Kitab Qomiut Tughyan Dan Terjemah [PDF]

Segala puji bagi Allah yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan. Salawat dan salam semoga diberikan atas penghulu kita, Nabi Muhammad Saw. yang dikukuhkan oleh Allah dengan beberapa mukjizat, juga diberikan kepada keluarga dan sahabat-sahabat beliau yang banyak berbuat kebaikan dan meninggalkan kemungkaran.

 

Sesudah itu saya, Muhammad Nawawi bin Umar mengharap ampunan Allah atas dosa-dosa dan pemenuhan Allah pada hajathajat saya. Sudah lama saya berfikir untuk mengkaji nazham-nazham (syair-syair) karya syaikh Zainuddin bin Ali bin Ahmad dalam kitabnya yang terkenal, yaitu Syu’abul Iman. Kitab ini merupakan terjemahan bahasa Arab dari kitab yang berjudul sama dalam bahasa Parsi (Iran) karya Sayyid Nuruddin Al-ljiy. Syair-syair itu dirangkai dalam 26 bait dengan bahar (irama) Kamil. Sctelah hati saya tergerak saya menulis kitab syarah (penjabaran) atas kitab terscbut. Saya berhaap kitab syarah itu bermanfaat untuk saya sendiri dan anak cucu saya yang menginginkan kebahagiaan.

 

Kitab ‘syarah ini saya beri nama Qamiuth-Thughyan “l’Ala Manzhumati Su’abul Iman.

 

Saya memohon kepada Allah, semoga Dia memberikan manfaat dengan anugerah-Nya pada kitab ini. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu yang dikchendaki-Nya dan Zat paling layak mengabulkan segala permohonan.

 

Perlu saya kemukakan, bahwa Syaikh Zainuddin bin Ali bin Ahmad Asy-Syatii Al-Kusyini Al-fanani Al-Malibari dilahirkan di daerah Kusyin Malabar pada Siang hari Kamis tanggal 12 Sya’ban 812 H. Tetapi sejak usia kanak-kanak ja pindah ke dacrah Kanan bersama pamannya, Qodhi Zainuddin bin Ahmad Ia banyak menulis kitab, antara lain Hidayatul Adzkiya, Tuhfatul Ahya dan Irsyadut Yashidin yang merupakan tingkasan kitab Minhajut Abidin karya Imam Al-Ghazali.

 

Iman (keyakinan) itu ihemiliki beberapa bagian (unsur) dan prulaku yang dapat menambah amal manusia dengan melakukan semuanya dan mengurangi amal manusia dengan meninggalkannya Sedangkan pokok dasar iman adalah sikap membenarkan dengan yakin Pokok dasar iman tidak bisa berkurang. Sebab bila pokok dasar iman itu berkurang nilainya, maka akan berubah menjadi keraguan. Padahal iman tidak sah bila disertai dengan keraguan

 

Sesungguhnya perilaku-perilaku yang menjadi cabang iman ada 77 macam sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:

 

“Iman itu (cabangnya) ada tujuh puluh lebih. Cabang paling utama لا اله الله (tiada Tuhan selain Allah) dan yang paling rendah adalah menyingkirkan penghalang yang mengganggu dari jalan umum. Rasa malu merupakan cabang dari aman (TR, Ahli-ahli hadis)

 

Berikut ini akan diterangkan satu persatu 77 cabang iman itu Bila semuanya bisa dijelaskan, maka Allah akan memberikan mahligai iman yang indah Di akhirat nanti Allah tidak akan mengingkari janji-Nya kepada orang-orang .yang beriman dan beramal saleh untuk memberikan surga-Nya yang dipenuhi mahligai-mahligai yang indahnya tak terbayangkan.

Iman kepada Allah, artinya percaya bahwa Allah Swt. Maha Esa, tak ada sekutu bagi-Nya, Maha Tunggal. tak ada yang menyamai-Nya dan menjadi tempat bergantung bagi Ilamba-Nya, tak ada yang membandinginya. Eksistensi Allah adalah Azali (masa yang tak ada permulaannya), berdiri sendiri, Maha Abadi. Tak ada permulaan bagi wujud-Nya dan tak ada akhir bagi keabadian-Nya. Allah Maha Eksis, waktu tak akan merusak atau mengubah-Nya. karcna Allah Maha Awal, Maha Akhir, Maha Jelas, Maha Samar. Allah terlepas dari sifat-sifat fisik dan tak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya.

 

Iman kepada Malaikat adalah membenarkan, bahwa mereka ada. Mereka adalah makhluk dan hamba Allah yang dimuliakan: Mcreka tak pernah membantah atau meninggalkan segala yang diperintahkan-Nya. Malaikat adalah makhluk yang memiliki fisik yang lembut dan memiliki roh. Allah memberikan kemampuan kepada mereka untuk menjelmakan diri dengan segala bentuk fisik yang bagus.

 

Iman kepada Kitab-kitab allah adalah membenarkan bahwa sesuatu yang diturunkan oleh Allah kepada para Nabi dalam bentuk kitab-kitab adalah wahyu dari Allah. Kitab-kitab itu mengandung beberapa hukum dan warta Allah.

Iman kepada para Nabi Allah adalah dengan meyakini, bahwa mereka benar dan jujur dalam segala yang disampaikan dari Allah. Sebagian dari mereka ada. bebciapa orang yang diutus oleh Allah (Rasul) kepada makhluk-nya untuk menunjukkan, menyempurnakan kehidupan dan masa depan (akhirat) makhluk-Nya. Allah mengukuhkan mereka dengan beberapa mukjizat (suatu keistimewaan yang mengalahkan semua yang dilakukan dan dibuat manusia) yang menjadi tanda-tanda kejujuran mereka. Mereka menyampaikan risalah dari Allah dan menerangkan kepada semua mukalaf (orang dewasa) segala yang diperintahkan Allah.

 

Iman kepada hancurnya alam adalah yakin akan hancurnya alam dunia, baik yang tinggi maupun yang rendah.“Juga percaya akan terjadinya hari Akhir (kiamat) dan scgala yang berkait kepadanya, yaitu balasan amal, perhitungan amal, timbangan amal, jembatan Siratal Mustagim, Surga dan Neraka.

Iman ini adalah percaya bahwa Allah akan membangkitkan orang-orang mati, baik mereka dikubur di tanah, tenggelam di laut ataupun mati dalam lainnya. Yang akan dibangkitkan oleh Allah adalah fisik manusia itu sendiri, bukan sesuatu yang diciptakan sama dengan fisik itu. Hal ini sesuai dengan ijma’ (kesepakatan ulama).

Allah berfirman:

 

Artinya “Orang-orang kafir menyangka, bahwa mereka tidak akan dibangkitkan (setelah mati). Katakanlah (wahai Muhammad): “Ya, Demi Allah kamu pasti, akan dibangkitkan (Setelah mati)” (QS. At-Taqhabun: 7)

Iman kepada takdir (Qadar) adalah dengan meyakini, bahwa Allah menciptakan segala sesuatu sesuai dengan pengetahuan-Nya (ilmu-Nya) sebclum sesuatu itu ada. Semua perbuatar makhluk sudah ditakdirkan oleh Allah. Maka seyogyanya, manusia merclakan segala yang telah menjadi gadha’ (vonis) Allah.

 

Dikisahkan dari Syaih Afifuddin Azzahid, bahwa saat ia berada di Mesir, datang Informasi kepadanya peristiwa di Baghdad, yaitu serangan orang kafir pada kaum Muslimin. Kota Baghdad hancur, selama tiga setengah tahun vakum (kosong) dari pemimpin. Mereka mengalungkan mushaf Al-Qur’an di leher-leher anjing dan membuang kitab-kitab para Imam di sungai Dajlah untuk dijadikan jembatan tempat kuda-kuda mereka menyeberang. Syaih Afifuddin tak dapat memercayai peristiwa tragis itu dan berkata: “Ya, Tuhanku, bagaimana ini bisa terjadi. Di antara warga kota Baghdad itu banyak anak-anak yang tak berdosa”, Setelah itu, ia bermimpi melihat seorang lelaki yang membawa sebuah buku. Diambilnya buku. ternyata di dalamnya terdapat dua bait syair:

 

Artinya: “tinggalkanlah protesmu, apa urusarumu, Tak ada hukum . yang berlaku bagi semua yang bergerak dicakrawala ini. “Dan janganlah kau tanyakan pada Allah mengenai tindakan-Nya. Barang siapa menyelam di tengah samudra, maka binasalah ia.”

 

Iman kepada hasyr adalah meyakini bahwa semua makhluk setelah dibangkitkan dari kubur dan dikumpuikan akan digiring ke Mahsyar, yaitu suatu tempat berkumpul, berupa padang putih yang. luas, rata dan lurus, tak ada kelokan dan gundukan. Tak ada bukit . yang dapat digunakan manusia untuk bersembunyi atau jurang untuk berlindung dari pandangan mata. Mahsyar adalah satu tanjakan yang membentang, tanpa naik turun. Mereka akan digiring ke sana secara berbondong-bondong.

 

Tingkatan manusia dalam iring-iringan menuju Mahsyar ini berbeda-beda sesuai dengan amal perbuatan mereka di dunia. Ada yang menaiki kendaraan, yaitu orang-orang yang bertakwa. Ada yang jalan dengan kakinya, yaitu orang-orang Islam yang kurang beramal (sedikit amal baiknya). Ada yang berjalan dengan wajahnya (kepalanya) atau jungkir, yaitu orang-orang kafir. Dari tempat berkumpul itu kemudian mereka diarahkan ke surga atau neraka.

 

Setelah itu’mereka akan melewati jembatan (Shirat). Dalam hal ini umat Muhammad terbagi menjadi tujuh macam golongan, yaitu:

 

  1. Shiddiquun ( الصديق ) yaitu orang-orang yang suka pada kebenaran atau sangat Membengrkan ajaran Nabi. Mereka berjalan melintasi Shirat dengan kecepatan tinggi bagaikan petir yung menyambar.

 

2, ‘Alimun ( العالون ), yaitu orang-orang yang alim. Mereka berjalan melintasi Shiraf bagaikan angin yang bertiup kencang.

 

  1. Budala'( البدلاء ), yaitu para wali Abdal (mulya). Mereka berjalan melintasi Shirat bagaikan burung yang terbang dalam waktu yang singkat.

 

  1. Syuhada ( الشهداء ), yaitu orang-orang yang mati syahid. Mereka berjalan melintasi Shirat bagaikan kuda balap dalam waktu setengah hari.

 

  1. Hujjaj ( الحجاج ), yaitu orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji dengan baik. Mereka berjalan melintasi Shirat dalam waktu sehari penuh.

 

  1. Muthi ‘uun ( المطيعون ), yaitu orang-orang yang taat beribadah kepada Allah. Mereka berjalan melintasi Shirat dalam waktu sebulan. –

 

  1. ‘Ashun ( العاصون ), yaitu orang-orang yang durhaka (berbuat maksiat), tetapi masih memiliki iman. Mereka meletakkan telapak kaki pada Shirat, sementara dosa-dosanya ada di punggung mereka. Ketika mereka berjalan melintasinya, api neraka Jahanam akan menjilat mereka. Tetapi saat itu api Jahanam melihat sinar iman di dalam hati mereka, maka berkatalah ia: “Selamatlah kau wahai orang yang beriman. Sesungguhnya sinarmu memadamkan baraku.” Keterangan ini sebagaimana dikemukakan oleh Imam Muhammad Al-Hamdani.

 

Di padang Mahsyar semua, makhluk merasa malu ketika dihadapkan kepada Tuhan Yang Maha Perkasa. Masing-masing sibuk dengan dirinya sendiri, bertebaran bagaikan laron. Teman-teman dekat bertemu, saling melihat dan saling mengenal, tetapi mereka tidak saling menyapa. Mereka dalam keadaan telanjang kaki, telanjang bulat dan berjalan kaki.

 

Rasulullah Saw, bersabda:

 

Artinya: “Manusia dibangkitkan dalam keadaan telanjang kaki, telanjang bulat dan belum diklutan. Mereka akan dikendalikan oleh keringat yang mencapai daun telinga.”

 

Cabang kesembilan:

Iman kepada Surga dan Neraka Jahanam

 

Iman kepada adanya Surga adalah percaya, bahwa surga merupakan tempat yang abadi bagi orang Muslim, yaitu orang yang meninggal dalam keadaan Islam, meskipun pernah menjadi orang kafir.

 

Yang termasuk Muslim adalah orang Muslim yang yang berbuat maksiat (selain syirik), tempat kembali dan tempat abadi baginya adalah surga. Maka apabila ia masuk neraka, tidak akan abadi di dalamnya. Bahkan siksa neraka tidak selalu dirasakannya selama berada didalamnya, karena sejenak setelah masuk ke dalamnya, ia akan mati (masa sejenak, ini hanya Allah yang mengetahui ukurannya). Ia tidak akan hidup lagi sebelum keluar dari neraka. Yang dimaksud mati di sini adalah, bahwa ia tidak merasa-kan pediinya neraka, karena ia mengalami kematian yang sesungguhnya dengan Iepas nyawa.

 

Iman kepada Neraka Jahanam adalah percaya, bahwa Jahanam nama bagi beberapa neraka yang ada, adalah tempat yang abadi bagi orang kafir, yaitu orang yang meninggal dalam keadaan kafir, meskipun sepanjang hidupnya sebelum detik kematiannya ia beriman. Yang termasuk kafir adalah orang yang sudah mampu berfikir (balig) kemudian ia tidak mencari kebenaran (iman dan Islam) dan tidak menjalankan taglid (mengikuti orang lain yang beriman tanpa mengetahui dalil-dalilnya) yang wajib baginya. Anak-anak (yang belum balig) dari orang-orang musyrik tidak termasuk kafir, mereka berada di surga menurut pendapat yang sahih. Kriteria kafir dan Muslim ni tidak berbeda bagi manusia dan jin.

Imam Sahal berpendapat, bahwa tanda kecintaan kepada Allah adalah kecintaan kepada Al-Qur’an. Tanda kecintaan kepada Allah dan al-Qur’an adalah kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw, Tanda kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw. adalah kecintaan kepada sunnah (hadis). Tanda kecintaan kepada sunnah adalah kecintaan kepada akhirat. Tanda kecintaan kepada akhirat kebencian kepada dunia. Dan kebencian kepada dunia adalah tidak mengambil (mencari) dunia kecuali hanya untuk bekal dan sarana menuju akhirat.

 

Imam Hazim Ibnu Alwan, semoga Allah mensucikan jiwanya, berpendapat, bahwa Orang yang mengakui tiga hal tanpa tiga bukti yang lain, maka ia pembohong besar. Barangsiapa mengakui cinta kepada Allah tanpa menjauhi larangan-larangan-Nya maka ia pembohong besar. Barangsiapa mengaku cinta kepada Nabi Muhammad Saw. tanpa kecintaan kepada kemiskinan, maka ia pembohong besar. Barang siapa cinta kepada surga tanpa menginfakkan hartanya (bersedakah), maka ia pembohong besar.

 

Sebagian orang yang ma’rifat kepada Allah berpendapat. Apabila iman berada di luar hati, maka ia mencintai Allah dengan kecintaan yang biasa-biasa saja. Bila iman sudah masuk ke dasar hati yang paling dalam, maka ia mencintai Allah dengan kecintaan yang sangat dan meninggalkan maksiat-maksiat.

 

Dengan demikian pengakuan cinta merupakan sesuatu yang amat penting dan rawan. Karenanya, Imam Fudail berkata: “Apabila seseorang ditanya, apakah ia mencintai Allah, sebaiknya ia diam. Bila ia mengatakan “tidak” berarti ia kafir, sedang bila mengatakan “ya”, sementara silat-sifatnya tidak mencerminkan sifat-sifat orang yang mencinta Allah.”

Tingkat terendah takut kepada siksa Allah adalah menghindarkan diri dari larangan-larangan Allah, dan sikap yang demikian ini disebut wara’. Bila rasa takut itu lebih besar, maka ia menghindarkan diri dari hal-hal yang belum diyakini keharamannya, dan sikap yang demikian ini disebut taqwa. Bila sikap tersebut ditambah dengan sepenuh pelayanan atau pengabdian kepada Allah, hingga ja tidak membangun harta tempat bemaung, tidak mengumpulkan harta yang dimakannya, tidak berpaling kepada dunia, meyakini bahwa ia akan meninggalkannya, tidak memanfaatkan setiap hembusan nafasnya untuk selain Allah, maka sikap ini disebut shidqu dan orangnya disebut shiddiq.

 

Jadi takwa masuk dalam kriteria shidqu. Wara’ masuk dalam kriteria taqwa. Dan iffah masuk dalam kriteria wara”. Demikianlah yang diterangkan oleh Imam Al-Ghazali di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin.

Allah berfirman:

 

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), wahar orang-orang yang kelewat batas atas diri mereka sendiri, Janganlah kalian sekalian putus asa dari ralunat Allah.“ (QS. Az-fumar: 53)

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Orang jahat (maksiat) yang masih mengharap raluat Allah, lebih dekat kepada Allah daripada orang yang tekun beribadah yang yang putus asa (dari rahmat Allah).”

