Dengan menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Ini adalah kumpulan surat-surat sufistik Imam Al-Junaid bin Muhammad, seorang pemuka ulama tasawuf pada masanya, yang coba diungkap rahasianya oleh para ulama dan peneliti tasawuf. Surat-surat ini terkubur dengan segala rahasianya selama beberapa abad. Tepatnya sejak abad ketiga Hijriyah. Pada abad tersebut, tasawuf belum memiliki buku-buku atau catatan-catatan yang menentukan prinsip-prinsip dasar dan penjelasan ajaran-ajaran pokok. Padahal, pada saat yang bersamaan, pengetahuan-pengetahuan Islam lainnya telah memiliki forum-forum studi yang populer dan buku-buku yang diterbitkan secara luas. Adapun tasawuf, belum memiliki dasar-dasar dan prinsip yang dikenal luas. Bahkan masyarakat kala itu, cenderung menganggapnya kufur dan ateis schingga tidak mudah diterima.

 

Faktor inilah yang mendorong Al-Junaid dan sebagian besar sahabatnya tidak mencatat pendapat dan pemikiran-pemikiran mereka sehingga menjadikannya tetap dalam rahasia, dan hanya mengandalkan penyampaiannya kepada para muridnya melalui Talaqqi (penyampaian pelajaran secara langsung).

 

Al-Junaid dalam pandangan ulama tasawuf merupakan pemimpin dan pelopor utama. Dialah Imam, guru besar, pioner para wali pada masanya dan ahli makrifat terkemuka. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan Imam As-Subuki dalam AthThabagat-nya,’ 1/280.

 

Imam Jafar Al-Khuldi, salah satu muridnya berkata, “Kami belum pernah melihat di antara guru-guru kami yang menguasai ilmu pengetahuan dan hal (laku), selain Al-Junaid. Apabila aku melihat ilmunya, aku mengutamakannya atas Hal-nya (lakunya), apabila aku melihat Hal-nya (lakunya), aku mengutamakannya atas ilmunya.”

 

Dalam kesempatan lain, ia berkata, “Pada suatu kesempatan, Imam Al-Junaid berkata, “Allah SWT tidak menciptakan suatu ilmu dan memberikan jalan kepada makhluk-Nya untuk menguasainya, kecuali Dia menyisihkan bagian dan keberuntunganku untuk mendapatkannya.”

 

Abu Al-Qasim Al-Ka’bi, pakar ilmu kalam Muktazilah berkata, “Kedua mataku belum pernah melihat orang yang seperti dirinya. Para penulis datang untuk mencatat kata-katanya, para filosof datang untuk memahami ketelitian dan kecermatan pengertian-pengertiannya, dan para pakar ilmu kalam datang untuk menimba pengetahuannya yang luas.”

 

Apabila Al-Junaid dinyatakan sebagai bapak Tasawuf dalam Islam, maka selayaknya kita menelaah kembali surat-surat miliknya yang memuat tentang pendapat dan pandangan-pandangannya guna mengetahui keutamaan pemikiran-pemikiran tasawufnya yang utama, serta mencari penjelasan tentang rahasianya di balik ketertutupan beliau dari pandangan masyarakat.

 

Faktor pertama yang menyebabkan kerahasiaan surat-surat tersebut senantiasa menjadi misteri adalah ancaman bahaya dari pendapat-pendapat yang bertentangan dengan Ijma’ Ahlu Ra‘yi dan ketidakkonsistenan menurut mereka. Faktor lainnya adalah karena Al-Junaid tidak yakin terhadap jaminan keamanannya jika surat-surat tersebut diedarkan di kalangan masyarakat.

 

Imam Al-Junaid pun menentukan siapa saja dari kelompok jamaah (pendukung) yang layak dan tidak layak untuk memperkenalkan dan menyebarkan ilmu tersebut kepada masyarakat. Dalam sebuah riwayat disebutkan, menjelang wafat ia meminta kepada para murid dan orang-orang yang belajarkepadanya agar mengubur lembaran-lembaran dan catatannya. Faktor yang paling penting adalah bahwa hakikat-hakikat ini tidak dapat diekspresikan dengan sekedar kata-kata dan ungkapan-ungkapan lainnya untuk memahamkan isyarat-isyarat dan pengalaman-pengalaman spiritual. Bahkan dikatakan, banyak orang yang tidak memahaminya. Di antaranya yakni Ibnu Arabi, beliau menegaskan bahwa ia tidak mampu memahami pendapat-pendapat Imam Al-Junaid.

 

Abu An-Nashr As-Siraj dalam Al-Luma’, menulis secara terpisah pembahasan tentang guru-guru besar sufi yang tertuduh kafir, ateis, ahli bid’ah, dan mengembangkan kesesat~ an. Abu An-Nashr As-Siraj menyebutkan sejumlah besar to‘koh utama seperti Amr bin Utsman Al-Makki, Abu Al-Abbas Ahmad bin Atha‘, dan mengakhirinya dengan pernyataan, “Begitu juga dengan Imam Al-Junaid, meskipun memiliki ilmu yang luas, pengetahuan yang mendalam, dan pemahaman yang cermat serta teliti, konsisten dengan wirid dan ibadah, serta masyhur keutamaannya dibanding para ulama pada masanya. Bahkan beliau dengan kelebihan yang dimiliki mendapat sebutan Thawus Al-Ulama’ (merak atau hiasan para ulama), dalam beberapa kesempatan masih dituduh dan dijatuhi hukuman, bahkan dipertontonkan sebagai orang kafir dan anti agama. Penjelasan tentang masalah ini sangat panjang. Kami mengemukakannya agar para ulama pada masa kita sekarang tidak terjebak tuduhan yang dibumbui fanatisme ini”

 

Di samping ujian yang menimpa para ulama Baghdad, dikenal pula ujian Ghulam Al-Khalil. Dalam peristiwa tersebut, mereka dituduh kufur dan harus dijatuhi hukuman di hadapan khalifah Al-Watsiq.

 

Kami dapat memberikan catatan mengenai musibah yang menimpa Al-Hallaj, murid Al-Junaid yang harus menghadapi eksekusi dan disalib karena ia sengaja menghembuskan rahasia-rahasia tentang dirinya. Di samping pendapat-pendapat mereka mengenai eksistensi Dzat Allah dan eksistensi manusia yang menyertnya dalam pendapat kelompok Al-Ibahah -yaitu mereka yang melegalkan perkara-perkara yang diharamkan dan mengabaikan hukum-hukum syariat melalui hilangnya diri dan eksistensi mereka hingga hukum-hukum syariat tidak diberlakukan kepada mereka-. Tidaklah aneh jika semua itu mendorong para sufi merahasiakan dan menyembunyikan pendapat-pendapat mereka dari masyarakat umum.

 

Adapun dalam studi-studi dan berbagai penelitian yang dilakukan Barat dalam tasawuf, Imam Al-Junaid senantiasa penuh misteri dan teka-teki. Metode-metode yang digunakan untuk menganalisa perkembangan pemikiran sufi mampu mengungkap adanya celah dalam perkembangan tasawuf, mulai dari Gobineau hingga Horten (1874 M-1945 M). Sedangkan Goldziher (1850 M-1921 M) datang untuk menganalisa perubahan dari zuhud menuju tasawuf. Akan tetapi celah antara tasawuf sederhana dan tasawuf sempurna abad ketiga Hijriyah senantiasa bertahan tanpa memiliki materi yang memadai untuk menjelaskannya.

 

Ketika Tholuck menyusun studinya yang lengkap mengenai tasawuf, mengapresiasi peran besar dan signifikan yang dimainkan oleh Imam Al-Junaid. Ia berkeyakinan bahwa pemikiran Imam Al-Junaid berakhir dengan Wihdah Al-Wujud (Manunggaling Kawula Gusti).

 

Analisa ini didukung Dozy (1820 M-1883 M) pada tahun 1868 M dan Von Kremer (1828 M-1889 M) yang menjelaskan tentang tumbuh dan berkembangnya tasawuf serta mengakui peran signifikan Imam Al-Junaid, yang minimal dikenal sebagai guru besar bagi Al-Hallaj.

 

Masalah ini pada akhirnya berakhir di tangan Krimsky (1871 M-1941 M), tepatnya pada tahun 1895 M, ketika ia mes ringkas studi-studi masyarakat Barat tentang tasawuf. Ia mem. persembahkan sebuah intisari mengenai pendidikan bangsa Turki, Persia, dan Arab dalam tasawuf. Kemudian mempresentasikan sebuah analisa mengenai perkembangan tasawuf hingga abad ketiga Hijriyah. Ia juga memperlihatkan Fikrah AI-Kitman (ide untuk merahasiakan pemikiran) dalam peran yang dimainkan Imam Al-Junaid dengan segenap ajaran-ajaran dan studi Imam Al-Junaid terhadap tasawuf yang mengantarkannya menuju jalan keagamaan.

 

Fase ini belum mampu mengungkapkan jati diri pemikiran Al-Junaid karena kehilangan prinsip-prinsip praktis pemikirannya. Mengungkapkan surat-surat ini berpotensi mengungkapkan -tidak hanyakarakter dan prinsip-prinsip pemikiran Al-Junaid, melainkan juga perkembangan tasawuf menjadi sebuah jalan untuk pertama kalinya. Akan tetapi, surat-surat yang ditujukan Al-Junaid kepada para ulama secara pribadi masih menggunakan bahasa yang penuh teka-teki sehingga sulit dipahami dengan mudah.

 

Pada akhirnya, Hartman (1851 M-1918 M) dalam bukunya mengutip dari Al-Qusyairi sampai pada kesimpulan bahwa Al-Junaid merupakan sosok yang mengislamkan tasawuf. Maksudnya, menjadikannya sebagai jalan Islam dan merumuskan prinsip-prinsip utamanya. Ia mengakui Imam Al-Junaid sebagai pemikir utama dan ia merupakan tautan yang hilang dalam perkembangan tasawuf. Dialah yang pada dasarnya perumus atau pencetus tasawuf Islam.

 

Faktanya, tidak mudah bagi ulama sufi dalam menyelaraskan antara teori-teori sufistik mereka dengan ajaran-ajaran Islam, antara ide pemurnian dan ke-Esaan Allah, dan menetapkan ada unsur luar di balik terciptanya alam ini, antara pemikiran bahwa ketuhanan menitis dalam segala sesuatu dan menetapkan adanya satu hakikat bagi setiap eksistensi. Inilah ide yang mengantarkan pada pemikiran Wihdah Al-Wujud (Manunggaling Kawula Gusti) dan Al-Hulul (Reinkarnasi). Kemudian diikuti dengan serangkaian pertanyaan; Apabila di sana terdapat satu eksistensi dan tiada hamba dan yang disembah, maka mungkinkah kita membahas tentang kewajiban-kewajiban dan tanggungjawab serta hak-hak syariat bagi sosok yang tidak eksis. Dan sebagaimana pernyataan mereka, “Dengan demikian, sesungguhnya hamba yang demikian ini sampai pada suatu kebebasan. Apabila ia bebas, maka kewajiban untuk menyembah menjadi gugur.”

 

Inilah ide pemikiran kelompok Al-Ibahah (menghalalkan segala cara).

 

Lalu bagaimana Imam Al-Junaid mampu menyelaraskan tasawuf dengan ajaran-ajaran Islam di tengah-tengah gelombang aliran-aliran yang beragam, dan bagaimana ia mampu meloloskan diri dari perkara yang tidak mampu dilalui ulama sufi lain seperti Al-Hallaj dan Abu Yazid Al-Busthami atau kelompok Al-Ibahah, seperti Rabah dan Kulaib?

 

Pada dasarnya para ulama dan sastrawan menerima dan memuji Imam Al-Junaid serta mengapresiasi keutamaan, budi pekerti, konsistensi pemikiran, serta penolakan Imam Al-Junaid terhadap penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan para ulama sufi, dan perdebatan ulama ilmu kalam, di mana mereka dikenal sebagai tokoh-tokoh yang gemar beradu argumentasi dengan ulama sufi seperti Ibnu Taimiyah dan Ibnu Al-Qayyim. Hanya saja, mereka semua mengenal Imam Al-Junaid hanya melalui kutipan-kutipan pendapat yang berserakan, surat-surat tentang akhlak, jejak, dan perilaku yang baik.

 

Adapun prinsip-prinsip dan pemikiran-pemikirannya, senantiasa menjadi misteri. Di samping itu, kemampuan untuk memahami ungkapan-ungkapannya masih misterius dan penuh teka-teki.

 

Penyusun surat-surat ini adalah Abu Al-Qasim Al-Junaid bin Muhammad bin Al-Junaid Al-Kharraz Al-Qawariri, lahir, tumbuh, dan berkembang di Baghdad, dan merupakan keturunan Persia. Keluarganya mengungsi ke Baghdad dari Nahawand (masuk provinsi Hamadan, Penj.) yang terletak di daerah selatan pegunungan Zagros.

 

Meski tahun kelahiran Imam Al-Junaid belum mampu ditentukan para pakar sejarah, akan tetapi berbagai peristiwa dalam hidupnya serta pertemuan-pertemuan dengan guru-guru besar pada masanya mampu memastikan bahwa ia lahir sekitar tahun 210 H. Paman dari pihak ibu, Sari As-Saqthi, merawatnya sejak kecil, setelah sang ayah wafat. Rumah As-Saqgthi merupakan tempat pertemuan para guru besar sufi dan mereka belajar kepadanya. Mereka sering menghadiri pengajian-pengajian As-Saqthi untuk berdiskusi dan belajar. Al-Junaid sendiri gemar menghadiri pengajian-pengajian ini dan mendalami madzhab Abu Tsaur. Ia tidak mendalami Ilmu Kalam. Ia berkawan dan berinteraksi dengan sejumlah ulama dan kaum sufi pada masanya, seperti Al-Muhasibi, Adz-Dzari, Abu Said Al-Kharraz. Juga berinteraksi dengan murid-muridnya seperti Asy-Syibli, Al-Hallaj, dan lainnya. Imam Al-Junaid wafat di Baghdad tahun 298 H.

 

Tema yang menjadi prioritas perhatian para ulama dan cendekiawan pada abad ketiga Hijriyah adalah Tauhid dan Hubungan Manusia dengan Allah. Di sana terdapat Muktazilah, yang dikenal sebagai Ahl Al-Adl wa At-Tauhid (Pejuang Keadilan dan Tauhid). Mereka menjadikan rasionalitas akal sebagai rujukan utamanya.

 

Di sana juga terdapat kaum sufi, yang dikenal dengan sebutan Arbab At-Tauhid (Pemilik Tauhid). Mereka menjadikan hati dan mujahadah sebagai pijakan dalam mengesakan Allah.

 

Ibnu Al-Katib berkata, “Muktazilah berupaya menyucikan Allah dari sudut pandang akal hingga mereka pun tersesat. Sedangkan kaum sufi berupaya menyucikan-Nya melalui ilmu, dan mereka berhasil mencapai sasaran.”

 

Demikian Imam Al-Junaid yang berupaya menangani thariqahnya dengan ke-Fana-an dalam beberapa fase dan tahapan yang beragam, hingga hamba menghapuskan dirinya dan tiada yang tersisa kecuali Allah.

 

Dalam salah satu suratnya, ia menyatakan, “Aspek kedua dari tauhid orang khusus adalah seorang hamba merupakan bayangan yang berdiri di hadapan-Nya, di mana tiada lagi pihak ketiga sebagai dinding pemisah antara keduanya. Segala perbuatannya diatur Allah sesuai dengan aturan-aturan hukum dan kekuasaan-Nya di kedalaman samudera tauhid-Nya dengan peleburan diri dan peleburan dari segala seruan Al-Haqq kepadanya, serta responnya terhadap-Nya. Pengetahuan ten. tang hal itu adalah kembalinya kondisi terakhir seorang hamba kepada kondisi semula, bahwa dia menjadi sebagaimana adanya dia sebelum dia ada di alam azali; Ia sebagaimana adanya dia sebelum dia ada.

 

Bukti kebenaran pernyataan tersebut adalah firman Allah SWT,

 

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Al-Araf : 172)

 

Siapa Dia sebenarnya? Bagaimana sebenarnya sebelum Dia ada? Maka tiada yang menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kecuali ruh-ruh yang suci dan manis, dengan ditegakkannya kekuasaan yang pasti dilaksanakan dan kehendak yang sempurna. Sekarang Dia eksis ketika ada sebelum eksis. Dan ini merupakan inti dari hakikat tauhid orang yang mengesakan Dzat Maha Tunggal, dengan penghilangan dirinya.”

 

Ketika peleburan atau kesirnaan eksistensi orang yang mentauhidkan Allah di hadapan eksistensi Al-Hagq berpotensi mengarah pada konsep seperti Al-Hulul (Reingkarnasi) ataupun Wihdah Al-Wujud (Manunggaling Kawula Gusti), maka Imam Al-Junaid berupaya mengoreksi ke-Fana‘-an di hadapan Allah ini dengan mengembalikan orang yang mengesakan Allah pada eksistensinya setelah kesirnaannya dan hadir kembali setelah hilang. Inilah kedudukan yang oleh Imam Al-Junaid diungkapkan sebagai Ash-Shahwu (kesadaran kembali). Orang yang mengesakan Allah kembali pada eksistensinya dengan tetap dalam ke-Fana*-annya di hadapan Allah. Dengan demikian, ia dikenal sebagai Fan Baq. Maksudnya, hamba keluar dari keinginannya untuk masuk dan tenggelam dalam kehendak Dzat Maha Benar dan Maha Abadi.

 

Kondisi ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Al-Junaid dengan berkata, “Mereka itulah orang-orang yang eksis, yang sirna dalam kefanaan mereka dan bertahan dalam kebaqaan mereka. Dari realitas eksistensi terjadilah realitas saksi-saksi. Dengan kehilangan eksistensinya dan kesirnaan eksistensinya, maka eksistensinya menjadi murni. Dengan kemurniannya, maka sirna dari sifat-sifatnya. Dengan kesirnaannya, maka ia menghadap dengan keseluruhan eksistensinya. Dengan demikian, ia hilang dalam eksistensinya dan eksis dalam kesirnaannya. Dia ada ketika tidak ada dan tidak ada ketika ada. Kemudian setelah tidak ada sesudah keberadaan sebelumnya, maka dia eksis. Dia adalah dia setelah sebelumnya bukan dia. Dia eksis, eksis setelah sebclumnya sirna dalam eksistensinya. Karena dia lolos dari keheningan dominasi menuju kesadaran yang jelas. Dia pun dapat menyaksikan kembali agar mampu menempatkan segala sesuatu sesuai tempat masing-masing dan meletakkannya pada tempatnya agar memahami sifat-sifatnya dengan ke-Baga-an pengaruh-pengaruhnya, dan meniru perbuatannya setelah mencapai tujuan pencapaiannya.

 

Dengan prinsip sebagaimana dijelaskan Imam Al-Junaid ini, yaitu kesadaran setelah tenggelam dalam kefanaan dan hadir kembali setelah sirna, maka terbangunlah fenomenafenomena kesyariatan madzhab sufi dan tersingkirlah pengertian Al-Hulul (reinkarnasi) dan Wihdah Al-Wujud (Manunggaling Kawula Gusti). Sebagaimana tersingkirnya kedunguan kelompok Ibahah, seperti Rabah Al-Qaisi dan Al-Kulaib, yang meyakini bahwa cinta Allah telah menitis dalam hati-jiwa mereka dan cinta-keinginan mereka sehingga cinta-Nya lebih mendominasi diri mereka. Jika memang demikian -menurut mereka-, dan mereka memiliki kedudukan semacam ini di hadapan Allah, maka menitislah persahabatan dengan Allah SWT dalam diri mereka. Akibatnya, mencuri, berzina, meminum-minuman keras, dan berbagai perbuatan keji seluruhnya, mereka lakukan berdasarkan persahabatan antara mereka dengan Allah dan bukan berdasarkan halal atau haram. Layaknya sahabat yang boleh mengambil harta sahabatnya meskipun tanpa seizinnya Kaum sufi pun menghindari kesalahankesalahan fatal lainnya semacam itu.

 

Semua ini merupakan keutamaan Imam Al-Junaid, yang dapat kita temukan dalam surat-surat yang ditulisnya hingga ia layak mendapat sebutan Abu At-Tashawwuf Al-Islam (Bapak tasawuf Islam) dan Imam kelompok garis lurus sufi.

 

Surat-surat Imam Al-Junaid yang kami presentasikan di hadapan Anda ini, merupakan satu-satunya manuskrip di Istanbul (lihat 374 no. 1314). Manuskrip-manuskrip ini ditulis dengan tulisan tangan Ismail bin Syudakin, yang wafat pada abad ketujuh Hijriyah. Tepatnya tahun 646 H. Ia merupakan murid ulama sufi terkemuka Ibnu Arabi. Saya telah menerbitkannya dalam studi saya tentang Al-Junaid untuk pertama kali dalam Majmuah Jubb dan terjemahannya ke dalam bahasa Inggris di London.

 

Ali Abdel Kader. “The Life, Personality and Writing of Al-Junayd. Gibb Memorial Series, New Series 22, 1962 M. Dan surat terakhir (Kitab Dawa‘ At-Tafrith), yang masih dalam bentuk manuskrip yang tersimpan di Birmingham, Inggris. Dan kami tidak menemukan manuskrip lainnya.

 

Mingane Arabic Collection. (Silly Oak Library, No.905 Folios 109-119).

 

Kami mendapatkan juz pertamanya dalam Hilyah Al-Auliya‘, karya Imam Abu Nu’aim Al-Ashfihani (7/271-273). Komparasikanlah bagian ini dengannya. Surat ini layaknya surat-surat Al-Junaid yang pertama, yang mencerminkan gaya bahasa dan pemikiran Al-Junaid serta mengindikasikan kedalaman Pemikirannya dalam batas-batas ideal dan pengertian dari syrat-surat semacam ini. Hanya kepada Allah kami memohon Pertolongan.

 

Ali Hasan Abdul Qadir

 

Al-Majid Al-Jawwad (Dzat yang Maha Mulia lagi Maha pemurah) telah membahagiakanmu dengan apa yang Dia percayakan kepadamu. Dia membuatmu ikhlas dengan apa yang menjadi milikmu dan mencintaimu. Dia memberitahumu tentang kebenaran apa yang telah Dia lakukan dengan itu. Dia memprioritaskanmu dengan apa yang Dia prioritaskan bagimu dibandingkan orang lain. Dia mendekatkanmu di tempat yang dekat dengan-Nya dan yang terdekat. Dia melapangkanmu dengan keramahan di tempat yang dekat dengan-Nya dan menyelamatkanmu. Dia memilihmu dengan perintah-Nya yang indah dan mengutamakanmu. Dia mendukungmu di tempat-tempat yang agung ini dan mendekatkan tempat-tempat tersebut dengan kekuatan, pemberdayaan, ketenangan, nyaman, dan tentram; Agar jangan sampai sikap dan perilaku liar nan kasar yang datang serta berita-berita yang aneh tidak merepotkanmu.

 

Agar kamu kuat dan mampu menghadapi semua itu sejak awal, memperlihatkan keagungan ketika Dia tidak menemukan apa yang tidak dikatakan tentang Dia adalah mungkin. Lalu bagaimana bisa terjadi atau pikiran berhenti mengendalikan apa yang ada di sana, jika ia tidak memegangnya secara total dan menutupi rahasia-rahasianya dengan hati-hati.

 

Lalu di mana kamu dan aku dapat menerima kalian semua untuk itu dan menerima apa yang Dia ingin darimu. Dia memudahkanmu untuk mendengarkan ceramah dan memudahkan kamu untuk menjawab-Nya. Ketika itulah, kamu diberitahu dan kamu berkata, kamu dimintai pertanggungjawaban atas beritamu, dan kamu bertanggungjawab atas mutiara-mutiara yang jauh dan bukti-bukti yang identik dengan tambahan terus-menerus dan manfaat yang terkoneksi, kemuliaan Dzat Maha Mulia jatuh berlimpahan menyelimutimu dari segala penjuru. Jika bukan karena Dia telah melimpahkan nikmat-Nya kepadamu dan menjaga ketenangan hatimu, pastilah mencengangkan hati itu dan mencabik-cabik pikiran-pikiran tersebut ketika Dia hadir.

 

Akan tetapi Dia yang Maha Mulia lagi Maha Suci, melimpahkan karunia-Nya kepada orang yang tulus kepada-Nya dan membalas orang yang berpura-pura kepada-Nya dengan kasih saying. Maka Dia membawa dari mereka apa yang telah Dia bawa, mereka membawa apa yang Dia inginkan untuk mereka, dan menganugerahkan kepada mereka dari kesadaran mereka akan Dia.

 

Semoga Allah SWT menjadikan kami dan kamu termasuk kekasih terdekat-Nya yang mendapat tempat terbaik di hadapan-Nya. Karena sesungguhnya Tuhanku Maha Mendengar dan Maha Dekat.

