1) Segala puji bagi Allah, Dzat yang sungguh telah menampakkan berbagai bentuk pemikiran kepada orang-orang yang memiliki akal.

2) Dan Dzat yang telah menghilangkan (menyingkap) setiap tabir penutup yakni kabut kebodohan dari langit akal pikiran.

3) Sehingga menjadi terbit (terang) matahari pengetahuan bagi mereka, yang akhirnya mereka dapat melihat setiap permasalahan rumit terurai dengan jelas.

4) Kami memuji kepada Allah Yang Maha Agung atas segala nikmat, yakni nikmat yang berupa iman dan Islam.

5) Dia adalah Dzat yang telah memberi keistimewaan kepada kita dengan manusia terbaik yang terutus dan sebaik-baik manusia yang mendapatkan derajat tinggi.

6) Yaitu Nabi Muhammad, pemimpin dari orang orang-orang yang diikuti (ditaati), berbangsa Arab, keturunan bani Hasyim dan manusia pilihan.

7) Semoga Allah swt selalu melimpahkan tambahan rahmat kepada Beliau sepanjang akal fikiran masih tetap bergerak menyelami permasalahanpermasalahan rumit dari makna-makna yang luasnya bak laksana lautan.

8) Dan (semoga Allah swt juga melimpahkan tambahan rahmatNya) kepada keluarga dan para sahabat Beliau, para pemilik petunjuk. Adalah mereka yang diibaratkan bintang-bintang dalam memberikan petunjuk.

1) Dan setelah membaca basmalah, hamdalah, shalawat serta salam, kedudukan ilmu Mantiq bagi hati sebanding dengan kedudukan ilmu nahwu bagi lisan.

2) Ilmu ini menjaga fikiran dari terjadinya kesalahan yang tidak disengaja dan membuka penutup pemahaman yang rumit.

3) Maka ambillah beberapa kaidah dari dasar-dasar ilmu Mantiq, dimana kaidah tersebut dapat mengumpulkan beberapa faidah dari cabangcabang ilmunya.

4) Aku namakan (karya ini) dengan nama Sulam Munawrag (tangga yang dihiasi), dimana dengan karya ini dapat digapai ilmu mantiq yang tinggi laksana langit.

5) Dan hanya kepada Allah aku berharap, semoga kitab ini menjadi karya yang murni karena Allah semata dan tiada berkurang sedikitpun manfaatnya.

6) Dan semoga kitab ini bermanfaat bagi pemula yang baru mempelajari ilmu Mantiq, hingga mendapatkan petunjuk agar sampai pada kitab kitab yang lebih luas pembahasannya.

 

1) Perbedaan ulama’ mengenai hukum boleh tidaknya memperdalam ilmu Mantiq ada tiga pendapat.

2) Ibnu Sholah dan An-Nawawi, keduanya mengharamkan, dan segolongan ulama’ berpendapat, sebaiknya ilmu Mantiq itu diketahui (dipelajari).

3) Sedangkan menurut pendapat yang masyhur dan benar (shahih), boleh mempelajarinya bagi orang yang memiliki akal sempurna (daya nalar yang sempurna).

4 Dan juga sosok manusia yang senantiasa membiasakan diri mengamalkan kandungan As-Sunnah dan Al-Our’an, agar dengan hal ini seseorang mendapatkan petunjuk mendapatkan kebenaran.

1) Menemukan makna mufrad itu dikenal dengan nama tashawwur dan sedangkan menemukan adanya nisbat (penyandaran) hukum disebut dengan tashdiq.

2) Dahulukanlah yang pertama (tashawuur) pada saat peletakan, karena sesungguhnya bagian yang pertama tersebut didahulukan secara tabiaf (natural)

3) Ilmu nadhari adalah ilmu yang membutuhkan angan-angan (pemikiran) dan kebalikannya adalah ilmu dharury yang jelas.

4) Sesuatu yang digunakan menghantarkan pada tashawwur disebut “gaul syarikh”, maka sungguh carilah.

5) Sesuatu yang digunakan menghantarkan pada tashdig dikenal di kalangan ulama dengan sebutan “hujjah”.

