (Hamid – Humaid):   (Imaroh – Umaroh).

 

Hadits Maglub adalah hadits yang terjadi perubahan dalam matan atau sanad-nya, lewat penggantian lafaz dengan lafaz lain, atau dengan mendahulukan dan mengakhirkan lafaz, atau. yang semacam itu.

 

Hadits Maglub terbagi menjadi dua:

 

  1. Maglub dalam sanad. Gambarannya:

 

a). Mendahulukan dan mengakhirkan nama rawi. Hal ini semacam nama asal seorang rawi adalah Ka’ab bin Murrah misalnya, kemudian seseorang mengucapkannya Murrah bin Ka’ab.

b). Sebuah hadits telah terkenal diriwayatkan seorang rawi, atau sebuah hadits terkenal dengan sanad tertentu, lalu rawi itu ditukar dengan temannya yang sebanding dan masih satu masa. Hal itu seperti hadits yang telah terkenal diriwayatkan Salim bin Abdillah bin Umar lalu diganti dengan Nafi’, yang keduanya adalah tabi in.

 

  1. Maglub dalam matan.

 

Magluib dalam matan adalah hadits yang di dalamnya terdapat kata atau beberapa kata yang ditempatkan pada selain tempatnya yang sudah terkenal. Seperti hadits riwayat Abu Hurairah dalam Sahih Muslim tentang tujuh orang yang dinaungi Allah Ta’ala di bawah bayang-bayang arasy-Nya. Di sana terdapat lafaz: “Dan seseorang yang bersedekah dengan sebuah sedekah, lalu dirahasiakannya, sehingga tangan kanannya tidak mengetahui apa yang dinafkahkan tangan kirinya.”

 

Lafaz hadits ini termasuk yang tertukar dengan tidak sengaja oleh salah satu rawi-nya. Hadits tersebut seharusnya: “Sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dinafkahkan tangan kanannya.” Sebab tangan kananlah yang melakukan penafkahan.

 

Hukum Hadits Maglib:

Wajib dikembalikan pada asalnya dan mengamalkan yang asal dan pakem tersebut.

 

Hadits Mudtarib adalah hadits yang diriwayatkan dengan beberapa bentuk yang berbeda-beda, yang kadar perbedaaannya seimbang, dengan arti suatu kali ia (rawi) meriwayatkan hadits begini dan lain kali begitu, berbeda dengan yang pertama.

 

Maka dengan demikian tidak dapat dikatakan mudtarib kecuali bila riwayat-riwayat tersebut sama sahihnya, dalam aru tidak mungkin mengunggulkan salah satunya, dan tidak mungkin disingkronkan antara riwayat-riwayat tadi.

 

Adapun bila salah satu riwayat masih mungkin diunggulkan, suatu misal karena rawi-nya lebih hafal atau lebih sering bergaul dengan orang yang memberinya riwayat, maka riwayat yang diterima adalah riwayat yang rajih (unggul), sedangkan yang kalah unggul (marjuh) menjadi hadits sydz atau munkar, dan dengan demikian tidak ada ke-mudtarib-an.

 

Contohnya:

Hadits Fatimah binti Oais, berupa hadits marfu’, “Sesungguhnya di dalam harta ada kewajiban selain selain zakat”. Demikian riwayat Tirmizi, sementara Ibnu Majah juga meriwayatkan dari Fatimah binti Oais, dalam bentuk marfu’ pula, dengan lafaz: “Di dalam harta tidak ada kewajiban selain zakat.”

 

Hukumnya:

Da’if, karena mengindikasikan para perawinya tidak dabit (hafal penuh)

 

Hadits Mu’allal disebut juga dengan hadits Mu’all dan Ma’lul.

 

Al-Ma’lul adalah hadits yang dilihat pakar hadits bahwa di dalamnya terdapat ‘illah (penyakit) yang mengganggu kesahihan hadits tersebut, padahal kelihatannya hadits tersebut bersih dari ‘illah. Seperti pe-mursal-an hadits muttasil, atau pe-muttasil-an hadits mursal, atau penyisipan lafaz dalam matan dan sanad, atau pe-maugif-an hadits marftf’, atau sebaliknya. Semua hal tadi adalah ‘illah-‘illah yang tidak bisa diketahui kecuali dengan meneliti dan mengumpulkan sanad-sanad lalu mengoreksinya.

 

Hukum Hadits Mu’allal:

Termasuk dari ragam hadits da’if

 

Hadits Matruk adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang sudah disepakati ke-daif-annya.