 

Kamu tidak dapat menghindarkan dirimu dari Dzat yang Dzat yang menyaksikanmu tidak pernah lepas darimu. Kamu juga tidak dapat menghalangi-Nya untuk mengenalimu dengan mengubah dirimu dari kondisimu. Kondisimu juga tidak dapat menghalangi-Nya mengubah dirimu, dengan menyingkirkannya darimu. Kamu juga tidak dapat mengungkapkan realita informasi-informasimu. ‘Informasi-informasimu pun tidak dapat menyampaikan informasi-informasi darimu karena tidak ada informasi-informasi darimu. Dan kamu senantiasa dalam alam keabadian, menyaksikan keabadian dalam keabadianmu. Keabadian itu senantiasa mendukungmu ketika Dzat yang Abadi itu hilang darimu. Dengan demikian, kamu menjadi ada ketika ada sebagaimana ketiadaanmu lalu ada. Secara individual, kamu mengesakan-Nya. Dengan pengesaanmu, maka kamu mendukung keesaan-Nya meski tiada satu pun saksi yang mempersaksikanmu. Kamu tidak dapat bersembunyi dari hadapan Dzat yang Maha Ghaib dari keghaiban-Nya dengan ketidakhadiranmu.

 

Jadi, di mana keberadaan sesuatu yang tidak bertempat untuk menempatkan diri. Karena menempatkan perkara-perkara yang bertempat menghancurkan apa yang aku maksud. Karena penghancuran merupakan kehancuran dalam mengabadikan hancurnya pemusnahan-pemusnahan.

 

Dan ketika pertemuan adalah yang memisahkan dan pemisahan adalah yang menyatukan, maka perbedaannya adalah kumpulan yang Dia kumpulkan. Karena pengumpulan dengan pengumpulan untuk pengumpulan merupakan pengumpulan terhadap apa yang Dia kumpulkan.[]

 

Wahai orang yang senantiasa berdiri di pintu Allah, yang dari-Nya, dan kepada-Nya mencari perkara yang dicintai-Nya dari dirimu. Berhasrat meraih nikmat-nikmat-Nya dan informasi-informasi-Nya yang asing, hingga Dia mencintaimu, karenanya dalam apa yang Dia mencintaimu dan mengantarkanmu kepada-Nya, dengan memilih Dia untuk melakukan apa yang Dia inginkan darimu. Dengan begitu, Dia memilih kamu untuk melakukan apa yang Dia percayakan kepadamu, dengan apa yang Dia pilih untuk kamu dan memilihmu. Kemudian Dia mengungkapkan kepadamu apa yang Dia percayakan kepadamu dan menyembunyikan apa yang kamu sukai demi meninggikan derajatmu ketika orang-orang melihat kebenaranmu secara kebetulan. Menempatkanmu di atas pengetahuan hati untuk posisimu dan menyertakanmu dalam perlindungan rumahmu.

 

Jadi, aku pada saat itu, ketika mengubur tempat di mana itu dibuat dan membersihkan ilusi dari bukti-bukti yang ada dari orang-orang yang berilusi, maka aku berada di sana tak terlihat di hadapan Dzat yang ghaib, mengabaikan fakta keraguan dan kecurigaan. Sebagaimana fakta-fakta diketahui oleh kebenaran yang pasti dan pengamatan mereka dengan mata terhalang, dan bukan ilusi. Di belakang itu terkandung keesaan Dzat yang Maha Esa dan ketuhanan keilahian yang tunggal atas keunggulan abadi dan keabadian abadi. Di sana, kendali para cendekiawan tersesat, ilmu-ilmu para ulama terhenti, dan tujuan-tujuan kebijaksanaan para filosof berakhir. Dan ini merupakan akhir dari perkara yang karakternya demikian, puncak ketinggiannya, dan sifat itu berakhir dengan sifat-Nya, dan di luar itu adalah alam barzakh sampai hari mereka dibangkitkan.

 

Dan jika makhluk dibangkitkan setelah berakhirnya masa karantina mereka di alam barzakh, lalu dibangkitkan dalam realita kebangkitan setelah kematian mereka, maka mereka mengenal kekuasaan menghidupkan dari Dzat yang Maha Hidup terhadap orang yang dihidupkan lalu meninggalkannya untuk selama-lamanya terhadap orang yang dibiarkan bertahan.

 

Pada dasarnya, perkara yang aku utarakan ini membutuhkan penjelasan dan deskripsi panjang lebar. Akan tetapi buku ini tidak memungkinkanku menggambarkannya sebagaimana adanya.

 

Saudaraku, semoga Allah SWT senantiasa meridaimu, melanjutkan, dan menyerahkan catatan kamu yang bagus, baik lahir maupun batin, awal maupun akhir, menyenangkanmu dengan kandungannya, seperti pengetahuan yang asing, penilaian yang baik, dan tanda-tanda yang jelas dan bercahaya.

 

Tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagiku, apa yang aku sampaikan dengan apa yang aku tegaskan. Dan semua itu sepengetahuanku dan aku mendahului pemahaman tentang apa yang aku maksud. Jelaskan di hadapanku ke mana kecenderungannya, kemana ujungnya, dari mana sumbernya, dari mana permulaannya, dan ke mana akhirnya, dan bagaimana hal itu terjadi pada orang yang keputusan itu dijatuhkan kepadanya; Aku tidak mengingkari perjuanganmu mencari perlindungan dengan-Nya, dari-Nya, upayamu berlindung dengan-Nya untuk-Nya. Kamu mampu mengalahkan kekuatan-kekuatan yang memaksa dan muncul dengan kematiannya luar biasa. Ia menggunakan kekuatan otoritasnya, melawan otoritasnya dengan menundukkan apa yang telah dia lakukan darinya. Kemudian dia membawa sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain. Aku pun berlari untuk menghindarinya. Faktanya, dia terpaksa berpura-pura, untuk mengendalikan komunikasi yang tidak dapat ditembus, tanpa di mana ataupun di mana ia tersusun, ia memiliki akhir, dan tiada udara di beberapa tempat yang terbatas, hingga diketahui tujuannya. Pemusnahannya adalah penghancuran gelap dan kekuasaannya atas semua, tersistematis.

 

Demikianlah, lalu bagaimana setelah itu?! Dia menjadikan mereka sebagai target bencana, menempatkan mereka dalam posisi rawan kematian dan evakuasi, mengirimkan penderitaan-penderitaan dan perkara-perkara yang tidak menyenangkan kepada mereka dengan keputusan yang telah ditetapkan. Menegukkan kematian murni kepada mereka dan memberlakukan apa yang Dia kehendaki dengan kekuatan-Nya kepada mereka. Di antara orang-orang yang enggan, terdapat orang yang berpegang teguh dan kalah, dan di antara orang yang menyerah terdapat orang yang hilang.

 

Orang yang berserah diri di dalamnya tiada yang selamat. Begitu juga dengan orang yang menolak dengan berlindung dari permintaannya dapat keluar. Hembusan nafas-nafas mereka tertahan dalam nafas-nafas mereka. Mereka menyimpan penderitaan berlebihan yang mereka hadapi, dan tercekik dengan seteguk kepahitan yang merusak. Dengan demikian, mereka menjadi terhormat atas kemusnahannya. Jika ruh-ruh itu dibebaskan meluap pastilah itu merupakan kenyamanannya. Akan tetapi dalam kematian terdapat rasa sakit dari kematian yang menahannya. Mereka tidak mengharapkan adanya celah setelah kematian dan tidak memiliki jalan keluar sebelum kematian dari penderitaan yang luar biasa.

 

Saudaraku, inilah orang-orang dengan sebagian ciri-ciri mereka yang semacam ini. Aku tidak suka memperpanjang uraian tentang keadaan mereka. Orang-orang yang mendengar sebagian uraian tentang apa yang telah dicapai orang-orang, dan bagaimana manusia itu dari realitasnya eksis di hadapan-Nya. Mereka menyebut kekhawatiran akan berakhir dengan tunduk pada tuntutan-tuntutan-Nya, sebelum turun ke alam semesta dalam realitas murni-Nya.

 

Dan Dia mempersamakan mereka di dalamnya dengan makhluk-makhluk yang beruntung, mereka tidak menyadari peran eksistensi pemicu yang mengendalikan mereka, memberlakukan hukum-hukum mereka atas hukum-hukum mereka, mengulangi kesalahan-kesalahan dan dosa serupa yang terus berlanjut selama beberapa masa yang mereka lalui. Dan mereka berpendapat bahwa mereka adalah mereka padahal bukan mereka, dan ilusi kondisi mereka bahwa mereka ada di sana semakin kuat.

 

Sungguh jauh, sungguh jauh, alangkah jauh kedudukan-kedudukan mereka dan tiada yang lebih jauh sesudahnya. Alangkah besarnya kesalahan-kesalahan mereka dalam ilusi kondisi mereka. Semoga Allah SWT melindungi kami dan kalian semua wahai saudaraku dari setiap situasi di mana kebenaran murni bukanlah kebetulan. Dan apa yang ditetapkan oleh Dzat yang Maha Benar bukanlah ketidaknyamanan.

 

Di samping kondisi ini, dengan segala sesuatu di dalamnya, maka semua itu merupakan mediator antara dua kondisi, di mana terdapat perbedaan darinya jika kamu mampu mengungkap antara dua status ini. Allah SWT tidak menghendakinya secara khusus, melainkan hal itu didasarkan pada kebenaran fakta agar ia mampu mengungkapkan apa yang ada di belakangnya. Dan ilmu tokoh-tokoh terkemuka, kedudukan para pesohor, status-status para filosof, dan kebenaran yang jelas dari pemahaman para cendekiawan setelah menyeberangi semua itu dan pengampunan-Nya hingga meskipun seseorang mempunyai kesempatan untuk mengekspresikannya dan menetapkan hukum dengan sebagian deskripsi tafsirnya, pasti,

 

“Tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan yang Hidup Kekal lagi senantiasa mengurus (makhluk-Nya). Dan sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan kezaliman.” (Thaha: 111)

 

Wahai saudaraku, aku tidak mengabaikan penjelasanmu tentang kebenaran berdasarkan penjelasan Dzat yang Maha Benar kepadamu, pandangan mataku kepadamu menjadi tenang bersamaan dengan pencapaian akhir kebenaran yang Dia perlihatkan kepadamu. Kamu merupakan sebagian perkara yang menghiburku, kolega dalam keinginanku, salah satu saudaraku yang paling terhormat, dan salah satu sahabat dari beberapa sahabat sejatiku yang mencintaiku dengan tulus. Bukankah kamu merupakan salah satu saudara terhormat kami, salah satu yang terpilih dari bangsa kami, serta salah satu kebesaran nikmat Allah SWT yang dilimpahkan kepada kami dalam apa yang Dia berikan kepada kita.

 

Wahai saudaraku, jangan tinggalkan berbaik hati, berderma, dan berbuat baik dengan terus berkorespondensi dengan kami dan melanjutkan hubungan silaturahmi kita. Dengan begitu, kami dapat beristirahat sampai mendapat kabar baikmu, menyaksikan kelangsungan jejakmu, dan bersuka cita atas kebesaran apa yang telah Allah SWT anugerahkan kepadamu. Jika semua itu merupakan perkara yang menurutmu layak kami miliki pastilah aku melakukannya. Jika tidak, hendaklah kamu menjadikan hal itu sebagai persembahan sukarelamu untuk kami dan ucapan selamat atau terima kasihmu kepada kami. Dan semoga keselamatan dan rahmat Allah SWT senantiasa terlimpahkan kepadamu dan semua saudara kita.[]

 

Kamu telah mendapat anugerah pengetahuan dan kebijak tertinggi, mencapai kepakaran dalam pengetahuan hingga ke tempat terjauhnya, dan dalam majelis-majelis kedekatan kepada Allah SWT, kamu didekatkan kepada tempat yang terdekat; kamu pun mendapatkan informasi dari kesempurnaan seluruh informasi yang memungkinkan kamu menyelami semua fitur-fiturnya. Kamu juga mampu menguasainya dengan sangat baik dan benar-benar memahaminya. Karenanya, kamu pun mencapai puncak kehormatannya dan mudah diingat.

 

Kamu telah memasukkannya dengan kekuatan untuk memasukkannya, sehingga aku menyerahkannya kepadamu; dan kamu tidak lagi berupaya mendapatkannya dengan mencegah akses kepemberdayaannya. Karena untuk semua ini kebenarannya jelas dan nyata, dan karena kamu menguasai pengetahuan yang diperdebatkan dengan benar-benar pasti.

 

Di samping itu, Allah SWT menjadikanmu termasuk orang yang mampu membahagiakan saudara-saudaranya, hingga mereka memperoleh spesialisasi ilmu dengan deskripsj dan penjelasannya. Allah SWT pun berkenan menyingkapkan realita-realita yang memuaskan kepada mereka melalui ekspresi mulutnya, dan membuat nyaman, baik mereka yang tidak hadir maupun yang hadir karena kehormatan kedudukannya.

 

Bahkan Allah SWT telah menjadikan kamu sebagai lentera, yang penuh dengan puncak pancaran-Nya yang berkelap-kelip dan melambai dengan cahaya-Nya. Mampu melihat dengan seksama semua makhluk dari dua bangsa; pada saat itu setiap kelompok dari mereka mencapai keberuntungan maksimal dan mencapai kehendak-Nya yang komprehensif dan bijak. Lebih dari itu, fenomena-fenomena ini menjadi urusanurusannya yang dikenakannya dan mencerminkan kondisinya yang ia kehendaki. Dan ia telah melihatnya dan menghentikan kekikirannya dari penampilannya. Dan itu termasuk jaminan perlindungan, pelarangan, dan penyembunyian dari kehadirannya.

 

Hal itu merupakan rahasia yang berpotensi menyesatkan pikiran dari merujuk pada-Nya, memutuskan pemahaman-pemahaman tentang sesuatu yang datang padanya. Bagaimana mungkin, sungguh jauh sekali! Pita-pita kehormatan para cendekiawan dan ulama terpatahkan dan tradisi kaum intelektual terkemuka menyimpang darinya.

 

Jadi, Dia senantiasa dalam keesaan tunggal-Nya di hadapanku dan eksistensi-Nya yang terus menerus mengurus makhluk-Nya, memperlihatkan kemurnian-Nya yang terpisah. Berapa banyak orang yang mengisyaratkan kepada-Nya dengan ilusinya. Dan di antara manifestasi verifikasi yang baik di hadapan-Nya adalah apabila ia tidak mampu berucap kata, lidahnya tergagap, dan kebingungan ketika diisyaratkan untuk menjelaskannya.

 

Orang yang bodoh berasumsi jika mendengarnya bahwa dia memiliki alasan yang tepat padahal dia dalam kebutaan yang gelap ketika berbicara. Sedangkan klaimnya berseberangan dengan kenyataan. Ja pun berilusi bahwa dirinya termasuk pendengar yang baik dalam memahami pengertian apa yang diperintahkan dan meninggalkan perkara yang dilarang.

 

Itulah bagian dari hak ilmu bagi orang-orang yang membawanya; di mana ketika kamu membutuhkannya untuk dirimu sendiri maka ilmu itu jatuh padanya sebelum kamu memberikan hak ilmu tersebut sebagaimana mestinya. Manfaat dan cahayanya pastilah terhalang bagimu sehingga yang tersisa untukmu hanyalah gambar dan penampilannya. Kondisi yang demikian itu merupakan hujjah ilmu yang merugikan dirimu meskipun bentuk zahirnya kamu kuasai.

 

Maka berhati-hatilah wahai manusia yang telah mengenakan perhiasan lahir pengetahuan dan orang-orang yang merujuk kepadanya mengangguk melihat pakaiannya yang nampak indah, akan tetapi lalai dan mengabaikan realitas kemurnian pengetahuan tersebut, terhadap apa yang ditunjukkan kepadamu dan dijelaskan oleh lidah-lidah yang banyak memujimu. Karena sikap yang demikian itu, merupakan bunuh diri bagi orang yang mengenakan sifat demikian pada dirinya dan menjadi hujjah Allah SWT yang membuatnya menderita di akhirat kelak.

 

Ketika ulama mendengar ucapan orang yang bijaksana dan mengetuk pendengarannya dengan menjelaskan apa yang telah Allah ilhamkan, dia menundukkan kepala barang sejenak untuk berpikir, kemudian menarik nafas kuat-kuat seraya menangis, Tangisannya semakin panjang, tarikan nafasnya semakin ken. cang, dan gemetarannya semakin hebat. Ketika itulah orang yang bijaksana mendekatinya seraya berkata, “Sekarang, ketika matahari kebijaksanaan telah muncul di hadapanmu dan cahayanya yang jernih nan terang menjangkau dirimu, ketika itulah kegelapan-kegelapan dari apa yang kamu berpaling darinya sebab tidak terjangkau pengetahuanmu akan tersingkirkan darimu dan menghilangkannya dari penghalang-penghalang pemahamanmu. Dan sungguh aku berharap dengan semua itu agar kamu dapat memperbaiki apa yang telah kamu rusak dan mengganti kerugian untuk mengembalikan apa yang telah kamu hilangkan dengan sia-sia.”

 

Ketika sang ulama mendengar orang yang bijaksana mendekatinya untuk memperhatikan masalahnya, maka kekacauan jiwanya dan kebingungannya menjadi tenang dan intensitas tangisannya mereda. Kemudian ia berbalik kepada orang yang bijaksana itu seraya berkata, “Tambahkan kepadaku obatmu ini, karena lukaku semakin berani menyalahkanku dan ambisi-ambisi itu semakin kuat untuk menjatuhkan hujjahku. Untuk itu, engkau dapat menyelamatkanku dengan kelembutan tipu dayamu dan keramahan kebijaksanaanmu dari bencana yang kamu lebih mengetahui perkara yang tersembunyi di balik rahasiaku. Dan lindungilah aku dari kejahatan hasrat yang tersembunyi dariku, karena suatu rahasia yang tertanam dalam diriku di masa lalu tersembunyi dariku dan terlipat. Sedangkan kamu mampu mengungkapkannya kepadaku dengan deskripsi yang indah dan kamu menempatkanku dalam tempat yang memungkinkanku memahami rahasia yang tersimpan di dalamnya dengan kelemah-lembutanmu.”

 

Dzat yang Maha Bijaksana berfirman kepadanya, “Memuji dan bersyukur kepada Allah atas kenikmatan yang telah Dia limpahkan kepadamu terus-menerus, yang memberitahumu tentang hal itu dan menghentikan kamu dari tempat-tempat celamu. Hendaklah kamu menghamba di hadapan-Nya dan tunduk kepada-Nya. Hendaklah kamu senantiasa membutuhkan-Nya dengan tunduk dan merendahkan diri di hadapan-Nya. Karena pada dasarnya, munajat-munajatmu kepada-Nya pasti didengarkan. Jika kamu melakukan hal itu, pastilah Dia berkenan menolong kamu.”

 

Meskipun demikian, ketahuilah bahwa lidah-lidah yang bijaksana tidak berucap kata kecuali setelah diizinkan. Jika lidah-lidah tersebut‘berbicara pastilah bermanfaat bagi orang yang mendengarnya.

 

Pada dasarnya perumpamaan karunia Allah SWT atas makhluk-Nya seperti hujan langit-Nya, yang jika Dia menurunkannya maka hiduplah tanah-Nya yang telah mati. Bukankah kamu mendengar firman Allah SWT,

 

“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orangorang yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Ar-Rum: 50)

 

Begitu juga, Allah SWT menghidupkan hati orang-orang yang lalai dan berpaling dari-Nya dengan kalam kebijaksanaan-Nya.

 

Ulama itu berkata kepada orang yang bijaksana tersebut, “Ya, orang yang kamu gambarkan memang seperti deskripsimu. Dan sungguh, aku berharap dari orang yang kamu utus kepadaku dengan lidah kebijaksanaan, simpati, kemurahan, dan kasih sayangmu kepadaku agar kamu berkenan menyelamatkanku dari bencana-bencana atas kelalaianku terhadap indikasi-indikasi yang kamu perlihatkan kepadaku, dan membawaku keluar dari kehinaan keterbelakangan dengan pandanganmu secara kebetulan.

 

Dan sekarang aku tahu bahwa aku harus belajar untuk mengungkapkan dampak atau bahaya yang akan menimpaku ketika meninggalkan pengamalan pengetahuanku dan ketertinggalanku dari apa yang diwajibkan kuketahui, dari apa yang harus kusembunyikan dan kurahasiakan dengan cara menyembunyikannya scbagai rahasiaku sclama aku tidak menyadarinya atau berdiri dengan pengetahuan yang aku miliki. Sekarang aku telah bersinar berdasarkan sejauh mana Allah SWT mengungkapkan itu darimu dan melimpahkan anugerah-Nya kepadaku. Dia telah mengungkapkannya kepadaku dengan alasan-alasanmu untuk beberapa hal itu. Dengan pengetahuanku yang sedikit, aku tahu bahwa perkara yang tidak kutahu dari-Nya jauh lebih banyak, dan perkara-perkara yang terpendam dan tersembunyi masih banyak yang tidak kulihat dan kuketahui.

 

Maka ungkapkanlah kepadaku wahai orang yang bijaksana mengenai urusanku, di mana kamu lebih mengetahuinya dibandingkan aku. Sebab dokter lebih mengetahui penyakit pasiennya yang sakit dibandingkan dia sendiri, dan sang dokter lebih layak untuk memberikan resep obat kepadanya, yang menjadi alasan baginya untuk sembuh.

 

Orang yang bijaksana berkata, “Pembacaan pemahaman tampaknya mulai menitis dalam dirimu, dengan mengetahui perkara yang berbahaya bagi kamu dan yang bermanfaat. Pengertian-pengertian awal kebangkitan dan kemajuan mulai terlihat dalam pikiran kamu. Langkah-langkah awal kesadaran mulai menggerakkannya, Menggerakkan sebagian apa yang tersimpan dalam rahasia dirimu.

 

Ketahuilah bahwa kerusakan agama lebih membahayakan dibanding kerusakan fisik. Penyakit anggota-anggota tubuh dan fisik lebih mudah disembuhkan daripada penyakit hati dan akal. Karena penyakit agama dan penyakit-penyakit ataupun gulma yang menyerang keyakinan dapat menyebabkan kebinasaan, sumber bagi orang yang mengalaminya terjerumus ke dalam api neraka, dan mengarah pada kemurkaan Allah Yang Maha Kuasa. Sedangkan selain itu, maka kepada yang lain, ia dapat berdiri menghadapi penyakit-penyakit yang menimpa anggota badan dan fisiknya. Itu merupakan bahaya yang kesembuhannya mudah diharapkan, perkara-perkara yang tidak menyenangkan darinya dan yang buruk mudah sirna, dan semoga Allah SWT berkenan melimpahkan pahala dan balasan-Nya.

 

Dan aku tahu bahwa tabib yang berpengetahuan luas, berpengalaman, bijaksana, penasihat, dan sopan paling tahu tentang kerusakan tubuh dan penyakit yang menyerang dan menyebabkannya sakit dibandingkan agama-agama. Karena orang yang mengekspresikan keduanya mengungkapkan apa yang dia temukan dari dzatnya dan menjelaskan tentang penyakit yang telah menimpanya. Orang yang tidak mampu menjelaskan penyakitnya dengan baik berbeda dengan orang yang mampu mendeskripsikan.

 

Deskripsi dari tabib yang berpengalaman, ahli, pejuang, dan memiliki analisa yang tajam, dan akurat serta mampu mengungkapkan apa yang mereka temukan kepada pasiennya. Ia dapat memberitahukan kepada mereka tentang lenyapnya sesuatu dari mereka. Sehingga apa yang dideskripsikan melalui ungkapan kata-kata seolah-olah dapat dilihat dalam alam realita. Aku dapat mendeskripsikan kepadamu beberapa masalah sebagai dampak dari semua itu, yang berpotensi memperkuat kondisimu dan mengantarkanmu menggapai tujuan dari pertanyaanmu. Dan kekuatan hanya milik Allah SWT yang Maha Agung.

 

Aku tahu wahai orang yang diyakini memiliki pengetahuan mengenai kebangkitan yang telah terjadi padamu yang akan menjelaskan kebingunganmu karena mabuk. Karena kesadaran dari mabuk itu bergantung pada waktu kesulitan dan kesehatan ingatan, maka akan terungkap kepadamu bahaya kelalaian. Dengan keselamatan dan kesehatan, maka kamu bisa membedakan antara waktu sehat dengan waktu sakit. Dan ketahuilah bahwa semua ini mengganggu. Sementara itu dari realitas pengetahuannya, berbahaya bagi orang yang melakukannya karena mereka tidak berkontribusi dan kebingungan kecuali dengan membawanya, pengetahuan tentang suasana hatinya yang remang-remang dan gelap, yang membuktikan argumentasi Allah SWT atas mereka.