1) Petunjuk berbentuk lafadz (kata/suara) atas makna yang sesuai dengan lafadz tersebut, maka ulama Mantiq menyebutnya dengan nama dilalah muthabaqah.

2) Dan (petunjuk) atas sebagian dari makna lafadz tersebut dinamakan dengan dilalah tadzhammun, dan (petunjuk) atas hal yang lazim (terkait erat) maka dinamakan dilalah iltizam, jikalau lazim ditetapkan dengan perantaraan akal (hati).

 

1) Lafadz-lafadz yang terpakai (musta’mal) manakala dijumpai, ada yang berbentuk susunan (murakab) dan ada yang berbentuk tunggal (mufrad),

2) Adapun yang pertama (murakab) adalah lafadz yang bagian-bagian penyusunnya menunjukkan bagian dari maknanya. Pengertian ini terbalik dengan pengertian lafadz mufrad yang mengiringinya.

3) Dan lafadz tersebut, maksudku adalah mufrad, manakala ditemukan terbagi menjadi dua macam, yaitu kulliy dan juz’iy.

4) Lafadz yang memberi pemahaman adanya isytirak (kesamaan antar individu maknanya) disebut dengan kulliy, seperti lafadz  (singa). Sedangkan kebalikannya adalah juz’iy.

5) Golongkanlah lafadz yang pertama (kulliy) pada dzat apabila lafadz tersebut masuk di dalam dzat (hakikat sesuatu). Atau golongkanlah pada’aridz (sifat) ketika lafadz tersebut keluar dari dzat.

1) Lafadz-lafadz kulliy tidak kurang (dan tidak lebih) ada 5 (lima) macam, yaitu jenis, fashal, “irdhz, nau” dan khas,

2) Adapun yang pertama (jenis) tidak lebih dari 3 (tiga) pembagian, yaitu parib (dekat), ba’id (jauh) dan wasath (tengah-tengah)

1) Penisbatan (pertalian) beberapa lafadz bersama makna-makna yang dikandung, tidak kurang dan tidak lebih dari 5 (lima) macam.

2) Yaitu tawathu, tasyakuk, takhaluf, isytirak, dan kebalikan dari isytira yaitu taraduf,

 

1) Sebuah lafadz adakalanya menunjukkan arti thalab (tuntutan) atau khabar (berita). Dan lafadz yang pertama (Hala) terbagi tiga macam, seperti keterangan yang akan disebutkan.

2) Yaitu amr ketika disertai tuntutan yang bernada tinggi, dan kebalikannya adalah du’a. Dan pada derajat yang sejajar, maka disebut dengan iltimas.

 

1) Kull adalah penghukuman kita atas kumpulan individu seperti contoh dalam hadits “semua itu tidak terjadi”.

2) Dan seandainya yang dihukumi adalah setiap individu maka hukum tersebut dikenal dengan nama kulliyah.

3) Dan hukum atas sebagian individu disebut dengan juz’iyyah dan pengertian mengenai juz sudah jelas.

 

1) Mu’arrif (definisi) terbagi menjadi tiga, yaitu Had, Rasim dan Lafdzi yang telah diketahui

2) Had tam (sempurna) terealisasi dengan menggunakan jenis garib dan fashl garib. Dan Rasm tam terwujud dengan menggunakan jenis garib dan khash (sifat khusus) secara bersamaan

3) Dan Had naqish (tidak sempurna) terealisasi dengan menggunakan fashl garib saja, atau fashl garib bersama dengan jenis ba’id, bukan dengan jenis garib.

4) Rasm naqish terealisasi dengan menggunakan kliash saja, atau (khash) bersama dengan jenis ba’id yang memiliki hubungan

5) Adapun mu’arrif yang dikenal di kalangan ulama Mantiq dengan sebutan “ta’rif lafdzi” adalah mengganti sebuah lafadz dengan lafadz Jain yang semakna dan lebih masyhur.

1) Persyaratan setiap fa’rif adalah harus terlihat muttharid mun’akis serta dhahir, bukan sesuatu yang jauh dari kepahaman hati.