 

Dari definisi ini maka nampaklah dua hal tentang rawi hadits matruk:

 

  1. Rawi tersebut disepakati ke-da’if-annya karena dicurigai berbuat bohong, atau si rawi dikenal berbuat bohong di selain hadits maka ia tidak bisa dijamin tidak berbuat bohong di dalam hadits, atau dicurigai berbuat fasik, atau karena pelupa, atau karena seringnya salah faham (wahm).

 

  1. Rawi tersebut sendirian dalam meriwayatkan hadits. Artinya hanya dialah yang meriwayatkan hadits tersebut, tidak ada yang meriwayatkannya kecuali dia.

 

Contoh:

Riwayat Amr bin Syimr dari Jabir. ‘Amr ini matrik (ditinggalkan) haditsnya.

 

Hukum Hadits Matruk:

Hukumnya tidak diperhitungkan karena terlalu da’if, Maka hadits ini tidak bisa dibuat hujjah (dalil, argumen) dan tidak dapat dijadikan penguat hadits lain.

 

Hadits maudu’: adalah hadits yang dipalsukan dan dibuat-buat oleh seseorang kemudian dikatakan dari Rasulullah  atau dari sahabat atau dari tabi’in.

 

Penyebab pemalsuan hadits adalah tidak adanya sifat beragama, atau membela mazhab, atau dominasi kebodohan, atau mendekat para penguasa dengan memuji-muji mereka.

 

Hukum Hadits Maudu’.

 

Hadits Maudi’ adalah batil. Haram meriwayatkannya pada orang lain kecuali untuk mewaspadakannya dari hadits tersebut atau menjelaskan kepalsuannya pada orang-orang berilmu.

 

Sahabat adalah orang yang bertemu Rasulullah  dalam keadaan beriman dan mati dalam keadaan beriman. |

 

Defenisi ini adalah menurut mayoritas ahli hadits. Sedangkan sebagian ahli ushul fiqh mengharuskan syarat lain agar terealisasi Status kesahabatan.

 

Di antaranya: bergaul dengan Rasulullah dalam jangka waktu lama.

 

Di antaranya lagi: ikut berperang bersama beliau.

 

Keadilan Sahabat

 

Sahabat, seluruhnya adalah ‘adil, yang tua atau yang muda, yang terbawa “fitnah” atau tidak (yaitu ikut hadir dalam peperangan antara sayyidina Ali dan sayyidina Mu’awwiyah atau tidak hadir). Kriteria ini dengan kesepakatan Ahlussunnah, karena berbaik sangka pada mereka (para sahabat), dan memandang kepada keagungan perilaku yang terbentuk pada mereka berupa: kepatuhan pada perintah-perintah Baginda Rasulullah  sepeninggal beliau, penaklukan daerah-daerah, penyampaian AlOuran hadits oleh mereka, pencerahan hidayah pada umat manusia, disiplin shalat dan zakat serta pelbagai macam amal ibadah lain, keberanian, kepandaian, kedermawanan, memprioritaskan orang lain, dan akhlak terpuji lainnya yang tidak dimiliki umat-umat terdahulu.

 

Dalil-Dalil Keadilan Sahabat dari Al-Qur’an dan Hadits Keadilan Sahabat sudah permanen dan maklum dengan penilaian adil dari Allah Ta’ala, juga pengkabaran dari-Nya akan kesucian dan keterpilihan mereka.

 

Allah Ta’ala berfirman: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), umat yang adil, agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian.” (OS. Al-Baqarah: 143).

 

Allah Ta’ala juga berfirman: “Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (O.S. Al-Imran: 110).

 

Allah Ta’ala juga berfirman: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah tegas terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang pada sesama mereka.” (O.S. Al-Fath: 29).

 

Sedangkan hadits-hadits yang menerangkan keutamaan sahabat sangat banyak, dan kami akan sebut sebagian:

 

  1. Hadits riwayat Bukhari Muslim dari Abdullah bin Mas’ud &. Rasulullah 4 bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah -generasikurunku, kemudian generasi -kurunsetelahnya.”

 

  1. Hadits riwayat Tirmizi dan Ibnu Hibban dalam kitab Sahihnya, dari Abdullah bin Mugaffal. Rasulullah bersabda: “Takutlah kepada Allah, sungguh takutlah kepada Allah, hati-hatilah terhadap para sahabatku, jangan jadikan mereka sasaran cacian sepeninggalku. Barang siapa mencintai mereka, maka -karena berarti mencintaikudia mencintai mereka. Dan barang siapa membenci mereka, maka -karena berarti membencikudia membenci mereka. Barang siapa menyakiti mereka, maka sungguh berarti menyakitiku, barang siapa menyakitiku maka sungguh berarti menyakiti Allah, barang siapa menyakiti Allah, maka nyaris Allah akan menyiksanya.”!