 

Dikisahkan dari Umar, dari Zaid bin Aslam, bahwa ada sescorang lelaki dari umat-umat terdahulu yang sangat tekun beribadah dan sangat mengekang hawa nafsunya serta memupus harapan manusia dari rahmat Allah. Kemudian orang itu meninggal, bertanyalah orang itu kepada Allah: “Wahai Tuhanku, apa (yang akan Kau berikan) untukku dari sisi-Mu?” Allah menjawab: “(Akan Kuberikan) untukmu neraka.” Orang itu bertanya lagi: “Kemanakah gerangan (pahala) ibadah dan ketekunanku?”. Allah menjawab: “Kamu telah memupus manusia dari harapan rahmat-Ku di dunia. Maka sekarang Aku akan memupusmu dari harapan rahmat-Ku.”

 

Hakikat harapan (pada rahmat Allah) adalah kelapangan hati untuk menanti sesuatu yang disukainya. Tetapi sesuatu yang dinantinya itu tentu saja akan datang dengan suatu sebab. Bila sebabsebab itu rusak, maka harapan itu berarti tipuan dan membodolkan.

 

Bila sebab-sebab yang dapat menimbulkan terwujudnya sesuatu yang dinanti itu tidak jelas ada dan tidaknya, maka harapan tersebut disebut ftamanni (harapan kosong/angan-angan kosong). Bila ia muncul di dalam hati sesuatu yang ada pada masa lalu maka disebut tadzakkur (ingat). Bila sesuatu yang bergerak dalam hati itu terwujud pada masa sekarang disebut wujdan (mendapatkan), dzauq (merasakan) atau idrak (memperoleh). Bila terbesit dalam hati sesuatu yang akan terjadi dimasa yang akan datang, maka disebut dengan intidhar (penantian) dan tawaqqu’ (harapan atau kekhawatiran). Bila sesuatu yang dinantikan itu merupakan sesuatu yang tidak disukai atau dibenci yang akan menimbulkan kepedihan hati disebut Khauf (ketakutan) dan isyfaq (kekhawatiran). Bila yang dinantikan itu merupakan sesuatu yang disukai yang akan menimbulkan rasa nyaman di hati disebut raja” (harapan). Demikian diterangkan di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin.

Allah Berfirman:

 

Artinya: “Maka tawakkallah (pasrah kepada Allah) kamu sekalian orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah: 23)

 

Tawakkal dibagi menjadi tiga tingkatan:

 

Pertama, sikap orang tawakkal di dalam hak Allah dan kepercayaan pada tanggungan dan pertolongan-Nya sebagaimana sikapnya kepada orang yang dipercaya sebagai wakil.

 

Kedua, sikap orang yang tawakkal kepada Allah sebagaimana sikap anak kecil dalam naungan ibunya. Ia tidak kenal kepada selain Ibunya, tidak kaget atau tertarik kepada seseorang selain ibunya dan tidak bersandar kecuali pada ibunya. Bila ia melihat ibunya, ia akan langsung bergelayut kepadanya. Bila ia mengalami sesuatu ketika ibunya tidak ada, yang serta merta terucap di mulutnya adalah “oh ibu”, dan yang serta merta muncul di dalam hatinya adalah bayangan ibunya. Anak itu betul-betul telah percaya penuh pada tanggung jawab dan kasih sayang ibunya.

 

Tingkatan ketiga, adalah segala gerak dan diamnya di depan Allah sebagaimana mayat di depan orang yang memandikannya. Ia lak akan meninggalkan tawakkal, kecuali ia melihat dirinya sebagai mayat Yang menggerakkannya adalah kemampuan azali (masa yang tak ada permulaannya) sebagaimana tangan orang yang akan memandikan menggerakkannya. Orang yang tawakkal seperti ini adalah orang yang imannya kuat, bahwa Allah Swt. adalah Zat yang mengatur gerakan itu, Tingkatan ketiga ini adalah tingkatan tertinggi dan tingkatan pertama adalah tingkatan terendah.

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Seseorang di antara kamu sekalian tidak beriman hingga aku lebih dicintainya daripada dirinya sendiri, hartanya, anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia.”

 

Yang dimaksud dengan manusia di atas adalah selain yang disebutkan sebelumnya, yaitu kerabat, para kenalan, tetangga, sahabat dan lain-lain.

 

Cinta kepada Nabi Saw. berarti cinta kepada Allah. Begitu pula cinta kepada Ulama dan Atqiya (orang-orang yang bertakwa), karena Allah Swt. mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah. Kecintaan-kecintaan kepada Nabi, Ulama dan Atqiya itu semua dikembalikan pada kecintaan yang asal yang sebenarnya dan tidak akan beralih kepada yang lain. Kecintaan yang asal itu adalah kecintaan kepada Allah.

 

Tidak ada yang dicintai secara hakiki bagi orang yang memiliki mata hati kecuali Allah Swt. Dan tidak ada yang berhak dicintai selain-Nya.

 

Mengagungkan Nabi adalah dengan mengetahui keluhuran derajatnya, menjaga adab dan tata krama ketika menyebutnya, mendengar nama dan hadisnya, memperbanyak salawat kepadanya dan sungguh-sungguh dalam mengikuti sunnahnya (ajarannya).

 

Allah berfirman:

 

Artinya: “Janganlah kamu sekalian memperkeras suaramu di atas suara Nabi.” (QS. Al-Ilujurat: 2)

 

 

Kikir dalam hal ini seperti sikap seseorang, bahwa kematian dan masuk dalam lautan api lebih menyenangkan baginya daripada terjerumus dalam kekufuran (keluar dari agama Islam) serta mengaku bahwa agamanya (Islam) lebih luhur baginya dibanding semua anak-anak dan hartanya.

 

Dikisahkan dari Umar bin Abdul Aziz, pada masa kepemimpinannya pernah mengirim sejumlah orang ke negara Romawi untuk berperang. Dalam peperangan Itu mereka kalah dan sepuluh orang di antara mereka ditawan oleh penguasa Romawi,

 

Kaisar Romawi meminta salah satu dari mereka agar masuk agama kaisar itu dan menyembah berhala. Ia mengatakan: “Bila kamu mau masuk agamaku dan menyembah berhala, maka aku akan mengangkatmu sebagai penguasa di daerah (wilayah) yang luas, aku akan memberimu pangkat yang tinggi, mahkota, bayaran yang banyak. dan terompet (komando perang). Namun bila kamu tidak bersedia. masuk agamaku, maka aku akan membunuhmu, memenggal lehermu dengan pedang.”

 

Tawanan Itu menjawab: “Aku tidak akan menjual agamaku dengan harta dunia.”

 

Kaisar itu lalu memerintahkan untuk membunuh tawanan itu. Kemudian ia dibunuh di alun-alun, Kepala tawanan itu menggelinding dan berputar-putar dialun-alun itu sambil membaca ayat:

 

Artinya: “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kamu kepada Tuhanmu dalam keadaan ridha dan diridhai. Masuklah ke dalam jamaah hamba-Ku dan masuklah ke dalam Surga-Ku. (QS. Al-Fajr: 27-30)

 

Kaisar itu marah dan menggambiktawanan yang kedua ja berkata: “Masuklah kamu ke dalam agamaku, aku akan menjadikanmu pemimpin di kota anu. Bila kamu menolak, maka akan terpenggal lehermu seperti aku memenggal leher temanmu itu.”

 

Tawanan itu menjawab: “Aku tidak akan menjual agamaku dengan harta dunia. Bila kamu memiliki kekuasaan untuk memenggal kepala maka kamu tidak memiliki kekuasaan untuk memenggal iman.”

 

Kaisar Pun memerintahkan untuk memenggal leher tawanan kedua itu. Setelah dipenggal, kepalanya menggelinding dan berputar-putar seperti tawanan yang pertama serta membaca ayat:

 

Artinya: “Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhal, dalam surga yang tinggi yang buah-buahnya sangat rendah (untuk dipetik). ” (QS. Al-Haqqah: 21-23)

 

Kepala itu berhenti di sebelah kepala yang pertama.

 

Kaisar menjadi marah besar dan memerintahkan untuk mengambil tawanan yang ketiga. Kaisar itu berkata kepadanya: “Apa yang akan cngkau katakan, apakah kamu mau masuk agamaku dan aku akan menjadikanmu pemimpin?” Orang ketiga ini celaka dan berkata: “Aku akan masuk agamamu dan aku pilih harta dunia daripada akhirat.” Mendengar jawaban itu kaisar berkata kepada pembantunya, catat untuknya imbalan dan berikan padanya mahkota, gaji yang banyak serta pangkat yang tinggi. “Pembantu itu menyanggah, Wahai raja, bagaimana aku memberi tanpa mengujinya, katakan kepadanya: “Bila ucapanmu jujur, bunuhlah seorang lelaki dari teman-temanmu. Kami akan mempercayaimu.”

 

Tawanan yang ketiga yang dilaknat itu kemudian mengambil salah seorang teman dan membunuhnya. Kaisarpun senang dan memerintahkan pembantunya untuk mencatat imbalannya. Tetapi pembantunya menyanggah dan berkata kepada kaisar: “Tidak masuk di akal, bahwa engkau mempercayainya. Orang ini tidak menjaga hak saudaranya sendiri yang dilahirkan dan tumbuh bersamanya. Bagaimana ia bisa menjaga hak kita.”

 

Kaisar membenarkan pembantunya dan memerintahkan untuk membunuh tawanan malang itu. Dipenggallah kepalanya dan menggelinding berputar-putar di alun-alun tiga kali sambil membaca ayat:

 

Artinya: “Apakah (kamu hendak mengubah nasib) orang-orang yang telah pasti ketentuan azabnya? Apakah kamu akan menyelamatkan orang-orang yang berada di neraka?” (OS. Az-Zumar: 19)

 

Kepala itu berhenti di pojok alun-alun dan tidak menyatu dengan dua kepala sebelumnya. Jadilah kepala itu menuju siksa Allah.

 

Kita memohon perlindungan kepada Allah dari hal yang terjadi pada orang yang malang itu dan kesesatan.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, bahwa Rasulullah bersabda:

 

Artinya: . “Barangsiapa mempelajari satu bab ilmu yang berguna bagi masalah akhirat dan masalah dunianya, maka satu bab ilmu itu lebih baik daripada umur dunia selama tujuh ribu tahun di mana ia berpuasa pada siang hari dan mendirikan ibadah di malam hari dengan ibadah yang diterima.”

 

Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabbal, ia berkata, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Pelajarilah ilmu, karena mempelajari ilmu karena Allah itu amal baik, mengulangi pelajaran adalah tasbih (mensucikan Allah), membahas ilmu adalah jihad (perjuangan), mencari mu adalah ibadah, mengajarkan ilmu adalah sedekah, menyerahkan ilmu kepada ahlinya adalah gurbah (adah sunat). Berpikir tentang ilmu sebanding dengan ibadah puasa dan membahas ilmu sebanding dengan ibadah pada malam hari.”

 

Rasulullah juga bersabda:

 

Artinya: “Carilah Ilmu, meskipun antara kamu dan mu itu terbentang lautan api.”

Rasulullah besabda lagi:

 

Artinya: “Carilah ilmu sejak kamu masih ada di ayunan (bayi) hingga kamu ke liang lahat (mati).”

 

Maksudnya menuntut ilmu wajib disegala waktu dan keadaan

 

Seorang Ulama salaf (kuno) mengatakan: “Ilmu itu ada empat, yaitu fiqh untuk urusan agama, kedokteran untuk urusan badan, astronomi untuk urusan perputaran waktu (zaman) dan ilmu nahwu untuk urusan lisan (bahasa).”

 

Cara mendapatkan ilmu itu ada dua macam, yaitu kasby dan sama ‘iy. Ilmu kasby adalah ilmu yang dicapai dengan ketekunan belajar dan membaca di depan guru. Sedang ilmu sama ‘iy adalah ilmu yang dicapai dengan cara mendengarkan uraian para ulama mengenai masalah-masalah agama maupun dunia, Dan ini tidak akan tercapai tanpa adanya kecintaan kepada ulama, bergaul dengan mereka, berkumpul dengan mereka dan bertanya kepada mereka.

 

Untuk mendapatkan ilmu, Seorang pelajar, santri atau mahasiswa harus berniat mencari ridha Allah, tempat yang baik di akhirat, menghilangkan kebodohan dari dirinya sendiri dan dari orang-orang bodoh yang lain, menghidupkan agama dan menegakkan Islam dengan ilmu. la juga wajib berniat mensyukuri nikmat, karunia, akal dan kesehatan badan, Ia tidak boleh berniat mendapat perhatian dari manusia, mencari harta dunia, kehormatan di mata penguasa dan lain sebagainya.

Sabda Nabi Saw:

 

Artinya: “Sebaiknya orang yang hadir di sini menyampaikan kepada orang yang tidak hadir. Maksudnya, wajib bagi orang yang mendengarkan ucapanku untuk menyampaikannya kepada “orang yang tidak mendengarkannya.”

 

Hadis ini merupakan khotbah atau petuah untuk para sahabat dan orang-orang sesudah mereka hingga hari kiamat. Maka menyampaikan ilmu merupakan kewajiban bagi orang yang memilikinya. Setiap orang yang mempelajari suatu masalah, berarti ia memiliki ilmu tentang masalah itu, seperti orang awam yang mengetahui syarat-syarat salat, ia wajib memberitahukan kepada orang lain yang belum mengetahuinya. Bila ia tidak melakukannya, (di mana orang lain itu berdosa karena tidak dapat memenuhi syarat-syarat salat karena ketidak tahuannya), ia pun berdosa karenanya.

 

Di setiap mesjid dan di setiap daerah dari suatu negara harus ada seorang ahli fiqh yang mengajarkan ilmunya kepada masyarakat kita membuat mereka memahaminya. Setiap ahli figh yang telah selesai menjalankan kewajiban individualnya (fardu ain) wajib secara kolektif (fardu kifayah) untuk pergi ke desa atau daerah lain yang terdekat untuk mengajarkan kepada masyarakat daerah itu mengenai ajaran agama mereka dan kewajiban-kewajiban syariat mereka. Ia harus membawa bekal makanan sendiri dan tidak boleh meminta makanan dari mereka.

 

Bila kewajiban kolektif (fardu kifayah) itu sudah dijalankan oleh seorang saja, maka dosanya sudah gugur dari yang lain. Tetapi bila tidak ada seorangpun yang menjalankan kewajiban individualnya (Fardu ain) wajib secara kolektif (fardu kifayah) untuk pergi ke desa atau daerah lain yang terdekat untuk mengajarkan kepada masyarakat daerah itu mengenai ajaran agama mereka dan kewajiban-kewajiban syariat mereka. Ia harus membawa bekal makanan sendiri dan tidak boleh meminta makanan dari mereka.

 

Bila kewajiban kolektif (fardu kifayah) itu sudah dijalankan oleh seorang saja, maka dosanya sudah gugur dari yang lain. Tetapi bila tidak ada seorangpun yang menjalankannya, maka dosanya ditimpakan kepada semua orang, baik yang berilmu maupun yang bodoh. Adapun dosa bagi orang yang berilmu itu dikarenakan keengganannya pergi ke tempat atau daerah itu. sedangkan dosa bagi orang yang bodoh dikarenakan keengganannya untuk mempelajari ilmu syariat atau berguru kepada orang yang berilmu, Demikian Imam Ahmad Suhaimi mengutip pendapat Imam Al-Ghazali.

 

Ketahuilah, bahwasanya orang yang ‘alim (berilmu) akhirat itu mempunyai tanda-tanda, yaitu:

  1. Ia mencari rezeki dunia dengan ilmu yang dimilikinya.
  2. la menyibukkan diri dengan ilmunya dengan tujuan mendapatkan kebahagian akhirat. Dengan demikian ia lebih mementingkan ilmu batin (tasawuf, akhlak, akidah) untuk menyiasati hatinya sendiri
  3. Ia berpegang teguh dengan ilmunya untuk mengikuti orang yang memiliki ilmu syariat dalam segala ucapan dan tindakannya.

 

Tanda-tanda orang yang mencari ilmu bukan untuk tujuan duniawi ada lima, yaitu:

 

  1. Ucapannya sesuai dengan perbuatannya. Maka ta akan menjadi pelopor untuk menjalankan perintah-perintah agama dan meninggalkan larangan-larangannya.
  2. Ia berupaya mendapatkan ilmu secara optimal sesuai dengan kemampuannya, senang menjalankan ketaatan kepada Allah, dan menghindari ilmu yang lebih banyak menuntut perdebatan.
  3. Ia menghindari kemewahan dalam hal makanan, rumah tempat tinggal, perabot rumah tangga dan pakaian.
  4. Ia menahan diri dari kedekatan dengan penguasa kecuali untuk memberikan nasehat, mencegah kesewenang-wenangan atau menolongnya dalam mencapai ridha Allah Swt.
  5. Ia tidak segera memberikan fatwa, tetapi berhati-hati dan menyarankan kepada orang lai untuk bertannya kepada orang yang lebih ahli dalam berfatwa. Ia juga tidak melakukan ijtihad, kecuali iitihad itu fardu ‘ain (kewajiban individual) baginya. Tetapi ia mengatakan tidak tahu, bila ijtihad itu sulit baginya.