2) Dan bukan sesuatu yang sama (tingkat kesamarannya) serta bukan berbentuk lafadz yang dibuat majaz tanpa disertai garinah (indikator) yang digunakan menjaga makna (dari selain yang dikehendaki).

3) Dan ta’rif tidak terkait dengan sesuatu yang dapat diketahui melalui perantara perkara yang didefinisikan. Serta tidak menggunakan lafadz musitarak yang terlepas dari adanya garinah.

4) Menurut pakar ilmu Mantiq, termasuk perkara yang ditolak adalah masuknya hukum-hukum pada beberapa rasm.

5) Dan tidak diperbolehkan menyebutkan kata 3! (atau) dalam had dan diperbolehkan dalam rasm, maka pahamilah apa yang mereka riwayatkan.

 

1) Suatu lafadz yang dengan sendirinya (secara dzatiyah) memungkinkan benar (dan bohong) terlaku di kalangan ulama ahli Mantiq dengan sebutan gadhiyah dan khabar

2) Kemudian menurut mereka, gadhiyah ada dua pembagian: yaitu gadhiyah syarthiyah dan gadhiyah harnliyah. Dan gadhiyah yang ke dua (hamliyah)…

3) …terbagi menjadi gadhiyah kulliyah dan gadhiyah syakhshiyah. Dan yang pertama (kulliyah) adakalanya musauwwar dan adakalanya muhrnal,

 

1) Sur diketahui adakalanya kulliy dan adakalanya juz’iy. Dan pembagian sur ada empat macam, dalam setiap posisi diberlakukannya sur.

2) Adakalanya menggunakan lafadz  atau  atau dengan   dan   atau lafadz yang jelas serupa.

1) Dan keseluruhan dari beberapa gadhiyah di atas (syakhshiyah, kulliyah musawuwar kulli, kulliyah musawwar juz’iy dan muhmalah) adakalanya mujab (kalimat positif) dan salibah (kalimat negatif). Maka dari itu gadhiyah harnliyah kembali menjadi delapan macam.

2) Juz pertama dalam susunan gadhiyah hamliyah disebut mawdhu’ dan juz akhir disebut dengan mahmul. Dan (keduanya) sama menyertai.

 

1) Jika dalam gadhiyah yang dihukumi adalah unsur pengkaitan (satu sisi gadhiyah dengan yang lain), maka gadhiyah tersebut disebut dengan syarthiyah. Dan gadhiyah syarthiyah ini terbagi …

2) …juga menjadi gadhiyah syarthiyah muttashilah. Dan yang menyamai adalah adalah gadhiyah syarthiyah munfashilah.

3) Dua bagian (juz) penyusun dari dua gadhiyah tersebut adalah mugaddam dan tily. Adapun penjelasan dari gadhiyah muttashilah adalah…

4) …gadhiyah yang menetapkan saling beriringan (kebersamaan) antara dua bagian (juz) penyusun gadhiyah. Dan tanpa berbohong, gadhiyah munfashilah adalah…

5) … gadhiyah yang menetapkan saling menafikan (mentiadakan) antara mugaddam dan tily. Dan pembagian gadhiyah munfashilah ada tiga, maka sebaiknya diketahui.

6) Yaitu mini’u jam’in (mencegah berkumpul), miani’u khulwin (mencegah ketiadaan), mini’u jam’in wa khulwin (mencegah berkumpul dan ketiadaan). Jenis yang ketiga adalah yang hakiki dan yang lebih khusus, maka ketahuilah!

 

1) Tanaqudh (perlawanan) adalah perbedaan antara dua gadhiyah dalam segi kaif (positif-negatif) dan kebenaran salah satunya (serta kebohongan yang lain) merupakan perkara yang diikuti.

2) Apabila qadhiyah tersebut berbentuk syakhshiyah atau muhmalah, maka perlawanannya dari segi kaif adalah dengan kamu mengganti kaif dari gadhiyah tersebut.

3) Jika gadhiyah tersebut dibatasi dengan siir maka perlawanannya adalah dengan menggunakan kebalikan dari stir gadhiyah tersebut.