 

  1. Hadits riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah dari Rasulullah beliau bersabda, “Jangan kalian mencaci sahabat-sahabatku. Demi Zat yang jiwaku berada pada kekuasaan-Nya, Seandainya salah satu dari kalian mensedekahkan emas sebesar gunung Uhud, tidaklah bisa menyamai satu mud atau setengah dari sedekah mereka.”?

 

  1. Hadits riwayat Ahmad, Tirmizi, Ibnu Majah dan lainnya dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah bersabda, “Kalian melengkapi tujuh puluh umat terdahulu, kalian adalah yang terbaik dan termulia di sisi Allah .”

 

  1. Hadits riwayat Bazzar dari Jabir, dia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah memilih sahabatsahabatku mengalahkan orang sealam semesta, selain para Nabi dan Rasul.”?

 

Orang Pertama yang Masuk Islam dari Kalangan Sahabat

 

Ulama’ salaf berbeda pendapat tentang sahabat yang pertama kali masuk Islam. Menurut suatu pendapat, Abu Bakar. Menurut suatu pendapat, Ali bin Abi Talib. Menurut suatu pendapat, Zaid bin HariSah. Menurut suatu pendapat, sayyidah Khadijah. Menurut pendapat lain, Bilal, semoga Allah meridhai semua.

 

Imam Ibnu Salah berkata, “Sikap yang lebih wira’i adalah pernyataan bahwa orang pertama yang masuk Islam dari kalangan lelaki dewasa yang merdeka adalah Abu Bakar: dari kalangan anakanak atau remaja adalah Ali bin Abi Talib: dari kalangan wanita adalah sayyidah Khadijah: dari kalangan budak merdeka adalah Zaid bin Harisah: dan dari kalangan budak adalah Bilal.

 

Jumlah Sahabat:

 

Ketahuilah bahwa menghitung jumlah dan bilangan sahabat dengan tepat itu sulit sekali, karena mereka terpencar-pencar di banyak negeri dan perkampungan. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab Sahih-nya bahwa Ka’ab bin Malik berkata dalam kisah kealpaannya dari peperangan Tabuk, “Jumlah sahabat Rasulullah  banyak sekali, tidak bisa terangkum dalam suatu daftar.”

 

Sahabat yang Paling Utama

 

Al-Hafiz al-’Iraqi berkata dalam Syarah Alfiyah-nya, “Ulama’ Ahlussunnah wal jama’ah bersepakat bahwa paling utamanya sahabat sepeninggal Rasulullah secara mutlak adalah Abu Bakar lalu Umar bin Khattab.” Salah satu dari ulama’ yang mengisahkan kesepakatan tersebut adalah Abul Abbas al-Ourtubi. Dia berkata, “Tidak seorangpun dari ulama’ salaf (pendahulu) maupun khalaf (penerus) yang berselisih dalam hal ini.” Beliau (Al-Ourtubi) melanjutkan, “Dan tidak perlu diperhatikan pendapat-pendapat yang berasal dari kaum Syi’ah dan ahli bid’ah.”

 

Imam Syafi’i dan yang lainnya sungguh telah menceritakan kesepakatan para sahabat dan tabi’in akan masalah tersebut. Imam Baihagi berkata dalam kitab Al-I’tiqad, “Saya meriwayatkan dari Abi Saur dari Syafi’i, beliau berkata, “Tidak seorang pun dari kalangan sahabat dan tabi’in berselisih dalam hal mengutamakan Abu Bakar dan Umar serta mendahulukan mereka atas seluruh sahabat. Akan halnya perselisihan orang yang berselisih dari para sahabat, itu hanya dalam masalah Ali dan Utsman.” !

 

Para Pendahulu yang Mula-mula Masuk Islam

 

Sebagian sahabat yang memiliki keistimewaan dan kelebihan dibanding yang lain adalah Assadbigiin al-Awwalin, orang-orang yang mula-mula masuk Islam dari kalangan sahabat Muhajirin dan Ansar. Terdapat perselisihan tentang siapakah yang dimaksud dengan Assdbigin al-Awwalin itu menjadi empat pendapat. Menurut suatu pendapat: mereka adalah orang-orang yang ikut Bai’ah ar-Ridwin. Menurut suatu pendapat: mereka adalah orangorang yang mengikuti shalat menghadap dua kiblat. Menurut suatu pendapat: mereka adalah Ahli Badr. Menurut pendapat lain: mereka adalah orang-orang yang masuk Islam sebelum Fathu Makkah. 