 

Karena itu, tinggalkanlah dirimu wahai yang memperhatikannya dan berupaya segera menyelamatkannya dari bahaya mabuk, kebingungan, dan kelalaian dengan menerapkan nasihat yang telah kusampaikan kepadamu. Mempercepat apa yang telah kumotivasikan kepadamu dan bersegera melaksanakan apa yang telah aku tunjukkan kepadamu. Karena kebenaran kejujuran dan kualitas niat membawamu ke tempat yang merupakan pintu masuk dari apa yang kamu sukai dan jalan keluar dari apa yang tidak kamu sukai. Dan itu tidak akan menghalangimu untuk mencapai apa yang kamu inginkan -dan kekuatan hanya milik Allah SWT sematakecuali kamu lalai berjuang dalam kewajiban berusaha yang harus kamu perjuangkan.

 

Maka waspadalah jika dirimu termasuk orang yang melalaikan semua itu, atau hal itu merupakan kebiasaanmu menghabiskan waktu, sementara kamu enggan untuk kembali ke sana untuk bermujahadah. Karena perjalanan yang membawamu kepada keinginanmu adalah keikhlasan dalam membangun atau menetapkan sikap saling menasihati sebagai perjuanganmu. Aku menempatkanmu pada manhaj yang tepat dan diberkati serta mendekatkanmu pada tujuan perjalanan yang paling jelas.

 

Dan ketahuilah wahai orang yang berhati-hati, termotivasi, bijaksana, dan berinisiatif bahwa tempat tinggal yang kokoh bagimu dan teman-temanmu setelah memiliki pengetahuan, perjuangan panjang untuk mendapatkannya, perhatian dan usaha terus menerus untuk mengumpulkannya, memperbanyak penguasaannya, kecenderungan untuk menafsirkan, dan memasukkannya ke dalamnya apa yang tersembunyi dari jiwa, yang memiliki kecenderungan kepada dunia ini dan ketergantungan padanya.

 

Dalam hal itu, mereka berada pada hirarki yang berbeda, penafsir yang berupaya menjelaskan berbagai misteri dan ambiguitas, serta gejala yang bersemayam dalam relung-relung jiwanya yang tersembunyi, maka melanjutkannya sesuai dengan apa yang dia jalani dan pengetahuan tentang kejadiannya. Dan ia tidak meninggalkannya dalam banyak kesempatan dan menyembunyikannya darinya dalam sebagian besar waktunya.

 

Sebagian lainnya adalah orang yang menafsirkan niat yang baik dan verifikasi dari apa yang dia tafsirkan, seringkali ditambah dengan kecenderungannya tanpa disadari, dan itu melibatkan apa yang biasa dia lakukan dalam hal yang ia niatkan, dia memiliki orang yang dia baptis dan tafsirkan yang lebih diprioritaskannya dibandingkan yang lain, maka dia melanjutkannya. Inilah gambaran kondisinya.

 

Di antara sifat yang menjadi tujuannya dalam penafsiran adalah scsuai dengan pengertian sifat pertama, yang menunjukkan kepada pemilik misteri-misteri yang tersembunyi dalam dirinya dan menyembunyikan apa yang ada dalam dirinya ketika dia menjadikan pengetahuan sebagai dalih dan batu loncatan untuk itu. Dia pun mengenakan perhiasaannya, membawa pakaiannya, serta menunjukkan penafsiran mengenai efek pengetahuan. Dan dia menyerukannya dan menempatkan dirinya dalam ketenaran dengan itu agar orang tahu apa yang dia tahu.

 

Ketika kedudukan dan posisinya masyhur, popularitasnya mulai didengar hingga orang-orang berbondong-bondong datang kepadanya, ia menganggap baik pertemuan atau majelis orang-orang awam di kediamannya dan pujian Orang-orang bodoh yang tidak pada tempatnya. Dengan demikian, kedudukannya sebagai kekuatan interpretasi semakin menguat, dan dia pun berhalusinasi bahwa dirinya mendapat keberuntungan atas pertemuan mereka, banyaknya pujian, kelimpahan penghormatan, dan penerimaan yang baik terhadapnya, dengan apa yang muncul dari dirinya dan dianggap baik, yang Allah ketahui bahwa semua itu bertentangan dengan apa yang dia rahasiakan dan sembunyikan.

 

Jadi, ketika ia memiliki kedudukan yang sama semacam itu menurut orang biasa dan orang bodoh, dan banyak pujian, meskipun karena kesalahan dan kelalaian, maka dia cenderung bersepakat dengan pada apa yang ada pada dirinya, yang berupaya mengambil ganti rugi atas pengetahuannya yang telah dia sebarkan, senang dengan balasan yang segera dia dapatkan di dunia ini sebagai pahala ilmunya. Dengan demikian, dia menjadi penjual ilmu dengan harga murah dan sedikit baha. ya. Menerima dunia sebagai upah bagi penyebaran pengetahuannya dibandingkan akhirat dan pahala-pahala Allah atas perbuatan-perbuatan baiknya. Ia senang menempatkan dirinya di antara golongan yang mendapat celaan Allah dalam Kitab Suci-Nya. Hal ini sebagaimana yang Dia jelaskan kepada kita dalam penjelasan-Nya melalui ucapan Nabi-Nya Muhammad SAW.

 

Allah SWT berfirman,

 

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu), ‘Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya, lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang mereka terima.” (Ali ‘Imran: 187)

 

Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman,

 

“Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata, ‘Kami akan diberi ampun. Dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga)… (Al-Araf: 169)

 

Allah SWT mencela mereka dan menceritakan kisah mereka kepada kita dalam Kitab Suci-Nya serta menjelaskan secara transparan kepada hamba-hamba-Nya yang cerdas. Allah SWT menjelaskannya dengan sangat jelas dan baik agar orang yang menentangnya tidak lagi memiliki hujjah untuk membantah dan tiada seorang pun yang dapat membela diri darinya.

 

Kemudian Allah SWT menceritakan kepada kita kisahkisah para Nabi AS dan menginformasikan kepada kita mengenai karakter deskriptif mereka dan janji terhadap mereka untuk meninggalkan dunia dan fokus kepada akhirat. Dan hendaknya mereka tidak mengambil upah sedikit pun dari semua itu dan tidak mengharapkan upah. Karena hak pengetahuan dan hak penyampaiannya kepada makhluk hendaknya tiada sesuatu pun yang diharapkan dari semua itu, kecuali pahala dari Allah SWT dan surga yang disediakan-Nya sebagai tempat akhir bagi orang yang takut dan patuh kepada-Nya.

 

Allah SWT berfirman,

 

“Katakanlah (wahai Muhammad), Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas dakwahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan.” (Shad: 86)

 

Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman,

 

Katakanlah: Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan…” (Asy-Syura: 23)

 

Allah SWT juga menceritakan kepada kita kisah-kisah para nabi lainnya. Nuh AS berkata,

 

“Syuaib berkata, ‘Wahai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan…” (Hud: 88)

 

Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman,

 

“Wahai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku.” (Hud: 51)

 

Ayat-ayat semacam ini sangat banyak dalam Al Quran. Dan ini adalah biografi para nabi SAW di antara bangsa-bangsa terdahulu dan biografi para ulama di antara masyarakatnya; di mana mereka tidak mendapatkan dan mencari upah sedikit pun dari ilmu mereka. Terutama apa yang diambil para ulama untuk pengetahuan mereka secara tidak tepat, terutama apa yang diambil oleh para Rabi dan para pendeta dengan adanya larangan terhadap mereka.

 

Allah SWT berfirman,

 

“Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” (Al-Ma‘idah: 63)

 

Sangat banyak riwayat-riwayat tentang larangan hal ini dan panjang penelitian argumennya, di samping uraiannya telah jelas bagimu dan lebih dari cukup dan fasih. Allah SWT adalah Dzat yang Maha Menolong.

 

Adapun mazhab-mazhab yang menafsirkan dan melihat bahwa penafsirannya adalah kebenaran, maka mereka adalah orang-orang yang telah ditimpa kesalahan karena tidak memiliki ilmu hakikat. Pasti mereka menghadapi berbagai permasalahan yang tidak diketahui orang yang melakukannya kecuali setelah terlibat di dalamnya dan tenggelam dalam perkara-perkara yang tidak menyenangkan; Orang-orang menempatkan pemimpin-pemimpin mereka sebagai tokoh karena penafsiran mereka. Padahal, mereka sangat sedikit menasihati diri sendiri. Mereka juga tidak mencapai kebenaran yang sebagaimana mereka kehendaki. Mereka berkata, “Berdasarkan pengetahuan kami, orang-orang sangat membutuhkan kami. Pengetahuan kami mengajarkan agar kami menegakkan kebenaran kepada semua orang; termasuk di antaranya memprioritaskan para imam, berkonsultasi dengan mereka, dan bertakwa melalui mereka. Begitu juga dengan para ketua dan pemimpin negara, putra mahkota, presiden, dan orang-orang terkemuka dunia.”

 

Dalam hal ini, mereka menjadikan pengejaran kepada para khalifah, putra mahkota, orang-orang bijak, dan para tokoh dunia sebagai pekerjaan mereka, yang mereka perhitungkan dan harapkan pahalanya. Mereka menempatkannya sebagai profesi paling terhormat dan bergengsi, dan paling banyak mendapatkan pahala. Mereka membawa pengetahuan itu kepada tokoh-tokoh dan pejabat-pejabat tersebut dan dengan hal tersebut ia mengetuk pintu-pintu mereka. Bahkan, mereka memperluas pengetahuan yang mereka bawa kepada orang yang tidak menghendaki, tidak mengundang mereka, dan bahkan tidak mengenal mereka dengan pengetahuan yang mereka bawa.

 

Akibatnya, kehinaan pun telah menimpa usaha mereka sejak semula. Dan mereka berusaha meminta bantuan melalui para penjaga dan ajudan penguasa. Merelakan diri berdiri di hadapan pintu-pintu gerbang mereka dalam kehinaan. Sebagian mereka diizinkan masuk dan sebagian lainnya ditolak. Kehinaan pun menyergap mereka dan menyelimuti dan layak dijatuhi hukuman dan mengenakan pakaian kehinaan kepada mereka, hingga mereka harus kembali dengan hina dan penuh ketundukan.

 

Mereka senantiasa begitu dalam menetapkan tujuan ketika berangkat pagi dan pulang sore. Dan itulah penyebab kehancuran dan penyerangan sampai mereka mencapai yang mereka niatkan. Mereka pun melupakan Allah SWT yang mereka sembah, ditimpa kelalaian, dan kelupaan terhadap sumber-sumber kematian. Mereka diliputi oleh banyak penyakit dan cela, mata dan hati mereka tertimpa oleh cobaan yang pada dasarnya dipersiapkan anak-anak dunia bagi diri mereka sendiri, dan mereka lebih mengutamakannya dibandingkan urusan-urusan akhirat. Seperti bergembira dengan kemegahannya, kesegaran perhiasannya, dan kemilau bunganya.

 

Ketahuilah wahai para pencari tugas dan kehormatan ilmu, dan pencari alat penyusun huruf yang tulus bekerja demi majikan, bahwa kaki-kaki manusia telah menyimpang dari ajaran kebenaran. Hati mereka tertuju pada kehendak yang benar selama mereka sama, mereka telah condong kepada apa yang tersembunyi dalam jiwa dibandingkan keindahan yang mereka perlihatkan, dan kepada mencintai pengetahuan makhluk dengannya, penghormatan mereka terhadapnya dan mengagungkan mereka karenanya. Mereka mencintai pertemuan orang-orang di hadapan mereka dan referensi-referensi mereka kepada mereka. Hingga pendapat-pendapat mereka dianggap benar, kata-kata mereka dipercaya, tujuan mereka diperbesar, dan pujian mereka mengalir terus menerus. Jika terdapat sedikit dari sesuatu yang tidak memenuhi semua itu, mereka membencinya. Dan jika apa yang mereka sukai tidak terjadi atau tidak terpenuhi pada mereka, maka mereka murka.

 

Tiada yang dapat meredakan kemurkaan mereka yang berlebihan, membuat mereka rela, dan mengurangi kelelahan mereka atas sikap orang yang menentangnya karena hawa nafsu.

 

Deskripsi mengenai seluruh karakter mereka sangat panjang dan membutuhkan penjelasan lebih intensif. Dan aku hanya dapat mempresentasikan tentang karakteristik mereka semampuku. Dan deskripsi serta penjelasan mengenai mereka, aku anggap lebih dari cukup.

 

Jadi, sekarang hendaklah kamu mengenakan pakaian kewaspadaan dan melindungi dirimu dengan baju besi ketakutan. Pasang benteng ketakwaan bagi dirimu dan tegakkanlah demi Allah SWT atas dirimu dengan perawatan terus menerus, senantiasa mengintrospeksi diri, mengamati banyaknya kekurangan diri, pencapaian kualitas, dan kesungguhan penelitian. Dan lanjutkanlah secara diam-diam semua kebaikan tersebut dibarengi zikir terus menerus dan kekuatan pikiran.

 

Jadilah kamu termasuk orang-orang yang berjihad di jalan Allah yang Maha Agung & Maha Perkasa dengan sebenar-benar perjuangan. Hendaklah kamu termasuk orang yang mendapatkan pujian Allah SWT di antara hamba-hamba-Nya yang saleh. Di samping janji yang indah dan pahala yang melimpah yang memang disediakan untukmu.

 

Allah SWT berfirman,

 

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69)

 

Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman,

 

“Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka).” (An-Nisa: 66)

 

Kedua ayat ini mengharuskan pencapaian kebaikan, terjadinya hidayah, dan kesadaran. Karena itu, ambillah kesempatan sebaik-baiknya untuk mengamalkan keduanya dan senantiasa berpegang teguh pada apa yang Allah SWT perintahkan di dalamnya. Dan berhati-hatilah agar kamu tidak termasuk orang yang memiliki sifat sebagaimana yang telah aku kemukakan, dari interpretasi itu dan kesalahan pendapat. Karena itu mengarah pada penghapusan pahala perbuatan baik dan menjerumuskan dalam penyesalan yang tiada berkesudahan di masa depan.

 

Ulama itu berkata kepadanya, “Wahai orang yang bijaksana, kamu telah sampai pada apa yang tersimpan dalam jiwaku dan telah mencapai sejauh mana perkara yang mengelilingi dadaku. Dan kamu pun telah menambahkan beberapa deskripsi yang kuketahui keutamaannya. Kamu juga mengungkapkan kebenaran pengetahuan tentangnya kepadaku dan aku berharap jika semua itu merupakan karunia Allah dan kasih sayang-Nya kepadaku.

 

Sungguh Allah SWT telah menjadikan kamu sebagai media bagi kesadaranku terhadap beberapa perkara, yang jika bukan karena karunia Allah SWT dan pertolongan-Nya kepadaku melalui dirimu, pastilah aku melalaikan pengetahuanku tentangnya, sebagaimana bangsa-bangsa terdahulu lalai sebagaimana kamu telah menjelaskannya. Allah SWT pun berkenan memperkenalkan hakikat pengetahuanmu kepadaku sehingga aku mengenal bagaimana mereka tergelincir dan kesalahan pendapat mereka.

 

Sungguh Allah SWT telah melimpahkan kenikmatan-Nya kepadaku dengan apa yang telah Dia tunjukkan darimu kepadaku. Dan Dia telah memperlihatkan keagunganmu kepadaku hingga Allah menjadikanmu layak mendapatkan tempat dan memberikan penjelasan tentang deskripsi dan karakter sebagaimana yang telah dikemukakan. Maksudnya, tentang kondisi tiga kelompok yang melakukan penafsiran dengan segenap kesesatan yang terjadi pada mereka dalam niat dan kecenderungan dengan bekerja tanpa metode yang benar. Di samping penyimpangan dari jalan yang benar.

 

Sungguh aku membutuhkan penjelasanmu mengenai para ulama yang bekerja dengan ikhlas karena Allah dengan pengetahuan sejati yang mereka miliki, memenuhi hak, jujur dengan pengetahuan yang mereka kuasai, dan pengetahuan yang mereka kutip dari orang lain, mereka yang kinerjanya dipuji dengan publikasi pengetahuan mereka, dan apa yang mereka sampaikan kepada orang lain. Mereka itulah orang-orang yang mengajarkan kepada orang dengan kehendak yang benar, niat yang baik, dan perilaku terpuji nan indah. Mereka itulah orang-orang yang tidak bosan untuk mengharap ridha Allah semata, tidak terpedaya oleh tipu daya, tidak tergoda oleh keinginan mereka dan hawa nafsu, tidak diperbudak oleh keinginan-keinginan jiwa dan tidak terperangkap, tidak bersimpati dengan kemewahan dunia, dan tidak terjerumus dalam kesalahan dan dosa. Dan mereka semua berada dalam pengertian yang benar.

 

Orang yang bijak berkata, “Bergembiralah dengan apa yang telah Allah SWW’T bukakan untukmu dalam hal pertanyaan dan akan membuatmu senang dengan jawaban yang benar. Karena yang demikian itu dengan seizin Allah akan membuatmu terdorong memulai tindakan dan menjalankan tujuan realistis. Jadikanlah mediasimu untuk mendapatkan kebijaksanaan, permohonanmu untuk berbuat baik, dan menunaikan apa yang kusampaikan kepadamu, sebagai langkah untuk mengantisipasi awal kejujuranmu. Berbuatlah dengan ikhlas karena Allah SW T. Yang kamu sukai darinya adalah memperbaiki rahasiamu dari penyakit yang mencegahnya dan memperbaiki hati secara totalitas agar sesuai keadaan yang semestinya. Karena bijaksana terhadap orang-orang yang memiliki keinginan untuk berbuat baik dan hatinya dipenuhi dengan cinta jauh lebih bersimpati, lembut, dan kecenderungan dibandingkan kasih sayang Sang Bunda dan keramahan Sang Ayah.

 

Di samping itu, seolah-olah aku melihat awan pengetahuan yang berpotensi menurunkan hujan lebat dan membentang pada kamu nan elok, di mana awannya menaungimu hingga harapanmu untuk kesempurnaannya hingga hujan turun semakin besar. Karena itu, mohonlah kepada-Nya agar menurunkan hujan lebat yang ada di balik awan tersebut dengan senantiasa berdiri di taman-Nya. Teruslah memohon hujan kepada Dzat yang Maha Kuasa untuk menurunkan hujan lebat, menyebarkan awan, menyingkirkan bahaya, dan membebaskan jiwa.

 

Ketahuilah bahwa Allah SWT yang Maha Kuasa lagi Maha Agung untuk menghidupkan makhluk hidup-Nya yang telah mati dengan setetes hujan kasih sayang-Nya yang diturunkanNya kepada mereka. Berusahalah untuk mencari kehidupan dengan penyiraman. Karena tetesan-tetesan awal dari awanawan tersebut berpotensi memberikan kesembuhan kepadamu dan guyuran hujan lebat yang turun berpotensi membersihkan dan menyapu rahasia-rahasia kecenderungan kamu kepada dunia. Ketika guyuran air hujan tersebut menyentuh tubuhmu, ia berpotensi menyapu semua penyakit yang menitis pada dirimu. Kemauanmu untuk mengecap rasanya berpotensi membunuh dan membersihkan hawa nafsu yang bersemayam dalam dirimu.

 

Dan ketahuilah bahwa Allah SWT jika menginginkan seorang hamba pasti Dia mudahkan jalan baginya, memberinya beban berat, mempercepat keberangkatannya, mengantarkannya ke tempat atau kedudukan yang penuh keutamaan, dan menganugerahkan keberuntungan melimpah. Dan aku mengharapkan agar kamu benar-benar termasuk orang yang berhasil dalam menyampaikan permintaan dan niat yang baik -dalam ucapanagar mengantarkanmu mencapai tempat-tempat kekasih-Nya yang terpilih berkat karunia dan kasih sayangNya. Dan kamu termasuk hamba-hamba-Nya yang terpilih.

 

Dan aku akan menjelaskan kepadamu -dengan izin Allahapa yang kamu tanyakan tentang deskripsi orang-orang berilmu yang mencapai hakikat pengetahuan, mengamalkannya, jujur dalam niat, berjuang keras untuk menegakkan hak-Nya, menghendaki pengetahuan berdasarkan keharusannya untuk melaksanakannya, di mana tiada satu pun ketamakan dunia yang menghalangi atau mencederai niat mereka. Mereka juga tidak bosan-bosan untuk mengamalkan pengetahuan tersebut apa adanya scsuai amanatnya, dan tidak terprovokasi musuh-musuh yang berupaya menyesatkannya.

 

Allah SWT berfirman,

 

“.. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah adalah golongan yang beruntung.” (Al-Mujadilah: 22)

 

Ketahuilah, perbuatan pertama yang dianugerahkan kKepada ulama ahli hakikat dalam prioritas doanya adalah memperbaiki niat, kehendak yang baik, dan mendorong jiwa untuk menyesuaikan dengannya agar serasi dengan permohonan tersebut. Mereka tidak memperbolehkan kaki melangkah dan anggota tubuh bergerak kecuali setelah memperhatikan secara bijak dengan cara memahami masalah tersebut dengan baik. Mereka berupaya mendapatkan karakter tersebut dalam pendidikan dasar pengetahuan mereka. Mereka melanjutkan pekerjaan dengan kondisi yang prima dan didukung oleh pengetahuan untuk melakukannya. Untuk memulai kebenaran dengan memperhatikan kesehatan hati terlebih dahulu, kewaspadaan, kehati-hatian, dan kemudian ketakwaan. Mereka mengakomodasi semua eksistensi itu. Mereka juga berupaya mengendalikan anggota-anggota tubuh, menjaga rahasia-rahasia, dan senantiasa dalam diam. Meskipun demikian, mereka khawatir jika lalai menunaikan kebenaran dengan sebaik-baiknya dalam menuntut ilmu.

 

Perjuangan mereka untuk menuntut ilmu dan meningkatkannya dengan mengendalikan nafsu semakin keras, yang biasanya dibarengi dengan zikir yang indah dan ketekunan dalam berpikir di tempat-tempat perjuangan. Perjuangan keras mereka semacam itu berpotensi melindungi mereka dari kelonggaran mereka di dalamnya, menghindari pergaulan dengan orang-orang yang mencari ilmu dan orang-orang yang berjuang bersama mereka di dalamnya. Dengan demikian mereka berada dalam tempat, sedangkan orang-orang yang hadir berada di tempat lain. Setiap kali orang lain nampak bermain-main, maka mereka segera berpaling. Ketika orang lain nampak lalai ataupun bersenda-gurau, maka mereka ketakutan dan waspada. Setiap kali orang lain gaduh dan mengganggu mereka, maka segera memastikan kondisi mereka dan semakin memperketat kendali mereka. Mereka berdoa agar orang-orang yang menghadiri mereka selamat, dan senang jika mereka semakin baik dan istiqamah, tidak mengganggu orang lain, tidak merendahkan mereka, tidak menyebar gosip, dan tidak mencela mereka. Melainkan bersimpati jika melihat mereka tergelincir dan segera mendoakan mereka jika nampak melakukan kesalahan-kesalahan dan dosa.

 

Mereka mengenali kemungkaran lalu menolak dan menghindarinya, mengenal kebaikan lalu mencintai dan mengamalkannya. Mereka tidak memandang rendah orang yang Jalai karena banyaknya dan tidak mencibir orang-orang yang di bawah mereka. Mereka senantiasa memuji dan bersyukur dengan keadaan mereka. Bahkan mereka mengetahui semua itu dengan bukti pengetahuan tentang-Nya. Mereka mengetahui apa yang dinisbatkan Allah SWT kepada orang-orang itu.

 

Maka jelaslah bahwa benar dan salah, mereka bedakan dengan ukuran ilmu, mendampingi mercka agar selamat dari melihat sesuatu yang makruh, sibuk dengan khusyuk dan takwa yang diwajibkan kepada mereka, siap mencari ilmu untuk mereka, lisan-lisan mereka senantiasa memuji Tuhan mereka, ketika mendengar ilmu berbicara, hati dan jiwa mereka segera meyakini untuk mengamalkannya, telinga mereka mendengarkan-Nya dengan baik, tubuh-tubuh mereka tekun melayani Allah SWT, mereka berbuat baik dan mengkombinasikannya dengan perilaku yang baik, dan setia dengan pemahaman-Nya dalam perbuatan mereka karena karunia Allah SWT kepada mereka. Mereka pun terus berusaha untuk itu dan meningkatkan intensitas untuk menghadap kepada-Nya, banyak mendampingi orang-orang berilmu, hingga mereka mengambil rezeki yang paling baik dan bagian yang paling besar dari-Nya.