4) Dan jika gadhiyah tersebut berbentuk mujabah kulliyah, maka perlawanannya adalah salibah juz’iyah.

5) Kemudian apabila berbentuk salibah kulliyah, maka perlawanannya adalah mujabah juz tyah.

1) ‘Aks mustawi adalah membalik dua juz gadhiyah disertai tetapnya kebenaran dan kaifiyah (ijab-salb).

2) Serta tetapnya kamm (kulliyahjuz’iyyah), kecuali kamm mujabah kuliyyah, maka ahli Mantiq menggantinya dengan mujabah juz’iyyah.

3) “Aks mustawi adalah kelaziman pada (setiap gadhiyah), selain bentuk yang di dalamnya terkumpul dua perkara yang rendah (juz’iyyah dan salibah), maka berbuat adillah dalam segala hal.

4) Dan menyamai bentuk yang terkumpul dua hal yang rendah adalah muhmalah salibah, karena bentuk ini kekuatan maknanya menyamai juz’iyyah salibah.

5) ‘Aks secara istilah dijumpai dalam susunan yang bersifat fhab’iy (karakteristik) dan ‘aks tidak dijumpai dalam susunan yang bersifat wadl’iy (penyebutan pembicara).

 

1) Sesungguhnya qiyas adalah ucapan atau pemikiran yang tersusun dengan bentuk tertentu dari beberapa gadhiyah dan dengan pendirinya (dzatiyah) menetapkan ucapan lain.

2) Kemudian giyas menurut ahli Mantiq ada dua macam. Termasuk di antaranya ada yang dinamakan igtirari.

3) (Qiyas igtirani) adalah giyas yang menunjukkan pada natijah (kesimpulan) dengan maknanya. Dan giyas igtirani tertentu hanya dalam gadhiyah harliyah.

4) Apabila kamu menghendaki menyusun giyas, maka susunlah mukaddimah-mukaddimahnya sesuai ketentuan yang diharuskan.

5) Urutkanlah beberapa mukaddimah dan kajilah yang shahih dan yang fasid dengan melakukan uji coba (eksperimen).

6) Karena kelaziman (kesimpulan) dari beberapa mukaddimah akan muncul menyesuaikan mukaddimah-mukaddimahnya.

1) Mukaddimah yang berbentuk shughra dari beberapa mukaddimah yang ada, maka had ashghar-nya wajib termuat dalam pemahaman had awsath dari mukaddimah kubra.

2) Mukaddimah yang memiliki had ashghar adalah yang disebut shughra dari keduanya. Sedangkan yang memiliki had akbar adalah yang disebut kubra dari keduanya.

3) Dengan demikian, had ashghar termuat dalam pemahaman had akbar (karena termuat dalam awsath-nya). Dan wasath (awsath) kemudian ditinggalkan saat mencetuskan natijah.

1) Syakl menurut ahli Mantiq diucapkan atas sebuah bentuk yang dihasilkan dari susunan dua gadhiyah giyas…

2) …dengan tanpa (disyaratkan) mempertimbangkan beberapa sir. Karena apabila mempertimbangkan beberapa siir, maka bentuk tersebut diidentifikasi (disebut) dengan nama dharb.

3) Dalam beberapa mukaddimah (dua mukaddimah) terdapat bermacam syakl yang hanya berjumlah empat, sesuai had wasatli-nya.

4) Menjadikan had wasath sebagai mahmul pada mukaddimah shughira dan menjadi mawdhu’ pada mukaddimah kubra disebut syakl pertama. Dan hal tersebut bisa difahami.

5) Menjadikan had wasath sebagai inahmul pada kedua mukaddimah disebut syakl kedua. Dan menjadikan had wasath sebagai mawdhu’ pada kedua mukaddimah disebut syakl ketiga.

6) Bentuk keempat dari syakl adalah kebalikan syakl pertama. Dan peringkat kesempurnaan syakl adalah sesuai dengan urutan ini.