Mengagungkan dan memuliakan Al-Qur’an dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:

 

  1. Membacanya dalam keadaan suci, baik dari najis maupun hadas.

2.Tidak menyentuhnya, kecuali dalam keadaan suci.

  1. Menyikat dan membersihkan gigi serta mulut ketika akan membacanya.
  2. Membacanya dengan duduk dalam sikap sempurna bila dibaca di luar salat. Tidak duduk dalam sikap malas atau sembarangan.
  3. Memakai pakaian yang rapi, karena membacanya berarti berbisik kepada Allah.
  4. Menghadap kiblat.
  5. Berkumur setiap kali di mulutnya ada dahak atau mendehan.
  6. Menghentikan bacaannya setiap kali menguap.
  7. Membacanya dengan pelan dan tartil.
  8. Memberikan hak setiap huruf , yaitu dengan membacanya, jangan sampai ada huruf yang terlewatkan.
  9. Tidak membiarkannya terbuka ketika meletakkannya sesudah
  10. Selesai membaca. Tidak meletakkan sesuatu pun di atasnya, termasuk kitab-kitab lain.
  11. Meletakkannya di atas pangkuan atau di tempat lain, seperti meja yang ada di depan orang yang membacanya. Tidak meletakkan di tanah atau di lantai.
  12. Bila ayat Al-Qur’an ditulis di papan, maka tulisan itu tidak boleh dihapus dengan air ludah, tetapi dicuci dengan air.
  13. Tidak meraihnya bila tangannya basah atau menjadikan sebagai penyangga kitab-kitab lain. Karena tindakan itu merupakan suatu pembangkangan yang besar.
  14. Tidak membacanya di pasar, tempat-tempat ramai, tempat-tempat hiburan dan tempat berkumpulnya orang-orang bodoh yang tidak mengerti keagungan Al-Qur’an.
  15. Bila tulisan ayat-ayat Al-Qur’an dicelupkan pada air yang digunakan untuk mengobati suatu penyakit, maka air itu tidak dibuang ditempat sampah, tempat yang najis dan tempat yang diinjak-injak. Tetapi air itu harus dibuang di tempat yang tidak diinjak-injak orang, tempat galian yang suci atau dibuang di sungai yang besar di mana air itu bercampur dengan air sungai dan mengalir.

18, Setiap kali akan menulis ayat Al-Qur’an atau meminum air yang telah dicelupi tulisan ayat-ayatnya, sebaiknya membaca basmalah pada setiap nafas atau tegukan.

  1. Mengagungkan niat pada saat akan menulis atau minum Karena Allah akan memberi pahala kepada seseorang sesuai dengan niatnya.

Allah Swt. berfirman:

 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu sekalian, akan mendirikan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu hingga siku dan usaplah kepalamu dan basuhlah kakimu hingga kedua mata kaki. Bila kamu dalam keadaan junub (berhadas besar), maka besucilah. Bila kamu sakit, bepergian, buang air atau menyentuh wanita dan kamu tidak menemukan untuk bersuci, maka bertayamumlah dengan debu yang suci. Kemudian usaplah wajahmu dan tanganmu dengan debu tersebut.” (QS. Al-Maidah: 6)

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Bersuci adalah sebagian dari Iman,”

 

Imam Suhaimi berpendapat, batalnya wudu lahir dan batin adalah setengah dari iman bila dilihat dari segi pahalanya.

 

Imam Hatim menyarankan kepada Imam Aslum ibnu Yusuf bila telah tiba Waktu salat agar berwudu dengan dua wudu, yaitu wudu lahir dan Wudu batin. Wudu lahir adalah wudu yang telah kita ketahui itu, Adapun wudu batin adalah bertobat, menyesali dosa, tidak mendendam, menipu, ragu-ragu, sombong dan tidak mencintai urusan duniawi, sanjungan makhluk dan tidak mencintai kekuasaan.

 

Bersuci dapat melindungi seseorang dari bahaya, sebagaimana kata Umar bin Khatthab ra.:

 

Artinya: “Wudu yang baik dapat menghindarkan dari setan.”

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Tanda iman adalah salat. Barangsiapa hatinya lega karena telah melakukan salat dan telah berusaha menjaga batasan-batasan salat, maka ia adalah seorang mukmin.” ,

 

Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai ciri-ciri orang beriman dan orang munafik, beliau menjawab:

 

Artinya: “Sesungguhnya orang yang beriman itu semangatnya selalu tertuju pada salat, puasa dan ibadah. Sedangkan orang yang munafik itu semangatnya hanya tertuju pada makan dan minum seperti binatang.”

Membayar zakat dapat dilakukan dengan niat di dalam hati untuk menunaikan zakat yang wajib tanpa menentukan harta yang akan dibayarkan.

 

Bila seseorang memiliki satu nishab (atau lebih). dari emas, perak, hewan ternak, biji-bijian, buah kurma dan anggur, maka wajib baginya membayarkan zakatnya kepada delapan golongan penerima zakat atau sebagian yang ada dari mereka. Mereka antara lain para fakir, miskin, musafir (orang yang bepergian) yang membutuhkan ongkos perjalanannya, dan orang yang dililit hutang.

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Zakat tidak akan bercampur dengan harta (seseorang) sama sekali, kecuali akan menghancurkan harta itu.”

Puasa adalah meninggalkan semua yang dapat membatalkannya sejak terbit fajar hingga matahari tenggelam dengan niat di malam hari untuk taat dan mengabdi kepada Allah. Puasa dapat dilakukan bila tidak sedang haid, nifas dan melahirkan, juga tidak ayan, mabuk, minum, bersetubuh dan merokok,

 

Bila orang yang sedang berpuasa makan atau minum karena lupa, maka puasanya tetap sah. Bahkan itu berarti Allah memberinya makan dan minum. Demikian pendapat Imam Suhaimi dalam kitab Lubabut-Thahbin.

I’tikaf adalah berdiam di mesjid dengan niat i’tikaf. i’tikaf disunatkan pada setiap waktu, meskipun pada waktu karahah (waktu yang dimakruhkan salat surrat tanpa sebab mutagaddim dan mugarin). Tetap i’tikaf haram bagi perempuan tanpa izin suaminya, dan hamba sahaya tanpa izin tuannya, meskipun i’tikafnya tetap sah. Bila perempuan atau hamba sahaya itu melaku-kannya tanpa Izin, maka suami atau tuannya boleh mengeluarkan-nya dari mesjid.

 

Rukun i’tikaf ada empat yaitu:

 

  1. Niat i’tikaf bersama dengan permulaan diam di mesjid. Niat tidak cukup dilakukan pada saat berjalan memasuki mesjid. Bila i’tikaf itu wajib karena dinadzari, maka harus diniati, bahwa i’tikaf itu wajib atau nadzar.

 

  1. Masjid yang murni, artinya tempat yang betul-betul dianggap sebagai mesjid. Maka tidak cukup i’tikaf di serambi mesjid. Berbeda dengan salat tahiyyatul masjid yang boleh dilakukan di serambi mesjid.

 

  1. Tinggal di mesjid selama waktu yang dapat disebut sebagai “tinggal”, meskipun tidak dengan diam, yaitu berada di mesjid dalam waktu yang melebihi batas tuma’ninah salat. Boleh i’tikaf dengan mondar-mandir di dalam mesjid tetapi bila hanya lewat di dalam masjid tanpa tinggal di dalamnya, tidak bisa dianggap i’tikaf, meskipun diniati. Bila seseorang bernadzar melakukan I’tikaf. maka ia cukup melakukannya sebentar saja, asal melebihi batas tuma’ninah salat.

 

  1. Orang yang melakukan i’tikaf. Syarat-syaratnya, ia harus Islam, berakal dan suci dari hadas besar. Maka orang yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tidak bisa melakukan i’tikaf. Namun bila orang yang sedang melakukan i’tikaf tiba-tiba kumat ayannya atau pingsan, maka i’tikafnya tidak batal dan masa selama tidak sadar itu dihitung sebagai i’tikaf. i’tikaf terputus atau batal dengan terus menerusnya murtad dan mabuk yang disengaja.

Haji adalah berangkat menuju Ka’bah. Baitullah dengan tujuan haji atau umrah, bila mampu mendapatkan bekal dan kendaraan untuk tujuan itu.

 

Haji adalah ibadah yang mewajibkan wuguf (tinggal) di Arafah pada tanggal sembilan atau pada malam tanggal sepuluh bulan Dzulhijjah, tawaf (mengelilingi Ka’bah) bagi orang yang suci tujuh kali dengan hitungan yang yakin yang dimulai sejak pertengahan malam nahar (Hari Raya Ourban) sampai waktu yang tidak ada batasnya dan sa’i (berlari-lari kecil) antara bukit Safa hingga Marwah.

Berjuang melawan orang kafir ini pada permulaan Islam merupakan amal yang paling utama.

 

Rasulullah Saw. Bersabda:

 

Artinya: “Perkara yang paling utama adalah Islam, sedang tiangnya adalah salat dan puncak dari tulang punggungnya adalah jihad (perjuangan).””

 

Pengertian hadis ini, menurut Imam Suhaimi adalah, masalah pokok dari agama adalah mengucapkan dua sahadat dengan menetapkan dan menjalankan makna yang dikandungnya. Maka tidak ada suatu amalpun yang sah kecuali dengan Islam. Sesuatu yang dapat meluhurkan Islam adalah dijalankannya salat lima waktu. Sedang puncak dari keberagamaan seseorang adalah menyerahkan atau mengorbankan segala kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir untuk menolong agama Islam.

 

Jihad dalam hadis tersebut juga bisa diartikan memerangi hawa nafsu dari keinginan-keinginan syahwat dan lepas kontrol dari kelezatan duniawi. Wajib bagi nafsu untuk menjalankan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan agama. Bahkan perjuangan melawan hawa nafsu merupakan perjuangan yang lebih besar dan lebih utama daripada perjuangan melawan orang-orang kafir.

Membentengi dalam hal ini maksudnya bertahan di tempat peperangan antara kaum Muslimin dengan orang-orang kafir untuk membentengi merena dari serangan orang kafir, meskipun tempat itu dijadikan rumah baginya. Rasulullah Saw, bersabda:

 

Attinya: “Bertahan sehari (untuk membentengi kaum muslimuy dalam berjuang di jalan Allah lebih baik dari pada dunia dan segala sesuatu yang ada di atasnya. ”

 

Rasulullah bersabda:

 

 Artinya: “Barangsiapa meninggal ketika sedang membentengi kaum muslimin dalam berjuang di jalan Allah maka ia akan selamat dari keterkejutan yang dahsyat, yaitu diperintahkannya masuk neraka.”

Allah Swt. berfirman:

 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Anfal: 45)

 

Maksudnya apabila kamu sekalian memerangi golongan orang-orang yang kafir, maka bertahanlah untuk terus memerangi mereka.

 

Jangan kamu melarikan diri (desersi). Ingatlah Allah dan,agungkan Dia agar kamu memperoleh apa yang kamu cari, yaitu kemenangan dan pahala.

Penyerahan ini dimaksudkan agar harta jarahan perang itu dibagikan oleh pemimpin.

 

Pembagian dimulai dengan mengambil baju dan peralatan perang orang kafir kepada orang Islam, empat perlimanya diberikan kepada orang-orang yang mendatangi kancah perang dengan niat berperang meskipun pada akhirnya tidak berperang dan tentara resmi, satu bagian untuk yang berjalan kaki dan dua bagian untuk yang menunggang kuda. Seperlima sisanya dibagi lima lagi, satu bagian diperuntukkan bagi kemaslahatan kaum Muslimin, misalnya memperbaiki benteng yang bobol, membangun gedung, menggaji para hakim, ulama, para imam dan para muazin, satu bagian untuk kerabat Nabi, keturunan bani Hasyim dan keturunan bani Muthalib dengan perbandingan dua untuk lelaki dan satu untuk perempuan, satu bagian untuk para anak yatim, satu bagian untuk para fakir miskin dan satu bagian lagi untuk ibu sabil (musafir pencari ilmu yang kehabisan bekal).

Memerdekakan budak itu tidak terbatas pada status perbudakan, baik karena mengikuti status orang tuanya, negaranya maupun karena ja menjadi budak karena tawanan perang.

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya “Barangsiapa memerdekakan budak Muslim yang valid (tidak cacat), maka setiap bagian tubuh budak itu Allah akan memerdekakan (menyelamatkan) setiap bagian tubuhnya, bahkan kemaluannya dari api neraka ” (HR. Muslim)

Kafarah ada empat macam. yaitu :

  1. Kafarah zhuhar (denda yang dibebankan kepada.seorang suami yang mengatakan, bahwa isinya sama dengan ibunya)

2 Kafarah qatl (denda yang dibebankan karena membunuh)

  1. Kafarah jima’ (denda yang dibebankan kepada orang yang bersetubuh siang hari pada bulan Ramadhan)
  2. Kafarah yamin (denda yang dibebankan kepada orang yang melanggar sumpah.

 

Kafarah dari macam yang pertama sampai yang ketiga terdiri dari tiga tingkatan. Pertama, memerdekakan budak (hamba sahaya) yang mukmin yang tidak mempunyai cacat yang dapat mempengaruhi kualitas pekerjaannya. Bila tingkatan pertama tidak mampu maka wajib melakukan tingkatan kedua, yaitu puasa dua bulan berturut-turut Puasa dua bulan berturut-turut tidak boleh diputus dengan berbuka (tidak berpuasa). meskipun sehari dan ada Uzur Bila tingkatan kedua ini tidak mampu maka wajib melakukan tingkatan ketiga yaitu memberi makan 60 (enam puluh) orang miskin, masing-masing satu mud (7 ons) dengan makanan pokok daerah setempat. Tetapi tingkatan ketiga ini tidak berlaku pada kafarah Qatl (denda pembunuhan)

 

Sedang kafarah dari macam yang keempat (kafarah yamin) terdiri dari dua tingkatan Tingkatan pertama merupakan pilihan dari alternatif, yaitu memberi makan sepuluh orang miskin, makan sepuluh orang miskin, masing-masing satu mud (7 ons) atau memberikan pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak (hamba sahaya) yang mukmin. Bila ketiga alternatif pada tingkatan pertama itu tidak mampu, maka wajib melakukan tingkatan kedua, yaitu puasa tiga hari. tetapi tidak harus berturut-turut.

 

 

Allah Swt. berfirman

 

Artinya: “Tepatlah kamu sekalian pada janji, sesungguhnya janji itu dipertanyakan (dipertanggungjawabkan) (QS.-Al-Isra”: 34)

 

Rasulullah Saw bersabda

 

Artinya : Janji adalah pemberian

 

Artinya: Janji adalah hutang

 

Artinya: “Ada tiga hal dalam diri orang munafik, bila ia bercerita (berkata), maka ia berbohong, bila ia berjanji, maka ia mengingkarinya dan bila ia dipercaya, maka ia menghianatinya. ”

 

Pengertian hadis ini adalah apabila tiga hal itu terdapat pada diri seorang Muslim, berarti konditenya (sifatnya) seperti orang, orang munafik. Demikian penjelasan Imam Azizi.

Allah Swt. berfirman:

 

Artinya: “dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikma)-Ku.”  (QS. Al-Baqarah: 152)

 

Firman-Nya Lagi:

 

Artinya: “Allah tidak akan melakukan siksaan terhadap kamu sekalian bila kamu bersyukur dan beriman.” (QS. An-Nisa’: 147)

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Ada empat hal yang apabila semuanya ada pada diri seseorang, maka sempurnalah Islamnya, yaitu jujur syukur, malu dan budi pekerti yang baik.”

 

Rasa syukur itu terdiri dari tiga unsur, yaitu:

 

  1. Mengetahui dan meyakini, bahwa nikmat itu berasal dari Zat Yang Maha Pemberi nikmat.
  2. Rasa/sikap senang, bahagia karena kenikmatan yang diberikan.

3, Amal perbuatan yang dikehendaki dan disukai oleh pemberi nikmat.

 

Imam Syibli berpendapat, bahwa rasa syukur itu melihat kepada siapa yang memberi nikmat, bukan kepada kenikmatan itu sendiri. Seorang Ulama berpendapat, bahwa rasa syukur orang awam terbatas pada kenikmatan lahir, seperti makanan, minuman dan pakaian. Sedang rasa syukur orang khusus adalah untuk kenikmatan kenikmatan yang datang di dalam hatinya.

Allah berfirman:

 

“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 18)

 

Artinya:

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: ” Tiang agama adalah salat, puncak amal adalah jihad (berjuang) dan budi pekerti yang utama adalah dian sehingga orang-orang selamat karenanya “

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah. bahwa Rasulullah Saw bersabda.

 

Artinya. “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka sebaiknya ia berbicara yang baik atau diam.”