 

Sepuluh Orang yang Diberi Kabar Gembira Masuk Surga

 

Sebagian sahabat lagi yang mempunyai keistimewaan dan kelebihan dibanding yang lain adalah sepuluh orang yang diberi berita gembira masuk surga. Mereka adalah:

 

  1. Abu Bakar
  2. Umar bin Khattab
  3. Utsman bin “Affan
  4. ‘Ali bin Abi Thalib
  5. “Abdurrahman bin “Auf
  6. Talhah bin “Ubaidillah
  7. Sa’ad bin Abi Waggas
  8. Sa’id bin Zaid bin Amr bin Nufail
  9. Abu “Ubaidah bin al-Jarrah
  10. Zubair bin “Awwam

 

Keistimewaan mereka adalah bahwa “kabar gembira masuk surga” tersebut diberitakan untuk mereka pada satu tempat dan dalam satu hadits.!

 

Pemberian berita gembira dengan masuk surga juga terjadi kepada sejumlah sahabat Rasulullah  seperti sahabat-sahabat yang ikut perang Badar dan mereka yang ikut menghadiri perjanjian Hudaibiyyah, juga Bilal, “Ukasyah dan lain-lainnya.

 

Para Mufti dari Kalangan Sahabat

 

Sebagian sahabat lagi yang memiliki keistimewaan dan kelebihan dibanding lainnya adalah sahabat-sahabat  yang berfatwa.

 

Abdullah bin Abbas adalah sahabat yang paling banyak berfatwa, hal ini karena dia pernah didoakan oleh Rasulullah dengan sabda beliau, “Wahai Allah, ajarilah dia Al-Gur’an.”

 

Menurut pendapat yang masyhur, sahabat-sahabat yang paling banyak memberikan fatwa secara mutlak ada tujuh, yaitu:

 

  1. Abdullah bin Abbas.
  2. Umar bin Khattab.
  3. Putra Umar, Abdullah bin Umar bin Khattab.
  4. “Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq, ummu al-mu’minin.
  5. Abdullah bin Mas’ud.
  6. Zaid bin Sabit, dan
  7. Ali bin Abi Thalib.

 

Sahabat yang Paling Akhir Wafatnya

 

Sahabat yang paling akhir wafatnya secara mutlak adalah Abu Tufail Amir bin Wasilah yang meninggal pada tahun 100 Hijriyah di Makkah.

 

Para Sahabat yang Memperbanyak Meriwayatkan Hadits

 

Sebagian sahabat lagi yang memiliki keistimewaan dan kelebihan adalah mereka yang memperbanyak meriwayatkan hadits. Mereka ini berjumlah tujuh orang. Mereka memiliki andil yang besar dalam periwayatan hadits Nabawi. Para ulama’ membuat istilah untuk sahabat yang meriwayatkan lebih dari seribu hadits dengan sebutan “Muksir”. Karena istilah inilah, mereka yang berjumlah tujuh tadi disebut al-muksirin. Mereka adalah:

 

  1. Abu Hurairah.
  2. Abdullah bin Umar.
  3. Anas bin Malik.
  4. Sayyidah “Aisyah.
  5. Abdullah bin Abbas.
  6. Jabir bin Abdillah, dan
  7. Abu Sa’id al-Khudri.

 

 

Tabi’i adalah orang yang bertemu sahabat seraya beriman – kepada Rasulullah dan mati dalam keadaan Islam.

 

Al-Qur’an telah menilai baik pada tabi’in dengan penilaian kolektif dalam firman Allah Ta’ala, yang artinya: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam dari kaum muhdjirin dan ansir dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bagian bawahnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itu adalah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100).

 

Dan sunnah nabi memberi kesaksian baik untuk mereka, dengan sabda beliau 

 

“Sebaik-baiknya kalian adalah -generasikurunku, kemudian generasi -kurunsetelahnya.”

 

Dan sabda beliau, Rasulullah

 

“Berbahagialah bagi orang yang melihatku, dan berbahagialah bagi orang yang melihat orang yang melihatku.”