7) Apabila berpindah dari urutan (ada pengulangan had wasath) semacam ini, maka giyas akan menjadi rusak runtutannya…………

1) ….. Kemudian membahas syakl pertama…

2) ..maka syaratnya mukaddimah shughra harus mujabah dan mukaddimah kubra-nya diketahui berbentuk kulliyah.

3) Dan syakl kedua, syarat yang ada adalah kedua mukaddimahnya berbeda dalam segi kaif-nya (ijab dan salb) serta mukaddimah kubra harus berbentuk kuliyyah.

4) (Syarat) syakl ketiga adalah ijab dalam mukaddimah shughra dan diketahui salah satu dari kedua mukaddimah harus berbentuk kuliyyah.

5) Syakl keempat (disyaratkan) tidak berkumpulnya dua perkara yang rendah (juz’iyyah dan salibah), kecuali dalam satu bentuk, maka dalam bentuk ini jelas terkumpul dua perkara yang rendah.

6) (Satu bentuk di atas) adalah mukaddimah shughra berupa mujabahjuz’iyyah, dan mukaddimah kubra berupa salibah-kuliyyah.

7) Maka yang mencetuskan natijah dari syakl pertama ada empat macam dharb, seperti syakl kedua. Kemudian dari syak! ketiga ada enam macam dharb.

8) Syakl keempat mencetuskan natijah dengan lima macam dharb. Dan selain yang telah aku sebutkan, tidak dapat mencetuskan natijah.

1) Dharb yang mencetuskan natijah dari syakl pertama ada empat, ambillah dengan berurutan.

2) Mukaddimah shughra kuliyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah mujabah, akan mencetuskan natijah kuliyyah mujabah. Apabila (mukaddimah shughra kuliyyah mujabah) diberengi mukaddimah kubra kuliyyah salibah, maka kuliyyah salibah pantas menjadi natijahnya.

3) Mukaddimah shughra juz’iyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah mujabah, akan mencetuskan natijah juz’iyyah mujabah, Dan mukaddimah shughra juz’iyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah salibah, akan mencetuskan natijah juz tyyah salibah.

4) Syakl kedua (dharb yang dapat mencetuskan natijah) juga ada empat. Mukaddimah shughra kuliyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah salibah, atau sebaliknya (mukaddimah shughra kuliyyah salibah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah mujabah), maka (keduanya) akan mencetuskan natijah kuliyyah salibah. Maka fikirkanlah!

5) Mukaddimah shughra juz’iyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah salibah, dan mukaddimah shughra juz’iyyah salibah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah mujabah, maka bagi keduanya juz’iyyah salibah menjadi natijahnya. Maka jadilah orang yang berusaha memahami!

6) Syakl ketiga (dharb yang dapat mencetuskan natijah) ada enam. Yaitu, mukaddimah shughra kuliyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah mujabah, dan mukaddimah shughra juz’iyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah mujabah, serta sebaliknya (mukaddimah shughra kuliyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra juz’iyyah mujabah) maka ucapkan bahwa (ketiganya) akan mencetuskan natijah juz Tyyal mujabah.

7) Mukaddimah shughra kuliyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah salibah, dan mukaddimah shughra juz’iyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah salibah, serta mukaddimah shughra kuliyyah mujabah, diikuti mukaddimah kubra juz’iyyah salibah, maka natijah (ketiganya) adalah juz’iyyah salibah. Maka ikutilah!.

8) Syakl keempat (dharb yang dapat mencetuskan natijah) ada lima. Yaitu, mukaddimah shughra kuliyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah mujabah, dan mukaddimah shughra kuliyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra juz’iyyah mujabah, maka natijah (keduanya) adalah juz’iyyah mujabah. Dan jangan kamu bertempat (berhenti)!

9) Mukaddimah shughra kuliyyah salibah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah mujabah, dan sebaliknya (mukaddimah shughra kuliyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah salibah), maka juz’iyyah salibah adalah natijahnya. Kemudian mukaddimah shughra juz’iyyah mujabah, lalu mukaddimah kubra kuliyyah salibah, maka natijahnya adalah juz ‘iyyah salibah. Maka sungguh fahamilah dan dapatkanlah!