 

Ketika mencapai kedekatan dengan-Nya, mereka senantiasa memohon pertolongan kepada-Nya, membutuhkan apa yang dimiliki-Nya, berbuat dengan hakikat kebenaran-Nya; mereka bekerja setiap waktu, berupaya mengoreksi kembali apa yang telah mereka tulis dan meneliti apa yang mereka minta. Dan itu mencegah mereka dari perjuangan, mengintegrasikan mereka dengan isolasi diri dengan ibadah, orang-orang berdiri untuk kebutuhan mereka, mengenal kondisi mereka dengan kehendak yang baik, mengenal tempat-tempat mereka karena pengetahuannya, kondisi mereka dihormati karena karunia-Nya. Semua itu terungkap, muncul, dan menonjol.

 

Di antara mereka terdapat orang yang mengisolasi diri dengan pengetahuannya, menyibukkan diri menjauh dari makhluk dengan beribadah kepada-Nya, lebih memprioritaskan amal yang telah Allah SWT bukakan baginya. Ia juga tidak menghendaki pengganti dari melayani Allah SWT terus menerus dan tidak mengubah isolasi dirinya dengan Allah SwT yang telah membukakan baginya.

 

Di antara orang yang telah memiliki niat dalam menyebarkan ilmunya, mendukung pengajarannya dengan tekad, dan memberikan kesempatan kepadanya untuk menyaksikan keutamaan, maka ia menyebarkan pengetahuan dengan lapang dada dan mengharap rida Allah. Ia melakukan semua itu demi Allah SWT dan penuh keikhlasan, berharap mendapatkan pahala yang baik kepada Allah, mengharapkan manfaat semaksimal mungkin di akhirat, yang dalam hal itu disertai dengan kebenaran; Apabila bertutur kata, maka ia mengucapkannya dengan kekuatan ilmu. Sementara diamnya dipenuh kemuliaan dan kewibawaan. Saat menjelaskan, ia berupaya mendekatkannya dengan jangkauan pemahaman, sementara saat memperbanyak keterangan atau pelajaran kepadanya, dia menyukai menyampaikan manfaat, dan jika mereka berpisah darinya, ia menasihati mereka. Ia berupaya menyampaikan pengetahuan yang mereka kuasai dengan ucapan yang fasih dan penjelasan yang benar, dengan hati yang penuh dengan nasihat yang tulus dan perkataan yang jujur. Tidak terburu-buru memberikan penjelasan kepada orang yang bodoh, dan tidak membalas orang-orang yang tergelincir dan salah, tidak berdiri dengan kesombongan sedikit pun dengan siapapun, memaafkan orang yang menganiayanya, memberi kepada mereka yang meng| haramkan pemberian kepadanya, berbuat baik kepada orang yang berbuat memperburuk citranya, memaafkan orang yang memusuhinya, tidak mengharapkan upah sedikit pun dari perbuatan-perbuatan baik yang dilakukannya kepada orang lain, tidak berbesar hati dan condong pada pujian dan penghargaan, berusaha keras untuk ikhlas kepada Allah, hanya mengharap ridha-Nya dalam perbuatan-perbuatan baiknya, tidak meneri-~ ma dunia dari orang-orang yang memberi, dan tidak berpaling kepada orang yang memberi.

 

Dia menempatkan dunia sebagaimana Sang Pencipta meletakkannya, mencukupkan dengan bagian yang disisihkan Allah baginya, tidak menyibukkan diri dengan dunia karena kehilangan hingga melupakan-Nya, tidak mengerjakan kebaikan kecuali terus menerus tanpa putus, memalingkan diri dengan hatinya dari perhiasan, keindahan, kemegahan, dan keglamoran, serta merasa cukup dengan dunia yang sedikit yang ia miliki, dan cukup baginya apa yang selamat dan baik.

 

Dia berhenti darinya ketika ada keraguan, berpaling dari hal-hal yang bermasalah dan bahkan meninggalkan perkara yang jelas-jelas halal, dan mengambil -apa yang harus diambildengan takaran secukupnya. Dia telah mengutamakan kezuhudan atas segala hal diserukan kepadanya, dan senantiasa tenggelam dalam ibadah dan ketaatan.

 

Dia menyayangi orang yang menginginkannya dan bersimpati kepada orang yang memintanya. Dia tidak menganggapnya sebagai keberuntungan atau rezeki orang yang memintanya, dan tidak pula sebagai imbalan atas jerih payah orang yang mengusahakannya. Dia melihatnya dengan mata kehilangan dan mudah berpindah dan sangat dekat. Ini adalah kedudukan dunia di hadapannya, kedudukannya dalam pengetahuan yang dimilikinya. Di samping deskripsi yang telah aku kemukakan kepadamu, ia scnantiasa mengisolasi diri, banyak menyendiri, scnantiasa bersungguh-sungguh dan mengabdi dengan sepenuh jiwa, menemukan kenyamanan hatinya, ketenangan kedua matanya, dan kesenangan hatinya ketika berbuat baik dengan penuh keikhlasan kepada tuannya. Ia juga mengharapkan banyak pahalanya di akhirat.

 

Dan jika dia muncul di hadapan orang-orang pada saat pertemuan dan mereka meminta pengetahuan prospektif yang dikuasainya, ia muncul dengan niat yang baik dan kehendak yang terpuji; dan itu merupakan salah satu perbuatan baik yang mendekatkan diri kepada Allah SWT.

 

Dia tidak lepas dari suatu kondisi, di mana ia dalam isolasi diri untuk beribadah dan berjuang keras untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dan di antara kondisinya adalah semuanya itu dibarengi dengan niat tulus.

 

Hendaklah ia menampilkan diri di hadapan orang lain agar efektif dalam menyebarkan pengetahuannya sehingga ia termasuk orang yang mengajarkan ilmu yang diajarkan Allah SWT kepadanya.

 

Orang yang takut dan menghamba kepada Allah SWT mengkhawatirkan kondisinya, kehati-hatian, dan kewaspadaan tiada pernah terpisah darinya, dia berdiri dengan kriteria-kriteria pengetahuannya, adil dalam perkataan dan keputusannya, maka dialah orang yang paling memenuhi aturan-aturan, paling mengetahui perkara yang boleh dan perkara yang dilarang, paling memahami hukum-hukum Islam, dan berupaya mengikuti jejak langkah para utusan, meneladani sikap dan perilaku para kekasih Allah yang baik, tidak cenderung kepada bid’ah, tidak lalai dalam mengamalkan sunnah dengan pengetahuan yang prima dan kendali yang kuat.

 

Dia berada dalam kondisi yang jclas dan berkeseimbangan, moderat di antara semua mazhab, serta berupaya mencarj pendapat yang lebih bisa dipertanggungjawabkan, tidak condong pada perkataan dengan meninggalkan Hadis nabi, dan tidak banyak memperhatikannya. Di samping itu, ia juga tidak mencela para Imam, mencintai mereka karena kebaikannya yang dapat diteladani secara umum, lebih mengutamakan mendengarkan perintah dan kepatuhan, tidak melepaskan diri dari persatuan dan kesatuan umat, dan ia meyakini bahwa melepaskan diri dari persatuan dan kesatuan umat dan menentang para Imam merupakan tindakan orang-orang dungu -lagifasik, tidak menebarkan provokasi dan perlawanan yang ingin mengobarkan huru-hara, menebarkan hasutan, dan membuat kerusakan di muka bumi ini. Mereka itulah musuh, orang-orang yang amoral, zalim, dan cenderung memberontak, yang menempuh jalan selain jalan petunjuk, lebih senang mendukung kesesatan, rayuan, dan kemurtadan, serta cenderung kepada penyebaran huru-hara dunia. Dan Allah SWT telah mengangkat derajat para ulama dan menjadikan mereka sebagai pioner, pemberi petunjuk dan nasihat kepada orangorang yang sehat, saleh, bertakwa, ikhlas, bahagia, teladan, tokoh-tokoh terkemuka, dermawan, terhormat, dan layak menjadi kekasih Allah SWT. Allah SWT menjadikan mereka sebagai pioner dan panji-panji kebenaran yang tersebar, mercusuar petunjuk, rujukan bagi semua makhluk dan layak diteladani. Mereka itulah ulama umat Islam, wakil bagi orang-orang yang beriman, kehormatan bagi orang-orang yang bertakwa.

 

Sebagai tokoh agama, mereka layak diteladani, sinar mereka layak dijadikan batu loncatan untuk mendapatkan petunjuk dan menerangi kegelapan-kegelapan kebodohan, dan cahaya-cahaya pengetahuan mereka berpotensi menerangi kegelapan. Allah SWT menjadikan mereka sebagai kasih sayang bagi hamba-hamba-Nya, keberkahan bagi siapa saja dari makhluk-Nya yang Dia kehendaki, mengajarkan pengetahuan kepada orang yang bodoh, mengingatkan orang yang lalai, membimbing orang yang bertanya, memberi kepada orang yang layak memperoleh, menambah kualitas pekerja, mengantarkan mereka ke tempat terhormat, memotivasi orang yang berkembang, serta meneguhkan dan meningkatkan kekuatan yang sempurna; Mereka itulah yang memperkaya umur mereka dengan berzikir kepada Allah dan menghabiskan seluruh usia mereka dalam perbuatan baik dan terhormat. Dengan begitu, mereka senantiasa dikenal terpuji di kalangan masyarakat dan menegaskan cahaya sinar mereka di kalangan makhluk.

 

Barangsiapa meneladani sikap dan perilaku mereka, pasti bahagia dan tidak menderita, di mana Allah SWT menghidupkan mereka dalam kehidupan abadi, mewafatkan mereka dalam keadaan selamat akidah dan keyakinannya, dan merasa nyaman dengan bekal mereka menuju alam akhirat; Allah SWT menjadikan akhir urusan mereka sebagai yang terbaik dan kondisi-kondisi mereka dalam puncak eksistensi mereka ketika dicabut nyawanya.

 

Setelah mendeskripsikan karakteristik ulama sejati dan mengamalkan ilmu mereka selama dalam kekekalan mereka, aku telah mendeskripsikan kepadamu beberapa kondisi mereka. Aku juga mengemukakan perbuatan-perbuatan mereka yang baik. Kalau lah aku menghitung dan mengemukakan semua deskripsi dan karaktcristik mereka, dan mengemuka. kan perkataan dan perilaku mereka yang terpuji, pastilah me. menuhi bukuku ini dan membutuhkan jawaban luas. Deskripsi yang dikemukakan Allah SWT di antara karakter-karakter tersebut lebih dari cukup bagi orang yang berupaya mendapatkan petunjuk, dan menyampaikan kepada orang yang mengamalkannya jauh lebih layak diprioritaskan.

 

Sang ulama berkata kepada orang bijak, “Wahai profesor, sang pengasih dan penyayang, guru yang bijaksana dan layak memberi nasihat. Tindakanmu yang mendeskripsikan karakter orang-orang telah mengganggu hatiku, memenuhi dadaku dengan kekhawatiran dan ketakutan. Dengan begitu, aku pun memahami posisi dan kedudukanku. Aku khawatir jika dia tidak akan mampu membawa apa yang dikenali kesabaranku, ketika kamu menjelaskan kepadanya mengenai kelalaianku yang luar biasa dan senantiasa tertinggal. Diriku pun merasa hina berhadapan dengan pengetahuan. Aku pun yakin dengan kebodohan dan kekuranganku.

 

Jadi, bagaimana aku bisa terhindar dari kehinaan keterbelakangan? Bagaimana jiwaku dapat melepaskan diri dari akhlak tercela, lalu bergabung dengan jalan orang-orang pertama? Karena sesungguhnya aku meyakini bahwa berdiri di sana merupakan dosa dan tetap bertahan dengan kondisiku itu merupakan hutang.”

 

Orang yang bijak itu pun berkata, “Sungguh aku telah bertanya mengenai sebuah perkara besar, vital, dan berat yang memudahkan para pekerja berkat karunia-Nya berani mengarungi penderitaan untuk mengejarnya, membawa beban berat dan mengasingkan diri dari tanah air, dan meninggalkan harta benda. Sangat sedikit orang yang mampu mempertahankan perkara yang disukai Allah, kecuali mudah baginya untuk mengorbankan tubuh dan kegembiraannya, dan tiada pun yang besar baginya dalam upaya mencapai tujuannya.

 

Dengan demikian, -wahai orang yang menanyakan tentang kedudukan tokoh-tokoh terkemuka, tingkatan-tingkatan para ulama, kondisi para pemimpin besar dan meneladani jejak para nabihendaklah kamu meninggalkan semua faktor yang berpotensi menyesatkan dan membelokkanmu dari jalan petunjuk, kebijaksanaan itu akan menghentikanmu.

 

Jadilah kamu sebagai orang yang mencintai perkara yang -berpotensimeningkatkan kedudukanmu di hadapan Allah SWT, dan ketahuilah bahwa perhatianmu terhadap kesenangan kepada dunia, baik sedikit atau banyak, merupakan dinding penghalang bagimu dari alam akhirat dan penyakit bagi pengamatanmu ketika wawasan habis. Jadi, kesampingkan lah perhatian hati nurani yang -berpotensimewariskan pandangan kekurangan dan kelemahan pada dirimu. Bersihkan relung-relung hati dan sucikan rahasia-rahasiamu dengan memurnikan niat dan tekad, perhatian total dan satu-satunya darimu, menjadikan milik-Nya sebagai tujuan, dan senang mengenalnya. Karena perjuangan kamu untuk memperbaiki segala rahasia yang tersimpan dalam dirimu merupakan kendali luar biasa terhadap apa yang muncul dan terlihat secara terbuka.

 

Maka, jangan sekali-kali kamu condong kepada sesuatu -sekalipun bahayanya kecil-. Karena sikap yang demikian itu berpotensimenjauhkanmu dari perkara terpuji yang telah jelas bagi kamu. Sesungguhnya yang paling bodoh adalah orang yang menjual banyak dari apa yang tersisa bagi alam akhirat demi mendapatkan perkara sedikit yang binasa dan tidak dibutuhkan (kekayaan duniawi, Penj.), dan orang yang menyibukkan diri dengan urusan dunia dengan melalaikan urusan akhirat.

 

Wahai orang yang mencari keutamaan kondisi dan mazhab atau doktrin terbaik, jadikanlah hal pertama yang kamu mulai dari pekerjaanmu -dan dengan melakukannya, kamumendekatkan diri kepada Tuhanmu, berpantang atau zuhud di dunia ini dan berpaling dari segala sesuatu yang jiwa ini cenderung kepadanya, baik sedikit atau banyak. Karena perkara sedikit yang kamu cenderung kepadanya berpotensi mengambil rahasiamu, mengalihkan perhatianmu dari hati, dan berpotensi memalingkanmu dari mengingat-Nya; Berdasarkan kekuatan dan kelemahan dari apa yang kamu miliki dari sedikit materi dan kelemahannya, demikian juga dengan kekuatan dan kelemahan penghalangnya.

 

Berdasarkan realita tersebut, tersembunyi darimu untuk memahami apa yang kamu maksud dengan tekad. Perbuatan-perbuatan itu berpengaruh dan hati terbentengi apabila rintangan-rintangan dunia terputus darinya. Apabila penghalang-penghalang dunia itu menghambatnya meskipun sedikit, maka itulah niat dan tindakan sekaligus. Dan hal itu berpotensi menjauhkan ceramah dari pemahaman dan menghentikan kondisi dari menyelesaikan pekerjaan.

 

Waspadalah terhadap perkara yang memikatmu dari penghalang-penghalang terscbut dan menyebabkanmu condong meskipun sedikit nilainya. Berusahalah untuk ikhlas dengan kebebasanmu dari semua itu menuju kondisi, sikap, dan perkataan yang baik.

 

Sang ulama berkata kepadanya, “Aku telah mendengarkan nasihatmu, mengumpulkan seluruh perhatian, mengonsentrasikan hatiku, dan memperbaiki kesadaranku di dalamnya. Dan aku berharap untuk mendapatkan bimbingan petunjukmu, kebenaran propagandamu, dan ketulusan nasihatmu hingga Allah SWT berkenan memberitahukan kepadaku semua yang aku harapkan dan tujuan dari apa yang aku minta. Aku telah melihat mata air-mata air kebijaksanaan yang mengalir dari rahasiamu melalui lidahmu, lalu menghubungkanku dengan sebagian hal yang kamu maksudkan bagiku. Dan aku telah merasakan nikmat dari airnya hingga membuatku merasa segar, yang menunjukkan cintamu bermanfaat bagiku dengannya.

 

Karena itu, tambahkanlah kepadaku perkara yang memperkuat kehidupan yang penuh semangat bagiku darinya, menyelamatkanku dari kematian kondisi yang telah lalu menuju masa depan dengan perpindahan yang realistis. Karena aku tidak menemukan apa pun yang dapat aku pergunakan untuk merujuk kepada Allah SWT di dalam dirimu, kecuali munajat-munajatku kepada-Nya dengan balasan yang indah untukmu atas namaku, dan Dia memberimu balasan dengan apa yang layak dan paling berhak membalasnya. Dan setelah kamu membangunkan aku wahai Dzat yang Maha Bijaksana, dari tidur kelalaian dan mengingatkanku dari kelupaan karena usia dan rasa kantuk, aku telah menemukan kemerdekaan untuk dapat memahamimu. Apa yang aku temukan itu mem. bawaku untuk mengamalkannya sebagian di antaranya, dap aku menemukan kesadaran mengenai apa yang tersisa dari ke. lalaianku, yang menghalangiku untuk berdiri di atasnya untuk memastikan kejelasan dan pengetahuan tentang kepastian.[]

 

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad beserta keluarga beliau.

 

Dzat yang Maha Benar telah mengungkapkan kepadamu kebenaran informasi-informasi-Nya, memperlihatkan betapa besar rahmat dan karunia-Nya, memasukkanmu ke dalam kebersamaan-Nya ke jalan karunia-Nya, dan melimpahkan berkah kepadamu dengan mengangkat dan meninggikannya untukmu. Dengan demikian, bukanlah faktor-faktor lain bagimu yang mendorong kamu mendekatkan diri kepada-Nya, melainkan dengan apa yang dinisbatkan kepada dirimu.

 

Dia telah menyucikanmu dengan memilihmu di antara orang-orang pilihan-Nya, dan menyatukanmu dengan peniruan dari orang yang dipilih-Nya secara khusus sebagai kekasihNya, memilih kamu dengan menyeleksimu di antara tokoh-tokoh terkemuka dari orang-orang yang layak mendapat kasih sayang-Nya, di mana Dia memprioritaskan memilih mereka karena persahabatannya yang hebat. Dengan demikian, langkah pertama mereka di hadapan-Nya, yang ditempatkan pada jalan-jalan yang telah ditetapkan, yang menjauh dari selain-Nya kepada-Nya, sehingga mendahului semua yang berupaya mendekati-Nya, merindukan-Nya semata di antara tuntutan-tuntutan, pada cahaya pembuka-pembuka pengorbanan, cahaya jatuh pada mereka dengan kebaikan dan berkat rahmat membawa mereka pada kesadaran. Dengan turunnya hujan lebat dan berlumpur, diselimuti oleh keanehan-keanehan tanah dan terhubung, yang memukau pikiran orang-orang yang melihatnya, menyilaukan saksi pertama dari mereka yang menginginkannya. Lalu di mana dan dengan apa hati mereka yang dihormati olehnya dapat melewatinya, dan bagaimana pikiran mereka yang menghadapinya menyatu dengannya? Dan itu tidak dilakukan oleh suatu komponen sekalipun itu mulia, tidak dilaksanakan darinya dengan melewati rahasia seorang kekasih sekalipun mungkin, tidak akan dilakukan dari orang-orang majelisnya dan kaumnya, kecuali orang yang menanggung kekuatan dan kKemampuannya, dan pembawa tahtanya.

 

Dia yang Maha Kuasa dan pelindung para ahli hukum dari yang membuatnya untuk dirinya sendiri.

 

Pada saat itu, jika yang Maha Kuasa menginginkannya, Dia menyeru makhluk agar ikhlas mengingat-Nya, beriman Kepada-Nya, menerima orang yang Dia khususkan untuknya, dan berlindung kepada orang yang Dia membocorkan rahasia-Nya kepadanya. Dengan demikian, apa yang Dia kumpulkan untuk orang-orang yang dekat dengan-Nya dan orang-orang terdekat-Nya mengikuti mereka, dan para wali lainnya mengikuti karena mereka bersimpati dengan itu. Mereka memperoleh dari-Nya apa yang Dia berikan dari karunia-Nya yang besar, Dia memberi-Nya dari karunia dan nikmat-Nya yang agung. Jadi, itulah keberuntungan atas pengorbanan mereka dan anugerah mereka yang terus menerus. Dan semua itu karena keagungan kekuasaan-Nya, kebesaran yang telah dipilihkan Allah SWT bagi mereka dari kebaikan-Nya yang paling berharga, tabir dari apa yang Dia pilih dengan mengingat-Nya yang tulus, meskipun faktanya itu ada, dan alam semesta dengan turun kepada yang tampaknya menjadi pengetahuan pertama dari orang yang mengesakan-Nya dan Dia ingin Dia pilih untuk apa yang diciptakan untuknya. Dan tidak akan cocok untuk menyaksikan itu, mata yang tetap tertuju padanya, dan tidak akan melihat ujung dari situs-situs yang membahayakan itu.

 

Semoga Allah SWT menjadikan kita dan kamu saudaraku, di antara mereka yang membuatnya untuk dirinya sendiri dan orang-orang selainnya terpengaruh olehnya.

 

Suratku kepadamu dan jalan kebenaran dengan strategi yang mudah ini wahai saudara, dan jalan kesadaran yang cemerlang, diinjak sebagai pendahuluan bagi telapak-telapak kaki orang yang melewatinya, diberi ruang untuk perluasan jalan bagi para pencari, dan dihiasi dengan cahaya kegembiraan bagi hati orang-orang yang menginginkannya. Meskipun demikian, karena sedikit orang yang berangkat ke sana dan sedikit yang berjalan dengan kebenaran di atasnya, seperti pemungut cukai yang menganggur, dan tanah keras, tandus, dan rusak, tidak banyak orang yang meramaikannya meskipun Allah SWT meninggikan kedudukannya dan menjanjikan pahala yang besar untuk melewatinya. Meskipun betapa urgennya, tiada orang yang menyukainya.

 

Dan aku melihat ilmu dengan banyak peniru ataupun mengklaimnya dan para pencarinya tersebar ke mana-mana, dengan berkurangnya keikhlasan mereka dalam tujuan, keengganan mereka beramal dan kewajiban memenuhi haknya, seperti bujangan yang kesepian dan terasing. Dan aku melihat ketidaktahuan dan tuntutan-tuntutan yang dilakukan orangorang pada umumnya, kurangnya pengetahuan bagi peniru untuk bertindak dengan bukti.

 

Aku melihat perhatian sebagian besar manusia tertuju kepada dunia dan bergegas mencari puing-puingnya, serta lebih mengutamakan kenikmatan yang sesaat. Pikiran dan hati telah menyerah untuk mengabdikan diri dalam mencarinya, dan lebih memperhatikan perkara yang sedikit itu. Aku melihat mereka memiliki niat buruk, banyak korupsi, dan kurang usaha untuk bekal kembali kepada-Nya di tengah mabuk dan kebingungan kengerianmu yang merebut mereka darinya. Tiada satu pun di antara mereka yang bangun untuk mengalahkan semua itu. Tiada yang mengonfirmasi kepadamu bahwa nasihat yang kamu sampaikan realistis. Mereka telah terhasut oleh fitnah dunia sehingga pikiran mereka bingung tentang masalah akhirat.

 

Wahai saudaraku, jika orang-orang memang seperti itu, sangat membutuhkan ulama yang lembut nan ramah, terdidik, karismatik, bersimpati, dan penasihat yang membimbing mereka di jalan kebenaran, sedangkan kamu wahai saudaraku, mendapat ridha Allah di sisa usiamu dibandingkan orangorang yang telah lalu, dan termasuk salah seorang ulama yang diperhitungkan, salah satu tokoh terkemuka dari orang-orang bijak, dan kamu mengetahui bahwa Allah meridhai kamu bahwa Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Agung mengambil perjanjian dari orang-orang yang berilmu dan mengenal-Nya, yaitu orang-orang yang Dia prioritaskan untuk menguasai Kitab Suci-Nya dan membukakan pemahaman tentang hal tersebut untuk mereka, dan memilih mereka secara khusus untuk menjelaskan, lalu menugaskan mereka untuk menyampaikan amanat-amanat-Nya dan menjelaskannya kepada orang-orang, serta tidak menyembunyikannya. Allah SWT berfirman,

 

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah.” (Al-Ma‘idah: 44)

 

Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman,

 

“Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” (Al-Ma‘idah: 63)

 

Dan kamu wahai saudaraku, termasuk orang-orang yang tersisa yang mengemban amanat tersebut sebagaimana mereka mengemban amanat tersebut sebelumnya, dan mengetahui informasi mengenai hukum sebagian dari apa yang mereka ketahui. Hendaklah kamu menurutiku, menjelaskan apa yang Allah SWT telah anugerahkan kelebihan itu kepadamu, mengatakan kebesaran kenikmatan-Nya yang Dia limpahkan kepadamu. Jadi, bertindakadillah, semoga Allah meridhai kamu, kepada mereka yang menghendaki Allah dengan penuh semangatmu, menghadap mereka dengan wajah tegap, hadapilah mereka dengan argumenmu, bersimpatilah kepada mereka dengan keutamaanmu dan mengutamakan mereka dibandingkan yang lain dengan bimbinganmu, dan dakwah-dakwahmu yang indah dan menyejukkan. Berkorbanlah untuk mereka dengan segenap ilmu dan pengetahuan demi memberi manfaat kepada mereka, di samping memperdalam wawasan. Jadilah kamu termasuk orang yang bersama mereka, mendampingi mereka di siang dan malammu. Dan Alokasikanlah perhatianmu secara khusus demi kemanfaatan mereka maupun kamu sendiri.