 

Imam Syafi’i mengatakan, apabila seseorang bermaksud akan mengatakan sesuatu. maka ia harus memikirkan perkataannya. Bila dengan perkataan itu akan timbul kebaikan atau kemaslahatan, maka sebaiknya ia mengatakannya. Tetapi bila ia ragu-ragu, maka sebaiknya ia tidak mengatakannya. Tetapi bila ia ragu-ragu, maka sebaiknya ia tidak mengatakannya sampai kebaikan itu jelas akan timbul karenanya

 

Sebagian orang bijak mengatakan, bahwa orang yang berbicara selain kepada kebaikan. berarti ia berbuat sia-sia. orang yang melihat tanpa berpikir (mengambil pelajaran), berarti ia terlena dan orang yang diam tanpa berpikir, berarti ia melakukan sesuatu yang tak ada artinya. Sedang Imam Hakim menyarankan, bila seseorang merasa hebat dengan perkataannya, maka sebaiknya ia diam dan bila ia merasa hebat dengan diamnya, maka sebaiknya ia bicara.

Hal-hal yang dilarang oleh Allah dalam hal ini adalah:

  1. Zina, yaitu persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan tanpa ikatan pernikahan vang sah
  2. Liwath, anal seks, yaitu memasukkan penis (alat kemaluan laki-laki) ke dalam anus (dubur).
  3. Musahaqah atau Lesbianisme. vaitu hubungan yang dilakukan oleh dua orang perempuan.

4 Mufakhazhah atau homo seks, yaitu hubungan seks yang dilakukan oleh dua orang laki-laki

  1. Oral seks. yaitu hubungan sek dengan memasukkan zakar atau penis ke dalam mulut lawan mainya.

 

Allah Swt. berfirman.

 

Artinya. “Dan Janganlah kamu sekalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah sesuatu perbuatan, dan suatu jalan yang buruk “ (QS. Al-Isra’: 32)

 

Artinya: “Mengapa kamu Jaki-laki mendatangi (berhubungan seks) jenis laki-laki?” (Asy-Syu’ara’: 165)

 

Artinya: “Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu(mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu).” (QS. An-Nami: 55)

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak malu dari sesuatu yang benar, jangan kamu mendatangi (berhubungan seks) kepada kaum perempuan di dalam dubur mereka.”

 

Maksudnya, sesungguhnya Allah tidak memerintahkan untuk merasa malu di dalam menjelaskan sesuatu yang hak(benar).

 

Bila orang menjaga lisan dan kemaluannya, maka ia akan mendapatkan keuntungan di akhirat nanti.

 

Allah Swt. berfirman:

 

Artinya: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu sekalian agar menyampaikan amanat kepada orang yang berhak memilikinya.” : (QS. An-Nisa’: 58)

 

Nabi Muhammad Saw. bersabda:

 

Artinya: “Tiga hal yang apabila semuanya atau salah satunya ada pada diri seseorang, maka kawinilah bidadari berapapun ia mau (di akhirat nanti), yaitu:(1). Laki-laki yang dibebani amanat dan ia memberikan kepada orang yang memilikinya karena takut kepada Allah Azza wa Jalla. (2). Laki-laki yang meninggalkan orang yang memeranginya. (3). Laki-laki yang setiap usai shalat membaca (surat Al-Ikhlas) sebelas kali.” (HR. Ibnu Asakir) 

 

Pengertian hadis ini adalah, apabila tiga hal di atas atau salah satunya melekat dalam diri seseorang, maka ia boleh mengawini bidadari (di surga nanti) dalam jumlah berapapun.

 

Cabang Ketiga Puluh Tujuh:

Tidak Membunuh Sesama Manusia Muslim

 

Allah berfirman:

 

Artinya: “Barang siapa yang membunuh seseorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam.” (QS. An-Nisa’: 93)

 

Artinya: “Janganlah kamu sekalian membunuh Jiwa yang diharamkan oleh Allah, kecuali dengan sebab yang haq (benar menurut syarial).” (QS. Al-An’am: 151)

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Dosa besar yang paling serius adalah bunuh diri. Bila seseorang membunuh dirinya sendiri dengan senjata tajam, maka malaikat akan selalu menikamnya dengan Senjata tersebut di dasar neraka Jahannam nanti. Bila ia menggantung dirinya dengan tali, maka ia akan selalu digantung dengan pelepah yang terbuat dari api. Bila ia membunuh orang lain tanpa alasan atau sebab yang hak (benar) maka malaikat akan selalu membantainya dengan senjata atau pisau yang terbuat dari api. Demikianlah balasan itu sesuai dengan amal perbuatannya”

Diriwayatkan dari Abu Bakar As-Sluddig, Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Jasad yang diberi makan dengan barang yang haram tidak akan masuk surga.”

 

Peringatan:

 

Bila seseorang makan di salah satu temannya, maka sebaiknya sehabis makan mengamalkan doa yang diamalkan oleh Syaikh Afdhaluddin Al-Asyhari, yaitu:

 

Artinya: “Ya Allah apabila makanan ini halal, maka lapangkanlah rezekinya dan balaslah ia dengan pahala yang baik. Tetapi apabila makanan ini haram atau Syubhat (tidak jelas statusnya), maka ampunilah aku dan dia dan buatlah agar orang yang berhak atas makanan ini merelakannya untukku di hari kiamat nanti dengan rahmat-Mu wahai Zat Yang Maha Pengasih diantara orang-orang yang pengasih.”

 

Bila ia diundang dalam perjamuan makan yang diragukan kehalalannya, maka sebaiknya ia mengamalkan doa yang diamalkan Oleh-Syekh Sya’rani, yaitu:

 

Artinya: “Ya Allah, Jagalah aku dari makan, jamuan makan yang aku diundang untuknya ini. Bila Engkau tidak menjauhkan darinya jangan Engkau biarkan ia bersemayam di perutku. Bila Engkau menjadikannya bersemayam di perutku maka jagalah aku dari perbuatan maksiat yang akan timbul dan terimalah permohonan ampunku serta buatlah agar orang yang berhak atas makanan ini merelakannya untukku. Bila Engkau tidak menerima permohonan ampunku dan membuat mereka melakukannya untukku, maka berilah aku kesabaran atas siksa-Mu, Wahai Zat Yang Paling Pengasih diantara orang-orang yang pengasih.”

 

Demikianlah keterangan di dalam kitab Syarah Wasiyat karangan Syaih Al-Kamil Ibrahim Al-Matbuli.

Harta yang haram seperti harta yang dihasilkan dari transaksi riba (renten), pencurian, penipuan dan sejenisnya. Maka wajib mencari pekerjaan yang halal, seperti pertanian, perdagangan dan pertukangan. Seorang arif dan bijak mengatakan, bahwa orang yang tidak bekerja itu disebabkan oleh salah satu dari tiga kemungkinan, yaitu malas, tagwa dan takut mendapat cela dan gengsi. Bila seseorang tidak bekerja karena malas, maka ia harus mengemis bila tidak bekerja karena taqwa, maka ia harus tamak, mengharap apa yang ada pada orang lain dan makan dengan menjual agamanya dan itu merupakan sesuatu yang haram. Bila orang tidak bekerja karena takut mendapat cela dan gengsi, maka ia harus mencuri.

 

Seorang Ulama berpendapat, orang yang bekerja agar dirinya tidak sampai mengemis, maka ia akan datang pada hari kiamat dengan wajah terang bagai bulan dan terhindar dari omongan orang-orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya yang bebannya lebih berat dari pada gunung.

 

Ulama lain mengatakan bahwa mencari pekerjaan adalah wajib sebagaimana kewajiban mencari ilmu.

 

Bekerja itu hukumnya ada empat macam yaitu:

  1. Fardu (wajib), yaitu bekerja mencari tambahan dari kebutuhan hidup secukupnya.
  2. Sunat (mustahab), yaitu bekerja mencari tambahan dari kebutuhannya agar dapat mengarahkan fakir miskin dan menyambung tali persaudaraan (silaturahmi).
  3. Mubah (boleh), yaitu bekerja untuk mencari tambahan lagi “untuk kesenangan dan berhias.
  4. Haram, bekerja untuk mencari sesuatu yang bermewah-mewahan.

 

Demikian seperti yang dikutip dari kitab Tahfatul Muluk.

 

Orang yang dapat menghindari makanan dan harta yang haram, maka ia akan mendapat kemuliaan di sisi Allah Swt.

Haram bagi laki-laki dewasa dan banci memakai pakaian sutera dan pakaian yang lebih banyak mengandung sutera, perabot dari emas dan perak atau logam yang disepuh dengan salah satunya. Penye-puhan ini dilakukan dengan memanaskan dengan api. Kecuali bila emas atau perak itu sudah berkarat, maka hukumnya tidak haram.

 

Juga diharamkan bagi laki-laki maupun perempuan meskipun masih kecil, menggunakan bejana atau gayung dari emas atau perak. Bagi orang tua haram menyuruh atau mengarahkan anaknya menggunakannya. Bejana atau gayung dari emas dan perak juga haram disimpan tanpa pernah menggunakannya, baik emas atau perak itu merupakan keseluruhan bejana maupun sebagian kecil saja, baik bejana itu besar maupun kecil.

 

Emas dan perak juga haram digunakan pada pena celak, tempat celak, jarum, tusuk gigi, cermin, sendok, sisir dan lain sebagainya. Nabi Muhammad Saw. bersabda:

 

Artinya: “Barangsiapa memakai pakaian sutera di dunia, maka Allah akan memberinya pakaian dari api di hari kiamat.”

 

Maksudnya laki-laki yang memakai pakaian sutera dengan sengaja, tahu akan hukumnya dan tanpa ada alasan yang sangat mendasar (darurat), maka Allah akan memakaikannya pakaian dari api di hari kiamat, scbagai balasan atas apa yang dilakukannya di dunia. Sabdanya lagi:

 

Artinya: “Barangsiapa memakai pakaian sutera di dunia, maka ia tak akan memakainya di akhirat.”

 

Artinya: “Barangsiapa memakai pakaian kebesaran, maka Allah akan berpaling darinya hingga ia melepaskannya.”

 

Artinya: “Janganlah kamu sekalian makan dan minum di piring atau tempat pang terbuat dari emas dan perak.”

 

(Hikayat), pernah suatu kali Syaikh Ilasan Al-Basliri dan Syaikh Fargod berkumpul di suatu resepsi pernikahan, Syeikh Hasan Al-Bashri adalah scorang yang alim dan tinggi ilmunya, sedang Syaikh Fargod adalah seorang yang Abid, ahli ibadah. Dalam resepsi itu terdapat piring emas yang berisi untaian kurma. Sikap dua orang ini berbeda, Hasan Al-Bashri tetap duduk di depan piring itu, sedang Farqod menyingkir darinya. Hasan lalu mengambil kurma dari piring itu dan memindahkannya ke tempat lain, ia meletakkan kurma di atas roti dan memakannya. Kemudian ia menoleh ke arah Fargod dan berkata: “Hai Furaiqod, kemarilah dan lakukanlah cara ini.”

 

Hasan melakukan tindakan itu karena ia berpendapat, bahwa mengosongkan piring emas itu bukan berarti menggunakannya, tetapi menghilangkan kemungkaran. Ia dapat mengumpulkan antara hukum fighnya dan kesunatan resepsi pernikahan dengan menyantap makanan yang dihidangkan, membuat senang pada orang yang mengundang dan sekaligus menghilangkan kemungkaran serta memberikan pelajaran kepada orang lain mengenai hukum figh. Ia memanggil Faraigod dengan shighat tasghir (menjadi Furaigod) dengan maksud menyindirnya sebagai tanda tidak setuju pada sikapnya.

Permainan yang dimasksud di sini, seperti:

  1. Qimarah, yaitu taruhan harta atau uang dengan salah satu dari berbagai jenis permainan.
  2. Zimarah, yaitu bermain suling.
  3. Shafarah, yaitu bermain gambus.
  4. Antar, yaitu bermain gitar.
  5. Dan permainan lain yang tidak ada gunanya.

Allah berfirman:

 

Artinya: “Janganlah kamu menjadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu, dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al-Isra’: 29)

 

Pengertian ayat ini, janganlah kamu menahan tanganmu untuk memberikan nafakah dengan sangat irit dan janganlah kamu membentangkannya (menghamburkan) di dalam memberikan nafakah tanpa ukuran, sehingga kamu tercela di mata makhluk dan khalik. Bila kamu tidak memberikan nafakah maka kamu akan menyesal, dan bila kamu menghamburkannya tanpa ukuran maka kamu tidak akan memiliki apa-apa lagi.

Allah berfirman:

 

Artinya: “Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. ” (QS. Al-Isra’: 26)

 

Sesungguhnya orang-orang yang menghamburkan harta benda itu adalah teman setan di dalam sifat buruknya.

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Tidaklah merugi orang yang istikharah (mencari alternatif yang terbaik). Tidaklah menyesal orang yang musyawarah dan tidaklah akan menjadi fakir orang yang sederhana di dalam memberikan nafakah.”

Dendam adalah sesuatu yang ditimbulkan oleh kemarahan, darah yang mendidih di dalam hati untuk mencelakakan orang lain di mana perasaan itu terus berlangsung tanpa henti

 

Sedangkan pengertian kedengkian adalah perasaan tidak suka melihat nikmat yang dirasakan orang lain dan mengharap nikmat itu lepas darinya. Kedengkian ini merupakan sesuatu yang ditimbulkan oleh dendam. Dan dendam itu berasal dari kemarahan.

 

Rasulullah Saw bersabda

 

Artinya: Pendendam itu tidak termasuk orang yang beriman. “

 

Artinya: “Dan Janganlah kamu sekalian saling mendengki (iri), janganlah kamu saling mempu, janganlah kamu saling membenci, janganlah sebagian dari kamu menjual atas penjualan sebagian yang lain. Jadilah kamu sekalian hamba Allah yang bersaudara. Sesungguhnya sesama orang Islam itu saudara.”

 

Pengertian hadis diatas adalah, janganlah kamu sekalian mengharap lepasnya kenikmatan dari orang lain. Janganlah kamu menawar lebih tinggi untuk menu orang lain agar ia mau membelinya dengan harga yang lebih tinggi (penawaran yang dilakukan dengan persekongkolan). Janganlah sebagian dari kamu membenci kepada yang lain. Janganlah sebagian dari kamu berpaling dari sebagian yang lain karena benci padanya. :

 

Janganlah kamu menyuruh orang untuk menggagalkan pembelian seseorang di dalam masa Khiyar agar membeli darinya dengan harga lebih murah atau dengan harga yang sama tetapi barangnya lebih bagus. Wahai hamba Allah, Jadikanlah sesuatu yang menjadikan kamu sekalian seolah-olah anak-anak dari satu orang sebagaimana kamu sekalian menjadi hamba Tuhan Yang Satu. Sesungguhnya orang Muslim itu saudara bagi sesama Muslim di dalam agama.

 

Diriwayatkan dari Hasan bin Ali ra. bahwa Rasulullah bersabda:

 

Artinya: “Dendam dan iri dengki itu melahap (melebur) kebaikan-kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar.”

 

Dikisahkan, bahwa iblis suatu hari datang mengetuk pintu rumah Raja Fir’aun. Fir’aun bertanya: “Siapa kamu?” Iblis menjawab: “Kalau kamu memang tuhan, maka kamu pasti tahu siapa aku.” Setelah iblis masuk, ia berkata padanya: “Adakah kamu tahu siapa orang di bumi ini yang lebih buruk darimu. Fir’aun balas bertanya “Siapa dia?” Iblis menjawab: “Orang yang lebih buruk darimu adalah orang yang iri dengki, Karena kedengkian itulah kamu terjerumus dalam ujian dan malapetaka ini.”

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Kejelekan seseorang cukup ditandai atau dilihat dengan sikapnya meremehkan saudara sesama Muslim. Setiap Muslim diharamkan darahnya, hartanya dan harga dirinya bagi sesama Muslim yang lain.”

 

Pengertian hadis ini, bahwa seseorang dianggap jelek (buruk) bila ia telah menghina atau meremehkan saudaranya sesama Muslim karena kemelaratannya atau yang lain. Selayaknya orang itu menghargainya dan memuliakannya. Segala sesuatu yang dapat mengakibatkan sesama Muslim, yaitu mengalirkan darahnya, mengambil hartanya dan mencelanya, baik di hadapannya maupun tidak adalah haram.

 

Di dalam suatu hadis disebutkan:

 

Artinya: “Barang siapa meninggal dalam keadaan tobat dari menggunjing, maka ia adalah orang terakhir yang masuk ke surga. Sedangkan orang yang meninggal dalam keadaan sedang (Suka) menggunjing, maka ia adalah Orang yang pertama masuk ke dalam neraka dan ia akan menangis “

 

Artinya: Barangsiapa menjaga kehormatan (harga diri) saudaranya yang Muslim di duma muka Allah akan mengutus malaikat pada hari kiamat untuk menjaganya dari api neraka

 

Artinya: “Barangsiapa yang saudaranya sesama Muslim digunjing di depannya dan ia mampu untuk menolong (mencegah pergunjingan itu) tetapi ia tidak menolongnya, maka Allah akan menemukannya (menyiksanya) di dunia dan akhirat. Barang siapa yang saudaranya sesama Muslim digunjing di depannya, kemudian ia menolongnya, maka Allah akan menolongnya di dunia dan akhirat “

 

Bila setiap orang mampu menahan diri untuk tidak mencela kaum Muslimin, maka ia akan selamat dari tindakan jahat mereka. Karena pepatah mengatakan. Barangsiapa meneliti cacat manusia.maka mereka akan meneliti cacatnya

Imam Ghazali memberikan pengertian. bahwa ikhlas adalah tujuan seseorang di dalam melakukan sesuatu (yang baik) murni hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah Bila seseorang tidur, beristirahat agar kuat dalam beribadah sesudahnya, maka tidurnya atau istirahatnya dianggap sebagai ibadah dan dengan tidurnya ia masuk di dalam golongan orang-orang yang ikhlas, Bila tidak demikian, maka keikhlasan dalam amal-amal perbuatannya ditutup baginya, kecuali sesuatu yang sangat langka. Ikhlas merupakan kebalikan dari isyrak (melakukan amal perbuatan tidak hanya karena Allah, tetapi juga karena yang lain atau bahkan hanya karena yang selama Allah).