1) Natijah selalu mengikuti mukaddimah yang nilainya rendah dari beberapa mukaddimah yang ada. Demikian ini sudah diketahui adanya.

2) Beberapa syakl ini tertentu berada dalam gadhiyah hamliyah, dan tidak ada dalam gadhiyah syarthiyyah.

3) Pembuangan dalam sebagian mukaddimah atau natijah datang (ada), karena (bagian yang terbuang) sudah diketahui.

4) Mukaddimah-mukaddimah (yang tersusun) harus sampai pada titik dharuri (pasti dan bisa diterima). Karena (jika tidak), daur dan tasalsul akan tetap (terjadi).

1) Dan sebagian giyas ada yang disebut istitsna’i, dan dikenal juga dengan nama syarthi dengan tanpa keraguan.

2) Istitsna’i adalah giyas yang menunjukkan natijah atau kebalikannya secara nyata, tidak secara makna.

3) Apabila gadhiyah syarthiyyah berbentuk muttashil, maka peng-itshat-an mugaddam (pada gadhiyah istitsna’iyyah) akan mencetuskan natijah peng: itsbat-an taly.

4) Dan pe-nafi-an taly (pada gadhiyah istitsna’iyyali) akan menetapkan natijah pe-nafi-an mugaddami. Dan tidak serta merta natijah dapat dihasilkan dari kebalikan keduanya, karena alasan yang jelas.

1) Dan apabila gadhiyah syarthiyyah berbentuk munfashil, maka peng-itsbatan satu sisi dari gadhiyah akan mencetuskan natijah pe-nafi-an sisi yang lain. Demikian pula sebaliknya.

2) Dan kaidah tersebut berlaku dalam gadhiyah munfashil yang paling khusus. Kemudian apabila gadhiyah munfashil berbentuk mani’u jam’in, maka dengan mengz-itsbat-kan satu sisi dapat diketahui….

3) ….pe-ngfi-an sisi yang lain, tidak sebaliknya. Dan apabila berbentuk mani’u rafin (khulwin), maka hal ini (kaidah pencetusan natijah-nya) kebalikan dari kaidah tersebut (pada mani’u jam’in).

1) dari gias, ada yang oleh ulama Mantiq disebut giyas murakkab. Karena (giyas ini) tersusun dari beberapa hujjali (giyas).

2) Maka sungguh susunlah giyas tesebut, apabila kamu ingin mengetahuinya. Dan jadikanlah natijah di dalamnya, menjadi mukaddimah (shughra)…

3) …dimana dari penyusunan mukaddimah ini bersama mukaddimah lain dengan sendirinya akan menghasilkan natijah, begitu seterusnya.

4) Natijah muttashil (maushul) adalah giyas murakkab yang memuat (menyebutkan) beberapa natijah. Atau (kebalikannya) adalah natijah mafshul. Dan masing-masing sama-sama menghasilkan tujuan.

1) Apabila perkara juz’iy digunakan sebagai dalil atas perkara kully, maka hal ini menurut ahli Mantiq dikenal dengan istigra’.

2) Dan kebalikan dari istigra’ disebut giyas manthigi, yakni giyas yang sudah aku sebutkan di depan. Maka nyatakanlah perbedaannya!

3) Dan seandainya perkara juz’iy disamakan hukumnya dengan perkara juz’iy yang lain karena adanya titik persamaan, maka hal itu dijadikan sebagai tamtsil.

4) Oiyas istigra’ dan tamtsil tidak berfaidah menjadikan sebuah natijah dari sebuah dalil menjadi gath’i (pasti).

1) Hujjah, adakalanya nagliyyah dan “agliyyah, Sedangkan pembagian hujjah ‘agliyyah ini ada lima macam secara jelas.

2) Khithabah, Syi’ir, Burlian, jadal, dan yang kelima adalah safsatah. Maka kamu akan mendapatkan pengharapanmu.

1) Hujjah paling kuat adalah burhan. Yaitu giyas yang disusun dari beberapa mukaddimah yang dibarengi yagin (keyakinan).