 

Itulah hak orang-orang yang merupakan kewajibanmu, itulah keberuntungan mereka yang harus kamu penuhi. Bukankah kamu telah mendengar Allah SWT berfirman kepada makhluk-Nya yang paling mulia dan paling agung kedudukannya di hadapan-Nya,

 

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orangorang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya, dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Al-Kahfi: 28)

 

Ini adalah perintah Allah SWT kepada Nabi terpilih-Nya Muhammad SAW.

 

Saudaraku, semoga Allah meridhaimu, aku telah memulai tulisan ini kepadamu seraya memohon kepada-Nya agar dapat menyambung silaturahmi denganmu, mengharapkanmu untuk semakin dekat denganku dan bersahabat denganmu, dan menjadi faktor yang mendorong untuk berkorespondensi denganmu, Jadilah kamu sebagaimana orang yang kusuka pada dirimu. Tambahkan kepadaku apa yang kuinginkan untukmu, semoga Allah SWT scbagai salah satu faktor atau media yang memberi manfaat bagi saudara-saudaramu.

 

Meskipun demikian wahai saudaraku, aku ingin membimbingmu. Sungguh, aku telah mendapat kesempatan untuk menyampaikan pesan kepadamu, yang telah kumulai kepada diriku sendiri sebelum dirimu. Aku ingin meneladanimu di dalamnya setelah dirimu dan aku memohon maaf kepadamu karenanya, jika kamu tidak berkenan menerimanya. Ambillah pesanku itu jika termasuk dalam kebenaran. Jadilah kamu termasuk orang yang mendengarkan nasihat dan mau memberi peringatan. Karena hanya itulah nasihatku yang dapat kusampaikan kepadamu. Kalau pun kamu mengulanginya untukku, maka dapat kuterima.

 

Saudaraku, semoga Allah meridhaimu, pahamilah orang-orang seusiamu, kenali pula orang di zaman dan eramu. Dan mulailah melakukan itu terlebih dahulu dengan dirimu sendiri, dan berbelas kasih setelah dirimu mengendalikan dan memastikan kondisimu sendiri.

 

Penjelasan Imam Abu Al-Qasim Al-Junaid bin Muhammad, semoga Allah SWT mensucikan ruhnya.

 

Segala puji bagi Allah yang memutuskan hubunganhubungan (dari selain Allah, Penj.) dari orang-orang yang memusatkan perhatian kepada-Nya, menganugerahkan hakikat-hakikat kepada orang-orang yang berkomunikasi dan bergantung kepada-Nya, ketika Dia menciptakan mereka dan menganugerahkan cinta-Nya kepada mereka. Dia pun menetapkan para ahli makrifat dalam golongan-Nya, menjadikan mereka dalam beberapa tingkatan dalam mendapatkan karunia-karunia-Nya, Dia memperlihatkan kekuatan kepada mereka yang diperlihatkan dari-Nya, dan menganugerahkan karunia dari keutamaan-Nya. Karena itu, tiada satu pun bahaya yang mengganggu mereka untuk memilikinya tidak mengganggu mereka, mereka tidak bertemu dengan sifat-sifat yang menyebabkan cacat dan kekurangan dalam penisbatannya, karena mereka termasuk dalam realitas monoteisme dengan memurnikan secara total, dalam apa yang diminta dan menemukan faktor-faktor keberuntungan, dari lembah-lembah yang ghaib dan kedekatan dengan sang kekasih.

 

Kemudian saya mendengar dia (Al-Junaid) berkata, “Berikan ia kepadaku kemudian berlindunglah padaku dariku, karena aku merupakan perkara yang paling berbahaya bagiku, celakalah aku dariku. Dia memperdayai dan menipuku, kehadiranku merupakan penyebab kehilanganku, dan kesenanganku menyaksikan diriku merupakan kesempurnaan usahaku.

 

Sekarang, kekuatanku telah sirna karena kelelahan dalam perjalanan malam. Aku tidak menemukan rasa keberadaan dan tidak bebas dari pemberdayaan saksi-saksi, tidak menemukan kebahagiaan dari jenis kebahagiaan, dan juga tidak menemukan siksaan dari jenis siksaan.

 

Tiada sifat yang diperlihatkan dan tiada seruan yang diserukan. Permasalahan ini dalam penampilannya masih saja seperti semula.

 

Saya bertanya (kepada Al-Junaid), “Apa yang dapat kamu pahami dari pengucapan ini kepadamu, “La Shifata Tubda wa La Da’iyah Tuhda (Tiada sifat yang diperlihatkan dan tiada seruan yang diserukan)?”

 

Dia menjawab, “Aku berbicara mengenai kondisiku dengan ketidakhadiranku. Kemudian diriku diperlihatkan kepadaku oleh saksi yang Maha Kuasa, Maha Memaksa, lagi Maha Nyata. Dia memusnahkanku dengan menciptakanku sebagaimana Dia menciptakanku secara fisik ketika aku musnah. Jadi, aku tidak dapat mempengaruhi Dia karena Dia terlepas dari pengaruh-pengaruh., Aku pun tidak membcritahukan tentang Dia karena Dia bertanggungjawab atas pemberitaan itu. Apakah Dia telah menghapus wujud penampilanku dengan sifat-Nya, bersamaan dengan keterhapusanku, maka pengetahuanku sirna di dekatNya. Dialah yang Maha Mulia Penciptaan dan Maha Menghidupkan Kembali”

 

Aku tanyakan lebih lanjut, “Jadi, apa pengertian dari perkataanmu, “Afnani Biinsya’it Kama Ansya‘ani Badiyan fi Hal Fana‘i (Dia memusnahkanku dengan menciptakanku sebagaimana Dia menciptakanku dari tidak ada secara fisik ketika aku musnah).

 

Dia menjelaskan,

 

“Bukankah kamu tahu bahwa Allah yang Maha Kuasa berfirrman, ‘Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman)’, ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Al-Araf: 172)

 

Sungguh dalam ayat ini Allah telah menginformasikan kepadamu bahwa Dia berbicara kepada mereka ketika mereka tidak ada kecuali dengan keberadaan-Nya untuk mereka. Karena Dia hadir untuk ciptaan tanpa makna keberadaannya untuk dirinya sendiri. Dalam arti, tidak ada orang lain yang tahu, dan tidak ada yang menemukan, kecuali Dia untuk keabadian. Dia senantiasa hadir atau mendapatkan, mengetahui, dan menyaksikan mereka secara fisik ketika mereka musnah dalam kebaqaan mereka. Mereka itulah yang di zaman azali dalam keabadian.

 

Itulah eksistensi Rabbani dan pengetahuan Ilahi yang hanya dimiliki-Nya, yang Mulia lagi Maha Perkasa; Karena itu, kami katakan; jika Dia senantiasa menemukan hamba-Nya di mana semua kehendak-Nya berlaku padanya sesuai keinginanNya sebagai Dzat Maha Tinggi, yang tiada satu pun makhluk yang berpartisipasi dengan-Nya. Dengan demikian, eksistensi tersebut merupakan eksistensi yang paling lengkap dan sempurna, serta pastinya tidak terelakkan.

 

Dialah yang utama, yang paling dominan, dan paling berhak untuk menguasai dan memaksa atau menaklukkan, serta sah untuk memiliki apa yang tampak olehnya hingga bentuk umumnya terhapuskan dan eksistensinya hilang. Karena tiada lagi karakter manusia dan tiada eksistensi yang dapat ditempati sebagaimana yang telah kami kemukakan. Maha Suci Dzat yang Maha Benar lagi Maha Memaksakan Kehendak. Pada dasarnya semua ini merupakan kondisi membingungkan ruh-ruh yang memiliki sifat keabadian.

 

Kebahagiaan yang tidak identik dengan kcbahagiaan yang wajar. Kemurahan atau kedermawanan Dzat yang Maha Benar tidak identik dengan kedermawanan yang diketahui. Karena Allah yang Maha Kuasa tidak dapat diketahui dengan panca-indra, tidak terlihat, dan tidak dapat diubah esensi-Nya. Tiada seorang pun mengetahui proses kelembutan dan keramahan-Nya kepada makhluk-Nya karena pengertiannya merupakan hak khusus Ilahi, sehingga tiada yang mengetahui ataupun memperhitungkannya selain-Nya.

 

Karena itu, kami tegaskan bahwa sesungguhnya Allah yang Maha Benar membinasakan apa yang tampak pada-Nya, dan jika Dzat yang Maha Benar menguasainya, maka lebih layak untuk menguasainya dan lebih berhak menguasai dan memaksa.”

 

Aku bertanya, “Apa batasan bagi orang-orang dengan sifat ini, padahal eksistensi dan pengetahuan mereka telah dimusnahkan?”

 

Dia berkata, “Eksistensi mereka berdasarkan Dzat yang Maha Benar dalam diri mereka dan apa yang tampak atas mereka dengan perkataan dan kekuasaan Dzat yang Maha Kuat, bukan apa yang mereka minta lalu mereka mengemukakan dan mengasumsikannya setelah kemenangan, lalu Dia menghapus dan memusnahkannya. Karena yang demikian itu, tidak melekat pada mereka dan juga tidak dapat dikaitkan dengan mereka. Bagaimana mereka mendiskripsikan dan menemukan apa yang mereka tidak lakukan lalu membawanya, atau mendekatinya dan mengetahuinya. Bukti untuk itu adalah berdasarkan riwayat yang ada.

 

Bukankah telah diriwayatkan dari Rasulullah SAW, bahwasanya beliau bersabda,

 

 

“Allah SWT berfirman, …“Hamba-Ku terus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah tambahan sampai Aku mencintainya. Ketika Aku telah mencintainya, pastilah merupakan pendengarannya yang dengannya dia mendengar dan penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat…”

 

Dalam riwayat Hadis terdapat redaksi tambahan. Hanya saja aku mengutip redaksi ini hanya sebagai dalil dalam pembahasan ini; Jika Allah SWT menegaskan bahwa Dia merupakan pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar dan penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, bagaimana dia bisa menyesuaikannya dengan proses-Nya atau membatasinya dengan batasan pengetahuan-Nya? Dan jika seseorang mengklaim demikian, pastilah klaimnya mudah dipatahkan. Karena kita tidak tahu bahwa terdapat seseorang yang memahaminya dari sudut pandang manapun, di salah satu tempat yang dia tahu atau kenali. Akan tetapi maksudnya, Dia mendukungnya, membimbingnya, memberi petunjuk kepadanya, dan menyaksikan sesuka-Nya, bagaimana Dia menghendakinya dengan mengarahkannya pada kebenaran dan menyesuaikan diri dengan kehendak Dzat yang Maha Benar.

 

Itulah perbuatan Allah padanya dan yang melimpahkan anugerah kepadanya, yang dinisbatkan kepadanya dan bukan Dzat yang mengadakannya. Karena perbuatan-perbuatan tersebut bukanlah dari dirinya sendiri dan bukan dia yang melakukan, melainkan diperbuat orang lain padanya. Dengan demikian, Dia lebih layak untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan lain selain pada dirinya dan lebih tepat. Dan juga boleh baginya memiliki sifat tersembunyi ini, dan itu tidak dianggap berasal darinya seperti yang kami sebutkan.

 

Aku bertanya, “Bagaimana dikatakan bahwa kehadiran merupakan penyebab kehilangan dan kenikmatan menyaksikan merupakan kesempurnaan perjuangan, padahal manusia di sini tahu bahwa mereka menikmati dan menemukan kesenangan dalam kehadiran, mereka tidak berusaha untuk itu dan tidak menghilangkan?”

 

Dia menjawab, “Itulah pengetahuan umum yang diketahui dan proses eksistensi mereka yang dideskripsikan. Adapun orang-orang elit, khusus, dan super khusus yang terasing karena kondisi mereka yang aneh, maka kehadiran mereka merupakan kehilangan dan kesenangan mereka menyaksikan merupakan perjuangan. Karena mereka telah terhapus dari setiap bentuk.

 

Pengertian, “Yajidun bi Al-Hudhur (menemukan kesenangan dalam kehadiran) dan menyaksikannya dari tempat mereka berada, dengan apa yang mereka kuasa dan menghapusnya, dan dari sifat-sifat mereka, Dia menghancurkan mereka, sampai Dia bangkit bersama mereka dan merawat mereka dengan apa yang mercka miliki. Dan alasan untuk itu telah ditetapkan untuk mereka dan di antara mereka dari jenis kesempurnaan dan kelengkapan, sehingga mereka menemukan kebahagiaan di dalamnya tanpa adanya keberadaan yang paling menyenangkan pada orang lain. Karena monopoli Dzat yang Maha Benar dan dominasi keperkasaan-Nya.

 

Jadi, ketika jiwa kehilangan kebahagiaan tak terlihat, yang tidak terjangkau oleh jiwa-jiwa, dan tidak dapat didekati panca indera, maka kefanaannya memalingkannya darinya dan kebaqaannya mencegah kefanaannya. Apabila bejananya membawanya dan jenisnya menciptakannya, maka dia menyembunyikan dari apa yang ada di dalamnya dan di dalam dirinya. Dengan demikian, dia menenggelamkan dirinya dan menggambarkan jenisnya, apabila dia kehilangan kelengkapan pertama dan kehormatan yang paling lengkap, dan dikembalikan pada pembelajaran dan kecerdasan. Penyesalan terselubung di dalamnya dan rasa sakit karena kehilangan terhubung dengannya dalam kehadiran kondisinya dan eksistensinya tercipta.

 

Karena itu, jiwa-jiwa tersebut merindukan popularitas dan kembali pada kebutuhan, bagaimana ia tidak tersentuh oleh pengusirannya setelah ketidakhadirannya, dan pengabdiannya setelah kepenuhannya.

 

Dari sini jiwa-jiwa ahli makrifat naik ke tempat-tempat yang bercahaya, pemandangan yang indah, dan tanaman-tanaman hijau. Sedangkan selain itu, maka merupakan siksaan baginya karena termasuk materi pertama yang didambakannya, yang tercakup dalam perkara-perkara gaib dan dimonopoli oleh perkara yang dicintai.

 

Kasihan kamu! Dikatakan bahwa rujukannya ke kata sifat tidak berpartisipasi di dalamnya, dan apa yang dia maksudkan di dalamnya dan darinya adalah yang dimonopolinya. Siapa pun yang disembunyikan, diingat, atau dibatasi untuk itu, yang dimaksud dengan ini adalah kehadiran gurun pada dirinya dan bukan motif-motifnya kepadanya. Dengan demikian, karakternya aman dari kefanaan hakikatnya, menjauh dari kehadiran yang ada di dalam dirinya, kuasa orang yang berkuasa, yang menjalankannya, dan orang yang menguasainya. Sekalipun dia dibawa dan bersaksi di hadapannya, menjamin kehadirannya yang tersembunyi, dan jejaknya terhapus dalam kesaksiannya, sehingga dia tidak menemukan jalan menuju realisasi penyembuhan atas eksistensi murni yang dirampas dari oleh Dzat yang Maha Benar.

 

Demikian juga Dia melihat dalam sifat keagungan-Nya dan nama-nama-Nya yang paling indah. Sebaliknya, hukum penderitaan yang terjadi pada orang-orang yang menderita berawal dari sini, sampai mereka tertarik, menetap, dan tidak tertipu. Ditetapkan atas mereka apa yang tepat bagi mereka dengan kekuatan yang sama, kedudukan tinggi, dan garis keturunan yang terhormat.

 

Aku bertanya, “Betapa menakjubkan apa yang kamu ceritakan kepadaku. Lalu bagaimana orang dengan persentasi tinggi ini akan menghadapi bencana? Bagaimana hal itu terjadi hingga aku bisa mengenalnya?”

 

Dia menjawab, “Ketahuilah, ketika mereka meminta kepada-Nya dalam keinginannya, akan tetapi mereka mencegahnya dari diri mereka sendiri, maka berarti mercka meminta-Nya mengambil alih permadani penderitaan mercka atas sifat-sifat mereka, Karena kesenangan perkara-perkara di dalamnya adalah Dia akan menutupi mereka dengan itu untuk memenuhi bejana mereka, menguasai indra mereka, dan menikmati melihat diri mereka sendiri, di tempat-tempat kebanggaan, konsekuensi zikir, dan penaklukan yang kuat. Dan bagaimana kamu tahu itu? Hanya ahlinya yang mengenalnya dan hanya mereka yang menemukannya, dan tidak ada orang lain yang tahan dengannya. Atau tahukah kamu apa yang mereka tuntut dan tolak sehingga mereka memohon apa yang tampak padanya dan meminta bantuan untuk meminta fakta-fakta yang memberatkannya? Karena Dia menciptakan mereka dengan eksistensiNya untuk mereka dan menetapkan di dalamnya dan atas mereka rahasia-rahasia gaib yang terhubung dengan-Nya. Jejak-jejak pun terhapus dan tali-tali terputus sampai garis keturunan berlanjut dan derajat naik, karena hilangnya indra dan musnahnya jiwa.

 

Kemudian kefanaan itu membawa mereka ke dalam kefanaan mereka, dan eksistensi membuat mereka menyaksikan keberadaan mereka. Jadi, apa yang dia bawa dari mereka dan menyaksikan mereka dari diri mereka sendiri merupakan penutup tersembunyi dan selubung yang halus, yang membuat mereka menyadari rasa sakit kehilangan dan intensitas usaha yang keras untuk menyembunyikan apa yang tidak dapat terserang penyakit, membawa apa yang dapat terserang penyakit, dan sesuai dengan efeknya sebagaimana adanya.

 

Jadi, mereka menuntut dari Nya permintaan mereka dan apa yang diketahui dari jiwa mereka. Karena mercka menitis di tempat kekuatan dan mendapatkan hakikat-hakikat keberuntungan. Kemudian dibangunkan tempat kesibukan bagi mereka hingga kesempurnaan muncul di dalamnya, apakah dia dalam kualitas atau tidak, meskipun rasa sakit penderitaan meningkat.”

 

Aku bertanya lagi, “Jelaskan kepadaku warna-warna penderitaan mereka di rumah mengagumkan dan rumah terdekat mereka?”

 

Dia berkata, “Mereka tidak membutuhkan apa yang tampak sehingga mereka keluar dari kemiskinan, meninggalkan belajar, mengenakan baju kemenangan dengan upaya kekuatan dan mencapai kebanggaan. Dengan begitu, mereka melihat halhal dengan apa yang mereka miliki, tanpa terpincang-pincang atas apa yang dia miliki dengan menetapkan dinding pemisahan dan penghalangan, ketika mereka melihat dan menemukan dengan kedua mata. Dengan begitu, dia menguasai dengan dua perkara. Dan jika itu tampak bagi mereka di lembah kebenaran, aku berlindung di dalamnya bagi mereka dari apa yang mereka miliki, pada abstraksi dengan kekuasaan dan kebanggaan. Mereka keluar dari itu tanpa mengeluh tentang hal itu kepadanya, berpengaruh terhadap kesenangan pribadi mereka, yang mengindikasikannya dan kepastian dengan toleransi. Mereka tidak melihat kembali kepada mereka atau klaim yang dibuat terhadap mereka.

 

Jika memang demikian, maka mereka dikelilingi kelicikan ataupun rekayasa tanpa mereka kerjakan (sadari, penj).”

 

Aku berkata, “Kamu telah membuat pikiranku pusing, dan semakin rusak dan gila. Karena itu, dekatkanlah pemahamanku!”

 

Dia menjelaskan, “Ketika orang-orang yang menderita menjalin kontak dengan kejadian yang diterapkan Dzat yang Maha Benar kepada mereka dan keputusan-Nya berlaku atas mereka, maka rahasia-rahasia mereka hilang dan jiwa-jiwa mereka sirna selama-lamanya, tiada tempat berteduh bagi warga dan tiada tempat lewat. Dia tersiksa oleh kerinduan dan rintihan atas musnahnya orang yang jauh darinya. Dia telah meratapi kehilangan dan mempermalukan hati nuraninya. Kasihan dia, menyakitkan baginya, kerinduan untuk menemukannya, diikuti oleh kehausan dan rasa lapar di perutnya dapat meningkatkan pertumbuhan. Dan itu merupakan tebusan untuk mengenalnya, murah hati karena kehilangan dia. Dia membuatnya haus akan-Nya dengan satu pemakaman setiap pemakaman dan meningkatkan pengetahuannya dalam setiap pakaian, membuatnya merasakan kemiskinan, dan memperbarui visi ketekunan usaha, bosan dengan jejak perbekalan, merindukan kemerduan perumpamaan-perumpamaan, meminta kesembuhannya, terkait dengan akibat kekasih sebagaimana yang terlihat dan semua dimensi yang kamu lihat dengan mata tertutup.

 

Dia benar-benar tersembunyi karena kehilangan penutupnya sehingga tidak bisa menutupi dan tidak menelannya sehingga tidak mundur. Dan bagaimana cara menutupinya, sedangkan dia terpikat olehnya dan tertahan oleh-Nya di hadapan-Nya. Dia membiarkannya binasa dalam penderitaan yang nyata dan tidak memutuskan untuk mengurus dirinya sendiri Karena merasa cukup dengan cinta Nya dan bergantunya dengan-Nya dalam kedekatan dengan Nya. Kamu melihat jumlah catatan darinya dalam kecepatan kebanykitannya, dia binasa dengan orang yang menjaganya dalam kebaqaan terus menerus dan memperberat ujian, sampai membuatnya bahaya dengan penderitaannya, dan kebaqaannya membuatnya nyaman, ketika dia melihatnya segera mencegahnya dan datang dengan panggilannya.

 

Jadi, pembawaannya tidak menyusahkan karena kelelahan, dan tidak bosan karena apatis yang disebabkan aktivitas terlalu banyak. Mereka adalah pahlawan dari apa yang terjadi pada mereka ketika Dia menitipkan rahasia kepada mereka. Mereka tetap dalam penaklukan-Nya, menunggu perintah-Nya, sehingga Allah SWT akan menetapkan perkara yang pasti terjadi.

 

Dan orang-orang: yang tertimpa musibah terklasifikasi menjadi dua golongan: Sebagian dari mereka merupakan orang-orang yang tertimpa musibah, sehingga ia menahan hawa nafsunya dan tidak mengutamakan keinginannya terhadap kesenangan dirinya sendiri, dan kenikmatannya atas kehadirannya, sampai kamu menipunya dan mengelabuhinya, dan menghilangkan kelicikan darinya, karena dia menentang kondisinya dan menganggap penderitaannya sebagai penghormatan baginya, dan dia berpikir bahwa alasan meninggalkannya adalah karena kekurangan dan kelemahan.

 

Kitab Al-Fana; berakhir sampai di sini. Naskah yang dikutip merupakan naskah berbahasa Non Arab (di antaranya adalah bahasa buku ini yaitu Persia), yang sangat buruk. Karena itu, hendaklah kamu berharap mendapatkan salinan yang benar dan bisa diterima dengan izin Allah. Segala puji bagi Allah, dan semoga salawat dan salam se. nantiasa terlimpahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, beserta segenap anggota keluarga, dan para sahabat beliau.[]

 

Sebagian penjelasan Imam Al-Junaid RA mengenal firman Allah,

 

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Al-Araf: 172)

 

Penulisnya berkata, “Sudah selayaknya kitab ini disebut Kitab Al-Mitsaq (Kitab Piagam) -semoga Allah SWT memudahkannyakarena Imam Al-Junaid menyampaikan penjelasannya dengan mudah dalam masalah tersebut, dia menyebutnya Kitab Al-Mitsaq (Kitab Piagam).”

 

Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan apa yang dianugerahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk mewujudkan rahmat-Nya sebagai petunjuk untuk mengetahui-Nya, dengan pemahaman dan ilusi yang bermanfaat, di mana mereka memahami ke mana maksud ucapan tersebut. Aku selamanya senantiasa memuji-Nya dan bersyukur dengan syukur yang terus menerus. Aku juga bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya melainkan Allah yang Maha Esa, tunggal, tiada banding bagi-Nya, satu-satu-Nya, tempat bergantung, dan Maha Suci. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad SAW yang sempurna kenabiannya dan lengkap risalahnya, beserta seluruh anggota keluarga beliau.