 

Di dalam sebuah hadis (khabar) disebutkan

 

Artinya: “Sesungguhnya orang yang riya (beramal agar mendapat pujian, penghargaan dan tujuan-tujuan lam selam karena Allah) itu akan di panggil pada hari kiamat dengan empat julukan yaitu. يامراءي (wahar orang yang riya), يامخادع (wahai orang yang mengelabui),يامشرك (wahai orang yang menyekutukan Allah), ياكافر (wahai orang yang kafir) “

 

Pengarang kitab Syarah Washiyyat mengatakan, bahwa lingkaran ikhlas itu mencapai kesempurnaan dengan pandangan Seorang hamba, bahwa amal baiknya tu memang diciptakan untuk Allah dengan keyakinan penuh. Adapun untuk dirinya, amal itu hanya sebatas kewajiban saja. Bila seseorang sudah menganggap dengan yakin bahwa amalnya memang diciptakan untuk Allah. maka ia tidak lagi mencari pahala atas amalnya itu serta tak akan datang padanya afatul amal (akibat atau sisi buruk amal), yaitu riya (pamer), kibar (sombong) dan ujub (merasa hebat).

Perasaan bahagia yang ditunjukkan dalam hal ini harus didasarkan keyakinan, bahwa ketaatan itu timbul karena anugerah dan petunjuk dari Allah padanya. Sebagaimana firman Allah:

 

Artinya: “Katakanlah (wahai Muhammad): Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.” (QS. Yunus: 58)

 

Tidak seyogyanya perasaan bahagia itu karena merasa, bahwa ketaatan itu lahir dari perbuatannya. Perasaan ini tercela menurut agama.

 

Kesedihan juga harus disebabkan karena tidak adanya ketaatan, padahal ia melakukan ibadah. Kalau tidak demikian maka sikap itu sebagai tanda ia menipu diri sendiri. Bila seseorang tidak sedih karena tidak melakukan ketaatan (ibadah) dan tidak menyesal dari perbuatan maksiat, maka sikap demikian merupakan tanda-tanda kematian hatinya.

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya:  “Barang siapa yang perbuatan baiknya membuatnya bahagia dan perbuatan buruk/jahatnya membuatnya susah maka ia adalah orang yang beriman.”

Allah berfirman:

 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah dengan tobat yang semurni-murninya (karena Allah).” (QS. At-Tahrim: 8)

 

Pengertian tobat nasuha adalah tobat yang murni karena Allah dan tidak ada campuran-campuran tujuan lain. Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Orang yang bertobat adalah kekasih Allah. Orang yang bertobat dari dosa itu seperti orang yang tak punya dosa. “

 

Termasuk pengertian tobat adalah meninggalkan maksiat seketika, berniat tetap meninggalkanya di masa datang dan menambah kelalaiannya melakukan maksiat di masa lalu. Kewajiban melakukan semua itu sudah tidak diragukan lagi.

 

Adapun penyesalan atas sesuatu yang telah lalu dan bersedih karenanya merupakan hal yang wajib bahkan menjadi ruh atau inti tobat itu sendiri sebagaimana diterangkan oleh Imam Al-Ghazali.

 

Abu Bakar ra. pernah mendengarkan Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Tidak ada seorang hamba yang melakukan dosa kemudian berwudhu dengan baik (sempurna) dan membaca shalawat atas Nabi Saw, serta mohon ampunan Allah, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya “

 

Nabi bersabda

 

Artinya “Barang siapa setiap pagi dan sore membaca.:

 

(Aku mohon ampunan kepada Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup dar Maha Eksis. Aku bertobat kepada-Nya dan mohon kepada-Nya tobat serta ampunan dari semua dosa) maka dosa-dosanya akan diampuni, walaupun sebanyak sebutir pasir di lautan). Dan barangsiapa membaca:

 

(Maha Suci Engkau, aku telah berbuat aniaya pada diriku sendiri sementara aku tahu akan kejelekan. Maka ampunilah dosaku. Karena sesungguhnya tak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau), maka dosa-dosanya, walaupun sebanyak hitungan semut yang melata di bumi.”

 

Abdullah Al-Wariq menyarankan, apabila seseorang memiliki dosa-dosa sebanyak tetesan hujan dan buih di lautan, maka semua itu akan terhapus bila membaca doa ini:

 

Artinya: “Ya Allah, aku mohon kepada-Mu dan mohon ampunan kepada-Mu dari setiap dosa yang aku bertobat kepadaMu darinya, kemudian aku kembali lagi padanya. Aku mohon ampun kepada-Mu dari setiap yang kujanjikan pada-Mu kemudian aku tak memenuhinya. Aku mohon ampun kepada-Mu dari setiap amal yang aku tujukan kepada-Mu kemudian tercampuri oleh selain-Mu. Aku mohon ampun kepada-Mu dari setiap kenikmatan yang Engkau berikan padaku kemudian aku menjadikannya sebagai sarana untuk berbuat maksiat (durhaka) kepada. Mu,”

 

Di dalam kitab Lubabut-Tholibin Imam Suhaimi menyitir hadis yang diriwayatkan oleh imam Thobrani dari Abu Darda:

 

Artinya: “Barang siapa memohonkan ampunan untuk kaum mukminin, baik laki-laki maupun perempuan Setiap hari dua puluh tujuh kali, maka ia termasuk orang-orang yang dikabulkan permintaannya dan dilimpahi rezeki.”

 

Imam Abu Hasan As-Syadzili menyarankan, bila seseorang menginginkan agar hatinya tidak berkarat, tidak dihampiri kesedihan dan kekeruhan masalah dan tak ada dosa yang tersisa baginya, maka sebaiknya ia memperbanyak doa di bawah ini:

 

Artinya: “Maha Suci Allah, tidak ada Tuhan selain Engkau, telah mantap keyakinan kesucian-Nya di hatiku dai ampunilah dosa untukku dan kaum mukminin laki-laki dan perempuan.”

 

Dan bacalah doa di bawah ini:

 

Artinya: “Segala puji bagi Allah dan keselamatan semoga terlimpah kepada hamba hamba Allah yang dipilih-Nya “

 

 

 

Kurban atau tadhiyyah adalah menyembelih unta, sapi atau kambing untuk mendekatkan diri kepada Allah. Penyembelihan dilakukan sejak terbitnya matahari pada hari Raya Idul Adha, selesai Kira-kira salat Idul Adha dan dua khotbahnya dilakukan oleh imam (atau tanpa batas ini menurut Syafi’i) hingga hari tasyriq berakhir, yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. Tetapi menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, bahwa masa penyembelihan hewan kurban adalah hari tasyriq kedua, yaitu tanggal 12 Dzulhijjah, wajib bersedekah dengan daging itu kepada fakir miskin. Dan disunatkan untuk tidak makan lebih dari sepertiga daginya yang ada .

 

Disyaratkan bagi daging yang disedekahkan harus dalam keadaan mentah agar yang menerimanya dapat melakukan apa yang dikehendakinya terhadap daging itu, baik memakannya, menjualnya atau lainya. Tidak cukup dengan memasaknya lalu mengundang fakir miskin untuk menyantapnya.

 

Adapun daging kurban yang dinadzarkan, penyembelihannya tidak diperkenankan makan sedikitpun darinya. Bahkan wajib menyedekahkan secara keseluruhan, termasuk kulit dan tanduknya,

 

Adapun aqiqah adalah hewan yang disembelih untuk bayi pada usia tujuh bari. Disunahkan menyembelih aqiqah pada saat matahari terbit. Aqiqah untuk bayi laki-laki adalah dua ekor kambing, sedang untuk bayi perempuan adalah seekor kambing Saja Kemudian dagingnya dimasak dan diantarkan ke rumah-rumah fakir miskin dalam keadaan matang dengan kuahnya. Jadi tidak mengundang mereka untuk menyantapnya. Sebaiknya daging dimasak dengan masakan yang manis, kecuali kaki-kakinya. Kaki kaki hewan Aqiqah itu diberikan dalam keadaan mentah kepada dukun bayi atau bidan yang menangani kelahiran bayinya.

 

Adapun hadiah (hadyu) adalah hewan yang digiring ke tanah haram Mekah atau Madinah dan disembelih di sana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Waktu penyembelihannya saia dengan kurban.

Ketaatan kepada pemerintah adalah pada perintah-perintah dan larangan-larangan yang jelas yang sesuai dengan kaidah-kaidah syariat. Kewajiban taat ini berlaku bagi semua rakyat dengan ketaatan lahir batin.

 

Allah berfirman:

 

Artinya: “Har orang-orang yang beriman, Taatilah dan taatilah Rasul (Nya) dan ulir amri diantara kamu.” (QS. An-Nisa’: 59)

 

Yang dimaksud dengan ulil amri di sini adalah ulama (para alim) dan umara’ (para penguasa pemerintahan).

Rasulullah bersabda:

 

“Barangsiapa taat kepada pegawai pemerintahku, maka ia taat kepadaku. Barangsiapa membangkang kepada pegawai pemerintahku, maka ia membangkang kepadaku, tetapi pegawai itu tidak perlu dicatat dalam hal-hal yang haram dan makruh.”

 

Artinya:

 

Adapun untuk hal-hal yang mubah. bila ada kemaslahatan bagi kaum Muslimin, maka wajib mengikutinya, mentaatinya Tetapi bila tidak. maka tidak wajib mentaatinya. Bila pemerintah menyerukan agar tidak merokok, maka wajib mentaatinya, karena meninggalkan rokok akan menimbulkan kemaslahatan umum dan merokok merupakan sesuatu yang rendah bagi orang-orang yang menjaga harga diri dan bagi umumnya orang. Demikian diterangkan oleh Imam Bajuri

 

Sesungguhnya orang Islam, meskipun hanya seorang sudah bisa disebut dengan jamaah (golongan) sebagaimana diterangkan oleh Syaikhuna Ahmad Nahrawi. Allah Swt berfirman:

 

Artinya: “Berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah bercerai-berai.”(QS. Ali Imran: 103)

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Tidak halal darah orang Islam kecuali karena salah dari tiga hal yaitu (1). Janda, duda atau orang yang sudah kawin melakukan zina. (2). Orang yang membunuh tanpa alasan yang hak (alasan yang benar yang diperbolehkan oleh agama). (3). Orang yang meninggalkan agamanya yang keluar dari golongan Islam.”

 

Maksud dari hadis di atas adalah, tidak boleh membunuh Seseorang yang Islam kecuali karena ia melakukan salah satu dari tiga hal, yaitu:

 

  1. Tsayyib yang melakukan zina. Yang dinamakan tsayyib adalah lelaki atau perempuan merdeka yang sudah dewasa dan berakal yang pernah menyetubuhi atau disetubuhi dalam ikatan perkawinan yang sah pada gubul (penis atau vagina). Orang ini harus dirajam (ditanam hidup-hidup kecuali kepalanya di tempat yang ramai agar setiap orang yang lewat melemparinya dengan batu yang tidak terlalu besar atau kecil) sampai mati.
  2. Pembunuh sesamanya. Orang ini harus dibunuh sebagai gishas atau pembalasan atas jiwa yang telah dibunuhnya dengan sesat. Pembunuhan qishas ini harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam fiqh.
  3. Orang yang keluar dari agama Islam yang memisahkan diri dari kaum Muslimin, yaitu orang yang murtad, misalnya pencela Nabi, Malaikat atau Allah.

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Barangsiapa memperbaharui di dalam urusanku ini sesuatu yang tidak termasuk di dalamnya, maka sesuatu itu ditolak.”

 

Maksudnya, barang siapa melakukan sesuatu yang baru di dalam urusan agama yang tidak masuk di dalam batasan agama Islam, maka sesuatu itu batal.

Allah Swt. berfirman:

 

Artinya: “Maka berilah keputusan antara kami, dengan adil dan Janganlah kamu menyimpang dari kebenaran.” (QS. Shaad: 22)

 

Artinya: “Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang lalim (sesat). (QS. Al-Maidah: 45)

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Barang siapa yang menjatuhkan hukum di antara dua orang yang meminta hukum atau meminta ridha padanya kemudian ia tidak menetapkan hukum dengan benar. maka wajib baginya laknat Allah.”

Allah Swt berfirman:

 

Artinya. “Sebaiknya ada dari kamu sekalian umat yang mengajak kepada kebaikan, memerintahkan perbuatan baik dan mencegah perbuatan mungkar ” (QS. Ali Imran: 104)

 

Syeikh Muhyiddim An-Nawawi menerangkan mengenai sebuah firman Allah yang sering dipahami secara salah oleh orang-orang bodoh, yaitu ayat

 

Artinya “Wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu, adalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. (QS. Al-Maidah: 105)

 

Ayat ini difahami secara tidak proporsional oleh mereka, Padahal pengertian yang benar, menurut Syaikh Muhyiddin, apabila kamu sekalian sudah menjalankan apa yang diperintahkan padamu, yaitu memerintahkan kepada perbuatan yang baik dan mencegah dari perbuatan mungkar, maka orang yang sesat tidak akan mempengaruhi mu (membahayakanmu).

 

Artinya, bila kamu sudah mengingatkan orang yang sesat, maka kamu sudah tidak berdosa. Tetapi sebaiknya, bila kamu tidak mengingatkannya, maka kamu ikut berdosa.

 

Pengertian ayat di atas ada hubungannya dengan ayat di bawah ini:

 

Artinya: “Tidak ada kewajiban atas rasul kecuali menyampaikan (wahyu dari Allah kepada manusia).” (QS. Al-Maidah: 99)

 

Ketahuilah bahwasannya hidayah (petunjuk) itu hanya petunjuk Allah, Tidak ada kewajiban atas kita, kecuali menyampaikan seruan (tablig atau dakwah). Dan Imam Muhammad Ibnu Tamam berpendapat, bahwa mau’izhah (nasehat yang baik) itu merupakan pasukan Allah. Mau ‘izhah itu bagaikan lumpur yang dilemparkan ke tembok, bila ia melekat maka ia bermanfaat, tetapi bila ia lepas dan jatuh, maka lumpur itu meninggalkan bekas. Artinya, bila nasehat yang baik itu melekat di hati seseorang, maka ia bermanfaat, tetapi bila ja tidak melekat di hatinya, maka sedikitnya nasehat itu akan mempengaruhinya, meskipun sedikit.

 

Imam Sulaiman Al-Khawas mengatakan, bahwa orang yang menasehati saudaranya di dalam masalah antara ia dengan saudaranya itu (hanya berdua saja), maka berarti ia memang betul-betul menasehatinya. Tetapi orang yang menasehati saudaranya di depan orang banyak, maka ia betul-betul mencaci maki.

 

 

Allah Swt. fiman:

 

Artinya: “Dan saling tolong-menolonglah kamu sekalian di dalam kebaikan dan ketakwaan.” (QS. Al-Maidah: 2)

 

Rasulullah Saw. bersabda: .,

 

Artinya: “Barangsiapa melangkah di dalam rangka menolong dan memberi manfaat kepada saudaranya, maka ia akan memperoleh pahala orang-orang yang berjaung di jalan Allah.”

 

Diriwayatkan dari Anas, Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Barangsiapa menolong orang yang mengalami kesedihan, maka Allah mencatat (mewajibkan) untuknya tiga kebaikan. Salah satu dari tiga kebaikan itu untuk memperbaiki (kehidupan) akhirat dan dunianya dan yang lain untuk meningkatkan derajatnya.”

 

Sabdanya lagi:

 

Artinya:  “Barangsiapa memenuhi kebutuhan bagi saudaranya, maka seolah-seolah ia melayani Allah sepanjang umurnya.”

 

Artinya: “Barangsiapa menentramkan hati orang mukmin, maka Allah akan menentramkan hatinya pada hari kiamat.”

 

Artinya: “Barangsiapa melangkah demi kebutuhan saudaranya satu jam di siang hari atau malam hari, baik ia bisa memenuhinya atau tidak, maka hal itu lebih baik baginya daripada i’tikaf selama dua bulan.”

 

Artinya: “Barangsiapa membahagiakan orang mukmin yang sedang bersedih atau menolong orang yang teraniaya (tertindas), maka Allah akan mengampuninya dengan tujuh puluh tiga ampunan.”