 

Sementara jumlah para tabi’in tidak bisa dihitung, mereka terdiri dari berbagai tingkatan yang mencapai lima belas tingkatan. Para ulama’ Islam telah bersepakat bahwa akhir periode tabi’in adalah sekitar tahun 150 Hijriyah, sedangkan tahun 220 Hijriyah adalah akhir masa tabi’it tabi’in (generasi sesudah Tabi’in).

 

Tabi’in yang Paling Utama

 

Ulama berselisih tentang siapa tabi’in yang paling utama, atas beberapa pendapat:

  1. Dia adalah Sa’id bin Musayyib. Ini menurut penduduk kota Madinah.

 

  1. Hasan Basri. Ini menurut penduduk Basrah.

Hasan Basri nama lengkapnya adalah Hasan bin Abil Hasan Yasar al-Basri, seorang Imam yang masyhur yang disepakati kebesarannya dalam berbagai bidang ilmu, orang alim yang tinggi derajatnya, ahli hukum yang sigah, yang bisa dipercaya, yang ahli ibadah, yang sangat taat. Beliau meninggal pada tahun 110 Hijriyah, dalam umur mendekati sembilan puluh tahun.

 

  1. Uwais Al-Qarani.

Ini menurut penduduk Kufah. Imam ‘Iraqi berkata bahwa pendapat itulah yang benar, berdasar riwayat dalam Sahih Muslim dari haditsnya Umar bin Khattab beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik tabi’in adalah seorang laki-laki yang bernama Uwais.’.!” Maka hadits ini sebagai pemutus perselisihan.

 

Nama lengkap Uwais adalah Uwais bin “Amir al-Qarani (dengan fathahnya Ra dan Oaf) tuan para tabi’in, termasuk dari wali Allah yang sangat konsekuen (siddig), seseorang yang menjauhi dunia (zahid), yang mengerti akan Allah. Rasulullah  telah memerintah sayyidina Umar dan sayyidina Ali bila bertemu dengannya agar meminta doa darinya. Az-Zahabi menuturkan dalam kitab al-Mizan  bahwa Uwais al-Qarani ditemukan gugur di barisan sayyidina Ali karramallah wajhah pada perang Siffin di bulan Safar tahun 37 Hijriyah.

 

  1. Atha’ bin Abi Rabah al-Makki al-Ourasyi. Ini menurut penduduk Makkah. Atha’ ini adalah imam dan mufti kota Makkah, yang terkenal dan disepakati dalam kebesaran dan kepemimpinannya.

 

Sedangkan tokoh-tokoh wanita dari kalangan tabi’in adalah:

 

  1. Hafsah binti Sirin. Beliau wanita yang sigah (bisa dipercaya), dan hujjah (bisa dijadikan rujukan). Berkata Iyas bin Muawwiyah: “Aku tidak mendapati seseorang yang lebih utama dari pada Hafsah.” Berkata Ibnu Abi Daud, “Beliau telah hafal Al-Qur’an pada usia 12 tahun dan meninggal tahun 101 Hijriyah dalam umur 70 tahun.”

 

  1. Ummu Dardi’ as-Sugra, namanya Hujaimah, dia istri Abu Darda’, yang pernah meminta dari suaminya (Abu Darda’) untuk tetap menjadi istrinya di akhirat, maka suaminya berwasiat agar tidak bersuami lagi sepeninggalnya. Akhirnya, datanglah Mu awwiyah melamarnya setelah wafatnya sang suami, namun dia tidak menerima. Ummu Darda’ termasuk orang ahli ibadah, meninggal sesudah tahun 81 H..

 

“Amrah binti Abdurrahman bin Sa’ad bin Zurirah alAnshariyah al-Madaniyah. Orang yang alim, yang agung, yang sigah (bisa dipercaya). Dia tinggal dalam asuhan sayyidah ‘Aisyah. Umar bin Abdul Aziz berkata, “Tidak ada lagi orang yang lebih tahu tentang haditsnya -sayyidah“Aisyah dari pada “Amrah.” Dia wafat tahun 103 H.

 

Tujuh Ahli Hukum

 

Dan sebagian tokoh-tokoh tabi’in lagi adalah fuqaha’ as-Sab’ah (tujuh orang ahli fiqh, hukum agama) di daerah Hijaz. Mereka adalah:

 

  1. Imam Sa’id bin Musayyib bin Hazn al-Qurasyi al-Makhzimi.

 

Ulama’ telah sepakat akan kebesaran, kepemimpinan, dan keunggulannya dalam ilmu, kemuliaan dan bentuk-bentuk kebajikan di atas orang-orang semasanya. Dia adalah pemuka penduduk Madinah pada periodenya, dan dinomorsatukan dalam fatwa, juga digelari fagih al-fugahd’ (paling alimnya para ulama’). Meninggal pada tahun 93H.