 

Kemudian Allah yang Maha Perkasa dan Maha Agung memiliki hamba-hamba-Nya yang paling elit dan ciptaan-Nya yang paling murni. Dia memilih mereka untuk menjadi wali-Nya dan memilih memurnikan mereka untuk kehormatan dan memilih mereka bersama-Nya. Dia membuat tubuh-tubuh mereka bersifat duniawi, jiwa-jiwa mereka bercahaya, ilusi-ilusi mereka bersifat spiritual, pemahaman-pemahaman mereka adalah tahta, pikiran-pikiran mereka terselubung hingga menjadikan tempat-tempat jiwa mereka tidak terlihat dalam terbenamnya kegaiban. Dia menjadikan mereka mengembara dalam misteri-misteri rahasia kerajaan-kerajaan; mereka tidak memiliki tempat berlindung kecuali kepada-Nya; tidak ada tempat menctap kecuali di hadapan-Nya; Mereka yang Dia ciptakan di hadapan-Nya dalam kekekalan-Nya dan keesaan yang menyertai-Nya; Ketika Dia memanggil mereka, mereka segera menjawab dengan cepat, sebagai penghormatan-Nya kepada mereka; Dia menjawabnya untuk mereka ketika Dia menciptakan mereka; mereka memahami panggilan dari-Nya, dan Dia membuat mereka dikenal-Nya, ketika mereka tidak lain hanyalah kehendak yang Dia tetapkan di hadapan-Nya; Dia menggerakkan mereka dengan kehendak-Nya, kemudian Dia menjadikan mereka sebagai atom, di mana Dia mengeluarkan mereka dengan kehendak-Nya menjadi bagian dari makhluk, lalu Dia menempatkan mereka dalam rusuk Adam AS, lalu Dia berfirman,

 

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Al-Araf: 172)

 

Dalam ayat ini, Allah SWT menginformasikan bahwa Dia menyampaikan pesan kepada mereka ketika mereka tidak ada, kecuali dengan keberadaan-Nya untuk mereka. Karena mereka mendapati atau menghadap kepada Dzat yang Maha Benar tanpa eksistensi mereka untuk diri mereka sendiri. Dengan demikian, Dzat yang Maha Benar, ketika itu pada dasarnya eksis dengan pengertian yang tidak diketahui dan ditemukan selain-Nya. Dia eksis, mengetahui dan menyaksikan mereka, serta membebaskan mereka dalam kondisi kefanaan mereka, yang berada dalam keabadian untuk selama-lamanya. Mereka merupakan eksistensi yang fana dalam kefanaan, eksis dalam kebaqaan mereka; mereka dikelilingi oleh sifat-sifat keilahian, jejak-jejak keabadian, dan tanda-tanda keabadian. Karakter-karakter yang demikian ini nampak pada mereka ketika Dia menghendaki kefanaan mereka demi mengabadikan kebaqaan di sana, untuk memperluas pengetahuan mereka tentang yang gaib dengan kegaiban-Nya. Dia menunjukkan kepada mereka misteri-misteri yang terpendam dalam pengetahuan-Nya dan mengumpulkan mereka dengannya. Kemudian Dia memisahkan mereka, kemudian menghilangkan mereka dalam pertemuan mereka, dan menghadirkan mereka dalam pemisahan mereka, sehingga ketidakhadiran mereka merupakan penyebab kehadiran mereka dan kehadiran mereka merupakan penyebab ketidakhadiran mereka. Dia memperlihatkan bukti-bukti yang muncul dari-Nya kepada mereka ketika menghadirkan mereka, dan merampas mereka dari bukti-bukti tersebut ketika mereka tidak sadar; Menyempurnakan atau menyelesaikan kefanaan mereka dalam kebaqaan mereka, dan kebaqaan mereka dalam kefanaan mereka.

 

Berbagai perkara mengelilingi mereka, ketika Dia memperlakukan kehendak-kehendak-Nya terhadap mereka sesuai keinginan-Nya karena Dia memang Maha Luhur tanpa ada yang menandingi-Nya. Eksistensi tersebut merupakan cksistensi yang paling sempurna, Icbih utama, lebih tinggi, dan lebih layak untuk menaklukkan, menguasai, dan keabsahan untuk memiliki apa yang nampak pada-Nya atas mereka hingga jejak mereka dihapus, gambar mereka terhapus, dan eksistensi mereka sirna. Karena tidak ada sifat manusia, tiada eksistensi yang diketahui dengan pasti, dan tiada efek ataupun jejak yang dipahami. Semua itu merupakan tabir pada jiwa-jiwa yang tidak memiliki keabadian; Rasa tentang keberadaan kebahagiaan tidak identik dengan kebahagiaan, berbeda pengertian dan nama-nama yang sama, otentik dalam rasa kebahagiaannya, memiliki berbagai pola dalam kesaksian-kesaksiannya, mereka muncul dalam kebahagiaan mereka dalam cahaya kesaksian mereka, mereka mewarnai rasa pahitnya; aksen pikiran mereka kepada kekasih-kekasih mereka, teguh zikir-zikir mereka dalam rahasia-rahasia mereka.

 

Pada saat itu, lautan kecemburuan menyapu mereka dengan ombak yang saling menerjang dan bersahutan, malapetaka menjadi besar ketika mereka mengamati kedatangannya, jiwa-jiwa mereka lenyap ketika memprediksikannya, setiap hal yang diketahui didirikan terhadap mereka dan setiap kebencian terbukti untuk diketahui. Mereka muncul dengan pengetahuan tentang kebenaran di hadapan Dzat yang Maha Benar; ketika Dia mengidentifikasi mereka, realita kebenaran adalah sebagian darinya, bukan salah satunya.

 

Semua itu merupakan usahanya. Lalu mengapa dia tidak membuat nama-nama penderitaan mereka agar mereka dapat beristirahat, maupun usaha mereka dikenal dan mereka menikmati; mereka menyibukkan diri satu sama lain dan sebagian mereka memisahkan diri dari sebagian yang lain, sehingga mereka kehilangan dalam kehadiran atau kesadaran mereka; Dalam kenikmatan musyahadah terdapat kesempurnaan perjuangan. Karena semua bentuk dan pengertian yang mereka temukan dihapus; dan mereka menyaksikan dari sudut pandang mereka ketika menguasai mereka. Maka dia menghapus mereka dan sifat-sifatnya dan dia menghancurkan mereka. Sebaliknya, itu berarti bahwa kebenaran akan ditegakkan dari Dzat yang Maha Benar sebagaimana yang Dia kehendaki. Bagaimana Dia membuktikan kepada mereka, melawan mereka, dan membela mereka dengan apa yang mereka miliki dan alasan tersebut ditetapkan pada mereka dan di antara mereka dari jenis kesempurnaan mereka.

 

Jadi dia menemukan kenikmatan bukan dari kenikmatan yang identik, menemukan: penderitaan dalam kenikmatan yang diketahui, dan menemukan eksistensi dengan selain jalan keberadaan, dengan tabir kebenaran dan menaklukkan penindasan. Ketika jiwa kehilangan kebahagiaan tak kasat mata yang tidak dirasakan oleh jiwa dan dapat diperbandingkan pancaindra, membuang kefanaan darinya dan melemparkan mereka ke dalam kemenangan-kemenangan mematikan dan penuh penderitaan. Kemudian menumbuhkan kefanaan setelah mereka akrab dengan kefanaan, agar tidak menemukan rasa yang diketahui, dan jangan berhenti untuk apa yang ada, mereka penuh dengan tanpa isyarat kepada sifat-sifat mereka, dan tidak pada gambar-gambar deskripsi dan bukan motif dari dia kepadanya. Bukti-buktinya pun terhapuskan dalam situs-situs arkeologi ketika tidak ditemukan jalan untuk memperoleh kesembuhan atas kesucian cksistensi yang diambil-alih oleh Allah SWT.

 

Begitu juga dengan orang yang dalam sifat-sifatnya yang agung dan kekuatan kesaksiannya dengan sumber kekuasaannya; Pada dasarnya tahun penderitaan hanya berlaku pada orang-orang yang menderita ketika mereka menarik, memantapkan, meneguhkan diri, dan tidak tertipu. Mereka ditempatkan pada apa yang menjadi hak mereka dalam kekuatan yang sama, kedudukan yang tinggi, kehormatan posisi, dan kemuliaan tempat. Kemudian kefanaan menghadirkan mereka dalam kefanaan mereka dan eksistensi mempersaksikan mereka di hadapan mereka.

 

Jadi, apa yang membawa dan menghadirkan mereka dan menyaksikan mereka adalah eksistensi dalam eksistensi mereka (penutup tersembunyi dan penghalang yang lembut). Mereka menyadari itu kerugian besar, intensitas pencerahan yang tidak layak untuk pengetahuan dan tidak (sesuai) arkeologi dengan sifatnya. Mereka pun menuntut darinya apa yang menjadi tuntutan mereka, menentangnya atas apa yang menghalangi mereka, mereka mempelajari darinya apa yang mereka ketahui tentang mereka, dan bukan mereka, mereka mengambil tempat kekuatan, mencapai realitas-realitas keberuntungan, dan mereka sampai pada realitas kehadiran.

 

Maka, dia menegakkan atas mereka seorang saksi darinya di antara mereka dan mereka mengetahui darinya apa yang telah mereka sadari. Masing-masing dari mereka berhenti setelah menyadarinya dan memisahkan semuanya untuk bisa dipisahkan. Maha Suci Allah SWT dari sifat makhluk-Nya dan Maha Kuasa Dia jika diserupakan dengan makhluk-Nya. Sungguh Maha Sucilah Dia dari semua itu.

 

Kitab ini selesai sampai di sini dengan segala puji bagi Allah dan anugerah-Nya.

 

Abu Al-Qasim Al-Junaid RA berkata, “Dia mencabut kebenaran dari mereka dan melucuti keilahian untuk mereka. Dengan demikian, perkara pertama yang didatangkan Dzat yang Maha Benar adalah dengan memperlihatkan bukti-bukti penampakan-Nya di hadapan mereka dan memperlihatkan diri kepada mereka dalam fase pertama keilahian. Dia memperlihatkan keabadian-Nya dalam alam keabadian tanpa akhir, dalam kekekalan keabadian tanpa batas dan tanpa akhir. Di samping itu, Dia memperlihatkan bukti lain yaitu kekuasaan dan kehormatan yang kokoh, kebesaran kesombongan, terlihatnya keperkasaan, besarnya keagungan, penakluk kekuasaan, intensitas kekuasaan, besarnya kesombongan, dan keagungan kesewenang-wenangan. Dialah satu-satu-Nya Dzat yang berhak menyandang semua kebesaran tersebut, kesombongan, dan congkak dengan keagungan-Nya.

 

Kebenaran ditegakkan dengan kebenaran untuk kebenaran dan kebenaran dijalankan dengan benar dalam pemerintahan, Dia Esa dalam singularitas kekuatannya, tunggal, dan satu-satunya Dzat tempat bergantung.

 

Inilah kesaksian pertama diturunkannya wahyu itu oleh Dzat yang menurunkannya dengan mengagungkan nama ini atas dirinya, dan menghalalkannya. Dia pun melanjutkan dengan apa yang mungkin dijaga-Nya, Dia memeliharanya untuknya dari nama-namanya yang indah, yang menjadi acuannya dan apa yang tidak terjadi dari nama-nama kombinasi dan perbedaan dengan apa yang Dia inginkan dari manifestasi dan penyembunyian. Beberapa di antaranya muncul dalam bukti-bukti mereka, nampak dalam tuntutan-tuntutannya, mencuat dalam doktrin-doktrinnya, bertebaran di tempat-tempat tinggalnya, dan bolak-balik di atas perahu-perahunya.

 

Dedikasi kata sifat mengandung adaptasi sejatinya lalu dia menutupinya, bersembunyi di dalamnya kemudian menyembunyikannya, terlipat di dalamnya dan menyembunyikannya, berhasil menghancurkan dan merusaknya, mengalahkannya dan menaklukkannya, kemudian dia pergi ke lembahnya untuk berpisah tanpa putus. Dan ia naik dengan teman akrab tanpa sistem yang identik. Sistem ini efektif dalam penampilannya dan menang yang ditunjukkan olehnya dengan memperkuat aturannya.

 

Jadi, doa-doa pun dimunajatkan pada prinsip itu, orangorang pun membanggakan diri, saling menindas, dan menaklukkan. Di manakah posisinya ketika itu sedangkan Dia tidak bertempat, ke mana hilangnya tempat dengan kelanggengan keabadian-Nya, di mana tempat yang tidak menempati ruang dan tidak pula tempat dengan keesaan ketuhanan-Nya.

 

Inilah sebagian dari apa yang diungkapkan oleh Allah SWT dalam kata benda jamak. Kemudian apa yang kita lihat dari mereka akan terjadi pada mereka, dalam bukti apa yang dia temukan sebagai kebenaran untuk orang yang deskripsinya tentang nama tunggal dan pengetahuan murninya.

 

Inilah indikasi dari apa yang tidak dijelaskan lebih lanjut, maka tidak mungkin untuk memahami ini dari referensi yang valid kecuali dengan kemajuan alam semesta dengan deskripsi sebagaimana yang telah dipresentasikan. Dan aku telah melihat apa yang ada di dalamnya dan tidak mengungkapkannya. Karena itu, ambillah dari arah di mana ia tidak dapat diperoleh kecuali dengannya. Jika aku menyadari atau mengetahui kebenaran dengan kesadaranmu terhadap kebenaran, dan dari beberapa hal yang menciptakan kebenaran atas nama pemisahan, bahwa itu ditahan olehnya untuk menunjukkan apa yang mereka kenakan dan mengenakannya untuk menunjukkan apa yang ada di balik penahanan mereka.

 

Dan mereka menampakkannya yang merupakan bukti bahwa mereka menyembunyikannya. Setiap kali dia melihat mereka dengan apa yang dia perhatikan, maka menghancurkan tempat itu hingga terhapus. Dan mereka merupakan bukti dari apa yang dia tunjukkan kepada mereka bersamaan dengan apa yang dia tunjukkan kepada mereka, kemudian dia melihat mereka sebagaimana dia melihat mereka. Pengawasan rahasia penjaga yang gemetar pada mereka dalam mengungkapkan apa yang dia sembunyikan. Dan itu scbelum dia menaungi mereka dengan selubung anch pada karakteristik ini. Kemudian menunjukkan kepada mereka bukti upaya dan simpati-simpati dari preseden masalah. Dia menampakkan diri kepada mereka bersamanya ketika dia datang kepada mercka, menghormatinya dalam status bersama mereka dengan berita bahwa lingkaran pemenuhan kamu dan penahanan segala sesuatu yang dicintai, diinginkan dan dikehendaki.

 

Dengan penyelesaian penyelarasan sempurna dan penyatuan pemberian kesetiaan. Dan mengambil semua yang dia berikan kepada mereka dan bersimpati dengan mereka dari pemberiannya, dan dia menempatkan pada mereka apa yang ingin dia sampaikan kepada mereka. Dan untuk meminta mereka dengan itu, maka bertentangan dengan bukti-bukti di atas.

 

Jika kamu melihat mereka dengan mata kesaksian mereka, dan apa yang ada di dalamnya adalah yang terbaik dari mereka, kamu akan melihat sandera bayangan penangkaran, dan pengembaraan roh-roh rahasia. Mereka lelah terhapus dalam kerajaan kemuliaan-Nya, mereka lelah oleh pengujian kebenaran yang berlebihan bagi mereka dengan kehilangannya, dari mana mereka berseru kepada-Nya, dengan-Nya kepada-Nya di tengah-tengah penderitaan mereka yang membosankan. Dia mengumpulkan nafas mereka dalam nafas-nafas mereka, mengunci jiwa mereka dalam jiwa mereka, dengan dia, mereka ragu-ragu, dan dari dia ke dia mereka bersatu. Dan ini adalah sebagian dari ilmu tauhid yang diperkenalkan oleh orang kepercayaan-Nya.

 

Selesai penjelasan kitab ini dengan puji dan syukur kehadirat Allah. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Muhammad dan keluarganya”

 

Naskah asli kitab ini berbahasa Persia yang sangat buruk. Jadi, hendaklah kamu berupaya mendapatkan salinan yang benar sebagai perbandingan dengan izin Allah.

 

Segala puji bagi Allah SWT dan salam bagi hamba-hamba-Nya yang telah dipilih-Nya. Syaikh Imam Abu Al-Qasim Al-Junaid berkata, “Semoga Allah SWT senantiasa membuat kamu nyaman dekat dengan-Nya, senantiasa memperbarui dirimu setiap waktu dengan meningkatkan kesalehan kepada-Nya, menutupi dan menyelimuti kamu dalam naungan sayap-sayap rahmat-Nya, menjadikan tempat tinggal terakhir kamu di sisi-Nya, di mana ia menyemayamkan jiwa-jiwa golongan khususnya di sana. Tepatnya kelompok orang-orang yang berada di bawah perlindungan-Nya. Sehingga tiada sesuatu pun yang dapat mengganggu mereka, tiada seorang penjahat pun yang mampu menghadang mereka, dan tiada seorang pun yang menyibukkan mereka. Semoga salawat dan kese-jahteraan senantiasa tercurahkan kepada Nabi-Nya, keluarga, dan para sahabat beliau.

 

Amma Ba’du, sesungguhnya setelah kamu bertanya tentang perbedaan antara ketulusan dan kejujuran, maka arti kejujuran adalah melindungi diri, dengan menjaga dan merawatnya. Tepatnya, setelah kamu memenuhi kewajiban-kewajiban dan tanggungjawabmu berdasarkan petunjuk pengetahuan kamu terhadapnya dalam menegakkan batasan-batasan keadaan dalam penampilan, yang disertai dengan niat baik kepada Allah yang Maha Esa pada permulaan aksi.

 

Ketulusan ditemukan dalam realitas sifat-sifat kehendak pada permulaan keinginan dengan melaksanakan perkara yang diserukan kepadanya dalam realitas kehendakmu, sebagaimana yang ditunjukkan Dzat yang Maha Benar kepadamu, dan bersegera menjauh atau keluar dari persetujuan jiwa untuk mencari kenyamanan yang disertai dengan tegaknya pengetahuan untukmu dan persetujuanmu dengannya, dengan keluarnya kamu dari interpretasi.

 

Kejujuran telah eksis sebelum realitas ketulusan itu eksis. Hal ini sebagaimana yang diilustrasikan dalam firman Allah,

 

“Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka…” (Al-Ahzab: 8)

 

Kemudian Dia bertanya kepada mereka setelah mereka membawa kebenaran; Apa yang mereka inginkan dengan Kejujuran mereka. Allah SWT telah menamakan orang-orang jujur di tempat lain dalam arti yang berbeda. Allah SWT berfirman,

 

“Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orangorang yang benar kebenaran mereka…” (Al-Ma‘idah: 119)

 

Dengan demikian, kejujuran pada awalnya merupakan pengetahuan makhluk, kemudian menjadi dinding pemisahan antara mereka dan ketulusan, yang hadir dalam karakter penciptaan dalam dua keadaan: Keadaan iman dan niat  keadaan tindakan dan aksi.

 

Ketulusan dalam karakter orang yang jujur hanya terdapat dalam Al-Aqd (perjanjian atau sebatas teori, Penj.) dan tidak dinisbatkan kepada kejujuran, kecuali dengan adanya (tahap-tahap awal ketulusan dalam batinnya), dan dia tetap mengetahui sumber-sumber sesuatu ketika melakukan aksi dengan memainkan anggota badan dan menghindarkan perkara-perkara yang berseberangan dengan ketulusan dalam aksinya hingga ia disebut orang yang ikhlas atau jujur.

 

Tahap pertama ketulusan adalah hanya mengharap Allah SWT semata dalam aksinya, dan tahap kedua adalah menyingkirkan atau menjauhkan aksinya dari kejahatan. Kejujuran yang ada pada makhluk merupakan kejujuran, maka terdapat perbedaan antara kejujuran itu dengan ketulusan. Sedangkan kejujuran yang ada di sisi Allah SWT merupakan kejujuran dengan ketulusan.

 

Dapat dikatakan, “Fulan adalah orang yang jujur karena karakter-karakter ilmu dan kerja keras yang nampak padanya”. Akan tetapi ia tidak dapat dikatakan, “Fulan adalah orang yang tulus karena tiada makhluk yang mengetahui ketulusannya itu”. Kejujuran merupakan visualisasi dari sifat orang yang jujur, sedangkan ketulusan tidak dapat dipersaksikan. Orang yang jujur dapat didiskripsikan dengan sifat-sifat baik orang yang menyaksikannya, yang dianggap berasal dari kejujuran berdasarkan bukti-bukti realistisnya, yang disertai adanya tahaptahap pertama ketulusan dalam batinnya, pengetahuan mengenai sumber segala sesuatu ketika itu datang tetap melekat padanya, menerima apa yang sesuai dengan yang pertama dari maksud niatnya dan menolak perkara yang menyimpang dari pengetahuan lahirnya.

 

Dengan demikian, ketulusan lebih utama dibandingkan kejujuran karena ada tambahan ilmu pengetahuan di samping adanya kekuatan untuk menjawab atau menghadapi perkara yang menghadang seperti bisikan musuh karena adanya kesucian hati. Dan tiada sesuatu pun yang lebih unggul dibandingkan ketulusan karena tiada tujuan akhir dalam ibadah seorang hamba atau dari sudut pandang makhluk melebihi ketulusan. Tidak dikatakan, “Ikhlash Al-Mukhlish (ketulusan orang yang tulus), karena memang tiada akhir setelah ketulusan. Allah SWT telah mengilustrasikan,

 

“Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka…” (Al-Ahzab: 8)

 

Dalam ayat ini, Allah SWT tidak menyatakan, “Liyas ‘al Al-Mukhlishin an Ikhlashihim (agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang tulus dengan ketulusan mereka).” Karena tujuan penciptaan-Nya adalah menundukkan mereka, untuk menyembah-Nya. Karena itu, ketulusan lebih diutamakan daripada kejujuran. Sedangkan kejujuran atau kebenaran di bawahnya.

 

Dan jujur itu terklasifikasi pada tiga perkara: Pertama, jujur dengan lisannya, yaitu orang yang mengatakan kebenaran, baik yang menguntungkannya ataupun merugikannya tanpa membutuhkan interpretasi dan penipuan. Kedua, jujur dalam tindakannya, yaitu orang yang mengerahkan segenap kemampuannya untuk menjauhkannya dari kenyamanannya. Ketiga, jujur dengan hatinya, yaitu orang yang meniatkannya dalam tindakannya.

 

Jadi ketika sifat-sifat ini terpenuhi, maka dia jujur meskipun kejujuran hadir dari orang yang jujur dalam setiap waktu dan tiada pernah terlepaskan dalam keadaan bagaimanapun. Dan saya telah menjelaskannya secara global dalam permulaan buku ini.

 

Kejujuran dalam ketakwaan, kesalehan, kezuhudan, zuhud, tawakkal, senang, cinta, rindu, dan tauhid bagi orangorang yang shalat, dalam sifat-sifat orang yang menghendaki dan yang diinginkan, orang yang mengingat dan yang diingat, maka semua itu membutuhkan saksi zahir yang menyaksikan kejujurannya.

 

Adapun pengertian ketulusan adalah memurnikan niat hanya untuk Allah SWT semata dan niat yang baik kepada-Nya, dengan menghadirkan pikiran pada sumber-sumber segala sesuatu dan kejelasan perkara yang beragam pada dirinya, yang sesuai dengan yang pertama. Dalam arti kebenaran niatnya, dan menolak sumber-sumber jiwa dan tindakan melampaui batas yang disertai dengan hilangnya penglihatan jiwa karena adanya pandangan anugerah. Di samping adanya pelipur lara yang baik dalam menghadapi fitnah makhluk. Hal itu disebabkan adanya keutamaan dalam pengetahuan yang baik dan munculnya kebencian ketika mendapat pujian, karena khawatir rusaknya pengetahuan bersamaan dengan hilangnya pandangan makhluk secara kebetulan. Ini merupakan ilmu yang dapat dilihat oleh saksi yang ikhlas dan tidak dapat dilihat oleh saksi dari makhluk.