 

Artinya: “Sesungguhnya termasuk amal-amal yang paling dicintai Allah adalah menyenangkan hati orang mukmin, melepaskan penderitaan/kesedihannya, membayarkan hutangnya dan memberinya makan saat kelaparan. “

 

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra. Rasulullah bersabda:

 

Artinya: “Bila seseorang di antara kamu sekalian akan mencari kebutuhan, maka berangkatlah pagi-pagi benar pada hari Kamis. Dan pada saat keluar dari rumahnya bacalah dari surat Ali Imron, Ayat Kursi, surat Al-Qadr dan Al-Fatihah. Sesungguhnya di dalam ayawayat itu ada pemenuhan kebutuhan dunia dan akhirat.”

 

Nabi Saw, bersabda:

 

Artinya: “Malu adalah sebagian dari iman.”

 

Rasulullah Saw, bersabda:

 

Artinya: “Hendaknya kamu sekalian malu kepada Allah dengan rasa malu yang: sungguh-sungguh.” Abdullah menjawab: “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya kamu sudah malu kepada Allah.” Rasulullah bersabda, “Tidak demikian”. Tetapi orang merasa malu kepada Allah dengan sungguh-sungguh sebaiknya ia menjaga kepala dan semua yang ada di dalamnya (mata, hidung, mulut, otak), perut, kemaluan, dua tangan, dua kakinya dan sebaiknya ia selalu ingat akan kematian dan kehancuran. Barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka ia meninggalkan perhiasan hidup di dunia dengan lebih memilih urusan akhirat daripada urusan dunia. Barangsiapa yang telah menjalankan ini, maka berarti ia malu kepada Allah dengan sungguh-sungguh.”

 

Dari Muadz bin Jabbal diriwayatkan, bahwa Rasulullah bersabda dalam hadis Qudsi:

 

Artinya: “Allah berfirman: “Wahai anak cucu Adam, malulah kamu kepada-Ku ketika kamu berbuat maksiat, Aku juga malu kepadamu pada hari penggelaran fakta yang dahsat (hari kiamat), sesungguhnya Aku akan menyiksamu. Wahai anak cucu Adam, bertobatlah kepada-Ku maka aku akan memuliakanmu dengan kemuliaan para nabi. Wahai anak cucu Adam, bila kamu bertemu dengan-Ku pada hari kiamat dengan membawa kebaikan sebanyak penghuni bumi, maka aku tidak akan menerimanya darimu sampai kamu mau memberikan Janji dan ancamau-Ku. Wahai anak cucu Adam, Aku Zat yang Memberi rezeki dan kamu tahu bahwa Aku telah memenuhi rezekimu. Maka janganlah kamu tinggalkan ketaatan kepada-Ku karena rezekimu. Bila kamu meninggalkannya karena rezekimu, maka Aku menitahkan siksa-Ku untukmu.”

Allah Swt. berfirman:

 

Artinya: “Sembahlah Allah olehmu sekalian dan jangan memepersekutukan-Nya dengan sesuatupun.” (QS. An-Nisa’: 36)

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Bersikap (berbuat) baik kepada kedua orang tua adalah lebih baik daripada salat sunat, sedekah sunat, puasa Sunat, haji sunat, umrah sunat, dan berjuang di jalan Allah.”

 

Artinya: “Sesuatu yang dilakukan seseorang yang ingin bersedekah dengan menjadikannya (memperuntukkan pahala sedekah itu) untuk kedua orang tuanya, bila keduanya muslim, maka pahala sedekah itu akan menjadi milik mereka berdua dan ia juga mendapat pahala yang sama tanpa mengurangi sedikitpun dar , penata mereka berdua.”

 

Artinya: “Barangsiapa melakukan ibadah haji untuk kedua orang tuanya setelah mereka wafat, maka Allah mencatat haji itu untuk mereka dan baginya akan dicatat (dipastikan) pembebasan dari neraka. ”

 

Pernah suatu kali seorang lelaki bertanya kepada Umar bin Khattab ra.: “Sesungguhnya aku mempunyai seorang ibu yang tidak dapat memenuhi hajatnya kecuali kugendong di punggungku. Apakah aku sudah memenuhi haknya atas diriku?” Umar menjawab: “Belum, karena ia melakukannya untukmu dengan berharap akan tetap hidup. Sementara kamu melakukannya untuknya dengan berharap agar kamu segera berpisah dengannya (berharap agar dia segera mati).”

RasuLullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Barangsiapa yang mendapat kebahagiaan diperpanjang umurnya dan di lapangkan rezeki ya, maka bertakwalah kepada Allah dan sambunglah tali persaudaraan.”

 

Artinya: “Perbuatan-perbuatan baik itu dapat mencegah datangnya kejelekan, sedekah rahasia (Sirri) itu dapat . meredakan kemurkaan Tuhan Yang Maha Agung dan Luhur dan menyambung tali persaudaraan itu dapat menambah umur.”

 

Cabang Kelima Puluh Tujuh:

Budi Pekerti Yang Baik

 

Sebagian ulama memaparkan tanda-tanda budi pekerti yang baik, yaitu:

– Banyak punya rasa malu.

– Jarang menyakiti.

– Banyak berbuat baik (berdamai).

– Jujur lisannya.

– Sedikit bicara.

– Banyak berbuat.

– Jarang melakukan kesalahan.

– Sedikit berlebih-lebihan.

– Bersikap baik

– Banyak menyambung persaudaraan

– Murah hati

– Penyabar

– Banyak berterima kasih (bersyukur).

– Rela

– Bijaksana

– Penyayang

– Menjaga harga diri

– Pengasih.

– Tidak suka mengutuk

– Tidak suka mencaci

– Tidak suka mengadu domba

– Tidak suka menggunjing

– Tidak suka tergesa-gesa

– Tidak suka dendam.

– Tidak kikir.

– Tidak suka iri (dengki).

– Tidak suka terbahak-bahak.

– Tidak suka cengar-cengir.

– Mencintai karena Allah.

– Membenci karena Allah.

– Rela karena Allah.

– Marah karena Allah.

 

Bila seseorang memperbaiki budi pekertinya, maka Allah akan menyayanginya dan orang-orang akan condong padanya.

 

Memperlakukan hamba sahaya dengan baik, memaafkan mereka bila melakukan kesalahan. mengajari mereka hal-hal yang wajib dalam urusan agama, memberikan mereka nafkah yang cukup. dalam hal ini ibadah sunat dan dan sikap-sikap zuhud mereka juga diperhitungkan dan juga memberikan istirahat yang cukup disaat panas dan masa-masa istirahat qoilulah (waktu menjelang Dzuhur dan sesudahnya).

 

Rasulullah Saw bersabda

 

Artinya, “Hamba sahaya itu berhak. mendapatkan makanan dan pakaiannya dengan baik serta tidak boleh dibebani pekerjaan yang tak mampu dilakukanya. “

 

Artinya: “Orang yang menampar atau memukul hamba yang dimilikinya tanpa alasan memberi pelajaran atau mengajari tata krama, maka kafarahnya (dendanya) adalah memerdekakannya.”

 

Maksudnya, barangsiapa menampar wajahnya atau memukul bagian lainnya tanpa alasan memberi pelajaran dan tata krama, maka ia dapat menebus kesalahan itu dengan memerdekakannya. Pembebasan disini hukumnya sunat tidak wajib. Tetapi menurut ijma” (kesepakatan ulama) menampar wajah dengan alasan apapun adalah haram.

 

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra. bahwa ucapan Rasulullah Saw. yang terakhir adalah:

 

Artinya: “Aku berwasiat kepadamu sekalian dengan salat dan takutlah kepada Allah dalam hal memperlakukan apa yang dimiliki oleh tangan kanannya (hamba sahaya).”

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia menyarankan, agar tidak memanggil hamba sahaya dengan kata “budakku” atau “gundik ku”. Kamu sekalian adalah hamba Allah dan semua perempuan adalah hamba perempuan Allah. Tetapi sebaiknya memanggilnya dengan “ghulamku” (lelaki kecil) atau “jariyahku” (perempuan muda) dan “pemudaku” atau “gadisku.”

 

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra. Rasulullah bersabda:

 

Artinya: “Sesungguhnya bila seseorang hamba berbuat baik pada tuannya dan memperbaiki ibadah kepada Tuhannya, maka mendapatkan pahala dua kali.”

 

Maksud kata “nashaha” (berbuat baik) di sini adalah ikhlas dan jujur dalam bekerja.

Wajib bagi laki-laki memberikan nafkah kepada istrinya dengan adanya pasrah secara sempurna sesuai dengan ukuran yang layak baginya. Artinya nafkah diberikan sesuai dengan ukuran kemampuannya. Kaya, sederhana.atau miskin. Nafkah tidak gugur begitu saja dengan lewatnya waktu, tetapi ia menjadi hutang baginya. Karena nafkah bagi istri merupakan ganti atau imbalan dari kepasrahannya kepada suami. Berbeda dengan nafkah untuk kerabat dekat, ia gugur dengan lewatnya waktu, karena nafkah untuk kerabatnya hanya merupakan pertolongan.

 

Juga wajib bagi laki-laki mengajarkan kepada istrinya segala sesuatu yang dibutuhkannya. Yaitu fardu-fardu, sunat-sunat ibadah misalnya: bersuci, salat, zakat, puasa, haji dan hal-hal yang berhubungan dengan dengan haid (menstruasi).

 

Laki-laki tidak boleh memukulnya karena meninggalkan salat dan sebagainya dari kewajiban-kewajiban kepada Allah. Pendapat ini berbeda dengan pendapat Imam Al-Barizi. Jadi cukup dengan menyuruhnya saja.

 

Berbeda dengan kewajiban-kewajiban kepada diri suami itu . sendiri, seperti tak boleh mempersilakan laki-laki lain menyetubuhinya, menutup diri dari pandangan laki-laki lain pada hal-hal yang haram diperlihatkan, tidak menuntut suami dengan hal-hal yang melampaui kebutuhan dan menghindari perolehan harta yang haram. Maka laki-laki boleh memukulnya bila meninggalkan kewajiban-kewajiban itu.

 

Laki-laki juga wajib mengajarkan kepada Istrinya mengenai kewajiban taat kepada suaminya dalam hal-hal yang bukan maksiat. Juga keharaman membohongi mengenai ada atau tidaknya haid dan masalah-masalah agama yang lain.

 

Wajib bagi ayah memberikan nafkah kepada anak-anaknya, bila mereka butuh dan tidak mampu bekerja karena masih kecil, lumpuh, gila atau sakit. Nafkah terhadap ayah ini tidak diukur dari kemampuan ayah, tetapi diukur dari kebutuhan. Nafkah berbeda beda dilihat dari besar kecilnya anak, zuhud dan tidaknya.

 

Wajib bagi ayah mengajarkan kepada anak-anaknya disaat masih kecil mengenai tata krama, bersuci dan salat. Wajib menyuruh Mereka mengerjakan salat sesudah tamyiz dengan dilaluinya usia tujuh tahun, memukul mereka karena meninggalkan-nya pada usia sepuluh tahun dan melarang mereka dari perbuatan dusta, jahat dan keji (kotor) dan larangan-larangan lain Juga wajib memberi mereka nama yang baik sejak lahir atau mengubahnya (bila sudah terlanjur diberi nama jelek).

Rasulullah Saw. bersabda

 

Artinya: “Barangsiapa ingin bahagia dijauhkan dari neraka dan masuk surga maka matilah dengan bersaksi bahwasanya tiada Tuhan Selain Allah dan bahwasannya Muhammad adalah utusan Allah dan berilah orang lain sesuatu yang ia senang bila diberi , sesuatu itu “

 

Diriwayatkan dari Anas ra. Rasulullah Saw bersabda :

 

Artinya : ” Perbanyaklah olehmu sekalian kenalan orang-orang yang beriman, karena bagi setiap orang yang beriman  itu ada syafaat (kemampuan memberi pertolongan) di sisi Allah pada hari kiamat “

 

Artinya” “Sifat orang-orang yang beriman (secara kolektif) dalam hal saling mencintai dan menyayangi itu bagaikan sifat tubuh. Bilaada salah satu anggota yang sakit maka yang lain ikut merasakan dengan panas (demam) dan terjaga “

 

Artinya: “Menyenangi hati orang yang beriman adalah lebih baik daripada beribadah enam puluh tahun .

 

Seyogyanya menambah rasa hormat kepada orang yang tingkah laku dan pakaiannya menunjukkan ketinggian derajatnya. Tempatkanlah Orang pada derajatnya

 

Diriwayatkan, bahwa Aisyah ra. dalam suatu perjalanan bersama para sahabat turun dari untanya dan meletakkan makanannya. Kemudian datang seorang pengemis, ia berkata: “Ambillah untuk . Orang miskin ini sepotong roti” Lalu datang lagi seorang lelaki kaya menunggang unta, ia berkata “Undanglah lelakimu pada jamuan makan ini ” Para sahabat menimpali, “Kenapa Anda memberikan sekerat roti pada orang miskin tadi, sementara Anda mengundang orang kaya ia dalam jamuan makan ini?” Aisyah menjawab “Sesungguhnnya Allah telah menempatkan manusia pada derajatnya masing-masing. Maka wajib bagi kita untuk menempatkan mereka pada derajatnya masing-masing. Orang miskin tadi rela dengan pemberian sepotong roti, tetapi tidak layak kita memberi orang kaya ini sepotong roti dalam keadaan ini ”

 

Rasulullah Saw, bersabda:

 

Artinya: “Apabila seorang Muslim mengucapkan salam kepada orang Muslim, kemudian ia menjawab nya, maka malaikat akan mendoakannya (membaca salawat untuknya) tujuh puluh kali.”

 

Artinya: “Sesungguhnya malaikat heran kepada orang Islam yang lewat di depan sesama orang Islam, tetapi tidak mengucapkan salam.”

 

Disunatkan mengucapkan salam sebelum mengatakan sesuatu dan berjabat tangan ketika salam, Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya : “Penghormatan yang sempurna di antara kamu sekalian adalah berjabat tangan.”

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Bila seorang lelaki menjenguk orang sakit, maka ia menyelami rahmat Allah dan bila ia duduk di sisinya, maka rahmat itu bersemayam dalam dirinya.”

 

Artinya: “Bila seorang Muslim menjenguk saudaranya, atau menengoknya, maka Allah Swt. berkata: “Sehatlah kamu dan sejahteralah perjalananmu serta tinggallah kamu di suatu tempat di dalam surga,”

 

Artinya: “Menjenguk orang sakit yang sempurna adalah meletakkan tangan di dahinya atau tangannya dan menanyakan bagaimana kondisinya. Sedang penghormatan (sambutan) yang sempurna adalah berjabatan tangan.”

Rasulullah bersabda:

 

Artinya: “Berjuang adalah wajib bersama setiap kepala pemerintahan, baik ia orang yang baik maupun tidak, walaupun ta pernah melakukan dosa-dosa besar. Salat adalah wajib di belakang setiap Muslim, baik maupun jahat, meskipun ia pernah melakukan dosa-dosa besar.”

 

Maksud hadis diatas adalah, bahwa berjuang, salat jamaah dan salat jenazah adalah fardu kifayah (kewajiban kolektif).

 

Disunatkan menyempurnakan jumlah orang yang salat jenazah menjadi seratus orang, karena Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Barangsiapa yang disalati oleh seratus orang Islam maka dosa-dosanya diampuni.”

 

Imam Azizi mengutip pendapat Imam Munadi. bahwa secara eksplisit hadis itu menunjukkan diampuninya semua dosa-dosa termasuk dosa besar.

Tasymit adalah doa untuk orang bersin: يرحمك الله (Semoga “Allah Memberikan rahmat padamu). Yaitu doa agar diselamatkan “ dari bahaya-bahaya dan diberi kesehatan seperti adanya keluar bersin kadang-kadang merupakan gejala flu.

 

Imam Ghazali mengatakan, bila orang mendengar bersin mengucapkan: يرحمك الله , maka orang yang bersin menjawabnya dengan: يهديكم الله ويصلح بالكم

 

Diiwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah Saw. Mengajarkan kepada kita: “Apabila salah satu di antara kamu sekalian bersin, maka ucapkanlah الحمدلله رب العالمين (Segala puji bagi Allah). Kemudian orang yang ada di sampingnya mendoakan: يرحمك الله (Semoga Allah memberikan rahmat kepadamu). Orang yang bersin membalas doa tersebut dengan doa: يغفر الله لى ولكم (Semoga Allah mengampuniku dan kamu sekalian).

 

Suatu ketika, Rasulullah mendoakan seorang yang bersin, tetapi tidak mendoakan yang lain. Beliau ditanya mengenai hal itu, beliau menjawab: “Ia membaca hamdalah sedang kamu diam.”

 

Termasuk dari sikap itu adalah lari dari fitnah yang melanda agamanya dan hijrah (pindah) dari daerah orang-orang kafir ke daerah Islam. Bila seseorang tidak mampu menunjukkan agamanya di negara/daerahnya sendiri karena suatu fitnah, maka wajib baginya pindah ke daerah lain di mana ia bisa menunjukkan agamanya, maka tetap tinggal di daerahnya adalah lebih baik daripada pindah. Adapun bila ia bisa menunjukkan kekuatannya di daerahnya sendiri dan bifa kepindahannya justru menjadikan daerah itu menjadi daerah kafir harbi (memusuhi dan memerangi orang Islam), maka tinggal di situ adalah wajib. Demikian diterangkan oleh Imam Romli dalam kitab Umdatur-Rabih.