2) (Mukaddimah bersifat yakin) ini dihasilkan dari awwaliyyat, musyahadat, mujarrabat, mutawattirat….

3) …. hadasiyyat, dan mahsusat. Itulah kumpulan dari mukaddimah bersifat yakin.

4 Dan tentang menunjukkannya (keyakinan dan dugaan) pada mukaddimah, atas (keyakinan dan dugaan) pada natijah, terdapat perbedaan pendapat…

5) (Pendapat pertama) bersifat ‘agli, atau (kedua) ‘adiy, atau (ketiga)  atau (keempat) wajib. Dan dapat dikuk ( pat) waj (pendapat) pertama adalah yang dikukuhkan

 

1) Kesalahan burhan sekiranya dijumpai, adakalanya terjadi dalam madah (penyusun) atau dalam shurah (bentuk). Bagian pertama….

2) …adakalanya) pada sisi lafadz, seperti isytirak (persekutuan makna), atau seperti menjadikan lafadz yang berbeda maknanya (tabayun) menyamai lafadz yang semakna (muradif) dari sisi pengambilannya.

3) Dan pada sisi makna, karena keserupaan gadliyah yang mengandung kebohongan dengan gadliyah yang benar. Maka pahamilah bahasa perkataannya.

4) Seperti menjadikan ‘aradli seperti dzati. Atau menjadikan natijah menyamai salah satu dari beberapa mukaddimahnya.

5) Dan menghukumi jenis dengan hukum nau’. Serta menjadikan selain gath’i seperti gath’i.

6) Kesalahan yang kedua (shurah / bentuk) adalah seperti keluar dari beberapa syakl dari giyas. Dan meninggalkan syarat dalam pencetusan natijah, merupakan penyempurna dari kesalahan shurah.

1) Bab penutup ini adalah penyempurna tujuan yang dimaksud dari dasardasar manthig yang terpuji.

2) Sungguh telah selesai, dengan memuji Tuhan Penguasa Subuh, apa yang aku inginkan dari cabang ilmu manthig.

3) Yang telah disyairkan oleh seorang hamba yang hina, dan amat membutuhkan rahmat dari Pemberi Nikmat, Yang Maha Agung dan Maha Kuasa.

4) Seorang dari wilayah Akhdhar, yang menyembah Allah Yang Maha Pengasih, dan mengharap dari Tuhannya yang Maha Memberi Nikmat…

5) ..pengampunan yang menghilangkan semua dosa dan membuka penutup hati,

6) Dan (mengharap) Dia membalasku dengan surga yang tinggi. Karena Allah swt Pemberi Anugerah Paling Mulia,

7) Jadilah, wahai saudaraku, orang yang memudahkan bagi mubtadi’ (pemula), Dan jadilah orang yang mengharapkan kebaikan dalam membenarkan kesalahan.

8) Perbaikilah kesalahan dengan melalui analisa, dan jika hanya sekilas pandang saja, maka janganlah kamu menggantinya.

9) Karena telah diterangkan, “Banyak ditemukan orang memalsukan ucapan benar, lantaran sebab jeleknya pemahaman yang ia miliki”.

 

1) Katakan kepada mereka yang tidak adil terhadap tujuanku, ‘pembelaan adalah hak yang wajib bagi pemula’.

2) Dan bagi anak-anak usai dua puluh satu tahun, terdapat alasan yang bisa diterima dan dinilai baik.

3) Terlebih (bagi seusia seseorang) yang hidup di abad ke sepuluh hijriyah, yang lekat dengan kebodohan, kerusakan dan banyaknya fitnah.

4) Dan pada permulaan Muharram, syair berbahar Rajaz ini dibuat dan tersusun.

5) Pada tahun empat puluh satu, setelah tahun sembilan ratus.

6) Kemudian shalawat dan salam moga abadi tercurahkan kepada Rasulillah, sebaik-baik orang yang member petunjuk.

7) Kepada keluarga dan para sahabatnya yang terpercaya, yang selalu berjalan di jalan keselamatan.

8) Selama matahari siang menempuh sekumpulan bintang, dan selama bulan purnama yang bersinar terbit di kegelapan.