 

Kejujuran dan ketulusan bersinergi dalam diri orang yang ikhlas. Akan tetapi kejujuran itu merupakan karakter khusus pada orang yang jujur, yang disertai dengan ketulusan tahap mendasar. Tujuan utama penyebutan orang yang dikatakan sebagai ahli ibadah dalam penghambaan adalah tulus atau ikhlas. Orang yang jujur dalam realita kejujurannya dijaga dengan ketulusan. Orang yang ikhlas dalam realita ketulusannya dijaga dengan kecukupan. Karena infiltrasi kecerdasan. Orang yang cerdas dalam realita kecerdasannya dijaga dengan kehati-hatian dari segala perkara yang dikhawatirkan merusak. Kemudian terjadi pengambilalihan setelah itu, lalu menaklukkan pikiran hingga memusnahkannya dalam melawan Dzat yang Maha Menemukan.

 

Ketika terdapat realita pengambil alihan privasi, dia meninggalkan ibadahnya kepada Allah Allah SWT dengan jiwa dan masuk dalam ibadah-Nya dengan keesaan. Itulah yang pertama keberadaan realitas penyatuan privasi, bersamaan dengan hilangnya pandangan terhadap sesuatu karena datangnya pandangan Dzat yang Maha Benar.

 

Kondisi-kondisi itu pun berjalan menempati sifat-sifatnya (sesuai dengan kehendak pemimpinnya padanya dengan gugurnya sifat-sifatnya) darinya. Jadi, ketika hamba mencapai tahap ini, maka dia keluar dari diskripsi keberadaan apa yang digambarkan dengan pikiran. Dengan demikian, gejala pikiran berubah menjadi bisikan-bisikan ketika realitas tauhid itu ada sehingga perlu untuk ditolak. Hal itu disebabkan bahwa pikiran merupakan nilai-nilai hamba ketika ia melakukan penghambaan dalam kedudukannya sebagai hamba. Akan tetapi ketika realitas sifat bawaan itu merupakan pemberian Allah SWT kepadanya, maka hamba tersebut berangkat dalam penghambaan atau penyembahan tanpa mineral pertama. Dengan demikian, hamba tersebut eksis dalam sifat dan tidak eksis dalam minuman. Sehingga ia hilang dalam eksistensi.[]

 

Ketahuilah bahwa langkah pertama ibadah kepada Allah adalah mengenal-Nya. Pokok pengenalan terhadap Allah SWT adalah mentauhidkan-Nya. Prinsip mentauhidkan Allah SWT adalah penolakan terhadap sifat-sifat-Nya yang mempertanyakan Al-Kaif (Proses), Al-Haits (ke mana), dan Ain (di mana). Dengan prinsip itu, Allah SWT merupakan bukti atas wujud-Nya. Media untuk mencapai dalil atas wujud Allah SWT adalah taufik (pertolongan) dari-Nya. Hanya dengan taufik dari Allah seseorang mampu mentauhidkan-Nya. Setelah tauhid, menuju Tashdiq (pengakuan). Lalu dari pengakuan menuju Tahqiq (realisasi atau penetapan). Sesudah realisasi, maka terjadilah pengetahuan tentang Dia. Dari pengetahuan tentang Dia, maka terjadilah respon terhadap seruan-Nya. Dari respon terhadap seruan-Nya, maka terjadilah peningkatan terhadap Dia. Dari peningkatan terhadap Dia, maka terjadilah komunikasi dan ketersambungan kepada Allah SWT. Dari komunikasi dengan-Nya, maka terjadilah transparansi. Dari transparansi, maka terjadilah kebingungan karena kekaguman. Dari kebingungan ini, maka lenyaplah transparansi. Akibat lenyapnya transparansi, maka tidak dapat mendiskripsikan Allah SWT. Ketika tidak lagi dapat didiskripsikan, maka ia sampai pada hakikat eksistensi-Nya. Dari hakikat eksistensi-Nya, maka . gampai pada hakikat penyaksian dengan lenyapnya eksistensinya. Dengan hilangnya eksistensinya, maka eksistensinya menjadi murni. Dengan kemurnian eksistensinya, maka sifat-sifat-Nya hilang. Dan dari kelenyapannya, maka dia hadir dalam keutuhannya. Dengan demikian, dia adalah ketiadaan dalam eksistensinya dan yang eksis dalam ketiadaannya. Dia ada dengan jalan dia tiada dan dia tiada dengan jalan dia ada.

 

Kemudian dia yang ada setelah ketiadaannya, dengan jalan dia ada! Dia adalah dia setelah dia bukanlah dia. Dia adalah ada setelah menjadi ada yang tidak eksis karena Dia muncul dari kemabukan yang menyergap menuju kejernihan Shah-wu (kesadaran kembali) hingga mampu memberikan kesaksian kembali agar dapat meletakkan segala sesuatu pada tempat masing-masing, dan menempatkannya pada tempatnya agar dapat memahamii sifat-sifat-Nya, melalui ke-Bagd’-an jejak-jejaknya dan merealisasikannya dalam aksi nyata setelah ia mencapai puncak pencapaian kepada-Nya.

 

Masalah

 

Seorang lelaki yang untuknya ditegakkan ilmu tentang kebenarannya, tuntutan itu ditegakkan atas dirinya dengan kepastiannya, dan ia didirikan untuk bertindak secara keseluruhan, sehingga tidak terjadi koalisi antara sifat dengan pengetahuan dalam tuntutan itu, sehingga dia pun mengoreksi perbedaan antara keduanya dengan kehadirannya, pengumpulan, dan pendiriannya, maka diketahui maksud dan tujuan kembali kepada Dzat yang Maha Benar dengan penegakan, kehadiran, dan pengumpulan. Dengan demikian, orang-orang kecil, hina, fakir, dan kekurangan dapat kembali kepada-Nya dengan permohonan, dengan memikul beban apa yang didirikan padanya dari pengetahuan kebenaran.

 

Jadi, dia ditegakkan dari pengetahuan kedua dengan meninggalkan sifatnya untuk bekerja di dalamnya, dan dia tidak menemukan apa yang ditegakkan padanya dari realitas ilmu yang pertama, karena beban-beban yang dia dirikan dari syarat-syarat ketentuannya. Karena itu, dia dapat mengoreksi diri ketika terjadi akumulasi dua pengetahuan dengan eksistensi pengetahuan kedua dan sirnanya hakikat pengetahuan pertama. Ketika itulah diketahui hakikat terjadi penderitaan atau musibah; dengan meminum cawan pengawasan guna memperjelas sifat-sifat yang tersisa dan memperjelas rahasia-rahasia karakternya dengan keluarnya sifat-sifat yang suci, hakikat tauhid, dengan turunnya terjadinya musibah berdasarkan kesesuaian sifat sebagaimana yang telah dikemukakan, dan dengan adanya kenikmatan alam. Ketika itu, ia keluar dengan musnahnya sifat dari nafsu hingga terjadi abstraksi hukum hingga menjadi murni bersamaan dengan hilangnya_ nafsu. Jadi, mudah untuk menunjukkan kebenaran pada kebenaran ketika berbagai peristiwa terjadi dan beragam perkara bersama dengan hilangnya mediator dengan terjadinya kemurnian keputusan atas kemurnian sifat.

 

Masalah

 

Al-Khauf (ketakutan) mencekamku, Ar-Raja’ (pengharapan) membentangku, Al-Hakikah (hakikat) menarikku bersamanya, Al-Haqq (Kebenaran) memisahkanku. Apabila Dia mencekamku dengan ketakutan, maka Dia meniadakanku dari diriku sendiri melalui keberadaanku, kemudian memeliharaku dari diriku. Ketika Dia membentangkanku dengan pengharapan, maka Dia mengembalikanku kepada diriku melalui kehilanganku, kemudian memerintahkan dengan pemeliharaanku. Ketika Dia mengumpulkan aku kembali dalam hakikat, maka Dia membuat aku ada, kemudian memanggilku. Apabila Dia memisahkanku melalui kebenaran, maka Dia membuat aku menyaksikan yang lain selain diriku, kemudian dia menutupi diriku Diri-Nya.

 

Dia dalam semua itu merupakan penggerakku dan tidak menahanku, mengucilkanku daripada menganugera hiku dengan keakraban-Nya. Melalui keberadaanku, aku merasakan cita rasa eksistensiku. ‘Sungguh aku berharap kepada-Nya agar melenyapkanku dari diriku sendiri kemudian mengganjarku dengan kenikmatan! Atau melenyapkanku dari diri sendiri kemudian memulangkanku. Dalam kesirnaanku, dia memperlihatkan Diri-Nya kepadaku. KeFana-anku adalah ke-Baga-anku. Dari hakikat ke-Fanaanku, Dia mem-Fana-kanku, baik dari ke-Baga-anku dan ke-Fana-anku. Dengan demikian, aku ketika berada dalam hakikat Fana, tanpa ke-Baqa-an atau ke-Fana-an, melalui ke-Baqa-anku dan ke-Fana-anku, karena adanya ke-Fanaan dalam ke-Baqa-an, demi eksistensi yang selain aku dalam ke-Fana-ku.

 

Masalah

 

Ketahuilah bahwa bukti penciptaan adalah melihat kejujuran dan mengerahkan segenap potensi untuk menetapkan batas kondisi dengan bergerak di dalamnya, untuk menunaikannya dari waktu ke waktu sampai mengarah pada realitas ibadah lahiriyah dengan meninggalkan pilihan dan puas dengan melaksanakannya. Dan inilah tempat-tempat di mana makhluk menerima bukti-bukti untuk sifat-sifat pengetahuan yang nyata tentangnya dan kombinasi sifatnya.

 

Kemudian kebenarannya menuntunnya untuk menyaksikan kebenaran dan menyadari apa yang dia maksud dengan mewarnai hal-hal untuk menentukan pilihannya baginya. Dan ini merupakan tempat-tempat di mana makhluk pergi darinya untuk mewarnai kualitas-kualitasnya di dalamnya dan tempat-tempat di mana dia absen dari mereka, dan ini adalah tempat pemilihan.

 

Hal ini sebagaimana diilustrasikan dalam firman Allah SWT kepada Nabi Musa AS, “Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku.” Darimana dan ke mana, dari-Nya, kepada-Nya, untuk-Nya, dengan-Nya dia Fana dan sirna ke-Fana-annya, karena keabadian ke-Baqa-annya dengan realitas ke-Fana-annya. Karena Dzat yang Maha Benar memiliki tujuan di dalamnya dengan mengembalikannya kepada mereka. Dia mengeluarkannya kepada mereka dengan memperlihatkan nikmat-nikmat-Nya kepadanya sehingga bersinarlah kilatan anugerah-Nya dengan mengembalikan sifat-sifat-Nya kepada-Nya untuk menarik orang kepada-Nya dan mereka bersikap baik kepada-Nya.

 

Masalah

 

Ketahuilah bahwa kamu terhijab dari dirimu sendiri dan kamu tidak akan mencapai Dia melalui dirimu sendiri. Melainkan kamu hanya mencapai-Nya melalui diri-Nya. Dengan pertimbangan bahwa ketika Dia bertajalli kepadamu hingga memungkinkan kamu berkomunikasi dengan-Nya ketika melihat-Nya, maka Dia menyerukan kepadamu untuk mencari-Nya dan kamu pun mencari-Nya. .

 

Dengan demikian, kamu dalam visi pencarian melalui visi pencarian dan dalam kesungguhan kamu untuk mendapatkan keinginanmu dengan pencarian kamu, maka kamu terhijab, hingga kamu membutuhkan-Nya kembali dalam pencarian tersebut. Dengan begitu, Dia merupakan tiang penyangga dan pilar kamu dalam pencarian tersebut dengan pencarian yang sungguh-sungguh dan menunaikan hak-hak yang mendorong kamu terpilih untuk mendapatkan ilmu pencarian dan melaksanakan kriteria-kriteria yang diterapkan pada kamu di dalamnya. Di samping menjaga perkara yang harus kamu jaga bagi dirimu yang melindungi kamu dari dirimu. Dengan begitu, ke-Fana-anmu mengantarkan kamu dalam ke-Baga-anmu guna mengantarkan kamu kepada tujuanmu. Kamu Baga dalam ke-Baqaan-Nya. Hal itu disebabkan bahwa tauhid Dzat yang Maha Tunggal senantiasa terjaga seiring dengan ke-Baqa-an Dzat yang Maha Tunggal meskipun orang yang mengesakan-Nya mengalami ke-Fana-an. Ketika hal itu terjadi, maka kamu adalah kamu, ketika kamu tanpa dirimu; kamu Baqa dalam ke-Fana-anmu.

 

Fana, terklasifikasi dalam tiga bagian:

 

Fana pertama: Ke-Fana-an sifat-sifat, akhlak, dan karakter. Fana ini terjadi melalui pengamalan kamu akan bukti-bukti dari kerja kamu dengan mengerahkan segenap daya upaya dan melawan diri sendiri atau nafsu, serta menahannya dengan menjauhi keinginannya.

 

Fana kedua, adalah ke-Fana-anmu dari perhatian terhadap ganjaran-ganjaran keberuntungan, dari cita rasa yang manis dan kepuasaan atau kenikmatan dalam ibadah-ibadah, karena kesesuaian tuntutan Al-Haqq terhadap dirimu, dan konsentrasi kamu kepada-Nya agar tiada lagi media antara kamu dengan Dia.

 

Fana ketiga, adalah ke-Fana-an kamu dari pandangan hakikat dari Mawdjid kamu karena dominasi kesaksian Al-Haqq terhadap dirimu. Ketika itulah, kamu dalam posisi Fan Bagq (sirna dalam ke-Baqa’-an) dan eksis untuk memastikan ke-Fana-an kamu melalui eksistensi lain dalam dirimu ketika penampilan fisikmu tetap bersamaan dengan terhapusnya namamu.

 

Masalah

 

Ketahuilah bahwa manusia terklasifikasi dalam tiga kelompok: Orang yang mencari dengan niat, datang dan berdiri dengan diam, ataupun yang masuk dan berdiri. Adapun pencari Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung, dia berjalan ke arah-Nya, yang dipandu dengan bukti-bukti pengetahuan lahiriyah, memperlakukan Allah SWT yang Maha Kuasa dengan menjalankan aturan lahiriyah-Nya secara tekun. Atau masuk ke pintu dan berdiri di atasnya, menunjukkan tempat-tempat kedekatan-Nya dengan-Nya, dengan bukti-bukti pemurnian batinnya dan melimpahkan banyak manfaat padanya, bertransaksi dengan Tuhan SWT secara batin atau masuk dengan segenap kesedihannya, berdiri di hadapan-Nya, pantang melihat selain-Nya, mengamati indikasi-indikasi yang ditunjukkan-Nya padanya, mengamati rujukan-Nya kepada-Nya, dan segera menjalankan apa yang diperintahkan oleh guru-Nya. Inilah sifat-sifat orang yang mentauhidkan Allah SWT.

 

Masalah

 

Ketahuilah bahwa tauhid di tengah-tengah mahluk memijiki empat aspek; (Pertama), tauhid orang awam, (kedua) tauhid ahli hakikat dengan pengetahuan lahiriah, (ketiga dan keempat) dan dua aspek tauhid di tengah-tengah orang khusus dari ahli marrifat.

 

Tauhid untuk orang-orang awam, adalah menyatakan Allah sebagai Dzat Yang Maha Esa, yang berbeda sama sekali dengan yang lain dengan meniadakan pandangan terhadap tuhan-tuhan, perbandingan-perbandingan, lawan-lawan, persamaan-persamaan bentuk, dan keserupaan-keserupaan. Sementara itu, ia cenderung untuk menentang harapan dan ketakutan dari selain-Nya. Sebab dengan tetap adanya hakikat pembenaran dalam perbuatan karena seiring dengan tetap terjaganya pengakuan.

 

Mengenai tauhid ahli hakikat dalam pengetahuan lahiriyah, menyatakan bahwa Allah SWT Maha Esa dengan terhapusnya pandangan terhadap tuhan-tuhan, saingan-saingan, perbandingan-perbandingan, persamaan-persamaan bentuk, dan keserupaan-keserupaan, yang dibarengi dengan komitmen untuk menegakkan perintah dan menjauhkan diri dari larangan secara lahiriyah, dengan menghilangkan mata air hasrat, rasa takut, harapan dan ketamakan. Pemberian bukti-bukti kebenaran dalam perbuatan-perbuatan bersamaan dengan pemberian bukti-bukti kebenaran dengan pernyataan.

 

Mengenai aspek pertama dari tauhid orang-orang yang khusus, maka menyatakan bahwa Allah SWT Dzat yang Maha Esa dengan hilangnya pandangan terhadap perkara-perkara ini bersamaan dengan penegakan perintah lahiriyah dan bathiniyah dengan menyingkirkan pertentangan-pertentangan keinginan dan ketakutan dari orang lain, dengan mengekstraknya dari mata air persetujuan atau keselarasan antara terbangunnya kesaksian Al-Haqq dengannya dengan terbentuknya kesaksian dakwah dan responnya.

 

Aspek kedua dari tauhid orang khusus adalah seorang hamba merupakan bayangan yang berdiri di hadapan-Nya, di mana tiada lagi pihak ketiga sebagai dinding pemisah antara keduanya. Segala perbuatannya diatur Allah sesuai dengan aturan-aturan hukum dan kekuasaan-Nya, di kedalaman samudera tauhid-Nya, dengan peleburan diri dan peleburan dari segala seruan Al-Haqq kepadanya, serta responnya terhadap-Nya. Pengetahuan tentang hal itu adalah kembalinya kondisi terakhir seorang hamba kepada kondisinya semula, bahwa dia menjadi sebagaimana dia dalam kondisinya sebelumnya di alam azali ketika dia ada; Ia seperti sebelum ia ada.

 

Bukti kebenaran pernyataan tersebut adalah firman Allah SWT,

 

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mercka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Al-Araf: 172)

 

Siapa dia sebenarnya? Bagaimana sebenarnya sebelum dia ada? Maka tiada yang menjawab pertanyaan-pertanyaan ini kecuali ruh-ruh yang suci dan manis, dengan ditegakkannya kekuasaan yang pasti dilaksanakan dan kehendak yang sempurna. Sekarang dia eksis ketika ada sebelum eksis. Dan ini merupakan inti dari hakikat tauhid orang yang mengesakan Dzat yang Maha Esa dengan penghilangan dirinya.”’

 

Penutup Masalah Tauhid dari – Penjelasan Imam Al-Junaid

 

Imam Al-Junaid pernah ditanya mengenai, ke manakah akhir perjalanan ibadah ahli marifat kepada Allah SWT, maka ia menjawab, “Demi kemenangan jiwa mereka, kebenaran ditegakkan bagi mereka, perbuatan bukti pekerja, dan mereka berdiri dengan yang menjadi miliknya tanpa mengusik apa yang menjadi milik mereka. Para Nabi pun merindukan mereka, mereka dianggap sebagai wali, para malaikat bertasbih bagi mereka. Mereka pun meninggalkan apa yang milik mereka dan mereka berdiri dengan Allah dengan menjalankan hak Allah SWT yang menjadi kewajiban mercka. Sedangkan semua orang berdiri dengan apa yang mereka miliki dan meninggalkan apa yang menjadi milik Allah SWT dan menjadi kewajiban mereka. Allah SWT mengembalikan masing-masing pada nilainya.[]

 

Imam Al-Junaid pernah ditanya mengenai adab orang yang karene Allah yang Maha Suci lagi Maha Agung, ia menjawab, “Hendaknya kamu menerima semua pemberian Allah SWT dalam semua kondisi dan janganlah kamu meminta kepada siapapun selain Allah SWT-”

 

Imam Al-Junaid juga pernah ditanya mengenai pikiran atau niat baik, apakah hanya satu tipe ataukah lebih? la menjawab, “Pikiran yang menyerukan kepada ketaatan berpotensi jatuh dalam tiga arah: Pikiran jahat yang bersumber dari bisikan setan, pikiran psikologis yang bersumber dari keinginan dan mencari kenyamanan, dan pikiran Ilahi yang bersumber dari pertolongan Allah SWT. Pikiranpikiran ini memiliki kemiripan dengan doa untuk ketaatan, dan perlu untuk membedakannya dari tindakan-tindakan yang benar, karena sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa dibukakan pintu kebaikan untuknya, maka hendaklah ia memanfaatkannya.” Sedangkan yang lain harus ditolak.

 

Adapun pikiran jahat, maka berdasarkan firman Allah,

 

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (Al-Araf: 201)

 

Orang yang penuh nafsu, yang merupakan pikiran jiwa, maka berdasarkan sabda Rasulullah SAW,

 

“Neraka dipenuhi dengan kesenangan-kesenangan.”

 

Masing-masing dari pikiran ini memiliki tanda dan indikasi-indikasi yang membedakannya dari pemiliknya.

 

Adapun pikiran psikologis, maka dimotivasi oleh kesenangan dan mencari kenyamanan. Kesenangan ini terklasifikasi dalam dua bagian: Syahwah Nafsaniyah (Kesenangan Psikologis), seperti memuja ketinggian dan gengsi, pangkat dan kedudukan, mencari penyembuhan ketika marah, dan meremehkan orang yang menentangnya, dan sejenisnya. Syahwah Jasmaniyah (Kesenangan Fisiologis), seperti makanan, minuman, pernikahan, pakaian, berwisata, dan keinginan-keinginan sejenisnya.

 

Jiwa manusia membutuhkan tempat berlindung ini tergantung seberapa jauh masing-masing darinya dan intensitas kerinduan untuk setiap jenisnya.

 

Pikiran psikologis memiliki dua tanda yang berfungsi sebagai saksi keadilan untuk membedakan pikiran yang khusus untuk itu; Pertama, hadirnya pikiran ini ketika membutuhkan beberapa perkara yang memiliki kemiripan dengannya, seperti datangnya pikiran mengenai ikatan pernikahan ketika benar-benar menghendaki pernikahan dan mengenakannya pada dirinya, bahwa tujuan menikah adalah mengimplementasikan sabda Rasulullah SAW,

 

“Saling menikahlah kalian dan saling memperbanyak keturunan. Karena sesungguhnya aku membanggakan banyaknya jumlah kalian dibandingkan umat-umat lain pada Hari Kiamat.”

 

Dan hindarilah sabda Rasulullah

 

“Tiada kebiarawanan dalam Islam”

 

Hukum yang sama juga terjadi pada makanan ketika sangat membutuhkan. Barangkali kondisi yang demikian ini menghinggapi dirimu dan membingungkan kamu, dengan menyatakan berhenti berpuasa atau mengkonsumsi beberapa makanan yang menggugah selera, dengan berkata bahwa mengerjakan puasa berturut-turut berpotensi melemahkan jiwa untuk melakukan perkara yang dibutuhkan dalam ketaatan-ketaatan, dan bahwa tidak mengkonsumsi makanan yang menggugah selera ini tidak akan mematahkan hati muslim jika seorang teman mengajaknya makan. Atau kembali pada keluarga jika apa yang kamu peroleh untuk keluarga kamu. Barangkali itu, pikiran psikologis ini juga menipu kamu dengan cara lain. Seperti apabila pikiran tersebut berkata kepadamu, “Kalahkanlah kesenangan ini dengan melakukan perkara yang tidak disukai agar pikiran ini tidak masuk dalam dirimu sehingga berpotensi mengganggu ibadahmu, dan perkara-perkara sejenis lainnya yang meragukan.-” Semua ini merupakan kerancuan dan penipuannya.

 

Hal yang sama ketika kamu memaksa untuk beribadah dan kamu mengharuskan untuk taat meskipun terpaksa. Karena itu, ia memilihkan untukmu larangan Rasulullah Muhammad SAW untuk tidak menikah dan menyusahkan diri. Misalnya, sabda Rasulullah SAW,

 

“Tunaikanlah pekerjaan semampu kalian.”

 

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda,

 

“Orang yang terpisah dari rombongannya saat bepergian (karena tergesa-gesa, Penj.) tidak mampu mencapai tujuan dan tidak bersimpati terhadap kendaraannya.”

 

Bahkan boleh jadi ketika kamu banyak menyusahkannya dan menghalangi keinginan-keinginannya berpotensi membinasakannya secara total atau melarangnya beraktivitas. Kondisi ini berpotensi mendorong kamu mengarah pada pembunuhan, penjara, dan sejenisnya, ketika dia membayangkan kenyamanan dan hilangnya kepenatan darinya dalam dua kasus ini.

 

Salah satu dari dua saksi atau contoh dalam pembahasan ini adalah apabila pikiran tersebut di dahului oleh kerja keras dan melelahkan ketika menghendaki kenyamanan dan didahului dengan perkara yang menggugah selera ketika didorong oleh kesenangan, maka muncullah pikiran tersebut dalam kedua kasus ini.

 

Jika salah satu dari dua kasus ini maju terlebih dahulu, maka kamu tahu bahwa pikiran itu berasal dari jiwa dan kebutuhannya untuk itu yang menggerakkannya untuk memintanya. Akumulasi dari semua itu adalah apabila pikiran merupakan nafsu atau mencari kenyamanan. Sebagian besar pikiran ini berasal dari jiwa.