 

Imam Ibnu Imad berpendapat. bahwa sebaiknya seseorang tidak bergaul dengan orang-orang fasik. Karena meski ia bisa terhindar dari persekutuannya dalam melakukan dosa, tetapi ia tidak bisa menghindar dari sebagian tingkah laku mereka. Karena watak dan tingkah laku akan menular tanpa terasa bila berkumpul dengan Orang lain Artinya: “Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.” (QS. Al-Isra’: 84)

 

Maksudnya, setiap orang itu berbuat atau bertingkah laku atas dasar tabiat dan pergaulannya

 

Seorang penyair mengungkapkan:

 

Artinya: “Jangan kau tanya mengenai diri seseorang, tetapi tanyakanlah siapa temannya. Karena setiap orang akan mengikuti Dan pergaulannya.”

 

Maksud dari syair di atas adalah bila ingin mengetahui jati diri seseorang, maka jangan tanyakan mengenai dirinya, tetapi lihatlah Siapa yang bergaul dengannya. Karena sesungguhnya ia bertingkah laku seperti temannya itu.

Menghormati tetangga maksudnya adalah berbuat baik padanya dengan menyenangkannya, menunjukkan wajah yang ramah, mengirimkan makanan dan ikut menanggung penderitaannya. Bila tidak mampu melakukannya, maka cukup dengan tidak menyakitinya.

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Perbaikilah cara bertetangga dengan orang yang bertetangga denganmu, maka kamu betul-betul jadi seorang Muslim. ”

 

Artinya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari aklur, maka hormatilah tetangganya.”

 

Artinya: “Barangsiapa yang ingin dicintai oleh Allah, maka wajib baginya jujur dalam berkata menyampaikan amanat dan tidak menyakiti tetangganya.”

 

Artinya: “Sesungguhnya tetangga yang melarat akan bergelayut pada orang kaya pada hari kiamat dan berkata: “Wahai Tuhanku tanyakan padanya, mengapa perbuatan baiknya mencegahku (tidak mau berbuat baik padaku). ”

 

Imam Suhaimi menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan tetangga adalah orang yang ada (tinggal) pada radius empat puluh rumah.

 

Menghormati tamu maksudnya menyambut dan menjamu dengan baik orang yang datang padanya seperti menyambut orang yang datang dari jauh. Menghormati tamu dilakukan dengan ekspresi gembira, berbicara dengan baik, segera menghidangkan apa yang dimiliki dan melakukan sendiri dalam menghidangkannya atau melayaninya, Rasulullah Saw… Abu Bakar ra., Umar ra., Usman ra. Ali ra. dan Umar bin Abdul Aziz selalu melayani tamu sendiri, (tidak menyuruh orang lain. Menghormati tamu juga dilakukan dengan memberinya makan tiga hari sesuai dengan kemampuan.

 

Tidak seyogyanya orang memaksakan diri dalam menyambut tamu dengan mencari apa yang saat ini tidak dimilikinya dengan hutang atau membeli makanan secara hutang. Karena sabda Rasulullah Saw.:

 

Artinya: “Aku dau orang-orang yang bertakwa dari umatku adalah bebas dari pemaksaan pada diri sendri.”

 

Artinya: “Janganlah kamu sekalian memaksakan diri kemudian kalian membencinya, karena orang yang membenci tamu berarti membenci Allah dan orang yang membenci Allah akan dibenci oleh Allah.”

 

Salman Al-Farisi mengatakan, bahwa Rasulullah menyuruh kita agar tidak memaksakan diri mencari sesuatu yang tidak kita miliki untuk disuguhkan pada tamu dan menyuguhkan apa adanya yang kita miliki. Tidak ada perbedaan antara tamu kaya dengan tamu miskin. Tamu masuk ke rumah dengan membawa rahmat dan keluar dengan membawa dosa-dosa penghuni rumah, maksudnya dosa-dosa mereka diampuni. Di dalam sebuah hadis terangkan:

 

Artinya: “Tidak ada seorang hamba Allah yang beriman yang didatangi tamu kemudian ia menunjukkan wajah yang ceria, kecuali Allah mengharamkan tubuhnya dari api neraka.”

 

Diriwayatkan dari Abi Darda’ ra. Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Bila seseorang di antara kamu sekalian makan bersama tamu, maka sebaiknya ia menyuapi tamunya itu dengan tangannya. Bila ia telah melakukan hal itu, maka Allah akan mencatat untuknya pahala dari amal setahun di mana ia berpuasa pada siang hari dalam salat malam.”

 

Dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim As. setiap kali akan makan, maka ja berjalan sejauh satu atau dua mil terlebih dahulu untuk mencari tamu agar makan bersamanya, Sehingga ia dijuluki Abu Dhaifan (bapak tamu). Ia ingin seka!! membuat jamuan makan untuk umat Muhammad Saw. Allah pun berkata padanya, “Kamu tak akan mampu melakukannya.” Lalu Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah, “Wahai Tuhanku, Engkau tahu keadaanku dan. berkuasa mengabulkan permohonanku.” Allah akhirnya mengabulkan permintaannya dan memerintahkan kepada malaikat Jibril agar memberinya segenggam kapur dari surga dan mendaki gunung Abu Qubais. Malaikat Jibril meniupkan kapur itu ke angkasa. sehingga bertebaran di seluruh permukaan bumi. Setiap tempat yang dijatuhi kapur berubah menjadi garam sampai hari kiamat. Maka seluruh garam yang ada di bumi itu adalah zaman Nabi Ibrahim. Demikian diterangkan oleh Imam Suhaimi dan Imam Alimad bin Imad.

 

Adapun tatakrama/etika tamu adalah tidak serta merta atau melahap apa yang dihidangkan padanya, tidak mengambil kesempatan untuk menyantap sampai kenyang tapi secukupnya saja.

Imam Abu Ali Ad-Daqaq bercerita, bahwasannya ada seorang wanita datang kepada Sayyid Hatim bin Alwan Al-Asham (semoga Allah mensucikan rohnya) untuk menanyakan suatu masalah. Wanita ilu tiba-tiba kentut dengan suara nyaring. Tentu saja ia sangat malu. Kemudian Sayyid Hatim berkata, “Keraskan suara-mu!” Dengan ucapannya, wanita itu menganggapnya tuli dan ia merasa senang karenanya, berarti kentutnya tadi tidak terdengar oleh Sayyid atim. Padahal tidak demikian adanya, ia hanya ingin agar wanita itu tidak malu. Karena sikapnya inilah ia dijuluki Al-Asham (Si tuli).

 

Ketahuilah menuturkan kejelekan orang lain dengan tujuan yang sah yang tidak dapat dicapai kecuali dengan penuturan itu dibenarkan oleh syara? dalam lima belas ulasan, yaitu:

 

  1. Mengarahkan, misalnya bila mendengar seseorang mengatakan sesuatu yang mungkar (tidak benar), maka harus ditunjukkan bahwa yang dikatakannya itu tidak sesuai dan yang benar adalah begini atau begitu.
  2. Memberi nasehat kepada orang yang ingin menikahi atau menitipkan amanat pada seseorang atau yang lain, wajib ditunjukkan padanya mengenai sesuatu yang sebenarnya mengenai seseorang itu (meskipun jelek), karena sabda nabi Muhammad Saw. :

 

Artinya: “Bila seseorang dari kamu sekalian Meminta nasihat kepada saudaranya, maka sebaiknya nasehatilah ia.”

  1. Peringatan mengenai orang alim (pandai) yang melakukan kesalahan kepada pengikutnya. Misalnya ada orang yang menanyakan suatu masalah dan merapatkan pendapat orang alim yang menjadi gurunya itu, maka harus ditunjukkan padanya, bahwa gurunya itu salah. Termasuk dalam langkah ini adalah kata-kata para pengarang dalam kitab mereka “seseorang mengatakan begini, padahal ia salah” atau cara-cara lain. Tindakan ini boleh dilakukan apabila penuturan mengenai kesalahannya itu dimaksudkan agar ia tidak diikuti. Bila ada tendensi lain yang bersifat negatif maka tindakan itu hukumnya haram.

4, Meminta pertolongan untuk membasmi perbuatan mungkar kepada orang yang memiliki kemampuan melakukannya. Misalnya mengatakan: “Seseorang melakukan begini atau begitu, maka tolonglah aku untuk mencegahnya.” Tindakan ini harus dimaksudkan sebagai usaha membasmi kemungkaran itu. Bila ada tendensi lain yang bersifat negatif, maka tindakan itu hukumnya haram.

5, Menjelaskan sesuatu yang berhubungan dengan seseorang yang memiliki cacat tertentu. Misalnya ucapan “Si A, yang pincang dan juling melakukan ini atau itu atau ucapan yang senada. Tindakan ini boleh dilakukan apabila julukan atau sifat yang jelek tidak disebutkan, maka orang tidak mengetahuinya. Namun apabila tanpa menyebutkannya orang sudah tahu, maka lebih baik tidak menyebutkannya. Tindakan ini juga disyaratkan adanya tujuan penjelasan itu. Bila tujuannya menghina, maka hukumnya haram

  1. Menghindari Kehancuran atau kerusakan, Misalnya menerangkan saksi yang tidak adil: “Orang ini tidak layak jadi, saksi, karena ia melakukan ini dan itu.
  2. Meminta fatwa kepada orang pandai mengenai sikap terhadap orang lam yang berbuat aniaya padaku. Bagaimana caranya agar aku selamat darinya.” Tetapi yang paling selamat adalah menyamarkan pelakunya, seperti “Apa pendapatmu mengenai seorang lelaki yang diperlakukan aniaya oleh ayahnya, istrinya atau saudaranya.” Tetapi menjelaskannya dengan alasan ini diperbolehkan.
  3. Menghentikan tindakan fisik seseorang. Bila ia membeberkan aibnya sendiri. seperti zina dan perbuatan-perbuatan keji yang lain, maka boleh menggunjingkannya mengenai tindakan fasik itu. bukan aib yang lain. Syaratnya penggunjingan itu dilakukan pada orang yang bercerita mengenai tindakan fasik dengan rasa bangga dan dimaksudkan agar ia segera sadar dan berhenti dari perbuatannya bila tahu ia digunjingkan. Namun apabila seseorang membeberkan aibnya dengan penyesalan yang dalam dan ingin tobat, maka haram menggunjingkannya.

Bila orang yang membeberkan kefasikannya itu orang yang alun (pandai), maka haram secara mutlak menggunjingkannya. Sebab bila masyarakat mengetahuinya, maka kefasikan akan merajalela dan mereka berani melakukannya.

  1. Memberikan peringatan agar tidak terjerumus dalam perbuatan buruk. Bila seseorang ingin bergaul atau berkumpul dengan Orang yang memiliki aib, maka boleh mengingatkannya dengan menyebut aib orang itu. Tindakan ini boleh dilakukan bila tidak ada cara Jain untuk mencegahnya atau menyelamatkannya kecuali dengan menyebutkan aib itu. Bila masih ada cara lain. maka tindakan itu hukumnya haram.
  2. Menggunjing orang yang menunjukkan bid’ah (amal perbuatan ibadah yang keluar dari ajaran Rasulullah).
  3. Menggunjing orang yang menyamarkan atau menyembunyikan bid’ah.
  4. Menuturkan sisi buruk lawan dalam suatu urusan di pengadilan pada saat menyebutkan dakwaannya atau pada saat ditanya di depan hakim.
  5. Mengadukan tindakan aniaya seseorang kepada kadi (hakim) “atau polisi atau wali dengan menyebutkan aib-aibnya.
  6. Menggunjingkan orang kafir harbiy (kafir yang jelas-jelas memusuhi orang Islam). Adapun kafir dzimmi (kafir yang sudah takluk dan bersedia membayar pajak pada pemerintahan Islam) adalah haram menggunjingnya.
  7. Menggunjing orang yang murtad (orang yang keluar dari agama Islam). Tidak boleh menggunjing orang yang meninggalkan salat fardu (wajib) lima waktu.

 

Ibnu Arabi mengatakan, bahwa seyogyanya setiap Muslim meyakini bahwa segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh ahlul bait (anak cuca Muthallib dan Hasyim atau anak cucu Rasulullah Saw.) sudah diampuni oleh Allah. Tidak boleh bagi kita mengecek seorangpun dari mereka.

 

Ibnu Al-Araby menyarankan sebaiknya, setiap Muslim meyakini, bahwa segala perbuatan dan ucapan dari Ahlul bait (anggota keluarga Nabi dan anak cucu mereka) telah diampuni oleh Allah. Kita tidak boleh mencaci atau mencela siapapun. Bagaimana dengan masalah ahlul bait ini, seseorang yang dapat dipercaya pernah berkisah pada Ibnu Araby, bahwa ia tidak suka pada perlakuan para syurafa ‘ (orang-orang mulia keturunan Nabi) yang tinggal di Mekah kepada masyarakat. Kemudian ia bermimpi ketemu dengan Fatimah, putri Nabi Saw. Ia melihat Fatimah berpaling . darinya. Diucapkannya salam dan ditanyakannya mengapa beliau – berpaling. Fatimah menjawab: “Sesungguhnya kamu telah menggunjing syarafa’.” Ta bertanya lagi “Apakah engkau tidak melihat bagaimana perlakuan mereka kepada masyarakat?” Fatimah balas bertanya, “Bukankah mereka anak cucuku?” Mendengar pertanyaan itu ia berkata pada beliau: “Mulai sekarang saya bertobat.” Mendengar jawaban itu, barulah beliau mau memandangnya, lalu ia terbangun. Demikian diterangkan oleh Imam Suhaimi dalam kitab Lubabut-Tholibin

Sabar di sini meliputi:

 

  1. Sabar menjalankan taat (ibadah kepada Allah) sampai dapat menyempurnakannya.
  2. Sabar menghadapi musibah (bencana) dunia dengan tidak meratapinya.
  3. Sabar meninggalkan maksiat agar tidak sampai melakukannya atau terjerumus ke dalamnya.
  4. Sabar menghadapi orang-orang di sekitarnya dengan tidak membalas perlakuan buruk mereka, ikut memikul beban mereka dan memaafkan mereka.

 

Imam Al-Ghazali di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin berpendapat, bahwa kesabaran itu dibagi menjadi dua macam, yaitu:

 

  1. Kesabaran fisik.

Kesabaran ini ada kalanya dengan melakukan amal-amal perbuatan dan ibadah yang berat.dan adakalanya dengan menanggung rasa sakit karena pukulan yang keras atau penyakit yang parah. Kesabaran fisik ini dipuji oleh agama bila sesuai dengan ketentuan hukum syariat.

 

  1. Kesabaran mental (jiwa).

Kesabaran mental ini oleh Imam Al-Ghazali diberi nama sendiri“ sendiri sesuai dengan situasinya, antara lain:

  1. Kesabaran menahan keinginan nafsu perut disebut iffah (menjaga harga diri).
  2. Kesabaran menghadapi musibah (bencana).shabru (bersabar) dan sebaliknya disebut Al-jaz ‘u (gelisah resah).
  3. Kesabaran pada saat kaya disebut dhabtun nafsi (membatasi diri) daw sebaliknya disebut al-batharu (berfoya-foya).
  4. Kesabaran menghadapi peperangan disebut syaja’ah (keberanian) dan sebaliknya disebut al-jubnu (pengecut).

e, Kesabaran menahan kemarahan atau kebencian disebut hilman (kebijaksanaan) dan sebaliknya disebut tadzammur (emosional).

  1. Kesabaran menghadapi peristiwa yang memikul perasaan disebut si ‘atush shadri (kelapangan dada)
  2. Kesabaran menyimpan rahasia disebut kitman (menyimpan) dan pelakunya disebut kaum (orang yang sangat menyimpang rahasia).
  3. Kesabaran menghindari kemewahan hidup disebut zuhud (bertapa) dan sebaliknya disebut hirshu (rakus).
  4. Kesabaran menerima bagian (rezeki) yang sedikit disebut dengan qona’ah (menerima) dan sebaliknya disebut syahru (lahap, rakus).

 

Kebanyakan akhlak (budi pekerti) orang mukmin masuk dalam kriteria sabar,

 

Oleh karena itu Nabi Muhammad Saw. bersabda:

 

Artinya: ” Kesabaran adalah separuh Iman dan keyakinan adalah totalitas iman.”

Zuhudi adalah membatasi diri dalam mencari kebutuhan hidup dari hal-hal yang jelas kehalalannya. Zuhud yang demikian ini merupakan zuhud atau pembatasan diri yang dilakukan “arifin (orang-orang yang makrifat kepada Allah). Sedang pembatasan atau pengekangan diri dari hal-hal yang haram adalah sesuatu yang wajib bagi semua orang.

 

Suatu pendapat mengatakan , bahwa zuhud adalah memisahkan harta yang bercampur, tidak mencari sesuatu yang tidak ada, mendahulukan orang lain sebelum diri sendiri pada saat ada makanan.