 

  1. Imam Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar as-Shiddig. Meninggal pada tahun 106 H.

 

  1. Imam Kharijah bin Zaid bin Tsaibit al-Anshari. Meninggal tahun 100 H. :

 

  1. Imam ‘Urwah bin Zubair bin ‘Awwam Al-Asadi. Meninggal pada tahun 94 H.

 

  1. Imam Sulaiman bin Yasir Al-Hilali, budak merdeka dari sayyidah Maimunah. Meninggal pada tahun 109 H.

 

  1. Imam “Ubaidullah bin “Abdillah bin “Utbah bin Mas’ud, meninggal pada tahun 99 H.

 

  1. Yang ketujuh ini diperselisihkan. Menurut suatu pendapat: Salim bin “Abdillah bin “Umar bin Khattab yang meninggal pada tahun 106 H di Madinah. Menurut pendapat lain: Abu Salamah bin ‘Abdirrahman bin ‘Auf yang meninggal pada tahun 94 H. di Madinah. Menurut pendapat lain: Abu Bakar bin ‘Abdirrahman bin al-Harits bin Hisyam. Dia dikenal sebagai “rahib-nya Quraisy” karena banyaknya shalat. Meninggal pada tahun 94 Hijiriyah, tahunnya ahli-ahli hukum.

 

Para Imam tersebut adalah putra-putra sahabat, kecuali Sulaiman, beliau putra dari Yasar yang tidak pernah bertemu dengan Rasulullah  Sedangkan Muhammad bin Abu Bakar dan ‘Abdullah bin “Utbah serta “Abdurrahman bin al-Harits adalah sahabat-sahabat yang masih belia.

 

Imam Malik Bin Anas

 

Beliau bernama lengkap Abu “Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir Al-Asbuhi Al-Madani, Imam Dar al-Hijrah. Beliau dilahirkan pada tahun 95 H. Dan wafat tahun 199 H. di Madinah dalam usia 84 tahun. Beliau adalah imam negeri Hijaz, bahkan imam manusia dalam fiqh dan hadits. Dan cukuplah sebagai kebanggaan beliau bahwa Imam Syafi’i termasuk murid beliau.

 

Beliau memiliki kitab yang bernama Al-Muwatta’ yang menghabiskan waktu 40 tahun untuk menyusunnya.

 

Waliyullah Ad-Dahlawi ! telah menjelaskan keagungan dan derajat kitab Muwatta’. Beliau meletakkan kitab Al-Muwatta’ beserta Sahih Bukhari dan Sahih Muslim pada derajat tertinggi dalam kesahihan, dari sekian kitab-kitab hadits. Beliau berkata, “Kitab-kitab hadits itu bertingkat-tingkat. Kitab-kitab tersebut dengan memandang kesahihan dan kemasyhurannya terbagi menjadi empat tingkatan:

 

  1. Tingkatan pertama terangkum dalam tiga kitab: Muwatta’, Sahih Bukhari dan Sahih Muslim.

 

Imam syafi’i berkata, “Di bawah kolong langit ini, tidak ada kitab -setelah Al-Qur’an yang lebih sahih dari pada kitabnya Imam Malik.”

 

Imam Ahmad Bin Hanbal

 

Beliau adalah imam yang agung, Ahmad bin Muhammad bin Hanbal As-Syaibani, sang pemilik mazhab, yang sabar menghadapi fitnah, yang menolong sunnah Nabi Muhammad .

 

Beliau berasal dari Marwa, sedang ayah beliau dari Sarkhas.

 

Beliau dilahirkan di Bagdad pada bulan Rabi’ al-Awwal tahun 164 H., dan meninggal di kota itu juga pagi hari jum’at tanggal 12 Rabi’ al-Awwal tahun 241 H..

 

Beliau memiliki kitab Al-Musnad, sebuah kitab yang merupakan salah satu kodifikasi hadits yang terkenal. Beliau menyaringnya dari 750.000 hadits lebih.

 

Kitab Al-Musnad ini mencakup 18 musnad. Dimulai dengan musnad-nya sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga, beserta hadits-hadits lainnya. Dalam Musnad Ahmad ini juga terdapat tambahan hadits dari putra beliu, ‘Abdullah, dan sedikit tambahan dari Abu Bakar Al-Qutai’i, perawi Al-Musnad dari “Abdullah.