 

Dan saksi atau contoh kedua adalah mendesak pikiran ini dan tidak memutusnya hingga ia datang untuk bergabung secara otomatis. Setiap kali kamu berusaha untuk mengusirnya dari dirimu, maka mendesak kamu dan menembus dirimu.

 

Ketika itu terjadi, permohonan perlindungan diri, intimidasi, peringatan, dan bujukan tidak efektif. Bahkan, pikiran tersebut senantiasa mendesak dirimu.

 

Semua ini merupakan salah satu bukti terbesar bahwa pikiran tersebut berasal dari jiwa. Karena posisinya layaknya anak kecil, ketika dilarang melakukan atau mendapatkan sesuatu, maka semakin tertantang untuk mendapatkannya. Kedua kasus ini merupakan saksi keadilan; di mana ketika keduanya terakumulasi, maka dipastikan bahwa pikiran ini berasal dari jiwa. Dan perawatannya dalam kasus ini adalah dengan melawannya secara total dan melelahkannya secara maksimal. Kamu dapat mencegahnya beristirahat ketika rangsangan pada pikiran adalah banyak bekerja keras dan melelahkannya dalam ibadah atau dengan menggambarkan situasinya lebih berat. Hal itu dilakukan agar lebih represif baginya daripada memotivasi pikiran seperti itu.

 

Dan jika (rangsangan pikiran) adalah nafsu, maka obatnya adalah mencegah mendapatkan perkara yang dimintanya, atau menghalangi untuk mendapatkan perkara yang menggugah selera lainnya. Hal itu dilakukan agar lebih mampu mencegahnya.

 

Adapun pikiran jahat, maka juga memiliki dua tanda; Pertama, meningkatnya pada sebagian dari apa yang dibutuhkan jiwa karena memenuhi keinginan atau membutuhkan kenyamanan di waktu-waktu biasa, sehingga jiwa tersebut mendapatkan keinginan-keinginannya. Perbedaan antara pikiran jahat dengan pikiran psikologis dalam pembahasan ini adalah pikiran psikologis cenderung mendesak dan tidak menghilangkan. Sedangkan yang ini (pikiran jahat, Penj.), terkadang menghilangkan dan terkadang mengembalikan.

 

Semua perkara yang menyebabkan manusia lJalai karena sikap apatis jiwa, maka dia dapat mendesaknya dengan mengingatkannya terhadap kesenangan. Dengan demikian, gerakan jiwa pada pengingat ini lebih banyak atau lebih berat dibandingkan pikiran psikologis.Hal itu disebabkan bahwa pikiran psikologis terlintas karena sangat dibutuhkan.

 

Dan yang kedua, bahwa pikiran jahat mulai muncul dan datang dalam pikirannya, sedangkan pikiran psikologis terkoneksi dan tergerak (menggerakkan, Penj.) dengan karakter menuju keinginan atau kenyamanan. Hal itu disebabkan bahwa bisikan setan hanya berjalan melalui komunikasi manusia kepada manusia. Akan tetapi perbedaan antara ini dan itu bahwa manusia tidak melihatnya. Dan orang lain menggerakkan hati kamu melalui indra telinga ketika berbicara atau bersuara, pandangan mata ketika menggunakan isyarat, dan sensitifitas ketika mengerdipkan mata. Sedangkan setan menggerakkan hatimu melalui bisikan, kedipan hati, dan bahaya di dalamnya. Dan setan tidak mengetahui perkara ghaib melainkan datang ke dalam jiwa melalui akhlak yang emosinya dia kenal. Inilah perbedaan antara pikiran psikologis dan pikiran jahat.

 

Adapun pikiran Iahi, maka juga memiliki dua tanda yang menjadi saksinya; Pertama, yang merupakan perkara yang diprioritaskan, kesesuaian syariah terhadap pikiran dan kesaksiannya tentang validitasnya. Kedua, sikap apatis jiwa dalam menerimanya pada awalnya hingga suatu dorongan muncul padanya. Dorongan yang dimaksud adalah menyerang jiwa tanpa pendahuluan, seperti pikiran jahat. Namun, jiwa Iebih cepat menyesuaikan diri dengan pikiran jahat. Jiwa lebih bereaksi terhadap pikiran jahat. Dengan demikian, jiwa lebih memperlihatkan kemalasannya karena setan hanya datang kepadanya melalui keinginan dan kenyamanannya. Sedangkan yang pikiran psikologis datang melalui dimensi taklif dan berupaya menghindari taklif ini ketika datang kepadanya.

 

Inilah perbedaan antara pikiran ilahi dengan pikiran jahat dan pikiran psikologis. Jadi, jika datang kepadamu suatu pikiran maka timbanglah dengan ketiga timbangan ini. Dan perkuatlah setiap pasal dengan bukti-bukti yang telah kami tunjukkan kepadamu. Dengan begitu, kamu dapat membedakan di antara pikiran-pikiran tersebut. Kemudian lakukanlah langkah-langkah sebagaimana yang telah kami jelaskan kepadamu untuk memperkuat pertahanan dan memberikan perlawanan sengit terhadap pikiran jahat dan pikiran nafsu, dan segera memperbanyak pikiran ilahi. Tinggalkan kepuraan-puraan menyibukkan diri dan membuang-buang waktu karena waktu sangat terbatas, sementara kondisi berubah-ubah. Dan waspadalah terhadap pemanjaan diri dan bisikan setan, karena salah satu dari pintu-pintu kebaikan ini telah dibukakan untuk kamu. Sambutlah terbukanya pintu-pintu kebaikan ini dengan sebaik-baiknya sehingga kamu dapat memulainya dari awal.

 

Misal, jika pikiran terpikir untuk berpuasa di beberapa bulan, di mana syariat menganjurkannya untuk berpuasa, atau untuk shalat di sebagian malamnya, lalu kamu berkata, “Tinggalkan ini sampai malam selesai atau sampai bulan ini berlalu.” Pada dasarnya, itu merupakan penipuan untuk memblokir pintu kesuksesan yang menguntungkan. Pikiran-pikiran ini tidak bertahan lama, melainkan cepat berubah. Sedangkan inisiatif untuk segera berpegang teguh pada pikiran ilahi diperintahkan oleh hukum, dan itu memiliki dua manfaat:

 

Pertama, bahwa suatu waktu lebih lengkap daripada waktu yang lain, seperti waktu-waktu sebagaimana yang diinformasikan dalam beberapa riwayat mengenai ampunan Allah yang Maha Agung lagi Maha Perkasa, turunnya rahmat dan ampunan-nya, dan pandangan-pandangan atau perhatian Allah Yang Maha Benar kepada makhluk tiada habisnya. Kedua, membiasakan diri untuk berinisiasi mematuhi perintah-perintah dan menunaikan ketaatan-ketaatan ketika mengharapkan keberkahan dari amal perbuatan. Dalam hal ini terkandung motivasi untuk menghilangkan rasa malas dalam jiwa agar mendapatkan humbusan-hembusan nafas rahmat Allah. Kondisi yang demikian ini sangat efektif dan potensial untuk mematuhi perintah-perintah dalam olah spiritual. Dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.

 

Akhir penjelasan Imam Abu Al-Qasim Al-Junaid mengenai penduduk orang yang membutuhkan Allah. Segala puji bagi Allah, pemilik semesta alama, dan semoga shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, anggota keluarga, dan para sahabat semuanya. Dan limpahkanlah kesejahteraan sebanyak-banyaknya.[]

 

Syaikh Abu Al-Qasim Al-Junaid bin Muhammad, berkata, “Allah SWT memilih kamu secara khusus untuk taat kepada-Nya, mempersiapkan kamu untuk mendapatkan pertolongan-Nya, menjadikan kamu sebagai salah satu walinya, memilih kamu untuk mencintai dan mendapatkan cinta-Nya, membuat kamu berinisasi untuk segera menghadap kepada-Nya, menuntun kamu untuk mengetahui keinginan-Nya, dan mendorong kamu mengerjakan apa yang Dia kehendaki untuk-Nya dengan pengetahuan, dan membiasakan kamu mendengarkan untuk mendapatkan pemahaman darinya. Dia juga membentengi antara kamu dengan dinding-dinding pemisah dan rintangan-rintangan yang menghalangi kamu, menjadikan ucapan-ucapan kamu diterima-Nya dan suci di hadapan-Nya, mencukupi kamu dengan rezeki-Nya, mempersiapkan kamu untuk melayani-Nya, membuat kamu nyaman dengan menyerahkan urusan itu kepada-Nya, menempatkan dinding pemisah antara kamu dengan semua perkara yang menghalangi di tengah perjalanan menghadap kepada-Nya, dan Dia telah menjadikan setiap permasalahan atau keinginan yang tidak membuat kamu bahagia dalam mencari apa yang menyenangkan-Nya kekuasaan yang menolong. Karena sesungguhnya Dia adalah penjaga karunia dan Dzat yang memenuhi tugas-tugas dan tanggungjawab.

 

Orang yang cerdas hendaknya tidak kehilangan salah satu dari tiga tempat; Suatu tempat untuk mengetahui kondisinya apakah semakin bertambah atau semakin berkurang, sebuah tempat untuk mengisolasi diri di mana ia bebas untuk mendisiplinkan diri dengan memaksanya melakukan apa yang harus dia lakukan, dan berupaya maksimal untuk memahami dan mengenalnya, dan suatu tempat di mana dapat menghadirkan atau membangkitkan pikirannya dengan melihat manajemen penataan alam raya ini, dan bagaimana terjadi perbedaan hukum di dalamnya di tengah-tengah malam dan penghujung siang.

 

Akal yang tidak memahami kondisi lain ini tidak akan jernih kecuali memastikan secara akurat dan teliti apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki dua kondisi pertama.

 

Adapun tempat di mana dia harus memahami kondisinya; apakah semakin bertambah ataukah semakin berkurang, maka dia harus mencari tempat-tempat isolasi diri agar tidak berhadapan dengan perkara yang menyibukkannya sehingga berpotensi merusak perkara yang ingin ia perbaiki. Kemudian segera menuju perkara yang diwajibkan dengan melakukan kewajiban, di mana seorang hamba tidak dikatakan suci dalam kedekatannya dengan-Nya, kecuali dengan menyelesaikan perkara-perkara yang diwajibkan. Kemudian berdiri dengan tegak layaknya seorang hamba di hadapan Tuhannya, yang ingin melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya dan harus dilaksanakan.

 

Pada saat itulah, rahasia-rahasia jiwa yang tersembunyi akan terungkap kepadanya hingga ia tahu apakah termasuk orang yang melakukan kewajibannya atau tidak. Kemudian ia tidak beranjak dari posisi tersebut hingga ilmu atau pengetahuan itu menitiskan kepadanya tanda atau bukti dari apa yang telah diperlajarinya dengan Ilmu; Apabila ia melihat kesalahan, maka bersegera memperbaikinya dan tidak melanggarnya dengan melakukan perbuatan salah lainnya. Inilah kondisi-kondisi yang harus dilalui orang yang jujur dalam kesempatan ini.

 

Allah SWT berfirman,

 

‘Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.” (Ali ‘Imran: 13)

 

Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman,

 

“Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Al-Hajj: 74)

 

Adapun tempat di mana dia menyendiri untuk mendisiplinkan diri dan mencermati kondisi pengetahuannya, maka hal itu diperlukan bagi orang yang bertekad untuk melakukannya dan menghendaki nasihat dalam bermuamalah. Karena bisa jadi jiwa-jiwa manusia itu menyembunyikan beberapa perkara, di mana tiada yang memahaminya kecuali orang yang melihat dan mencermati apa yang ada di sana, dalam ruang gerak syahwatnya dalam mencintai kebaikan yang biasa dilakukan. Hal itu disebabkan bahwa apabila jiwa terbiasa berbuat baik, maka kebaikan itu menjadi salah satu akhlaknya dan menenangkannya karena menjadi perkara yang dapat dilakukannya dan merupakan baju yang dikenakannya. Dan kamu dapat melihat bahwa perbuatan baik yang dilakukannya merupakan keahliannya. Sedangkan musuh yang berada di dalamnya dan. yang mendapatkan bayaran senantiasa mengawasinya untuk menghancurkannya, yang berjalan seiring dengan peredaran darah.

 

Dengan demikian, ia akan melihat dengan kekuatan tipu dayanya akan mampu melihat rahasia dibalik kelalaiannya sehingga mencuri atau menipu dengan menggoda hawa nafsu pada perkara yang dia tidak dapat menipunya selain kasus itu. Apabila ia tidak merasa sakit atas penolakannya terhadapnya dan mengenal dirinya sendiri, maka hendaklah dia bergegas untuk bertaubat kepada Dzat yang tiada dapat mencukupi kebutuhan selain Dia. Dia pun berupaya mencari pengctahuan tentang situasi, di mana dari kondisinya itu musuhnya dapat mencapainya. Dengan demikian, ia dapat menjaganya dengan mencari tempat berlindung, meletakkan sayap, sangat membutuhkan, dan mencari perlindungan dan penjagaan.

 

Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh orang yang mulia putra yang mulia putra yang mulia, Yusuf bin Yaqub bin Ibrahim SAW, ia berkata, 

 

“Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (Yusuf: 33)

 

Dan Yusuf mengetahui bahwa konspirasi musuh dengan kekuatan syahwatnya tidak mampu mengalahkan kekuatan jiwa. Allah SWT berfirman,

 

“Maka Tuhannya memperkenankan doa Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Yusuf: 34)

 

Adapun tempat yang memungkinkannya menghadirkan pikiran untuk melihat jalan hukum-hukum Allah dan bagaimana Dia mengawasi jalannya dan pengaturannya, maka merupakan tempat terbaik dan tempat tertinggi. Karena Allah SWT telah memerintahkan semua makhluk-Nya untuk terus menyembah-Nya dan tidak bosan dan tidak lelah melayani-Nya.

 

Allah SWT berfirman, .

 

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56) :

 

Dalam ayat ini Allah SWT mengharuskan mereka un| tuk konsisten dan senantiasa beribadah dan menjamin hidup berkecukupan di dunia bagi mereka yang beribadah dan pahala yang besar di akhirat.

 

Allah yang Maha Kuasa berfirman,

 

“Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.’ (AlHajj: 77)

 

Semua ini merupakan suatu ibadah yang harus ditunaikan semua makhluk dan memperhatikan dengan seksama agar melihat bagaimana hukum-hukum itu berjalan. Sungguh Allah SWT telah mempresentasikan di hadapan para ulama dan kaum intelektual, tidakkah kamu tahu bahwa Allah SWT berfirman,

 

 “.. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (Ar-Rahman: 29)

 

Maksudnya, urusan ciptaan-Nya dan kamu wahai orang yang memperhatikan dengan seksama hendaklah melihat bahwa kamu termasuk ciptaan-Nya, di mana Dia senantiasa mengurus mereka. Apakah menurut kamu urusan kamu menyenangkan bagi-Nya? Tiada seorang pun yang dapat menghadirkan atau mengonsentrasikan pikirannya, kecuali meninggalkan dunia dengan segala isinya (yang dimilikinya), dan keluar dari hadapannya.

 

Jadi, jika dunia ini berakhir dan binasa, penghuninya pun musnah, dan terlempar dari hati, maka akal tidak tekun berjuang menyaksikan perilaku, perbedaan aturan, dan perincian bagian. Hati yang memiliki deskripsi semacam ini tidak akan mendapatkan manfaat apapun dari apa yang ada di dunia ini, di mana ia keluar darinya, untuknya dia keluar, darinya ia melarikan diri.

 

Tidakkah kamu melihat Haritsah ketika berkata, “Aku menjauhkan diriku dari dunia” Lalu dia berkata, “Seolah-olah aku menyaksikan singgasana Tuhanku terpampang, seolah-olah aku melihat penghuni surga saling mengunjungi, seolah-olah aku (dan seolah-olah aku)….

 

Inilah beberapa kondisi orang-orang. Karena itu wahai saudaraku, berjuanglah untuk menyelamatkan dirimu, membebaskannya, dan memerdekakannya dari perbudakan hawa nafsu yang merendahkan dan tunduk pada ketekunan manusia di dunia. Setiap jiwa yang merasakan kelalaian meskipun setetes, maka tetesan tersebut dipastikan menyebabkan hati mengeras, memabukkan pikiran, membingungkan pengetahuan, dan memberikan jalan bagi fitnah untuk masuk meskipun kecil.

 

Barang siapa membuka tabir kekurangan-kekurangan atau kelemahannya, maka tersingkaplah tabir yang mementingkan diri sendiri. Angin kenyamanan karena merasakan kenikmatan dalam berinteraksi tidak akan hilang. Sungguh, orang-orang yang telah dilihat oleh wali mereka (Allah SWT), maka Dia pasti menunjukkan jalan singkat kepada mereka kepada-Nya, menempatkan mereka pada kompas keselamatan, menampak.

 

kan rahasia pemahaman dakwah kepada mereka untuk segera berdiskusi ketika memahami pesan.

 

Hal ini sebagaimana yang diilustrasikan dalam firman Allah SWT,

 

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Ali ‘Imran: 133)

 

Pikiran pun bangkit untuk memotivasi anggota-anggota tubuh agar bersikap baik untuk membangun perkara yang akan mereka nikmati bagi orang-orang yang memenuhi panggilan-Nya, jiwa-jiwa pun menjadi tenang karena kebahagiaan dalam mengisolasi diri yang Dia titiskan ke dalam hati mereka. Dengan cara ia mengisolasi diri dengan orang-orang yang cerdas, yang tidak takut kepada orang lain dalam perjalanan kepada-Nya, tidak memohon kepada-Nya kecuali melalui Dia, tidak meminta kepada-Nya sesuatu pun selain senantiasa menikmati pelayanan kepada-Nya, bantuan yang baik atas pertolongan-Nya, hingga menyebabkan musuh-musuh berputus asa menghadapi mereka, ketakutan kepada-Nya sangat potensial dalam mematikan hawa nafsu, menitiskan mata-mata cinta dalam diri mereka. Mereka tidak melihat perolehan yang lebih besar dibandingkan perolehan mereka, mereka tidak mencari pengganti kenikmatan yang telah dianugerahkan atas mercka, tidak pula menghendaki perubahan dari-Nya (dengan segala kenikmatan yang mereka rasakan).

 

Pengetahuan telah memurnikan mercka, kesopananan telah mendidik mereka, dan yang paling mereka cintai adalah memfokuskan diri kepada Allah SWT, yang mencukupi kebutuhan mereka dari selain-Nya. Mereka itulah orang-orang yang mencari Allah dan murid-murid-Nya, mencintai Allah dan kekasih-Nya, mereka sangat rindu untuk melihat mereka, kecewa dan bersedih karena meninggalkan mereka, dan senang berbicara dengan mereka. Allah menginginkan mereka dan mereka menginginkan Dia, dan mereka mencari Allah SWT dan menemukan Dia.

 

Barangsiapa menghendaki keselamatan, maka hendaklah ia bergegas meningkatkan semangat hidup dengan berusaha mencapai tujuannya. Karena sesungguhnya Allah SWT merupakan karunia para wali, tujuan utama orang-orang bijak, dan pencarian orang-orang suci; Jika bukan karena Dia, mereka tidak akan diberi petunjuk kepada-Nya. Barangsiapa yang diingatkan oleh-Nya, pasti Dia akan membimbing mereka kepada-Nya.

 

Dia tidak memberatkan mereka dengan perkara yang diwajibkan kepada mereka, Dia tidak akan membebani mereka dengan beban yang tidak mampu mereka tanggung, tidak meninggalkan mereka dengan jiwa-jiwa mereka, dan tidak menghukum mereka atas kelalaian mereka. Melainkan melimpahkan kenikmatan kepada mereka dengan menerima permintaan maaf mereka ketika Dia berkenan menerimanya, tidak menyiksa mereka atas perkara yang tidak mampu dilaksanakan tubuh-tubuh mereka, menempatkan mereka dalam perlakuan yang baik, memperbanyak tangan-tangan untuk menjaga bangsa-bangsa terdahulu dengan beban yang baik, menyelamatkan mereka dari siksaan yang amat pedih, membimbing mereka kejalan syukur yang diridhai-Nya, menyatukan mereka dengan rekan-rekan dan bentuk yang serupa, dan melindungi hati, penglihatan, dan pendengaran mereka dari kedekatan mereka terhadap sikap dan perilaku cabul dan kasar, hingga mereka berhati-hati dan takut berbicara dengan sesuatu pun darinya meskipun sedikit, dari perkara yang fana. Mudah bagi mereka menghadapi musibah-musibah dunia, membiasakan perkara yang dipilihkan wali mereka untuk mereka. Pengorbanan mereka adalah mengultuskan, bertasbih, memperindah, dan tahlil.

 

Kenyamanan dan ketenangan mereka terfokus pada munajat-munajat hingga tiada sesuatu pun yang dapat menghalangi mereka bertemu dengan-Nya di akhirat. Hanya saja, manusia terputus dari Allah SWT karena memperturutkan hawa nafsu, tunduk kepada musuh-musuh mereka, dan berkomunikasi dengan perhiasan kehidupan dunia, dan mereka lebih mementingkan perkara fana dibandingkan perkara yang kekal.

 

Karena itu wahai saudaraku, bersegeralah memperbaiki masa lalu kehidupan kamu dan semua perkara yang hilang darinya karena kelalaian, kelupaan, kealpaan, tindakan berlebihan, lambat dan menunda-nunda merespon seruan. Hal itu dilakukan demi menjaga apa yang telah menjauhkan kamu dari-Nya dengan gangguan, rasa takut, kesungguhan, dan kewaspadaan sebclum waktunya terlewatkan dan datangnya kematian.

 

Karena Dia tidak menerima generasi berikutnya kecuali dengan melakukan pekerjaan yang sama di mana Dia merasa puas dan menerima generasi sebelumnya. Karena itu, berjuanglah membebaskan diri dari perbudakan dengan meninggalkan perkara-perkara yang menyebabkan sibuk dan bergantung dengan selain-Nya. Karena Allah SWT memiliki hari di mana rahasia-rahasia akan terungkap, diperlihatkannya amal-amal

 

Hari di mana tidak ada orang yang mati syahid atau orang yang saleh mempercayai perbuatannya, dan ketika tiada seorang pun yang berharap kecuali keagungan dan pengampunan dari Tuhannya, hari di mana penyesalan akan berlimpah dan celaan akan semakin kuat. Karena itu, mulailah dari sekarang selama udzur masih diterima, waktu diperpanjang, pekerjaan dibentangkan, taubat diterima, dosa dihapuskan dengan bertaubat, sesal dan perkataan masih didengar, dan kebaikan diikuti kebaikan.

 

Kebenaran itu jelas, jalannya jelas, dan argumen itu perlu. Karena sesungguhnya Allah SWT memiliki hujjah yang dahsyat, di mana kalaulah Dia menghendaki pastilah memberikan petunjuk kepada mereka semua dan memprioritaskan kehendak untuk mendapatkan petunjuk sangat kuat bagi orang yang berhak mendapatkan petunjuk.

 

Diantara tanda-tanda seseorang mendapatkan petunjuk adalah bersegera melaksanakan ketaatan dengan mudah, cinta untuk melaksanakan perintah sesuai kehendak-Nya, melihat diri sendiri melalui mata ketidakberdayaan, merasakan dirinya jauh dari menjalankan tugas, persahabatan, persaudaraan, persatuan, cinta, dan simpati. Ia akan lebih mengutamakan jiwa-jiwa orang yang dekat dengan-Nya dan senantiasa berkomunikasi dalam Dzat Allah SWT, membantu para kekasih-Nya, membela dan menjaganya dari musuh kebenaran, menerima perintah Allah SWT dan menjalankannya dengan penuh kesabaran, ringan tangan dan mudah membantu, menganalisis, menyelidiki, bereksperimen, membela waktu dan memanfaatkannya dengan baik, berupaya menyenangkan orang lain sesuai dengan aturan-Nya, bergaul dan duduk bersama mereka, dan tidak sombong di hadapan mereka.

 

Mengenai mereka inilah, Allah SWT memerintahkan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW,

 

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orangorang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini.” (Al-Kahfi: 28)

 

Semoga Allah SWT menjadikan kami dan kalian semua termasuk orang-orang yang mengetahui hak Allah SWT dan mengamalkannya, menyibukkan diri dengan-Nya, dan tidak berpaling dari-Nya. Semoga Allah SWT memelihara kami dan kalian semua dalam perkara yang mampu menjaga dan melindungi kita dalam ibadah dan ketaatan kepada-Nya, membantu kami dan kalian semua agar dapat bersyukur dan senantiasa mengingatnya dengan sebaik-baiknya. Karena ‘Dia lah penjaga kebaikan, menjanjikan hamba-Nya dalam surga-surga-Nya, dan mengancam mereka dengan api-Nya.

 

Buku ini selesai dengan pujian dan rahmat Allah, dan semoga doa dan kedamaian Tuhan selalu tercurah kepada junjungan kita Muhammad dan keluarga beliau.[]