 

Sedang Imam Al-Ghazali berpendapat, bahwa zuhud adalah meninggalkan gemerlap dunia, karena sadar akan kehinaannya dibanding. keindahan dan kemuliaan kehidupan akhirat. Meninggalkan harta dan menyerahkannya kepada orang karena kedermawanan, kecondongan hati dan karena mengharap balasan lebih tidak bisa disebut zuhud. Karena semua itu merupakan adat yang baik saja dan tidak bisa dianggap sebagai ibadah.

Berdasarkan firman Allah Swt.:

 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari sentuhan api yang bahan bakarnya dari. manusia dan batu. Para penjaganya malaikat yang kasar dan keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka, dan selalu melaksanakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Firman-Nya lagi:

 

Artinya: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kehormatannya. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangan dan kehormatannya. Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan, kecuali yang bisa tampak dari sebagiannya .Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perluasannya, kecuali kepada suami, ayah, ayah suami, putra-putra putra-putra suami, saudara-saudara, putra-putra saudara perempuan, wanita-wanita Islam, budak-budak yang mereka miliki, pelayan laki-laki ‘yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang beriman, supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 30-31)

 

Berdasarkan hadis Rasulullah Saw.:

 

Artinya . “Dari Abu Hurairah ra. diriwayatkan, Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla cemburu dan kecemburuan ialah kelembutan-Nya, jika seorang. mukmin melakukan sesuatu yang telah diharamkan, Nya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Artinya: “Dari Ummu Salamah ra. diriwayatkan, bahwa Rasulullah Saw. pernah berada di rumahnya, sedangkan di situ ada seorang wadam (banci), Lalu si banci berkata kepada Abdullah bin Abi Umayyah, saudara Ummu Salamah: “Wahai Abdullah, jika Allah esok menaklukkan. Thaif, maka akan saya tunjukkan kepadamu putri Ghaylan. Sungguh kalau ia menghadap, maka ia menghadap dengan empat anggota tubuhnya. Lalu Rasulullah bersabda: “Janganlah mereka itu (kaum banci) diizinkan lagi memasuki rumah kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Artinya: Dari Abi Sa’id A LKhudri diriwayatkan, Rasulullah Saw. bersabda: “Cemburu itu sebagian dari iman. Sedangkan pergaulan bebas antara pria dan wanita yang bukan muhrim adalah sebagian dari kemunafikan.”

 

Kata Imam Halimi: “Yang dimaksudkan dengan Midza risalah berkumpulnya kaum pria dengan wanita dan dibiarkan bergaul bebas antara mereka dengan terlepas, bagaimana kita melepaskan ternak, diumbar begitu saja.

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka berbicaralah yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Maksudnya barangsiapa yang beriman dengan sempurna kepada Allah dan hari kiamat, maka sebaiknya ia berbicara dengan sesuatu yang ada manfaatnya, misalnya kalimat yang hak (peringatan yang benar) kepada orang yang berbuat aniaya, atau sebaiknya ia diam dari hal-hal yang tidak ada manfaatnya.

 

Dikisahkan, ada seorang lelaki menghadap seorang yang arif untuk meminta nasehat. Orang arif itu berkata: “Buatlah penutup untuk agamamu sebagaimana penutup untuk mushaf Al-Qur’an agar kamu tidak mengotorinya.” Lelaki itu bertanya: “Apakah penutup agama itu?” Ia menjawab: “Penutup agama adalah meninggalkan pembicaraan (tidak berbicara) kecuali di dalam hal-hal yang wajib, tidak bergaul dengan orang kecuali dalam hal-hal yang wajib. Barangsiapa dipaksa untuk berbicara syirik (menyekutukan Tuhan), diam meninggalkan kebaikan atau takut mengucapkan sesuatu yang baik, maka ia diampuni dan Allah Mengampuninya. Demikian diterangkan oleh Imam Suhaimi.

Juud atau sakha'(kedermawanan) adalah membelanjakan atau menyedekahkan harta pada hal-hal yang dipuji atau dianjurkan oleh syara”. Imam Al-Ghazali berpendapat, bahwa kedermawanan di sini adalah sikap tengah-tengah antara berlebih-lebihan dengan irit, antara penghamburan dengan menahan dan mengukur pengeluaran dan penyimpanan sesuai dengan kewajiban, hal itu tidak cukup dilakukan oleh anggota badan lahir selama hatinya tidak bersih, tidak bertentangan dengan perilaku lahir.

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abba ra., Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Hindarilah olehmu sekalian dari dosa orang dermawan. Allah akan menyiksanya pada saat ia tergelincir.”

Sabdanya lagi:

 

Artinya: “Rezeki atas pemberi makanan itu lebih cepat (datangnya) daripada gerakan pisau (penyembelih) pada punggung unta. Sesungguhnya Allah bangga pada pemberi makan malaikat.” ,

 

Seorang ulama mengatakan, bahwa di dalam empat kitab (Taurat, Zabur, Injil dan Al-Qur’an) ada empat kata-kata yang sesuai (sinkron). Keempatnya diturunkan dengan bahasa Arab, lalu Nabi mengungkapkannya dengan bahasa kaum mereka. Di dalam Taurat ada kalimat, “bahwa orang yang mulia tidak akan dipengaruhi.” Di dalam kitab Injil terdapat kalimat, “bahwa orang yang kikir memakan hartanya melebihi batas.” Di dalam kitab Zabur terdapat kalimat, “bahwa orang yang iri dan dengki tidak dapat menjadi tuan atau pembesar selamanya.” Dan di dalam Al-furqan (Al-Qur’an) terdapat kalimat, “bahwa Orang yang keji perbuatannya tak dapat keluar kesah dalam keadaan sulit.”

 

Dikisahkan, ketika Abdullah bin Mubarak beribadah haji ia tertidur di dekat Hijir Ismail dan bermimpi bertemu dengan Rasulullah Saw. beliau berkata padanya. “Bila Kamu pulang ke Baghdad, maka datanglah ke suatu desa dan carilah seorang Majusi bernama Bahram, sampaikan salamku padanya dan katakan, bahwa Allah Swt. telah memberi ridha padanya.”

 

Dia terbangun dan membaca hauqalah:

 

la menganggap bahwa mimpi itu dari setan. Kemudian ja mengambil wudhu, salat dan thawaf mengelilingi Ka’bah. Karena Kelelahan ia tertidur dan bermimpi lagi seperti itu sampai tiga kali.

 

Setelah sempurna menunaikan ibadah haji, Abdullah pulang ke Baghdad dan mencari desa yang disebut oleh Rasulu’lah Saw. dalam mimpinya itu. Sesampai di desa itu ia bisa bertemu dengan seorang lelaki tua yang bernama Bahram. Ia bertanya. :

 

“Apakah kamu mempunyai sesuatu yang baik menurut Allah?”

Bahram menjawab: “Ya, saya punya. Saya punya empat orang anak perempuan yang saya kawinkan dengan empat orang anak laki-laki saya.”

“Hal itu haram hukumnya, adalah sesuatu yang lain?”

“Ya. Saya mengadakan resepsi pada saat perkawinan anak-anak saya itu.”

“Hal itu juga haram, coba ceritakan yang lain lagi ”

“Ya, saya punya seorang anak perempuan satu laki. Anak saya yang satu ini sangat cantik, sehingga saya kesulitan mencarikan suami yang sebanding dengannya. Akhirnya saya kawini sendiri.”

“Hal ita juga haram, mungkin ada sesuatu yang lauwlagi”

“Ya. pada saat pertama kali saya menyetubuhi anak saya kamu Lebih dari seribu orang Majusi. menyaksikan persetubuhan itu.”

“Hal itu juga haram. coba ceritakan yang lain lagi.”

“Ya, suatu malam saat saya menggauli anak saya, datang seorang perempuan Muslimah menyalakan lampu di rumahku Ialu keluar rumah dengan mematikannya lebih dulu. Tingkah laku seperti itu diulanginya sampai tiga kali. Aku berpikir perempuan itu mungkin mata-mata pencuri, Akhirnya ku ikuti perempuan itu sampai di rumahnya. Ternyata ia punya banyak anak perempuan dirumahnya. Anak-anak itu bertanya pada ibunya, apakah ia membawa sesuatu untuk dimakan, karena mereka sudah tidak tahan lagi menahan lapar. Mendengar pertanyaan anak-anaknya itu air matanya menetes dan mengatakan kepada mereka, bahwa ia malu kepada Allah untuk meminta kepada selain-Nya. Apalagi kepada orang Majusi yang menjadi musuh Allah. Melihat keadaan yang menyedihkan itu, saya pulang. Saya mengambil sebuah nampan (baki) lalu kupenuhi dengan berbagai makanan dan kubawa sendiri ke rumah perempuan itu.”

 

Mendengar cerita paling akhir itu, Abdullah berkata: “Ya, itu merupakan amal baikmu. Ada kabar gembira untukmu yang kudapat dalam mimpiku.”

 

la menceritakan pertemuannya dan percakapannya dengan Rasulullah dalam mimpinya itu kepada Bahram. Lelaki Majusi itu gembira dan saat itu juga ia membaca syahadat, masuk Islam. Ketika Bahram mati, Abdullah memandikannya, mengkafaninya, menyalatinya dan menguburkannya secara Islam.

 

Sejak saat itu Abdullah selalu menyerukan kepada hamba hamba Allah agar mau mendermakan hartanya, karena kedermawanan akan mengubah seseorang dari status musuh Allah menjadi kekasih Allah

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Tidak termasuk umat kita (Islam) orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua kita, tidak mengasihi anak-anak kecil kita dan tidak mengetahui hak-hak orang alim (pandai) kita.”

 

Artinya: “Salah satu cara mengagungkan Allah adalah menghormat orang Islam yang sudah beruban (orang yang sudah tua).”

 

Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra. Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya “Sesungguhnya Allah memandang wajah orang tua pagi dan sore dan berfirman: “Wahai hambaku!, telah menua umurmu, telah menipis kulitmu, telah ringkih tulangmu, telah dekat ajal mu dan telah dekat kedatanganmu pada-Ku, maka malulah kamu pada-Ku. Karena Aku malu menyiksa di neraka karena ubanmu.”

 

Dikisahkan bahwa suatu ketika Sayyidina Ali ra. pergi untuk berjamaah salat subuh dengan tergesa-gesa. Di tengah jalan ia bertemu dengan seorang lelaki tua berjalan di depannya dengan pelan dan tenang, Ali pun memperpelan langkahnya dan tidak mendahuluinya sangrai waktu subuh hampir habis. Sampai di depan masjid ternyata lelaki tua itu tidak masuk ke mesjid, Ali baru tahu kalau lelaki tua itu beragama Nasrani. Kemudian beliau masuk mesjid dan mendapati Rasulullah Saw. dalam keadaan ruku’. Ali segera mengikuti jamaah dengan sempurna.

 

Sesuai jamaah, para sahabat menanyakan kepada Rasulullah yang memperpanjang ruku’ pada salat itu. Rasulullah mengatakan bahwa beliau ruku’ dan membaca tasbih seperti biasanya, tetapi ketika beliau akan bangkit, tiba-tiba malaikat Jibril datang dan meletakkan sayapnya di punggung beliau. Tentu saja Nabi tidak dapat bangkit dalam waktu yang cukup lama. Belum sempat beliau bertanya, Jibril sudah menjawab: “Wahai Muhammad sesungguhnya Ali ra. ingin salat berjamaah, tetapi di jalan ia bertemu dengan seorang lelaki Nasrani yang sudah tua. Karena ia tidak tahu bahwa lelaki itu beragama Nasrani, ia menghormati karcna ketuaannya dengan tidak mendahuluinya. Maka Allah menyuruhku untuk menahanmu pada saat ruku”, agar Ali mendapatkan jamaah subuh ber bersamamu. Allah juga menyuruh malaikat Mikail menahan matahari dengan sayapnya agar tidak segera terbit untuk menghormati Ali ra.”

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Barangsiapa mau mengelus (membelai) kepala anak yatim, maka dengan setiap helai rambut yang dibelainya ia mendapatkan cahaya di hari kiamat.”

 

Artinya: “Yang disebut penyayang bukanlah orang yang hanya menyayangi dirinya sendiri dan keluarganya. Tetapi penyayang adalah orang yang menyayangi semua orang Islam.”

 

Dikisahkan oleh Sayyidina Ali ra. bahwa ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw. untuk mengadukan perbuatan dosanya dan memohon penyucian dirinya. Ketika Rasulullah menanyakan dosa apa yang diperbuatnya, lelaki itu tidak mau mengungkapkannya karena merasa malu. Rasulullah pun bersabda kepadanya:

 

“Apakah kamu malu kepadaku untuk mengatakannya, sementara kamu tidak malu kepada Allah. Dia melihatmu pada saat kamu melakukan dosa itu. Bangkitlah dan keluarlah dari sisiku agar tidak ada api di sisiku.”

 

Mendengar jawaban Rasulullah, lelaki itu keluar dan pergi dengan hati galau, putus asa dan menangis. Kemudian malaikat Jibril datang Kepada Rasulullah dan berkata:

 

“Wahai Rasulullah, mengapa engkau membuatnya putus asa, padahal ia punya penebus dosa-dosanya meskipun sangat banyak.”

 

Rasulullah bertanya: “Apa penebus dosa-dosanya itu wahai Jibril?” .

 

“Ia punya seorang anak kecil. Setiap-kali ia masuk rumah dan anak itu menghadapnya, kemudian ia memberinya makanan atau sesuatu yang menyenangkannya, maka bila anak itu merasa senang, hal itu bisa menjadi penebus dosanya.”

Allah Swt. berfirman:

 

Artinya: “Rukunkanlah olehmu sekalian.antara dua orang saudaramu.” (QS. Al-Hujurat: 10)

 

Firman-Nya lagi:

 

Artinya: ” “Barangsiapa yang memberikan syafaat yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. “ (QS. An-Nisa’: 85)

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Sukakah bila aku kabarkan kepadamu sekalian tentang sesuatu yang lebih utama daripada derajat salat sunat dan puasa sunat?” Para sahabat menjawab: “Ya, Resulullah. ” Rasulullah bersabda: “Yaitu merukunkan orang yang bersengketa.”

 

Rasulullah bersabda:

 

Artinya: “Sedekah paling utama adalah merukunkan (mendamaikan) orang yang bersengketa.”

 

Artinya. “Tidaklah masuk golongan pembohong besar orang Yang mendamaikan orang-orang yang bersengketa dan berbicara dengan baik.”

 

Artinya: “Sedekah paling utama adalah pertolonganmu dengan menggunakan pangkat (derajat) mu pada orang yang tidak berpangkat.”

 

Ketahuilah bahwasanya permusuhan (tidak bertegur sapa antar sesama Muslim yang saling bertemu lebih dari tiga hari adalah haram, selama masih menyimpan kemarahan. Kecuali bila seorang Muslim tidak menyapa sesamanya, meskipun hanya dengan salam, karena alasan syara’, misalnya karena kefasikannya atau tindakan bid’ahnya, maka bila sikap tersebut mendorong orang itu meninggalkan kefasikannya, hukumnya tidak haram. Tetapi bila sikap tersebut justru semakin menambah tingkat kefasikannya, maka dilarang mendiamkannya (tidak menyapanya). Adapun bila tidak adanya tegur Sapa itu karena tidak saling bertemu, maka hukumnya idak haram, meskipun berlangsung bertahun-tahun.

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya ” Tidak dihalalkan bagi seorang Muslim memusuhi (tidak menegur dan menyapa) saudaranya lebih dari tiga hari. Barangsiapa memusuhi (tidak menegur dan menyapa) saudaranya lebih dari tiga hari, kemudian ia mati, maka ia masuk neraka.”

 

Rasulullah Saw. bersabda:

 

Artinya: “Tidaklah sempurna iman salah satu dari kamu sekalian, kecuali ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. ‘ (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Imam Suhaimi menjelaskan pengertian hadis di atas, bahwa iman seseorang belum sempurna, kecuali ia mencintai setiap saudaranya meskipun orang kafir, tanpa membedakan salah satu dengan yang lain sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri dalam hal-hal ibadah sunat dan hal-hal yang mubah.

 

Kecintaan itu bisa ditunjukkan dengan sikap-sikap yang baik, antara lain:

  1. Melakukan sesuatu bersamanya yang ia merasa senang bila diajak orang lain melakukan sesuatu itu.

2 Memperlakukannya dengan sikap yang ia merasa senang bila diperlakukan dengan sikap.itu.

3 Memberikan nasehat kepadanya dengan nasehat yang ia juga senang mendengarnya.

  1. Memberikannya perlakukan hukum yang ia juga merasa senang bila ia diperlakukan seperti itu.
  2. Ikut menanggung penderitaannya
  3. Menjaga harga dirinya.

7.Bila ia melihat kebaikan pada diri saudaranya, ia mengakui dan memperlihatkannya.

  1. Bila ia melihat sesuatu yang buruk pada saudaranya ia simpan rapat-rapat.

Rasulullah Saw. bersabda

 

Artinya: “Orang-orang yang suka memberikan kasih sayang akan disayangi oleh Allah Yang Maha Pengasih. Sayangilah olehmu sekalian orang-orang yang ada di dunia, maka engkau akan disayangi oleh Dzat yang ada di langit “.