 

Kitab ini memuat hadits-hadits sahih, hasan dan da’if yang mendekati pada derajat hasan dan juga yang lebih rendah. Mengenai hadits-hadits yang dihukumi maudi’ dari kitab tersebut maka itu berasal dari tambahan Abu Bakar Al-Qutai’i atau putranya ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal.

 

Imam Bukhari

 

Beliau adalah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mugirah bin Bardizbah, bernisbat Al-Ju’fi berdasar moyang beliau memeluk Islam di tangan kabilah itu, kelahiran Bukhara. Beliau dilahirkan pada hari jum’at tangal 13 Syawwal tahun 194 H.. Beliau wafat pada malam sabtu, di tahun 256 H., dalam usia 62 tahun kurang 13 hari dan tidak menurunkan putra laki-laki.

 

Beliau mempunyai kitab hadits sahih yang dikenal dengan Sahth Bukhari. Kitab inilah yang disebut-sebut ulama sebagai kitab paling sahih setelah Al-Ouran.

 

Nama lengkap yang diberikan Imam Bukhari untuk kitabnya ini adalah Al-Jami’ al-Musnad as-Sahih al-Mukhtasar min Umiri Rasulillah wa Sunanihi wa Ayyamihi.

 

Imam Bukhari telah menjamin bahwa hadits-hadits di sana berhukum sahih, dengan ucapan beliau, “Aku tidak memasukan dalam kitabku kecuali hadits yang sahih.” Banyak ulama lebih mengunggulkan Sahih Bukhari atas Sahih Muslim karena syarat Imam Bukhari lebih ketat dan lebih kukuh, juga faidah-faidah yang berkaitan dengan fiqh lebih banyak.

 

Imam Muslim Bin Hajjaj

 

Beliau adalah Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, salah satu tokoh ahli hadits yang imam-imam dan penghafal-penghafal hadits yang jenius.

 

Beliau kelahiran Naisabur tahun 206 H. dan wafat tahun 261 H. di Naisabur dengan umur tidak mencapai 55 tahun.

 

Beliau memiliki kitab sahih yang dikenal dengan Sahih Muslim. Kemasyhuran kitab ini telah memenuhi seluruh penjuru dunia dan namanya merambah segenap kota. Beliau menghabiskan waktu 15 tahun dalam menulis kitab tersebut. Beliau kumpulkan di sana 12 ribu hadits yang beliau saring dari 300 ribu hadits.

 

Isi kitab al-Jami’ as-Sahih milik imam Muslim ini adalah hadits sahih murni yang disebut sanad-nya sampai Rasulullah .

 

Kitab ini mempunyai keistimewaan sistematika yang bagus, rangkaian hadits yang sempurna, tanpa dipotong: perhatian penuh pada lafaz para rawi untuk dipastikan: peruntutan sanad hadits yang banyak sekali dan lafaz hadits yang berbeda-beda dalam satu tempat, sehingga mudah bagi pelajar untuk menganalisa berbagai macam arah hadits.

 

Beliau dalam menulis kitab ini mengikuti langkah Imam Bukhari -dalam sistematika pengumpulan hadits sahihdengan mengumpulkan hadits-hadits yang sahih saja. Penulisan haditshaditsnyapun disusun mengikuti bab-bab ilmu, dari soal fiqh dan lainnya mengikuti langkah imam Bukhari.

 

Kelebihan Sahih Bukhari atas Sahih Muslim:

 

Ulama rahimahumullah telah sepakat bahwa kitab yang paling sahih setelah Al-quran adalah Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Umat juga telah menyambut keduanya dengan kabul, penerimaan yang baik. Sedang kitab Bukhari adalah yang lebih valid dan lebih banyak faidah dan pengetahuannya baik yang nampak atau yang terpendam. Dan faktanya, Imam Muslim berguru pada Imam Bukhari serta mengakui bahwa Imam Bukhari tiada banding dalam hal ilmu hadits.

 

Imam Abu Dawud

 

Nama lengkap beliau adalah Sulaiman bin al-Asyas bin Ishaq bin Basyir bin Syaddad bin Amr bin Imran al-Azdi as-Sijistani.

 

Beliau dilahirkan pada tahun 202 H. dan wafat di Basrah pada tanggal 16 Syawwal tahun 275 H..

 

Beliau memiliki kitab Sunan yang terkenal dengan nama Sunan Abi Dawud. Kitab yang mulia. Beliau mengomentarinya, “Saya mengumpulkan di dalamnya 4800 hadits, saya tuturkan di sana hadits yang sahfh, yang serupa dan yang mendekati sahih.” Ibnu Oayyim berkata, “Imam Abu Dawud mengumpulkan dalam kitab tersebut hadits-hadits tentang hukum. Beliau meruntutkan dengan sebaik-baik runtutan: dan menatanya dengan sebaik-baik tatanan: serta menyeleksinya dengan dengan sebaik-baik seleksi, dengan membuang hadits-hadits orang yang dinilai cacat dan orang-orang daif.”

 

Imam Tirmizi

 

Beliau adalah Abu isa Muhammad bin isa bin Saurah bin musa bin Dahhak As-Sulami.

 

Dilahirkan pada tahun 209 H. dan wafat di daerah Tirmiz pada malam Senin tanggal 13 bulan Rajab tahun 279 H..

 

Beliau memiliki kitab yang bertittle Jami’ at-Tirmizi. Sebuah kitab yang menjadikan beliau Imam dalam hadits. Kitab ini adalah kitab yang paling masyhur dan paling agung dari kitab-kitab beliau. Kitab tersebut dinamakan Jami’ at-Tirmizf juga Sunan TirmiZi juga. Imam Hakim Abu Abdillah dan Imam Al-Khatib Al-Bagdadi menamainya Al-jami’ As-Sahih LitTirmizf atau Sahth Tirmizi. Beliau sendiri (Imam Tirmizi) mensifati kitab tersebut dan menamakannya AsSahih.

 

Imam Majduddin ibn Asir berkata, “Kitab Imam Tirmizi, AsSahih, ini adalah kitabnya yang terbaik dan paling banyaknya faedahnya, paling bagus urutannya, dan paling sedikit pengulangannya. Di sana terdapat sesuatu yang tidak ditemukan di selainnya berupa penuturan mazhab-mazhab dan bentuk-bentuk peruntukan dalil juga penjelasan macam-macam hadits Sahih, Hasan dan Qarib. Di sana juga ada jarh (penilain cacat pada rawi) dan ta’dil (penilaian adil pada rawi).

 

Imam Nasa’i

 

Nama lengkap beliau adalah Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu aib bin Ali bin Bahr bin Sinin An-Nasa’i.

 

Beliau dilahirkan pada tahun 225 H. wafat di Makkah pada tahun 303 H. dan dimakamkan di sana.

 

Beliau memiliki kitab sunan yang terkenal dengan nama Sunan Nasa’i. Kitab sunan ini disusun berdasar bab-bab fiqh sebagaimana kitab-kitab sunan yang lain.

 

Dalam menyusun Sunan-nya, yakni Sunan Sugrd, Imam An Nasa’i meneliti dengan sepenuh penelitian. Oleh karna itu ulama berkata, “Sesungguhnya derajat Sunan Sugrd ini -di urutansetelah Sahihain, karena kitab ini paling sedikit hadits da ‘if-nya.”

 

Dalam Sunan Nasa’i As-Sugrd terdapat hadits sahih, hasan, dan da’if tapi yang da’if sedikit.

 

Imam Ibnu Majah Beliau adalah seorang imam dan tokoh ahli hadits, Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah Ar-Raba’  Al-Qazwini, sebuah penggolongan pada daerah Oazwin, karena di sanalah beliau lahir dan tumbuh besar.

 

Beliau dilahirkan pada tahun 209 H. dan wafat pada tahun 273 H..

 

Beliau memiliki kitab Sunan. Di dalam kitab tersebut ada hadits yang berderajat sahfh, hasan, dan da’if. Sebagian ulama ada yang mempermasalahkan hadits-hadits yang beliau riwayatkankan sendiri, tidak oleh kutub as-sittah lainnya, namun pendapat ini terbantahkan.

 

Imam-imam di muka adalah para pemilik kitab-kitab yang termasyhur yang terbukukan dalam ilmu hadits.

 

Kitab -kitab tersebut adalah: Al-Muwatta’, Musnad Ahmad dan Kutub as-Sittah yang meliputi Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan Tirmizi, Sunan Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah.

 

Istilah ahli hadits telah berlaku untuk mengartikan Kutub asSittah bagi enam kitab tersebut.

 

Saya memohon kepada Allah Ta’ala semoga menjadikan karangan ini bermanfaat dan menjadikannya murni karena Dia, Dzat Yang Maha Pemurah. Juga semoga tambahan rahmat takzim senantiasa terlimpahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad , pada sanak keluarga juga sahabat-sahabat beliau. Dan Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.